Harry Potter and The Order of The Phoenix J.K. Rowling Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net BAB SATU Dudley Diserang Dementor Hari terpanas sejauh ini pada musim panas telah mulai berakhir dan keheningan yang membuat mengantuk melanda rumah-rumah besar berbentuk bujursangkar di Privet Drive. Mobil-mobil yang biasanya mengkilat diliputi debu di jalan-jalan masuk dan halaman-halaman yang dulunya hijau jamrud terbentang kering dan menguning -karena penggunaan pipa air telah dilarang akibat kekeringan. Dirampas dari kebiasaan mencuci mobil dan memotong rumput halaman mereka, para penghuni Privet Drive telah mengundurkan diri ke dalam lindungan rumah-rumah mereka yang teduh, dengan jendela-jendela dibuka lebar-lebar untuk memancing masuknya angin sepoi-sepoi yang memang tidak ada. Satu-satunya orang yang berada di luar rumah adalah seorang remaja lelaki yang sedang berbaring telentang pada bedeng bunga di luar nomor empat. Dia adalah seorang anak laki-laki kurus, berambut hitam, dan berkacamata yang memiliki tampilan wajah kurus, agak kurang sehat seperti seseorang yang telah tumbuh begitu banyak dalam waktu singkat. Celana jinsnya robek dan kotor, baju kaosnya kedodoran dan sudah pudar, dan sol sepatu olahraganya terkelupas dari bagian atas sepatu. Penampilan Harry Potter tidak membuatnya disenangi para tetangga, yang merupakan jenis orang-orang yang menganggap ketidakrapian seharusnya dapat dihukum dengan undang-undang, tetapi karena dia telah menyembunyikan dirinya di belakang sebuah semak hydrangea besar malam ini, dia cukup kasat mata bagi orang-orang yang lewat. Kenyataannya, satu-satunya cara dia dapat terlihat adalah bila Paman Vernon atau Bibi Petunianya menjulurkan kepala-kepala mereka keluar dari jendela ruang tamu dan melihat langsung ke bedeng bunga di bawahnya. Secara keseluruhan, Harry berpikir dia seharusnya diberi selamat atas idenya bersembunyi di sini. Mungkin dia tidak begitu nyaman berbaring di atas tanah yang panas dan keras tetapi, di sisi lain, tidak ada orang yang melotot kepadanya, menggertakkan gigi-gigi mereka demikian kerasnya sehingga dia tidak dapat mendengarkan warta berita, atau menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menyenangkan kepadanya, seperti yang telah terjadi setiap kali dia mencoba duduk di ruang tamu untuk menonotn televisi dengan paman dan bibinya. Hampir seperti pikiran ini melayang melalui jendela yang terbuka, Vernon Dursley, paman Harry, tiba-tiba berkata. "Senang melihat bocah itu sudah berhenti mengganggu. Ngomong-ngomong, di mana dia?" "Tidak tahu," kata Bibi Petunia, tidak khawatir. "Tidak di dalam rumah." Paman Vernon menggerutu. "Menonton warta berita dia berkata dengan pedas. "Aku ingin tahu apa maksud dia yang sebenarnya. Seperti anak normal peduli saja apa yang ada di warta berita --Dudley sama sekali tidak tahu apa yang sedang terjadi; aku ragu dia tahu siap yang menjadi Perdana Menteri! Lagipula, bukannya akan ada apapun mengenai kelompokknya di berita kita -- " "Vernon, shh!" kata Bibi Petunia. "Jendelanya terbuka!" "Oh -- ya -- maaf, sayang." Keluarga Dursley terdiam. Harry mendengarkan jingel mengenai sereal sarapan pagi Fruit "n" Bran sementara dia memperhatikan Mrs Figg, seorang wanita tua pecinta kucing yang agak sinting dari Wisteria Walk yang letaknya tidak jauh, lewat pelan-pelan. Dia sedang merengut dan bergumam pada dirinya sendiri. Harry sangat senanga dirinya tersembunyi di belakang semak, karena belakangan ini Mrs Figg sering mengajaknya minum teh kapanpun mereka berjumpa di jalan. Dia telah membelok di sudut dan menghilang dari pandangan sebelum suara Paman Vernon melayang keluar jendela lagi. "Dudders keluar minum teh?" "Di rumah Polkiss," kata Bibi Petunia dengan penuh sayang. "Dia punya begitu banyak teman kecil, dia begitu populer ... " Harry menahan dengusan dengan susah payah. Keluarga Dursley benar-benar bodoh jika menyangkut anak mereka, Dudley. Mereka menelan semua kebohongannya tentang minum teh bersama anggota gengnya yang berlainan setiap malam pada liburan musim panas. Harry tahu sekali bahwa Dudley tidak minum teh di manapun; dia dan gengnya menghabiskan setiap malam merusak taman bermain, merokok di sudut-sudut jalan dan melempar batu-batu pada mobil-mobil dan anak-anak yang lewat. Harry telah melihat mereka melakukannya selama jalan-jalan malamnya di sekitar Little Whinging; dia telah melewati sebagian besar liburan dengan berkeliaran di jalan-jalan, memunguti surat kabar dari tong-tong sampah yang dijumpainya. Not-not pembukaan dari musik yang mengawali warta berita pukul tujuh malam mencapai telinga Harry dan perutnya serasa terbalik. Mungkin malam ini -- setelah penantian sebulan -- akan menjadi malam yang dinanti. "Orang-orang yang sedang berlibur yang mengalami penundaan memenuhi lapangan-lapangan terbang dalam jumlah yang memcahkan rekor, sementara pemogokan para pengurus bagasi Spanyol mencapai minggu kedua -- " "Berikan mereka tidur siang seumur hidup, itu yang akan kulakukan," geram Paman Vernon di akhir kalimat si pembaca berita, tetapi tidak mengapa: di luar di bedeng bunga, perut Harry sepertinya melunak. Jika ada yang terjadi, pastilah menjadi hal pertama dalam warta berita; kematian dan kehancuran lebih penting daripada orang berlibur yang tertunda. Dia mengeluarkan napas panjang dan pelan dan menatap langit biru cemerlang. Setiap hari dalam musim panas ini sama saja: ketegangannya, pengharapannya, kelegaan sesaat, dan kemudian ketegangan yang memuncak lagi ... dan selalu, tumbuh semakin kuat sepanjang waktu, pertanyaan kenapa belum ada yang terjadi. Dia terus mendengarkan, kalau-kalau ada petunjuk kecil, yang tidak disadari para Muggle -- orang yang menghilang tanpa penjelasan, mungkin, atau beberapa kecelakan aneh ... tetapi pemogokan para pengurus bagasi diikuti oleh berita mengenai kekeringan di Tenggara ("Kuharap dia sedang mendengarkan di rumah sebelah!" teriak Paman Vernon, "Orang itu dengan penyembur airnya yang nyala pada pukul tiga pagi!"), lalu sebuah helikopter y ang hampir jatuh ke sebuah ladang di Surrey, kemudian perceraian seorang aktris tenar dari suaminya yang terkenal ("Seperti kita peduli saja dengan urusan-urusan mereka yang kotor," dengus Bibi Petunia, yang telah mengikuti kasus tersebut dengan obsesif di semua majalah yang dapat diraihnya dengan tangan kurusnya). Harry menutup matanya dari langit malam yang sekarang telah berkobar ketika pembaca berita berkata, "-- dan akhirnya, Bungy si berang-berang telah menemukan cara baru untuk tetap sejuk di musim panas ini. Bungy, yang tinggal di Five Feathers di Barnsley, telah belajar ski air! Mary Dorkins pergi untuk mencari tahu lebih banyak." Harry membuka matanya. Jika mereka telah mencapai berang-berang yang berski-air, tidak akan ada lagi yang patut didengar. Dia berguling dengan hati-hati dan bangkit bertumpu pada lutut dan sikunya, bersiap-siap untuk merangkak keluar dari bawah jendela. Dia telah berpindah sekitar dua inci ketika beberapa hal terjadi dalam urutan yang sangat cepat. Sebuah bunyi letusan keras yang menggema memecahkan keheningan seperti bunyi tembakan; seekor kucing melintas keluar dari bawah sebuah mobil yang diparkir dan hilang dari pandangan; sebuah pekikan, teriakan sumpah serapah dan suara porselen yang pecah datang dari ruang tamu keluarga Dursley, dan ini seakan-akan merupakan tanda yang telah ditunggu Harry karena dia melompat ke atas kedua kakinya, pada saat yang sama menarik keluar dari ban pinggang celana jinsnya sebuah tongkat kayu kurus seperti mengeluarkan pedang dari sarungnya -- tetapi sebelum dia dapat berdiri tegak, bagian atas kepalanya terantuk jendela keluarga Dursley yang terbuka. Benturan yang diakibatkannya membuat Bibi Petunia menjerit lebih keras lagi. Harry merasa seakan-akan kepalanya telah terpecah menjadi dua. Dengan mata berair, dia terhuyung-huyung, mencoba untuk berfokus pada jalan ke titik sumber suara tersebut, tetapi belum lagi dia berdiri tegak ketika dua tangan ungu yang besar menjulur dari jendela terbuka dan menutup dengan ketat di sekitar tenggorokannya. "Simpan -- benda -- itu!" Paman Vernon menggeram ke dalam telinga Harry. "Sekarang! Sebelum -- dilihat -- orang lain!" "Lepaskan -- aku!" Harry terengah-engah. Selama beberapa detik mereka bergumul, Harry menarik jari-jari pamannya yang mirip sosis dengan tangan kirinya, tangan kanannya mempertahankan genggaman erat pada tongkatnya yang terangkat; kemudian, ketika rasa sakit di bagian atas kepala Harry berdenyut-denyut dengan sangat menyakitkan, Paman Vernon mendengking dan melepaskan Harry seakan-akan dia telah menerima kejutan listrik. Kekuatan yang tidak tampak sepertinya telah menyentak melalui keponakannya, membuatnya tidak mungkin dipegang. Sambil terengah-engah, Harry jatuh ke depan ke atas semak hydrangea, menegakkan diri dan menatap sekeliling. Tidak ada tanda apa yang telah menyebabkan bunyi letusan keras itu, tetapi ada beberapa wajah yang menatap melalui berbagai jendela yang berdekatan. Harry buru-buru memasukkan tongkatnya kembali ke dalam celana jinsnya dan mencoba terlihat tidak bersalah. "Malam yang indah!" teriak Paman Vernon, sambil melambai pada Nyonya Nomor Tujuh di seberang, yang sedang membelalakkan matanya dari balik gorden jalanya. "Apakah Anda mendengar mobil yang mengeluarkan letusan tadi? Membuat Petunia dan aku terkejut sekali!" Dia terus menyengir dengan cara yang mengerikan dan seperti orang gila sampai para tetangga yang ingin tahu menghilang dari jendela-jendela mereka, kemudian sengiran itu menjadi ringisan marah sewaktu dia memberi isyarat kepada Harry untuk menghadapnya. Harry mendekat beberapa langkah, sambil berjaga-jaga agar berhenti sebelum titik di mana tangan-tangan terentang Paman Vernon dapat melanjutkan cekikannya. "Apa maksudmu dengan melakukan hal itu, nak?" tanya Paman Vernon dengan suara parau yang gemetar oleh amarah. "Apa maksudku dengan apa?" kata Harry dingin. Dia terus melihat ke kiri dan ke kanan jalan, masih berharap untuk melihat orang yang telah membuat suara letusan tersebut. "Membuat keributan seperti suara pistol meletus tepat di luar -- " "Aku tidak membuat suara tadi," kata Harry dengan tegas. Wajah Bibi Petunia yang kurus dan mirip kuda sekarang muncul di sebelah wajah Paman Vernon yang lebar dan ungu. Dia tampak marah sekali. "Mengapa kamu mengintai di bawah jendela kami?" "Ya -- ya, poin yang bagus, Petunia! Apa yang sedang kamu lakukan di bawah jendela kami, nak?" "Mendengarkan warta berita," kata Harry dengan suara pasrah. Bibi dan pamannya saling memandang dengan pandangan marah. "Mendengarkan warta berita! Lagi?" "Well, kalian "kan tahu, beritanya ganti setiap hari," kata Harry. "Jangan sok pintar di depanku, nak! Aku ingin tahu apa yang sebenarnya sedang kamu lakukan -- dan jangan beri aku omong kosong mendengarkan warta berita itu lagi! Kamu tahu benar bahwa kelompokmu -- " "Hati-hati, Vernon!" sahut Bibi Petunia, dan Paman Vernon menurunkan suaranya sehingga Harry hampir tidak dapat mendengarnya, "-- bahwa kelompokmu tidak masuk ke dalam warta berita kami!" "Itu menurutmu," kata Harry. Keluarga Dursley menatapnya selama beberapa detik, kemudian Bibi Petunia berkata, "Kamu pembohong kecil. Apa yang dilakukan semua -- " dia juga menurunkan suaranya sehingga Harry harus membaca gerak bibirnya untuk kata berikutnya, "-burung hantu itu lakukan jika mereka tidak membawakan kamu berita?" "Aha!" kata Paman Vernon dengan bisikan kemenangan. "Ayo berkelit dari yang satu itu, nak! Seakan-akan kami tidak tahu kamu memperoleh semua beritamu dari burung-burung pengganggu itu!" Harry bimbang sejenak. Berkata jujur kali ini akan merugikannya, bahkan walaupun bibi dan pamannya tidak mungkin tahu bagaimana buruk perasaannya untuk mengakui hal itu. "Burung hantu ... tidak membawakanku berita apa-apa," dia berkata tanpa nada. "Aku tidak percaya," kata Bibi Petunia segera. "Aku juga tidak," kata Paman Vernon dengan kuat. "Kami tahu kamu sedang merencanakan sesuatu yang aneh," kata Bibi Petunia. "Kami "kan tidak bodoh," kata Paman Vernon. "Itu berita baru bagiku," kata Harry, amarahnya meningkat, dan sebelum keluarga Dursley bisa memanggilnya kembali, dia sudah berbalik, menyeberangi halaman depan, melewati tembok kebun yang rendah, dan melangkah menyusuri jalan. Dia sedang berada dalam masalah sekarang dan dia tahu itu. Dia harus menghadapi bibi dan pamannya nanti dan membayar kekasarannya tadi, tetapi dia tidak begitu peduli saat ini; dia punya masalah yang lebih menuntut pikiran. Harry yakin bunyi letusan tadi dibuat oleh seseorang yang ber-Appate atau ber-Disapparate. Bunyinya persis seperti suara yang dibuat Dobby si peri-rumah ketika dia menghilang ke udara. Mungkinkah Dobby ada di Privet Drive? Apakah Dobby sedang mengikutinya saat ini? Ketika pikiran ini timbul dia berbalik dan menatap Privet Drive, tetapi jalan itu tampak lengang dan Harry yakin Dobby tidak tahu bagaimana caranya menjadi kasat mata. Dia terus berjalan, hampir tidak menyadari rute yang diambilnya, karena dia telah melewati jalan-jalan ini begitu seringnya akhir-akhir ini sehingga kakinya secara otomatis membawanya ke tempat-tempat tongkrongan favoritnya. Setiap beberapa langkah sekali dia menoleh ke balik bahunya. Seseorang dari dunia sihir telah berada di dekatnya ketika dia berbaring di antara bunga-bunga begonia Bibi Petunia yang mulai layu, dia yakin akan hal itu. Mengapa mereka tidak berbicara kepadanya, mengapa mereka tidak melakukan kontak, mengapa mereka bersembunyi sekarang? Dan kemudian, ketika rasa frustrasinya memuncak, perasaan pastinya mulai luntur. Mungkin itu sama sekali bukan bunyi sesuatu yang berbau sihir. Mungkin dia begitu mengharapkan tanda sekecil apapun akan kontak dari dunia tempatnya berada sehingga dia bereaksi berlebihan terhadapa bunyi yang benar-benar umum. Dapatkah dia merasa yakin bahwa itu bukan bunyi barang pecah di rumah tetangga? Harry merasakan suatu sensasi menjemukan dan berat di perutnya dan sebelum dia sadar perasaan tidak ada harapan yang telah mengganggunya sepanjang musim panas timbul sekali lagi. Besok pagi dia akan dibangunkan oleh jam weker pada pukul lima pagi sehingga dia bisa membayar burung hantu yang membawakannya Daily Prophet -- tetapi apalah artinya terus berlangganan? Belakangan ini Harry hanya memandang halaman depan sekilas sebelum melemparnya ke samping; ketika para idiot yang menjalankan surat kabar tersebut akhirnya sadar bahwa Voldermort telah kembali itu akan menjadi berita halaman depan, dan itu adalah satu-satunya berita yang dipedulikan Harry. Jika dia beruntung, akan ada juga butung-burung hantu yang membawa surat-surat dari sahabat-sahabat dekatnya Ron dan Hermione, walaupun harapan-harapan yang dimilikinya bahwa surat-surat mereka akan membawa berita kepadanya telah lama hilang. Kami tidak dapat berkata banyak mengenai kamu-tahu-apa, tentu saja ... Kami telah diberitahu untuk tidak mengatakan hal-hal penting kalau-kalau surat kami tersesat ... Kami cukup sibuk tetapi aku tidak bisa memberi detil di sini ... Ada banyak hal yang sedang berlangsung, kami akan memberitahumu semuanya ketika kita berjumpa ... Tetapi kapan mereka akan berjumpa dengannya? Tidak seorangpun tampak cukup repot untuk mengatakan tanggal pastinya. Hermione telah menulis tergesa-gesa Kuharap kita akan berjumpa segera di dalam kartu ulang tahunnya, tetapi seberapa cepatkah segera itu? Sejauh yang dapat diketahui Harry dari petunjuk-petunjuk samar dalam surat-surat mereka, Hermione dan Ron berada di tempat yang sama, mungkin di rumah orang tua Ron. Dia hampir tidak tahan berpikir bahwa keduanya bersenang-senang di The Burrow ketika dirinya terperangkap di Privet Drive. Kenyataannya, dia sangat marah kepada mereka sehingga dia membuang, tanpa dibuka terlebih dahulu, dua kotak cokelat Honeydukes yang telah mereka kirimkan kepadanya pada ulang tahunnya. Dia menyesali hal itu kemudian, setelah memakan salad layu yang disediakan Bibi Petunia untuk makan malam pada malam tersebut. Dan apa yang disibukkan Ron dan Hermione? Mengapa dia, Harry, tidak sibuk? Tidakkah dia telah membuktikan diri mampu menghadapi jauh lebih banyak daripada mereka? Apakah mereka semua telah melupakan apa yang telah dia lakukan? Bukankan dia yang telah memasuki pemakaman itu, dan menyaksikan Cedric dibunuh, dan telah diikat pada batu nisan itu dan hampir terbunuh? Jangan memikirkan hal itu, kata Harry dengan tegas kepada dirinya sendiri. Sudah cukup buruk bahwa dia terus mengunjungi kembali pemakaman itu dalam mimpi-mimpi buruknya, tanpa harus menghadapi hal itu juga pada saat-saat dia terbangun. Dia membelok di sudut ke Magnolia Crescent; di tengah jalan dia melewati gang sempit di sebelah sebuah garasi di mana dia pertama kali berjumpa dengan ayah angkatnya. Sirius, setidaknya, tampaknya mengerti bagaimana perasaan Harry. Memang, surat-suratnya sama kosongnya akan berita yang pantas dengan surat-surat Ron dan Hermione, tetapi setidaknya mereka mengandung kata-kata peringatan dan penghiburan bukannya petunjuk-petunjuk yang menggoda: Aku tahu ini pasti membuatmu frustrasi ... Jaga sikapmu dan semuanya akan baik-baik saja ... Berhati-hatilah dan jangan melakukan apapun dengan gegabah ... Well, pikir Harry, sementara dia menyeberangi Magnolia Crescent, membelok ke Magnolia Road dan menuju taman bermain yang semakin gelap, dia telah (kurang lebih) melakukan apa yang dinasehati Sirius. Setidaknya dia telah melawan godaan untuk mengikat kopernya ke sapunya dan terbang ke The Burrow sendiri. Bahkan, Harry menganggap perilakunya sangat baik mengingat betapa frustrasi dan marah perasaannya terperangkap di Privet Drive begitu lama, harus bersembunyi di bedeng bunga dengan harapan mendengar apa yang sedang dilakukan Lord Voldermort. Walaupun begitu, rasanya agak menyakitkan disuruh jangan gegabah oleh orang yang telah menjalani dua belas tahun di penjara sihir, Azkaban, meloloskan diri, mencoba melaksanakan pembunuhan yang dituduhkan kepadanya sejak awal, lalu melarikan diri dengan Hipprogriff curian. Harry melompati gerbang taman yang terkunci dan menyeberangi rumput kering. Taman itu kosong seperti jalan-jalan di sekelilingnya. Ketika dia sampai di ayunan dia menjatuhkan diri ke satu-satunya yang belum dirusak Dudley dan teman-temannya, melingkarkan satu lengan pada rantainya, dan menatap tanah dengan murung. Dia tidak akan bisa lagi bersembunyi di bedeng bunga. Besok dia harus mencari cara baru mendengarkan warta berita. Sementara itu, dia tidak memiliki hal lain untuk dinantikan, kecuali malam yang penuh kegelisahan, bahkan ketika dia lolos dari mimpi-mimpi buruk mengenai Cedric, dia mengalami mimpi-mimpi yang berubah-ubah, yang dipenuhi dengan koridor-koridor panjang yang gelap, semuanya berakhir dengan jalan-jalan buntu dan pintu-pintu terkunci, yang dianggapnya berhubungan dengan perasaan terperangkap yang dirasakannya ketika terbangun. Seringkali bekas luka lamanya menusuk-nusuk menimbulkan rasa tidak nyaman, tetapi dia tidak membodohi diri sendiri bahwa Ron atau Hermione atau Sirius masih menganggap hal itu menarik. Di masa lalu, bekas lukanya yang sakit telah memberi peringatan bahwa Voldermort bertambah kuat lagi, tetapi sekarang karena Voldermort telah kembali mereka mungkin akan mengingatkan dirinya bahwa gangguan teratur hanyalah sesuatu yang telah diharapkan ... tidak ada yang perlu dikhawatirkan ... berita lama ... Ketidakadilan semuanya itu menumpuk dalam dirinya sehingga dia ingin berteriak karena marah. Jika bukan karena dirinya, bahkan tidak akan ada yang tahu bahwa Voldermort sudah kembali! Dan ganjaran baginya adalah terperangkap di Little Whinging selama empat minggu penuh, sama sekali terputus dari dunia sihir, harus berjongkok di antara bunga-bunga begonia yang mulai layu sehingga dia dapat mendengar mengenai berang-berang yang berski-air! Bagaimana Dumbledore dapat melupakan dirinya dengan begitu mudahnya? Mengapa Ron dan Hermione berkumpul tanpa mengundangnya juga? Berapa lama lagi dia harus menerima Sirius menyuruhnya untuk duduk dengan baik dan menjadi anak yang baik; atau menahan godaan untuk menulis kepada Daily Prophet bodoh itu dan menunjukkan bahwa Voldermort telah kembali? Pikiran-pikiran penuh amarah ini berpusar dalam pikiran Harry, dan bagian dalam tubuhnya menggeliat dengan rasa marah sementara malam yang panas dan pengap dan selembut beludru menyelimuti dirinya, udara penuh dengan bau rumput yang hangat dan kering, dan satu-satunya suara yang ada hanyalah suara rendah dari lalu lintas di jalan di luar jeruji taman. Dia tidak tahu berapa lama dia telah duduk di ayunan itu sebelum suara percakapan menghentikan renungannya dan dia melihat ke atas. Lampu-lampu jalan dari jalan-jalan di sekitar menyorotkan cahaya menyerupai kabut yang cukup kuat untuk menampakkan siluet sekelompok orang yang sedang menyeberangi taman. Salah satunya sedang menyanyikan sebuah lagu sederhana dengan bising. Yang lainnya sedang tertawa. Suara detik lemah datang dari beberapa sepeda balap mahal yang sedang mereka setir. Harry tahu siapa orang-orang itu. Figur di depan tak salah lagi adalah sepupunya, Dudley Dursley, sedang berjalan pulang, ditemani oleh gengnya yang setia. Dudley masih segemuk dulu, tetapi satu tahun berdiet keras dan penemuan bakat baru telah membuat cukup banyak perubahan pada fisiknya. Seperti yang diceritakan Paman Vernon kepada siapapun yang akan mendengarkan, Dudley baru-baru ini telah menjadi Juara Tinju Kelas Berat Antar-Sekolah Junior dari daerah Tenggara. "Olah raga mulia" seperti yang disebut Paman Vernon, telah menjadikan Dudley bahkan lebih berbahaya daripada yang dirasakan Harry di masa-masa sekolah dasar mereka ketika dia menjadi karung tinju Dudley yang pertama. Harry sama sekali tidak takut kepada sepupunya lagi tetapi dia masih berpikir bahwa Dudley belajar peninju lebih keras dan lebih akurat bukanlah merupakan sesuatu yang harus dirayakan. Anak-anak di lingkungan sekitar semuanya takut kepadanya -- bahkan lebih takut daripada kepada "bocah Potter itu" yang, mereka telah diperingatkan, merupakan anak nakal yang tidak pernah kapok dan bersekolah di Pusat Rehabilitasi bagi Anak-Anak Kriminal Tidak Tertolong St Brutus. Harry menyaksikan figur-figur gelap itu menyeberangi rumput dan bertanya-tanya siapa yang telah mereka pukuli malam ini. Lihat sekeliling, Harry menemukan dirinya berpikir selagi dia memperhatikan mereka. Ayolah ... lihat sekeliling ... aku sedang duduk di sini sendirian ... datang dan hadapilah ... Jika teman-teman Dudley melihatnya duduk di sini, mereka pasti akan berjalan lurus ke arahnya, dan apa yang akan dilakukan Dudley nanti? Dia tidak akan mau kehilangan muka di depan gengnya, tetapi dia pasti takut mengganggu Harry ... pastilah menyenangkan menyaksikan dilema Dudley, mengejeknya, memperhatikannya, dengan dirinya tidak berdaya menanggapi ... dan jika yang lain ada yang berani memukul Harry, dia sudah siap -- dia punya tongkatnya. Biar mereka coba ... dia akan senang menyalurkan sedikit rasa frustrasinya kepada anak-anak yang dulu pernah membuat hidupnya seperti neraka. Tetapi mereka tidak menoleh, mereka tidak melihatnya, mereka sudah hampir sampai di jeruji. Harry menguasai desakan untuk memanggil mereka ... mencari perkelahian bukanlah langkah pintar ... dia tidak boleh menggunakan sihir ... dia akan terancam dikeluarkan lagi. Suara-suara geng Dudley mulai menghilang; mereka sudah hilang dari pandangan, berjalan di sepanjang Magnolia Road. Begitulah, Sirius, pikir Harry dengan jemu. Tidak ada yang gegabah. Jaga tingkah lakuku. Benar-benar berlawanan dengan yang telah kamu lakukan. Dia berdiri dan merenggangkan tubuhnya. Bibi Petunia dan Paman Vernon sepertinya merasa bahwa kapanpun Dudley muncul adalah waktu yang tepat untuk tiba di rumah, dan kapanpun setelahnya sudah sangat terlambat. Paman Vernon telah mengancam untuk mengunci Harry di gudang jika dia pernah pulang ke rumah setelah Dudley lagi, jadi, sambil menahan kuap, dan masih cemberut, Harry berjalan menuju gerbang taman. Magnolia Road, seperti Privet Drive, dipenuhi rumah-rumah besar berbentuk bujursangkar dengan halaman-halaman yang terawat rapi, semuanya dimiliki oleh orang-orang bertubuh besar dan ketinggalan zaman yang mengendarai mobil-mobil bersih seperti milik Paman Vernon. Harry lebih menyukai Little Whinging pada malam hari, ketika jendela-jendela bergorden membentuk potongan-potongan warna seterang permata dalam kegelapan dan dia tidak takut mendengar gumaman-gumaman mencela mengenai penampilannya yang "menyalah" ketika dia berpapasan dengan para penghuni. Dia berjalan dengan cepat, sehingga setengah jalan di sepanjang Magnolia Road geng Dudley tampak lagi; mereka sedang berpamitan di jalan masuk ke Magnolia Crescent. Harry melangkah ke dalam bayang-bayang sebuah pohon lilac besar dan menunggu. mendengking seperti seekor babi, benar kan?" Malcolm sedang berbicara, ditimpali tawa terbahak-bahak dari yang lainnya. "Pukulan hook kanan yang bagus, Big D," kata Piers. "Waktu yang sama besok?" kata Dudley. "Di tempatku, orang tuaku akan keluar," kata Gordon. "Sampai jumpa," kata Dudley. "Bye, Dud!" "Jumpa lagi, Big D!" Harry menanti anggota geng yang lainnya berjalan terus sebelum mulai melangkah lagi. Ketika suara-suara mereka sekali lagi telah berangsur hilang dia menuju belokan di sudut ke Magnolia Crescent dan dengan berjalan sangat cepat dia segera sampai ke jarak teriakan dengan Dudley, yang sedang berjalan santai sekena hatinya sambil bersenandung tanpa nada. "Hei, Big D!" Dudley menoleh. "Oh," dia menggerutu. "Ternyata kamu." "Sudah berapa lama kau jadi "Big D"?" kata Harry. "Diamlah," gertak Dudley, menoleh ke arah lain. "Nama yang keren," kata Harry, menyeringai dan tertinggal di belakang sepupunya. "Tapi bagiku kau akan selalu jadi "Ickle Diddykins"." "Kataku, DIAM!" kata Dudley, tangan-tangannya yang seperti ham telah mengepal. "Apa anak-anak itu tidak tahu itu begitulah ibumu memanggilmu?" "Tutup mulutmu." "Kau tidak menyuruh ibumu untuk menutup mulutnya. Bagaimana dengan "Popkin" dan "Dinky Diddydums", bolehkah aku menggunakannya?" Dudley tidak mengatakan apa-apa. Usaha untuk mencegah dirinya memukul Harry tampaknya menuntut semua pengendalian dirinya. "Jadi, siapa yang telah kalian pukuli malam ini?" Harry bertanya, seringainya memudar. "Anak umur sepuluh tahun lagi? Aku tahu kalian memukuli Mark Evans dua malam lalu -- " "Dia yang minta," gertak Dudley. "O ya?" "Dia mengejekku." "Yeah? Apakah dia bilang kau tampak seperti babi yang diajari berjalan dengan kaki belakangnya? Kar"na itu bukan ejekan, Dud, itu benar." Sebuahl otot berdenyut di rahang Dudley. Mengetahui seberapa marah dia telah membuat Dudey memberi Harry kepuasan yang sangat besar; dia merasa seakan dia sedang mengalirkan rasa frustrasinya sendiri kepada sepupunya, satu-satunya pengeluaran yang dimilikinya. Mereka berbelok ke kanan ke gang sempit di mana Harry pertama kali berjumpa dengan Sirius dan yang membentuk jalan pintas antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk. Gang itu sepi dan jauh lebih gelap daripada jalan-jalan yang dihubungkannya karena tidak ada lampu jalan. Langkah-langkah kaki mereka teredam antara dinding-dinding garasi di satu sisi dan sebuah pagar tinggi di sisi lainnya. "Pikirmu kau orang kuat membawa benda itu, "kan?" Dudley berkata setelah beberapa detik. "Benda apa?" "Itu -- benda itu yang kau sembunyikan." Harry nyengir lagi. "Tidak sebodoh tampangmu, ya, Dud? Tapi kurasa, jika memang begitu, kau tak bakal bisa jalan dan ngomong pada saat yang sama." Harry menarik tongkatnya. Dia melihat Dudley mengerlingnya. "Kau tidak diizinkan," Dudley berkata dengan segera. "Aku tahu kau tidak boleh. Kau akan dikeluarkan dari sekolah anehmu itu." "Bagaimana kau tahu mereka belum mengubah peraturannya, Big D?" "Belum," kata Dudley, walaupun dia tidak terdengar sepenuhnya yakin. Harry tertawa pelan. "Kau tak punya nyali untuk menghadapiku tanpa benda itu, ya "kan?" Dudley menggertak. "Sementara kau hanya butuh empat teman di belakangmu sebelum bisa memukuli seorang anak umur sepuluh tahun. Kau tahu gelar tinju yang terus kau banggakan? Berapa umur lawanmu? Tujuh? Delapan?" "Dia berumur enam belas, supaya kamu tahu," gertak Dudley, "dan dia pingsan selama dua puluh menit setelah aku selesai dengannya dan dia dua kali beratmu. Kau tunggu saja sampai kuberitahu Ayah kau membawa benda itu keluar -- " "Berlari kepada Ayah sekarang? Apakah juara tinju jempolan takut pada tongkat Harry yang mengerikan?" "Tidak seberani ini pada malam hari, "kan?" cemooh Dudley. "Ini memang malam, Diddykins. Itulah sebutan kami ketika semuanya jadi gelap seperti ini." "Maksudku ketika kau sedang tidur!" gertak Dudley. Dia telah berhenti berjalan. Harry berhenti juga, menatap sepupunya. Dari sedikit wajah Dudley yang dapat dilihatnya, dia sedang menunjukkan wajah kemenangan yang aneh. "Apa maksudmu, aku tidak berani ketika sedang tidur?" kata Harry, sama sekali tercengang. "Apa yang harus kutakutkan, bantal atau apa?" "Aku dengar kau kemarin malam," kata Dudley terengah-engah. "Berbicara dalam tidur. Mengerang." "Apa maksudmu?" Harry berkata lagi, tetapi ada sensasi dingin yang timbul di perutnya. Dia telah mengunjungi pemakaman itu lagi kemarin malam dalam mimpinya. Dudley mengeluarkan salak tawa yang parau, lalu menirukan suara rengekan melengking. ""Jangan bunuh Cedric! Jangan bunuh Cedric!" Siapa Cedric -- temanmu?" "Aku -- kau bohong," kata Harry secara otomatis. Tetapi mulutnya telah menjadi kering. Dia tahu Dudley tidak sedang berbohong -- bagaimana lagi dia bisa tahu mengenai Cedric? ""Dad! Bantu aku, Dad! Dia akan membunuhku, Dad! Boo hoo!"" "Diam," kata Harry pelan. "Diam, Dudley, kuperingatkan kau!" ""Datanglah dan tolong aku, Dad! Mum, datang dan tolong aku! Dia sudah membunuh Cedric! Dad, tolong aku! Dia akan -- " Jangan tunjuk aku dengan benda itu!" Dudley mundur ke tembok gang. Harry sedang menunjuk tongkatnya lurus ke jantung Dudley. Harry dapat merasakan empat belas tahun kebencian terhadap Dudley menggelegak dalam nadinya -- apa yang takkan diberikannya untuk mengutuk Dudley sedemikian rupa sehingga dia harus merangkak pulang seperti seekor serangga, menjadi bisu, tumbuh antena ... "Jangan pernah berbicara mengenai hal itu lagi," gertak Harry. "Kau mengerti?" "Tunjuk itu ke arah lain!" "Kataku, kau mengerti?" "Tunjuk itu ke arah lain!" "KAU MENGERTI?" "JAUHKAN BENDA ITU DARI -- " Dudley mengeluarkan suara napas tajam penuh rasa ngeri, seakan-akan dia telah dicemplungkan ke dalam air es. Sesuatu telah terjadi pada langit malam itu. Langit biru gelap yang penuh bintang mendadak gelap gulita dan tanpa cahaya -- bintang-bintang, bulan, lampu-lampu jalan berkabut pada kedua sisi gang telah menghilang. Suara mobil di kejauhan dan bisikan pohon-pohon telah hilang. Malam yang lembab itu mendadak dingin menusuk. Mereka dikelilingi kegelapan total yang tidak tertembus dan hening, seakan-akan tangan raksasa telah menurunkan mantel tebal yang dingin menutupi keseluruhan gang itu, membutakan mereka. Selama sepersekian detik Harry berpikir bahwa dia telah melakukan sihir tanpa disengajanya, walaupun dia telah menahan sekuat mungkin -- lalu nalarnya menyangkut di akal sehatnya -- dia tidak mempunyai kekuatan untuk memadamkan bintang-bintang. Dia menolehkan kepalanya ke segala arah, mencoba melihat sesuatu, tetapi kegelapan mendesak matanya seperti tudung yang tidak berbobot. Suara Dudley yang ketakutan sampai ke telinga Harry. "A-apa yang sedang kau la-lakukan? Hen-hentikan!" "Aku tidak melakukan apapun! Diamlah dan jangan bergerak!" "Aku tak d-dapat melihat! Aku sudah j-jadi buta! Aku -- " "Kubilang diam!" Harry masih berdiri diam, menolehkan matanya yang tidak dapat melihat ke kiri dan ke kanan. Rasa dingin itu begitu hebat sehingga dia gemetaran; bulu romanya berdiri -- dia membuka matanya lebar-lebar, menatap kosong ke sekitar, tanpa melihat apa-apa. Tidak mungkin ... mereka tidak mungkin berada di sini ... tidak di Little Whinging ... dia menajamkan telinganya ... dia akan mendengar mereka sebelum melihat mereka "Akan ku-kuadukan pada Dad!" Dudley merengek. "D-di mana kau? Apa yang kau la-laku--?" "Bisakah kamu diam?" Harry mendesis, "Aku sedang mencoba mende-- " Tetapi dia terdiam. Dia telah mendengar hal yang telah ditakutkannya. Ada sesuatu di gang itu selain mereka, sesuatu yang menarik napas panjang, serak, dan berderak. Harry merasakan sentakan rasa takut yang mengerikan sementara dia berdiri gemetaran di udara yang membeku. "Hen-hentikan itu! Berhenti melakukannya! Kan ku-kupukul kau, aku sumpah!" "Dudley, tutup -- " WHAM. Sebuah kepalan mengadakan kontak dengan sisi kepala Harry, mengangkatnya dari kakinya. Cahaya-cahaya putih kecil bermunculan di depan matanya. Untuk kedua kalinya dalam satu jam Harry merasa seakan-akan kepalanya telah terbelah menjadi dua; saat berikutnya, dia telah mendarat dengan keras di tanah dan tongkatnya melayang dari tangannya. "Dasar bodoh, Dudley!" teriak Harry, matanya berair karena sakit sementara dia berjuang dengan tangan dan lututnya, meraba-raba sekeliling dengan kalut ke dalam kegelapan. Dia mendengar Dudley menjauh, menabrak pagar gang, tersandung. "DUDLEY, KEMBALI! KAU LARI KE ARAHNYA!" Ada teriakan mendengking yang mengerikan dan langkah-langkah Dudley berhenti. Pada saat yang sama, Harry merasakan hawa dingin yang merayap di belakangnya yang hanya berarti satu hal. Ada lebih dari satu. "DUDLEY, TUTUP MULUTMU RAPAT-RAPAT! APAPUN YANG KAU LAKUKAN, TUTUP MULUTMU RAPAT-RAPAT! Tongkat!" Harry bergumam dengan kalut, tangannya melayang di atas tanah seperti laba-laba. "Di mana -- tongkat -- ayolah -- lumos!" Dia menyebutkan mantera itu secara otomatis, putus asa akan cahaya untuk membantunya dalam pencarian -- dan demi ketidakpercayaannya yang melegakan, timbul cahaya beberapa inci dari tangan kanannya -- ujung tongkat itu telah menyala. Harry menyambarnya, berdiri pada kedua kakinya dan berbalik. Perutnya terasa terbalik. Sebuah figur tinggi bertudung sedang meluncur dengan mulus ke arahnya, melayang di atas tanah, tanpa kaki atau wajah yang tampak di bawah jubahnya, menghisap malam ketika dia datang. Tersandung ke belakang, Harry menaikkan tongkatnya. "Expecto patronum!" Sebuah gumpalan uap berwarna perak meluncur dari ujung tongkatnya dan Dementor itu melambat, tetapi mantera itu tidak bekerja dengan tepat; sambil terjegal kakinya sendiri, Harry mundur lebih jauh sementara Dementor itu menuju ke arahnya, panik menyelimuti otaknya -- konsentrasi -Sepasang tangan kelabu yang berlumpur dan berkeropeng menyelip dari dalam jubah Dementor itu, menggapai dirinya. Suara deru memenuhi telinga Harry. "Expecto patronum!" Suaranya terdengar suram dan jauh. Gumpalan asap perak lain, lebih lemah daripada yang lalu, melayang dari tongkat -- dia tidak dapat melakukannya lagi, dia tidak dapat menghasilkan mantera itu. Ada tawa di dalam kepalanya sendiri, tara yang nyaring dan melengking ... dia dapat mencium bau napas Dementor yang busuk dan sedingin kematian mengisi paru-parunya sendiri, menenggelamkannya -- pikirkan ... sesuatu yang membahagiakan ... Tetapi tidak ada kebahagiaan dalam dirinya ... jari-jari Dementor yang dingin mendekati tenggorokannya -- tawa melengking itu semakin keras dan semakin keras, dan sebuah suara berkata dalam kepalanya: "Membungkuklah pada kematian, Harry ... mungkin saja tidak sakit ... aku tidak akan tahu ... aku belum pernah mati Dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan Ron dan Hermione -Dan wajah-wajah mereka timbul dengan jelas dalam pikirannya sementara dia berjuang untuk bernapas. "EXPECTO PATRONUM!" Seekor kijang jantan perak yang besar muncul dari ujung tongkat Harry; tannduknya mengenai Dementor di tempat di mana jantung seharusnya berada; dia terlempar ke belakang, tak berbobot seperti kegelapan, dan sementara kijang itu menyerang, Dementor menukik pergi, seperti kelelawar dan kalah. "KE SINI!" Harry berteriak kepada kijang itu. Sambil berputar, dia berlari menyusuri gang, memegang tongkat yang menyala tinggi-tinggi. "DUDLEY? DUDLEY!" Dia belum lagi berlari selusin langkah ketika dia mencapai mereka: Dudley bergelung di atas tanah, lengannya menutupi wajahnya. Dementor kedua sedang membungkuk rendah ke arahnya, mencengkeram pergelangan tangannya ke dalam tangan-tangannya yang berlumpur, pelan-pelan mengungkitnya, hampir penuh kasih memisahkannya, menurunkan kepalanya yang bertudung ke wajah Dudley seperti akan menciumnya. "HAJAR DIA!" Harry berteriak, dan dengan sebuah deru yang menggelegar, kijang perak yang telah disihirnya datang berderap melewatinya. Wajah Dementor yang tidak bermata hampir satu inci dari wajah Dudley ketika tanduk perak itu mengenainya; benda itu terlembar ke udara dan, seperti kawannya, meluncur tinggi dan diserap ke dalam kegelapan; si kijang berlari ke tengah gang dan meluruh menjadi kabut perak. Bulan, bintang-bintang dan lampu-lampu jalan muncul kembali. Angin sepoi-sepoi yang hangat menyapu gang itu. Pohon-pohon berdesir di kebun-kebun sekitar dan suara mobil-mobil yang biasa di Magnolia Crescent memenuhi udara lagi. Harry berdiri diam, semua inderanya masih bergetar, merasakan kembalinya normalitas yang mendadak. Setelah beberapa saat, dia menjadi sadar bahwa baju kaosnya melekat ke tubuhnya; dia basah kuyup oleh keringat. Dia tidak dapat mempercayai apa yang baru saja terjadi. Dementor di sini, di Little Whinging. Dudley berbaring menggulung di atas tanah, gemetar dan merengek-rengek. Harry membungkuk untuk melihat apakah dia mampu berdiri, tetapi kemudian dia mendengar langkah-langkah kaki keras yang sedang berlari di belakangnya. Menuruti nalurinya sambil menaikkan tongkatnya lagi, dia berbalik untuk menghadapi si pendatang baru. Mrs Figg, tetangga mereka yang agak sinting, datang terengah-engah. Rambutnya yang kelabu beruban berlepasan dari jala rambut, sebuah tas belanjaan yang berkelontang berayun-ayun dari pergelangan tangannya dan kaki-kakinya hampir setengah keluar dari selop karpet tartannya. Harry mencoba menyimpan tongkatnya dengan terburu-buru ke luar pandangan, tetapi -"Jangan simpan itu, anak idiot!" lengkingnya. "Bagaimana jika masih ada lagi di sekitar sini? Oh, akan kubunuh si Mundungus Fletcher!" BAB DUA Pasukan Burung Hantu "Apa?" kata Harry dengan bingung. "Dia pergi!" kata Mrs Figg, meremas-remas tangannya. "Pergi untuk menemui seseorang mengenai sejumlah kuali yang jatuh dari belakang sapu! Kuberitahu dia akan kukuliti dia hidup-hidup jika dia pergi, dan sekarang lihat! Dementor! Untung saja kusuruh Mr Tibbles berjaga-jaga! Tapi kita tidak punya waktu untuk berdiri saja! Cepat, sekarang, kita harus memulangkan kalian! Oh, masalah yang akan ditimbulkan hal ini! Aku akan membunuhnya!" "Tapi -- " Pengungkapan bahwa tetangganya yang agak sinting dan terobsesi dengan kucing mengetahui apa itu Dementor hampir sebesar rasa shock Harry ketika bertemu dengan dua di antaranya di gang itu. "Anda -- Anda penyihir?" "Aku Squib, seperti yang diketahui Mundungus dengan baik, jadi bagaimana mungkin aku dapat menolongmu menghadapi Dementor? Dia meninggalkanmu sama sekali tanpa perlindungan padahal sudah kuperingatkan dia -- " "Mundungus ini sudah mengikutiku? Tunggu dulu -- dia orangnya! Dia ber-Disapparate dari depan rumah!" "Ya, ya, ya, tapi untunglah aku menempatkan Mr Tibbles di bawah sebuah mobil untuk jaga-jaga, dan Mr Tibbles datang dan memperingatkan aku, tapi pada saat aku sampai ke rumahmu kau telah pergi -- dan sekarang -- oh, apa yang akan dikatakan Dumbledore? Kau!" dia berteriak pada Dudley, yang masih telentang di lantai gang. "Pindahkan pantatmu yang besar dari tanah, cepat!" "Anda kenal Dumbledore?" kata Harry, menatapnya. "Tentu saja aku kenal Dumbledore, siapa yang tidak mengenal Dumbledore? Tapi ayolah -- aku tidak akan bisa membantu kalau mereka kembali, aku bahkan belum pernah men-Transfigurasi kantong teh." Dia membungkuk, meraih salah satu lengan Dudley yang besar ke dalam tangannya yang keriput dan menyentak. "Bangun, kau onggokan tak berguna, bangun!" Tetapi Dudley tidak bisa atau tidak mau bergerak. Dia diam di atas tanah, gemetar dan wajahnya kelabu, mulutnya tertutup sangat rapat. "Akan kulakukan." Harry memegang lengan Dudley dan mengangkatnya. Dengan usaha kera dia mampu mengangkatnya berdiri. Dudley kelihatannya hampir pingsan. Matanya yang kecil berputar-putar di rongga matanya dan keringat mengucur di wajahnya; saat Harry melepaskannya dia berayun-ayun berbahaya. "Cepatlah!" kata Mrs Figg dengan histeris. Harry menarik salah satu lengan Dudley yang besar melingkari bahunya dan menyeret dia menuju jalan, sedikit terbungkuk akibat beratnya. Mrs Figg berjalan terhuyung-huyung di depan mereka, sambil mengintai dengan cemas di sudut. "Tetap keluarkan tongkatmu," dia menyuruh Harry, ketika mereka memasuki Wisteria Walk. "Tidak usah pedulikan Undang-Undang Kerahasiaan sekarang, lagipula resikonya sangat besar, sekalian saja kita digantung karena naga daripada karena telur. Bicara mengenai Pembatasan Masuk Akal Penggunaan Sihir Di Bawah Umur ... ini persis yang ditakutkan Dumbledore -- Apa itu di ujung jalan? Oh, itu cuma Mr Prentice ... jangan simpan tongkatmu, nak, bukankah aku terus memberitahumu aku tidak berguna?" Tidaklah mudah memegang tongkat dengan mantap di satu tangan dan menarik Dudley pada saat yang sama. Harry memberi sepupunya sebuah sikutan tidak sabar pada tulang iga, tetapi Dudley tampaknya telah kehilangan semua hasrat untuk pergerakan independen. Dia merosot ke bahu Harry, kaki-kakinya yang besar terseret sepanjang jalan. "Mengapa Anda tidak memberitahuku bahwa Anda seorang Squib, Mrs Figg? tanya Harry, terengah-engah karena usaha untuk terus berjalan. "Setiap kali saya berkunjung ke rumah Anda -- mengapa Anda tidak mengatakan apa-apa?" "Perintah Dumbledore. Aku harus mengawasimu tetapi tidak mengatakan apa-apa, kamu terlalu muda. Maaf karena aku telah memberimu waktu yang tidak menyenangkan, Harry, tetapi keluarga Dursley tidak akan pernah membiarkanmu datang bila mereka mengira kamu menikmatinya. Tidak mudah, kau tahu ... tapi oh kataku," dia berkata dengan tragis, sambil meremas-remas tangannya sekali lagi, "ketika Dumbledore mendengar hal ini -- bagaimana bisa Mundungus pergi, dia seharusnya berjaga sampai tengah malam -- di mana dia? Bagaimana aku akan memberitahu Dumbledore apa yang terjadi? Aku tidak bisa ber-Apparate." "Aku punya burung hantu, Anda bisa meminjamnya." Harry mengerang, bertanya-tanya apakah tulang belakangnya akan patah akibat berat Dudley. "Harry, kamu tidak mengerti! Dumbledore perlu bertindak secepat mungkin, Kementerian punya cara-cara mereka sendiri untuk mendeteksi sihir di bawah umur, mereka pasti sudah tahu, camkan kata-kataku." "Tapi aku tadi mengenyahkan Dementor, aku harus menggunakan sihir -- mereka pasti lebih khawatir tentang apa yang dilakukan Dementor melayang-layang di sekitar Wisteria Walk?" "Oh, sayang, kuharap begitu, tapi aku takut -- MUNDUNGUS FLETCHER, AKAN KUBUNUH KAMU!" Ada letusan keras dan bau menyengat minuman yang bercampur dengan tembakau apak memenuhi udara ketika seorang lelaki gemuk pendek dan tidak bercukur dalam mantel luar yang compang-camping muncul tepat di depan mereka. Dia memiliki kaki yang pendek dan bengkok, rambut merah kekuningan yang panjang terurai dan mata merah berkantung yang memberinya tampang muram seperti seekor anjing pemburu. Dia juga sedang mencengkeram sebuah buntalan keperakan yang langsung dikenali Harry sebagai Jubah Gaib. ""Da pa, Figgy?" katanya, menatap dari Mrs Figg ke Harry dan Dudley. "Kenapa tidak tetap menyamar?" "Kuberi kau samaran!" teriak Mrs Figg. "Dementor, kau pencuri pengecut tukang bolos tidak berguna!" "Dementor?" ulang Mundungus, terperanjat. "Dementor? Di sini?" "Ya, di sini, kau kotoran kelelawar tidak berharga, di sini!" pekik Mrs Figg. "Dementor menyerang bocah itu pada waktu jagamu!" "Ya ampun," kata Mundungus dengan lemah, melihat dari Mrs Figg ke Harry, dan balik lagi. "Ya ampun, aku -- " "Dan kau pergi membeli kuali curian! Tidakkah kusuruh kamu jangan pergi? Tidakkah?" "Aku -- well, aku -- " Mundungus tampak sangat tidak nyaman. "Itu -- itu adalah peluang bisnis yang sangat baik, kau tahu -- " Mrs Figg mengangkat lengan di mana tergantung tasnya dan menghantam Mundungus di sekitar wajah dan leher dengannya; yang bila dinilai dari suara kelontang yang ditimbulkannya penuh dengan makanan kucing. "Aduh -- jauhkan -- jauhkan, kau kelelawar tua gila! Seseorang harus memberitahu Dumbledore!" "Ya -- memang!" teriak Mrs Figg, mengayunkan tas makanan kucing itu pada setiap potong Mundungus yang dapat dicapainya. "Dan -- sebaiknya -- kamu -- saja -- dan -kamu -- bisa -- beritahu -- dia -- kenapa -- kau -- tak -- ada -- di sini -- untuk -- bantu!" "Tetap pakai jala rambutmu!" kata Mundungus, lengannya di atas kepalanya, gemetaran. "Aku pergi. Aku pergi!" Dan dengan letusan keras lainnya, dia menghilang. "Kuharap Dumbledore membunuhnya!" kata Mrs Figg dengan marah. "Sekarang ayo, Harry, apa yang kautunggu?" Harry memutuskan untuk tidak membuang sisa-sisa napasnya menunjukkan bahwa dia hampir tidak bisa berjalan di bawah beban Dudley. Dia memberi Dudley yang setengah sadar sebuah helaan dan maju terhuyung-huyung. "Kuantar kau sampai ke pintu," kata Mrs Figg, ketika mereka membelok ke Privet Drive. "Hanya untuk berjaga-jaga seandainya ada lagi di sekitar ... oh kataku, benar-benar bencana ... dan kamu harus menghadapi mereka sendiri ... dan Dumbledore berkata kami harus menjagamu dari penggunaan sihir dengan segala cara ... well, tak ada gunanya menangisi ramuan yang telah tumpah, kurasa ... tapi si kucing sudah berada di tengah para pixy sekarang." "Jadi," Harry terengah-engah, "Dumbledore ... menyuruh orang ... mengikutiku?" "Tentu saja," kata Mrs Figg tidak sabaran. "Apakah kau berharap dia akan membiarkanmu berkeliaran sendirian setelah apa yang terjadi di bulan Juni? Demi Tuhan, nak, mereka bilang padaku kau pintar ... benar ... masuk ke dalam dan tetap di sana," dia berkata, ketika mereka mencapai nomor empat. "Kuharap seseorang akan segera berhubungan denganmu." "Apa yang akan Anda lakukan?" tanya Harry dengan cepat. "Aku akan langsung pulang ke rumah," kata Mrs Figg, menatap sekeliling jalan yang gelap dan tampak jijik. "Aku perlu menunggu instruksi lebih lanjut. Tetap saja di dalam rumah. Selamat malam." "Tunggu, jangan pergi dulu! Aku ingin tahu -- " Tetapi Mrs Figg telah pergi sambil berderap, selop-selop karpetnya berayun-ayun, tasnya berkelontang. "Tunggu!" Harry berteriak kepadanya. Dia mempunyai jutaan pertanyaan untuk ditanya kepada siapapun yang memiliki kontak dengan Dumbledore; tapi dalam sekian detik Mrs Figg telah ditelan oleh kegelapan. Sambil merengut, Harry mengatur Dudley pada bahunya dan mengikuti jalan setapak di kebun nomor empat dengan pelan dan menyakitkan. Lampu aula menyala. Harry memasukkan tongkatnya kembali ke dalam ban pinggang celana jinsnya, membunyikan bel dan menyaksikan garis bentuk Bibi Petunia bertambah besar dan besar, terdistorsi dengan aneh oleh kaca beriak di pintu depan. "Diddy! Sudah waktunya juga, aku sudah -- sudah -- Diddy, ada apa?" Harry melihat ke samping kepada Diddy dan menghindar dari bawah lengannya tepat waktu. Dudley berayun di tempat sejenak, wajahnya pucat kehijauan ... lalu dia membuka mulut dan muntah di atas keset pintu. "DIDDY! Diddy, apa yang terjadi denganmu? Vernon? VERNON!" Paman Harry datang tergopoh-gopoh keluar dari ruang tamu, kumis tebalnya melambai ke sana ke mari seperti yang selalu terjadi setiap kali dia gelisah. Dia bergegas ke depan untuk membantu Bibi Petunia mengatasi Dudley yang lemah-lutut melewati ambang pintu selagi menghindar agar tidak menginjak genangan muntahan. "Dia sakit, Vernon!" "Ada apa, nak? Apa yang terjadi? Apakah Mrs Polkiss memberimu sesuatu yang asing sewaktu minum teh? "Mengapa kamu penuh debu, sayang? Apakah kamu tadi berbaring di atas tanah?" "Tunggu dulu -- kamu tidak dirampok, "kan, nak?" Bibi Petunia berteriak. "Telepon polisi, Vernon! Telepon polisi! Diddy, sayang, bicaralah pada Mummy! Apa yang mereka lakukan padamu?" Dalam semua keributan itu tak seorangpun tampaknya memperhatikan Harry, yang memang diinginkannya. Dia berhasil menyelinap ke dalam tepat sebelum Paman Vernon membanting pintu dan, selagi keluarga Dursley maju dengan ribut menyusuri aula menuju dapur, Harry bergerak dengan hati-hati dan diam-diam menuju tangga. "Siapa yang melakukannya, "nak? Berikan nama-namanya pada kami. Kami akan balas, jangan takut." "Shh! Dia sedang berusaha mengatakan sesuatu, Vernon! Apa itu, Diddy? Beritahu Mummy!" Kaki Harry berada di anak tangga paling bawah ketika Dudleyl menemukan suaranya kembali. "Dia." Harry membeku, dengan kaki di tangga, wajah ditegangkan, menguatkan diri untuk menghadapi ledakannya. "NAK! KE MARI!" Dengan perasaan takut dan marah yang bercampur, Harry memindahkan kakinya pelan-pelan dari tangga dan berbalik untuk mengikuti keluarga Dursley. Dapur yang sangat bersih itu terlihat berkilau tidak nyata dan aneh setelah kegelapan di luar. Bibi Petunia sedang menghantar Dudley ke sebuah kursi; dia masih sangat hijau dan penuh keringat. Paman Vernon sedang berdiri di depan papan pengering, membelalak pada Harry melalui mata yang kecil dan disipitkan. "Apa yang telah kau lakukan pada anakku?" dia berkata dengan geraman mengancam. "Tidak ada," kata Harry, tahu persis bahwa Paman Vernon tidak akan mempercayainya. "Apa yang dia lakukan padamu, Diddy?" Bibi Petunia berkata dengan suara bergemetar, sekarang memakai spon untuk menggosok muntahan dari bagian depan jaket kulit Dudley. "Apakah -- apakah kau-tahu-apa, sayang? Apakah dia menggunakan -- itunya?" Pelan-pelan, sambil gemetaran, Dudley mengangguk. "Aku tidak melakukannya!" Harry berkata dengan tajam, sementara Bibi Petunia mengeluarkan ratapan dan Paman Vernon mengangkat kepalannya. "Aku tidak melakukan apapun padanya, bukan aku, tapi -- " Tetapi tepat pada saat itu seekor burung hantu menukik masuk melalui jendela dapur. Hampir menabrak puncak kepala Paman Vernon, dia meluncur menyeberangi dapur, menjatuhkan amplop perkamen besar yang sedang dibawanya di paruhnya pada kaki Harry, berbalik dengan anggun, ujung-ujung sayapnya menyentuh bagian atas lemari es, lalu meluncur ke luar lagi dan menyeberangi kebun. "BURUNG HANTU!" teriak Paman Vernon, nadi yang sering terlihat di pelipisnya berdenyut dengan marah ketika dia membanting jendela dapur hingga tertutup. "BURUNG HANTU LAGI! AKU TIDAK AKAN MENERIMA BURUNG HANTU LAGI DI RUMAHKU!" Tetapi Harry telah merobek amplop itu dan menarik keluar surat di dalamnya, jantungnya berdebar keras di suatu tempat di sekitar jakunnya. Yth Mr Potter, Kami telah menerima kabar bahwa Anda menyihir Mantera Patronus pada pukul sembilan lewat dua puluh tiga menit malam ini di daerah tempat tinggal Muggle dan dengan kehadiran seorang Muggle. Pelanggaran keras dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal untuk Penggunaan Sihir di Bawah Umur telah mengakibatkan pengeluaran Anda dari Sekolah Sihir Hogwarts. Perwakilan Kementerian akan berkunjung ke tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda. Karena Anda telah menerima peringatan resmi untuk pelanggaran sebelumnya di bawah Seksi 13 Undang-Undang Kerahasiaan Konfederasi Penyihir Internasional, kami menyesal harus memberitahu Anda bahwa kehadiran Anda diperlukan pada sebuah sidang pemeriksaan kedisiplinan di Kementerian Sihir pada pukul 9 pagi tanggal dua belas Agustus. Kami harap Anda sehat, Salam, Mafalda Hopkirk Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya Kementerian Sihir Harry membaca surat itu dua kali. Dia hanya menyadari samar-samar Paman Vernon dan Bibi Petunia berbicara. Di dalam kepalanya, semua terasa sedingin es dan mati rasa. Satu fakta telah memasuki kesadarannya seperti anak panah yang melumpuhkan. Dia dikeluarkan dari Hogwarts. Semuanya sudah berakhir. Dia tidak akan kembali lagi. Dia melihat ke atas kepada keluarga Dursley. Paman Vernon yang berwajah ungu sedang berteriak, kepalan tangannya masih terangkat; Bibi Petunia melingkarkan tangannya pada Dudley, yang muntah lagi. Otak Harry yang terbius sementara seperti terbangun. Perwakilan Kementerian akan berkunjung ke tempat kediaman Anda dalam waktu dekat untuk memusnahkan tongkat Anda. Hanya ada satu jalan. Dia harus kabur -- sekarang. Ke mana dia akan pergi, Harry tidak tahu, tetapi dia yakin akan saru hal: di Hogwarts atau di luarnya, dia perlu tongkatnya. Dalam keadaan seperti bermimpi, dia menarik tongkatnya keluar dan berbalik untuk meninggalkan dapur. "Kau pikir ke mana kau akan pergi?" teriak Paman Vernon. Ketika Harry tidak menjawab, dia berlari menyeberangi dapur untuk menghalangi pintu ke aula. "Aku belum selesai denganmu, nak!" "Minggir," kata Harry dengan pelan. "Kamu akan tetap di sini dan menjelaskan bagaimana anakku -- " "Kalau Paman tidak minggir aku akan mengutukmu," kata Harry sambil mengangkat tongkat. "Kamu tidak bisa membodohiku dengan itu!" geram Paman Vernon. "Aku tahu kamu tidak diizinkan menggunakannya di luar rumah gila yang kamu sebut sekolah!" "Rumah gila itu sudah mendepakku," kata Harry. "Jadi aku bisa berbuat sesuka hati. Kamu punya tiga detik. Satu -- dua -- " Suara CRACK yang menggema memenuhi dapur. Bibi Petunia menjerit, Paman Vernon memekik dan menunduk, tetapi untuk ketiga kalinya malam itu Harry mencari-cari sumber gangguan yang tidak dibuatnya. Dia langsung melihatnya: seekor burung hantu yang tampak acak-acakan dan kebingungan sedang duduk di luar di ambang dapur, baru saja bertabrakan dengan jendela yang tertutup. Sambil mengabaikan teriakan menderita Paman Vernon "BURUNG HANTU!" Harry menyeberangi ruangan dengan sekali lari dan mengungkit jendela hingga terbuka. Burung hantu itu menjulurkan kakinya, di mana terikat sebuah perkamen, mengguncangkan bulunya, dan terbang pergi begitu Harry telah mengambil suratnya. Dengan tangan bergetar, Harry membuka gulungan pesan kedua, yang ditulis dengan sangat terburu-buru dan penuh tetesan tinta hitam. Harry -- Dumbleldore baru saja tiba di Kementerian dan dia sedang berusaha mengatasi semuanya. JANGAN MENINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU. JANGAN MELAKUKAN SIHIR LAGI. JANGAN MENYERAHKAN TONGKATMU. Arthur Weasley Dumbledore sedang berusaha mengatasi semuanya ... apa artinya itu? Seberapa besar kekuatan yang dimiliki Dumbledore untuk melawan Kementerian Sihir? Kalau begitu spakah ada peluang dia akan diperbolehkan kembali ke Hogwarts? Secercah harapan berkembang di dada Harry, hampir segera tertahan oleh rasa panik -- bagaimana dia bisa menolak menyerahkan tongkatnya tanpa melakukan sihir? Dia harus berduel dengan perwakilan Kementerian, dan jika dia melakukan hal itu, dia harus beruntung untuk bisa lepas dari Azkaban, belum lagi pengeluaran dari sekolah. Pikirannya berlomba ... dia bisa kabur dan beresiko tertangkap oleh Kementerian, atau diam di tempat dan menunggu mereka menemukannya di sini. Dia jauh lebih tergoda oleh pilihan pertama, tetapi dia tahu Mr Weasley memikirkan yang terbaik baginya ... dan lagipula, Dumbledore telah mengatasi hal-hal yang jauh lebih buruk dari ini sebelumnya. "Benar," Harry berkata, "Aku berubah pikiran. Aku akan tinggal." Dia melempar dirinya ke meja dapur dan menghadap Dudley dan Bibi Petunia. Keluarga Dursley kelihatan terkejut akan perubahan pikirannya yang mendadak. Bibi Petunia melirik Paman Vernon dengan putus asa. Nadi di pelipisnya yang ungu sedang berdenyut lebih parah dari yang pernah terjadi. "Dari siapa burung-burung hantu sialan itu berasal?" dia menggeram. "Yang pertama dari Kementerian Sihir, mengeluarkan aku dari sekolah," kata Harry dengan tenang. Dia sedang menajamkan telinganya untuk menangkap bunyi-bunyi di luar, kalau-kalau perwakilan Kementerian sedang mendekat, dan lebih mudah dan lebih tenang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan Paman Vernon daripada membuatnya mulai marah-marah dan berteriak lagi. "Yang kedua dari ayah temanku Ron, yang bekerja di Kementerian." "Kementerian Sihir?" teriak Paman Vernon. "Orang-orang sepertimu di pemerintahan? Oh, ini menjelaskan semuanya, semuanya, tidak heran negeri ini jatuh ke tangan anjing-anjing." Ketika Harry tidak menanggapi, Paman Vernon membelalak kepadanya, lalu bertanya, "Dan kenapa kamu dikeluarkan?" "Karena aku melakukan sihir." "AHA!" raung Paman Vernon, sambil menghantamkan kepalannya ke puncak lemari es, yang terbuka; beberapa makanan ringan rendah lemak Dudley berjatuhan ke lantai. "Jadi kau mengakuinya! Apa yang kamu lakukan pada Dudley?" "Tidak ada," kata Harry, sedikit kehilangan ketenangannya. "Itu bukan aku -- " "Benar kau," gumam Dudley tanpa diduga, dan Paman Vernon dan Bibi Petunia segera membuat gerakan menggelepak pada Harry supaya dia diam sementara keduanya membungkuk rendah kepada Dudley. "Teruskan, nak," kata Paman Vernon, "apa yang dia lakukan?" "Beritahu kami, sayang," bisik Bibi Petunia. "Menunjukkan tongkatnya ke arahku," Dudley mengomel. "Yeah, memang, tapi aku tidak menggunakan -- " Harry mulai dengan marah, tetapi - "DIAM!" raung Paman Vernon dan Bibi Petunia serentak. "Teruskan, nak," ulang Paman Vernon, dengan kumis melambai-lambai dengan marah. "Semua jadi gelap," Dudley berkata dengan serak, sambil gemetar. "Semuanya gelap. Dan kemudian aku men-mendengar ... hal-hal. Di dalam kepalaku." Paman Vernon dan Bibi Petunia saling berpandangan dengan tatapan kengerian yang teramat sangat. Jika hal yang paling tidak mereka sukai di dunia adalah sihir -segera diikuti dengan para tetangga yang lebih banyak menipu larangan pipa air daripada mereka -- orang-orang yang mendengar suara-suara di kepala mereka pastilah berada di nomor sepuluh. Mereka jelas berpikir Dudley telah kehilangan akal. "Hal-hal seperti apa yang kamu dengar, Popkin?" sebut Bibi Petunia, dengan wajah sangat putih dan air mata di matanya. Tetapi Dudley kelihatannya tidak mampu berkata-kata. Dia gemetaran lagi dan menggelengkan kepala pirangnya yang besar, dan walaupun ada rasa takut dan mati rasa yang telah timbul pada diri Harry sejak kemunculan burung hantu pertama, dia merasakan keingintahuan tertentu. Apa yang terpaksa didengar oleh Dudley yang manja dan suka menggertak? "Bagaiamana kamu sampai jatuh, nak?" kata Paman Vernon, dengan suara yang tidak biasanya tenang, jenis suara yang mungkin dipakainya di sisi ranjang orang yang sakit parah. "Ter-tersandung," kata Dudley gemetaran. "Dan lalu -- " Dia menunjuk dadanya yang besar. Harry mengerti. Dudley sedang mengingat rasa dingin lembab yang mengisi paru-paru ketika harapan dan kebahagiaan dihisap keluar dari dirimu. "Mengerikan," Dudley berkata dengan parau. "Dingin. Sangat dingin." "OK," kata Paman Vernon, dengan suara tenang yang dipaksakan, sedangkan Bibi Petunia meletakkan tangan cemas ke dahi Dudley untuk merasakan suhunya. "Apa yang terjadi kemudian, Dudders?" "Rasanya ... rasanya ... seperti ... seperti "Seperti kamu tidak akan pernah bahagia lagi," Harry melanjutkan tanpa semangat. "Ya," Dudley berbisik, masih gemetar. "Jadi!" kata Paman Vernon, suaranya kembali ke volume penuh sekali ketika dia bangkit. "Kamu memberi mantera aneh pada anakku sehingga dia mendengar suara-suara dan yakin bahwa dia -- dikutuk untuk menderita, atau apapun, "kan? "Berapa kali harus kuberitahu kalian?" kata Harry, amarah dan suaranya meningkat. "Bukan aku! Tapi sepasang Dementor!" "Sepasang -- omong kosong apa ini?" "De -- men -- tor," kata Harry dengan pelan dan jelas. "Dua." "Dan apa itu Dementor?" "Mereka menjaga penjara sihir, Azkaban," kata Bibi Petunia. Dua detik keheningan mencekam menyusuli kata-kata ini sebelum Bibi Petunia mengatupkan tangannya ke mulut seakan-akan dia telah salah bicara kata-kata kotor yang menjijikkan. Paman Vernon sedang terpana menatapnya. Otak Harry berputar. Mrs Figg adalah satu hal -- tapi Bibi Petunia? "Bagaimana kau tahu itu?" dia bertanya kepadanya dengan terkejut. Bibi Petunia tampak sedikit terkejut pada dirinya sendiri. Dia melirik Paman Vernon sekilas dengan pandangan menyesal takut-takut, lalu menurunkan tangannya sedikit untuk memperlihatkan gigi-giginya yang mirip gigi kuda. "Aku dengar -- anak sialan itu -- memberitahu adikku mengenai mereka -- bertahun-tahun yang lalu," dia berkata sambil merengut. "Jika maksud Bibi ibu dan ayahku, mengapa Bibi tidak menggunakan nama-nama mereka?" kata Harry keras-keras, tetapi Bibi Petunia tidak mengacuhkan dia. Dia tampak sangat bingung. Harry terpana. Kecuali satu ledakan bertahun-tahun lalu, ketika Bibi Petunia meneriakkan bahwa ibu Harry adalah orang aneh, dia belum pernah mendengarnya menyebut-nyebut adiknya. Dia heran bahwa bibinya ingat secarik informasi mengenai dunia sihir untuk waktu yang begitu lama, sementara dia biasanya menghabiskan semua energinya berpura-pura dunia itu tidak ada. Paman Vernon membuka mulutnya, menutupnya lagi, membukanya sekali lagi, menutupnya, lalu, kelihatannya berjuang untuk mengingat cara berbicara, membukanya untuk ketiga kali dan berkata dengan parau, "Jadi -- jadi -- mereka -- er -- mereka -- er -- benar-benar ada, mereka -- er -- Dementy-apa-itu? Bibi Petunia mengangguk. Paman Vernon memandang dari Bibi Petunia ke Dudley ke Harry seakan-akan berharap seseorang akan berteriak, "April Fool!" Ketika tidak ada yang melakukannya, dia membuka mulutnya sekali lagi, tetapi diselamatkan dari perjuangan menemukan lebih banyak kata oleh kedatangan burung hantu ketiga pada malam itu. Burung itu meluncur melalui jendela yang masih terbuka seperti sebuah bola meriam yang berbulu dan mendarat dengan berisik di meja dapur, menyebabkan ketiga anggota keluarga Dursley melompat karena takut. Harry menarik amplop kedua yang terlihat resmi dari paruh si burung hantu dan merobeknya hingga terbuka selagi si burung hantu menukik kembali ke langit malam. "Sudah cukup -- burung hantu -- menyebalkan," gumam Paman Vernon dengan pikiran kacau, sambil mengentakkan kaki menuju jendela dan membantingnya hingga tertutup lagi. Yth Mr Potter, Melanjutkan surat kami kira-kira dua puluh dua menit yang lalu, Kementerian Sihir telah meninjau kembali keputusannya untuk memusnahkan tongkat Anda seketika. Anda boleh menyimpan tongkat Anda hingga sidang dengar pendapat kedisiplinan Anda pada tanggal dua belas Agustus, saat keputusan resmi akan diambil. Menyusul diskusi dengan Kepala Sekolah Sekolah Sihir Hogwarts, Kementerian telah menyetujui bahwa masalah pengeluaran Anda dari sekolah juga akan diputuskan pada saat itu. Oleh karena itu Anda harus menganggap diri Anda diskors dari sekolah sambil menunggu penyelidikan lebih lanjut. Dengan harapan terbaik, Salam, Mafalda Hopkirk Kantor Penggunaan Sihir Tidak Pada Tempatnya Kementerian Sihir Harry membaca surat ini tiga kali berturut-turut dengan cepat. Simpul yang menyakitkan di dadanya sedikit mengendur karena lega mengetahui bahwa dia belum pasti dikeluarkan, walaupun rasa takutnya masih belum hilang. Segalanya tampak tergantung pada dengar pendapat pada tanggal dua belas Agustus ini. "Well?" kata Paman Vernon, mengembalikan Harry ke sekitarnya. "Sekarang apa? Apakah mereka telah menghukummu? Apakah kelompokmu punya hukuman mati?" dia menambahkan sebagai harapan yang timbul belakangan. "Aku harus pergi ke dengar pendapat," kata Harry. "Dan mereka akan menvonismu di sana?" "Kurasa begitu." "Aku tidak akan putus harapan, kalau begitu," kata Paman Vernon dengan kejam. "Well, kalau itu saja," kata Harry, bangkit berdiri. Dia sangat ingin sendirian, untuk berpikir, mungkin untuk mengirim sepucuk surat kepada Ron, Hermione atau Sirius. "TIDAK, TIDAK HANYA ITU!" teriak Paman Vernon. "DUDUK KEMBALI!" "Apa lagi sekarang?" kata Harry tidak sabaran. "DUDLEY!" raung Paman Vernon. "Aku ingin tahu persis apa yang terjadi pada anakku!" "BAIK!" teriak Harry, dan dalam kemarahannya, percikan merah dan emas muncrat keluar dari ujung tongkatnya, yang masih digenggamnya. Ketiga anggota keluarga Dursley semuanya berjengit, kelihatan takut. "Dudley dan aku berada di gang antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk," kata Harry, berbicara cepat-cepat, berjuang mengendalikan amarahnya. "Dudley mengira dia akan sok pintar denganku, aku mengeluarkan tongkatku tetapi tidak menggunakannya. Lalu dua Dementor muncul -- " "Tapi apa ITU Dementoid?" tanya Paman Vernon dengan geram. "Apa yang mereka LAKUKAN?" "Aku sudah bilang -- mereka mengisap kebahagiaan keluar dari dirimu," kata Harry, "dan jika mereka punya kesempatan, mereka menciummu -- " "Menciummu?" kata Paman Vernon, matanya sedikit melotot. "Menciummu?" "Begitulah sebutannya waktu mereka mengisap jiwamu keluar dari mulut." Bibi Petunia mengeluarkan sebuah jeritan pelan. "Jiwanya? Mereka tidak mengambil -- dia masih punya -- " Dia mencengkeram bahu Dudley dan mengguncang-guncangnya, seakan-akan menguji apakah dia bisa mendengar jiwanya berderak-derak di dalam tubuhnya. "Tentu saja mereka tidak mengambil jiwanya, kalau iya kalian pasti sudah tahu," kata Harry dengan putus asa. "Berkelahi dengan mereka, ya "kan, nak? kata Paman Vernon keras-keras, dengan penampilan seorang lelaki yang berjuang mengalihkan percakapan kembali ke bidang yang dimengertinya. "Beri mereka satu-dua pukulan,ya "kan?" "Paman tidak bisa memberi Dementor satu-dua pukulan," kata Harry melalui gigi yang dirapatkan. "Kalau begitu, kenapa dia tidak apa-apa?" gertak Paman Vernon. "Mengapa dia tidak jadi kosong?" "Karena aku menggunakan Patronus -- " WHOOSH. Dengan suara berisik, deru sayap dan rontoknya sedikit debu, burung hantu keempat meluncur keluar dari perapian dapur. "DEMI TUHAN!" raung Paman Vernon, sambil menarik segumpal besar rambut dari kumisnya, sesuatau yang sudah lama tidak dia lakukan. "AKU TIDAK TERIMA ADA BURUNG HANTU DI SINI, AKU TIDAK AKAN MENTOLERANSINYA, KUBERITAHU KAU!" Tapi Harry sudah menarik sebuah gulungan perkamen dari kaki burung hantu itu. Dia sangat yakin bahwa surat ini pasti dari Dumbledore, menjelaskan semuanya --Dementor, Mrs Figg, apa yang sedang diperbuat Kementerian, bagaimana dia, Dumbledore, bermaksud mengatasi semuanya -- sehingga untuk pertama kalinya dalam hidupnya dia merasa kecewa melihat tulisan tangan Sirius. Sambil mengabaikan omelan Paman Vernon yang berkepanjangan mengenai burung hantu, dan menyipitkan matanya terhadap awan debu kedua ketika burung hantu terakhir itu lepas landas balik ke cerobong asap, Harry membaca pesan Sirius. Arthur baru saja memberitahu kami apa yang telah terjadi. Jangan meninggalkan rumah lagi, apapun yang kau lakukan. Harry merasa ini merupakan tanggapan yang sangat tidak memadai terhadap segala yang telah terjadi malam ini sehingga dia membalikkan potongan perkamen itu, mencari sisa suratnya, tetapi tidak ada lagi yang lain. Dan sekarang amarahnya menaik lagi. Tidakkah ada seorangpun yang akan mengatakan "bagus" karena menghalau dua Dementor seorang diri? Baik Mr Weasley maupun Sirius bertingkah seolah-olah dia berlaku tidak pantas, dan menyimpan petuah-petuah mereka sampai mereka bisa meyakini seberapa banyak kerusakan yang telah diperbuatnya. patukan, maksudku, pasukan burung hantu meluncur keluar masuk rumahku. Aku tidak terima, nak, aku tidak akan -- " "Aku tidak bisa menghentikan burung-burung itu datang," Harry membalas, melumat surat Sirius dalam kepalannya. "Aku ingin yang sebenarnya mengenai apa yang terjadi malam ini!" hardik Paman Vernon. "Jika Demender yang melukai Dudley, kenapa kau sampai dikeluarkan? Kau melakukan kau-tahu-apa, akui saja!" Harry mengambil napas panjang menenangkan. Kepalanya mulai sakit lagi. Dia ingin keluar dari dapur lebih dari apapun juga, dan jauh dari keluarga Dursley. "Aku menyihir Mantera Patronus untuk menghalau Dementor," dia berkata sambil memaksa dirinya tetap tenang. "Itu satu-satunya cara yang manjur mengatasi mereka." "Tapi apa yang dilakukan Dementoid di Little Whinging?" kata Paman Vernon dengan nada sangat marah. "Tidak bisa bilang," kata Harry dengan letih. "Tak punya gambaran." Kepalanya sekarang berdenyut-denyut dalam cahaya lampu yang menyilaukan. Amarahnya telah surut. Dia merasa terkuras, kelelahan. Keluarga Dursley semuanya menatap dia. "Kamu penyebabnya," kata Paman Vernon penuh semangat. "Pasti ada hubungannya dengan kamu, nak, aku tahu itu. Kenapa lagi mereka muncul di sini? Kenapa lagi mereka ada di gang itu? Kamu pastilah satu-satunya -- satu-satunya -- " Tampak jelas dia tidak mampu menguasai diri untuk menyebutkan kata "penyihir". "Satu-satunya kau-tahu-apa sejauh bermil-mil." "Aku tidak tahu kenapa mereka di sini." Tetapi mendengar kata-kata Paman Vernon, otak Harry yang kelelahan beraksi lagi. Kenapa Dementor datang ke Little Whinging? Bagaimana bisa kebetulan mereka tiba di gang tempat Harry berada? Apakah mereka dikirim? Apakah Kementerian Sihir sudah kehilangan kendali atas Dementor? Apakah mereka telah meninggalkan Azkaban dan bergabung dengan Voldermort, seperti yang telah diramalkan Dumbledore? "Demember ini menjaga penjara aneh?" tanya Paman Vernon, susah payah menyela rentetan pikiran Harry. "Ya," kata Harry. Kalau saja kepalanya bisa berhenti berdenyut, kalau saja dia bisa meninggalkan dapur dan masuk ke kamar tidurnya yang gelap dan berpikir ... "Oho! Mereka datang untuk menangkapmu!" kata Paman Vernon, dengan hawa kemenangan seseorang yang mencapai kesimpulan tak terbantah. "Begitu "kan, nak? Kau buron dari hukum!" "Tentu saja tidak," kata Harry, menggelengkan kepalanya seolah-olah untuk menakuti lalat, pikirannya sekarang berpacu. "Lalu kenapa -- " "Dia pasti yang mengirim mereka," kata Harry pelan, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Paman Vernon. "Apa itu? Siapa yang pasti mengirim mereka?" "Lord Voldermort," kata Harry. Dia mencatat dengan suram betapa anehnya bahwa keluarga Dursley, yang berjengit, berkedip dan berkuak kalau mereka mendengar kata-kata seperti "penyihir", "sihir" atau "tongkat sihir", bisa mendengar nama penyihir terjahat sepanjang masa tanpa rasa takut sedikitpun. "Lord -- tunggu dulu," kata Paman Vernon, wajahnya tegang, timbul pandangan pengertian ke dalam mata babinya. "Aku sudah pernah mendengar nama itu ... dia yang ... " "Membunuh orang tuaku, ya," kata Harry tanpa minat. "Tapi dia sudah hilang," kata Paman Vernon tidak sabar, tanpa tanda terkecilpun bahwa pembunuhan orang tua Harry bisa jadi topik yang menyakitkan. "Si raksasan itu yang bilang. Dia hilang." "Dia sudah kembali," kata Harry dengan berat. Terasa sangat aneh berdiri di sini di dalam dapur Bibi Petunia yang sebersih ruang operasi, di samping kulkas paling berkelas dan televisi layar lebar, berbicara dengan tenang mengenai Lord Voldermort kepada Paman Vernon. Kedatangan Dementor ke Little Whinging tampaknya telah melanggar dinding besar yang tidak tampak yang membagi dunia non-sihir Privet Drive dan dunia di luarnya. Kedua hidup Harry entah bagaimana telah menyatu dan segalanya telah dibuat terbalik; keluarga Dursley sedang meminta detil mengenai dunia sihir, dan Mrs Figg kenal Albus Dumbledore; Dementor melayang di sekitar Little Whinging, dan dia mungkin tidak akan pernah kembali ke Hogwarts. Kepala Harry berdenyut dengan lebih menyakitkan. "Kembali?" bisik Bibi Petunia. Dia sedang memandang Harry seolah-olah dia belum pernah berjumpa dengannya sebelumnya. Dan tiba-tiba, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Harry benar-benar menyadari bahwa Bibi Petunia adalah kakak ibunya. Dia tidak dapat menjelaskan mengapa ini menghantamnya dengan begitu kuat pada saat ini. Yang dia tahu hanyalah bahwa dia bukan satu-satunya orang di ruangan itu yang punya firasat apa artinya dengan kembalinya Lord Voldermort. Bibi Petunia seumur hidup belum pernah memandangnya seperti itu sebelumnya. Matanya yang pucat dan besar (begitu lain dengan mata adiknya) tidak menyipit oleh ketidaksukaan atau amarah, mereka terbuka lebar dan tampak takut. Kepura-puraan hebat yang telah dipertahankan Bibi Petunia seumur hidup Harry -- bahwa sihir itu tidak ada dan tidak ada dunia lain selain dunia yang ditinggalinya bersama Paman Vernon -- kelihatannya telah hilang. "Ya," Harry berkata, berbicara langsung kepada Bibi Petunia sekarang. "Dia kembali sebulan lalu. Aku melihatnya." Tangannya menemukan bahu Dudley yang besar yang berbalut kulit dan mencengkeramnya. "Tunggu dulu," kata Paman Vernon, melihat dari istrinya ke Harry dan balik lagi, tampak linglung dan dibingungkan oleh pengertian yang tak disangka yang kelihatannya telah timbul di antara mereka. "Tunggu dulu. Lord Voldything ini sudah kembali, katamu." "Ya." "Yang membunuh orang tuamu itu." "Ya." "Dan sekarang dia mengirimkan Demember untuk mengejarmu?" "Kelihatannya begitu," kata Harry. "Aku mengerti," kata Paman Vernon, memandang dari istrinya yang berwajah pucat pasi ke Harry dan menarik celananya. Dia terlihat menggelembung, wajahnya yang ungu dan besar terentang di depan mata Harry. "Well, beres sudah," dis berkata, bagian depan kemejanya merenggang ketika dia menggembungkan tubuhnya, "kau bisa pergi dari rumah ini, nak!" "Apa?" kata Harry. "Kau dengar aku -- KELUAR!" Paman Vernon berteriak, dan bahkan Bibi Petunia dan Dudley terlompat. "KELUAR! KELUAR! Aku seharusnya sudah melakukan ini bertahun-tahun yang lalu! Burung-burung hantu memperlakukan tempat ini ssperti rumah singgah, puding-puding meledak, setengah ruang duduk hancur, ekor Dudley, Marge menggelembung di sekitar langit-langit dan Ford Anglia terbang itu -KELUAR! KELUAR! Sudah cukup! Kau tinggal sejarah! Kau tidak akan tinggal di sini jika ada orang sinting yang mengejar-ngejarmu, kau tidak akan membahayakan istri dan anakku, kau tidak akan membawa masalah pada kami. Kalau kau akan mengambil jalan yang sama dengan orang tuamu yang tidak berguna, aku sudah muak! KELUAR!" Harry berdiri terpancang di tempat. Surat-surat dari Kementerian, Mr Weasley dan SIrius semuanya terlumat di tangan kirinya. Jangan tinggalkan rumah lagi, apapun yang kamu lakukan. JANGAN TINGGALKAN RUMAH BIBI DAN PAMANMU. "Kau dengar aku!" kata Paman Vernon, membungkuk ke depan sekarang, wajah ungunya yang besar begitu dekat dengan wajah Harry sehingga dia bahkan merasakan semburan ludah mengenai wajahnya. "Ayo pergi! Kau sangat ingin pergi setengah jam yang lalu! Aku mendukungmu! Keluar dan jangan pernah lagi menginjak ambang pintu rumah kami! Kenapa kami merawatmu sejak awal, aku tidak tahu, Marge benar, seharusnya panti asuhan saja. Kami terlalu berhati lembut demi kebaikan kami sendiri, berpikir kami bisa menekannya keluar dari dirimu, berpikir kami bisa membuatmu normal, tapi kami sudah busuk dari awal dan aku sudah muak -- burung hantu!" Burung hantu kelima meluncur turun dari cerobong asap demikian cepatnya ia sampai menghantam lantai sebelum meluncur ke udara lagi dengan pekik keras. Harry mengangkat tangannya untuk meraih surat, yang berada dalam amplop merah, tetapi burung itu menukik langsung melewati kepalanya, terbang lurus ke arah Bibi Petunia, yang mengeluarkan jeritan dan menunduk, lengannya menutupi wajah. Burung hantu itu menjatuhkan amplop merah itu ke kepalanya, berbalik, dan terbang lurus naik ke cerobong. Harry berlari cepat ke depan untuk memungut surat itu, tetapi Bibi Petunia mengalahkannya. "Bibi bisa membukanya kalau Bibi mau," kata Harry, "tapi bagaimanapun aku akan mendengar apa isinya. Itu sebuah Howler." "Lepaskan benda itu, Petunia!" raung Paman Vernon. "Jangan menyentuhnya, mungkin berbahaya!" "Dialamatkan kepadaku," kata Bibi Petunia dengan suara bergetar. "Dialamatkan kepadaku, Vernon, lihat! Mrs Petunia Dursley, Dapur, Nomor Empat, Privet Drive -- " Dia bernapas cepat, ketakutan. Amplop merah itu sudah mulai berasap. "Bukalah!" Harry mendorongnya. "Hadapi saja! Lagipula pasti terjadi." "Jangan." Tangan Bibi Petunia gemetaran. Dia melihat dengan sembarangan ke sekitar dapur seakan-akan sedang mencari jalan keluar, tapi terlambat -- amplop itu menyala. Bibi Petunia menjerit dan menjatuhkannya. Sebuah suara yang mengerikan memenuhi dapur, menggema di ruang tertutup itu, berasal dari surat yang sedang terbakar di atas meja. "Ingat yang terakhir dariku, Petunia." Bibi Petunia terlihat seolah-olah dia akan pingsan. Dia terhenyak ke kursi di sebelah Dudley , wajahnya ditutupi tangan. Sisa-sisa amplop terbakar jadi abu dalam keheningan. "Apa ini?" kata Paman Vernon dengan parau. "Apa -- aku tidak -- Petunia? Bibi Petunia tidak berkata apa-apa. Dudley sedang menatap ibunya dengan tolol, mulutnya terbuka. Keheningan berpilin dengan mengerikan. Harry sedang mengamati bibinya, benar-benar bingung, kepalanya berdenyut-denyut seperti akan meledak. "Petunia, sayang?" kata Paman Vernon takut-takut. "P-Petunia?" Bibinya mengangkat kepalanya. Dia masih gemetar. Dia menelan ludah. "Anak itu -- anak itu harus tinggal, Vernon," dia berkata dengan lemah. "A-apa?" "Dia tinggal," katanya. Dia tidak memandang Harry. Dia berdiri lagi. "Dia ... tapi Petunia "Kalau kita mengusirnya, para tetangga akan menggosipkan," katanya. Dia telah mendapatkan kembali gayanya yang biasa dingin dan tajam dengan cepat, walaupun dia masih sangat pucat. "Mereka akan menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang janggal, mereka pasti ingin tahu ke mana dia pergi. Kita harus menahannya." Paman Vernon sedang mengempiskan badan seperti sebuah ban lama. "Tapi Petunia, sayang -- " Bibi Petunia tidak mengacuhkannya. Dia berpaling kepada Harry. "Kamu harus tinggal di kamarmu," katanya. "Kamu tidak boleh meninggalkan rumah. Sekarang pergi tidur." Harry tidak bergerak. "Dari siapa Howler tadi berasal?" "Jangan tanya-tanya," Bibi Petunia berkata tajam. "Apakah Bibi berhubungan dengan para penyihir?" "Kubilang pergi tidur!" "Apa artinya itu? Ingat apa yang terakhir?" "Pergi tidur!" "Kenapa -- " "KAU DENGAR BIBIMU, SEKARANG NAIK KE TEMPAT TIDUR!" BAB TIGA Pengawal Perpindahan Aku baru saja diserang Dementor dan aku mungkin dikeluarkan dari Hogwarts. Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi dan kapan aku akan pergi dari sini. Harry menyalin kata-kata ini ke atas tiga potong perkamen sesampainya dia pada meja tulisnya di kamar tidurnya yang gelap. Dia mengalamatkan yang pertama kepada Sirius, yang kedua kepada Ron dan yang ketiga kepada Hermione. Burung hantunya, Hedwig, sedang pergi berburu; sangkarnya tergeletak kosong di atas meja tulis. Harry berjalan bolak-balik di dalam ruangan itu, otaknya terlalu sibuk untuk tidur walaupun matanya menyengat dan gatal karena lelah. Punggungnya sakit akibat menyeret Dudley pulang, dan kedua benjolan di kepalanya yang terhantam jendela dan Dudley berdenyut-denyut dengan menyakitkan. Dia berjalan bolak-balik, termakan oleh rasa marah dan frustrasi, sambil menggertakan gigi-giginya dan mengepalkan tinjunya, mengalihkan pandangan-pandangan marah ke langit bertabur bintang yang kosong setiap kali dia melewati jendela. Dementor dikirim untuk menyerangnya, Mrs Figg dan Mundungus Fletcher mengikutinya secara rahasia, lalu penskorsan dari Hogwarts dan sebuah sidang dengar pendapat di Kementerian Sihir dan masih belum ada orang yang memberitahunya apa yang sedang terjadi Dan apa, apa, arti Howler tadi? Suara siapa yang telah menggema dengan begitu mengerikan, mengancam, ke seluruh dapur? Mengapa dia masih terperangkap di sini tanpa informasi? Mengapa semua orang memperlakukannya seperti anak nakal saja? Jangan menyihir lagi, tetaplah di dalam rumah ... Dia menendang koper sekolahnya ketika melewatinya, tetapi jauh dari meredakan amarahnya dia merasa lebih buruk, karena sekarang dia punya rasa sakit menusuk pada jari kakinya untuk diatasi sebagai tambahan kepada rasa sakit di sekujur tubuhnya yang tersisa. Persis ketika dia terpincang-pincang melewati jendela, Hedwig membumbung melaluinya dengan kepakan sayap lembut seperti hantu kecil. "Sudah waktunya!" Harry membentak, ketika dia mendarat dengan ringan ke puncak sangkarnya. "Kamu bisa meletakkan itu, aku punya tugas bagimu!" Mata Hedwig yang besar, bundar, kekuningan menatapnya dengan mencela melewati kodok mati yang terjepit di paruhnya. "Kemarilah," kata Harry, sambil memungut ketiga gulungan kecil perkamen dan sebuah tali kulit dan mengikatkan gulungan-gulungan itu ke kakinya yang bersisik. "Bawa ini langsung ke Sirius, Ron dan Hermione dan jangan pulang ke sini tanpa jawaban yang panjang dan bagus. Terus patuk mereka sampai mereka sudah menuliskan jawaban-jawaban yang panjangnya layak kalau harus. Mengerti?" Hedwig mengeluarkan suara uhu teredam, paruhnya masih penuh kodok. "Kalau begitu, berangkatlah," kata Harry. Dia langsung lepas landas.Saat dia pergi, Harry melemparkan dirinya ke tempat tidur tanpa berganti pakaian dan menatap langit-langit yang gelap. Sebagai tambahan kepada semua perasaan tidak keruan lainnya, dia sekarang merasa bersalah dia telah marah-marah kepada Hedwig; dia satu-satunya teman yang dimilikinya di nomor empat, Privet Drive. Tetapi dia akan berbaikan dengannya pada saat dia kembali dengan jawaban-jawaban dari Sirius, Ron dan Hermione. Mereka pasti menulis balik dengan cepat; mereka tidak akan mungkin mengabaikan serangan Dementor. Dia mungkin akan terbangun besok menemukan tiga surat tebal yang penuh dengan simpati dan rencana-rencana pemindahannya dengan segera ke The Burrow. Dan dengan ide menentramkan itu, tidur meliputinya, melumpuhkan pikiran lebih lanjut. * Tapi Hedwig tidak kembali keesokan harinya. Harry menghabiskan sepanjang hari di kamar tidurnya, hanya meninggalkannya untuk pergi ke kamar mandi. Tiga kali pada hari itu Bibi Petunia mendorong makanan ke dalam kamarnya melalui pintu kucing yang telah dipasang Paman Vernon tiga musim panas lalu. Setiap kali Harry mendengarnya mendekat dia mencoba menanyainya mengenai Howler itu, tetapi sekalian saja dia menginterogasi kenop pintu untuk mendapatkan semua jawaban yang diperolehnya. Di lain itu, keluarga Dursley menghindari kamar tidurnya. Harry tidak melihat keuntungan memaksakan kehadirannya ke tengah-tengah mereka; keributan lain tidak akan mencapai apapun kecuali mungkin membuatnya begitu marah sehingga dia akan melakukan lebih banyak sihir ilegal. Begitulah yang terjadi selama tiga hari penuh. Harry bergantian dipenuhi dengan energi tak kenal lelah yang membuatnya tidak dapat diam, selama waktu itu dia berjalan bolak-balik di kamarnya, merasa sangat marah kepada mereka semua karena meninggalkan dirinya untuk bersusah hati dalam kekacauan ini; dan dengan kelesuan yang sangat sempurna sehingga dia bisa berbaring di atas tempat tidurnya selama satu jam setiap kali, sambil menatap ruang kosong dengan bingung, sakit akibat rasa takut saat memikirkan tentang dengar pendapat Kementerian. Bagaimana kalau mereka membuat keputusan melawannya? Bagaimana kalau dia memang dikeluarkan dan tongkatnya dipatahkan menjadi dua? Apa yang akan dia lakukan, di mana dia akan pergi? Dia tidak bisa kembali tinggal penuh-waktu dengan keluarga Dursley, tidak sekarang setelah dia mengenal dunia yang lain. Mungkin dia bisa pindah ke rumah Sirius, seperti yang telah disarankan Sirius setahun yang lalu, sebelum dia terpaksa kabur dari Kementerian? Apakah Harry akan diizinkan tinggal di sana sendiri, mengingat dia masih di bawah umur? Atau apakah masalah ke mana dia akan pergi seterusnya ditentukan baginya? Apakah pelanggaran Undang-Undang Kerahasiaan Internasional olehnya cukup parah untuk mendaratkannya ke sebuah sel di Azkaban? Kapanpun pikiran ini muncul, Harry tanpa kecuali meluncur turun dari tempat tidurnya dan mulai berjalan bolah-balik lagi. Pada malam keempat setelah kepergian Hedwig Harry sedang berbaring dalam salah satu fase tidak acuhnya, sambil menatap langit-langit, pikirannya yang kelelahan agak kosong, ketika pamannya memasuki kamar tidurnya. Harry melihat pelan-pelan ke arahnya. Paman Vernon sedang mengenakan setelan terbaiknya dan sebuah ekspresi sangat puas diri. "Kami akan keluar," katanya. "Maaf?" "Kami -- maksudnya, bibimu, Dudley dan aku -- akan keluar." "Baik," kata Harry tanpa minat, sambil menatap balik ke langit-langit. "Kau tidak boleh meninggalkan kamar tidurmu selagi kami pergi." "OK." "Kau tidak boleh menyentuh televisi, stereo, atau milik kami yang mana saja." "Benar." "Kau tidak boleh mencuri makanan dari kulkas." "OK." "Aku akan mengunci pintumu." "Lakukanlah." Paman Vernon melotot kepada Harry, jelas curiga akan kurangnya argumen ini, lalu mengentakkan kaki keluar ruangan dan menutup pintu di belakangnya. Harry mendengar kunci diputar dan langkah-langkah kaki Paman Vernon berjalan dengan berat menuruni tangga. Beberapa menit kemudian dia mendengar pintu-pintu mobil dibanting, deru mesin, dan tak salah lagi suara mobil bergerak keluar jalan mobil. Harry tidak punya perasaan khusus mengenai kepergian keluarga Dursley. Tidak membuat perbedaan baginya apakah mereka ada di rumah atau tidak. Dia bahkan tidak bisa mengumpulkan tenaga untuk bangkit dan menyalakan lampu kamar tidurnya. Ruangan itu semakin gelap di sekitarnya sementara dia berbaring sambil mendengarkan suara-suara malam melalui jendela yang dibiarkannya terbuka sepanjang waktu, menunggu saat menyenangkan ketika Hedwig kembali. Rumah kosong itu berdenyit di sekitarnya. Pipa-pipa menggelegak. Harry berbaring di ssana dalam keadaan seperti pingsan, tidak memikirkan apapun, terbenam dalam kesengsaraan. Lalu, dengan cukup jelas, dia mendengar sebuah tabrakan di dapur di bawah. Dia terduduk tegak, mendengarkan lekat-lekat. Keluarga Dursley tidak mungkin sudah kembali, terlalu cepat, dan kalaupun begitu dia tidak mendengar mobil mereka. Ada keheningan selama beberapa detik, lalu suara-suara. Perampok, pikirnya, sambil meluncur turun dari tempat tidur ke atas kakinya -tetapi sepersekian detik berikutnya terpikir olehnya bahwa perampok akan merendahkan suaranya, dan siapapun yang sedang bergerak di sekitar dapur jelas tidak repot-repot melakukan hal itu. Dia menyambar tongkatnya dari meja di samping tempat tidur dan berdiri menghadap pintu kamar tidurnya, sambil mendengarkan sekuat yang dia mampu. Saat berikutnya, dia terlompat ketika kunci mengeluarkan bunyi klik keras dan pintunya mengayun terbuka. Harry berdiri tidak bergerak, menatap melalui ambang pintu yang terbuka ke kegelapan di bordes atas, sambil menegangkan telinganya untuk mencari bunyi-bunyi lain, tetapi tidak ada yang datang. Dia bimbang sejenak, lalu bergerak dengan cepat dan diam-diam keluar dari kamarnya menuju kepala tangga. Jantungnya melonjak ke atas ke tenggorokannya. Ada orang-orang yang sedang berdiri di aula seperti bayangan di bawah, membentuk siluet terhadap lampu jalan yang terpancar melalui pintu kaca; delapan atau sembilan orang, semuanya, sejauh yang dapat dilihatnya, sedang melihat kepadanya. "Turunkan tongkatmu, nak, sebelum kamu menyodok mata seseorang," kata sebuah suara rendah menggeram. Jantung Harry berdebar tanpa terkendali. Dia mengenal suara itu, tetapi dia tidak menurunkan tongkatnya. "Profesor Moody?" dia berkata dengan tidak yakin. "Aku tidak tahu banyak tentang "Profesor"" geram suara itu, "belum pernah mengajar banyak, ya "kan? Turun ke sini, kami ingin melihatmu dengan jelas." Harry menurunkan tongkatnya sedikit tetapi tidak mengendurkan pegangannya, juga dia tidak bergerak. Dia punya alasan yang sangat bagus untuk merasa curiga. Dia baru-baru ini menghabiskan sembilan bulan bersama Moody hanya untuk mendapati bahwa itu sama sekali bukan Moody, tetapi seorang peniru; terlebih lagi, seorang peniru yang telah mencoba membunuh Harry sebelum kedoknya terbuka. Tetapi sebelum dia bisa memutuskan apa yang akan dilakukannya, sebuah suara kedua yang agak serak melayang naik. "Tidak apa-apa, Harry. Kami telah datang untuk membawamu pergi." Jantung Harry melonjak. Dia juga mengenal suara itu, walaupun dia sudah tidak mendengarnya selama lebih dari setahun. "P-Profesor Lupin?" dia berkata dengan tidak percaya. "Andakah itu?" "Mengapa kita semua berdiri dalam kegelapan?" kata suara ketiga, yang satu ini benar-benar tidak dikenal, suara seorang wanita. "Lumos." Ujung sebuah tongkat menyala, menerangi aula itu dengan cahaya sihir. Harry berkedip. Orang-orang di bawah berkerumun di sekitar kaki tangga, menatap kepadanya lekat-lekat, beberapa menjulurkan kepala-kepala mereka untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik. Remus Lupin berdiri paling dekat dengannya. Walaupun masih lumayan muda, Lupin terlihat lelah dan agak sakit; dia punya lebih banyak rambut kelabu daripada ketika Harry mengucapkan selamat berpisah kepadanya terakhir kali dan jubahnya lebih banyak tambalan dan lebih kusam daripada dulu. Walaupun begitu, dia tersenyum lebar kepada Harry, yang mencoba tersenyum balik walau sedang dalam keadaan terguncang. "Oooh, dia terlihat persis seperti yang kuduga," kata penyihir wanita yang sedang memegang tongkatnya yang menyala tinggi-tinggi. Dia terlihat yang paling muda di sana; dia memiliki wajah pucat berbentuk hati, mata gelap bersinar, dan rambut jigrak pendek yang berwarna violet berat. "Pakabar, Harry!" "Yeah, aku tahu maksudmu, Remus," kata seorang penyihir hitam botak yang berdiri paling belakang -- dia memiliki suara dalam yang pelan dan mengenakan sebuah anting emas tunggal di telinganya -- "dia tampak persis seperti James." "Kecuali matanya," kata seorang penyihir pria berambut perak dengan suara mencicit di belakang. "Mata Lily." Mad-Eye Moody, yang mempunyai rambut kelabu beruban yang panjang dan sepotong daging yang hilang dari hidungnya, sedang mengedipkan mata dengan curiga kepada Harry melalui matanya yang tidak sepadan. Salah satu matanya kecil, gelap dan seperti manik-manik, mata yang lain besar, bundar dan berwarna biru elektrik -- mata ajaib yang bisa menembus dinding, pintu dan bagian belakang kepala Moody sendiri. "Apakah kamu cukup yakin itu dia, Lupin?" dia menggeram. "Pasti jadi pengintai yang bagus kalau kita membawa pulang Pelahap Maut yang menyamar sebagai dia. Kita harus menanyainya sesuatu yang hanya akan diketahui Potter asli. Kecuali ada yang bawa Veritaserum?" "Harry, bentuk apa yang diambil Patronusmu?" Lupin bertanya. "Seekor kijang jantan," kata Harry dengan gugup. "Itu dia, Mad-Eye," kata Lupin. Sangat sadar bahwa semua orang masih menatapnya, Harry menuruni tangga sambil menyimpan tongkatnya di kantong belakang celana jinsnya ketika dia tiba. "Jangan taruh tongkatmu di sana, nak!" raung Moody. "Bagaimana kalau menyala? Penyihir yang lebih baik darimu sudah kehilangan pantat, kau tahu!" "Siapa yang kamu kenal yang sudah kehilangan pantat?" wanita berambut violet itu bertanya kepada Moody dengan tertarik. "Tidak usah tahu, kau cukup jauhkan tongkatmu dari kantong belakangmu!" geram Mad-Eye. "Keamanan tongkat tingkat dasar, tidak ada lagi yang mau repot mematuhinya." Dia tertatih menuju dapur. "Dan aku melihat itu," dia menambahkan dengan agak marah, ketika wanita itu menggulirkan matanya ke langit-langit. Lupin mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Harry. "Bagaimana kabarmu?" dia bertanya sambil melihat Harry dengan seksama. "B-baik Harry hampir tidak dapat mempercayai bahwa ini nyata. Empat minggu tanpa apapun, tidak secuilpun petunjuk mengenai rencana memindahkan dia dari Privet Drive, dan tiba-tiba sekelompok besar penyihir berdiri bukan khayalan di rumah itu seoleh-olah ini adalah pengaturan yang telah lama disepakati. Dia melirik sekilas kepada orang-orang yang mengelilingi Lupin; mereka masih menatapnya dengan tertarik. Dia merasa sangat sadar akan fakta bahwa dia belum menyisir rambut selama empat hari. "Aku -- kalian sangat beruntung keluarga Dursley sedang keluar ... " dia bergumam. "Beruntung, ha!" kata wanita berambut violet. "Aku yang memikat mereka agar tidak jadi penghalang. Mengirim sepucuk surat dengan pos Muggle memberitahu mereka telah diikutkan dalam Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris. Mereka sedang menuju ke acara pemberian hadiah sekarang ... atau itu yang mereka pikir." Harry mendapat bayangan sekilas dari wajah Paman Vernon ketika dia menyadari tidak ada Kompetisi Halaman Suburban Yang Terawat Paling Rapi Seluruh Inggris. "Kita akan berangkat, bukan?" dia bertanya. "Segera?" "Hampir seketika," kata Lupin, "kita hanya menunggu tanda aman." "Ke mana kita akan pergi? The Burrow?" Harry bertanya dengan penuh harapan. "Bukan The Burrow, bukan," kata Lupin, sambil memberi isyarat kepada Harry menuju dapur; kelompok kecil penyihir itu mengikuti, semuanya masih memandang Harry dengan rasa ingin tahu. "Terlalu beresiko. Kami sudah mendirikan Markas Besar di suatu tempat yang tidak terdeteksi. Sudah beberapa lama ... " Mad-Eye Moody sekarang sedang duduk di meja dapur sambil minum dari botolnya, mata sihirnya berputar ke segala arah, mengamati banyak peralatan penghemat tenaga keluarga Dursley. "Ini Alastor Moody, Harry," Lupin melanjutkan, sambil menunjuk kepada Moody. "Yeah, aku tahu," kata Harry tidak nyaman. Rasanya aneh diperkenalkan kepada seseorang yang dikiranya sudah dikenalnya selama setahun. "Dan ini Nymphadora -- " "Jangan panggil aku Nymphadora, Remus," kata penyihir wanita muda itu dengan rasa jijik, "namaku Tonks." "Nymphadora Tonks, yang lebih suka dikenal dengan nama keluarganya saja," Lupin menyudahi. "Kau juga akan begitu kalau ibumu yang bodoh memberimu nama Nymphadora," gumam Tonks. "Dan ini Kingsley Shacklebolt," Dia menunjuk kepada penyihir pria tinggi hitam, yang membungkuk. "Elphias Doge." Penyihir pria bersuara mencicit mengangguk. "Dedalus Diggle -- " "Kita sudah pernah berjumpa," ciut Diggle yang bersemangat, sambil menjatuhkan topinya yang berwarna violet. "Emmeline Vance." Seorang peyihir wanita yang tampak agung dengan syal hijau jamrud mencondongkan kepalanya. "Sturgis Podmore." Seorang penyihir pria berahang persegi dengan rambut tebal berwarna jerami mengedipkan matanya. "Dan Hestia Jones." Seorang penyihir wanita berpipi merah dan berambut hitam melambai dari sebelah pemanggang roti. Harry mencondongkan kepalanya dengan canggung kepada setiap orang ketika mereka sedang diperkenalkan. Dia berharap mereka bisa melihat ke benda lain selain dirinya; rasanya seolah dia mendadak dibawa ke atas panggung. Dia juga bertanya-tanya mengapa mereka begitu banyak yang berada di sini. "Sejumlah orang dalam jumlah mengejutkan mengajukan diri untuk datang dan menjemputmu," kata Lupin, seoleh-oleh dia telah membaca pikiran Harry; sudut mulutnya berkedut sedikit. "Yeah, well, semakin banyak semakin baik," kata Moody dengan suram. "Kami adalah pengawalmu, Potter." "Kita hanya menunggu pertanda untuk memberitahu kita sudah aman untuk berangkat," kata Lupin sambil melirik ke luar jendela dapur. "Kita punya waktu sekitar lima belas menit." "Sangat bersih, para Muggle ini, bukan begitu?" kata penyihir wanita yang dipanggil Tonks, yang sedang melihat-lihat sekeliling dapur dengan minat besar. "Ayahku seorang yang terlahir dari Muggle dan dia sangat pemalas. Kukira mereka bermacam-macam juga seperti penyihir?" "Er -- yeah," kata Harry. "Lihat -- " dia berpaling kembali kepada Lupin, "apa yang sedang terjadi, aku belum mendengar apapun dari siapapun, apa yang Vol--?" Beberapa penyihir membuat bunyi mendesis aneh; Dedalus Diggle menjatuhkan topinya lagi dan Moody menggeram, "Diam!" "Apa?" kata Harry. "Kita tidak akan membahas apapun di sini, terlalu beresiko," kata Moody, sambil memalingkan mata normalnya kepada Harry. Mata sihirnya tetap berfokus ke langit-langit. "Sialan," dia menambahkan dengan marah, sambil meletakkan sebuah tangan ke tangan mata sihirnya, "terus macet -- sejak dipakai bajingan itu." Dan dengan suara mengisap mengerikan seperti alat penyedot yang ditarik dari bak cuci, dia menarik keluar matanya. "Mad-Eye, kamu tahu itu menjijikan, "kan?" kata Tonks memulai percakapan. "Ambilkan aku segelas air, maukah kau, Harry," pinta Moody. Harry menyeberang ke alat pencuci piring, mengeluarkan sebuah gelas bersih dan mengisinya dengan air di bak cuci, masih dipandangi dengan penuh minat oleh kelompok penyihir itu. Pandangan mereka yang tidak berhenti mulai membuatnya jengkel. "Sulang," kata Moody, ketika Harry mengulurkan kepadanya gelas itu. Dia menjatuhkan bola mata sihir itu ke dalam air dan mendorongnya naik turun; mata ini berputar-putar, menatap mereka bergantian. "Aku mau daya pandang tiga ratus enam puluh derajat pada perjalanan pulang." "Bagaimana kita akan pergi -- kemanapun kita akan pergi?" Harry bertanya. "Dengan sapu," kata Lupin. "Satu-satunya cara. Kau terlalu muda untuk ber-Apparate, mereka akan mengawasi Jaringan Floo dan lebih dari nilai hidup kita untuk merangkai Portkey tidak sah." "Remus bilang kau penerbang yang andal," kata Kingsley Shaklebolt dengan suara dalamnya. "Dia sangat pandai," kata Lupin, yang sedang memeriksa jam tangannya. "Walau begitu, kamu sebaiknya pergi dan berkemas, Harry, kita ingin siap pergi ketika tandanya sampai." "Aku akan ikut dan membantumu," kata Tonks dengan riang. Dia mengikuti Harry kembali ke aula dan naik tangga, melihat sekeliling dengan rasa ingin tahu dan minat yang besar. "Tempat aneh," katanya. "Agak terlalu bersih, kau tahu maksudku? Agak kurang alami. Oh, ini lebih baik," dia menambahkan, ketika mereka memasuki kamar tidur Harry dan dia menyalakan lampunya. Kamarnya jelas jauh lebih berantakan daripada bagian rumah yang lain. Terkurung di dalamnya selama empat hari dengan perasaan murung, Harry tidak repot merapikan tempat itu. Kebanyakan buku yang dimilikinya terserak di lantai di tempat dia mencoba mengalihkan perhatian dengan cara membacanya bergantian dan melemparnya ke samping; sangkar Hedwig perlu dibersihkan dan mulai berbau; dan kopernya tergeletak terbuka, menyingkapkan gabungan baju Muggle dan jubah penyihir yang campur aduk yang telah berjatuhan ke lantai di sekitarnya. Harry mulai memunguti buku-buku dan melemparkannya dengan terburu-buru ke dalam kopernya. Tonks berhenti sejenak di depan lemari pakaiannya yang terbuka untuk melihat pantulannya pada kaca di bagian dalam pintu secara kritis. "Kau tahu, aku tidak merasa violet warna yang cocok denganku," dia berkata sambil termenung, sambil menarik-narik seikat rambut jigraknya. "Apa menurutmu ini membuatku terlihat agak bertanduk?" "Er -- " kata Harry, sambil menatapnya dari balik Tim-Tim Quidditch Britania dan Irlandia. "Yeah, benar," kata Tonks memutuskan. Dia menegangkan matanya dengan ekspresi dipaksakan seakan-akan dia sedang berjuang mengingat sesuatu. Sedetik kemudian, rambutnya berubah menjadi merah muda permen karet. "Bagaimana caramu melakukan itu?" kata Harry, sambil menganga kepadanya ketika dia membuka mata lagi. "Aku seorang Metamorphmagus," katanya sambil melihat balik ke bayangannya dan memalingkan kepalanya sehingga dia bisa melihat rambutnya dari segala arah. Maksudnya aku bisa mengubah penampilanku sekehendak hati," dia menambahkan, ketika melihat ekspresi kebingungan Harry pada cermin di belakangnya. "Aku terlahir begitu. Aku mendapat nilai tertinggi dalam Persembunyian dan Penyamaran selama pelatihan Auror tanpa belajar sama sekali, hebat sekali." "Kau seorang Auror?" kata Harry, terkesan. Menjadi penangkap Penyihir Gelap adalah satu-satunya karir yang pernah dipertimbangkannya setelah Hogwarts. "Yeah," kata Tonks, terlihat bangga. "Kingsley juga, walau dia sedikit lebih tinggi dariku. Aku baru memenuhi syarat setahun yang lalu. Hampir gagal di Masuk Diam-Diam dan Mencari Jejak. Aku sangat kagok, apakah kau mendengarku memecahkan piring itu ketika kami tiba di bawah?" "Dapatkah kau belajar jadi seorang Metamorphmagus?" Harry bertanya kepadanya, sambil meluruskan diri, sepenuhnya lupa berkemas. Tonks tertawa kecil. "Aku bertaruh kamu pasti tidak keberatan menyembunyikan bekas luka itu kadang-kadang, eh?" Matanya menemukan bekas luka berbentuk kilat di dahi Harry. "Tidak, aku takkan keberatan," Harry bergumam, sambil memalingkan muka. Dia tidak suka orang-orang menatap bekas lukanya. "Well, kutakut kamu harus belajar cara yang susah," kata Tonks. "Para Metamorphmagus sangat langka, mereka terlahir begitu, bukan dibuat. Kebanyakan penyihir menggunakan tongkat, atau ramuan, untuk mengubah penampilan mereka. Tetapi kita harus bergegas, Harry, kita seharusnya berkemas," dia menambahkan dengan rasa bersalah, sambil melihat berkeliling pada semua kekacauan di lantai. "Oh -- yeah," kata Harry sambil mengambil beberapa buku lagi. "Jangan bodoh, jauh lebih cepat kalau aku yang -- berkemas!" teriak Tonks, sambil melambaikan tongkatnya dengan gerakan menyapu yang panjang ke lantai. Buku-buku, pakaian, teleskop dan timbangan semuanya membumbung ke udara dan terbang kacau balau ke dalam koper. "Tidak terlalu rapi," kata Tonks sambil berjalan ke koper dan melihat ke tumpukan di dalamnya. "Ibuku punya ketangkasan untuk membuat benda-benda masuk dengan rapi -- dia bahkan membuat kaus kaki terlipat sendiri -- tapi aku belum menguasai bagaimana dia melakukannya -- mirip jentikan seperti ini -- " Dia menjentikkan tongkatnya dengan penuh harapan. Salah satu kaus kaki Harry bergeliut dengan lemah dan tergeletak kembali ke puncak tumpukan kacau di dalam koper. "Ah, well," kata Tonks, sambil membanting tutup koper hingga tertutup, "setidaknya semua sudah masuk. Itu juga perlu sedikit pembersihan." Dia menunjukkan tongkatnya ke sangkar Hedwig. "Scurgify." Beberapa bulu dan kotoran menghilang. "Well, itu agak lebih baik -- aku tidak pernah benar-benar bisa semua mantera jenis pekerjaan rumah ini. Benar sudah semuanya? Kuali? Sapu? Wow! Sebuah Firebolt?" Matanya melebar ketika memandang sapu terbang di tangan kanan Harry. Itu adalah kebanggaan dan kesayangannya, sebuah kado dari Sirius, sebuah sapu terbang berstandar internasional. "Dan aku masih naik Komet Dua Enam Puluh," kata Tonks dengan iri. "Ah well ... tongkatmu masih di celana jinsmu? Kedua pantat masih ada? OK, ayo pergi. Locomotor koper." Koper Harry naik beberapa inci ke udara. Sambil memegang tongkatnya seperti tongkat dirigen, Tonks membuat koper itu melayang menyeberangi ruangan dan keluar dari pintu di hadapan mereka, dengan sangkar Hedwig di tangan kirinya. Harry mengikutinya menuruni tangga sambil membawa sapu terbangnya. Kembali ke dapur Moody telah memakai kembali matanya, yang sedang berputar dengan amat cepat setelah pembersihannya sehingga membuat Harry merasa mual melihatnya. Kingsley Shacklebolt dan Sturgis Podmore sedang memeriksa microwave dan Hestia Jones sedang menertawakan pengiris kulit kentang yang dijumpainya ketika menggeledah laci-laci. Lupin sedang menyegel amplop yang dialamatkan kepada keluarga Dursley. "Bagus sekali," kata Lupin, sambil melihat ke atas ketika Tonks dan Harry masuk. "Kita punya sekitar satu menit, kukira. Kita mungkin harus keluar ke kebun sehingga kita akan siap. Harry, aku telah meninggalkan sepucuk surat yang memberitahu bibi dan pamanmu agar tidak khawatir -- " "Mereka tidak akan," kata Harry. "-- bahwa kamu aman -- " "Itu hanya akan membuat mereka tertekan." "-- dan kamu akan bertemu mereka lagi musim panas mendatang." "Apakah aku harus?" Lupin tersenyum tetapi tidak menjawab. "Kemarilah, nak," kata Moody dengan keras sambil memberi isyarat kepada Harry dengan tongkatnya. "Aku perlu memberimu Penghilang-Ilusi." "Anda perlu apa?" kata Harry dengan gugup. "Mantera Penghilang Ilusi," kata Moody sambil mengangkat tongkatnya. "Lupin bilang kamu punya Jubah Gaib, tapi itu tidak akan bertahan sewaktu kita terbang; ini akan menyamarkanmu lebih baik. Ini dia -- " Dia mengetuk-ngetuknya dengan keras di bagian puncak kepala dan Harry merasakan sebuah sensasi aneh seakan-akan Moody baru saja membanting sebuah telur di sana; tetesan-tetesan dingin terasa mengalir menuruni tubuhnya dari titik yang tersentuh tongkat. "Bagus, Mad-Eye," kata Tonks penuh penghargaan, sambil menatap pada bagian tengah tubuh Harry. Harry melihat ke bawah ke tubuhnya, atau lebih tepatnya, apa yang dulu tubuhnya, karena sama sekali tidak terlihat mirip tubuhnya lagi. Tubuh itu tidak kasat mata; hanya mengambil warna dan tekstur yang persis dengan unit dapur di belakangnya. Dia tampaknya sudah menjadi bunglon manusia. "Ayolah," kata Moody sambil membuka kunci pintu belakang dengan tongkatnya. Mereka semua melangkah keluar ke halaman Paman Vernon yang terawat indah. "Malam yang cerah," gerutu Moody, mata sihirnya memindai langit. "Lebih baik kalau ada sedikit awan. Benar, kau," dia menghardik pada Harry, "kita akan terbang dengan formasi berdekatan. Tonks akan berada tepat di depanmu, terus ikuti dari dekat. Lupin akan melindungimu dari bawah. Aku akan berada di belakangmu. Yang lain akan mengelilingi kita. Kita tidak berpisah dari barisan demi apapun, mengerti? Kalau salah satu dari kami terbunuh -- " "Apakah itu mungkin?" kata Harry khawatir, tetapi Moody mengabaikan dia. "-- yang lain akan tetap terbang, jangan berhenti, jangan berpisah dari barisan. Kalau mereka menghabisi kami semua dan kau selamat, Harry, pengawal garis belakang telah bersiap sedia untuk mengambil alih; terus terbang ke timur dan mereka akan bergabung denganmu." "Berhenti bersikap begitu ceria, Mad-Eye, dia akan mengira kita tidak menganggap ini serius," kata Tonks selagi dia mengikatkan koper Harry dan sangkar Hedwig ke pelana yang bergantung dari sapunya. "Aku hanya memberitahu anak itu rencananya," geram Moody. "Tugas kita adalah mengantarkan dia dengan selamat ke Markas Besar dan kalau kita mati dalam usaha -- "Tidak ada yang akan mati," kata Kingsley Shacklebolt dengan suaranya yang dalam dan menenangkan. "Naiki sapumu, itu tanda pertama!" kata Lupin dengan tajam, sambil menunjuk ke langit. Jauh, jauh di atas mereka, hujan bunga api merah terang telah menyala di antara bintang-bintang. Harry mengenalinya seketika sebagai bunga api tongkat. Dia mengayunkan kaki kanannya melewati Fireboltnya, menggenggam pegangannya erat-erat dan merasakannya bergetar sedikit, seakan-akan sama inginnya dengan dirinya untuk naik ke udara sekali lagi. "Tanda kedua, ayo pergi!" kata Lupin dengan keras ketika lebih banyak lagi bunga api, kali ini hijau, meledak jauh di atas mereka. Harry menjejak keras ke tanah. Udara malam yang sejuk menderu melalui rambutnya ketika petak-petak kebun rapi di Privet Drive tertinggal jauh, mengerut dengan cepat menjadi potongan-potongan hijau tua dan hitam, dan semua pikiran tentang dengar pendapat Kementerian tersapu daari pikirannya seolah-olah deru udara itu telah meniupnya keluar dari kepalanya. Dia merasa seakan-akan jantungnya akan meledak karena senang; dia terbang lagi, terbang menjauh dari Privet Drive seperti yang telah diimpikannya sepanjang musim panas, dia akan pulang ... selama beberapa saat yang menyenangkan, semua masalahnya sepertinya menyusut menjadi hilang, tidak penting lagi di dalam langit luas yang berbintang. "Kiri jauh, kiri jauh, ada Muggle yang melihat ke atas!" teriak Moody dari belakangnya. Tonks membelok dan Harry mengikutinya dambil memperhatikan kopernya berayun dengan liar di bawah sapunya. "Kita perlu ketinggian lebih ... beri lagi seperempat mil!" Mata Harry berair karena kedinginan ketika mereka membumbung ke atas; dia tidak bisa melihat apapun di bawah sekarang kecuali titik-titik kecil cahaya yang mungkin berasal dari mobil Paman Vernon ... keluarga Dursley pastsi sedang menuju kembali ke rumah mereka yang kosong sekarang, penuh amarah mengenai Kompetisi Halaman yang tak pernah ada ... dan Harry tertawa keras-keras ketika memikirkannya, walaupun suaranya ditenggelamkan oleh kibasan jubah-jubah yang lainnya, keriut pelana yang menggantung kopernya dan sangkar itu, dan suara deru angin di telinga mereka selagi mereka menambah kecepatan di udara. Dia belum merasa sehidup ini dalam sebulan, atau sesenang ini. "Belok ke selatan!" teriak Mad-Eye. "Ada kota di depan!" Mereka membumbung ke kanan untuk menghindari lewat langsung di atas jaring cahaya yang berkilauan di bawah. "Belok ke tenggara dan terus mendaki, ada awan rendah di depan yang bisa menutupi kita!" seru Moody. "Kita tidak akan lewat di dalam awan!" teriak Tonks dengan marah, "kita akan basah kuyup, Mad-Eye!" Harry lega mendengarnya berkata demikian; tangannya sudah mulai mati rasa pada pegangan Firebolt. Dia berharap dia telah berpikir untuk memakai mantel; dia sudah mulai gemetar. Mereka mengganti arah mereka beberapa waktu sekali menuruti perintah-perintah Mad-Eye. Mata Harry tegang melawan serbuan angin yang sedingin es yang mulai membuat telinganya sakit. Dia hanya bisa mengingat sekali saja kedinginan seperti ini di atas sapu, selama pertandingan Quidditch melawan Hufflepuff pada tahun ketiganya, yang terjadi pada saat badai. Para pengawal di sekitarnya sedang berkeliling terus-menerus seperti burung-burung pemangsa raksasa. Harry lupa waktu. Dia ingin tahu sudah berapa lama mereka terbang, terasa setidaknya sudah satu jam. "Membelok ke barat daya!" teriak Moody "Kita mau menghindari jalur kereta bermotor!" Harry sekarang sangat kedinginan sehingga dia memikirkan dengan penuh pengharapan bagian dalam yang nyaman dan kering dari mobil-mobil yang mengalir di bawah, lalu, bahkan lebih mengharapkan, bepergian dengan bubuk Floo; mungkin rasanya tidak nyaman berputar-putar di dalam perapian tetapi setidaknya di dalam nyala api terasa hangat ... Kingsley Shacklebolt melewatinya, kepalanya yang botak dan antingnya berkilau sedikit dalam cahaya bulan ... sekarang Emmeline Vance berada di sisi kanannya, dengan tongkat di luar, kepalanya menoleh ke kiri dan kanan ... lalu dia juga melewatinya, untuk digantikan oleh Sturgis Podmore ... "Kita harus berbalik sedikit, hanya untuk memastikan kita tidak diikuti!" Moody berteriak. "APAKAH KAMU SINTING, MAD-EYE?" Tonks berteriak dari depan. "Kita semua membeku pada sapu kita! Kalau kita terus melenceng dari jalur kita tidak akan tiba di sana sampai minggu depan! Selain itu, kita sudah hampir sampai!" "Waktunya mulai menurun!" datang suara Lupin. "Ikuti Tonks, Harry!" Harry mengikuti Tonks menukik. Mereka sedang menuju kumpulan lampu terbesar yang pernah dilihatnya, kumpulan yang besar dan malang melintang, berkilauan membentuk garis dan kisi, saling berselang-seling dengan potongan-potongan hitam paling kelam. Mereka terbang semakin rendah, sampai Harry dapat melihat satu-satu lampu besar dan lampu jalan, cerobong asap dan antena televisi. Dia sangat ingin mencapai tanah, walaupun dia merasa yakin seseorang akan harus melelehkannya dari sapunya. "Ayo kita mulai!" seru Tonks, dan beberapa detik kemudian dia telah mendarat. Harry mendarat tepat di belakangnya dan turun ke sepotong rumput tak terawat di tengah sebuah alun-alun kecil. Tonks sudah melepaskan koper Harry. Sambil gemetar, Harry melihat berkeliling. Bagian depan yang suram dari rumah-rumah yang ada di sekitar tidak menunjukkan penyambutan; beberapa di antaranya memiliki jendela yang pecah, berkilau suram dalam cahaya lampu jalan, cat mulai mengelupas dari banyak pintu dan tumpukan sampah tergeletak di luar beberapa tangga depan. "Di mana kita?" Harry bertanya, tetapi Lupin berkata dengan pelan, "Sebentar." Moody sedang menggeledah mantelnya, tangannya yang berbonggol-bonggol kagok karena kedinginan. "Dapat," gumamnya, sambil mengangkat apa yang tampak seperti sebuah pemantik rokok perak ke udara dan menjentikkannya. Lampu jalan terdekat padam dengan bunyi pop. Dia menjentikkan pemadam itu lagi; lampu berikutnya padam; dia terus menjentik sampai semua lampu di alun-alun itu padam dan cahaya yang tersisa hanya berasal dari jendela-jendela bergorden dan bulan sabit di atas. "Pinjam dari Dumbledore," geram Moody sambil mengantongi Pemadam-Lampu. "Itu akan mengatasi Muggle-Muggle manapun yang melongok keluar dari jendela, ngerti kan? Sekarang ayo, cepat." Dia memegang lengan Harry dan menuntunnya dari potongan rumput tadi, menyeberangi jalan dan naik ke trotoar; Lupin dan Tonks mengikuti sambil membawa koper Harry bersama-sama, para pengawal yang lain mengapit mereka, semuanya dengan tongkat di luar. Suara hentakan teredam dari sebuah stereo datang dari sebuah jendela atas rumah terdekat. Bau tajam dari sampah yang membusuk datang dari tumpukan kantong sampah yang menggembung persis di dalam pagar yang terbuka. "Di sini," Moody menggumam, sambil menyodorkan sepotong perkamen ke tangan Harry yang terkena Penghilang-Ilusi dan memegang tongkatnya yang menyala dekat ke perkamen itu, untuk menerangi tulisannya. "Bacalah cepat-cepat dan hafalkan." Harry melihat ke potongan kertas itu. Tulisan tangan rapat-rapat itu samar-samar tampak dikenalnya. Isinya: Markas Besar Order of the Phoenix bisa dijumpai di nomor dua belas, Grimmauld Place, London. BAB EMPAT Grimmauld Place, Nomor Dua Belas "Apa itu Order --?" Harry mulai. "Tidak di sini, nak!" gertak Moody. "Tunggu sampai kita di dalam!" Dia menarik potongan perkamen itu dari tangan Harry dan membakarnya dengan ujung tongkatnya. Ketika pesan itu menggulung dalam nyala api dan melayang ke tanah, Harry melihat ke sekitar ke rumah-rumah itu lagi. Mereka sedang berdiri di luar nomor sebelas; dia memandang ke sebelah kiri dan melihat nomor sepuluh; akan tetapi, ke sebelah kanan adalah nomor tiga belas. "Tapi di mana --?" "Pikirkan apa yang baru saja kau hapalkan," kata Lupin pelan. Harry berpikir, dan begitu dia mencapai bagian mengenai nomor dua belas, Grimmauld Place, sebuah pintu penuh luka muncul entah dari mana di antara nomor sebelas dan tiga belas, diikuti dengan cepat oleh dinding-dinding kotor dan jendela-jendela suram. Seakan-akan sebuah rumah tambahan telah menggembung, mendorong rumah-rumah di kedua sisinya menjauh. Harry terpana melihatnya. Stereo di nomor sebelas terus bergedebuk. Tampaknya para Muggle di dalamnya tidak merasakan apapun. "Ayo, bergegaslah," geram Moody, sambil menusuk Harry di punggung. Harry berjalan menaiki tangga-tangga batu yang sudah lama, sambil menatap pintu yang baru muncul. Cat hitamnya kusam dan penuh goresan. Pengetuk pintu perak berbentuk ular yang membelit. Tidak ada lubang kunci maupun kotak surat. Lupin menarik keluar tongkatnya dan mengetuk pintu sekali. Harry mendengar banyak suara klik logam yang keras dan apa yang terdengar seperti gemerincing rantai. Pintu berkeriut terbuka. "Cepat masuk, Harry," Lupin berbisik, "tetapi jangan masuk jauh-jauh ke dalam dan jangan menyentuh apapun." Harry melangkahi ambang pintu ke dalam aula yang hampir gelap total. Dia bisa mencium kelembaban, debu dan bau pembusukan yang agak manis; tempat itu punya rasa seperti sebuah bangunan yang ditinggalkan. Dia memandang melalui bahunya dan melihat yang lain masuk setelahnya, Lupin dan Tonks sambil membawa kopernya dan sangkar Hedwig. Moody sedang berdiri di anak tangga puncak sambil melepaskan bola-bola cahaya yang telah dicuri Pemadam-Lampu dari lampu-lampu jalan; mereka terbang kembali ke bola lampu mereka dan alun-alun itu berkilau sejenak dengan cahaya jingga sebelum Moody melompat ke dalam dan menutup pintu depan, sehingga kegelapan di aula itu menjadi lengkap. "Di sini -- " Dia mengetuk Harry dengan keras di kepala dengan tongkatnya. Harry merasa seakan-akan sesuatu yang panas menetes menuruni punggungnya kali ini dan tahu bahwa Mantera Penghilang-Ilusi itu pastilah telah terangkat. "Sekarang jangan bergerak, semuanya, sementara aku memberi kita sedikit cahaya di sini," Moody berbisik. Suara-suara teredam yang lainnya memberi Harry perasaan aneh seperti pertanda; seakan-akan mereka baru saja memasuki rumah seseorang yang sedang sekarat. Dia mendengar bunyi desis pelan dan lalu lampu minyak model kuno berbunyi dan hidup di sepanjang dinding, sambil memberi nyala redup yang berkelap-kelip pada kertas dinding yang mulai mengelupas dan karpet yang mulai menipis di gang panjang yang suram, di mana sebuah kandil penuh sarang laba-laba berkilauan di atas kepala dan potret-potret yagn menghitam karena usia tergantung miring di dinding. Harry mendengar sesuatu berlari tergesa-gesa di belakang papan pelapis dinding. Baik kandil maupun tempat lilin di atas meja reyot di dekatnya berbentuk seperti ular. Ada langkah-langkah kaki bergegas dan ibu Ron, Mrs Weasley, muncul dari sebuah pintu di sisi jauh aula itu. Dia tersenyum menyambut ketika bergegas menuju mereka, walaupun Harry memperhatikan bahwa dia agak kurusan dan lebih pucat daripada terakhir kali mereka berjumpa. "Oh, Harry, senang berjumpa denganmu!" dia berbisik, sambil menariknya ke dalam pelukan erat sebelum memegangnya sejauh satu lengan dan memeriksanya dengan kritis. "Kau tampak pucat; kau perlu diberi makan banyak-banyak, tapi kutakut kau harus menunggu sebentar untuk makan malam." Dia berpaling kepada kelompok penyihir di belakangnya dan berbisik mendesak, "Dia baru saja tiba, rapat sudah mulai." Para penyihir di belakang Harry semua membuat suara tertarik dan bersemangat dan mulai melewatinya menuju pintu tempat Mrs Weasley datang tadi. Harry akan mengikuti Lupin, tetapi Mrs Weasley menahannya. "Tidak, Harry, rapatnya hanya untuk anggota Order. Ron dan Hermione ada di atas, kau bisa menunggu bersama mereka sampai rapat usai, lalu kita akan makan malam. Dan rendahkan suaramu di aula," dia menambahkan dalam bisikan mendesak. "Kenapa?" "Aku tidak ingin ada yang terbangun." "Apa yang Anda --?" "Akan kujelaskan nanti, aku harus bergegas, aku seharusnya ada di rapat -- akan kuperlihatkan di mana kau akan tidur." Sambil menekankan jarinya ke bibir, dia menuntunnya berjingkat melewati sepasang gorden yang panjang dan termakan ngengat, di belakangnya Harry yakin pastilah ada pintu lain, dan setelah melewati sebuah tempat payung yang tampak seolah-olah terbuat dari kaki troll yang dipotong mereka menaiki tangga gelap, melewati sebaris kepala mengerut yang dipajang pada piagam di dinding. Pemeriksaan lebih dekat menunjukkan kepada Harry bahwa kepala-kepala itu milik peri-peri rumah. Semuanya memiliki hidung yang agak mirip moncong. Kebingungan Harry semakin dalam dengan setiap langkah yang diambilnya. Apa yang sedang mereka lakukan di dalam sebuah rumah yang terlihat seakan-akan dimiliki oleh penyihir Tergelap? "Mrs Weasley, mengapa --?" "Ron dan Hermione akan menjelaskan semuanya, sayang, aku benar-benar harus pergi," Mrs Weasley berbisik dengan kacau. "Di sana -- " mereka telah mencapai lantai kedua, "-- kau ke pintu di sebelah kanan. Akan kupanggil kalian ketika sudah usai." Dan dia bergegas turun ke bawah lagi. Harry menyeberangi lantai yang kumal itu, memutar kenop pintu kamar tidur, yang berbentuk kepala ular, dan membuka pintu. Dia menangkap sekilas langit-langit tinggi yang suram, kamar bertempat tidur ganda; lalu ada bunyi cicit keras, yang diikuti dengan jeritan yang bahkan lebih keras, dan pandangannya terhalang oleh sejumlah besar rambut yang sangat tebal. Hermione telah melemparkan diri kepadanya ke dalam pelukan yang hampir menjatuhkannya, sementara burung hantu mungil Ron, Pigwidgeon, meluncur dengan bersemangat mengitari kepala mereka. "HARRY! Ron, dia di sini, Harry ada di sini! Kami tidak mendengarmu tiba! Oh, bagaimana kabarmu? Apakah kau baik-baik saja? Apakah kau marah kepada kami? Kuyakin benar, aku tahu surat-surat kami tidak berguna -- tapi kami tidak bisa memberitahumu apa-apa, Dumbledore menyuruh kami bersumpah kami tidak akan, oh, kami punya begitu banyak hal untuk diceritakan kepadamu, dan kau punya hal-hal untuk diceritakan kepada kami para Dementor! Sewaktu kami dengar dan dengar pendapat Kementerian itu -- benar-benar keterlaluan, aku sudah memeriksanya, mereka tidak bisa mengeluarkanmu, mereka tidak bisa saja, ada ketentuan dalam Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur untuk penggunaan sihir dalam situasi yang mengancam nyawa -- " "Biarkan dia bernapas, Hermione," kata Ron sambil menyeringai ketika dia menutup pintu di belakang Harry. Dia tampak telah tumbuh beberapa inci lagi selama satu bulan mereka berpisah, membuatnya lebih tinggi dan tampak lebih menakutkan dari dulu, walaupun hidung panjang, rambut merah terang dan bintik-bintiknya masih sama. Masih tersenyum, Hermione melepaskan Harry, tetapi sebelum dia bisa berkata lagi ada suara kibasan lembut dan sesuatu yang putih membumbung dari puncak lemari gelap dan mendarat dengan lemah lembut di bahu Harry. "Hedwig!" Burung hantu seputih salju itu mengatupkan paruhnya dan menggigit telinganya dengan penuh sayang ketika Harry membelai bulunya. "Dia dalam keadaan aneh," kata Ron. "Mematuk kami hingga setengah mati ketika dia membawakan suratmu yang terakhir, lihat ini -- " Dia memperlihatkan kepada Harry jari telunjuk tangan kanannya, yang memiliki luka potong hampir sembuh tetapi jelas dalam. "Oh, yeah," Harry berkata. "Maaf tentang itu, tapi aku mau jawaban, kalian tahu -- " "Kami ingin memberimu jawaban, sobat," kata Ron. "Hermione mulai melunak, dia terus berkata kamu akan melakukansesuatu yang bodoh kalau kamu terperangkap sendirian tanpa berita, tapi Dumbledore menyuruh kami -- " "-- bersumpah tidak akan memberitahu aku," kata Harry. "Yeah, Hermione sudah bilang." Pijar hangat yang telah menyala di dalam dirinya ketika melihat dua orang sahabat terbaiknya padam ketika sesuatu sedingin es membanjiri dasar perutnya. Mendadak -setelah sangat ingin bertemu mereka selama satu bulan penuh -- dia merasa dia lebih suka Ron dan Hermione meninggalkannya sendirian. Ada keheningan tegang selama Harry membelai Hedwig secara otomatis, tanpa melihat kepada yang lain. "Dia tampaknya berpikir itu yang terbaik," kata Hermione agak terengah-engah. "Dumbledore, maksudku." "Benar," kata Harry. Dia memperhatikan bahwa tangannya juga memiliki tanda dari paruh Hedwig dan merasa bahwa dia sama sekali tidak menyesal. "Kukira dia berpikir kau paling aman bersama para Muggle -- " Ron memulai. "Yeah?" kata Harry sambil menaikkan alisnya. "Apakah salah satu dari kalian telah diserang Dementor musim panas ini?" "Well -- tidak -- tapi itulah mengapa dia menyuruh orang-orang dari Order of Phoenix untuk mengikutimu sepanjang waktu -- " Harry merasakan hentakan dalam isi perutnya seakan-akan dia telah kelupaan satu anak tangga sewaktu menuruni tangga. Jadi semua orang tahu dia sedang diikuti, kecuali dirinya. "Tak berjalan sebaik itu, bukan?" kata Harry, berusaha sekeras mungkin untuk menjaga suaranya tetap tenang. "Harus menjaga diriku sendiri, bukan?" "Dia sangat marah," kata Hermione, dalam suara yang hampir terpesona, "Dumbledore. Kami melihatnya. Ketika dia mengetahui Mundungus pergi sebelum waktu jaganya berakhir. Dia menakutkan." "Well, aku senang dia pergi," Harry berkata dengan dingin. "Kalau tidak, aku tidak akan menyihir dan Dumbledore mungkin meninggalkanku di Privet Drive sepanjang musim panas." "Tidakkah kau ... tidakkah kau cemas akan dengar pendapat Kementerian?" kata Hermione dengan pelan. "Tidak," Harry berbohong dengan menantang. Dia berjalan menjauh dari mereka, sambil melihat sekeliling, dengan Hedwig yang puas di bahunya, tapi kamar ini tidak tampak menaikkan semangatnya. Kamar itu lembab dan gelap. Bidang kanvas yang kosong adalah satu-satunya yang menghilangkan kekosongan dinding yang mulai mengelupas, dan ketika Harry melewatinya dia mengira dia mendengar seseorang, yang sedang bersembunyi di luar pandangan, terkikik. "Jadi, mengapa Dumbledore sangat ingin membiarkanku dalam kegelapan?" Harry bertanya, masih mencoba keras untuk menjaga suaranya tetap biasa. "Apakah kalian --er -- repot-repot bertanya kepadanya?" Dia melirik sekilas tepat waktu untuk melihat mereka saling memandang dengan tatapan yang memberitahu dia bahwa dia bertingkah laku persis seperti yang mereka takutkan. Itu tidak memiliki andil apapun dalam perbaikan perasaan marahnya. "Kami memberitahu Dumbledore bahwa kami ingin memberitahumu apa yang sedang terjadi," kata Ron. "Benar, sobat. Tapi dia sangat sibuk sekarang, kami baru berjumpa dengannya dua kali sejak kami datang ke sini dan dia tidak punya banyak waktu, dia hanya menyuruh kami bersumpah tidak akan memberitahumu hal-hal yang penting ketika kami menulis surat, katanya burung hantu bisa dicegat." "Dia masih bisa memberiku informasi kalau dia mau," Harry berkata pendek. "Kalian tidak akan memberitahuku bahwa dia tidak tahu cara-cara berkirim pesan tanpa burung hantu." Hermione melirik kepada Ron dan lalu berkata, "Kupikirkan itu juga. Tapi dia tidak ingin kau tahu apapun." "Mungkin dia mengira aku tidak bisa dipercaya," kata Harry sambil mengamati ekspresi mereka. "Jangan tolol," kata Ron, terlihat sangat terganggu. "Atau bahwa aku tidak bisa menjaga diri." "Tentu saja dia tidak berpikir begitu!" kata Hermione dengan cemas. "Jadi bagaimana bisa aku harus tinggal bersama keluarga Dursley sementara kalian berdua bisa bergabung dengan semua yang sedang terjadi di sini?" kata Harry, kata-katanya berjatuhan dengan cepat, suaranya semakin keras dengan setiap kata. "Bagaimana bisa kalian berdua boleh tahu semua yang sedang terjadi?" "Kami tidak begitu!" Ron menyela. "Mum tidak membiarkan kami dekat-dekat rapat, dia bilang kami terlalu muda -- " Tapi sebelum dia menyadarinya, Harry telah berteriak. "JADI KALIAN TIDAK IKUT RAPAT, MASALAH BESAR! KALIAN MASIH ADA DI SINI, BUKAN? AKU, AKU TERKURUNG BERSAMA KELUARGA DURSLEY SELAMA SEBULAN! DAN AKU TELAH MENGATASI LEBIH BANYAK HAL DARI YANG PERNAH KALIAN BERDUA HADAPI DAN DUMBLEDORE TAHU ITU SIAPA YANG MENYELAMATKAN BATU BERTUAH? SIAPA YANG MENGENYAHKAN RIDDLE? SIAPA YANG MENYELAMATKAN HIDUP KALIAN BERDUA DARI DEMENTOR?" Setiap pikiran getir dan marah yang Harry miliki pada bulan lalu mengalir keluar dari dirinya: rasa frustrasinya karena kurangnya berita, rasa sakit bahwa mereka semua telah berkumpul tanpa dirinya, kemarahannya karena diikuti dan tidak diberitahu mengenai hal itu -- semua perasaan yang setengah malu dimilikinya akhirnya meledak lewat batasan. Hedwig takut akan keributan itu dan membumbung ke puncak lemari baju lagi; Pigwidgeon mencicit ketakutan dan meluncur lebih cepat dari sebelumnya di sekitar kepala mereka. "SIAPA YANG HARUS MELEWATI NAGA-NAGA DAN SPHINX DAN SEMUA BENDA MENGERIKAN LAIN TAHUN LALU? SIAPA YANG MENYAKSIKANNYA KEMBALI? SIAPA YANG TELAH LOLOS DARINYA? AKU!" Ron sedang berdiri di sana dengan mulut setengah terbuka, jelas terpana dan kehilangan kata-kata, sementara Hermione kelihatan akan menangis. "TAPI KENAPA AKU HARUS TAHU APA YANG SEDANG TERJADI? KENAPA HARUS ADA SESEORANG YANG REPOT-REPOT MEMBERITAHUKU APA YANG SEDANG BERLANGSUNG?" "Harry, kami ingin memberitahumu, benar -- " Hermione mulai. "TIDAK MUNGKIN SANGAT INGIN, BUKAN BEGITU, ATAU KALIAN AKAN MENGIRIMKU BURUNG HANTU, TAPI DUMBLEDORE MENYURUH KALIAN BERSUMPAH --" "Well, dia memang --" "EMPAT MINGGU AKU TERKURUNG DI PRIVET DRIVE, MEMUNGUTI KORAN DARI TONG SAMPAH UNTUK MENCOBA MENCARI TAHU APA YANG SEDANG TERJADI --" "Kami ingin -- " "KURASA KALIAN TELAH TERTAWA PUAS, BUKAN BEGITU, SEMUANYA BERKUMPUL DI SINI BERSAMA --" "Tidak, jujur saja --" "Harry, kami sangat menyesal!" kata Hermione dengan putus asa, matanya sekarang berkilat-kilat dengan air mata. "Kau sepenuhnya benar, Harry -- kalau aku pasti akan marah besar!" Harry melotot kepadanya, masih bernapas dalam-dalam, lalu berpaling dari mereka dari, berjalan bolak-balik. Hedwig berteriak dengan murung dari puncak lemari baju. Ada jeda panjang, yang hanya disela oleh keriut muram papan lantai di bawah kaki Harry. "Omong-omong, tempat apa ini?" dia bertanya pada Ron dan Hermione. "Markas Besar Order of Phoenix," kata Ron seketika. "Apakah ada yang mau repot memberitahuku apa Order of Phoenix --?" "Itu adalah perkumpulan rahasia," kata Hermione cepat. "Dumbledore yang bertanggung jawab, dia mendirikannya. Isinya orang-orang yang berperang melawan Kau-Tahu-Siapa terakhir kali." "Siapa yang ada di dalam?" kata Harry, berhenti dengan tangan di sakunya. "Cukup banyak orang -- " "Kami telah berjumpa dengan sekitar dua puluh dari mereka," kata Ron, "tapi kami kira masih ada lebih banyak lagi." Harry melotot kepada mereka. "Well?" dia menuntut, sambil memandang dari satu ke yang lain. "Er," kata Ron. "Apa?" "Voldemort!" kata Harry dengan marah, dan baik Ron maupun Hermione berjengit. "Apa yang sedang terjadi? Apa yang sedang dilakukannya? Di mana dia? Apa yang sedang kita lakukan untuk menghentikan dia?" "Kami sudah memberitahumu, Order tidak membolehkan kami dalam rapat-rapat mereka," kata Hermione dengan gugup. "Jadi kami tidak tahu detilnya -- tapi kami punya gambaran umumnya," dia menambahkan dengan terburu-buru ketika melihat tampang Harry. "Fred dan George telah menciptakan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan," kata Ron. "Mereka benar-benar berguna." "Telinga --?" "Yang-Dapat-Dipanjangkan, yeah. Hanya saja kami harus berhenti menggunakannya akhir-akhir ini karena Mum tehu dan jadi mengamuk. Tapi kami telah menggunakan mereka dengan baik sebelum Mum menyadari apa yang sedang terjadi. Kami tahu beberapa anggota Order sedang mengikuti para Pelahap Maut yang telah dikenali, mencari tahu kegiatan mereka, kau tahu -- " "Beberapa dari mereka sedang bekerja merekrut lebih banyak orang ke dalam Order -- " kata Hermione. "Dan beberapa dari mereka sedang menjaga sesuatu," kata Ron. "Mereka selalu berbicara tentang tugas menjaga." "Tidak mungkin aku, "kan?" kata Harry dengan sarkastis. "Oh, yeah," kata Ron dengan tampang mulai memahami. Harry mendengus. Dia berjalan mengelilingi kamar lagi, melihat ke semua arah kecuali pada Ron dan Hermione. "Jadi, apa yang telah kalian berdua lakukan, kalau kalian tidak diizinkan dalam rapat-rapat?" dia menuntut. "Kalian bilang kalian sibuk." "Memang," kata Hermione dengan cepat. "Kami sedang menyuci-hamakan rumah ini, yang telah kosong selama bertahun-tahun dan berbagai hal telah berkembang biak di sini. Kami berhasil membersihkan dapur, kebanyakan kamar tidur dan kukira kami akan mengerjakan ruang duduk be-- AARGH!" Dengan dua letusan keras, Fred dan George, kakak-kakak kembar Ron, muncul dari udara kosong di tengah ruangan. Pigwidgeon bercicit lebih liar dari sebelumnya dan meluncur untuk bergabung dengan Hedwig di atas lemari baju. "Berhenti melakukan itu!" Hermione berkata dengan lemah kepada si kembar, yang berambut merah terang seperti Ron, walaupun lebih berisi dan sedikit lebih pendek. "Halo, Harry," kata George, sambil tersenyum kepadanya. "Kami kira kami mendengar nada suaramu yang indah." "Kau tidak mau membotolkan kemarahanmu seperti itu, Harry, lepaskan semuanya," kata Fred, juga sambil tersenyum. "Mungkin ada beberapa orang sejauh lima puluh mil yang belum mendengarmu." "Jadi, kalian berdua lulus ujian Apparasi kalian?" tanya Harry dengan galak. "Dengan nilai cemerlang," kata Fred, yang sedang memegang sesuatu yang terlihat seperti sepotong benang berwarna daging yang amat panjang. "Kalian cuma butuh sekitar tiga puluh detik lebih lama untuk berjalan menuruni tangga," kata Ron. "Waktu adalah Galleon, adik kecil," kata Fred. "Lagipula, Harry, kau menghalangi penerimaan. Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan," dia menambahkan sebagai tanggapan bagi alis Harry yang dinaikkan, dan mengangkat benang yang sekarang Harry lihat sedang menjulur ke puncak tangga. "Kami sedang mencoba mendengar apa yang sedang terjadi di bawah." "Kalian harus berhati-hati," kata Ron, sambil menatap Telinga itu, "kalau Mum melihat salah satu lagi ... " "Cukup berharga, rapat yang sedang mereka adakan itu rapat penting," kata Fred. Pintu terbuka dan tampaklah rambut merah panjang. "Oh, halo, Harry!" kata adik perempuan terkecil Ron, Ginny, dengan cerah. "Kukira aku mendengar suaramu. Sambil berpaling kepada Fred dan George, dia berkata, "Tidak bisa menggunakan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan, dia menempatkan Mantera Tidak Tertembus pada pintu dapur." "Bagaimana kamu bisa tahu?" kata George, terlihat kecewa. "Tonks memberitahuku cara mengetahuinya," kata Ginny. "Lempar saja benda ke pintu dan kalau tidak bisa membuat kontak berarti pintu telah Tak-Tertembus. Aku telah melempari Bom Kotoran ke pintu itu dari atas tangga dan mereka cuma membumbung menjauhinya, jadi tidak mungkin Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan bisa masuk lewat celah pintu." Fred mengeluarkan helaan napas panjang. "Sayang. Aku benar-benar ingin tahu apa yang sedang dikerjakan si Snape tua." "Snape!" kata Harry dengan cepat. "Dia ada di sini?" "Yeah," kata George, sambil menutup pintu dengan hati-hati dan duduk di atas salah satu ranjang; Fred dan Ginny mengikuti. "Memberi laporan. Rahasia top." "Berengsek," kata Fred dengan malas. "Dia ada di sisi kita sekarang," kata Hermione memarahi. Ron mendengus. "Tidak menghentikannya jadi orang berengsek. Caranya memandang kita ketika dia bertemu dengan kita." "Bill juga tidak menyukainya," kata Ginny, seakan-akan itu menyelesaikan masalahnya. Harry tidak yakin apakah amarahnya sudah mereda; tapi rasa hausnya akan informasi sekarang menguasai desakan untuk tetap berteriak. Dia terbenam ke atas ranjang di seberang yang lainnya. "Apakah Bill ada di sini?" dia bertanya. "Kupikir dia sedang bekerja di Mesir?" "Dia melamar pekerjaan di belakang meja sehingga dia bisa pulang ke rumah dan bekerja bagi Order," kata Fred. "Dia bilang dia sangat merindukan makam-makam, tapi," dia tersenyum menyeringai, "ada kompesasi." "Apa maksudmu?" "Ingat Fleur Delacour?" kata George. "Dia dapat pekerjaan di Gringotts untuk perbaiki ba"asa Inggrisnya -- " "Dan Bill telah memberinya banyak pelajaran privat," Fred terkikik. "Charlie ada dalam Order juga," kata George, "tapi dia masih di Rumania. Dumbledore mau sebanyak mungkin penyihir asing dibawa masuk, jadi Charlie berusaha membuat kontak pada hari liburnya." "Tidak bisakah Percy melakukan itu?" Harry bertanya. Terakhir kali didengarnya, anak ketiga keluarga Weasley itu sedang bekerja di Departemen Kerja Sama Sihir Internasional di Kementerian Sihir. Saat mendengar kata-kata Harry, semua anggota keluarga Weasley dan Hermione saling bertukar pandangan pengertian yang kelam. "Apapun yang kau lakukan, jangan sebut-sebut Percy di depan Mum dan Dad," Ron memberitahu Harry dengan suara tegang. "Mengapa tidak?" "Karena setuap kali nama Percy disebut, Dad memecahkan apapun yang sedang dipegangnya dan Mum mulai menangis," kata Fred. "Sangat mengerikan," kata Ginny dengan sedih. "Kukira kita lebih baik tanpa dia," kata George, dengan tampang jelek yang tidak seperti biasanya. "Apa yang terjadi?" Harry berkata. "Percy dan Dad bertengkar," kata Fred. "Aku belum pernah melihat Dad bertengkar dengan siapapun seperti itu. Biasanya Mum yang berteriak." "Terjadinya saat minggu pertama setelah sekolah berakhir," kata Ron. "Kami akan datang dan bergabung dengan Order. Percy pulang ke rumah dan memberitahu kami dia telah dipromosikan." "Kau bercanda?" kata Harry. Walaupun dia tahu benar bahwa Percy sangat ambisius, kesan Harry adalah bahwa Percy belum berhasil dengan baik pada pekerjaan pertamanya di Kementerian Sihir. Percy telah melakukan kelalaian yang cukup besar karena gagal memperhatikan bahwa atasannya sedang dikendalikan oleh Lord Voldemort (bukannya Kementerian mempercayai hal itu -- mereka semua mengira Mr Crouch telah jadi gila). "Yeah, kami semua terkejut," kata George, "karena Percy dapat banyak masalah mengenai Crouch, ada penyelidikan dan semuanya. Mereka bilang Percy seharusnya menyadari bahwa Crouch sudah tidak waras dan memberitahu orang-orang di atas. Tapi kamu kenal Percy, Crouch membiarkannya bertanggung jawab penuh, dia tidak akan mengeluh." "Jadi bagaimana bisa mereka mempromosikan dia?" "Itulah persis yang membuat kami bertanya-tanya," kata Ron, yang terlihat sangat ingin menjaga berlangsungnya percakapan normal karena sekarang Harry telah berhenti berteriak. "Dia pulang ke rumah sangat senang pada dirinya sendiri -- bahkan lebih senang dari biasanya -- dan memberitahu Dad bahwa dia telah ditawari posisi di kantor Fudge sendiri. Posisi yang sangat bagus bagi seseorang yang baru setahun keluar dari Hogwarts: Asisten Junior bagi Menteri. Kukira dia berharap Dad akan terkesan." "Hanya saja Dad tidak terkesan," kata Fred dengan muram. "Kenapa tidak?" kata Harry. "Well, tampaknya Fudge telah marah-marah di sekitar Kementerian sambil memeriksa bahwa tak seorangpun melakukan kontak dengan Dumbledore," kata George. "Kau lihat, nama Dumbledore seperti lumpur bagi Kementerian saat-saat ini," kata Fred. "Mereka semua berpikir dia hanya membuat masalah dengan mengatakan Kau-Tahu-Siapa kembali." "Dad bilang Fudge telah membuat jelas bahwa siapapun yang bersekutu dengan Dumbledore bisa mengosongkan mejanya," kata George. "Masalahnya, Fudge mencurigai Dad, dia tahu Dad berteman dengan Dumbledore, dan dia selalu berpikir Dad sedikit aneh karena obsesi Mugglenya," "Tapi apa hubungannya itu dengan Percy?" tanya Harry, bingung. "Aku baru akan ke sana. Dad menganggap Fudge hanya menginginkan Percy di kantornya karena dia ingin menggunakannya untuk memata-matai keluarga -- dan Dumbledore." Harry mengeluarkan siulan rendah. "Pasti Percy suka itu." Ron tertawa kosong. "Dia benar-benar mengamuk. Dia bilang -- well, dia bilang banyak hal yang mengerikan. Dia bilang dia telah bertarung melawan reputasi jelek Dad semenjak dia bergabung dengan Kementerian dan bahwa Dad tidak punya ambisi dan itulah sebabnya kami selalu -- kau tahu -- tidak punya banyak uang, maksudku -- " "Apa?" kata Harry tidak percaya, ketika Ginny membuat suara seperti seekor kucing marah. "Aku tahu," kata Ron dengan suara rendah. "Dan semakin buruk. Dia bilang Dad idiot karena mengikuti Dumbledore, bahwa Dumbledore menuju masalah besar dan Dad akan jatuh bersamanya, dan bahwa dia -- Percy -- tahu di mana kesetiaannya berada yaitu bersama Kementerian. Dan kalau Mum dan Dad akan menjadi pengkhianat bagi Kementerian dia akan memastikan bahwa semua orang tahu dia tidak bersama keluarga kami lagi. Dan dia mengemas tas-tasnya malam itu juga dan pergi. Dia sekarang tinggal di sini di London." Harry menyumpah tanpa suara. Dia selalu kurang menyukai Percy dibanding saudara-saudara Percy yang lain, tapi dia belum pernah membayangkan dia akan mengatakan hal-hal seperti itu kepada Mr Weasley. "Mum terus saja dalam keadaan itu," kata Ron tanpa minat. "Kau tahu -- menangis dan sebagainya. Dia datang ke London untuk mencoba berbicara kepada Percy tetapi dia membanting pintu di depannya. Aku tak tahu apa yang dilakukannya kalau jumpa Dad di tempat kerja -- mengabaikannya, kurasa." "Tapi Percy pasti tahu Voldemort kembali," kata Harry dengan pelan. "Dia tidak bodoh, dia pasti tahu ibu dan ayahmu tidak akan meresikokan semuanya tanpa bukti." "Yeah, well, namamu terseret ke dalam pertengkaran itu," kata Ron, memberi Harry tatapan sembunyi-sembunyi. "Percy bilang satu-satunya bukti adalah kata-katamu dan ... aku tak tahu ... dia tidak mengira hal itu cukup baik." "Percy membaca Daily Prophet dengan serius," kata Hermione dengan masam, dan yang lainnya semua mengangguk. "Apa yang sedang kalian bicarakan?" Harry bertanya, sambil melihat sekeliling kepada mereka semua. Mereka semua sedang memandangnya dengan waspada. "Apakah -- apakah kamu tidak berlangganan Daily Prophet?" Hermione bertanya dengan gugup. "Yeah, aku langganan!" kata Harry. "Sudahkah kau -- er-- membacanya dengan seksama?" Hermione berkata, lebih cemas lagi. "Tidak semuanya," kata Harry membela diri. "Kalau mereka akan melaporkan apapun mengenai Voldemort pastilah akan jadi berita utama, benar "kan?" Yang lain berjengit mendengar nama itu. Hermione bergegas, "Well, kau perlu membaca semuanya untuk mengetahuinya, tapi mereka -- um -- mereka menyebutmu beberapa kali dalam seminggu." "Tapi aku belum pernah mellihat -- " "Tidak kalau kau hanya membaca halaman depan, kau pasti tidak akan," kata Hermione sambil menggelengkan kepalanya. "Aku tidak membicarakan artikel besar. Mereka cuma menyisipkanmu, seolah-olah kau adalah lelocon." "Apa yang kau --?" "Cukup kejam, sebenarnya," kata Hermione dengan suara tenang yang dipaksakan. "Mereka cuma menambah-nambah pada benda-benda Rita." "Tapi dia "kan tidak menulis untuk mereka lagi?" "Oh, tidak, dia menepati janjinya -- bukannya dia punya pilihan lain," Hermione menambahkan dengan rasa puas. "Tapi dia membangun fondasi untuk apa yang sedang mereka lakukan sekarang." "Apa itu?" kata Harry dengan tidak sabar. "OK, kau tahu dia menulis bahwa kau pingsan di semua tempat dan berkata bahwa bekas lukamu sakit dan semua itu?" "Yeah," kata Harry, yang tidak cepat melupakan cerita-cerita Rita Skeeter mengenai dirinya. "Well, mereka menulis mengenaimu seakan-akan kau itu penipu yang mencari perhatian yang mengira dirinya seorang pahlawan tragis atau apapun," kata Hermione, sangat cepat, seolah-olah akan kurang tidak menyenangkan bagi Harry untuk mendengar fakta-fakta ini dengan cepat. "Mereka teus menyelipkan komentar-komentar menyindir mengenaimu. Kalau muncul cerita yang dibuat-buat, mereka berkata sesuatu seperti, "Sebuah kisah yang pantas bagi Harry Potter", dan kalau ada yang mendapat kecelakaan aneh atau apapun maka, "Mari berharap dia tidak punya bekas luka di dahinya atau kita akan diminta memuja dia berikutnya" -- " "Aku tidak mau siapapun memuja -- " Harry mulai dengan marah. "Aku tahu kau tidak mau," kata Hermione dengan cepat, terlihat takut. "Aku tahu, Harry. Tapi kau lihat apa yang sedang mereka lakukan? Mereka ingin mengubahmu menjadi seseorang yang tidak akan dipercayai siapapun. Fudge ada di belakangnya, aku akan bertaruh apapun. Mereka mau para penyihir di jalan-jalan mengira kau hanya anak bodoh yang agak mirip lelucon, yang menceritakan cerita-cerita bohong yang menggelikan karena dia senang jadi terkenal dan ingin terus begitu." "Aku tidak minta -- aku tidak mau -- Voldemort membunuh orang tuaku!" Harry merepet. "Aku jadi terkenal karena dia membunuh keluargaku tapi tidak bisa membunuhku! Siapa yang mau jadi terkenal karena itu? Tidakkah mereka berpikir aku lebih suka itu tidak pernah -- " "Kami tahu, Harry," kata Ginny dengan bersungguh-sungguh. "Dan tentu saja, mereka tidak melaporkan sepatah katapun mengenai Dementor yang menyerangmu," kata Hermione. "Seseorang menyuruh mereka mendiamkannya. Itu pastilah jadi cerita yang sangat besar, Dementor di luar kendali. Mereka bahkan belum melaporkan bahwa kau melanggar Undang-Undang Kerahasiaan Internasional. Kami mengira mereka akan melakukannya, akan sangat cocok dengan citramu sebagai tukang pamer bodoh. Kami kira mereka mengulur waktu sampai kau dikeluarkan, lalu mereka akan bertindak tanpa hambatan -- maksudku, kalau kau dikeluarkan, tentu saja," dia meneruskan dengan terburu-buru. "Kau seharusnya tidak dikeluarkan, tidak kalau mereka mematuhi hukum mereka sendiri, tidak ada kasus melawanmu." Mereka kembali ke dengar pendapat itu dan Harry tidak ingin memikirkan itu. Dia memandang sekitarnya untuk perubahan topik yang lain, tapi diselamatkan dari perlunya menemukan topik baru oleh suara langkah-langkah kaki yang menaiki tangga. "Uh oh." Fred menarik kuat-kuat Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan; ada letusan keras lain dan dia dan George menghilang. Beberapa detik kemudian, Mrs Weasley muncul di ambang kamar tidur. "Rapat sudah usai, kalian bisa turun dan makan malam sekarang. Semua orang sangat ingin bertemu denganmu, Harry. Dan siapa yang meninggalkan semua Bom Kotoran itu di luar pintu dapur?" "Crookshanks," kata Ginny tanpa merona. "Dia sangat suka bermain dengan mereka." "Oh," kata Mrs Weasley, "kukira mungkin Kreacher, dia terus melakukan hal-hal aneh seperti itu. Sekarang jangan lupa menjaga suara kalian tetap rendah di aula. Ginny, tanganmu kotor, apa yang telah kau lakukan? Tolong pergi dan cuci mereka sebelum makan malam." Ginny meringis kepada yang lain dan mengikuti ibunya keluar dari kamar itu, meninggalkan Harry sendiri dengan Ron dan Hermione. Keduanya sedang mengawasinya dengan gelisah, seakan-akan mereka takut dia akan mulai berteriak lagi karena sekarang semua orang sudah pergi. Melihat mereka tampak begitu gugup membuatnya merasa sedikit malu. "Dengar dia bergumam, tapi Ron menggelengkan kepalanya, dan Hermione berkata dengan pelan, "Kami tahu kamu akan marah, Harry, kami benar-benar tidak menyalahkanmu, tapi kau harus mengerti, kami memang mencoba membujuk Dumbledore -- " "Yeah, aku tahu," kata Harry pendek. Dia memandang berkeliling mencari topik yang tidak melibatkan kepala sekolahnya, karena memikirkan Dumbledore saja membuat tubuh bagian dalam Harry terbakar oleh amarah lagi. "Siapa Kreacher?" dia bertanya. "Peri-rumah yang tinggal di sini," kata Ron. "Sinting. Belum pernah jumpa yang seperti dia." Hermione merengut kepada Ron. "Dia tidak sinting, Ron." "Ambisi hidupnya adalah supaya kepalanya dipotong dan dipajang di sebuah piagam seperti ibunya," kata Ron dengan jengkel. "Apakah itu normal, Hermione?" "Well -- well, kalau dia sedikit aneh, itu bukan salahnya." Ron menggulirkan matanya kepada Harry. "Hermione masih belum menyerah tentang SPEW." "Itu bukan SPEW!" kata Hermione panas. "Itu Perkumpulan untuk Mempromosikan Kesejahteraan Peri-Rumah. Dan bukan cuma aku, Dumbledore juga bilang kita harus baik kepada Kreacher." "Yeah, yeah," kata Ron. "Ayo, aku lapar berat." Dia memimpin jalan keluar pintu dan ke puncak tangga, tetapi sebelum mereka bisa menuruni tangga -"Tunggu dulu!" Ron bernapas, sambil merentangkan sebuah lengan untuk menghentikan Harry dan Hermione berjalan lebih jauh. "Mereka masih di aula, kita mungkin bisa mendengar sesuatu." Ketiganya melihat dengan waspada melewati pegangan tangga. Gang suram di bawah dipenuhi para penyihir wanita dan pria, termasuk semua pengawal Harry. Mereka sedang berbisik-bisik dengan bersemangat satu sama lain. Di bagian paling tengah dari kelompok itu Harry melihat kepala berambut hitam berminyak dan hidung menonjol milik guru yang paling tidak disukainya di Hogwarts, Profesor Snape. Harry mencondongkan badan lebih ke jauh melewati pegangan tangga. Dia sangat tertarik akan apa yang sedang Snape lakukan bagi Order of Phoenix. Sepotong benang tipis berwarna daging turun di depan mata Harry. Ketika memandang ke atas, dia melihat Fred dan Geoge di puncak tangga di atasnya, dengan waspada menurunkan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan menuju kumpulan gelap orang-orang di bawah. Akan tetapi, sejenak kemudian mereka semua mulai bergerak menuju pintu depan dan menghilang dari pandangan. "Sialan," Harry mendengar Fred berbisik, selagi dia menaikkan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan ke atas lagi. Mereka mendengar pintu depan terbuka, lalu menutup. "Snape tidak pernah makan di sini," Ron memberitahu Harry dengan pelan. "Syukurlah. Ayo." "Dan jangan lupa jaga suaramu tetap rendah di aula, Harry," Hermione berbisik. Ketika mereka melewati barisan kepala peri-rumah di dinding, mereka melihat Lupin, Mrs Weasley dan Tonks di pintu depan, sedang mengunci banyak kunci dan gemboknya dengan sihir di belakang orang-orang yang baru saja pergi. "Kita makan di dapur," Mrs Weasley berbisik, sambil menyambut mereka di bawah tangga. "Harry sayang, kalau kau bisa berjingkat menyeberangi aula melalui pintu di sini -- " CRASH. "Tonks!" teriak Mrs Weasley dengan putus asa, sambil berbalik untuk melihat ke belakangnya. "Maafkan aku!" ratap Tonks, yang sedang berbaring rata di lantai. "Gara-gara tempat payung bodoh itu, kedua kalinya aku tersandung -- " Tapi kata-katanya yang lain ditenggelamkan oleh sebuah pekikan mengerikan yang memekakan telinga dan membekukan darah. Tirai-tirai beludru yang termakan ngengat yang telah dilewati Harry telah terbuka, tapi tidak ada pintu di belakang mereka. Selama sepersekian detik, Harry mengira dia sedang melihat ke sebuah jendela, jendela yang dibelakangnya ada seorang wanita tua bertopi hitam sedang menjerit dan menjerit seakan-akan dia sedang disiksa -- lalu dia menyadari bahwa dia hanya potret seukuran badan, tapi yang paling realistis, dan paling tidak menyenangkan, yang pernah dilihatnya seumur hidup. Wanita tua itu berliur, matanya bergulir, kulit wajahnya yang mulai menguning teregang ketika dia menjerit; dan sepanjang aula di mereka, potret-potret lain terbangun dan mulai berteriak-teriak juga, sehingga Harry benar-benar menegangkan matanya akibat keributan itu dan menutup telinganya dengan tangan. Lupin dan Mrs Weasley berlari maju dan mencoba menarik tirai menutupi wanita tua itu, tapi tirai-tirai itu tidak mau menutup dan dia memekik lebih keras lagi, sambil mengacungkan tangan-tangan yang mencakar-cakar seakan-akan mencoba merobek muka mereka. "Kotoran! Sampah! Hasil sampingan debu dan kejelekan! Keturunan campuran, mutan, orang aneh, pergi dari tempat ini! Berani-beraninya kalian mengotori rumah leluhurku -- " Tonks meminta maaf terus menerus, sambil menyeret kaki troll yang besar dan berat itu kembali ke lantai; Mrs Weasley menyerah atas usaha menutup tirai dan bergegas ke sana ke mari di aula, Membius semua potret lain dengan tongkatnya; dan seorang lelaki dengan rambut hitam panjang datang menyerbu dari sebuah pintu yang menghadap Harry. "Diamlah, kau wanita tua jelek yang mengerikan, DIAM!" dia meraung, sambil meraih tirai yang telah ditinggalkan Mrs Weasley. Wajah wanita tua itu memucat. "Kaaaau!" dia melolong, matanya melolot ketika melihat lelaki itu. "Pengkhianat keluarga, yang paling dibenci, darah dagingku yang membuat malu!" "Kubilang -- DIAM!" raung lelaki itu, dan dengan usaha menakjubkan dia dan Lupin berhasil memaksa tirai itu tertutup lagi. Pekikan wanita tua itu menghilang dan timbul keheningan yang menggema. Sambil sedikit terengah-engah dan mengusapkan rambut gelap panjangnya keluar dari mata, ayah angkat Harry Sirius berpaling menatapnya. "Halo, Harry," dia berkata dengan muram, "kulihat kau sudah bertemu ibuku." BAB LIMA Order of the Phoenix "Kau --?" "Ibuku tua tersayang, yeah," kata Sirius. "Kami telah mencoba menurunkannya selama sebulan tapi kami mengira dia menempatkan Mantera Lekat Permanen di bagian belakang kanvas. Ayo turun kek bawah, cepatlah, sebelum mereka semua terbangun lagi." "Tapi apa yang dilakukan potret ibumu di sini?" Harry bertanya, bingung, ketika mereka melalui pintu ke aula dan memimpin jalan menuruni tangga batu sempit, yang lain persis di belakang mereka. "Belum adakah yang memberitahumu? Ini rumah orang tuaku," kata Sirius. "Tapi aku Black terakhir yang tersisa, jadi milikku sekarang. Aku menawarkannya kepada Dumbledore untuk dijadikan Markas Besar -- kira-kira satu-satunya hal berguna yang telah dapat kulakukan." Harry, yang telah mengharapkan penyambutan yang lebih baik, mencatat betapa getir kedengarannya suara Sirius. Dia mengikuti ayah angkatnya ke dasar tangga dan melalui sebuah pintu yang menuju ke dapur bawah tanah. Dapur itu hampir sama suramnya dengan aula di atas, sebuah ruangan besar dengan dinding-dinding batu yang kasar. Sebagian besar cahaya datang dari api besar di sisi jauh ruangan itu. Seberkas asap pipa menggantung di udara seperti asap-asap pertempuran, melalui asap itu tampak bentuk-bentuk menakutkan pot dan panci besi berat yang bergantungan dari langit-langit yang gelap. Banyak kursi telah dijejalkan ke dalam ruangan untuk rapat dan sebuah meja kayu berdiri di tengah-tengah mereka, diseraki dengan gulungan-gulungan perkamen, piala-piala, botol-botol anggur kosong, dan sebuah tumpukan yang tampak seperti kain rombengan. Mr Weasley dan putra tertuanya Bill sedang berbicara dengan pelan dengan kepala mereka berdekatan di ujung meja. Mrs Weasley berdehem.Suaminya, seorang lelaki kurus berambut merah yang mulai botak yang mengenakan kacamata bertanduk, melihat sekeliling dan melompat berdiri. "Harry!" Mr Weasley berkata, sambil bergegas maju menyalaminya, dan menjabat tangannya dengan bersemangat. "Senang berjumpa denganmu!" Melalui bahunya Harry melihat Bill, yang masih berambut gondrong diikat, buru-buru menggulung perkamen panjang yang tertinggal di meja. "Perjalananmu menyenangkan, Harry?" Bill berseru, sambil mencoba mengumpulkan dua belas perkamen seketika. "Kalau begitu Mad-Eye tidak membuatmu datang melalui Greenland?" "Dia mencoba," kata Tonks sambil berjalan ke arahnya untuk membantu Bill dan segera menjatuhkan sebuah lilin ke potongan perkamen terakhir. "Oh tidak -- sori -- " "Ini, sayang," kata Mrs Weasley, terdengar putus asa, dan dia memperbaiki perkamen itu dengan sebuah lambaian tongkat. Dalam kilatan cahaya yang disebabkan oleh mantera Mrs Weasley Harry menangkap sekilas apa yang tampak seperti denah bangunan. Mrs Weasley telah melihatnya memperhatikan. Dia merenggut denah itu dari meja dan menjejalkannyay ke lengan Bill yang telah penuh beban. "Benda-benda seperti ini seharusnya langsung dibersihkan pada akhir rapat," dia berkata dengan pedas, sebelum berjalan menuju sebuah lemari kuno tempat dia mengeluarkan piring-piring makan malam. Bill mengeluarkan tongkatnya, bergumam, "Evanesco!" dan gulungan-gulungan itu menghilang. "Duduklah, Harry," kata Sirius. "Kau sudah pernah bertemu Mundungus, "kan?" Benda yang dikira Harry tumpukan kain rombeng mengeluarkan dengkuran panjang lalu tersentak bangun. "Ses"orang panggil namaku?" Mundungus bergumam dengan mengantuk. "Aku s"tuju dengan Sirius Dia mengangkat sebuah tangan yang sangat berbonggol ke udara seolah-olah sedang memberi suara, matanya yang terkulai dan merah tidak terfokus. Ginny cekikian. "Rapatnya sudah selesai, Dung," kata Sirius, ketika mereka duduk di sekitarnya di meja. "Harry sudah sampai." "Eh?" kata Mundungus sambil memandani Harry dengan menakutkan melalui rambut merah kekuningannya yang kusut. "Ya ampun, "emang benar. Yeah ... kau baik-baik saja, "Arry?" "Yeah," kata Harry. Mundungus meraba-raba dengan gelisah ke dalam kantongnya, masih menatap Harry, dan menarik keluar sebuah pipa hitam kusam. Dia memasukkannya ke dalam mulutnya, menyalakan ujungnya dengan tongkatnya dan mengisapnya dalam-dalam. Awan besar dari asap kehijauan yang mengepul mengaburkannya dalam beberapa detik. "Utang pe"mohonan maaf padamu," gerutu sebuah suara dari tengah awan bau itu. "Untuk terakhir kalinya, Mundungus," seru Mrs Weasley, "bisakah kamu tolong jangan merokok benda itu di dapur, terutama tidak ketika kami sedang bersiap-siap untuk makan!" "Ah," kata Mundungus. "Benar. Maaf, Molly." Awan asap itu menghilang ketika Mundungus memasukkan pipanya kembali ke dalam kantongnya, tetapi bau tajam kaus kaki terbakar tetap ada. "Dan kalau kalian mau makan malam sebelum tengah malam aku akan butuh bantuan," Mrs Weasley berkata kepada orang-orang dalam ruangan. "Tidak, kau bisa tinggal di tempatmu, Harry, kau telah melewati perjalanan panjang." "Apa yang bisa kulakukan, Molly?" kata Tonks dengan antusias, sambil melompat maju. "Er -- tidak, tidak usah, Tonks, kamu juga beristirahatlah, kamu sudah cukup membantu hari ini." "Tidak, tidak, aku mau membantu!" kata Tonks dengan cerah, sambil menjatuhkan sebuah kursi ketika dia bergegas menuju lemari, dari mana Ginny sedang mengumpulkan alat-alat makan. Segera, serangkaian pisau berat memotong-motong daging dan sayuran dengan sendirinya, diawasi oleh Mr Weasley, sementara Mrs Weasley mengaduk sebuah kuali yang bergantung di atas api dan yang lain mengeluarkan piring-piring, lebih banyak piala lagi dan makanan dari ruang penyimpanan. Harry ditinggal di meja dengan Sirius dan Mundungus, yang masih berkedip kepadanya dengan muram. "Sudah bertemu Figg tua sejak itu?" tanyanya. "Tidak," kata Harry. "Aku belum bertemu siapapun." "Lihat, aku sebenarnya tak mau pergi," kata Mundungus, sambil mencondongkan badan ke depan, dengan nada memohon dalam suaranya, "tapi aku punya peluang bisnis -- " Harry merasakan sesuatu menyentuh lututnya dan terkejut, tetapi itu hanya Crookshanks, kucing Hermione yang berkaki bengkok, yang melingkarkan dirinya seketika di sekitar kaki Harry, lalu melompat ke pangkuan Sirius dan bergulung. Sirius menggaruknya dengan melamun di belakang telinga selagi dia berpaling, masih bermuka suram, kepada Harry. "Musim panasmu menyenangkan sejauh ini?" "Tidak, malah menyebalkan," kata Harry. Untuk pertama kalinya, sesuatu mirip seringai berkelebat di wajah Sirius. "Tidak tahu apa yang kau keluhkan, aku ini." "Apa?" kata Harry dengan tidak percaya. "Secara pribadi, aku akan menyambut serangan Dementor. Pergumulan maut demi jiwaku pastilah akan menghilangkan suasana monoton dengan baik. Kau kira kau kesusahan, setidaknya kau masih bisa keluar dan ke sekitar, merenggangkan kakimu, berkelahi sedikit ... aku telah tersangkut di dalam selama sebulan." "Bagaimana bisa?" tanya Harry sambil merengut. "Karena Kementerian Sihir masih mengejarku, dan Voldermort sekarang pasti sudah tahu semua tentang aku jadi Animagus, Wormtail pasti sudah memberitahunya, jadi samaran besarku tidak berguna. Tak banyak yang bisa kulakukan untuk Order of Phoenix ... atau begitulah yang dirasakan Dumbledore." Ada sesuatu mengenai nada yang sedikit datar dalam suara Sirius ketika mengutarakan nama Dumbledore yang memberitahu dirinya bahwa Sirius juga tidak terlalu senang kepada Kepala Sekolah itu. Harry merasakan aliran kasih sayang mendadak untuk ayah angkatnya. "Setidaknya kau tahu apa yang sedang terjadi," dia berkata dengan tertahan. "Oh yeah," kata Sirius dengan sarkastis. "Mendengarkan laporan-laporan Snape, harus menerima semua petunjuk sindirannya bahwa dia di luar sana mempertaruhkan hidupnya sementara aku duduk bersandar di sini melewati waktu yang menyenangkan ... bertanya kepadaku bagaimana kelanjutan pembersihan -- " "Pembersihan apa?" tanya Harry. "Mencoba menjadikan tempat ini cocok untuk tempat tinggal manusia," kata Sirius, sambil melambaikan sebuah tangan ke sekeliling dapur yang muram itu. "Tak ada yang tinggal di sini selama sepuluh tahun, tidak sejak ibuku meninggal, kecuali kau menghitung peri-rumahnya yang tua, dan dia sudah jadi sinting -- belum pernah membersihkan apapun untuk waktu yang sangat lama." "Sirius," kata Mundungus, yang tampaknya tidak memperhatikan percakapan itu sedikitpun, tetapi telah memeriksa dengan seksama sebuah piala kosong. "Ini perak padat, sobat?" "Ya," kata Sirius, sambil mengamatinya dengan tidak suka. "Perak ukiran goblin abad kelima belas yang terbaik, diberi cap dengan lambang keluarga Black." "Itu "dah mengemupas," gumam Mundungus, sambil menggosoknya dengan lengan bajunya. "Fred -- George -- JANGAN, BAWA SAJA!" Mrs Weasley menjerit. Harry, Sirius dan Mundungus memandang berkeliling dan, dalam sepersekian detik, mereka telah menukik menjauh dari meja. Fred dan George telah menyihir sekuali besar masakan sup rebusan, sebuah teko besi Butterbeer dan sebuah papan pemotong roti kayu yang berat, lengkap dengan pisau, meluncur di udara menuju mereka. Sup rebusan itu tergelincir sepanjang meja dan berhenti persis sebelum ujung meja, meninggalkan bekas bakar hitam yang panjang di permukaan kayu; teko Butterbeer jatuh dengan suara keras, menumpahkan isinya ke mana-mana; pisau roti jatuh dari papan dan mendarat, dengan ujung yang tajam di bawah dan bergetar tidak menyenangkan, persis di tempat tangan kanan Sirius berada beberapa detik sebelumnya. "DEMI TUHAN!" teriak Mrs Weasley. "TIDAK PERLU ITU -- AKU SUDAH MUAK -- HANYA KARENA KALIAN DIIZINKAN MENGGUNAKAN SIHIR SEKARANG, KALIAN TIDAK HARUS MENGELUARKAN TONGKAT KALIAN UNTUK SETIAP HAL KECIL!" "Kami hanya mencoba menghemat waktu!" kata Fred sambil bergegas maju untuk mengungkit pisau roti itu dari meja. "Sori, Sirius, sobat -- tidak bermaksud --" Harry dan Sirius keduanya tertawa; Mundungus, yang telah terhenyak ke belakang kursinya, sedang meyumpah-nyumpah ketika dia berdiri; Crookshanks mengeluarkan desisan marah dan lari ke bawah lemari, dari mana mata kuningnya yang besar bersinar di kegelapan. "Anak-anak," Mr Weasley berkata, sambil mengangkat sup rebusan itu kembali ke tengah meja, "ibu kalian benar, kalian seharusnya memperlihatkan rasa tanggung jawab setelah kalian cukup umur sekarang ini -- " "Tidak satupun dari kakak-kakak kalian yang menyebabkan masalah seperti ini!" Mrs Weasley marah-marah kepada si kembar selagi dia membanting teko baru Butterbeer ke atas meja. "Bill tidak merasa perlu ber-Apparate tiap beberapa kaki! Charlie tidak menyihir semua benda yang dia jumpai! Percy -- " Dia terdiam, sambil terengah-engah dengan tatapan takut kepada suaminya, yang ekspresinya mendadak kaku. "Mari makan," kata Bill dengan cepat. "Tampaknya lezat, Molly," kata Lupin, sambil menyendokkan sup rebusan ke sebuah piring untuknya dan menyerahkannya ke seberang meja. Selama beberapa menit ada keheningan kecuali dentingan piring-piring dan alat-alat makan dan suara pergeseran kursi selagi semua orang duduk menghadap makanan mereka. Lalu Mrs Weasley berpaling kepada Sirius. "Aku telah ingin memberitahumu, Sirius, ada sesuatu yang terperangkap di dalam meja tulis di ruang duduk, terus saja berderak dan bergetar. Tentu saja, mungkin cuma sebuah Boggart, tetapi kupikir kita harus meminta Alastor untuk mengeceknya sebelum kita mengeluarkan benda itu." "Apapun yang kau mau," kata Sirius tanpa minat. "Gorden-gorden juga penuh dengan Doxy," Mrs Weasley meneruskan. "Kukira kita bisa mencoba dan menangkap mereka besok." "Aku sangat menantikannya," kata Sirius. Harry mendengar sindiran tajam dalam suaranya, tetapi dia tidak yakin yang lain juga mendengarnya. Di seberang Harry, Tonks sedang menghibur Hermione dan Ginny dengan mengubah-ubah hidungnya di antara suapan makanan. Sambil menegangkan matanya setiap kali dengan ekspresi sakit yang sama dengan yang telah dilakukannya di kamar tidur Harry dulu, hidungnya membengkak menjadi tonjolan seperti paruh yang menyerupai hidung Snape, mengerut ke ukuran sebuah jamur kancing dan lalu tumbuh banyak rambut dari masing-masing lubang hidung. Tampaknya ini adalah hiburan waktu makan yang biasa, karena Hermione dan Ginny segera meminta hidung-hidung favorit mereka. "Lakukan yang satu itu yang seperti moncong babi, Tonks." Tonks menurut, dan Harry, sewaktu melihat ke atas, mendapat kesan sekilas bahwa seorang Dudley wanita sedang menyeringai kepadanya dari seberang meja. Mr Weasley, Bill dan Lupin sedang mebahas goblin dengan bersemangat. "Mereka belum akan menyerahkan apa-apa," kata Bill. "Aku masih belum bisa tahu apakah mereka percaya dia sudah kembali atau tidak. Tentu saja, mereka mungkin lebih suka tidak memihak sama sekali. Menjauh dari semuanya." "Aku yakin mereka tidak akan pernah menyeberang ke Kau-Tahu-Siapa," kata Mr Weasley sambil menggelengkan kepalanya. "Mereka juga telah kehilangan banyak; ingat keluarga goblin yang dibunuhnya terakhir kali, di suatu tempat dekat Nottingham?" "Kukira tergantung apa yang ditawarkan kepada mereka," kata Lupin. "Dan aku tidak berbicara tentang emas. Kalau mereka ditawarkan kebebasan yang telah kita sangkalkan untuk mereka selama berabad-abad mereka akan tergoda. Apakah kamu masih belum beruntung dengan Ragnok, Bill?" "Saat ini dia merasa anti-penyihir," kata Bill, "dia masih belum berhenti marah-marah mengenai urusan Bagman, dia menganggap Kementerian menutup-nutupi, goblin-goblin itu tidak pernah menerima emas mereka darinya, kau tahu." Tawa terbahak-bahak dari tengah meja menenggelamkan kata-kata Bill yang lainnya. Fred, George, Ron dan Mundungus sedang berguling-guling di tempat duduk mereka. dan kemudian," Mundungus terbatuk-batuk, air mata mengalir menuruni wajahnya, "dan kemudian, kalau kalian percaya, dia berkata kepadaku, katanya, "Ini, Dung, dari mana kaudapat semua katak itu? Kar"na sejumlah anak Bludger datang dan mencuri semua milikku!" Dan aku berkata, "Curi semua katakmu, Will, berikutnya apa? Jadi kalau begitu kau mau beberapa lagi?" Dan kalau kalian percaya padaku, nak, gargoyle tolol itu beli semua kataknya sendiri dariku lebih mahal dari yang dibayarnya pertama kali -- " "Kukira kami tidak perlu mendengar urusan bisnismu lagi, terima kasih banyak, Mundungus," kata Mrs Weasley dengan tajam, ketika Ron merosot maju ke meja, sambil tertawa melolong. "Maaf, Molly," kata Mundungus seketika, sambil menyeka matanya dan berkedip kepada Harry. "Tapi, kau tahu, awalnya Will mencurinya dari Warty Harris jadi aku sebenarnya tidak melakukan apa-apa yang salah." "Aku tidak tahu di mana kamu belajar mengenai benar dan salah, Mundungus, tapi kelihatannya kau tidak mengikuti beberapa pelajaran penting," kata Mrs Weasley dengan dingin. Fred dan George menyembunyikan wajah mereka dalam piala Butterbeer mereka; George sambil berdeguk. Untuk alasan tertentu, Mrs Weasley melayangkan pandangan kejam kepada Sirius sebelum berdiri dan pergi mengambil onggokan besar puding. Harry memandang berkeliling kepada ayah angkatnya. "Molly tidak suka pada Mundungus," kata Sirius dengan suara rendah. "Kenapa dia ada dalam Order?" Harry berkata dengan sangat pelan. "Dia berguna," Sirius bergumam. "Kenal semua bajingan -- well, pastilah, dia "kan bajingan juga. Tapi dia juga sangat setia kepada Dumbledore, yang telah sekali membantunya keluar dari kesulitan. Berguna juga punya orang seperti Dung di sekitar kita, dia mendengar hal-hal yang tidak kita dengar. Tapi Molly berpikir mengundangnya makan malam sudah terlalu jauh. Dia belum memaafkan dia karena berkelit dari tugas ketika dia seharusnya mengekorimu." Tiga kali tambah puding setelah itu, ban pinggang pada celana jins Harry sudah terasa ketat dan tidak nyaman lagi (yang menyatakan sesuatu karena celana jins itu dulunya milik Dudley). Ketika dia meletakkan sendoknya ada ketenangan percakapan umum: Mr Weasley sedang bersandar di kursinya, terlihat kenyang dan santai; Tonks sedang menguap lebar-lebar, hidungnya sekarang sudah kembali ke normal; dan Ginny, yang telah memikat Crookshanks keluar dari bawah lemari, sedang duduk bersila di atas lantai, sambil menggulirkan gabus-gabus Butterbeer untuk dikejarnya. "Hampir waktunya tidur, kukira," kata Mrs Weasley sambil menguap. "Belum lagi, Molly," kata Sirius sambil mendorong piring kosongnya dan berpaling kepada Harry. "Kau tahu, aku terkejut padamu. Kukira hal pertama yang akan kau lakukan ketika kau sampai di sini adalah mulai menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang Voldemort." Suasana dalam ruangan itu berubah dengan kecepatan yang dipersamakan Harry dengan kedatangan Dementor. Beberapa detik sebelumnya, suasananya santai mengantuk, sekarang waspada, bahkan tegang. Ketegangan emosional mengelilingi meja dengan penyebutan nama Voldemort. Lupin, yang baru saja akan menyesap anggur, menurunkan pialanya dengan pelan dan terlihat waspada. "Aku melakukannya!" kata Harry marah. "Aku bertanya kepada Ron dan Hermione tetapi mereka berkata bahwa kami tidak diperbolehkan berada dalam Order jadi -- " "Dan mereka benar juga," kata Mrs Weasley. "Kalian terlalu muda." Dia sedang duduk tegak dalam kursinya, kepalan tangannya tercengkeram pada lengan kursinya, semua jejak mengantuk telah hilang. "Sejak kapan seseorang harus berada dalam Order of Phoenix untuk bertanya?" tanya Sirius. "Harry telah terkurung dalam rumah Muggle itu selama sebulan. Dia punya hak untuk tahu apa yang telah terjadi -- " "Tunggu dulu!" kata George dengan keras. "Kenapa Harry mendapat jawaban atas pertanyaannya?" kata Fred dengan marah. "Kami telah mencoba mengorek hal-hal darimu selama sebulan dan kami belum memberitahu kami satu hal menyebalkan sekalipun!" kata George. ""Kalian terlalu muda, kalian tidak ada dalam Order,"" kata Fred, dengan suara melengking yang terdengar luar biasa mirip suara ibunya. "Harry bahkan belum cukup umur!" "Bukan salahku kalian belum diberitahu apa yang sedang dikerjakan Order!" kata Sirius dengan tenang, "itu adalah keputusan orang tua kalian. Harry, di sisi lain -- " "Bukan kamu yang harus memutuskan apa yang baik untuk Harry!" kata Mrs Weasley dengan tajam. "Kukira kamu belum lupa apa yang dikatakan Dumbledore?" "Bagian yang mana?" Sirius bertanya dengan sopan, tapi dengan suasana seorang pria yang bersiap-siap untuk berkelahi. "Bagian mengenai tidak memberitahu Harry lebih dari yang perlu diketahui dia," kata Mrs Weasley sambil menempatkan tekanan berat pada tiga kata terakhir. Kepala Ron, Hermione, Fred dan George berayun-ayun dari Sirius ke Mrs Weasley seolah-olah mereka sedang mengikuti pukulan tenis bertubi-tubi. Ginny sedang berlutut di antara tumpukan gabus Butterbeer yang terabaikan, sambil menyaksikan percakapan itu dengan mulutnya sedikit terbuka. Mata Lupin terpaku pada Sirius. "Aku tidak bermaksud memberitahu dia lebih dari yang perlu diketahuinya, Molly," kata Sirius. "Tapi karena dialah yang menyaksikan kembalinya Voldemort" (lagi-lagi, apa perasaan ngeri berkelompok mengelilingi meja dengan penyebutan nama itu) "dia punya hak lebih dari kebanyakan -- " "Dia bukan anggota Order of Phoenix!" kata Mrs Weasley. "Dia baru berumur lima belas tahun dan -- " "Dan dia telah mengatasi sebanyak yang dihadapi sebagian besar anggota Order," kata Sirius, "dan lebih banyak dari beberapa anggota." "Tak ada yang menyangkal apa yang telah dia lakukan!" kata Mrs Weasley, suaranya naik, kepalan tangannya bergetar pada lengan kursinya. "Tapi dia masih -- " "Dia bukan anak kecil!" kata Sirius dengan tidak sabar. "Dia juga bukan orang dewasa!" kata Mrs Weasley dengan pipi merona. "Dia bukan James, Sirius!" "Aku tahu dengan jelas siapa dia, terima kasih, Molly," kata Sirius dengan dingin. "Aku tidak yakin kau tahu!" kata Mrs Weasley. "Terkadang, caramu berbicara dengannya, seakan-akan kau berpikir kau mendapatkan kembali teman baikmu!" "Apa salahnya dengan itu?" kata Harry. "Apa yang salah, Harry, adalah bahwa kamu bukan ayahmu, bagaimanapun miripnya kamu dengannya!" kata Mrs Weasley, matanya masih menatap mata Sirius dalam-dalam. "Kamu masih sekolah dan orang-orang dewasa yang bertanggung jawab atas dirimu seharusnya tidak melupakan hal itu!" "Artinya aku ayah angkat yang tidak bertanggung jawab?" tuntut Sirius, suaranya naik. "Artinya kamu telah dikenal bertindak dengan gegabah, Sirius, yang menyebabkan Dumbledore terus mengingatkanmu untuk tetap di rumah dan -- " "Kita akan membiarkan instruksiku dari Dumbledore keluar dari ini, kalau kau berkenan!" kata Sirius dengan keras. "Arthur!" kata Mrs Weasley sambil berputar kepada suaminya. "Arthur, dukung aku!" Mr Weasley tidak segera berbicara. Dia melepaskan kacamatanya dan membersihkan mereka pelan-pelan pada jubahnya, tanpa memandang istrinya. Ketika dia memakaikan kembali dengan hati-hati ke hidungnya barulah dia menjawab. "Dumbledore tahu kedudukannya telah berubah, Molly. Dia menerima bahwa Harry pasti harus diberitahu, sampai batas tertentu, sekarang dia telah tinggal di Markas Besar." "Ya, tapi ada perbedaan antara itu dan mengundangnya bertanya apapun yang disukainya!" "Secara pribadi," kata Lupin dengan tenang, sambil akhirnya membuang muka dari Sirius, selagi Mrs Weasley berpaling kepadanya dengan cepat, berharap akhirnya dia akan mendapat sekutu, "kukira lebih baik Harry mendapatkan fakta-faktanya -- tidak semua fakta, Molly, tapi gambaran umumnya -- dari kita, daripada versi terputar-balik dari ... yang lain" Ekspresinya tenang, tetapi Harry merasa yakin bahwa Lupin, setidaknya, tahu bahwa beberapa Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan selamat dari penyitaan Mrs Weasley. "Well," kata Mrs Weasley, sambil bernapas dalam-dalam dan melihat sekeliling meja untuk mendapat dukungan yang ternyata tidak datang, "well ... dapat kulihat pendapatku ditolak. Aku hanya akan mengatakan ini: Dumbledore pasti punya alasan-alasannya tidak menginginkan Harry tahu terlalu banyak, dan berbicara sebagai seseorang yang memikirkan kepentingan terbaik Harry -- " "Dia bukan anakmu," kata Sirius dengan pelan. "Dia sudah kuanggap anakku," kata Mrs Weasley dengan ganas. "Siapa lagi yang dimilikinya?" "Dia punya aku!" "Ya," kata Mrs Weasley, bibirnya melengkung, "masalahnya, pastilah sulit bagimu menjaganya selama kau terkurung di Azkaban, bukan begitu?" Sirius mulai bangkit dari kursinya. "Molly, kamu bukan satu-satunya orang di meja ini yang peduli pada Harry," kata Lupin dengan tajam. "Sirius, duduklah." Bibir bawah Mrs Weasley bergetar. Sirius terbenam kembali pelan-pelan ke dalam kursinya, wajahnya putih. "Kukira Harry harus dimintai pendapat mengenai hal ini," Lupin melanjutkan, "dia sudah cukup tua untuk memutuskan bagi dirinya sendiri." "Aku ingin tahu apa yang sedang terjadi," Harry berkata seketika. Dia tidak memandang Mrs Weasley. Dia telah tersentuh dengan apa yang dikatakannya tentang dirinya dianggap anak, tapi dia juga tidak sabar dengan sikapnya yang terlalu memanjakan. Sirius benar, dia bukan anak kecil. "Baiklah," kata Mrs Weasley, suaranya meletus. "Ginny -- Ron -- Hermione -- Fred -- George -- aku mau kalian keluar dari dapur ini, sekarang." Ada kegaduhan seketika. "Kami sudah cukup umur!" Fred dan George berteriak bersama. "Kalau Harry diizinkan, kenapa aku tidak?" teriak Ron. "Mum, aku mau dengar!" raung Ginny. "TIDAK!" teriak Mrs Weasley sambil berdiri, matanya berkilat-kilat. "Aku sepenuhnya melarang -- " "Molly, kau tidak bisa menghentikan Fred dan George," kata Mr Weasley dengan letih. "Mereka memang sudah cukup umur." "Mereka masih bersekolah." "Tapi mereka sekarang secara hukum orang dewasa," kata Mr Weasley, dengan suara letih yang sama. Mrs Weasley sekarang wajahnya merah tua. "Aku -- oh, kalau begitu baiklah, Fred dan George bisa tinggal, tapi Ron -- " "Lagipula Harry akan memberitahu aku dan Hermione semua yang kalian katakan!" kata Ron dengan panas. "Tidak -- tidakkah begitu?" dia menambahkan dengan tidak yakin, sambil menatap mata Harry. Selama sepersekian detik, Harry berpikir untuk memberitahu Ron bahwa dia tidak akan memberitahunya satu patah katapun, bahwa dia bisa mencoba merasakan dikucilkan dan melihat bagaimana dia menyukainya. Tapi dorongan kejam itu menghilang ketika mereka saling berpandangan. "Tentu saja aku akan," kata Harry. Ron dan Hermione tersenyum. "Baik!" teriak Mrs Weasley. "Baik! Ginny -- TIDUR!" Ginny tidak pergi dengan tenang. Mereka bisa mendengarnya marah-marah dan mengamuk kepada ibunya sepanjang perjalanan naik, dan ketika dia mencapai aula teriakan memekakkan telinga Mrs Black ditambahkan pada hiruk-pikuk itu. Lupin bergegas ke potret itu untuk mengembalikan ketenangan. Baru setelah dia kembali, sambil menutup pintu dapur di belakangnya dan mengambil tempat duduknya di meja lagi, Sirius berbicara. "OK, Harry apa yang ingin kau ketahui?" Harry mengambil napas dalam-dalam dan menanyakan pertanyaan yang telah membuatnya terobsesi selama satu bulan terakhir ini. "Di mana Voldemort?" dia berkata, sambil mengabaikan kengerian dan kerenyitan saat penyebutan nama itu. "Apa yang sedang dia lakukan? Aku telah berusaha menonton berita Muggle, dan belum ada apapun yang tampak seperti dia, tak ada kematian yang aneh atau apapun." "Itu karena memang belum ada kematian yang aneh," kata Sirius, "tidak sejauh yang kami tahu, bagaimanapun ... dan kami tahu cukup banyak." "Labih dari yang dia kira kami tahu," kata Lupin. "Mengapa dia berhenti membunuhi orang-orang?" Harry bertanya. Dia tahu Voldemort telah membunuh lebih dari sekali pada tahun lalu saja. "Karena dia tidak ingin menarik perhatian pada dirinya," kata Sirius. "Akan berbahaya baginya. Kembalinya dia tidak berjalan seperti yang diinginkannya, kau tahu. Dia mengacaukannya." "Atau lebih tepatnya, kau mengacaukan baginya," kata Lupin dengan senyum puas. "Bagaimana?" Harry bertanya, bingung. "Kau tidak seharusnya selamat!" kata Sirius. "Seharusnya tak seorangpun kecuali para Pelahap Mautnya tahu bahwa dia telah kembali. Tapi kau selamat untuk menjadi saksi." "Dan orang terakhir yang ingin dibuatnya siap siaga atas kembalinya pada saat dia kembali adalah Dumbledore," kata Lupin. "Dan kau meyakinkan bahwa Dumbledore tahu seketika." "Bagaimana hal itu bisa membantu?" Harry bertanya. "Apakah kau bercanda?" kata Bill dengan tidak percaya. "Dumbledore adalah satu-satunya orang yang pernah ditakuti Kau-Tahu-Siapa!" "Berkat dirimu, Dumbledore bisa memanggil kembali Order of Phoenix sekitar satu jam setelah Voldemort kembali," kata Sirius. "Jadi, apa yang sedang dikerjakan Order?" kata Harry, sambil melihat sekeliling kepada mereka semua. "Bekerja sekeras yang kami bisa untuk meyakinkan bahwa Voldemort tidak bisa menjalankan rencana-rencananya," kata Sirius. "Bagaimana kalian tahu apa rencana-rencananya?" Harry bertanya dengan cepat. "Dumbledore punya ide cerdas," kata Lupin, "dan ide-ide cerdas Dumbledore biasanya terbukti akurat." "Jadi apa yang dikira Dumbledore sedang dia rencanakan?" "Well, pertama-tama, dia ingin membangun laskarnya lagi," kata Sirius. "Dulu dia punya sejumlah besar yang menuruti perintahnya: para penyihir wanita dan pria yang telah diancamnya atau disihirnya untuk mengikuti dia, para Pelahap Mautnya yang setia, beraneka ragam makhluk Hitam. Kau mendengar dia merencanakan untuk merekrut para raksasa; well, mereka hanya salah satu kelompok yang dia kejar. Dia jelas tidak akan mencoba menghabisi Menteri Sihir hanya dengan selusin Pelahap Maut." "Jadi kalian mencoba menghentikannya mendapat lebih banyak pengikut?" "Kami mencoba sebaik mungkin," kata Lupin. "Bagaimana caranya?" "Well, yang terutama adalah mencoba meyakinkan sebanyak orang mungkin bahwa Kau-Tahu-Siapa benar-benar telah kembali, untuk membuat mereka berjaga-jaga," kata Bill. "Walau terbukti sangat sulit." "Mengapa?" "Karena sikap Kementerian," kata Tonks. "Kau bertemu Cornelius Fudge setelah Kau-Tahu-Siapa kembali, Harry. Well, dia belum mengubah posisinya sama sekali. Dia benar-benar menolak untuk percaya hal itu terjadi." "Tapi mengapa?" kata Harry dengan putus asa. "Mengapa dia begitu bodoh? Kalau Dumbledore -- " "Ah, well, kau telah menunjuk ke masalahnya," kata Mr Weasley dengan senyum masam. "Dumbledore." "Fudge takut pada dirinya, kau tahu," kata Tonks dengan sedih. "Takut kepada Dumbledore?" kata Harry tidak percaya. "Takut apa yang sedang dilakukannya," kata Mr Weasley. "Fudge mengira Dumbledore sedang membuat rencana untuk menjatuhkannya. Dia mengira Dumbledore ingin menjadi Menteri Sihir." "Tapi Dumbledore tidak ingin -- " "Tentu saja tidak," kata Mr Weasley. "Dia tidak pernah mau pekerjaan Menteri itu, walaupun banyak orang menginginkan dia mengambilnya ketika Millicent Bagnold pensiun. Alih-alih, Fudge yang mendapat kekuasaan, tapi dia tidak pernah benar-benar lupa betapa banyak dukungan publik yang dimiliki Dumbledore, walaupun Dumbledore tidak pernah melamar pekerjaan itu." "Jauh di lubuk hatinya, Fudge tahu Dumbledore jauh lebih pandai darinya, penyihir yang jauh lebih kuat, dan pada masa-masa awalnya di Kementerian dia selalu bertanya kepada Dumbledore untuk mendapat bantuan dan nasehat," kata Lupin. "Tapi kelihatannya dia telah mabuk kekuasaan, dan jauh lebih percaya diri. Dia suka menjadi Menteri Sihir dan dia mampu meyakinkan dirinya sendiri bahwa dialah yang pandai dan Dumbledore hanya membuat masalah." "Bagaimana dia bisa berpikir begitu?" kata Harry dengan marah. "Bagaimana dia bisa mengira Dumbledore hanya mengada-ada -- bahwa aku mengada-ada?" "Karena menerima bahwa Voldemort telah kembali akan berarti masalah yang belum pernah dihadapi Kementerian selama hampir empat belas tahun," kata Sirius dengan getir. "Fudge hanya tidak bisa membuat dirinya menghadapi hal itu. Jauh lebih nyaman meyakinkan diri sendiri bahwa Dumbledore sedang berbohong untuk membuatnya goyah." "Kau lihat masalahnya," kata Lupin. "Selagi Kementerian bersikeras bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan dari Voldemort sulit meyakinkan orang-orang bahwa dia telah kembali, terutama karena mereka sejak awal tidak ingin mempercayainya. Terlebih lagi, Kementerian sangat mengandalkan Daily Prophet untuk melaporkan apa yang mereka sebut jual-rumor oleh Dumbledore, jadi kebanyakan komunitas penyihir sepenuhnya tidak menyadari apapun yang sedang terjadi, dan itu membuat mereka jadi target mudah bagi para Pelahap Maut kalau mereka menggunakan Kutukan Imperius." "Tapi kalian sedang memberitahu orang-orang, bukan?" kata Harry sambil melihat berkeliling kepada Mr Weasley, Sirius, Bill, Mundungus, Lupin dan Tonks. "Kalian membiarkan orang-orang tahu dia sudah kembali?" Mereka semua tersenyum tanpa merasa lucu. "Well, karena semua orang mengira aku pembunuh masal gila dan Kementerian memberi harga sepuluh ribu Galleon untuk kepalaku, aku hampir tidak bisa berjalan menyusuri jalan dan mulai membagi-bagikan selebaran, benar "kan?" "Dan aku bukan tamu makan malam yang sangat populer dengan kebanyakan komunitas penyihir," kata Lupin. "Sudah resiko pekerjaan menjadi seorang manusia serigala." "Tonks dan Arthur akan kehilangan pekerjaan mereka di Kementerian kalau mereka mulai berbicara yang bukan-bukan," kata Sirius, "dan penting sekali bagi kami untuk punya mata-mata di Kementerian, karena kau bisa bertaruh Voldemort pasti punya." "Walau begitu, kami berhasil meyakinkan beberapa orang," kata Mr Weasley. "Tonks di sini ini -- contohnya -- dia terlalu muda untuk berada dalam Order of Phoenix yang dulu, dan memiliki Auror di sisi kita adalah keuntungan besar -- Kingsley Shacklebolt juga telah menjadi aset nyata; dia bertanggung jawab atas perburuan Sirius, jadi dia telah memberikan Kementerian informasi bahwa Sirius ada di Tibet." "Tapi kalau tidak satupun dari kalian menyebarkan berita bahwa Voldemort sudah kembali -- " Harry mulai. "Siapa bilang tidak satupun dari kami menyebarkan berita?" kata Sirius. "Kaukira mengapa Dumbledore terlibat masalah?" "Apa maksudmu?" Harry bertanya. "Mereka mencoba mendiskreditkan dia," kata Lupin. "Tidakkah kau baca Daily Prophet minggu lalu? Mereka melaporkan bahwa dia telah dikeluarkan dari Ketua Konfederaasi Penyihir Internasional karena dia mulai tua dan kehilangan kendali, tapi itu tidak benar; dia dikeluarkan oleh para penyihir Kementerian setelah dia berpidato mengumumkan kembalinya Voldemort. Mereka menurunkannya dari Kepala Penyihir di Wizengamot -- itu Mahkamah Tinggi Penyihir -- dan mereka mengatakan juga akan mengambil Order of Merlin, Kelas Pertamanya." "Tapi Dumbledore berkata dia tidak peduli apa yang mereka lakukan selama mereka tidak mengenyahkannya dari Kartu-Kartu Cokelat Kodok," kata Bill sambil menyeringai. "Itu bukan hal untuk ditertawakan," kata Mr Weasley dengan tajam. "Kalau dia terus melawan Kementerian seperti ini dia bisa berakhir di Azkaban, dan hal terakhir yang kita mau adalah Dumbleldore terkurung. Selagi Kau-Tahu-Siapa tahu Dumbledore ada di luar sana dan tidak tahu apa yang sedang dikerjakannya dia akan terus hati-hati. Kalau Dumbledore tak lagi jadi penghalang -- well, Kau-Tahu-Siapa akan punya jalan yang bebas rintangan." "Tapi kalau Voldemort sedang berusaha merekrut lebih banyak Pelahap Maut pasti akan bocor kalau dia sudah kembali, bukankah begitu?" tanya Harry dengan putus asa. "Voldemort tidak berbaris ke rumah-rumah orang dan menggedor-gedor pintu depan mereka, Harry," kata Sirius. "Dia menggunakan tipuan, kutukan dan pemerasan pada mereka. Dia sangat terlatih untuk beroperasi secara rahasia. Lagipula, mengumpulkan pengikut hanya salah satu hal yang diminatinya. Dia juga punya rencana-rencana lain, rencana-rencana yang dapat dijalankannya dengan sangat diam-diam, dan dia sedang berkonsentrasi pada hal itu pada saat ini." "Apa yang sedang dia kejar selain para pengikut?" Harry bertanya dengan cepat. Dia mengira melihat Sirius dan Lupin saling berpandangan sekilas sebelum Sirius menjawab. "Benda yang hanya bisa dia peroleh secara sembunyi-sembunyi." Ketika Harry masih tampak bingung, Sirius berkata, "Seperti sebuah senjata. Sesuatu yang tidak dimilikinya dulu." "Sewaktu dia berkuasa dulu?" "Ya." "Seperti sejenis senjata?" kata Harry. "Sesuatu yang lebih buruk dari Avada Kedavra --?" "Sudah cukup!" Mrs Weasley berbicara melalui bayangan di samping pintu. Harry tidak memperhatikan kembalinya dia dari membawa Ginny naik. Lengannya bersilang dan dia tampak marah besar. "Aku mau kalian ke tempat tidur sekarang. Kalian semua," dia menambahkan sambil melihat berkeliling kepada Fred, George, Ron dan Hermione. "Ibu tidak bisa menyuruh-nyuruh kami -- " Fred mulai. "Lihat saja," gertak Mrs Weasley. Dia sedikit gemetaran ketika dia memandang Sirius. "Kau telah memberi Harry banyak informasi. Lebih banyak lagi dan kau sekalian saja langsung memasukkannya ke dalam Order." "Kenapa tidak?" kata Harry dengan cepat. "Aku akan bergabung, aku ingin bergabung, aku mau bertarung." "Tidak." Bukan Mrs Weasley yang berkata kali ini, tetapi Lupin. "Order hanya terdiri atas penyihir-penyihir yang sudah cukup umur," katanya. "Penyihir-penyihir yang telah meninggalkan sekolah," dia menambahkan, ketika Fred dan George membuka mulut mereka. "Ada bahaya-bahaya yang dilibatkan yang tidak akan pernah kalian pikirkan, satupun dari kalian ... kukira Molly benar, Sirius. Kita telah berkata cukup." Sirius setengah mengangkat bahu tetapi tidak berdebat. Mrs Weasley memberi isyarat dengan memerintah kepada anak-anaknya dan Hermione. Satu per satu dari mereka berdir dan Harry, mengenali kekalahannya, mengikuti mereka. BAB ENAM Rumah Black yang Mulia dan Paling Kuno Mrs Weasley mengikuti mereka ke atas sambil terlihat muram. "Aku mau kalian semua langung tidur, tak ada bincang-bincang," dia berkata ketika mereka mencapai puncak tangga yang pertama,"kita punya hari yang sibuk besok. Kurasa Ginny sedang tertidur," dia menambahkan kepada Hermione, "jadi cobalah tidak membangunkannya." "Tertidur, yeah, benar," kata Fred dengan nada rendah, setelah Hermione memberi mereka selamat malam dan mereka sedang naik ke lantai berikutnya. "Kalau Ginny tidak sedang terbaring bangun sambil menunggu Hermione menceritakan kepadanya semuau yang mereka katakan di bawah maka aku seekor Flobberworm ... " "Baiklah, Ron, Harry," kata Mrs Weasley di puncak tangga kedua, sambil menunjukkan mereka ke kamar tidur mereka. "Tidurlah kalian berdua." "Malam," Harry dan Ron berkata kepada si kembar. "Tidur yang nyenyak," kata Fred sambil mengedip. Mrs Weasley menutup pintu di belakang Harry dengan bunyi keras. Kamar itu terlihat, kalaupun bisa, bahkan lebih lembab dan lebih suram daripada pandangan pertama tadi. Lukisan kosong di dinding sekarang sedang bernapas pelan-pelan dan dalam-dalam, seakan-akan penghuninya yang tidak tampak sedang tertidur. Harry memakai piyamanya, melepaskan kacamatanya dan memanjat ke atas tempat tidurnya yang dingin sementara Ron melemparkan Owl Treat ke puncak lemari pakaian untuk menenangkan Hedwig dan Pigwidgeon, yang sedang bergerak ke sana ke mari dengan berisik dan mengibas-ngibaskan sayap mereka dengan gelisah. "Kita tidak bisa membiarkan mereka keluar berburu setiap malam," Ron menjelaskan selagi dia memakai piyama merah marunnya. "Dumbledore tidak ingin terlalu banyak burung hantu berkeliaran di sekitar alun-alun ini, dipikirnya itu akan terlihat mencurigakan. Oh yeah ... aku lupa Dia menyeberangi ruangan dan menguncinya. "Kenapa kau lakukan itu?" "Kreacher," kata Ron sambil memadamkan lampu. "Malam pertama aku di sini dia datang keluyuran ke sini pukul tiga pagi. Percayalah, kau takkan mau terbangun dan menemukannya berkeliaran di dalam kamarmu. Lagipula dia naik ke tempat tidurnya, masuk ke bawah selimutnya dan berpaling kepada Harry dalam kegelapan; Harry bisa melihat garis tubuhnya dalam cahaya bulan yang merembes masuk dari jendela yang kusam, "bagaimana menurutmu?" Harry tidak perlu bertanya apa yang dimaksud Ron. "Well, mereka tidak memberitahu kita banyak yang belum kita tebak, bukan begitu?" dia berkata sambil memikirkan semua yang telah diperbincangkan di bawah. "Maksudku, semua yang mereka katakan hanyalah bahwa Order sedang mencoba menghentikan orang-orang bergabung dengan Vol-- " Ada suara napas tajam dari Ron. "--demort," kata Harry dengan tegas. "Kapan kau akan mulai menggunakan namanya? Sirius dan Lupin begitu." Ron mengabaikan komentar terakhir itu. "Yeah, kau benar," katanya, "kita sudah tahu hampir semua yang mereka beritahukan kepada kita, dari penggunaan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan. Satu-satunya yang baru adalah -- " Crack. "ADUH!" "Rendahkan suaramu, Ron, atau Mum akan kembali ke sini." "Kalian berdua baru saja ber-Apparate ke atas lututku!" "Yeah, well, lebih sulit melakukannya dalam gelap." Harry melihat garis samar Fred dan George melompat turun dari tempat tidur Ron. Ada deritan per tempat tidur dan kasur Harry turun beberapa inci ketika George duduk dekat kakinya. "Jadi, sudah sampai di sana?" kata George dengan bersemangat. "Senjata yang disebut Sirius?" kata Harry. "Lebih tepatnya, tercetus," kata Fred dengan seenak hatinya, sekarang dia duduk di sebelah Ron. "Kami tidak mendengar mengenai itu pada Telinga, benar "kan?" "Menurut kalian apa itu?" kata Harry. "Bisa apapun," kata Fred. "Tapi tidak ada yang lebih buruk daripada Kutukan Avada Kedavra, benar "kan?" kata Ron. "Apa yang lebih buruk dari kematian?" "Mungkin sesuatu yang dapat membunuh banyak orang seketika," usul George. "Mungkin suatu cara membunuh orang yang benar-benar menyakitkan," kata Ron dengan takut. "Dia punya Kutukan Cruciatus untuk menimbulkan rasa sakit," kata Harry, "dia tidak butuh apapun yang lebih efisien daripada itu." Ada keheningan sejenak dan Harry tahu bahwa yang lainnya, seperti dirinya, sedang mengira-ngira kengerian apa yang dapat disebabkan oleh senjata ini. "Jadi, menurutmu siapa yang memilikinya sekarang?" tanya George. "Kuharap dari sisi kita," kata Ron, terdengar sedikit gugup. "Kalau benar, Dumbledore mungkin sedang menyimpannya," kata Fred. "Di mana?" kata Ron dengan cepat. "Hogwarts?" "Pasti di sana!" kata George. "Di sanalah dia menyembunyikan Batu Bertuah." "Akan tetapi, sebuah senjata akan jauh lebih besar daripada Batu itu!" kata Ron. "Belum tentu!" kata Fred. "Yeah, ukuran bukan jaminan kekuatan," kata George. "Lihat saja Ginny." "Apa maksudmu?" kata Harry. "Kau belum pernah menerima salah satu Guna-Guna Hantu Kelelawarnya, "kan?" "Shhh!" kataFred, setengah bangkit dari tempat tidur. "Dengar!" Mereka terdiam. Langkah-langkah kaki datang menaiki tangga. "Mum," kata George dan tanpa penundaan lagi ada suara crack keras dan Harry merasakan berat menghilang dari ujung tempat tidurnya. Beberapa detik kemudian, mereka mendengar papan lantai menderit di luar pintu mereka; Mrs Weasley jelas sedang mendengarkan untuk memeriksa apakah mereka sedang berbicara. Hedwig dan Pigwidgeon beruhu dengan muram. Papan lantai berderit lagi dan mereka mendengarnya menuju lantai atas untuk mengecek Fred dan George. "Dia tidak mempercayai kami semua, kau tahu," kata Ron dengan menyesal. Harry yakin dia tidak akan bisa tertidur; malam itu begitu penuh hal-hal untuk dipikirkan sehingga dia sepenuhnya berharap akan terbaring bangun selama beberapa jam sambil memikirkan semuanya. Dia ingin terus berbincang dengan Ron, tapi Mrs Weasley sekarang sedang berderit ke bawah lagi, dan segera setelah dia pergi Harry mendengar dengan jelas yang lainnya sedang menuju ke atas ... bahkan, makhluk berkaki banyak sedang berlari dengan lembut ke atas dan ke bawah di luar pintu kamar tidur, dan Hagrid si guru Pemeliharaan Satwa Gaib sedang berkata, "Mereka indah, bukankah begitu, eh, Harry? Kita akan mempelajari senjata-senjata pada semester ini dan Harry melihat bahwa makhluk-makhluk itu berkepala meriam dan sedang berputar untuk menghadapnya ... dia menunduk ... Hal berikutnya yang dia tahu, dia tergulung menjadi bola hangat di bawah pakaian tidurnya dan suara keras George mengisi kamar itu. "Mum bilang bangun, sarapan kalian ada di dapur dan kemudian dia perlu kalian di ruang duduk, ada lebih banyak Doxy daripada yang dikiranya dan dia menemukan sarang Puffskein mati di bawah sofa." Setengah jam kemudian Harry dan Ron, yang telah berpakaian dan makan pagi dengan cepat, memasuki ruang duduk, sebuah ruangan panjang berlangit-langit tinggi di lantai pertama dengan dinding-dinding hijau zaitun yang ditutupi permadani-permadani dinding yang kotor. Karpet mengeluarkan awan debu kecil setiap kali seseorang menaruh kaki di atasnya dan tirai-tirai beludru panjang berwarna hijau lumut berdengung seakan-akan dipenuhi lebah-lebah yang tidak tampak. Di sekitar tirai-tirai inilah Mrs Weasley, Hermione, Ginny, Fred dan George berkumpul, semuanya tampak aneh karena memakai sepotong kain yang diikatkan menutupi hidung dan mulut mereka. Masing-masing sedang memegang sebuah botol besar dengan mulut pipa di ujungnya yang berisi cairan hitam. "Tutupi wajah kalian dan ambil penyemprot," Mrs Weasley berkata kepada Harry dan Ron saat dia melihat mereka, sambil menunjuk kepada dua lagi botol cairan hitam yang terletak di sebuah meja berkaki kurus panjang. "Itu Doxycide. Aku belum pernah melihat hama separah ini -- apa yang telah dilakukan peri-rumah itu selama sepuluh tahun belakangan ini -- " Wajah Hermione setengah tertutupi oleh sebuah tudung teh tetapi Harry dengan jelas melihatnya memberi Mrs Weasley pandangan mencela. "Kreacher sangat tua, dia mungkin tidak bisa -- " "Kau akan terkejut apa yang bisa dilakukan Kreacher kalau dia mau, Hermione," kata Sirius, yang baru saja memasuki ruangan itu sambil membawa sebuah kantong bernoda darah yang tampaknya berisi tikus-tikus mati. "Aku baru saja memberi makan Buckbeak," dia menambahkan, sebagai jawaban atas pandangan bertanya Harry. "Aku memeliharanya di atas di kamar tidur ibuku. Bagaimanapun ... meja tulis ini Dia menjatuhkan kantong berisi tikus itu ke sebuah kursi berlengan, lalu membungkuk untuk memeriksa lemari terkunsi yang, Harry sekarang memperhatikan untuk pertama kalinya, sedang bergetar sedikit. "Well, Molly, aku cukup yakin ini Boggart," kata Sirius, sambil mengintip lewat lubang kunci, "tapi mungkin kita harus membiarkan Mad-Eye memeriksanya sejenak sebelum kita mengeluarkannya -- kalau kenal ibuku, bisa saja sesuatu yang jauh lebih buruk." "Benar katamu, Sirius," kata Mrs Weasley. Mereka berdua berbicara dengan suara sopan dan ringan yang memberitahu Harry dengan jelas bahwa keduanya belum melupakan perseteruan malam sebelumnya. Sebuah suara deringan yang keras datang dari bawah, diikuti segera oleh hiruk pikuk jeritan dan raungan yang dipicu malam sebelumnya oleh Tonks yang menjatuhkan tempat payung. "Aku terus memberitahu mereka jangan membunyikan bel pintu!" kata Sirius dengan putus asa, sambil bergegas keluar ruangan. Mereka mendengarnya berderap menuruni tangga selagi pekikan Mrs Black menggema ke seluruh rumah sekali lagi: "Noda-noda aib, keturunan campuran yang kotor, pengkhianat darah, anak-anak sampah ... " "Tolong tutup pintunya, Harry," kata Mrs Weasley. Harry mengambil waktu selama yang dia bisa untuk menutup pintu ruang duduk itu; dia ingin mendengar apa yang sedang berlangsung di bawah. Sirius jelas telah berhasil menutup tirai menutupi potret ibunya karena dia telah berhenti menjerit. Dia mendengar Sirius berjalan sepanjang aula, lalu gemerincing rantai di pintu depan, dan kemudian sebuah suara dalam yang dia kenali sebagai Kingsley Shacklebolt yang sedang berkata, "Hestia baru saja menggantikanku, jadi dia pegang Jubah Moody sekarang, kukira aku akan meninggalkan laporan untuk Dumbledore ... " Merasakan mata Mrs Weasley di belakang kepalanya, Harry menutup pintu ruang duduk dengan perasaan menyesal dan bergabung kembali ke pesta Doxy. Mrs Weasley sedang membungkuk untuk memeriksa halaman mengenai Doxy dalam Penuntun Hama Rumah Tangga Gilderoy Lockhart, yang tergeletak terbuka di sofa. "Benar, kalian semua, kalian harus berhati-hati, karena Doxy menggigit dan gigi-gigi mereka beracun. Aku punya sebotol penawar di sini, tapi aku lebih suka kalau tidak ada yang membutuhkannya." Dia bangkit, menempatkan dirinya di depan gorden dan memberi isyarat kepada mereka untuk maju. "Sewaktu kusuruh, segera mulai menyemprot," katanya. "Mereka akan terbang mendatangi kita, kukira, tapi di penyemprot ini dikatakan satu percikan yang jitu akan melumpuhkan mereka. Ketika mereka lumpuh, lemparkan saja ke dalam ember ini." Dia melangkah dengan hati-hati keluar dari garis penembakan mereka, dan mengangkat alat penyemprotnya sendiri. "Baiklah -- semprot!" Harry baru saja menyemprot selama beberapa detik ketika seekor Doxy dewasa datang membumbung keluar dari lipatan bahan, sayapnya yang berkilat seperti kumbang berdesing, gigi-gigi kecil yang setajam jarum tampak jelas, tubuhnya yang seperti peri ditutupi oleh rambut hitam tebal dan keempat tinjunya yang kecil mengepal karena marah. Harry mengenainya di bagian muka dengan Doxycide. Dia membeku di udara dan terjatuh, dengan suara thunk yang keras, ke karpet usang di bawah. Harry memungutnya dan melemparkannya ke dalam ember. "Fred, apa yang kau lakukan?" kata Mrs Weasley dengan tajam. "Semprot seketika dan buang itu!" Harry memandang ke sekitar. Fred sedang memegang seekor Doxy yang melawan di antara jari telunjuk dan jempolnya. "Baiklah," Fred berkata dengan cerah, sambil menyemprot Doxy itu dengan cepat di bagian muka sehingga dia pingsan, tetapi begitu punggung Mrs Weasley dibalikkan dia mengantonginya dengan sebuah kedipan. "Kami ingin bereksperimen dengan bisa Doxy untuk Kotak Makanan Pembolos kami," George memberitahu Harry dengan suara rendah. Sambil menyemprot dua Doxy dengan sekali semprot ketika mereka membumbung langsung ke hidungnya, Harry bergerak lebih dekat ke George dan bergumam dari sudut mulutnya, "Apa itu Kotak Makanan Pembolos?" "Pilihan permen untuk membuatmu sakit," George berbisik, sambil memandang punggung Mrs Weasley dengan waspada. "Bukan benar-benar sakit, tahu, hanya cukup sakit untuk keluar dari kelas kalau kau mau. Fred dan aku telah mengembangkannya sepanjang musim panas ini. Permen-permen itu berujung ganda, diberi kode warna dan bisa dikunyah. Kalau kau makan bagian yang jingga dari Pastilles Muntah, kau akan muntah. Saat kau telah didorong keluar dari pelajaran ke sayap rumah sakit, kau telan bagian yang ungu -- " ""-- yang memulihkan kesehatanmu, memungkinkanmu mengejar kegiatan luang pilihanmu sendiri selama satu jam yang seharusnya terbuang untuk kebosanan yang tidak menguntungkan." Itu yang kami taruh di iklannya." bisik Fred, yang telah menepi dari pandangan Mrs Weasley dan sekarang sedang menyapu beberapa Doxy dari lantai dan menambahkan mereka ke dalam kantongnya. "Tapi mereka masih perlu sedikit kerja. Saat ini para penguji kami masih mengalami kesulitan menghentikan diri mereka muntah cukup lama untuk menelan ujung ungu." "Para penguji?" "Kami sendiri," kata Fred. "Kami memakainya bergantian. George makan Manisan Pingsan -- kami berdua mencoba Gula-Gula Mimisan -- " "Mum mengira kami habis berduel," kata George. "Kalau begitu, toko leluconnya masih jalan?" Harry bergumam, sambil berpura-pura menyesuaikan ujung penyemprot pada semprotannya. "Well, kami masih belum berkesempatan untuk mendapatkan tempat usaha," kata Fred, sambil menurunkan suaranya lebih rendah lagi ketika Mrs Weasley menyeka alis dengan scarfnya sebelum melanjutkan penyerangan, "jadi saat ini kami menjalankannya sebagai usaha pesanan lewat pos. Kami menaruh iklan di Daily Prophet minggu lalu." "Semuanya berkat kau, sobat," kata George. "Tapi jangan kuatir ... Mum tidak tahu sedikitpun. Dia tidak membaca Daily Prophet lagi, kar"na menceritakan berita-berita bohong mengenaimu dan Dumbledore." Harry nyengir. Dia telah memaksa si kembar Weasley mengambil hadiah uang seribu Galleon yang telah dimenangkannya dalam Turnamen Triwizard untuk membantu mereka mewujudkan ambisi mereka untuk membuka sebuah toko lelucon, tetapi dia masih senang mengetahui bahwa bagiannya dalam memajukan rencana mereka belum diketahui oleh Mrs Weasley. Dia tidak berpikir menjalankan sebuah toko lelucon merupakan karir yang pantas bagi dua anaknya. Penghilangan Doxy dari tirai-tirai berlangsung sepanjang pagi itu. Sudah lewat tengah hari ketika Mrs Weasley akhirnya melepaskan scarf pelindungnya, terhenyak ke kursi berlengan dan melompat bangkit lagi dengan jeritan jijik, karena telah menduduki sekantong tikus mati. Tirai-tirai tidak lagi berdesing; mereka bergantung lemas dan lembab dari penyemprotan habis-habisan. Di kaki mereka terletak Doxy- Doxy tidak sadar yang terjejal di dalam ember di samping semangkok telur hitam mereka, yang sedang diendusi Crookshanks dan Fred dan George sedang saling memandang dengan pandangan tamak. "Kukira kita akan mengerjakan yang itu sehabis makan siang," Mrs Weasley menunjuk kepada lemari-lemari berpintu kaca yang berdebu yang terletak di kedua sisi rak perapian. Lemari-lemari itu penuh dengan aneka benda aneh; pilihan belati berkarat, cakar, kulit ular yang bergulung, sejumlah kotak perak pudar yang diberi tulisan dalam bahasa yang tidak dapat dimengerti Harry dan, yang paling tidak menyenangkan dari semuanya, sebuah botol kristal berhias dengan sebuah batu opal besar yang ditempatkan pada penutupnya, penuh dengan apa yang Harry yakini sebagai darah. Bel pintu yang berkelontang berbunyi lagi. Semua orang memandang kepada Mrs Weasley. "Tetap di sini," dia berkata dengan tegas, sambil menyambar kantong tikus itu selagi pekikan Mrs Black mulai lagi di bawah. "Aku akan membawakan beberapa roti isi." Dia meninggalkan ruangan, menutup pintu dengan hati-hati di belakangnya. Seketika, semua orang menyerbu ke jendela untuk melihat ke bawah ke ambang pintu. Mereka bisa melihat puncak dari sebuah kepala merah kekuningan yang tidak terurus dan setumpuk kuali yang keseimbangannya sangat genting. "Mundungus!" kata Hermione. "Untuk apa dia membawa kuali-kuali itu?" "Mungkin mencari tempat yang aman untuk menyimpannya," kata Harry. "Bukankah itu yang dia lakukan pada malam dia seharusnya mengekoriku? Mengambil kuali-kuali itu?" "Yeah, kau benar!" kata Fred, ketika pintu depan terbuka; Mundungus menyeret kuali-kualinya melalui pintu dan menghilang dari pandangan. "Ya ampun, Mum tidak akan menyukainya ... " Dia dan George menyeberang ke pintu dan berdiri di sampingnya, sambil mendengarkan dengan seksama. Jeritan Mrs Black telah berhenti. "Mundungus sedang berbicara dengan Sirius dan Kingsley," Fred bergumam, sambil merengut penuh konsntrasi. "Tidak bisa dengar dengan jelas ... menurutmu kita bisa mengambil resiko dengan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan?" "Mungkin berharga," kata George. "Aku bisa menyelinap ke atas dan mengambil sepasang -- " Tetapi pada saat itu juga ada suara ledakan dari bawah yang membuat Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan tidak diperlukan lagi. Mereka semua dapat mendengar dengan jelas apa yang sedang diteriakkan Mrs Weasley pada puncak suaranya. "KITA TIDAK MENJALANKAN RUMAH PERSEMBUNYIAN UNTUK BARANG-BARANG CURIAN!" "Aku suka mendengar Mum berteriak kepada orang lain," kata Fred, dengan senyum kepuasan di wajahnya ketika dia membuka pintu sekitar satu inci untuk membiarkan suara Mrs Weasley memasuki ruangan itu dengan lebih baik, "benar-benar perubahan yang sangat baik." "-- BENAR-BENAR TIDAK BERTANGGUNG JAWAB, SEAKAN-AKAN KITA BELUM PUNYA CUKUP MASALAH UNTUK DIKHAWATIRKAN TANPA KAMU MENYERET KUALI-KUALI CURIAN KE DALAM RUMAH -- " "Para idiot itu membiarkannya berlarut-larut," kata George, sambil menggelengkan kepalanya. "Kau harus mengalihkannya dari awal kalau tidak dia akan menambah kekuatan dan berteriak terus selama berjam-jam. Dan dia sudah sangat ingin memarahi Mundungus sejak dia menyelinap pergi sewaktu seharusnya mengikutimu, Harry -- dan ibunya Sirius mulai lagi -- " Suara Mrs Weasley tertelan oleh jeritan dan pekikan baru yang datang dari potret-potret di aula. George bergerak menutup pintu untuk menenggelamkan keributan itu, tetapi sebelum dia bisa melakukannya, seorang peri-rumah memasuki ruangan itu. Kecuali kain rombengan kotor yang diikat seperti cawat di sekitar bagian tengahnya, dia benar-benar telanjang. Kelihatannya sangat tua. Kulitnya terlihat beberapa kali lebih besar bagi dirinya dan, walaupun dia botak seperti semua peri-rumah, ada sejumlah rambut putih yang tumbuh mencuat dari telinga besarnya yang seperti telinga kelelawar. Matanya yang berwarna kelabu berair dan pembuluh darahnya tampak dan hidungnya yang penuh daging besaar dan mirip moncong. Peri itu sama sekali tidak memperhatikan Harry dan yang lain. Bertindak seakan-akan dia tidak bisa melihat mereka, dia bergerak dengan bungkuk, pelan-pelan dan pasti, menuju ujung jauh dari ruangan itu, sambil bergumam pelan dalam suara serak dan dalam seperti katak. baunya seperti selokan dan seorang kriminal untuk ditendang, tapi yang wanita juga tidak lebih baik, si pengkhianat darah yang menjijikan dengan anak-anak nakalnya mengotori rumah nyonyaku, oh, nyonyaku yang malang, kalau saja dia tahu, kalau dia tahu sampah yang telah mereka masukkan ke dalam rumahnya, apa yang akan dikatakannya kepada Kreacher tua ini, oh, betapa malunya, Darah-lumpur dan manusia serigala dan pengkhianat dan pencuri, Kreacher tua yang malang, apa yang bisa dilakukannya ... " "Halo, Kreacher," kata Fred dengan sangat keras, sambil menutup pintu dengan sekali banting. Peri-rumah itu membeku di tempat, berhenti bergumam, dan mengeluarkan suara terkejut yang sangat dibuat-buat dan sangat tidak meyakinkan. "Kreacher tidak melihat tuan muda," katanya, sambil berpaling dan membungkuk kepada Fred. Masih menghadap karpet, dia menambahkan, jelas terdengar, "Anak nakal menjijikan dari seorang pengkhianat darah." "Maaf?" kata George. "Tidak dengar yang terakhir itu." "Kreacher tidak berkata apa-apa," kata si peri-rumah, dengan membungkuk kedua kali kepada George, sambil menambahkan dengan suara rendah yang jelas, "dan itu kembarannya, bangsat-bangsat kecil tidak alami mereka itu." Harry tidak tahu apakah harus tertawa atau tidak. Peri-rumah itu meluruskan dirinya sambil mengintai mereka semua dengan bengis, dan tampaknya yakin bahwa mereka tidak bisa mendengarnya ketika dia terus bergumam. dan itu si Darah-lumpur, berdiri di sana sehebat kuningan, oh, kalau nyonyaku tahu, oh, bagaimana dia akan menangis, dan ada anak baru, Kreacher tidak tahu namanya. Apa yang sedang dia lakukan di sini? Kreacher tidak tahu ... " "Ini Harry, Kreacher," kata Hermione. "Harry Potter." Mata pucat Kreacher melebar dan dia bergumam lebih cepat dan lebih marah dari sebelumnya. "Si Darah-lumpur berbicara kepada Kreacher seolah-olah dia temanku, kalau nyonya Kreacher melihatnya bersama orang seperti itu, oh, apa yang akan dikatakannya -- " "Jangan sebut dia Darah-lumpur!" kata Ron dan Ginny bersama-sama, dengan sangat marah. "Tidak masalah," Hermione berbisik, "dia tidak dalam pikiran sehatnya, dia tidak tahu apa yang dia -- " "Jangan bodohi dirimu, Hermione, dia tahu persis apa yang dia katakan," kata Fred, sambil memandang Kreacher dengan rasa tidak suka. Kreacher masih bergumam, matanya memandang Harry. "Benarkah itu? Benar Harry Potter? Kreacher bisa melihat bekas lukanya, pastilah benar, itu anak yang menghentikan Pangeran Kegelapan, Kreacher bertanya-tanya bagaiamana dia melakukannya -- " "Bukankah kita semua begitu, Kreacher," kata Fred. "Apa yang kau inginkan?" George bertanya. Mata besar Kreacher beralih kepada George. "Kreacher sedang bersih-bersih," dia berkata mengelak. "Cerita yang mungkin sekali," kata sebuah suara di belakang Harry. Sirius telah kembali; dia sedang menatap tajam kepada peri itu dari ambang pintu. Keributan di aula telah reda; mungkin Mrs Weasley dan Mundungus telah memindahkan perseteruan mereka ke bawah ke dapur. Ketika melihat Sirius, Kreacher membungkukkan dirinya rendah sekali sehingga hidungnya yang mirip moncong rata ke lantai. "Berdiri tegak," kata Sirius dengan tidak sabar. "Sekarang, apa yang sedang kau rencanakan?" "Kreacher sedang bersih-bersih," peri-rumah itu mengulangi. "Kreacher hidup untuk melayani Rumah Black yang Mulia -- " "Dan semakin kelam saja setiap harinya, sehingga jadi sangat kotor," kata Sirius. "Tuan selalu suka lelocon kecilnya," kata Kreacher sambil membungkuk lagi, dan meneruskan dengan suara rendah, "Tuan adalah babi tidak tahu berterima kasih yang menjijikan yang meremukkan hati ibunya -- " "Ibuku tidak punya hati, Kreacher," sambar Sirius. "Dia bertahan hidup semata-mata dengan rasa dengki." Kreacher membungkuk lagi ketika dia berkata. "Apapun yang Tuan katakan," dia bergumam dengan marah. "Tuan tidak pantas menyeka lendir dari sepatu bot ibunya, oh, nyonyaku yang malang, apa yang akan dikatakannya kalau dia melihat Kreacher melayaninya, bagaimana dia membencinya, betapa mengecewakannya dirinya -- " "Kutanya kau apa yang sedang kau rencanakan," kata Sirius dengan dingin. "Tiap kali kau muncul sambil berpura-pura bersih-bersih, kau menyelinapkan sesuatu ke kamarmu sehingga kami tidak bisa membuangnya." "Kreacher tidak akan memindahkan apapun dari tempat yang seharusnya dalam rumah Tuan," kata peri-rumah itu, lalu bergumam dengan amat cepat, "Nyonya tidak akan pernah memaafkan Kreacher kalau permadani dinding itu dibuang, sudah berada dalam keluarga selama tujuh abad, Kreacher harus menyelamatkannya, Kreacher tidak akan membiarkan Tuan dan para pengkhianat darah dan anak-anak nakal itu menghancurkannya -- " "Kukira juga mungkin itu," kata Sirius, sambil memberi pandangan menghina pada dinding di seberang. "Dia pasti telah menempatkan Mantera Lekat Permanen lagi ke bagian belakangnya, aku tidak ragu, tetapi kalau bisa kuhilangkan pasti akan kulakukan. Sekarang pergilah, Kreacher." Tampaknya Kreacher tidak berani tidak mematuhi perintah langsung, walaupun begitu, pandangan yang diberikannya kepada Sirius ketika dia bergerak melewatinya penuh dengan kebencian yang amat sangat dan dia bergumam sepanjang jalan keluar dari ruangan itu. "-- pulang dari Azkaban sambil menyuruh-nyuruh Kreacher, oh, nyonyaku yang malang, apa yang akan dikatakannya kalau dia melihat rumah ini sekarang, sampah tinggal di dalamnya, barang-barang berharganya dibuang, nyonya bersumpah dia bukan anaknya dan dia sudah kembali, mereka juga bilang dia pembunuh -- " "Terus menggerutu dan aku akan jadi pembunuh!" kata Sirius dengan jengkel selagi dia membanting pintu menutup. "Sirius, dia tidak menyadari perbuatannya," Hermione memohon, "kukira dia tidak sadar bahwa kita mendengarnya." "Dia sudah sendirian terlalu lama," kata Sirius, "menuruti perintah gila dari potret ibuku dan berbicara kepada dirinya sendiri, tapi dia dari dulu memang seorang bajingan kecil -- " "Kalau saja kau membebaskannya," kata Hermione penuh harap, "mungkin -- " "Kita tidak bisa membebaskannya, dia tahu terlalu banyak tentang Order," kata Sirius dengan masam. "Dan lagipula, rasa terguncang akan membunuhnya. Kau sarankan dia meninggalkan rumah ini, lihat bagaimana tanggapannya." Sirius berjalan menyeberangi ruangan ke tempat permadani dinding yang Kreacher coba lindungi yang bergantung sepanjang dinding. Harry dan yang lain mengikuti. Permadani dinding itu tampak sangat tua; warnanya sudah pudar dan terlihat seakan-akan sudah digerogoti Doxy di banyak tempat. Walau begitu, benang keemasan yang membordirnya masih berkilau cukup cemerlang untuk memperlihatkan kepada mereka pohon keluarga yang membentang yang bertanggal (sejauh yang dapat dilihat Harry) dari Abad Pertengahan. Huruf-huruf besar di bagian paling atas permadani dinding itu bertuliskan: Rumah Black yang Mulia dan Paling Kuno "Toujours pur" (Selalu Murni) "Kau tidak ada di sini!" kata Harry, setelah mengamati bagian bawah pohon itu dengan seksama. "Aku dulu ada di sana," kata Sirius sambil menunjuk ke sebuah lubang kecil bulat bekas terbakar di permadani, yang mirip sundutan rokok. "Ibuku tersayang meledakkanku setelah aku lari dari rumah -- Kreacher sangat suka menggumamkan cerita itu." "Kau lari dari rumah?" "Sewaktu aku berusia sekitar enam belas tahun," kata Sirius. "Aku sudah muak." "Ke mana kau pergi?" tanya Harry sambil menatapnya. "Tempat ayahmu," kata Sirius. "Kakek-nenekmu sangat baik; mereka seperti mengangkatku sebagai anak kedua. Yeah, aku berkemah di luar rumah ayahmu saat liburan sekolah, dan ketika aku berumur tujuh belas aku mempunyai tempat sendiri. Pamanku Alphard meninggalkanku sejumlah emas -- dia juga telah dihapus dari sini, mungkin itu sebabnya -- lagipula, setelah itu aku menjaga diriku sendiri. Namun, aku selalu diterima di rumah keluarga Potter untuk makan siang Minggu." "Tapi ... kenapa kau "Pergi?" Sirius tersenyum getir dan menyisir rambut panjangnya yang tak terawat dengan jari-jarinya. "Karena aku benci mereka semua; orang tuaku, dengan mania darah-murni mereka, yakin bahwa menjadi seorang Black membuatmu berdarah biru ... adikku yang idiot, cukup lembek untuk mempercayai mereka ... itu dia." Sirius menusukkan sebuah jari ke bagian paling bawah dari pohon itu, pada nama "Regulus Black". Sebuah tanggal kematian (sekitar lima belas tahun sebelumnya) mengikuti tanggal kelahiran. "Dia lebih muda dariku," kata Sirius, "dan merupakan anak yang lebih baik, seperti yang selalu diingatkan kepadaku." "Tapi dia meninggal," kata Harry., "Yeah," kata Sirius. "Idiot bodoh ... dia bergabung dengan para Pelahap Maut." "Kau bercanda!" "Ayolah, Harry, bukankah kau sudah lihat cukup banyak dari rumah ini untuk mengetahui penyihir macam apa keluargaku itu?" kata Sirius dengan tidak sabar. "Apakah -- apakah orang tuamu juga Pelahap Maut?" "Tidak, tidak, tapi percayalah kepadaku, mereka berpikir Voldemort memiliki gagasan yang benar, mereka mendukung pemurnian ras penyihir, mengenyahkan para kelahiran Muggle dan memberi kekuasaan kepada darah-murni. Mereka juga tidak sendirian, ada sejumlah orang, sebelum Voldemort menunjukkan wajah aslinya, yang berpikir bahwa dia punya gagasan yang benar mengenai banyak hal ... namun, mereka jadi pengecut ketika mereka melihat dia bersiap-siap mengambil kekuasaan. Tapi aku yakin orang tuaku mengira Regulus adalah pahlawan kecil karena bergabung sejak awal." "Apakah dia dibunuh oleh Auror?" Harry bertanya. "Oh, tidak," kata Sirius. "Tidak, dia dibunuh oleh Voldemort. Atau atas perintah Voldemort, lebih tepatnya; aku ragu Regulus pernah cukup penting untuk dibunuh sendiri oleh Voldemort. Dari apa yang kuketahui setelah dia mati, dia masuk cukup jauh, lalu panik mengenai apa yang harus dikerjakannya dan mencoba mundur. Well, kau tidak bisa menyerahkan surat pengunduran diri begitu saja kepada Voldemort. Pilihannya pelayanan seumur hidup atau kematian." "Makan siang," kata suara Mrs Weasley. Dia sedang mengangkat tongkat tinggi-tinggi di depannya, sambil menyeimbangkan sebuah nampan besar yang penuh berisi roti isi dan kue dengan ujung tongkat. Wajahnya sangat merah dan terlihat masih marah. Yang lain berpindah mendekatinya, ingin mendapatkan makanan, tapi Harry tetap bersama Sirius, yang telah membungkuk lebih dekat ke permadani. "Aku belum melihat ini selama bertahun-tahun. Itu Phinneas Nigellus ... kakek buyutku, lihat? ... Kepala Sekolah paling tidak populer yang pernah dimiliki Hogwarts ... dan Araminta Meliflua ... sepupu ibuku ... mencoba memaksakan Undang-Undang Kementerian untuk melegalkan perburuan Muggle ... dan Bibi Elladora sayang ... dia memulai tradisi keluarga memenggal kepala peri-rumah ketika mereka terlalu tua untuk membawa nampan teh ... tentu saja, tiap kali keluarga menghasilkan seseorang yang kurang pantas mereka tidak diakui. Kulihat Tonks tidak ada di sini. Mungkin itu sebabnya Kreacher tidak mau menerima perintah darinya -- dia seharusnya melakukan apapun yang diminat siapa saja dalam keluarga -- " "Kau dan Tonks berkerabat?" Harry bertanya, terkejut. "Oh, yeah, ibunya Andromeda adalah sepupu yang paling kusukai," kata Sirius, sambil memeriksa permadani dinding itu dengan seksama. "Tidak, Andromeda juga tidak di sini, lihat -- " Dia menunjuk ke tanda hangus bulat kecil di antara dua nama, Bellatrix dan Narcissa. "Saudara-saudara perempuan Andromeda masih di sini karena mereka menikah secara terhormat dengan darah-murni, tapi Andromeda menikahi seorang kelahiran Muggle, Ted Tonks, jadi -- " Sirius memperagakan meledakkan permadani itu dengan sebuah tongkat dan tertawa masam. Akan tetapi, Harry tidak tertawa; dia terlalu sibuk menatap ke nama-nama di sebelah kanan tanda hangus Andromeda. Sebuah garis ganda bordir emas menghubungkan Narcissa Black dengan Lucius Malfoy dan sebuah garis tunggal vertikal dari nama-nama mereka menuntun ke nama Draco. "Kau berkerabat dengan keluarga Malfoy!" "Keluarga-keluarga berdarah-murni semuanya saling berhubungan," kata Sirius. "Kalau kau hanya akan membolehkan anak lelaki dan perempuanmu menikahi darah-murni pilihanmu sangat terbatas; hampir tidak ada lagi dari kami yang tersisa. Molly dan aku bersepupu karena pernikahan dan Arthur semacam sepupu dari sepupuku. Tapi tidak ada gunanya mencari mereka di sini -- kalau ada keluarga yang merupakan sekumpulan pengkhianat darah itulah keluarga Weasley." Tapi Harry sekarang sedang melihat ke nama-nama di sebelah kiri tanda hangus Andromeda: Bellatrix Black, yang dihubungkan dengan garis ganda ke Rodolphus Lestrange. "Lestrange Harry berkata dengan keras. Nama itu telah menggerakkan sesuatu dalam ingatannya; dia tahu nama itu dari suatu tempat, tapi selama beberapa saat dia tidak bisa berpikir di mana, walaupun memberinya sensasi aneh yang menjalar di dasar perutnya. "Mereka ada di Azkaban," kata Sirius singkat. Harry menatapnya dengan rasa ingin tahu. "Bellatrix dan suaminya Rodolphus masuk bersama Barty Crouch junior," kata Sirius, dengan nada kasar yang sama. "Saudara lelaki Rodolphus, Rabastan ada bersama mereka juga." Lalu Harry teringat. Dia telah melihat Bellatrix Lestrange di dalam Pensieve Dumbledore, alat aneh yang dapat menyimpan pikiran dan ingatan: seorang wanita jangkung berkulit gelap dengan mata berkelopak tebal, yang telah berdiri di persidangannya dan menyatakan kesetiaanya yang terus-menerus kepada Lord Voldemort, rasa bangganya karena dia terus berusaha menemukannya setelah kejatuhannya dan keyakinannya bahwa suatu hari dia akan diberi ganjaran atas kesetiaannya. "Kau tidak pernah bilang dia -- " "Apakah ada pengaruhnya kalau dia sepupuku?" sambar Sirius. "Sejauh menyangkut diriku, mereka bukan keluargaku. Dia jelas bukan keluargaku. Aku belum melihatnya sejak aku seumurmu, kecuali kau hitung sekilas waktu dia masuk Azkaban. Apa menurutmu aku bangga punya kerabat seperti dia?" "Maaf," kata Harry dengan cepat, "aku tidak bermaksud -- aku hanya terkejut, itu saja -- " "Tidak mengapa, jangan minta maaf," Sirius bergumam. Dia berpaling dari permadani dinding itu, tangannya dijejalkan ke dalam kantongnya. "Aku tidak suka kembali ke sini," katanya sambil menatap ke seberang ruang duduk. "Aku tidak pernah mengira akan terperangkap di dalam rumah ini lagi." Harry mengerti sepenuhnya. Dia tahu bagaimana dia akan merasa, ketika dia sudah dewasa dan berpikir dirinya bebas dari tempat itu untuk selamanya, harus kembali dan tinggal di Privet Drive nomor empat. "Tentu saja ideal untuk Markas Besar," Sirius berkata. "Ayahku menempatkan semua alat pengamanan yang dikenal oleh kelompok penyihir sewaktu dia tinggal di sini. Tidak tampak di peta, jadi para Muggle tidak akan pernah datang dan berkunjung -seakan-akan mereka mau -- dan sekarang Dumbledore sudah menambahkan perlindungannya, kau akan sulit mencari rumah yang lebih aman di tempat lain. Dumbledore adalah Penjaga Rahasia Order, kau tahu -- tak seorangpun bisa menemukan Markas Besar kecuali dia memberitahu mereka secara pribadi di mana letaknya -- catatan yang diperlihatkan Moody kepadamu tadi malam, itu dari Dumbledore Sirius tertawa pendek mirip gonggongan. "Kalau saja orang tuaku bisa melihat kegunaan rumah mereka sekarang ... well, potret ibuku pasti sudah memberimu sejumlah ide ... " Dia merengut sebentar, lalu menghela napas. "Aku tidak akan keberatan kalau aku bisa keluar kadang-kadang dan melakukan sesuatu yang berguna. Aku sudah bertanya kepada Dumbledore apakah aku bisa mengawalmu ke dengar pendapatmu -- sebagai Snuffles, tentu saja -- sehingga aku bisa memberimu sedikit dukungan moral, bagaimana menurutmu?" Harry merasa seakan-akan perutnya telah tenggelam ke karpet berdebu. Dia belum memikirkan dengar pendapat itu sekalipun sejak makan malam kemarin; dalam semangatnya kembali bersama orang-orang yang paling disenanginya, dan mendengar semua yang sedang berlangsung, dengar pendapat itu telah benar-benar keluar dari kepalanya. Namun, mendengar kata-kata Sirius, rasa takut yang mencekam kembali timbul dalam dirinya. Dia menatap ke Hermione dan keluarga Weasley, semuanya sedang makan roti isi, dan berpikir bagaimana perasaannya kalau mereka kembali ke Hogwarts tanpa dirinya. "Jangan khawatir," Sirius berkata. Harry melihat ke atas dan menyadari bahwa Sirius telah mengamati dirinya. "Aku yakin mereka akan melepaskanmu, pasti ada sesuatu dalam Undang-Undang Kerahasiaan Internasional mengenai izin menggunakan sihir untuk menyelamatkan hidupmu." "Tapi kalau mereka mengeluarkanku," Harry berkata dengan pelan, "bolehkah aku kembali ke sini dan tinggal bersamamu?" Sirius tersenyum sedih. "Kita lihat nanti." "Aku akan merasa jauh lebih baik mengenai dengar pendapat itu kalau aku tahu aku tidak perlu kembali ke keluarga Dursley," Harry menekannya. "Mereka pastilah tidak menyenangkan kalau kau memilih tempat ini," kata Sirius dengan suram. "Cepatlah, kalian berdua, atau tidak akan ada makanan yang tersisa," Mrs Weasley memanggil. Sirius menghela napas sekali lagi, menatap permadani dinding itu dengan pandangan tidak suka, lalu dia dan Harry pergi bergabung dengan yang lain. Harry mencoba sebaik mungkin tidak memikirkan dengar pendapat ketika mereka mengosongkan lemari-lemari berpintu kaca sore itu. Untung saja, itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan banyak konsentrasi, banyak dari benda-benda yang ada di dalam sana yang terlihat enggan meninggalkan rak-rak berdebu mereka. Sirius mengalami luka gigitan parah dari sebuah kotak tembakau perak; dalam beberapa detik tangannya yang tergigit telah tumbuh kulit tebal yang tidak menyenangkan seperti memakai sarung tangan keras warna coklat. "Tidak apa-apa," katanya sambil memeriksa tangannya dengan penuh minat sebelum mengetuknya dengan ringan dengan tongkatnya dan mengembalikan kulitnya ke keadaan normal, "pastilah di dalam itu bubuk Wartcap." Dia melemparkan kotak itu ke samping ke dalam kantong tempat mengumpulkan puing-puing dari lemari-lemari itu; Harry melihat George membelit tangannya dengan kain secara hati-hati beberapa saat kemudian dan menyelinapkan kotak itu ke dalam kantongnya yang telah dipenuhi dengan Doxy. Mereka menemukan sebuah instrumen perak yang tampak tidak menyenangkan, sesuatu yang mitip pasangan penjepit berkaki banyak, yang berlari menaiki lengan Harry seperti laba-laba ketika dia memungutnya, dan mencoba menusuk kulitnya. Sirius menyambarnya dan menghancurkannya dengan sebuah buku tebal yang berjudul Kemuliaan Alam: Sebuah Silsilah Penyihir. Ada sebuah kotak musik yang mengeluarkan nada berdenting agak seram ketika diputar, dan mereka semua merasa menjadi lemah dan mengantuk, sampai Ginny sadar dan membanting tutupnya; sebuah liontin berat yang tidak bisa mereka buka; sejumlah cap kuno; dan dalam kotak berdebu, sebuah Order of Merlin, Kelas Pertama, yang telah diserahkan kepada kakek Sirius untuk "jasa-jasa bagi Kementerian". "Maksudnya dia memberi mereka banyak emas," kata Sirius dengan menghina sambil melemparkan medali itu ke dalam kantong sampah. Beberapa kali Kreacher memasuki ruangan dan mencoba menyeludupkan barang-barang di bawah cawatnya, sambil menggumamkan kutukan-kutukan mengerikan setiap kali mereka menangkap basahnya. Ketika Sirius merebut sebuah cincin keemasan besar yang memiliki lambang keluarga Black dari pegangannya, Kreacher bahkan menangis marah dan meninggalkan ruangan terseduu-sedu dan memanggil Sirius dengan nama-nama yang belum pernah didengar Harry. "Itu milik ayahku," kata Sirius sambil melempar cincin itu ke dalam kantong. "Kreacher tidak begitu setia kepadanya seperti kepada ibuku, tapi aku masih saja menangkapnya sedang mencuri sepotong celana tua ayahku minggu lalu." * Mrs Weasley menyibukkan mereka semua selama beberapa hari berikutnya. Ruang duduk perlu tiga hari untuk disucihamakan. Akhirnya, satu-satunya benda tidak diinginkan yang tertinggal di dalamnya adalah permadani dinding, yang bertahan daari semua usaha mereka untuk melepaskannya dari dinding, dan meja tulis yang berderak itu. Moody belum mampir ke Markas Besar, jadi mereka tidak bisa yakin apa yang ada di dalam. Mereka pindah dari ruang duduk ke sebuah ruang makan di lantai dasar di mana mereka menemukan laba-laba sebesar tatakan cangkir yang bersembunyi di dalam lemari (Ron meninggalkan ruangan dengan tergesa-gesa untuk membuat secangkir teh dan tidak kembali selama satu setengah jam). Barang-barang pecah belahnya, yang memiliki lambang keluarga dan motto Black, semuanya dibuang ke dalam kantong oleh Sirius, dan nasib yang sama menimpa serangkaian foto-foto tua dalam bingkai-bingkai perak ternoda, yang semua penghuninya mendengking dengan nyaring ketika kaca-kaca yang menutupi mereka pecah. Snape mungkin menyebut pekerjaan mereka "membersihkan", tapi menurut pendapat Harry mereka sebenarnya sedang berperang melawan rumah itu, yang memberikan perlawanan yang cukup hebat, dibantu dan disekutui oleh Kreacher. Peri-rumah itu terus di manapun mereka berkelompok, gerutuannya menjadi semakin menghina selagi dia berusaha memindahkan apapun yang bisa dilakukannya dari tempat sampah. Sirius bahkan sampai mengancamnya dengan pakaian, tapi Kreacher memberinya tatapan berair dan berkata, "Tuan harus melakukan yang Tuan inginkan," sebelum berpaling dan menggerutu dengan sangat keras, "tapi Tuan tidak akan mengenyahkan Kreacher, tidak, karena Kreacher tahu apa yang sedang mereka rencanakan, oh ya, dia sedang membuat rencana melawan Pangeran Kegelapan, ya, dengan para Darah-lumpur ini dan pengkhianat dan sampah ... " Mendengar itu Sirius, sambil mengabaikan protes Hermione, menyambar Kreacher di bagian belakang cawatnya dan melemparkannya keluar dari ruangan itu. Bel pintu berbunyi beberapa kali dalam sehari, yang merupakan petunjuk bagi ibu Sirius untuk mulai memekik lagi, dan bagi Harry dan yang lain untuk mencoba mencuri dengar para pengunjung, walaupun mereka mengumpulkan sangat sedikit keterangan dari kilasan dan potongan singkat percakapan yang bisa mereka kuping sebelum Mrs Weasley menyuruh mereka kembali ke tugas mereka. Snape keluar-masuk rumah itu beberapa kali lagi, walaupun yang membuat Harry lega mereka belum pernah bertatap muka; Harry juga melihat guru Transfigurasinya Professor McGonagall, terlihat sangat aneh dalam baju dan mantel Muggle, dan dia juga terlihat terlalu sibuk untuk berlama-lama. Akan tetapi, kadang-kadang para pengunjung tinggal untuk membantu. Tonks bergabung dengan mereka dalam sebuah sore yang penuh kenangan di mana mereka menemukan hantu tua pembunuh yang bersembunyi di toilet atas, dan Lupin, yang tinggal di rumah itu bersama Sirius tapi meninggalkannya untuk waktu yang lama untuk melakukan pekerjaan misterius bagi Order, membantu mereka memperbaiki sebuah jam berdiri yang memiliki kebiasaan tidka menyenangkan yaitu menembakkan baut-baut berat ke orang-orang yang melewatinya. Mundungus menebus dirinya sedikit dalam mata Mrs Weasley dengan menyelamatkan Ron dari satu stel jubah ungu kuno yang mencoba mencekiknya ketika dia memindahkannya dari lemari. Walaupun dia masih susah tidur, masih bermimpi mengenai koridor-koridor dan pintu-pintu terkunci yang membuat bekas lukanya perih, Harry berhasil bersenang-senang untuk pertama kalinya sepanjang musim panas itu. Selama dia sibuk dia gembira; namun ketika aksinya mereda, kapanpun dia kurang waspada, atau berbaring kelelahan di tempat tidur sambil mengamati bayangan-bayangan kabur yang bergerak di langit-langit, pikiran mengenai dengar pendapat Kementerian yang membayang kembali kepada dirinya. Rasa takut menerkam bagian dalam tubuhnya seperti jarum ketika dia bertanya-tanya apa yang akan terjadi kepada dirinya kalau dia dikeluarkan. Gagasan itu begitu mengerikan sehingga dia tidak berani mengucapkannya keras-keras, bahkan tidak kepada Ron dan Hermione, yang, walaupun dia sering melihat mereka berbisik satu sama lain dan memandang ke arahnya dengan cemas, mengikuti petunjukkan dengan tidak menyebut hal itu. Kadang-kadang, dia tidak bisa menghalangi imajinasinya memperlihatkan kepada dirinya seorang pejabat Kementerian yang tidak berwajah yang sedang mematahkan tongkatnya menjadi dua dan memerintahkannya kembali ke keluarga Dursley ... tapi dia tidak mau pergi. Dia sudah menetapkan hati dalam hal itu. Dia akan kembali ke sini ke Grimmauld Place dan tinggal bersama Sirius. Dia merasa seolah-olah sebuah batu bata telah jatuh ke dalam perutnya ketika Mrs Weasley berpaling kepadanya sewaktu makan malam pada Rabu malam dan berkata dengan pelan, "Aku telah menyetrika baju terbaikmu untuk besok pagi, Harry, dan aku juga mau kau mencuci rambut malam ini. Kesan pertama yang baik bisa membuat keajaiban." Ron, Hermione, Fred, George dan Ginny semuanya berhenti berbicara dan melihat kepadanya. Harry mengangguk dan mencoba tetap makan, tapi mulutnya telah menjadi begitu kering sehingga dia tidak bisa mengunyah. "Bagaimana aku akan pergi ke sana?" dia bertanya kepada Mrs Weasley, sambil mencoba terdengar tidak khawatir. "Arthur akan membawamu ke tempat kerja bersamanya," kata Mrs Weasley dengan lembut. Mr Weasley tersenyum menguatkan kepada Harry dari seberang meja. "Kau bisa menunggu di kantorku sampai waktunya untuk dengar pendapat," katanya. Harry memandang Sirius, tetapi sebelum dia bisa bertanya, Mrs Weasley telah menjawabnya. "Professor Dumbledore mengira bukan ide yang bagus bagi Sirius untuk pergi bersamamu, dan harus kubilang aku -- " "-- mengira dia benar," kata Sirius melalui gigi-gigi yang dikatupkan. Mrs Weasley mengerutkan bibirnya. "Kapan Dumbledore memberitahumu hal itu?" Harry berkata, sambil menatap Sirius. "Dia datang tadi malam, ketika kau masih tidur," kata Mrs Weasley. Sirius menusuk kentangnya dengan murung. Harry menurunkan pandangannya ke piringnya sendiri. Pikiran bahwa Dumbledore telah berada dalam rumah ini pada malam sebelum dengar pendapatnya dan tidak meminta untuk bertemu dengannya membuat dia merasa, kalau mungkin, bahkan lebih buruk lagi. BAB TUJUH Kementerian Sihir Harry terbangun pukul setengah enam pagi berikutnya dengan kasar seakan-akan seseorang telah berteriak di telinganya. Selama beberapa saat dia berbaring tidak bergerak selagi prospek dengar pendapat itu memenuhi setiap partikel kecil dari otaknya, lalu, tidak mampu lagi menahannya, dia melompat dari tempat tidur dan memakai kacamatanya. Mrs Weasley telah meletakkan celana jins dan baju kausnya yang baru dicuci di kaki tempat tidurnya. Harry memakainya. Lukisan kosong di dinding mencibir. Ron terbaring telentang dengan mulut terbuka, tertidur nyenyak. Dia tidak bergerak ketika Harry menyeberangi ruangan, melangkah ke puncak tangga dan menutup pintu pelan-pelan. Mencoba tidak memikirkan kali berikutnya dia akan berjumpa dengan Ron, ketika mereka mungkin bukan teman sekolah di Hogwarts lagi, Harry berjalan dengan pelan menuruni tangga, melewati kepala-kepala nenek moyang Kreacher, dan turun ke dapur. Dia telah mengharapkan dapur itu kosong, tapi ketika dia mencapai pintu dia mendengar suara-suara pelan di sisi lain. Dia mendorong pintu itu hingga terbuka dan melihat Mr dan Mrs Weasley, Sirius, Lupin dan Tonks duduk di sana hampir seolah-olah mereka sedang menunggunya. Semuanya berpakaian lengkap kecuali Mrs Weasley yang mengenakan sebuah gaun longgar berwarna ungu. Dia melompat bangkit saat Harry masuk. "Makan pagi," katanya selagi dia menarik keluar tongkatnya dan bergegas ke api. "P p pagi, Harry," Tonks menguap. Rambutnya pirang dan keriting pagi ini. "Tidur nyenyak?" "Yeah," kata Harry. "Aku t -- t -- telah terjaga semalaman," katanyan dengan kuapan menggetarkan lagi. "Kemari dan duduklah ... " Dia menarik keluar sebuah kursi, menjatuhkan satu lagi di sampingnya sewaktu melakukannya. "Apa yang kau mau, Harry?" Mrs Weasley memanggil. "Bubur? Muffin? Ikan asap? Daging dan telur? Roti panggang?" "Cukup -- cukup roti panggang saja," kata Harry. Lupin memandang Harry sekilas, lalu berkata kepada Tonks, "Apa yang kau katakan mengenai Scrimgeour?" "Oh ... yeah ... well, kita perlu lebih berhati-hati, dia telah menanyakan pertanyaan-pertanyaan aneh kepada Kingsley dan aku ... " Harry merasa agak berterima kasih karena dia tidak perlu bergabung dalam percakapan. Bagian dalam tubuhnya menggeliat. Mrs Weasley menempatkan sejumlah roti panggang dan selai jeruk di depannya; dia mencoba makan, tapi rasanya seperti mengunyah karpet. Mrs Weasley duduk di sisinya yang lain dan mulai mengurusi kaosnya, memasukkan labelnya dan merapikan lipatan-lipatan di bahunya. Dia berharap hal itu tidak dilakukannya. dan aku akan harus memberitahu Dumbledore bahwa tidak bisa melakukan tugas malam besok, aku hanya terlalu letih," Tonks menyelesaikan sambil menguap lebar-lebar lagi. "Aku akan menggantikanmu," kata Mr Weasley. "Aku baik-baik saja, lagipula aku punya laporan yang harus diselesaikan ... " Mr Weasley tidak memakai jubah penyihir melainkan sepasang celana panjang bergaris-garis dan sebuah jaket penerbang tua. Dia berpaling dari Tonks kepada Harry. "Bagaimana perasaanmu?" Harry mengangkat bahu. "Segalanya akan segera berakhir," Mr Weasley berkata untuk menguatkan. "Dalam beberapa jam kau akan dilepaskan." Harry tidak berkata apa-apa. "Dengar pendapatnya ada di lantaiku, dalam kantor Amelia Bones. Dia Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir, dan merupakan orang yang akan menanyaimu." Harry menganguk, masih tidak mampu memikirkan apapun untuk dikatakan. "Jangan kehilangan kendali," kata Sirius dengan mendadak. "Bersikap sopan dan tetap pada fakta." Harry mengangguk lagi. "Hukum ada di pihakmu," kata Lupin dengan pelan. "Bahkan penyihir di bawah umur dibolehkan menggunakan sihir dalam situasi yang mengancam nyawa." Sesuatu yang sangat dingin mengucur di balik leher Harry, sejenak dia mengira seseorang menempatkan Mantera Penghilang-Ilusi kepada dirinya, lalu dia menyadari bahwa Mrs Weasley sedang menyerang rambutnya dengan sebuah sisir basah. Dia menekan keras ke puncak kepalanya. "Tidak pernahkah rambutmu jadi rata?" dia berkata dengan putus asa. Harry menggelengkan kepalanya. Mr Weasley memeriksa jam tangannya dan memandang kepada Harry. "Kukira kita harus pergi sekarang," katanya. "Kita agak kepagian, tapi kukira kau lebih baik di Kementerian daripada berkeliaran di sini." "OK," kata Harry dengan otomatis, sambil meletakkan roti panggangnya dan bangkit. "Kau akan baik-baik saja, Harry," kata Tonks, sambil menepuk lengannya. "Semoga berhasil," kata Lupin. "Aku yakin semuanya akan baik-baik saja." "Dan kalau tidak," kata Sirius dengan suram, "akan kutemui Amelia Bones untukmu Harry tersenyum lemah. Mrs Weasley memeluknya. "Kami semua menyilangkan jari kami," katanya. "Benar," kata Harry. "Well ... kalau begitu sampai jumpa nanti." Dia mengikuti Mr Weasley ke atas dan menyusuri aula. Dia bisa mendengar dengkuran ibu Sirius dalam tidurnya di belakang tirainya. Mr Weasley membuka pintu dan mereka melangkah ke fajar yang dingin dan kelabu. "Anda tidak biasanya berjalan ke tempat kerja, "kan?" Harry menanyainya ketika mereka berjalan dengan cepat mengelilingi alun-alun. "Tidak, aku biasanya ber-Apparate," kata Mr Weasley, "tapi tentu saja kamu tidak bisa, dan kukira yang terbaik adalah kita tiba dengan cara yang benar-benar non-magis ... memberi kesan yang lebih baik, mengingat untuk apa kau didisiplinkan Mr Weasley menyimpan tangannya di dalam jaketnya selagi mereka berjalan. Harry tahu tangan itu menggenggam erat tongkatnya. Jalan-jalan yang sering dilalui itu hampir lengang, tapi ketika mereka tiba di stasiun bawah tanah yang menyedihkan mereka menemukannya sudah penuh akan orang-orang yang akan berangkat kerja di pagi hari. Seperti biasanya ketika dia berada dalam jarak dekat dengan para Muggle yang melaksanakan urusan sehari-hari mereka, Mr Weasley sulit mengekang rasa antusiasnya. "Benar-benar hebat," dia berbisik, sambil menunjuk mesin-mesin tiket otomatis. "Luar biasa cemerlang." "Mesin-mesin itu rusak," kata Harry sambil menunjuk ke tandanya. "Ya, tapi walaupun begitu kata Mr Weasley, sambil tersenyum kepada mereka dengan senang. Mereka membeli tiket dari seorang penjaga yang tampak mengantuk (Harry menangani transaksi itu, karena Mr Weasley tidak begitu pandai dalam hal uang Muggle) dan lima menit kemudian mereka telah menaiki sebuah kereta bawah tanah yang berderak membawa mereka menuju pusat kota London. Mr Weasley terus memeriksa dan memeriksa ulang Peta Bawah Tanah di atas jendela dengan cemas. "Empat pemberhentian lagi, Harry ... Tiga pemberhentian lagi sekarang ... Tinggal dua pemberhentian, Harry ... " Mereka turun di sebuah stasiun di jantung kota London, dan tersapu dari kereta api itu dalam luapan pria dan wanita bersetelan jas yang membawa tas kantor. Mereka menaiki eskalator, melalui penghalang tiket (Mr Weasley senang melihat cara alat itu menelan tiketnya), dan muncul ke sebuah jalan lebar yang dibarisi gedung-gedung yang tampak sesak dan sudah penuh dengan lalu lintas. "Di mana kita?" kata Mr Weasley dengan hampa, dan selama beberapa saat yang mendebarkan Harry mengira mereka turun di stasiun yang salah walaupun Mr Weasley terus memperhatikan peta; tapi sedetik kemudian dia berkata, "Ah ya ... lewat sini, Harry," dan menuntunnya menyusuri satu sisi jalan. "Maaf," katanya, "tapi aku belum pernah datang lewat kereta api dan kelihatannya agak berbeda dari sudut pandang Mugglel. Bahkan kenyataannya, aku belum pernah menggunakan pintu masuk tamu sebelumnya." Semakin jauh mereka berjalan, semakin kecil dan kurang sesak gedung-gedungnya, sampai akhirnya mereka mencapai sebuah jalan yang mengandung beberapa kantor yang tampak agak kusam, sebuah pub dan sebuah tong sampah yang kepenuhan. Harry telah mengharapkan lokasi yang lebih mengesankan untuk Kementerian Sihir. "Di sinilah kita," kata Mr Weasley dengan ceria, sambil menunjuk ke sebuah kotak telepon tua berwarna merah yang kehilangan beberapa panel kaca dan berdiri di sebelah sebuah dinding yang penuh coretan. "Setelah kau, Harry." Dia membuka pintu kotak telepon itu. Harry melangkah ke dalam, sambil bertanya-tanya apa maksudnya ini. Mr Weasley melipat dirinya ke samping Harry dan menutup pintu. Tempatnya sangat pas; Harry terdesak ke alat penelepon, yang bergantung miring dari dinding seakan-akan seorang perusak telah mencoba menariknya lepas. Mr Weasley menjangkau alat penerima melewati Harry. "Mr Weasley, kukira yang ini mungkin rusak juga," Harry berkata. "Tidak, tidak, aku yakin baik-baik saja," kata Mr Weasley sambil memegang alat penerima di atas kepalanya dan menatap pemutarnya. "Mari lihat ... enam dia memutar angka itu, "dua ... empat ... dan empat lagi ... dan dua lagi Ketika pemutar ini berdesing balik ke tempatnya, sebuah suara wanita yang tenang terdengar di dalam kotak telepon itu, bukan dari alat penerima di tangan Mr Weasley, tetapi keras dan jelas seakan-akan seorang wanita yang tidak tampak sedang berdiri tepat di samping mereka. "Selamat datang di Kementerian Sihir. Tolong sebutkan nama dan urusan Anda." "Er kata Mr Weasley, jelas tidak yakin apakah harus berbicara ke dalam alat penerima. Dia memutuskan dengan memegang corong ke telinganya, "Arthur Weasley, Kantor Penyalahgunaan Benda-Benda Muggle, ke sini untuk mengawal Harry Potter, yang telah diminta untuk menghadiri sidang dengar pendapat kedisiplinan ... " "Terima kasih," kata suara wanita yang tenang itu. "Pengunjung, harap mengambil lencana dan menyematkannya ke bagian depan jubah Anda." Ada suara klik dan derak, dan Harry melihat sesuatu meluncur keluar dari luncuran logam tempat koin-koin kembalian biasanya muncul. Dia memungutnya: itu adalah sebuah lencana perak persegi dengan tulisan Harry Potter, Dengar Pendapat Kedisiplinan di atasnya. Dia menyematkannya ke bagian depan kaosnya ketika suara wanita itu berbicara lagi. "Pengunjung Kementerian, Anda diharuskan melalui pemeriksaan dan menyerahkan tongkat Anda untuk diregistrasi di meja keamanan, yang terletak di ujung jauh dari Atrium." Lantai kotak telepon bergetar. Mereka tenggelam pelan-pelan ke bawah tanah. Harry mengamati dengan gelisah selagi trotoar tampak naik melewati jendela-jendela kaca dari kotak telepon hingga kegelapan menutupi kepala mereka. Lalu dia tidak bisa melihat apa-apa sama sekali; dia hanya bisa mendengar suara menggilas yang membosankan ketika kotak telepon itu semakin turun ke dalam bumi. Setelah sekitar satu menit, walaupun terasa jauh lebih lama bagi Harry, seberkas cahaya keemasan menerangi kakinya dan, semakin melebar, menaiki tubuhnya, sampai menghantamnya di wajah dan dia harus berkedip untuk menghentikan matanya berair. "Kementerian Sihir mengharapkan Anda melalui hari yang menyenangkan," kata suara wanita itu. Pintu kotak telepon mendadak terbuka dan Mr Weasley melangkah keluar, diikuti oleh Harry, yang mulutnya telah terbuka. Mereka sedang berdiri di salah satu ujung dari sebuah aula yang sangat panjang dan bagus dengan lantai kayu gelap yang digosok mengkilap. Langit-langit biru merak bertatahkan simbol-simbol keemasan yang berkilauan yang terus bergerak dan berubah-ubah seperti papan penujuk yang sangat besar. Dinding-dindig di kedua sisi diberi panel kayu gelap mengkilat dan memiliki banyak perapian berbingkai yang ditempatkan padanya. Tiap beberapa detik seorang penyihir wanita atau pria akan muncul dari salah satu perapian di sisi kiri dengan bunyi whoosh lembut. Di sisi kanan, antrian-antrian pendek terbentuk di depan masing-masing perapian, menunggu untuk berangkat. Di tengah aula ada sebuah air mancur. Sekelompok patung keemasan, berukuran lebih besar dari aslinya, berdiri di tengah sebuah kolam melingkar. Yang tertinggi dari mereka semua adalah seorang penyihir pria yang tampak mulai dengan tongkatnya yang menunjuk tegak ke udara. Berkelompok di sekitarnya ada seorang penyihir wanita cantik, centaur, goblin dan peri-rumah. Tiga yang terakhir sedang memandang ke atas dengan penuh pemujaan kepada si penyihir wanita dan pria. Semburan air yang berkilauan terbang dari ujung-ujung tongkat mereka, ujung anak panah si centaur, puncak topi si goblin dan dari tiap-tiap telinga si peri-rumah, sehingga suara air jatuh yang berdenting ditambahkan ke suara pop dan crack orang-orang yang ber-Apparate dan suara bising langkah-langkah kaki ketika ratusan penyihir wanita dan pria, kebanyakan memiliki tampang pagi yang murung, berjalan menuju serangkaian gerbang keemasan di ujung jauh dari aula itu. "Lewat sini," kata Mr Weasley. Mereka bergabung dengan gerombolan, mengambil jalan di antara para pekerja Kementerian, beberapa di antaranya membawa tumpukan-tumpukan perkamen, yang lain membawa tas-tas kerja yang penyok; yang lainnya lagi sedang membaca Daily Prophet selagi berjalan. Ketika mereka melewati air mancur itu Harry melihat Sickle-Sickle perak dan Knut-Knut tembaga berkilauan ke arahnya dari dasar kolam. Tanda corengan kecil di sampingnya bertuliskan: SEMUA PEMASUKAN DARI AIR MANCUR PERSAUDARAAN SIHIR AKAN DIBERIKAN KEPADA RUMAH SAKIT ST MUNGO UNTUK PENYAKIT DAN LUKA SIHIR Kalau aku tidak dikeluarkan dari Hogwarts, aku akan memasukkan sepuluh Galleon, Harry menemukan dirinya berpikir dengan putus asa. "Sebelah sini, Harry," kata Mr Weasley, dan mereka melangkah keluar dari aliran pegawai Kementerian yang menuju gerbang-gerbang keemasan itu. Duduk di meja di sebelah kiri, di bawah tanda yang bertuliskan Keamanan, seorang penyihir yang cukurannya jelek dalam jubah biru merak melihat ke atas ketika mereka mendekat dan meletakkan Daily Prophetnya. "Aku mengawal seorang tamu," kata Mr Weasley sambil memberi isyarat kepada Harry. "Melangkahlah ke sini," kata penyihir itu dengan suara bosan. Harry berjalan lebih dekat kepadanya dan penyihir itu memegang sebuah tongkat keemasan panjang yang tipis dan luwes seperti antena mobil, dan melewatkannya ke atas dan ke bawah bagian depan dan belakang tubuh Harry. "Tongkat," gerutu penyihir keamanan kepada Harry sambil meletakkan instrumen keemasan itu dan mengulurkan tangannya. Harry mengeluarkan tongkatnya. Penyihir itu menjatuhkannya ke sebuah instrumen kuningan aneh, yang tampak seperti satu set timbangan dengan hanya satu piring. Instrumen itu mulai bergetar. Secarik perkamen panjang keluar dengan cepat dari lubang di dasarnya. Penyihir itu mengoyaknya dan membaca tulisan di atasnya. "Sebelas inci, inti bulu phoenix, telah digunakan selama empat tahun. Itu benar?" "Ya," kata Harry dengan gugup. "Akan kusimpan ini," kata penyihir itu, sambil menusukkan perkamen itu ke sebuah paku besar kuningan. "Kau mendapatkan ini kembali," tambahnya sambil mendesakkan tongkat itu kepada Harry. "Terima kasih." "Tunggu dulu kata si penyihir pelan-pelan. Matanya telah beralih dari lencana pengunjung perak di dada Harry ke dahinya. "Terima kasih, Eric," kata Mr Weasley dengan tegas, dan sambil mencengkeram bahu Harry dia menuntunnya menjauh dari meja itu dan kembali ke aliran penyihir pria dan wanita yang sedang berjalan melalui gerbang-gerbang keemasan. Agak terdesak oleh kerumunan, Harry mengikuti Mr Weasley melalui gerbang-gerbang itu ke dalam aula yang lebih kecil di belakangnya, di mana setidaknya dua puluh lift berdiri di belakang jeruji-jeruji keemasan yang ditempa. Di dekatnya, berdiri seorang penyihir besar berjanggut yang memegang sebuah kotak karton besar yang mengeluarkan suara-suara parau. "Baik-baik saja, Arthur?" kata si penyihir, sambil mengangguk kepada Mr Weasley. "Apa yang kau punya di sana, Bob?" tanya Mr Weasley, sambil melihat ke kotak itu. "Kami tidak yakin," kata penyihir itu dengan serius. "Kami kira ayam kampung standar sampai dia mulai mengeluarkan napas api. Bagiku kelihatannya seperti penyimpangan serius dari Larangan Pembiakan Eksperimental." Dengan suara gemerincing dan berisik sebuah lift turun ke depan mereka; jeruji keemasannya bergeser membuka dan Harry dan Mr Weasley melangkah masuk ke dalam lift dengan sisa kerumunan dan Harry menemukan dirinya terdesak di dinding belakang. Beberapa penyihir wanita dan pria sedang memandanginya dengan rasa ingin tahu; dia menatap kakinya untuk menghindari pandangan siapapun, sambil meratakan poninya. Jeruji-jeruji bergeser tertutup dengan suara benturan dan lift itu naik pelan-pelan, rantai-rantai berderak, sementara suara wanita tenang yang sama seperti yang didengar Harry dalam kotak telepon terdengar lagi. "Tingkat Tujuh, Departemen Permainan dan Olahraga Sihir, tergabung dengan Markas Besar Liga Quidditch Inggris dan Irlandia, Klub Gobstones Resmi dan Kantor Paten Menggelikan." Pintu-pintu lift membuka. Harry melihat sekilas sebuah koridor yang tampak tidak rapi, dengan berbagai poster tim-tim Quidditch yang dipakukan miring di dinding. Salah satu penyihir di lift, yang sedang membawa satu lengan penuh sapu, keluar dengan susah payah dan menghilang ke koridor. Pintu menutup, lift berguncang naik lagi dan suara wanita tersebut mengumumkan. "Tingkat enam, Departemen Transportasi Sihir, tergabung dengan Kekuasaan Jaringan Floo, Pengendalian Peraturan Sapu, Kantor Portkey dan Pusat Pengujian Aparrasi." Sekali lagi pintu-pintu lift terbuka dan empat atau lima orang penyihir wanita dan pria keluar; pada saat yang sama, beberapa pesawat terbang kertas meluncur masuk ke dalam lift. Harry memandangi mereka ketika mereka mengepak-ngepak pelan di atas kepalanya; berwarna violet pucat dan dia bisa melihat Kementerian Sihir dicapkan di tepi sayap-sayap mereka. "Cuma memo antar-departemen," Mr Weasley bergumam kepadanya. "Kami dulu menggunakan burung hantu, tapi kotornya tidak tanggung ... kotoran binatang di semua meja ... " Ketika mereka berdentang naik lagi memo-memo itu berkepak di sekitas lampu yang berayun dari langit-langit lift. "Tingkat lima, Departemen Kerja-Sama Sihir Internasional, tergabung dengan Badan Standar Perdagangan Sihir Internasional, Kantor Hukum Sihir Internasional dan Konfederasi Penyihir Internasional, Kedudukan Inggris." Ketika pintu terbuka, dua di antara memo-memo tersebut meluncur keluar bersama beberapa penyihir wanita dan pria, tapi beberapa memo meluncur masuk, sehingga cahaya lampu berkelap-kelip di atas kepala ketika memo-memo itu terbang di sekitarnya. "Tingkat Empat, Departemen Peraturan dan Pengendalian Makhluk Sihir, tergabung dengan Divisi Makhluk Buas, Jejadian dan Roh, Kantor Hubungan Goblin dan Biro Penasihat Hama." "P"misi," kata penyihir pria yang membawa ayam yang mengeluarkan napas api dan dia meninggalkan lift sambil dikejar oleh sekelompok kecil memo. Pintu-pintu berdentang menutup lagi. "Tingkat Tiga, Departemen Kecelakaan dan Bencana Sihir, termasuk Regu Pembalik Kecelakaan Sihir, Markas Besar Pengubah Memori dan Komite Pembuat Alasan Muggle." Semua orang meninggalkan lift pada lantai ini kecuali Mr Weasley, Harry dan seorang penyihir wnaita yang sedang membaca sepotong perkamen yang luar biasa panjangnya sehingga sampai menjulur ke lantai. Memo-memo yang tersisa terus membumbung di sekitar lampu selagi lift berguncang naik lagi, lalu pintu-pintu membuka dan suara itu mengeluarkan pengumuman. "Tingkat dua, Departemen Penegakan Hukum Sihir, termasuk Kantor Penggunaan Sihir yang Tidak Pantas, Markas Besar Auror dan Jasa Administrasi Wizengamot." "Di sinilah kita, Harry," kata Mr Weasley, dan mereka mengikuti penyihir wanita itu keluar lift ke sebuah koridor yang dibarisi dengan pintu-pintu. "Kantorku ada di sisi lain dari lantai ini." "Mr Weasley," kata Harry ketika mereka melewati sebuah jendela yang dipancari oleh sinar matahari, "bukankah kita masih berada di bawah tanah?" "Ya, memang," kata Mr Weasley. "Itu adalah jendela-jendela yang disihir. Bagian Pemeliharaan Sihir memutuskan cuaca apa yang akan kami dapatkan setiap hari. Kami dapat dua bulan badai topan terakhir kali sewaktu mereka sedang menuntut kenaikan gaji ... Putar di sini, Harry." Mereka memutar di sudut, berjalan melalui sepasang pintu kayu ek yang berat dan muncul di sebuah daerah terbuka yang kacay yang dibagi ke dalam ruang-ruang kecil, yang berdengung dengan suara percakapan dan tawa. Memo-memo meluncur keluar-masuk ruang-ruang kecil itu seperti roket-roket kecil. Sebuah tanda miring di ruang kecil terdekat bertuliskan: Markas Besar Auror. Harry mencuri-curi pandang melalui ambang pintu ketika mereka lewat. Para Auror telah menutupi dinding-dinding ruang kecil mereka dengan semua benda dari gambar-gambar para penyihir yang buron dan foto-foto keluarga mereka, hingga poster-poster tim Quidditch favorit mereka dan artikel-artikel dari Daily Prophet. Seorang lelaki berjubah merah tua dengan ekor rambut yang lebih panjang dari milik Bill sedang duduk dengan sepatu botnya di atas mejanya, sambil mendiktekan sebuah laporan kepada pena bulunya. Sedikit jauh lagi, seorang penyihir wanita dengan penutup di salah satu matanya sedang berbincang-bincang melalui bagian atas ruang kecilnya kepada Kingsley Shacklebolt. "Pagi, Weasley," kata Kingsley dengan serampangan, ketika mereka mendekat. "Aku telah ingin berbicara kepadamu, apakah kau punya waktu sedetik?" "Ya, kalau benar hanya sedetik," kata Mr Weasley, "Aku agak terburu-buru." Mereka berbicara seakan-akan hampir tidak mengenal satu sama lain dan ketika Harry membuka mulut untuk mengatakan halo kepada Kingsley, Mr Weasley menginjak kakinya. Mereka mengikuti Kingsley sepankang barisan itu dan ke dalam ruang kecil yang terakhir. Harry agak terkejut; dari segala arah tampak wajah Sirius berkedip-kedip kepadanya. Potongan-potongan surat kabar dan foto-foto tua -- bahwa foto di mana Sirius menjadi pendamping pengantin di pernikahan keluarga Potter -- melapisi dinding-dinding. Satu-satunya ruang yang bebas-Sirius hanyalah sebuah peta dunia dengan jarum-jarum merah kecil yang berkilau seperti permata. "Ini," kata Kingsley dengan kasar kepada Mr Weasley, sambil menyodorkan secarik perkamen ke dalam tangannya. "Aku perlu informasi sebanyak mungkin tentang kendaraan-kendaraan Muggle terbang yang terlihat dalam dua belas bulan belakangan ini. Kami telah menerima informasi bahwa Black mungkin masih menggunakan sepeda motor tuanya." Kingsley memberi Harry kedipan besar dan menambahkan, dengan berbisik, "Berikan kepadanya majalah itu, dia mungkin menganggapnya menarik." Lalu dengan nada normal, "Dan jangan terlalu lama, Weasley, penundaan pada laporan kaki api itu menahan penyelidikan kami hingga sebulan." "Kalau kau telah membaca laporanku, kau akan tahu bahwa istilahnya adalah senjata api," kata Mr Weasley dengan dingin. "Dan kutakut kau harus menunggu demi informasi sepeda motor itu; saat ini kami sangat sibuk." Dia menurunkan suaranya dan berkata, "Kalau kau bisa pergi sebelum jam tujuh, Molly membuat bakso." Dia memberi isyarat kepada Harry dan menuntunnya keluar dari ruang kecil Kingsley, melalui pintu kayu ek yang kedua, ke gang lain, belok kiri, berderap sepanjang koridor lain, dan akhirnya mencapai jalan buntu, di mana terdapat sebuah pintu yang terbuka sedikit, memperlihatkan sebuah lemari sapu, dan sebuah pintu di sebelah kanan yang memiliki plakat kuningan pudar yang bertuliskan: Penyalahgunaan Benda-Benda Muggle. Kantor Mr Weasley yang suram kelihatannya sedikit lebih kecil daripada lemari sapu itu. Dua meja tulis telah dijejalkan ke dalamnya dan hampir tidak ada ruang untuk bergerak di sekitar meja-meja itu karena adanya semua lemari-lemari arsip kepenuhan yang berbaris di dinding, di puncak lemari-lemari itu berceceran tumpukan-tumpukan arsip. Ruang kecil yang tersedia di dinding menjadi saksi obsesi Mr Weasley: beberapa poster mobil, termasuk satu poster mesin yang dibongkar; dua ilustrasi kotak pos yang kelihatannya dipotong dari buku cerita anak-anak Muggle; dan sebuah diagram yang memperlihatkan bagaimana memasang kabel pada steker. Di atas nampan pesan masuk Mr Weasley yang kepenuhan terdapat sebuah alat pemanggang roti yang sedang berdeguk dengan sedih dan sepasang sarung tangan kosong yang sedang memutar-mutarkan jempolnya. Sebuah foto keluarga Weasley berada di sebelah nampan pesan masuk itu. Harry memperhatikan bahwa Percy tampak telah keluar dari foto itu. "Kami tidak punya jendela," kata Mr Weasley meminta maaf, sambil melepaskan jaket penerbangnya dan menempatkannya di belakang kursinya. "Kami sudah minta, tapi mereka tampaknya mengira kami tidak perlu satu. Duduklah, Harry, kelihatannya Perkins belum tiba." Harry menyelipkan dirinya ke dalam kursi di belakang meja tulis Perkins sementara Mr Weasley mencari-cari dengan seksama pada carikan perkamen yang telah diberikan Kingsley kepadanya. "Ah," katanya sambil nyengir, ketika dia mengeluarkan sebuah salinan majalah yang berjudul The Quibbler dari tengahnya, "ya Dia membalik-baliknya, "Ya, dia benar, aku yakin Sirius akan menganggapnya sangat lucu -- oh, apa ini sekarang?" Sebuah memo baru saja meluncur masuk melalui pintu yang terbuka dan berkibar sampai terdiam di atas alat pemanggang roti yang berdeguk itu. Mr Weasley membuka lipatannya dan membacanya kuat-kuat. ""Toilet umum muntah yang ketiga dilaporkan di Bethnal Green, harap segera diselidiki." Ini mulai edan "Toilet muntah?" "Olok-olok anti-Muggle," kata Mr Weasley sambil merengut. "Kami dapat dua minggu lalu, satu di Wimbledon, satu di Elephant and Castle. Para Muggle menarik tuas penyiramnya dan bukannya semua menghilang -- well, kau bisa membayangkan. Orang-orang malang itu terus memanggil para -- tukang deleng, kukira itu sebutan mereka -- kau tahu, yang memperbaiki pipa dan segalanya." "Tukang ledeng?" "Tepat, ya, tapi tentu saja mereka kewalahan. Aku hanya berharap kami dapat menangkap siapapun yang melakukannya." "Apakah para Auror yang akan menangkap mereka?" "Oh bukan, itu terlalu sepele bagi para Auror, haruslah Patroli Penegakan Hukum Sihir -- ah Harry, ini Perkins." Seorang penyihir tua yang bungkuk dan tampak malu-malu dengan rambut putih halus baru saja memasuki ruangan sambil terengah-engah. "Oh, Arthur!" dia berkata dengan putus asa, tanpa melihat kepada Harry. "Syukurlah, aku tidak tahu apa yang terbaik untuk dilakukan, apakah harus menunggu kamu di sini atau tidak. Aku baru saja mengirim burung hantu ke rumahmu tapi jelas saja kau tidak menerimanya -- sebuah pesan penting masuk sepuluh menit yang lalu -- " "Aku tahu mengenai toilet muntah itu," kata Mr Weasley. "Bukan, bukan, bukan toilet itu, tapi dengar pendapat bocah Potter itu -- mereka telah mengubah waktu dan tempatnya -- mulainya jam delapan sekarang dan bertempat di bawah di Ruang Sidang Sepuluh yang lama -- " "Di bawah di -- tapi mereka bilang padaku -- jenggot Merlin!" Mr Weasley memandang jam tangannya, mengeluarkan pekik terkejut dan melompat dari kursinya. "Cepat, Harry, kita seharusnya berada di sana lima menit yang lalu!" Perkins meratakan dirinya pada lemari arsip ketika Mr Weasley meninggalkan kantor itu dengan berlari, Harry mengikutinya dari dekat. "Mengapa mereka mengubah waktunya?" Harry berkata dengan terengah-engah, selagi mereka berlari melewati ruang-ruang kecil Auror; orang-orang menjulurkan kepala dan menatapi mereka selagi mereka melaju lewat. Harry merasa seolah-olah dia telah meninggalkan semua isi tubuhnya di meja tulis Perkins. "Aku tak punya gambaran, tapi untunglah kita tiba demikian pagi, kalau kau ketinggalan dengar pendapat itu, pastilah jadi bencana!" Mr Weasley berhenti di samping lift dan menekan-nekan tombol "turun" dengan tidak sabar. "Ayolah!" Lift berdentang masuk ke penglihatan dan mereka bergegas masuk. Setiap kali lift itu berhenti Mr Weasley menyumpah dengan marah dan meninju tombol sembilan -- " "Ruang-ruang sidang itu belum pernah digunakan selama bertahun-tahun," kata Mr Weasley dengan marah. "Aku tidak bisa berpikir kenapa mereka mengadakannya di bawah sana -- kecuali -- tapi tidak -- " Seorang penyihir wanita agak gemuk yang membawa sebuah piala berasap memasuki lift pada saat itu, dan Mr Weasley tidak melanjutkan. "Atrium," kata suara wanita tenang itu dan jeruji-jeruji keemasan bergeser membuka, memperlihatkan kepada Harry kilasan dari jauh patung-patung keemasan di air mancur. Penyihir wanita agak gemuk itu keluar dan seorang penyihir pria berkulit pucat dengan wajah amat murung masuk. "Pagi, Arthur," dia berkata dengan suara muram ketika lift mulai menurun. "Tidak sering melihatmu di bawah sini." "Urusan penting, Bode," kata Mr Weasley, yang sedang menghentak-hentakkan kakinya dan melemparkan pandangan cemas kepada Harry. "Ah, ya," kata Bode, sambil mengamati Harry tanpa berkedip. "Tentu saja." Harry hampir tidak punya perasaan yang tersisa bagi Bode, tapi tatapannya yang terus-menerus tidak membuatnya lebih nyaman. "Departemen Misteri," kata suara wanita tenang itu, dan berhenti di situ. "Cepat, Harry," kata Mr Weasley ketika pintu lift berderak terbuka, dan mereka melaju sepanjang sebuah koridor yang sangat berbeda dari yang di atas. Dinding-dindingnya tidak berhias; tidak ada jendela dan tidak ada pintu selain sebuah pintu hitam polos di bagian paling ujung koridor itu. Harry mengira mereka akan melalui pintu itu, tapi Mr Weasley menyambar lengannya dan menariknya ke sebelah kiri, di mana terdapat pembukaan ke serangkaian anak tangga. "Di bawah sini, di bawah sini," Mr Weasley terengah-engah sambil menuruni dua anak tangga sekaligus. "Lift bahkan tidak turun sejauh ini ... kenapa mereka mengadakannya di bawah sana aku ... " Mereka mencapai dasar tangga dan berlari sepanjang sebuah koridor lagi, yang sangat mirip dengan koridor yang mengarah ke ruang bawah tanah Snape di Hogwarts, dengan dinding-dinding batu kasar dan obor-obor dalam penyangganya. Pintu-pintu yang mereka lewati terbuat dari kayu berat dengan gembok-gembok dan lubang-lubang kunci dari besi. "Ruang Sidang ... Sepuluh ... kukira .... kita hampir ... ya." Mr Weasley berhenti di luar sebuah pintu gelap suram dengan gembok besi yang sangat besar dan merosot ke dinding sambil memegang jahitan di dadanya. "Teruslah," dia terengah-engah, sambil menunjukkan jempolnya ke pintu. "Masuk ke dalam." "Tidakkah -- tidakkah Anda ikut dengan --?" "Tidak, tidak, aku tidak boleh. Semoga berhasil!" Jantung Harry serasa berdetak hebat di bagian jakunnya. Dia menelan ludah, memutarkan pegangan pintu dari besi yang berat dan melangkah ke dalam ruang sidang. BAB DELAPAN Dengar Pendapat Harry terkesiap, dia tidak bisa menahan diri. Ruang bawah tanah besar yang dimasukinya tampak sudah dikenalnya. Dia bukan hanya pernah melihatnya, dia sudah perbah berada di sini sebelumnya. Ini adalah tempat di mana dia telah menyaksikan keluarga Lestrange divonis hukuman seumur hidup di Azkaban. Dinding-dindingnya terbuat dari batu gelap yang diterangi oleh obor-obor. Bangku-bangku kosong berada di kedua sisinya, tetapi di depan, di bangku-bangku tertinggi, ada banyak figur-figur berbayang. Mereka berbicara dengan suara rendah, tetapi ketika pintu berat itu mengayun tertutup di belakang Harry timbul keheningan yang tidak menyenangkan. Sebuah suara pria yang dingin berdering menyeberangi ruang sidang. "Kamu terlambat." "Sori," kata Harry dengan gugup. "Aku -- aku tidak tahu waktunya sudah diganti." "Itu bukan kesalahan Wizwngamot," kata suara itu. "Seekor burung hantu telah dikirim ke tempatmu pagi ini. Duduklah." Harry melayangkan pandangan ke kursi di tengah ruangan, yang lengan-lengannya ditutupi rantai-rantai. Dia sudah pernah melihat mereka menjadi hidup dan mengikat siapapun yang duduk di antara mereka. Langkah-langkah kakinya menggema keras selagi dia berjalan menyeberangi lantai batu. Ketika dia duduk dengan hati-hati di ujung kursi itu rantai-rantainya berdenting mengancam tetapi tidak mengikatnya. Merasa agak sakit, dia melihat ke atas ke orang-orang yang duduk di bangku-bangku di atas. Adasekitar lima puluh dari mereka, semuanya, sejauh yang bisa dilihatnya, mengenakan jubah-jubah berwarna plum dengan huruf perak "W" yang penuh hiasan di sisi kirii dada dan semuanya menatap ke bawah hidung mereka kepadanya, bebrapa dengan ekspresi yang amat keras, yang lainnya tampang-tampang keingintahuan yang jelas. Di bagian paling tengah dari baris depan duduk Cornelius Fudge, Menteri Sihir. Fudge adalah seorang pria yang gemuk yang sering memakai sebuah topi bowler hijau-limau, walaupun hari ini dia tidak memakainya; dia juga tidak memakai senyum ramah yang pernah digunakannya ketika berbicara kepada Harry. Seorang penyihir wanita dengan rahang lebar dan persegi yang berambut kelabu sangat pendek duduk di sebelah kiri Fudge; dia mengenakan kacamata berlensa satu dan terlihat menakutkan. Di sisi kanan Fudge ada seorang penyihir wanita lagi, tetapi dia duduk demikian jauh ke belakang sehingga wajahnya berada dalam bayang-bayang. "Baiklah," kata Fudge. "Tertuduh telah hadir -- akhirnya -- mari kita mulai. Apakah kamu sudah siap?" dia memanggil ke ujung barisan. "Ya, sir," kata sebuah suara bersemangat yang dikenal Harry. Kakak Ron Percy sedang duduk di bagian terujung bangku depan. Harry melihat kepada Percy, mengharapkan beberapa tanda pengenalan darinya, tetapi tidak ada yang datang. Mata Percy, di balik kacamata tanduknya, terpaku pada perkamennya, dengan sebuah pena bulu berada di tangannya. "Sidang dengar pendapat kedisiplinan pada tanggal dua belas Agustus," kata Fudge dengan suara berdering, dan Percy mulai mencatat seketika, "pada pelanggaran yang dilakukan terhadap Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur dan Undang-Undang KErahasiaan Internasional oleh Harry James Potter, penduduk di nomor empat, Privet Drive, Little Whinging, Surrey. "Para penginterogasi: Cornelius Oswald Fudge, Menteri Sihir; Amelia Susan Bones, Kepala Departemen Penegakan Hukum Sihir; Dolores Jane Umbridge, Menteri Muda Senior terhadap Menteri. Notulen sidang, Percy Ignatius Weasley -- " "Saksi untuk pembelaan, Albus Percival Wulfric Brian Dumbledore," kata sebuah suara tenang dari belakang Harry, yang memalingkan kepalanya begitu cepat sehingga lehernya jadi kaku. Dumbledore sedang melangkah dengan tenang menyeberangi ruangan mengenakan jubah biru-tengah malam yang panjang dan ekspresi benar-benar tenang. Janggut dan rambut peraknya yang panjang berkilau dalam cahaya obor ketika dia berada sejajar dengan Harry dan melihat kepada Fudge melalui kacamata setengah-bulan yang terjepit di tengah hidungnya yang sangat bengkok. Para anggota Wizengamot saling bergumam. Semua mata sekarang tertuju pada Dumbledore. Beberapa terlihat jengkel, yang lain sedikit ketakutan; namun dua penyihir wanita tua di baris belakang mengangkat tangan mereka dan melambai menyambut. Sebuah emosi yang kuat telah timbul di dada Harry saat melihat Dumbledore, sebuah perasaan terlindung dan penuh harapan yang mirip dengan yang diberikan nyanyian phoenix kepadanya. Dia ingin melihat ke mata Dumbledore, tetapi Dumbledore tidak melihat ke arahnya; dia terus melihat ke atas pada Fudge yang jelas terganggu. "Ah," kata Fudge, yang terlihat sangat bingung. "Dumbledore. Ya. Kalau begitu, Anda -- mendapat -- er -- pesan kami bahwa waktu dan -- er -- tempat sidang telah diubah?" "Aku pasti ketinggalan pesan itu," kata Dumbledore dengan ceria. "Namun karena kesalahan yang menguntungkan aku tiba di Kementerian tiga jam lebih cepat, jadi tidak ada yang rugi." "Ya -- well -- kurasa kita akan butuh satu kursi lagi -- aku -- Weasley, bisakah kamu --? "Tidak usah khawatir, tidak usah khawatir," kata Dumbledore dengan menyenangkan; dia mengeluarkan tongkatnya, melambaikannya sedikit, dan sebuah kursi berlengan empuk dari kain muncul entah darimana di samping Harry. Dumbledore duduk, menggabungkan ujung-ujung jarinya yang panjang dan mengamati Fudge melewati jarin-jarinya dengan ekspresi tertarik yang sopan. Wizengamot masih bergumam dan bertingkah gelisah; hanya ketika Fudge berbicara lagi barulah mereka tenang. "Ya," kata Fudge lagi, sambil mengocok catatan-catatannya. "Well, kalau begitu. Jadi. Tuntutannya. Ya." Dia mengeluarkan sepotong perkamen dari tumpukan di hadapannya, mengambil napad dalam-dalam, membacakan, "Tuntutan melawan tertuduh adalah sebagai berikut: "Bahwa dia dengan sengaja dan sadar dan sepenuhnya menyadari tindakannya bertentangan dengan hukum, setelah menerima peringatan tertulis sebelumnya dari Kementerian Sihir atas tuduhan serupa, menghasilkan Mantera Patronus di daerah tempat tinggal Muggle, dengan kehadiran seorang Muggle, pada tanggal dua Agustus pukul sembilan lewat dua puluh tiga, yang melanggar Paragraf C dari Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur, 1875, dan juga Seksi 13 dari Undang-Undang Kerahasiaan Konfederasi Penyihir Internasional. "Kamu adalah Harry James Potter, dari nomor empat, Privet Drive, Little Whinging, Surrey?" Fudge berkata sambil melotot pada Harry dari puncak perkamennya. "Ya," kata Harry. "Kamu menerima sebuah peringatan resmi dari Kementerian karena menggunakan sihir ilegal tiga tahun yang lalu, bukankah begitu?" "Ya, tapi -- " "Dan kamu masih menghasilkan sebuah Patronus pada malam dua Agustus?" kata Fudge. "Ya," kata Harry, "tapi -- " "Tahu bahwa kamu tidak dibolehkan menggunakan sihir di luar sekolah selagi kamu di bawah umur tujuh belas?" "Ya, tapi -- " "Tahu bahwa kamu berada di daerah penuh Muggle?" "Ya, tapi -- " "Sadar sepenuhnya bahwa kamu berada sangat dekat dengan seorang Muggle pada saat itu?" "Ya," kata Harry dengan marah, "tapi aku hanya menggunakannya karena kami -- " Panyihir wanita berkacamata lensa satu menyelanya dengan suara menggelegar. "Kamu menghasilkan Patronus terlatih?" "Ya," kata Harry, "karena -- " "Sebuah Patronus korporeal?" "Sebuah -- apa?" kata Harry. "Patronusmu punya bentuk yang tampak jelas? Maksudku, lebih dari sekedar uap atau asap?" "Ya," kata Harry, merasa tidak sabar sekaligus sedikit putus asa, "bentuknya kijang jantan, selalu kijang jantan." "Selalu?" gelegar Madam Bones. "Kamu sudah pernah menghasilkan Patronus sebelum sekarang?" "Ya," kata Harry, "aku sudah melakukannya selama lebih dari setahun." "Dan kamu berumur lima belas tahun?" "Ya, dan -- " "Kamu mempelajari hal ini di sekolah?" "Ya, Profesor Lupin mengajari saya di tahun ketiga saya, karena -- " "Mengesankan," kata Madam Bones, sambil menatapnya, "Patronus sejati pada usianya ... sangat mengesankan." Beberapa penyihir di sekitarnya bergumam lagi; sedikit mengangguk, tetapi yang lain merengut dan menggelengkan kepala-kepala mereka. "Bukan soal seberapa mengesankannya sihir itu," kata Fudge dengan suara tidak sabar. "Bahkan menurutku semakin mengesankan semakin buruk jadinya, mengingat bocah itu melakukannya dalam pandangan jelas seorang Muggle." "Aku melakukannya karena Dementor!" dia berkata dengan keras, sebelum orang lain bisa menyelanya lagi. Dia telah mengharapkan gumaman lagi, tetapi keheningan yang timbul kelihatan jauh lebih pekat dari sebelumnya. "Dementor?" kata Madam Bones setelah beberapa saat, alisnya yang tebal menaik hingga kacamata berlensa satunya terlihat akan jatuh. "Apa maksudmu, nak?" "Maksudku ada dua Dementor di gang dan mereka menyerang aku dan sepupuku!" "Aha!" kata Fudge lagi, sambil menyeringai tidak menyenangkan ketika dia memandang berkeliling pada Wizengamot, seakan-akan mengajak mereka berbagi lelucon. "Ya. Ya. Sudah kukira kita akan mendengar sesuatu seperti ini." "Dementor di Little Whinging?" Madam Bones berkata, dengan nada terkejut sekali. "Aku tidak mengerti -- " "Tidakkah kau, Amelia?" kata Fudge, masih menyeringai. "Mari kujelaskan. Dia telah memikirkannya terus dan memutuskan Dumbledore akan membuat cerita pengantar yang sangat bagus, memang sangat bagus. Para Muggle tidak bisa melihat Dementor, benar kan, nak? Sangat sesuai, sangat sesuai ... jadi itu cuma perkataanmu dan tidak ada saksi ... " "Aku tidak bohong!" kata Harry dengan keras, melawan pecahnya gumaman lagi dari sidang. "Ada dua, datangnya dari ujung-ujung gang yang berlawanan, semua jadi gelap dan dingin dan sepupuku merasakan mereka dan lari -- " "Cukup, cukup!" kata Fudge dengan tampang sangat congkak di wajahnya. "Aku menyesal harus menyela apa yang kuyakin pasti sebuah cerita yang terlatih dengan baik -- " Dumbledore mengencerkan tenggorokannya. Wizengamot terdiam lagi. "Kenyataannya, kami memang punya seorang saksi akan kehadiran Dementor di gang itu," dia berkata, "selain Dudley Dursley, maksudku." Wajah gemuk Fludge terlihat mengendur, seakan-akan seseorang telah mengeluarkan udara darinya. Dia memandang ke Dumbledore sejenak atau dua, dengan penampilan seorang lelaki yang menguatkan dirinya kembali, berkata, "Kutakutkan kita tidak punya waktu untuk mendengarkan kebohongan lagi, Dumbledore, aku mau ini diatasi dengan cepat -- " "Aku mungkin salah," kata Dumbledore dengan menyenangkan, "tapi aku yakin bahwa di bawah Piagam Hak-Hak Wizengamot, tertuduh mempunyai hak untuk menghadirkan saksi-saksi bagi kasusnya? Bukankah itu kebijakan Departemen Penegakan Hukum Sihir, Madam Bones?" dia meneruskan sambil berbicara kepada penyihir wanita yang memakai kacamata berlensa satu. "Benar," kata Madam Bones. "Sangat benar." "Oh, baiklah, baiklah," kata Fudge dengan tajam. "Di mana orang ini?" "Aku membawanya bersamaku," kata Dumbledore. "Dia tepat di luar pintu. Haruskah aku -- " "Tidak -- Weasley, kamu pergi," Fudge menghardik Percy, yang bangkit seketika, berlari menuruni tangga-tangga batu dari balkon hakim dan bergegas melewati Dumbledore dan Harry tanpa melirik sekilaspun pada mereka. Sejenak kemudian, Percy kembali, diikuti oleh Mrs Figg. Dia tampak takut dan lebih sinting dari sebelumnya. Harry berharap dia berpikir untuk mengganti selop karpetnya. Dumbledore berdiri dan memberikan kursinya kepada Mrs Figg, menyihir kursi kedua untuk dirinya sendiri. "Nama lengkap?" kata Fudge dengan keras, ketika Mrs Figg telah duduk dengan gugup di ujung kursi. "Arabella Doreen Figg," kata Mrs Figg dengan suara bergetar. "Dan siapa sebenarnya Anda?" kata Fudge dengan suara bosan dan angkuh. "Aku penduduk Little Whinging, dekat dengan tempat Harry tinggal," kata Mrs Figg. "Kami tidak punya catatan adanya penyihir wanita ataupun pria yang tinggal di Little Whinging, selain Harry Potter," kata Madam Bones seketika. "Daerah itu selalu diawasi dengan ketat, mengingat ... mengingat kejadian-kejadian di masa lalu." "Aku seorang Squib," kata Mrs Figg. "Jadi kalian tidak akan mencatat aku, "kan?" "Seorang Squib, eh?" kata Fudge sambil mengamati dia lekat-lekat. "Kami akan mengecek hal itu. Anda harus meninggalkan detil-detil keturunan Anda dengan asisten saya Weasley. Sehubungan dengan itu, bisakah Squib melihat Dementor?" dia menambahkan sambil melihat ke kiri dan ke kanan sepanjang bangku itu. "Ya, kami bisa!" kata Mrs Figg marah. Fudge melihat kembali kepadanya dengan alis terangkat. "Baiklah," dia berkata dengan dingin. "Apa ceritamu?" "Aku pergi keluar untuk membeli makanan kucing dari toko di sudut jalan di ujung Wisteria Walk, sekitar pukul sembilan, pada malam dua Agustus," Mrs Figg berkata cepat-cepat dengan kurang jelas dan seketika, seakan-akan dia telah mempelajari dalam hati apa yang akan dikatakannya, "ketika aku mendengar keributan di gang antara Magnolia Crescent dan Wisteria Walk. Sewaktu menghampiri mulut gang aku melihat Dementor berlari -- " "Berlari?" kata Madam Bones dengan tajam. "Dementor tidak berlari, mereka melayang." "Itu yang kumaksudkan," kata Mrs Figg dengan cepat, semburat merah muda timbul di pipinya yang keriput. "Melayang menyusuri gang menuju apa yang tampak seperti dua anak lelaki." "Bagaimana tampang mereka?" kata Madam Bones, menyipitkan matanya sehingga tepi kacamatanya menghilang ke dagingnya. "Well, yang satu sangat besar dan yang lain agak kurus -- " "Bukan, bukan," kata Madam Bones tidak sabar. "Para Dementor ... gambarkan mereka." "Oh," kata Mrs Figg, rona merah mudanya telah menjalar ke lehernya sekarang. "Mereka besar. Besar dan memakai jubah," Harry merasakan depresi yang mengerikan di dasar perutnya. Apapun yang mungkin dikatakan Mrs Figg, baginya terdengar seolah-olah hal terjauh yang pernah dilakukannya dilihatnya adalah gambar Dementor, dan sebuah gambar tidak akan mengungkapkan kebenaran mengenai seperti apa makhluk-makhluk ini: cara mereka bergerak yang menakutkan, melayang-layang beberapa inci di atas tanah; atau bau busuk mereka; atau suara berderak mengerikan yang dibuat ketika mereka mengisap udara sekitar ... Di baris kedua, seorang penyihir gemuk pendek dengan kumis hitam besar bersandar mendekat untuk berbisik ke telinga tetangganya, seorang penyihir wanita berambut ikal. Dia menyeringai dan mengangguk. "Besar dan mengenakan jubah," ulang Madam Bones dengan dingin, sementara Fudge mendengus mengejek. "Aku mengerti. Ada lagi yang lain?" "Ya," kata Mrs Figg. "Aku merasakan mereka. Semua jadi dingin, dan ini adalah malam musim panas yang sangat hangat, camkan itu. Dan aku merasa ... seakan-akan semua kebahagiaan telah hilang dari dunia ini ... dan aku ingat ... hal-hal yang mengerikan ... " Suaranya bergetar dan diam. Mata Madam Bones melebar sedikit. Harry bisa melihat tanda-tanda merah di bawah alisnya di mana kacamatanya tertancap tadi. "Apa yang dilakukan Dementor itu?" dia bertanya, dan Harry merasakan serbuan harapan. "Mereka mengejar anak-anak itu," kata Mrs Figg, suaranya lebih kuat dan lebih percaya diri sekarang, rona merah muda mulai menghilang dari wajahnya. "Salah satunya terjatuh. Yang lain sedang mundur, mencoba untuk menghalau Dementor. Itu Harry. Dia mencoba dua kali dan hanya menghasilkan uap perak. Pada percobaan ketiga, dia menghasilkan Patronus, yang menyerang Dementor pertama dan kemudian, dengan dorongannya, mengejar Dementor kedua menjauh dari sepupunya. Dan itulah ... itulah yang terjadi," Mrs Figg menyelesaikan dengan agak tertegun. Madam Bones memandang Mrs Figg dalam keheningan. Fudge sedang tidak melihat kepadanya sama sekali, tetapi sedang mengutak-atik kertas-kertasnya. Akhirnya, dia menaikkan matanya dan berkata, dengan agak agresif, "Itu yang Anda lihat, bukan?" "Itu yang terjadi," Mrs Figg mengulangi. "Baiklah," kata Fudge. "Anda boleh pergi." Mrs Figg memberi pandangan takut dari Fudge ke Dumbledore, lalu bangkit dan berjalan dengan kaki terseret menuju pintu. Harry mendengarnya berdebuk menutup di belakangnya. "Bukan saksi yang amat meyakinkan," kata Fudge dengan angkuh. "Oh, aku tidak tahu," kata Madam Bones dengan suaranya yang menggelegar. "Dia benar-benar menggambarkan efek serangan Dementor dengan sangat akurat. Aku tidak dapat membayangkan mengapa dia akan berkata mereka ada di sana kalau memang tidak." "Tetapi Dementor berkeliaran ke kediaman Muggle dan hanya kebetulan bertemu dengan seorang penyihir?" dengus Fudge. "Kemungkinannya pastilah sangat, sangat kecil. Bahkan Bagman sekalipun tidak akan bertaruh -- " "Oh, aku tidak mengira satupun dari kita percaya bahwa Dementor itu ada di sana karena kebetulan," kata Dumbledore dengan ringan. Penyihir wanita yang duduk di sebelah kanan Fudge, dengan wajah dalam bayang-bayang, bergerak sedikit tetapi semua orang lainnya tetap diam dan tidak bersuara. "Apa apa maksudmu itu?" Fudge bertanya dengan dingin. "Maksudnya kukira mereka diperintahkan ke sana," kata Dumbledore. "Aku kira kita pasti akan punya catatan kalau seseorang menyuruh sepasang Dementor pergi berjalan-jalan ke Little Whinging!" hardik Fudge. "Tidak kalau Dementor-Dementor itu menuruti perintah dari seseorang di luar Kementerian Sihir akhir-akhir ini," kata Dumbledore dengan tenang. "Aku sudah memberimu pandanganku mengenai hal ini, Cornelius." "Ya, memang," kata Fudge penuh tenaga, "dan aku tidak punya alasan untuk percaya bahwa pandangan-pandanganmu bukan omong kosong, Dumbledore. Para Dementor tetap berada di Azkaban dan sedang melakukan segala hal yang kita minta kepada mereka." "Kalau begitu," kata Dumbledore dengan pelan tetapi jelas, "kita harus bertanya kepada diri kita sendiri mengapa seseorang di dalam Kementerian menyuruh sepasang Dementor ke gang itu pada tanggal dua Agustus." Dalam keheningan total yang menyambut kata-kata ini, penyihir wanita di sisi kanan Fudge bersandar ke depan sehingga Harry melihatnya untuk pertama kalinya. Dia berpikir wanita itu tampak seperti seekor katak besar yang pucat. Dia agak gemuk-pendek dengan wajah lebar dan kendur, lehernya sama sedikitnya dengan Paman Vernon dan mulut yang sangat lebar dan kendur. Matanya besar, bundar dan agak menonjol. Bahkan pita beludru hitam kecil yang bertengger di bagian atas rambutnya yang keriting pendek mengingatkan pada seekor lalat besar yang baru akan ditangkapnya dengan lidah panjang yang lengket. "Ketua mengenali Dolores Jane Umbridge, Menteri Muda Senior terhadap Menteri," kata Fudge. Penyihir wanita itu berbicara dengan suara gugup bernada tinggi seperti anak perempuan yang membuat Harry terkesima; dia telah mengharapkan bunyi kuak. "Aku yakin aku telah salah mengerti Anda, Profesor Dumbledore," katanya, dengan sebuah senyum simpul tapi matanya yang besar dan bundar masih sedingin sebelumnya. "Bodohnya aku. Tapi sejenak kedengarannya seolah-olah Anda menuduh Kementerian Sihir telah memerintahkan penyerangan terhadap anak ini!" Dia mengeluarkan tawa merdu yang membuat bulu roma Harry bangkit. Beberapa anggota Wizengamot lainnya ikut tertawa. Tidak bisa lebih jelas lagi bahwa tak seorangpun dari mereka benar-benar merasa lucu. "Kalau benar bahwa Dementor hanya menuruti perintah dari Kementerian Sihir, dan juga benar bahwa dua Dementor menyerang Harry dan sepupunya seminggu yang lalu, maka secara logis seseorang di dalam Kementerian telah memerintahkan penyerangan itu," kata Dumbledore dengan sopan. "Tentu saja, Dementor yang dimaksud bisa saja berada di luar kendali Kementerian -- " "Tidak ada Dementir di luar kendali Kementerian!" sambar Fudge, yang telah menjadi semerah bata. Dumbledore mencondongkan kepalanya sedikit tertunduk. "Maka tidak diragukan lagi Kementerian akan melakukan penyelidikan menyeluruh mengapa dua Dementor berada sangat jauh dari Azkaban dan mengapa mereka menyerang tanpa disuruh." "Bukan kamu yang harus menentukan apa yang dilakukan atau tidak dilakukan Kementerian, Dumbledore!" sambar Fudge, sekarang berwarna magenta yang pasti membuat Paman Vernon bangga. "Tentu saja bukan," kata Dumbledore dengan enteng. "Aku hanya menyatakan keyakinanku bahwa masalah ini tidak akan berlanjut tanpa diselidiki." Dia melirik Madam Bones, yang menyesuaikan letak kacamatanya dan menatap balik kepadanya sambil sedikit merengut. "Aku akan mengingatkan semua orang bahwa perilaku para Dementor ini, kalau bukan potongan imajinasi anak ini, bukanlah subyek sidang dengar pendapat ini!" kata Fudge. "Kita berada di sini untuk memeriksa pelanggaran Harry Potter terhadap Dekrit Pembatasan Masuk Akal bagi Penggunaan Sihir di Bawah Umur!" "Tentu saja," kata Dumbledore, "tetapi kehadiran Dementor di gang itu sangat relevan. Pasal Tujuh dari Dekrit menyatakan bahwa sihir boleh digunakan di hadapan Muggle pada keadaan-keadaan luar biasa, dan karena keadaaan-keadaan luar biasa itu termasuk situasi yang mengancam nyama penyihir pria atau wanita itu sendiri, atau penyihir atau Muggle manapun juga yang ada pada saat -- " "Kami tahu betul isi Pasal Tujuh, terima kasih banyak!" geram Fudge. "Tentu saja," kata Dumbledore penuh sopan santun. "Kalau begitu kita sepakat bahwa penggunaan Mantera Patronus oleh Harry dalam keadaan-keadaan ini jatuh persis ke dalam kategori keadaan-keadaan luar biasa yang digambarkan pasal tersebut?" "Jika memang ada Dementor, yang kusangsikan." "Anda telah mendengarnya dari seorang saksi mata," Dumbledore menyela. "Kalau Anda masih meragukan kejujurannya, panggil dia kembali, tanyai dia lagi, aku yakin dia tidak akan keberatan." "Aku -- itu -- tidak -- " gertak Fudge, sambil memainkan kertas-kertas di hadapannya. "Itu -- aku ingin ini semua selesai hari ini, Dumbledore!" "Tapi tentunya, Anda tidak akan peduli berapa kali Anda mendengar dari saksi mata, kalau alternatifnya adalah kegagalan menjalankan hukum yang serius," kata Dumbledore. "Kegagalan serius, topiku!" kata Fudge pada puncak suaranya. "Pernahkah kamu bersusah-payah menjumlahkan semua cerita omong kosong yang telah dikeluarkan anak ini, Dumbledore, selagi mencoba menutup-nutupi penyalahgunaan sihir di luar sekolah yang menyolok olehnya? Kukira kau telah lupa Mantera Melayang yang digunakannya tiga tahun yang lalu -- " "Itu bukan aku, pelakunya peri-rumah!" kata Harry. "KAU LIHAT?" raung Fudge, sambil memberi isyarat dengan semarak ke arah Harry. "Peri-rumah! Dalam rumah Muggle! Kutanya kau." "Peri-rumah yang dimaksud sekarang dipekerjakan di Sekolah Hogwarts," kata Dumbledore. "Aku bisa memanggilnya ke sini dalam sekejap untuk memberi kesaksian kalau Anda mau." "Aku -- bukan -- aku tidak punya waktu untuk mendengarkan para peri-rumah! Lagipula, itu bukan satu-satunya -- dia menggelembungkan bibinya, demi Tuhan!" Fudge berteriak, sambil menghantamkan kepalannya ke bangku hakin dan membalikkan sebotol tinta. "Dan Anda telah dengan sangat baik hati tidak mengajukan tuntutan pada saat itu, kuanggap, sambil menerima bahwa bahkan penyihir-penyihir terbaik sekalipun tidak dapat selalu mengendalikan emosi mereka." kata Dumbledore dengan tenang, sementara Fudge berusaha mengosok tinta dari catatannya. "Dan aku belum mulai lagi dengan apa yang dilakukannya di sekolah." "Tetapi, karena Kementerian tidak memiliki kuasa untuk menghukum murid-murid Hogwarts atas tingkah laku yang salah di sekolah, perilaku Harry di sana tidaklah relevan dengan dengar pendapat ini," kata Dumbledore, masih sesopan tadi, tetapi sekarang ada rasa dingin di balik kata-katanya. "Oho!" kata Fudge. "Bukan urusan kami apa yang dia perbuat di sekolah, eh? Menurutmu begitu?" "Kementerian tidak punya kekuasaan untuk mengeluarkan siswa-siswa Hogwarts, Cornelius, seperti yang kuingatkan kepadamu pada malam dua Agustus," kata Dumbledore. "Juga tidak mempunyai hak untuk menyita tongkat sihir hingga tuntutan telah dibuktikan dengan suksees; sekali lagi, seperti yang kuingatkan kepadamu pada malam dua Agustus. Dalam ketergesaanmu yang pantas dikagumi untuk memastikan hukum dijunjung tinggi, tampaknya kamu, kuyakin akibat kurang hati-hati, telah melupakan beberapa hukum itu sendiri." "Hukum bisa diganti," kata Fudge dengan buas. "Tentu bisa," kata Dumbledore sambil mencondongkan kepalanya."Dan jelas kamu telah banyak membuat perubahan, Cornelius. Mengapa, dalam beberapa minggu singkat sejak aku diminta meninggalkan Wizengamot saja, sudah menjadi prakteknya untuk mengadakan sidang kriminal penuh untuk mengatasi masalah simpel seperti sihir di bawah umur!" Beberapa penyihir di atas mereka bergerak dengan tidak nyaman di tempat duduk mereka. Fudge sedikit berubah ke warna ungu kecoklatan yang lebih dalam. Namun penyihir wanita mirip katak di sebelah kanannya hanya menatap Dumbledore, wajahnya tidak berekspresi. "Sejauh yang kutahu," Dumbledore melanjutkan, "belum ada hukum yang mengatakan menjadi pekerjaan sidang ini untuk menghukum Harry demi setiap sihir yang pernah dilakukannya. Dia telah dituntut untuk pelanggaran tertentu dan dia telah memberikan pembelaannya. Semua yang bisa dilakukannya dan aku hanyalah menanti keputusan kalian." Dumbledore menyatukan ujung-ujung jarinya lagi dan tidak berkata apa-apa lagi. Flure melotot kepadanya, jelas sangat marah. Harry melirik ke samping kepada Dumbledore, mencari penentraman; dia sama sekali tidak yakin bahwa Dumbledore bertindak benar dalam memberitahu Wizengamot bahwa sudah waktunya mereka mengambil keputusan. Namun, sekali lagi Dumbledore tampak tidak menyadari usaha Harry melihat ke matanya. Dia terus melihat ke bangku-bangku di mana keseluruhan Wizengamot telah mengadakan percakapan penting sambil berbisik-bisik. Harry melihat ke kakinya. Jantungnya, yang tampaknya telah membengkak ke ukuran tidak alami, sedang berdebar dengan keras di balik tulang iganya. Dia telah mengharapkan dengar pendapat berlangsung lebih lama dari ini. Dia sama sekali tidak yakin dirinya telah memberi kesan yang baik. Dia sebenarnya belum banyak berbicara. Dia seharusnya menjelaskan lebih lengkap mengenai para Dementor, mengenai bagaimana dia jatuh, mengenai bagaimana dia dan Dudley hampir dicium Dua kali dia melihat kepada Fudge dan membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi jantungnya yang membengkak sekarang menekan jalan masuk udaranya dan dua kali itu dia hanya mengambil napas dalam-dalam dan menatap kembali pada sepatunya. Lalu bisik-bisik itu terhenti. Harry ingin melihat kepada para hakim, tetapi menemukan bahwa jauh lebih mudah tetap memeriksa sepatunya. "Yang setuju membebaskan tertuduh dari semua tuntutan?" kata suara menggelegar Madam Bones. Kepala Harry tersentak naik. Ada banyak tangan di udara, banyak ... lebih dari setengah! Sambil bernapas dengan sangat cepat, dia mencoba menghitung, tetapi sebelum dia selesai, Madam Bones telah berkata, "Dan yang ingin menghukum?" Fudge mengangkat tangannya; demikian pula setengah lusin yang lainnya, termasuk penyihir wanita di samping kanannya dan penyihir pria berkumis lebat dan penyihir wanita berambut ikal di baris kedua. Fudge memandang mereka sekilas, terlihat seolah-olah ada sesuatu yang besar tersangkut di kerongkongannya, lalu menurunkan tangannya sendiri. Dia mengambil dua napas panjang dan berkata, "Baiklah, baiklah ... dibebaskan dari semua tuntutan." "Bagus sekali," kata Dumbledore dengan cepat, sambil melompat berdiri, menarik keluar tongkatnya dan menyebabkan kedua kursi berlengan dari kain itu menghilang. "Well, aku harus pergi. Selamat siang kepada kalian semua." Dan tanpa melihat satu kalipun kepada Harry, dia berjalan ke luar dari ruang bawah tanah itu. BAB SEMBILAN Penderitaan Mrs Weasley Kepergian Dumbledore yang mendadak benar-benar mengejutkan Harry. Dia terus duduk di kursi berantai itu, sambil bergumul dengan perasaan terguncang dan lega. Wizengamot semuanya sedang bangkit, sambil berbincang-bincang, mengumpulkan kertas-kertas mereka dan mengemasinya. Harry berdiri. Tak ada yang tampaknya memperhatikan dia sedikitpun, kecuali penyihir wanita mirip katak di sebelah kanan Fudge, yang sekarang sedang memandanginya bukannya memandangi Dumbledore. Sambil mengabaikan dia, Harry mencoba memandang mata Fudge, atau Madam Bones, ingin bertanya apakah dia boleh pergi, tapi Fudge tampaknya sangat berketetapan untuk tidak memperhatikan Harry, dan Madam Bones sibuk dengan kopernya, jadi dia mengambil beberapa langkah coba-coba menuju pintu keluar dan, ketika tak seorangpun memanggilnya kembali, berjalan dengan cepat. Dia berlari pada beberapa langkah terakhirnya, merenggut pintu hingga terbuka dan hampir menubruk Mr Weasley, yang sedang berdiri tepat di luar, terlihat pucar dan gelisah. "Dumbledore tidak bilang -- " "Dibebaskan," Harry berkata sambil menarik pintu menutup di belakangnya, "dari semua tuntutan." Sambil tersenyum, Mr Weasley memegang bahu Harry. "Harry, itu bagus sekali! Well, tentu saja, mereka tidak akan bisa menetapkanmu bersalah, tidak dengan bukti, tapi walau begitu, aku tidak bisa berpura-pura aku tidak Tapi Mr Weasley berhenti, karena pintu ruang sidang baru saja terbuka lagi. Para Wizengamot sedang keluar. "Jenggot Merlin!" seru Mr Weasley dengan terkejut, sambil menarik Harry ke samping untuk membiarkan mereka semua lewat. "Kau disidang oleh pengadilan lengkap?" "Kukira begitu," kata Harry dengan pelan. Satu atau dua penyihir mengangguk kepada Harry ketika mereka lewat dan beberapa, termasuk Madam Bones, berkata, "Pagi, Arthur," kepada Mr Weasley, tetapi kebanyakan menghindari pandangannya. Cornelius Fudge dan penyihir wanita mirip katak itu hampir yang terakhir meninggalkan ruang bawah tanah itu. Fudge bertingkah seolah-olah Mr Weasley dan Harry merupakan bagian dari dinding, tetapi lagi-lagi, penyihir wanita itu melihat Harry hampir seperti sedang menilainya ketika dia lewat. Yang terakhir lewat adalah Percy. Seperti Fudge, dia sepenuhnya mengabaikan ayahnya dan Harry; dia berderap lewat sambil mengepit sebuah gulungan perkamen besar dan segenggam pena bulu cadangan, punggungnya kaku dan hidungnya diangkat tinggi-tinggi. Garis-garis di sekitar mulut Mr Weasley menegang sedikit, tetapi selain ini dia tidak memberi tanda apapun bahwa dia baru melihat anak ketiganya. "Aku akan membawamu langsung pulang sehingga kau bisa memberitahu yang lain kabar baik ini," katanya sambil memberi isyarat kepada Harry untuk maju ketika tumit Percy menghilang ke anak tangga menuju Tingkat Sembilan. "Akan kuantar kau dalam perjalanan ke toilet di Bethnal Green. Ayolah ... " "Jadi, apa yang harus Anda lakukan dengan toilet itu?" Harry bertanya sambil nyengir. Segalanya mendadak tampak lima kali lebih lucu daripada biasanya. Hal-hal mulai masuk: dia dibebaskan, dia akan kembali ke Hogwarts. "Oh, cuma anti-kutukan yang sederhana," kata Mr Weasley selagi mereka menaiki tangga, "tapi bukan tentang memperbaiki kerusakan, melainkan lebih kepada sikap di belakang pengrusakan, Harry. Pengumpanan-Muggle mungkin dianggap lucu oleh beberapa penyihir, tetapi itu adalah ekspresi dari sesuatu yang jauh lebih dalam dan mengerikan, dan aku sendiri -- " Mr Weasley tidak melanjutkan kalimatnya. Mereka baru saja mencapai koridor tingkat sembilan dan Cornelius Fudge sedang berdiri beberapa kaki dari mereka, berbicara dengan pelan kepada seorang pria jangkung yang berambut pirang licin dan memiliki wajah tajam yang pucat. Pria itu berpaling ketika mendengar suara langkah kaki mereka. Dia juga tidak melanjutkan perkataannya, mata kelabunya yang dingin menyipit dan menatap wajah Harry lekat-lekat. "Well, well, well ... Patronus Potter," kata Lucius Malfoy dengan dingin. Harry merasa kehabisan napas, seakan-akan dia baru saja berjalan ke dalam sesuatu yang padat. Terakhir kali dia melihat mata kelabu yang dingin itu adalah melalui celah di kerudung Pelahap Maut, dan terakhir kali dia mendengar suara lelaki itu adalah ketika sedang mengejek di sebuah pekuburan gelap sementara Lord Voldemort menyiksanya. Harry tidak bisa percaya bahwa Lucius Malfoy berani menatapnya di wajah; dia tidak bisa percaya bahwa dia ada di sini, dalam Kementerian Sihir, atau bahwa Cornelius Fudge sedang berbicara kepadanya, padahal Harry telah memberitahu Fudge hanya beberapa minggu yang lalu bahwa Malfoy adalah seorang Pelahap Maut. "Menteri baru saja memberitahuku mengenai kelolosanmu yang mujur, Potter," Mr Malfoy berkata dengan suara dipanjang-panjangkan. "Sangat mengejutkan, caramu terus berkelit keluar dari lubang-lubang yang amat sempit ... bahkan, mirip ular." Mr Weasley mencengkeram bahu Harry untuk memperingatkannya. "Yeah," kata Harry, "yeah, aku pandai meloloskan diri." Lucius Malfoy menaikkan matanya ke wajah Mr Weasley. "Dan Arthur Weasley juga! Apa yang sedang Anda lakukan di sini, Arthur?" "Aku bekerja di sini," kata Mr Weasley dengan masam. "Bukan di sini, tentunya?" kata Mr Malfoy sambil menaikkan alisnya dan melihat sekilas ke pintu melalui bahu Mr Weasley. "Kukira Anda ada di lantai kedua ... bukankah Anda melakukan sesuatu yang melibatkan penyeludupan benda-benda Muggle ke rumah dan menyihirnya?" "Tidak," sambar Mr Weasley, jari-jarinya sekarang mencengkeram kuat ke bahu Harry. "Ngomong-ngomong, Apa yang Anda lakukan di sini?" Harry bertanya kepada Lucius Malfoy. "Kukira urusan pribadi antara diriku sendiri dengan Menteri bukan urusanmu, Potter," kata Malfoy sambil melicinkan bagian depan jubahnya. Harry mendengar dengan jelas dentingan lembut dari apa yang terdengar seperti sekantong penuh emas. "Benar saja, hanya karena kau anak kesayangan Dumbledore, kau tidak boleh mengharapkan perlakuan yang sama dari kami semua ... kalau begitu, kita naik ke kantor Anda, Menteri?" "Tentu saja," kata Fudge sambil memalingkan badan dari Harry dan Mr Weasley. "Lewat sini, Lucius." Mereka melangkah bersama sambil berbicara dengan suara rendah. Mr Weasley tidak melepaskan bahu Harry sampai mereka telah menghilang ke dalam lift. "Mengapa dia tidak menunggu di luar kantor Fudge kalau mereka punya urusan untuk diselesaikan bersama?" Harry meledak marah. "Apa yang dia lakukan di bawah sini?" "Mencoba menyelinap ke dalam ruang sidang, kalau kau tanya aku," kata Mr Weasley sambil terlihat sangat gelisah dan melihat melalui bahunya seolah-olah sedang memastikan mereka tidak dapat didengar. "Mencoba mengetahui apakah kau telah dikeluarkan atau tidak. Akan kutinggalkan catatan untuk Dumbledore ketika aku mengantarmu, dia harus tahu Malfoy sudah berbicara kepada Fudge lagi. "Lagipula, urusan pribadi apa yang mereka miliki?" "Emas, kukira," kata Mr Weasley dengan marah. "Malfoy telah memberikan emas dengan murah hati untuk segala jenis hal selama bertahun-tahun ... membuatnya dekat dengan orang-orang yang tepat ... lalu dia bisa minta bantuan ... menunda hukum-hukum yang dia tidak ingin dilewatkan ... oh, dia punya koneksi yang luas, Lucius Malfoy." Lift tiba; kosong kecuali sekelompok memo yang berkepak di sekitar kepala Mr Weasley ketika dia menekan tombol Atrium dan pintu berdentang tertutup. Dengan kesal dia melambaikan memo-memo itu untuk pergi. "Mr Weasley," kata Harry pelan-pelan, "kalau Fudge bertemu dengan para Pelahap Maut seperti Malfoy, kalau dia menemui mereka sendirian, bagaimana kita tahu bahwa mereka belum menempatkan Kutukan Imperius kepada dirinya?" "Jangan kira itu belum terpikir oleh kami, Harry," kata Mr Weasley dengan pelan. "Tapi Dumbledore pikir Fudge bertindak atas keputusannya sendiri saat ini -- yang, menurut Dumbledore, bukanlah penghiburan. Hal terbaik adalah tidak membicarakannya lebih banyak lagi sekarang ini, Harry." Pintu-pintu bergeser terbuka dan mereka melangkah ke luar ke Atrium yang sekarang hampir kosong. Eric si penyihir penjaga tersembunyi di balik Daily Prophetnya lagi. Mereka telah berjalan tepat melewati air mancur keemasan itu sebelum Harry teringat. "Tunggu dia memberitahu Mr Weasley, dan, sambil menarik kantong uangnya dari kantongnya, dia berpaling ke air mancur. Dia memandang ke atas ke wajah penyihir pria tampan itu, tetapi dari dekat Harry berpikir dia tampak agak lemah dan bodoh. Si penyihir wanita sedang tersenyum lebar seperti kontestan kecantikan, dan dari yang Harry tahu tentang goblin-goblin dan centaur, mereka paling tidak mungkin terlihat sedang menatap penuh pemujaann kepada manusia dalam bentuk apapun. Hanya perilaku peri-rumah yang seperti budak terlihat meyakinkan. Dengan sengiran karena memikirkan apa yang akan dikatakan Hermionen kalau dia bisa melihat patung peri itu, Harry membalikkan kantong uangnya dan mengosongkan bukan hanya sepuluh Galleon, tetapi keseluruhan isinya ke dalam kolam. * "Aku tahu itu!" teriak Ron, sambil meninju ke udara. "Kau selalu lolos dari semua hal!" "Mereka harus membebaskanmu," kata Hremione, yang terlihat akan pingsan karena cemas ketika Harry memasuki dapur dan sekarang meletakkan tangan yang bergetar menutupi matanya, "tidak ada kasus melawanmu, tak ada sama sekali." "Walaupun begitu, semua orang terlihat sangat lega, mengingat kalian semua tahu aku akan lolos," kata Harry sambil tersenyum. Mrs Weasley sedang menyeka wajahnya dengan celemeknya, dan Fred, George dan Ginny melakukan semacam tarian perang sambil bernyanyi: "Dia lolos, dia lolos, dia lolos ... " "Sudah cukup! Tenanglah!" teriak Mr Weasley, walaupun dia juga tersenyum. "Dengar, Sirius, Lucius Malfoy tadi ada di Kementerian -- " "Apa?" kata Sirius dengan tajam. "Dia lolos, dia lolos, dia lolos "Diamlah, kalian bertiga! Ya, kami melihatnya berbicara dengan Fudge di Tingkat Sembilan, lalu mereka naik ke kantor Fudge bersama-sama. Dumbledore harus tahu." "Tentu saja," kata Sirius. "Kita akan memberitahu dia, jangan khawatir." "Well, sebaiknya aku pergi, ada toilet muntah yang menungguku di Bethnal Green. Molly, aku pulang terlambat, aku akan menggantikan Tonks, tapi Kingsley mungkin mampir untuk makan malam -- " "Dia lolos, dia lolos, dia lolos "Sudah cukup -- Fred -- George -- Ginny!" kata Mrs Weasley, ketika Mr Weasley meninggalkan dapur. "Harry, sayang, kemari dan duduklah, makan siang, kau hampir tidak makan malam." Ron dan Hermione duduk di seberangnya, terlihat lebih gembira daripada sebelumnya sejak dia pertama tiba di Grimmauld Place, dan perasaan lega Harry, yang telah agak terusik oleh pertemuannya dengan Lucius Malfoy, membengkak lagi. Rumah yang suram itu kelihatan lebih hangat dan lebih menyambut secara mendadak; bahkan Kreacher tampak tidak begitu jelek ketika dia menampakkan hidungnya yang mirip moncong ke dapur untuk menyelidiki sumber semua keributan itu. "Tentu saja, sekali Dumbledore muncul untuk membelamu, mereka tidak punya cara untuk menghukummu," kata Ron dengan gembira, yang sekarang sedang menghidangkan tumpukan kentang tumbuk ke piring-piring semua orang. "Yeah, dia mengatasinya untukku," kata Harry. Dia merasa akan terdengar sangat tidak berterima kasih, belum lagi kekanak-kanakan, untuk berkata, "Walaupun kuharap dia berbicara kepadaku. Atau bahkan melihat kepadaku." Dan selagi dia memikirkan hal ini, bekas luka di dahinya membara sangat parah sehingga dia menepukkan tangannya ke bekas luka itu. "Ada apa?" kata Hermione, terlihat cemas. "Bekas luka," Harry bergumam. "Tapi bukan apa-apa ... terjadi sepanjang waktu sekarang ... " Tak seorangpun dari mereka memperhatikan apa-apa; semuanya sekarang sedang makan sementara menyukuri kelolosan Harry; Fred, George dan Ginny masih sedang bernyanyi. Hermione terlihat agak cemas, tapi sebelum dia bisa berkata apapun, Ron telah berkata dengan senang, "Aku bertaruh Dumbledore muncul malam ini, untuk merayakan dengan kita, kau tahu." "Kukira dia tidak akan bisa, Ron," kata Mrs Weasley sambil menempatkan sepiring besar ayam panggang ke depan Harry. "Dia benar-benar sangat sibuk saat ini." "DIA LOLOS, DIA LOLOS, DIA LOLOS "DIAM!" raung Mrs Weasley. * Selama beberapa hari berikutnya Harry tidak bisa tidak memperhatikan bahwa ada seseorang dalam Grimmauld Place nomor dua belas yang terlihat tidak sepenuhnya kegirangan bahwa dia akan kembali ke Hogwarts. Sirius telah menampilkan kebahagiaan saat pertama kali mendengarnya, meremas-remas tangan Harry dan tersenyum seperti yang lain. Akan tetapi, segera saja dia semakin murung dan merengut daripada sebelumnya, lebih sedikit berbicara kepada siapapun, bahkan Harry, dan menghabiskan lebih banyak waktu terkurung dalam kamar ibunya bersama Buckbeak. "Kau jangan merasa bersalah!" kata Hermione dengan tegas, setelah Harry menceritakan sebagian perasaannya kepada dia dan Ron selagi mereka menggosok sebuah lemari berjamur di lantai ketiga beberapa hari kemudian. "Hogwarts adalah tempatmu berada dan Sirius tahu itu. Secara pribadi, kukira dia hanya bersikap egois." "Itu agak keras, Hermione," kata Ron sambil merengut selagi dia mencoba melepaskan sedikit jamur yang telah melekat dengan kuat ke jarinya, "kau tidak akan mau terperangkap di dalam rumah ini tanpa teman apapun." "Dia akan punya teman!" kata Hermione. "Ini adalah Markas Besar Order of Phoenix, bukan begitu? Dia hanya mengharap terlalu tinggi bahwa Harry akan datang tinggal di sini bersamanya." "Kukira itu benar," kata Harry sambil meremas pakaiannya. "Dia tidak mau memberiku jawaban langsung ketika aku bertanya kepadanya apakah aku bisa." "Dia hanya tidak ingin berharap terlalu tinggi," kata Hermione dengan bijaksana. "Dan dia sendiri mungkin merasa sedikit bersalah, karena kukira sebagian dari dirinya sebenarnya berharap kau akan dikeluarkan. Dengan begitu kalian berdua akan jadi orang buangan bersama-sama." "Hentikan itu!" kata Harry dan Ron bersamaan, tetapi Hermione hanya mengangkat bahu. "Terserah kalian. Tapi terkadang kupikir ibu Ron benar dan Sirius jadi bingung apakah kau itu kau atau ayahmu, Harry." "Jadi menurutmu dia agak kurang waras?" tanya Harry dengan panas. "Tidak, aku hanya mengira dia telah sangat kesepian untuk waktu yang lama," kata Hermione. Pada saat ini, Mrs Weasley memasuki kamar tidur. "Masih belum selesai?" katanya sambil menjulurkan kepala ke dalam lemari. "Kukira Ibu datang ke sini untuk menyuruh kami beristirahat!" kata Ron dengan getir. "Tahukah Ibu berapa banyak jamur yang telah kami enyahkan sejak kami tiba di sini?" "Kau sangat ingin membantu Order," kata Mrs Weasley, "kau bisa melakukan bagianmu dengan membuat Markas Besar pantas ditinggali." "Aku merasa seperti peri-rumah," gerutu Ron. "Well, sekarang kau mengerti betapa mengerikannya hidup mereka, mungkin kau akan lebih aktif dalam SPEW!" kata Hermione penuh harapan, ketika Mrs Weasley meninggalkan mereka. "Kau tahu, mungkin bukan ide buruk memperlihatkan kepada orang-orang betapa mengerikannya bersih-bersih sepanjang waktu -- kita bisa melakukan penggosokan tersponsor di ruang duduk Gryffindor setiap waktu, semua keuntungan untuk SPEW, akan meningkatkan kesadaran beserta dana." "Akan kusponsor kau untuk tutup mulut mengenai SPEW," Ron bergumam dengan kesal, tapi hanya supaya Harry bisa mendengarnya. * Harry menemukan dirinya semakin sering melamun mengenai Hogwarts selagi akhir liburan mendekat; dia tidak sabar untuk bertemu Hagrid lagi, untuk bermain Quidditch, bahkan untuk berjalan di petak-petak sayuran di rumah-rumah kaca Herbologi; pasti sangat menyenangkan bisa meninggalkan rumah berjamur dan berdebu ini, yang setengah dari lemari-lemarinya masih terkunci rapat dan Kreacher mengeluarkan hinaan-hinaan dari balik bayangan ketika kau lewat, walaupun Harry berhati-hati tidak mengatakan semua ini dalam jarak pendengaran Sirius. Kenyataannya adalah tinggal dalam Markas Besar pergerakan anti-Voldemort tidak semenarik atau memberi semangat seperti yang diharapkan Harry sebelum dia merasakannya. Walaupun para anggota Order of Phoenix datang pergi secara teratur, kadang-kadang tinggal untuk makan, terkadang hanya selama beberapa menit untuk bercakap-cakap secara berbisik, Mrs Weasley memastikan bahwa Harry dan yang lain berada di luar jangkauan pendengaran (baik telinga normal maupun Yang-Dapat-Dipanjangkakn) dan tak seorangpun, bahkan tidak juga Sirius, tampak merasa bahwa Harry perlu tahu apa-apa lebih dari yang telah didengarnya pada malam kedatangannya. Pada hari terakhir dari liburan, Harry sedang menyapu kotoran Hedwig dari puncak lemari pakaian ketika Ron memasuki kamar tidur mereka sambil membawa dua buah amplop. "Daftar buku sudah tiba," katanya sambil melemparkan salah satu amplop kepada Harry, yang sedang berdiri di atas sebuah kursi. "Sudah waktunya, kukira mereka sudah lupa, biasanya datang lebih cepat dari ini ... " Harry menyapukan kotoran terakhir ke dalam kantong sampah dan melemparkan kantong itu melewati kepala Ron ke dalam keranjang sampah di sudut, yang menelannya dan bersendawa dengan keras. Dia lalu membuka suratnya. Isinya dua lembar perkamen: satu pengingat yang biasa bahwa semester dimulai pada satu September; yang lain memberitahunya buku-buku yang akan dibutuhkannya tahun ini. "Hanya dua yang baru," katanya sambil membaca daftar itu, "Buku Mantera Standar, Tingkat 5, oleh Miranda Goshawk, dan Teori Sihir untuk Pertahanan, oleh Wilbert Slinkhard." Crack. Fred dan George ber-Apparate tepat di samping Harry. Dia sudah begitu terbiasa dengan perbuatan mereka ini sekarang sehingga dia bahkan tidak jatuh dari kursinya. "Kami hanya bertanya-tanya siapa yang menggunakan buku Slinkhard," kata Fred memulai percakapan. "Karena artinya Dumbledore sudah menemukan seorang guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang baru," kata George. "Dan sudah waktunya juga," kata Fred. "Apa maksudmu?" Harry bertanya sambil melompat turun ke sisi mereka. "Well, kami mencuri dengar Mum dan Dad berbicara dengan Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan beberapa minggu yang lalu," Fred memberitahu Harry, "dan dari apa yang mereka katakan, Dumbledore mengalami kesulitan besar untuk menemukan siapapun untuk pekerjaan itu tahun ini." "Tidak mengejutkan, bukan, kalau kau lihat apa yang terjadi pada empat guru yang terakhir?" kata George. "Satu dipecat, satu mati, satu ingatannya hilang dan satu terkunci dalam sebuah koper selama sembilan bulan," kata Harry sambil menghitung mereka dengan jari-jarinya. "Yeah, aku tahu maksudmu." "Ada apa denganmu, Ron?" tanya Fred. Ron tidak menjawab. Harry melihat berkeliling. Ron sedang berdiri tidak bergerak dengan mulut agak terbuka, menganga memandangi suratnya dari Hogwarts. "Ada apa sih?" kata Fred dengan tidak sabar, sambil bergerak mengitari Ron untuk melihat perkamen itu melalui bahunya. Mulut Fred juga jadi terbuka. "Prefek?" katanya sambil menatap surat itu dengan tidak percaya. "Prefek?" George melompat maju, menyambar amplop dari tangan Ron yang lain dan membalikkannya. Harry melihat sesuatu yang berwarna merah tua dan emas jatuh ke telapak tangan George. "Tidak mungkin," kata George dengan suara kecil. "Ada kesalahan," kata Fred sambil menyambar surat itu dari genggaman Ron dan memegangnya ke lampu seolah-olah mencari tanda air. "Tak seorangpun yang waras akan menjadikan Ron prefek." Kepala si kembar berpaling serempak dan keduanya menatap Harry. "Kami pikir sudah pasti kau!" kata Fred, dengan nada yang menuduh Harry telah menipu mereka dengan suatu cara. "Kami pikir Dumbledore pasti memilihmu!" kata George tidak percaya. "Memenangkan Triwizard dan segalanya!" kata Fred. "Kukita semua hal gila itu dihitung melawannya," kata George kepada Fred. "Yeah," kata Fred pelan-pelan. "Yeah, kau telah menyebabkan terlalu banyak masalah, sobat. Well, setidaknya salah satu dari kalian punya prioritas yang benar." Dia berjalan ke arah Harry dan menepuk punggungnya sementara memberi Ron pandangan tajam. "Prefek ... ickle Ronnie si Prefek." "Ohh, Mum akan jadi memuakkan," erang George, sambil mendorong lencana prefek balik kepada Ron seolah-olah benda itu bisa mencemarkannya. Ron, yang masih belum berkata sepatah katapun, mengambil lencana itu, menatapnya sejenak, lalu mengulurkannya kepada Harry seakan-akan bertanya tanpa suara untuk meminta konfirmasi atas keasliannya. Harry mengambilnya. Sebuah huruf "P" besar dilapiskan ke atas singa Gryffindor. Dia telah melihat lencana yang persis seperti ini di dada Percy pada hari pertamanya di Hogwarts. Pintu terbanting membuka. Hermione masuk ke dalam kamar dengan cepat, pipinya merona dan rambutnya beterbangan. Ada amplop di tangannya. "Apakah kau -- apakah kau mendapat --?" Dia melihat lencana di tangan Harry dan mengeluarkan pekikan. "Aku tahu itu!" katanya dengan bersemangat, sambil mengacungkan suratnya. "Aku juga, Harry, aku juga!" "Bukan," kata Harry dengan cepat, sambil mendorong lencana itu kembali ke tangan Ron. "Ron, bukan aku." "Apa?" "Ron yang jadi prefek, bukan aku," Harry berkata. "Ron?" kata Hermione, rahangnya membuka. "Tapi ... apakah kau yakin? Maksudku Dia berubah menjadi merah sementara Ron melihat ke arahnya dengan ekspresi menantang di wajahnya. "Namaku ada dalam surat," katanya. "Aku kata Hermione sambil terlihat benar-benar bingung. "Aku ... well ... wow!" Bagus, Ron! Itu benar-benar -- " "Tidak terduga," kata George sambil mengangguk. "Bukan," kata Hermione, lebih merona daripada sebelumnya, "bukan begitu ... Ron telah melakukan banyak ... dia benar-benar Pintu di belakangnya terbuka sedikit lebih lebar dan Mrs Weasley masuk ke dalam kamar sambil membawa setumpukan jubah yang baru dicuci. "Ginny bilang daftar buku sudah tiba akhirnya," katanya, sambil melihat sekilas ke amplop-amplop itu ketika dia berjalan ke tempat tidur dan mulai menyortir jubah-jubah ke dalam dua tumpukan. "Kalau kalian memberikan daftar-daftar itu kepadaku aku akan membawanya ke Diagon Alley sore ini dan mengambilkan buku-buku kalian selagi kalian berkemas. Ron, aku harusu membelikanmu piyama-piyama baru, yang ini setidaknya enam inci terlalu pendek, aku tidak percaya betapa cepatnya kau tumbuh ... warna apa yang kau suka?" "Berikan dia yang berwarna merah dan emas agar serasi dengan lencananya," kata George sambil tersenyum menyeringai. "Serasi dengan apanya?" kata Mrs Weasley dengan linglung sambil menggulung sepasang kaus kaki merah marun dan menempatkannya ke tumpukan Ron. "Lencananya," kata Fred, dengan suasana ingin melewatkan hal terburuk secapatnya. "Lencana prefek barunya yang bagus dan berkilat." Kata-kata Fred butuh waktu sejenak untuk dipahami Mrs Weasley yang sedang disibukkan oleh piyama. "Tapi ... Ron, kau tidak Ron mengacungkan lencananya. Mrs Weasley mengeluarkan pekik seperti Hermione. "Aku tidak percaya! Aku tidak percaya! Oh, Ron, betapa bagusnya! Seorang prefek! Jadinya semua orang dalam keluarga!" "Apa Fred dan aku ini, tetangga sebelah rumah?" kata George dengan tidak senang, ketika ibunya mendorongnya ke samping dan menghempaskan lengannya melingkari putra bungsunya. "Tunggu sampai ayah kalian dengar! Ron, aku sangat bangga padamu, betapa bagusnya berita ini, kau bisa berakhir jadi Ketua Murid seperti Bill dan Percy, ini langkah pertama! Oh, hal bagus yang terjadi di tengah semua kekuatiran ini, aku hanya senang sekali, oh, Ronnie -- " Fred dan George keduanya membuat suara muntah keras di balik punggung ibu mereka tetapi Mrs Weasley tidak memperhatikan; lengannya melingkari leher Ron dengan ketat, dia sedang menciumnya di seluruh wajah, yang telah berubah menjadi merah tua lebih terang daripada lencananya. "Mum ... jangan ... Mum, kendalikan diri gumamnya sambil mencoba mendorongnya menjauh. Dia melepaskannya dan berkata dengan terengah-engah, "Well, apa jadinya? Kami memberi Percy seekor burung hantu, tapi kau sudah punya satu, tentu saja." "A-apa maksud Ibu?" kata Ron, terlihat seolah-olah dia tidak berani mempercayai telinganya. "Kau harus dapat hadiah untuk ini!" kata Mrs Weasley dengan sayang. "Bagaimana kalau satu set jubah pesta baru?" "Kami sudah membelikannya beberapa buah," kata Fred dengan masam, yang terlihat seolah-olah dia menyesali kebaikan hati ini. "Atau sebuah kuali baru, kuali tua Charlie sudah mulai berkarat, atau seekor tikus baru, kau selalu suka Scabbers -- " "Mum," kata Ron penuh harap, "bisakah aku punya sapu baru?" Wajah Mrs Weasley agak berubah; sapu terbang harganya mahal. "Bukan yang benar-benar bagus!" Ron cepat-cepat menambahkan. "Hanya -- hanya yang baru untuk peralihan ... " Mrs Weasley bimbang, lalu tersenyum. "Tentu kau bisa ... well, aku sebaiknya cepat pergi kalau aku juga harus beli sapu. Akan kutemui kalian semua nanti ... Ronnie kecil, seorang prefek! Dan jangan lupa kemasi koper-koper kalian ... seorang prefek ... oh, aku sangat sibuk!" Dia memberi Rin ciuman di pipi lagi, mengambil napas dengan keras, dan buru-buru keluar dari kamar. Fred dan George saling berpandangan. "Kau tidak keberatan kalau kami tidak menciummu, "kan, Ron?" kata Fred dengan suara cemas yang palsu. "Kami bisa memberi hormat, kalau kau mau," kata George. "Oh, diam," kata Ron, sambil cemberut kepada mereka. "Atau apa?" kata Fred, seringai jahat membentang di wajahnya. "Akan memberi kami detensi?" "Aku ingin melihatnya mencoba," cibir George. "Dia bisa kalau kalian tidak hati-hati!" kata Hermione dengan marah. Fred dan George meledak tertawa, dan Ron bergumam, "Sudahlah, Hermione." "Kita harus mejaga langkah kita, George," kata Fred, berpura-pura gemetar, "dengan dua orang ini mengawasi kita ... " "Yeah, tampaknya hari-hari melawan hukum kita sudah berakhir," kata George sambil menggelengkan kepalanya. Dan dengan suara crack lagi, si kembar ber-Disapparate. "Yang dua itu!" kata Hermione dengan marah, sambil menatap langit-langit, dari mana mereka bisa mendengar Fred dan George tertawa bergemuruh di kamar atas. "Jangan perhatikan mereka, Ron, mereka cuma iri!" "Aku kira mereka tidak begitu," kata Ron dengan ragu, juga menatap langit-langit. "Mereka selalu bilang hanya orang brengsek yang jadi prefek ... tetap saja," dia menambahkan dengan nada lebih senang, "mereka belum pernah punya sapu baru! Kuharap aku bisa pergi dengan Mum dan memilih ... dia tidak akan pernah bisa membeli Nimbus, tapi ada Sapu Bersih baru yang keluar, itu akan bagus sekali ... yeah, kukira aku akan pergi memberitahunya aku suka Sapu Bersih, hanya agar dia tahu ... " Dia berlari keluar kamar, meninggalkan Harry dan Hermione sendiri. Untuk alasan-alasan tertentu, Harry menemukan dirinya tidak mau memandang Hermione. Dia berpaling ke tempat tidurnya, memungut tumpukan jubah bersih yang telah diletakkan Mrs Weasley ke atasnya dan menyeberangi kamar menuju kopernya. "Harry?" kata Hermione untuk melihat reaksinya. "Bagus, Hermione," kata Harry, dengan setengah hati sehingga sama sekali tidak terdengar seperti suaranya, dan, masih tidak memandangnya, "brilian. Prefek. Bagus." "Trims," kata Hermione. "Erm -- Harry -- bolehkah aku pinjam Hedwig agar aku bisa memberitahu Mum dan Dad? Mereka akan sangat senang -- maksudku prefek adalah sesuatu yang bisa mereka mengerti." "Yeah, tak masalah," kata Harry, masih dalam suara setengah hati yang mengerikan itu yang bukan suaranya. "Ambil dia!" Dia membungkuk ke kopernya, meletakkan jubah-jubah itu ke dasarnya dan berpura-pura menggeledah sesuatu sementara Hermione menyeberang ke lemari pakaian dan memanggil Hedwig turun. Beberapa saat lewat; Harry mendengar pintu menutup tetapi tetap membungkuk, sambil mendengarkan; satu-satunya suara yang dapat didengarnya adalah lukisan kosong di dinding yang mencibir lagi dan keranjang sampah di sudut yang memuncratkan kotoran burung hantu. Dia meluruskan badan dan melihat ke belakangnya. Hermione dan Hedwig telah pergi. Harry bergegas menyeberangi kamar, menutup pintu, lalu kembali pelan-pelan ke ranjangnya dan merosot ke atasnya, sambil menatap kosong kaki lemari pakaian. Dia telah sepenuhnya lupa tentang pemilihan para prefek di tahun kelima. Dia terlalu cemas akan kemungkinan dikeluarkan sehingga tidak menyisakan pikiran tentang fakta bahwa lencana-lencana itu pasti sedang dalam perjalanan menuju orang-orang tertentu. Tapi kalau dia ingat ... kalau dia memikirkan tentang hal itu ... apa yang akan diharapkannya? Bukan ini, kata sebuah suara kecil yang jujur di dalam kepalanya. Harry mengernyitkan wajahnya dan menutupnya dengan tangan. Dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri; kalau dia tahu lencana prefek sedang dalam perjalanan, dia akan mengahrapkannya datang kepada dirinya, bukan Ron. Apakah ini membuatnya searogan Draco Malfoy? Apakah dia mengira dirinya lebih hebat daripada orang lain? Apakah dia benar-benar percaya bahwa dia lebih baik daripada Ron? Tidak, kata suara kecil itu dengan menantang. Benarkah itu? Harry bertanya-tanya sambil menyelidiki perasaannya dengan cemas. Aku lebih pandai dalam Quidditch, kata suara itu. Tapi aku tidak lebih baik dalam hal lain. Itu sangat benar, Harry berpikir; dia tidak lebih baik daripada Ron dalam hal pelajaran. Tapi bagaimana dengan di luar pelajaran? Bagaimana dengan petualangan-petualangan yang dia, Ron dan Hermione alami bersama sejak masuk Hogwarts, seringkali mempertaruhkan hal yang jauh lebih buruk daripada pengeluaran dari sekolah? Well, Ron dan Hermione ada bersamaku kebanyakan waktu, kata suara di kepala Harry. Namun tidak sepanjang waktu, Harry membantah dirinya sendiri. Mereka tidak bertarung dengan Quirrel bersamaku. Mereka tidak melawan Riddle dan Basilisk. Mereka tidak mengenyahkan para Dementor itu di malam Sirius kabur. Mereka tidak ada di pekuburan itu bersamaku, di malam Voldemort kembali ... Dan perasaan disalahgunakan yang dulu telah meliputi dirinya di malam dia tiba bangkit lagi. Aku jelas telah melakukan lebih banyak, pikir Harry marah. Aku telah melakukan lebih banyak daripada mereka! Tapi mungkin, kata suara kecil itu dengan adil, mungkin Dumbledore tidak memilih prefek karena mereka melibatkan diri ke banyak situasi berbahaya ... mungkin dia memilih prefek karena alasan-alasan lain ... Ron pasti punya sesuatu yang tidak kau punya ... Harry membuka matanya dan menatap melalui jari-jarinya ke kaki bercakar lemari pakaian, sambil mengingat apa yang telah dikatakan Fred: "Tak seorangpun yang waras akan menjadikan Ron seorang prefek ... " Harry mengeluarkan dengusan tawa. Sedetik kemudian dia merasa muak dengan dirinya sendiri. Ron tidak meminta Dumbledore memberinya lencana prefek. Ini bukan salah Ron. Apakah dia, Harry, sahabat terbaik Ron di seluruh dunia, akan merajuk karena dia tidak memiliki lencana, tertawa bersama si kembar di belakang Ron, mengacaukan ini bagi Ron ketika, untuk pertama kalinya, dia telah mengalahkan Harry dalam sesuatu? Sampai sini Harry mendengar langkah-langkah kaki Ron di tangga lagi. Dia berdiri, meluruskan kacamatanya, dan menyeringai ketika Ron masuk lewat pintu. "Baru saja mengejarnya!" dia berkata dengan gembira. "Dia bilang dia akan membelikan Sapu Bersih kalau dia bisa." "Keren," Harry berkata, dan dia lega mendengar suaranya telah tidak terdengar setengah hati lagi. "Dengar -- Ron -- selamat, sobat." Senyum memudar dari wajah Ron. "Aku tak pernah mengira aku yang akan terpilih!" katanya sambil menggelengkan kepalanya. "Kukira kau!" "Tidak, aku sudah menyebabkan terlalu banyak masalah," kata Harry meniru Fred. "Yeah," kata Ron, "yeah, kurasa ... well, kita sebaiknya mengepak koper-koper kita, bukan begitu?" Tampaknya ganjil bagaimana barang-barang milik mereka seolah berceceran sendiri sejak mereka tiba. Mereka butuh hampir sesorean untuk mengambil kembali buku-buku dan barang-barang dari segala tempat di rumah dan memuatkannya kembali ke dalam koper sekolah mereka. Harry memperhatikan bahwa Ron terus memindahkan lencana prefeknya ke sekitar, pertama menempatkannya di meja samping tempat tidur, lalu meletakkannya ke dalam kantong celana jinsnya, lalu mengeluarkannya dan meletakkannya di atas jubahnya yang terlipat, seolah-olah ingin melihat pengaruh warna merah pada warna hitam. Hanya setelah Fred dan George mampir dan menawarkan untuk melekatkannya ke dahinya dengan Mantera Lekat Permanen barulah dia membungkusnya dengan hati-hati dalam kaus kaki merah marunnya dan menguncinya di dalam kopernya. Mrs Weasley kembali dari Diagon Alley sekitar jam enam, diberati oleh buku-buku dan membawa sebuah paket panjang yang dibungkus dengan kertas coklat tebal yang diambil Ron dengan erangan rasa ingin. "Tidak usah membuka bungkusnya sekarang, orang-orang akan tiba untuk makan malam, aku mau kalian semua turun," katanya, tapi saat dia menghilang dari pandangan Ron merobek kertas itu dengan gila-gilaan dan memeriksa setiap inci sapu barunya dengan ekspresi kegirangan di wajahnya. Di ruang bawah tanah Mrs Weasley telah menggantungkan sebuah spanduk merah tua di atas meja yang penuh, yang bertuliskan: SELAMAT RON DAN HERMIONE PREFEK - PREFEK BARU Dia terlihat dalam keadaan jiwa yang lebih baik daripada yang pernah dilihat Harry selama liburan. "Kukira kita akan mengadakan pesta kecil, bukan makan malam di meja," dia memberitahu Harry, Ron, Hermione, Fred, George dan Ginny ketika mereka memasuki ruangan. "Ayahmu dan Bill sedang dalam perjalanan, Ron. Aku sudah mengirim burung hantu kepada mereka berdua dan mereka sangat senang," dia menambahkan sambil tersenyum. Fred menggulirkan matanya. Sirius, Lupin, Tonks dan Kingsley Shacklebolt telah berada di sana dan Mad-Eye Moody melangkah masuk segera setelah Harry memperoleh Butterbeer untuk dirinya sendiri. "Oh, Alastor, aku senang kamu ada di sini," kata Mrs Weasley dengan ceria, selagi Mad-Eye melepaskan mantel bepergiannya. "Kami sudah lama ingin menanyaimu -bisakah kamu melihat ke meja tulis di ruang duduk dan memberitahu kami apa yang ada di dalamnya? Kami belum mau membukanya kalau-kalau isinya sesuatu yang mengerikan." "Tidak masalah, Molly Mata biru elektrik Moody berputar ke atas dan menatap melalui langit-langit dapur. "Ruang duduk gerutunya, selagi pupil matanya mengerut. "Meja tulis di sudut? Yeah, aku melihatnya ... yeah, sebuah Boggart ... ingin aku naik dan melenyapkannya, Molly?" "Tidak, tidak, akan kulakukan sendiri nanti," kata Mrs Weasley sambil tersenyum, "kamu minumlah. Sebenarnya kami sedang mengadakan perayaan kecil-kecilan Dia memberi tanda ke spanduk merah tua itu. "Prefek keempat dalam keluarga!" "Prefek, eh?" gerutu Moody, mata normalnya menatap Ron dan mata sihirnya berputar berkeliling dan memandang ke sisi kepalanya. Harry punya perasaan tak nyaman bahwa mata itu sedang melihatnya dan pindah mendekat kepada Sirius dan Lupin. "Well, selamat," kata Moody, masih melotot kepada Ron dengan mata normalnya, "figur-figur dalam kekuasaan selalu menarik masalah, tapi kurasa Dumbledore mengira kamu bisa menahan kebanyakan kutukan utama atau dia tidak akan menunjukmu Ron terlihat agak terkejut atas sudut pandang ini tetapi diselamatkan dari keharusan untuk menjawab oleh kedatangan ayah dan kakak tertuanya. Mrs Weasley merasa sangat senang sehingga dia bahkan tidak mengeluh bahwa mereka membawa Mundungus bersama mereka; dia memakai jas luar panjang yang terlihat menggembung di tempat-tempat aneh dan menolak tawaran untuk melepaskannya dan meletakkannya bersama mantel bepergian Moody. "Well, kukira kita harus bersulang," kata Mr Weasley, ketika semua orang sudah minum. Dia mengangkat pialanya. "Kepada Ron dan Hermione, para prefek baru Gryffindor!" Ron dan Hermione tersenyum ketika semua orang minum untuk mereka, dan lalu bertepuk tangan. "Aku sendiri tak pernah jadi prefek," kata Tonks dengan ceria dari balik Harry ketika semua orang bergerak menuju meja untuk makan. Rambutnya merah tomat dan sepanjang pinggang hari ini; dia tampak seperti kakak perempuan Ginny. "Kepala Asramaku mengatakan aku kurang sifat-sifat tertentu yang diperlukan." "Seperti apa?" kata Ginny, yang sedang memilih kentang panggang. "Seperti kemampuan untuk menjaga tingkah lakuku," kata Tonks. Ginny tertawa; Hermione terlihat seakan-akan tidak tahu apakah harus tersenyum atau tidak dan memutuskan untuk minum Butterbeer banyak-banyak dan tersedak olehnya. "Bagaimana denganmu, Sirius?" Ginny bertanya, sambil memukul-mukuk punggung Hermione. Sirius, yang tepat di samping Harry, mengeluarkan tawa mirip gonggongan yang biasa. "Tak seorangpun yang akan menjadikanku prefek, aku menghabiskan terlalu banyak waktu dalam detensi bersama James. Lupin anak yang baik, dia dapat lencana." "Kukira Dumbledore mungkin berharap aku akan bisa melakukan sedikit pengendalian terhadap sahabat-sahabat baikku," kata Lupin. "Aku hampir itidak perlu bilang bahwa aku gagal." Perasaaan Harry mendadak membaik. Ayahnya juga tidak jadi prefek. Seketika pesta itu tampak lebih menyenangkan; dia memenuhi piringnya, merasa dua kali lebih suka kepada semua orang dalam ruangan itu. Ron sedang bercerita dengan gembira mengenai sapu barunya kepada siapapun yang mau mendengarkan. nol ke tujuh puluh dalam sepuluh detik, tidak jelek, "kan? Kalau kau pertimbangkan Komet Dua Sembilan Puluh hanya nol ke enam puluh dan itupun dengan angin buritan yang bagus menurut Sapu yang Mana?" Hermione sedang berbincang-bincang dengan bersemangat kepada Lupin mengenai pandangannya terhadap hak-hak peri. "Maksudku, itu omong kosong yang sejenis dengan pemisahan manusia serigala, bukan begitu? Semuanya berakar dari hal mengerikan yang dimiliki oleh para penyihir yaitu pemikiran bahwa mereka lebih baik daripada makhluk-makhluk lain ... " Mrs Weasley dan Bill sedang berdebat seperti biasa mengenai rambut Bill. sudah tak bisa diurus, dan kau begitu tampan, akan tampak lebih baik kalau lebih pendek, bukankah begitu, Harry?" "Oh -- aku tak tahu -- " kata Harry, agak terkejut dimintai pendapat, dia menyelinap menjauh dari mereka ke arah Fred dan George yang sedang berkerumun di sudut dengan Mundungus. Mundungus berhenti berbicara ketika dia melihat Harry, tetapi Fred berkedip dan memberi isyarat kepada Harry untuk mendekat. "Tidak apa-apa," dia memberitahu Mundungus, "kita bisa mempercayai Harry, dia pendukung finansial kami." "Lihat apa yang dibawa Dung untuk kami," kata George, sambil mengulurkan tangannya kepada Harry. Tangan itu penuh dengan apa yang terlihat seperti kacang polong hitam yang mengkerut. Sebuah suara derak samar datang dari kacang-kacang itu, walaupun mereka benar-benar tidak bergerak. "Biji-biji Tentakel Berbisa," kata George. "Kami butuh mereka untuk Kotak Makanan Pembolos tapi mereka adalahl Benda Tidak Diperdagangkan Kelas C jadi kami agak kesulitan mengdapatkannya." "Kalau begitu, sepuluh Galleon untuk semuanya, Dung?" kata Fred. "D"gan semua masalah yang kulalui untuk mendapatkannya?" kata Mundungus, matanya yang merah darah dan kendor menregang lebih lebar lagi. "Maaf, nak, tapi aku tak akan mengambil satu Knutpun di bawah dua puluh." "Dung suka lelucon kecilnya," Fred berkata kepada Harry. "Yeah, yang terbaik sejauh ini adalah enam Sickle untuk sekantong pena bulu Knarl," kata George. "Hari-hati," Harry memperingatkan mereka dengan pelan. "Apa?" kata Fred. "Mum sibuk memuji Prefek Ron, kita tidak apa-apa." "Tapi Moody bisa memandang kalian dengan matanya," Harry menunjukkan. Mundungus memandang dengan gugup lewat bahunya. "Poin yang bagus itu," gerutunya. "Baiklah, nak, sepuluh jadinya, kalau kalian mengambilnya dengan cepat." "Cheers, Harry!" kata Fred dengan senang, sewaktu Mundungus telah mengosongkan kantongnya ke tangan-tangan si kembar yang dijulurkan dan berjalan tergesa-gesa menuju makanan. "Kita sebaiknya membawa ini ke atas ... " Harry memperhatikan mereka pergi, sambil merasa agak kurang enak. Baru saja terpikir olehnya bahwa Mr dan Mrs Weasley akan mau tahu bagaimana Fred dan George membiayai bisnis toko lelucon mereka ketika, seperti yang tidak terhindarkan, mereka akhirnya mengetahui hal itu. Memberikan hasil kemenangan Triwizardnya kepada si kembar tampak hal yang sederhana untuk dilakukan pada saat itu, tetapi bagaimana kalau itu menuntun kepada pertengkaran keluarga lain dan kerenggangan seperti Percy? Apakah Mrs Weasley masih akan merasa bahwa Harry seperti anaknya sendiri kalau dia mengetahui bahwa dia yang memungkinkan Fred dan George memulai karir yang dianggapnya tidak sesuai? Sambil berdiri di tempat si kembar meninggalkannya, hanya ditemani oleh perasaan bersalah yang memberati dasar perutnya, Harry mendengar namanya sendiri diucapkan. Suara dalam Kingsley Shacklebolt terdengar bahkan melewati obrolan di sekeliling. kenapa Dumbledore tidak menjadikan Potter prefek?" kata Kingsley. "Dia punya alasannya tersendiri," jawab Lupin. "Tapi akan memperlihatkan keyakinan pada dirinya. Itu yang akan kulakukan," Kingsley bersikeras, "terutama dengan Daily Prophet yang mengoloknya tiap beberapa hari sekali ... " Harry tidak berpaling; dia tidak mau Lupin atau Kingsley mengetahui dia telah mendengarnya. Walaupun sama sekali tidak lapar, dia mengikuti Mundungus kembali menuju meja. Kesenangannya atas pesta itu telah menguap secepat datangnya; dia berharap dia ada di atas di tempat tidurnya. Mad-Eye Moody sedang membaui sebuah paha ayam dengan apa yang tersisa dari hidungnya; jelas dia tidak bisa mendeteksi sisa-sisa racun apapun, karena dia lalu mengoyaknya dengan gigi. pegangannya terbuat dari kayu ek Spanyol dengan pernis anti kutukan dan kendali getar terpasang -- " Ron sedang berkata kepada Tonks. Mrs Weasley menguap lebar-lebar. "Well, kukira aku akan mengatasi Boggart itu sebelum tidur ... Arthur, aku tidak mau mereka terjaga terlalu malam, oke? Malam, Harry, sayang." "Kau baik-baik saja, Potter?" gerutu Moody. "Yeah, baik," dusta Harry. Moody meneguk dari botol labunya, mata biru elektriknya menatap ke samping kepada Harry. "Kemarilah, aku punya sesuatu yang mungkin menarik bagimu," katanya. Dari salah satu kantong dalam di jubahnya Moody menarik sebuah foto sihir tua yang sangat compang-camping. "Order of the Phoenix yang asli," geram Moody. "Akhirnya kutemukan tadi malam sewaktu aku sedang mencari Jubah Gaib cadanganku, karena Podmore tidak punya sopan santun untuk mengembalikan jubah terbaikku ... kukira orang-orang mungkin ingin melihatnya." Harry mengambil foto itu. Kerumunan kecil orang, beberapa melambai kepadanya, yang lain mengangkat kaca mata mereka, memandang balik kepadanya. "Itu aku," kata Moody sambil menunjuk kepada dirinya sendiri. Moody di gambar itu tidak bisa salah dikenali, walaupun rambutnya tidak begitu kelabu dan hidungnya utuh. "Dan itu Dumbledore di sampingku, Dedalus Diggle di sisi lain ... itu Marlene McKinnon, dia terbunuh dua minggu setelah ini diambil, mereka membunuh semua keluarganya. Itu Frank dan Alice Longbottom -- " Perut Harry, yang telah tidak enak, mengejang ketika dia melihat kepada Alice Longbottom; dia mengenali wajah bulatnya yang bersahabat dengan baik, walaupun mereka belum pernah berjumpa, karena dia sangat mirip dengan anaknya, Neville. "-- orang-orang malang," geram Moody. "Lebih baik mati daripada apa yang terjadi dengan mereka ... dan itu Emmeline Vance, kau sudah bertemu dengannya, dan di sana Lupin, tentu saja ... Benjy Fenwick, dia kena juga, kami hanya pernah menemukan potongan-potongan tubuhnya ... geser ke samping yang di sana," tambahnya sambil menyodok gambar itu, dan orang-orang kecil di foto menepi ke samping, sehingga yang tertutup sebagian bisa pindah ke depan. "Itu Edgar Bones ... kakak Amelia Bones, mereka bunuh dia dan keluarganya juga, dia adalah penyihir hebat ... Sturgis Podmore, astaga, dia tampak muda ... Caradoc Dearborn, menghilang enam bulan setelah ini, kami tidak pernah menemukan mayatnya ... Hagrid, tentu saja, terlihat persis sama ... Elphias Doge, kau sudah bertemu dengannya, aku lupa dia dulu suka memakai topi bodoh itu ... Gideon Prewett, butuh lima Pelahap Maut untuk membunuhnya dan saudaranya Fabian, mereka bertarung seperti pahlawan ... geser, geser Orang-orang kecil di foto itu saling mendesak satu sama lain dan yang tersembunyi tepat di belakang muncul di bagian depan gambar. "Itu saudara lelaki Dumbledore, Aberfotrh, satu-satunya pertemuanku dengannya, lelaki aneh ... itu Dorcas Meadows, Voldemort membunuhnya sendiri ... Sirius, waktu dia masih berambut pendek ... dan ... itu dia, kukira itu akan membuatmu tertarik!" Jantung Harry berbalik. Ibu dan ayahnya sedang tersenyum kepadanya, duduk di kedua sisi seorang lelaki kecil yang matanya berair yang dikenali Harry dengan seketika sebagai Wormtail, orang yang telah mengkhianati keberadaan orang tuanya kepada Voldemort dan dengan begitu membantu mendatangkan kematian mereka. "Eh?" kata Moody. Harry memandang wajah Moody yang penuh luka dan lubang. Jelas Moody mendapat kesan bahwa dia baru saja memberi Harry sesuatu yang menyenangkan. "Yeah," kata Harry, mencoba menyeringai sekali lagi. "Er ... dengar, aku baru saja ingat, aku belum mengepak ... " Dia bebas dari keharusan menciptakan benda yang belum dikemasnya. Sirius baru saja berkata, "Apa yang kau punya di sana, Mad-Eye?" dan Moody berpaling kepadanya. Harry menyeberangi dapur, menyelinap melalui pintu dan naik tangga sebelum siapapun bisa memanggilnya kembali. Dia tidak tahu mengapa jadi terguncang begitu; dia sudah pernah melihat gambar-gambar orang tuanya ... tapi mendapatkan mereka diberikan kepadanya seperti itu, ketika dia sama sekali tidak menduga ... tak ada yang suka itu, pikirnya dengan marah Dan lalu, melihat mereka dikelilingi oleh semua wajah gembira lain ... Benjy Fenwick, yang telah ditemukan dalam bentuk potongan-potongan tubuh, dan Gideon Prewett, yang telah mati seperti pahlawan, dan keluarga Longbottom, yang telah disiksa hingga gila ... semua melambai dengan gembira dari foto itu untuk selamanya, tanpa tahu bahwa mereka sudah dikutuk ... well, Moody mungkin menganggap itu menarik ... dia, Harry, menganggapnya mengganggu ... Harry berjingkat menaiki tangga di aula melewati kepala peri yang disumpal, senang berada sendirian lagi, tetapi ketika dia mendekati puncak tangga pertama dia mendengar suara-suara. Seseorang sedang tersedu-sedan di ruang duduk. "Halo?" Harry berkata. Tidak ada jawaban tetapi sedu sedan itu berlanjut terus. Dia menaiki sisa anak tangga dua-dua, berjalan menyeberangi puncak tangga dan membuka pintu ruang duduk. Seseorang sedang gemetar ketakutan pada dinding yang gelap, dengan tongkat di tangannya, seluruh tubuhnya bergetar akibat tangisannya. Tergeletak di karpet tua berdebu dalam seberkas cahaya bulan, jelas-jelas sudah mati, adalah Ron. Semua udara seakan menghilang dari paru-paru Harry; dia merasa seolah-olah dia sedang jatuh melalui lantai; otaknya menjadi sedingin es -- Ron mati, tidak, tidak mungkin -Tapi tunggu sebentar, itu tidak mungkin -- Ron ada di bawah --"Mrs Weasley?" Harry berkata dengan parau. "R -- r -- riddikulus!" Mrs Weasley tersedu-sedu, sambil menunjukkan tongkatnya ke tubuh Ron. Crack. Tubuh Ron berubah menjadi tubuh Bill, telentang dengan tangan dan kaki terentang lebar, matanya terbuka lebar dan kosong. Mrs Weasley tersedu lebih keras dari sebelumnya. "R -- riddikulus!" dia terisak lagi. Crack. Tubuh Mr Weasley menggantikan tubuh Bill, kacamatanya miring, aliran darah kecil mengalir menuruni wajahnya. "Tidak!" Mrs Weasley mengerang. "Tidak ... riddikulus! Riddikulus! RIDDIKULUS!" Crack. Si kembar yang sudah mati. Crack. Percy yang sudah mati. Crack.. Harry yang sudah mati ... "Mrs Weasley, keluarlah dari sini!" teriak Harry sambil menatap ke mayatnya sendiri di lantai. "Biarkan orang lain -- " "Apa yang sedang terjadi?" Lupin telah datang sambil berlari ke dalam ruangan itu, diikuti segera oleh Sirius, dengan Moody terseok-seok di belakang mereka. Lupin melihat dari Mrs Weasley ke mayat Harry di lantai dan terlihat mengerti dalam sekejap. Sambil menarik keluar tongkatnya sendiri, dia berkata dengan sangat tegas dan jelas: "Riddikulus!" Tubuh Harry menghilang. Sebuah bola keperakan tergantung di udara di atas titik di mana tubuh itu tadi terbaring. Lupin mengayunkan tongkatnya sekali lagi dan bola itu menghilang menjadi segumpal asap. "Oh -- oh -- oh!" Mrs Weasley bernapas tertahan-tahan dan tangisannya pecah, dengan wajah tertutup tangannya. "Molly," kata Lupin dengan suram, sambil berjalan ke arahnya. "Molly, jangan Detik berikutnya, dia menangis sepuas hati di bahu Lupin. "Molly, itu hanya Boggart," katanya menenangkan, sambil menepuk-nepuk kepalanya. "Hanya Boggart bodoh ... " "Aku melihat mereka m -- m -- mati setiap kali!" Mrs Weasley mengerang ke bahunya. "Setiap k --k -- kali! Aku b -- b -- bermimpi tentang hal itu Sirius sedang menatap potongan karpet tempat Boggart, yang berpura-pura sebagai mayat Harry, berada tadi. Moody sedang memandang Harry, yang menghindari tatapannya. Dia punya perasaan aneh bahwa mata sihir Moody telah mengikutinya sepanjang jalan dari dapur itu. "J -- j -- jangan beritahu Arthur," Mrs Weasley bernapas tertahan sekarang, sambil menyeka matanya dengan kalut dengan ujung lengan bajunya. "Aku t -- t -- tak mau dia tahu ... bersikap tolol Lupin memberikan kepadanya sebuah sapu tangan dan dia meniup hidungnya. "Harry, aku sangat menyesal. Apa yang pasti kaupikirkan tentang diriku?" dia berkata gemetaran. "Bahkan tidak bisa mengenyahkan Boggart ... " "Jangan bodoh," kata Harry, sambil mencoba tersenyum. "Aku hanya b -- b -- begitu khawatir," katanya, air mata bercucuran dari matanya lagi. "Setengah dari keluarga ada dalam Order, p -- p -- pastilah keajaiban kalau kami semua selamat melewati ini ... dan P -- P -- Percy tidak mau bicara dengan kami ... bagaimana kalau sesuatu yang m -- m -- mengerikan terjadi dan kami tidak akan pernah b -- b -- berbaikan dengannya? Dan apa yang akan terjadi kalau Arthur dan aku terbunuh, siapa yang akan menjaga Ron dan Ginny?" "Molly, sudah cukup," kata Lupin dengan tegas. "Ini tidak seperti terakhir kali. Order sudah lebih siap, kita mulai duluan, kita tahu apa yang sedang direncanakan Voldemort -- " Mrs Weasley mengeluarkan cicit ketakutan kecil ketika mendengar nama itu. "Oh, Molly, ayolah, sudah waktunya kamu terbiasa mendengar namanya -- lihat, aku tidak bisa menjanjikan bahwa tak seorangpun akan terluka, tidak ada yang bisa menjanjikan itu, tapi kita jauh lebih baik daripada terakhir kali. Kamu tidak ada dalam Order saat itu, kamu tidak mengerti. Terakhir kali kami kalah jumlah dua puluh lawan satu oleh para Pelahap Maut dan mereka mengerjai kami satu demi satu ... " Harry memikirkan foto itu lagi, wajah-wajah orang tuanya yang tersenyum. Dia tahu Moody masih mengamatinya. "Jangan khawatir tentang Percy," kata Sirius dengan kasar. "Dia akan sadar. Hanya masalah waktu sebelum Voldemort bergerak terang-terangan; sekali dia melakukan itu, seluruh Kementerian akan memohon kita untuk memaafkan mereka. Dan aku tidak yakin aku akan menerima permintaan maaf mereka," dia menambahkan dengan getir. "Dan mengenai siapa yang akan menjaga Ron dan Ginnya kalau kamu dan Arthur mati," kata Lupin sambil tersenyum sedikit, "apa yang kaukira akan kami lakukan, membiarkan mereka kelaparan?" Mrs Weasley tersenyum dengan gemetar. "Bersikap tolol," dia bergumam lagi, sambil menyeka matanya. Tetapi Harry, ketika menutup pintu kamar tidurnya sekitar sepuluh menit kemudian, tidak bisa berpikir bahwa Mrs Weasley tolol. Dia masih bisa melihat orang tuanya tersenyum kepadanya dari foto tua yang compang-camping itu, tidak menyadari bahwa hidup mereka, seperti begitu banyak orang yang mengelilingi mereka, sedang menuju akhirnya. Citra Boggart yang berlagak seperti mayat dari tiap-tiap anggota keluarga Weasley secara bergantian terus berkelebat di depan matanya. Tanpa peringatan, bekas luka di dahinya membakar dengan menyakitkan lagi dan perutnya terkocok dengan mengerikan. "Hentikan," katanya dengan tegas, sambil menggosok bekas luka itu ketika rasa sakit mereda. "Tanda kegilaan pertama, berbicara dengan kepalamu sendiri," kata sebuah suara licik dari lukisan kosong di dinding. Harry mengabaikannya. Dia merasa lebih tua daripada yang pernah dirasakannya seumur hidup dan tampaknya luar biasa bagi dirinya bahwa belum satu jam yang lalu dia mengkhawatirkan tentang sebuah toko lelucon dan siapa yang mendapatkan lencana prefek. BAB SEPULUH Luna Lovegood Harry mengalami tidur yang tidak lelap. Orang tuanya keluar masuk dari mimpinya, tidak pernah berbicara; Mrs Weasley menangisi jasad Kreacher, dipandangi Ron dan Hermione yang sedang memakai mahkota, dan sekali lagi Harry menemukan dirinya berjalan menyusuri sebuah koridor yang berakhir pada sebuah pintu terkunci. Dia terbangun tiba-tiba dengan bekas lukanya menusuk-nusuk dan menemukan Ron telah selesai berpakaian dan sedang berbicara kepadanya. lebih baik bergegas, Mom akan marah-marah, dia bilang kita akan ketinggalan kereta api Ada banyak keributan di dalam rumah. Dari apa yang didengarnya sewaktu dia berpakaian secepat kilat, Harry mengetahui bahwa Fred dan George telah menyihir koper-koper mereka untuk terbang menuruni tangga untuk menghindari kerepotan membawanya, dengan hasil mereka meluncur lansung ke arah Ginny dan menjatuhkannya dua tingkat anak tangga ke aula; Mrs Black dan Mrs Weasley sama-sama berteriak sekuat-kuatnya. "-- BISA SAJA MENYEBABKANNYA LUKA PARAH, KALIAN IDIOT --" "-- TURUNAN-CAMPURAN KOTOR, MENODAI RUMAH NENEK MOYANGKU -- " Hermione bergegas masuk ke dalam ruangan tampak bingung, persis ketika Harry sedang memakai celana olahraganya. Hedwig sedang berayun di bahunya, dan dia menggendong Crookshanks yang menggeliat di lengannya. "Mum dan Dad baru saja mengirim Hedwig balik." Burung hantu itu berkedip patuh dan bertengger di puncak sangkarnya, "Sudah siap?" "Hampir. Apakah Ginny baik-baik saja?" Harry bertanya, sambil mendorong kacamatanya. "Mrs Weasley sudah mengobatinya," kata Hermione. "Tapi sekarang Mad-Eye mengeluh bahwa kita tidak bisa berangkat kecuali Sturgis Podmore ada di sini, kalau tidak pengawalnya akan kurang satu." "Pengawal?" kata Harry. "Kita harus pergi ke King"s Cross dengan seorang pengawal?" "Kamu yang harus pergi ke King"s Cross dengan seorang pengawal," Hermione mengkoreksinya. "Kenapa?" kata Harry tidak senang. "Kupikir Voldermort seharusnya bersembunyi, atau apa kamu akan memberitahuku bahwa dia akan melompat keluar dari belakang sebuah tong sampah untuk mencoba membunuhku?" "Aku tidak tahu, itu cuma yang dibilang Mad-Eye," kata Hermione kacau, sambil melihat ke jam tangannya, "tetapi kalau kita tidak segera berangkat kita pasti akan ketinggalan kereta api ... " "BISAKAH KALIAN SEMUA TURUN KE SINI SEKARANG JUGA!" Mrs Weasley berteriak dan Hermione terlonjak seakan-akan terbakar dan bergegas ke luar ruangan. Harry menyambar Hedwig, menjejalkannya tanpa basa-basi ke dalam kandangnya, dan turun ke bawah mengejar Hermione, sambil menyeret kopernya. Potret Mrs Black sedang melolong marah tetapi tak seorangpun repot-repot menutup tirainya; semua keributan di aula pastilah akan membangunkannya lagi. "Harry, kamu ikut denganku dan Tonks," teriak Mrs Weasley -- melawan pekikan yang diulang-ulang "DARAH LUMPUR! SAMPAH! MAKHLUK-MAKHLUK KOTOR!" -- "Tinggalkan kopermu dan burung hantumu, Alastor akan mengurus barang bawaan ... oh, demi Tuhan, Sirius, Dumbledore bilang jangan!" Seekor anjing hitam yang mirip beruang telah muncul di sisi Harry ketika dia sedang merangkak melewati berbagai koper yang berceceran di aula untuk mencapai Mrs Weasley. "Oh jujur saja kata Mrs Weasley dengan putus asa. "Well, resikonya kepalamu sendiri!" Dia merenggut pintu depan hingga terbuka dan melangkah keluar ke sinar matahari lemah bulan September. Harry dan anjing itu mengikutinya. Pintu terbanting di belakang mereka dan pekikan Mrs Black terhenti dengan segera. "Di mana Tonks?" Harry berkata, melihat sekeliling sewaktu mereka menuruni anak-anak tangga batu dari nomor dua belas, yang menghilang saat mereka mencapai trotoar. "Dia sedang menunggu kita di atas sana," kata Mrs Weasley dengan kaku, mengalihkan matanya dari anjing besar yang melompat-lompat di sisi Harry. Seorang wanita tua memberi salam kepada mereka di sudut. Dia memiliki rambut kelabu yang sangat keriting dan mengenakan sebuah topi ungu yang berbentuk seperti pai babi. "Pakabar, Harry," dia berkata, sambil mengedip. "Lebih baik bergegas, bukan begitu, Molly?" tambahnya, sambil mengecek jam tangannya. "Aku tahu, aku tahu," erang Mrs Weasley, memperpanjang langkah kakinya, "tetapi Mad-Eye mau kami menunggu Sturgis ... kalau saja Arthur bisa meminjamkan kita mobil dari Kementerian lagi ... tetapi akhir-akhir ini Fudge bahkan tidak akan memperbolehkan dia meminjam sebuah botol tinta kosong ... bagaimana Muggle bisa tahan bepergian tanpa sihir ... " Tetapi anjing hitam besar itu mengonggong gembira dan melompat-lompat riang di sekitar mereka, menggertak burung-burung merpati dan mengejar ekornya sendiri. Harry tidak bisa menahan tawa. Sirius telah terperangkap di dalam untuk waktu yang sangat lama. Mrs Weasley menutup mulutnya dengan cara yang hampir seperti Bibi Petunia. Mereka butuh dua puluh menit untuk mencapai King"s Cross dengan berjalan kaki dan tidak ada peristiwa menarik yang terjadi selain Sirius menakut-nakuti sepasang kucing untuk menyenangkan Harry. Begitu berada di dalam stasiun mereka berdiri sepintas lalu di samping penghalang antara peron sembilan dan sepuluh sampai keadaan aman, lalu masing-masing bersandar padanya dan jatuh dengan mudah ke peron tiga perempat, di mana Hogwarts Express berdiri menyemburkan uap penuh jelaga ke peron yang dipenuhi murid-murid yang akan berangkat dan keluarga-keluarga mereka. Harry menghirup bau yang akrab itu dan merasakan semangatnya bangkit ... dia benar-benar akan kembali ... "Kuharap yang lain tepat waktu," kata Mrs Weasley dengan cemas, sambil menatap ke belakangnya ke arah lengkungan besi cor yang membatasi peron itu, darimana para pendatang baru akan muncul. "Anjing yang bagus, Harry!" seru seorang bocah lelaki tinggi yang rambutnya dikepang kecil-kecil. "Trims, Lee," kata Harry, nyengir, sementara Sirius mengibaskan ekornya cepat-cepat. "Oh bagus," kata Mrs Weasley, terdengar lega, "ini Alastor dengan barang bawaan, lihatlah ... " Mengenakan sebuah topi portir ditarik rendah menutupi matanya yang tidak sepadan, Moody datang terpincang-pincang melalui lengkungan sambil mendorong sebuah troli yang dibebani dengan koper-koper mereka. "Semua OK," dia bergumam kepada Mrs Weasley dan Tonks, "kurasa kita tidak diikuti ... " Beberapa detik kemudian, Mr Weasley muncul di peron dengan Ron dan Hermione. Mereka telah hampir selesai mengosongkan troli Moody ketika Fred, George dan Ginny muncul dengan Lupin. "Tak ada masalah?" geram Moody. "Tidak ada apa-apa," kata Lupin. "Aku masih akan melaporkan Sturgis pada Dumbledore," kata Moody, "ini kedua kalinya dia tidak muncul dalam seminggu. Mulai tidak dapat diandalkan seperti Mundungus." "Well, jaga diri kalian," kata Lupin, sambil menyalami semuanya. Dia menggapai Harry yang terakhir dan memberinya tepukan di bahu. "Kau juga, Harry. Hati-hati." "Yeah, tundukkan kepalamu dan buka matamu lebar-lebar," kata Moody, sambil menyalami tangan Harry juga. "Dan jangan lupa, kalian semua -- hati-hati akan apa yang kalian tulis. Jika ragu, jangan tulis di dalam surat sama sekali." "Senang berjumpa dengan kalian semua," kata Tonks, sambil memeluk Hermione dan Ginny. "Kuharap kita akan segera bertemu lagi." Sebuah peluit peringatan dibunyikan; murid-murid yang masih berada di peron mulai bergegas ke atas kereta api. "Cepat, cepat," kata Mrs Weasley dengan kacau, sambil memeluk mereka secara acak dan menangkap Harry dua kali. "Tulis surat ... jangan nakal ... jika kalian lupa sesuatu kami akan mengirimkannya ... ke atas kereta api, sekarang, cepat Sejenak, anjing hitam besar itu berdiri di atas kaki belakangnya dan menempatkan cakar-cakar depannya ke bahu Harry, tetapi Mrs Weasley mendorong Harry ke pintu kereta, sambil mendesis, "Demi Tuhan, berlakulah lebih mirip seekor anjing, Sirius!" "Sampai jumpa!" Harry berseru ke luar jendela ketika kereta api mulai bergerak, sementara Ron, Hermione dan Ginny melambai di sampingnya. Figur-figur Tonks, Lupin, Moody serta Mr dan Mrs Weasley mengerut dengan cepat tetapi anjing hitam itu melompat sambil berlari di samping jendela, sambil mengibaskan ekornya; orang-orang yang semakin kabur di peron tertawa melihatnya mengejar kereta api, kemudian mereka membelok di tikungan, dan Sirius telah pergi. "Dia seharusnya tidak ikut bersama kita," kata Hermione dengan suara khawatir. "Oh, santailah," kata Ron, "dia belum melihat siang hari selama berbulan-bulan, pria malang." "Well," kata Fred, sambil menepuk tanggannya, "tak bisa berdiri sambil ngobrol seharian, kami punya bisnis untuk dibahas dengan Lee. Sampai jumpa nanti," dan dia beserta George menghilang ke koridor di sebelah kanan. Kereta api itu menambah kecepatan, sehingga rumah-rumah di luar jendela berkelebat lewat, dan mereka berayun di tempat mereka berdiri. "Kalau begitu kita pergi mencari kompartemen?" Harry bertanya. Ron dan Hermione saling berpandangan. "Er," kata Ron. "Kami -- well -- Ron dan aku harus pergi ke gerbong prefek," Hermione berkata dengan canggung. Ron tidak melihat kepada Harry; dia kelihatannya telah menjadi sangat tertarik pada kuku-kuku tangan kirinya. "Oh," kata Harry. "Benar. Baiklah." "Kukira kami tidak harus tinggal di sana sepanjang perjalanan," kata Hermione cepat-cepat. "Surat-surat kami mengatakan kami hanya harus menerima instruksi dari Kepala Murid Lelaki dan Perempuan dan kemudian berpatroli di koridor dari waktu ke waktu." "Baik," kata Harry lagi. "Well, aku -- kalau begitu ketemu lagi nanti." "Yeah, pasti," kata Ron, memberi Harry pandangan cemas yang berpindah-pindah, "Harus pergi ke bawah sana itu menyebalkan,aku lebih suka -- tetapi kami harus -maksudku, aku tidak menikmatinya, aku bukan Percy," dia mengakhiri dengan menantang. "Aku tahu kamu bukan," kata Harry dan dia menyengir. Tetapi selagi Hermione dan Ron menyeret koper-koper mereka, Crookshanks dan Pigwidgeon dalam sangkar menuju ujung mesin dari kereta api, Harry merasakan rasa kehilangan yang ganjil. Dia belum pernah bepergian di atas Hogwarts Express tanpa Ron. "Ayo," Ginny menyuruhnya, "jika kita bergerak terus kita akan dapat menyisakan tempat untuk mereka." "Benar," kata Harry, sambil mengangkat sangkar Hedwig di satu tangan dan pegangan kopernya di tangan yang lain. Mereka berjuang menyusuri koridor, mengintai ke dalam pintu-pintu berpanel kaca ke dalam kompartemen-kompartemen yang mereka lalui, yang sudah penuh. Harry tidak dapat tidak memperhatikan bahwa banyak orang menatap balik kepadanya dengan minat yang besar dan bahwa beberapa dari mereka menyikut tetangga mereka dan menunjuk dia. Setelah dia menemui perilaku ini di lima gerbong berturut-turut dia teringat bahwa DailyProphet telah memberitahu para pembacanya sepanjang musim panas bahwa dia seorang tukang pamer pembohong. Dia bertanya-tanya dengan bosan apakah orang-orang yang sekarang menatapinya dan berbisik-bisik mempercayai cerita-cerita itu. Di gerbong paling akhir mereka berjumpa dengan Neville Longbottom, teman kelas lima Harry di Gryffindor, wajahnya yang bundar berkilat karena usaha menarik kopernya dan mempertahankan pegangan satu tangan pada kataknya yang meronta-ronta, Trevor. "Hai, Harry," dia terengah-engah. "Hai, Ginny ... semua tempat penuh ... aku tidak bisa menemukan tempat duduk ... " "Apa yang kau bicarakan?" kata Ginny, yang telah menyelip melewati Neville untuk mengintai ke dalam kompartemen di belakangnya. "Ada tempat di yang satu ini, hanya ada Loony Lovegood di sini -- " Neville menggumamkan sesuatu mengenai tidak ingin mengganggu siapapun. "Jangan bodoh," kata Ginny sambil tertawa, "dia baik kok." Dia menggeser pintu hingga terbuka dan menarik kopernya ke dalam. Harry dan Neville mengikuti. "Hai, Luna," kata Ginny, "bolehkah kami ambil tempat duduk ini?" Anak perempuan di samping jendela melihat ke atas. Dia mempunyai rambut pirang kotor sepanjang pinggang yang terurai, alis mata yang sangat pucat dan mata menonjol yang memberinya penampilan terkejut yagn permanen. Harry langsung tahu mengapa Neville memilih melewatkan kompartemen ini. Anak perempuan itu mengeluarkan aura kebodohan yang tampak jelas. Mungkin fakta bahwa dia telah menusukkan tongkatnya di belakang telinga kirinya supaya tidak hilang, atau bahwa dia telah memilih untuk memakai kalung yang terbuat dari gabus-gabus Butterbeer, atau bahwa dia sedang membaca sebuah majalah terbalik. Matanya bergeser dari Neville dan berhenti pada Harry. Dia mengangguk. "Trims," kata Ginny, tersenyum kepadanya. Harry dan Neville menyimpan ketiga koper dan sangkar Hedwig di rak bagasi dan duduk. Luna memperhatikan mereka melewati majalahnya yang terbalik, yang dinamakan The Quibbler. Dia tampaknya tidak perlu berkedip sebanyak manusia normal. Dia menatap dan menatap terus pada Harry, yang telah mengambil tempat duduk di seberangnya dan sekarang berharap tidak melakukan hal itu. "Musim panasmu menyenangkan, Luna? Ginny bertanya. "Ya," kata Luna sambil melamun, tanpa melepaskan pandangan dari Harry. "Ya, cukup menyenangkan, kau tahu. Kau Harry Potter," dia menambahkan. "Aku tahu itu," kata Harry. Neville tertawa kecil. Luna memalingkan matanya yang pucat ke arahnya. "Dan aku tidak tahu siapa kamu." "Aku bukan siapa-siapa," kata Neville cepat-cepat. "Bukan," kata Ginny tajam. "Neville Longbottom -- Luna Lovegood. Luna setingkat denganku, tetapi di Ravenclaw." "Kecerdasan melebihi ukuran adalah harta terbesar manusia," kata Luna dengan suara menyanyi. Dia mengangkat majalahnya yang terbalik cukup tinggi untuk menyembunyikan wajahnya dan terdiam. Harry dan Neville saling memandang dengan alis terangkat. Ginny berusaha menahan tawa terkikik. Kereta api terus berderak maju, semakin cepat membawa mereka ke alam perdesaan bebas. Hari itu adalah hari yang aneh dan tidak menentu; satu saat gerbong dipenuhi sinar matahari dan saat berikutnya mereka melewati awan-awan yang gelap yang tidak menyenangkan. "Tebak apa yang kudapat pada hari ulang tahunku?" kata Neville. "Remembrall lagi?" kata Harry, teringat pada alat mirip kelereng yang telah dikirimkan nenek Neville kepadanya dengan maksud memperbaiki ingatannya yang parah. "Bukan," kata Neville. "Walaupun aku memang butuh satu, aku menghilangkan yang lama sudah lama sekali ... bukan, lihat ini Dia menyisipkan tangan yang tidak sedang mempertahankan genggaman erat pada kataknya, Trevor ke dalam tas sekolahnya dan setelah sedikit merogoh-rogoh menarik keluar apa yang tampak seperti sebuah kaktus kelabu kecil dalam pot, kecuali ia ditutupi benda yang lebih mirip bisul daripada duri. "Mimbulus mimbletonia," katanya dengan bangga. Harry menatap benda itu. Benda itu sedang bergetar sedikit, memberinya penampilan yang seram seperti beberapa organ dalam. "Benar-benar langka," kata Neville sambil tersenyum. "Aku tidak tahu apakah ada satu saja di salah satu rumah kaca di Hogwarts. Aku tak sabar untuk memperlihatkannya kepada Profesor Sprout. Kakek Algieku membelinya untukku di Assyria. Aku akan mencoba membiakannya," Harry tahu bahwa mata pelajaran favorit Neville adalah Herbologi tetapi demi hidupnya dia tidak bisa melihat apa yang diinginkannya dengan tanaman kecil yang aneh itu. "Apakah dia -- er -- melakukan sesuatu?" tanyanya. "Banyak hal!" kata Neville dengan bangga. "Dia punya mekanisme pertahanan yang mengagumkan. SIni, pegang Trevor Dia membuang katak itu ke pangkuan Harry dan mengambil sebuah pena bulu dari tas sekolahnya. Mata Luna Lovegood yang membelalak tampak lagi dari bagian atas majalahnya yang terbalik, untuk menyaksikan apa yang sedang dilakukan Neville. Neville memegang Mimbulus mimbletonia itu sejajar dengan matanya, lidahnya berada di antara gigi-giginya, memilih satu titik, dan memberi tanaman itu sebuah tusukan tajam dengan ujung pena bulunya. Cairan bermuncratan dari setiap bisul pada tanaman itu; pancaran yang deras, bau, berwarna hijau gelap. Cairan itu menghantam langit-langit, jendela-jendela, dan memerciki majalah Luna Lovegood; Ginny, yang telah mengatupkan lengannya ke depan wajahnya tepat waktu, hanya tampak seperti mengenakan topi hijau berlumut, tetapi Harry, yang tangannya sibuk mencegah Trevor kabur, menerima satu muka penuh cairan. Baunya seperti pupuk kandang yang anyir. Neville, yang muka dan badannya juga basah kuyup, menggelengkan kepalanya untuk mengenyahkan yang terburuk dari matanya. "S-sori," dia megap-megap. "Aku belum pernah mencobanya ... tidak sadar akan jadi begini ... jangan khawatir, Stinksap (Getah-Bau) tidak beracun," dia menambahkan dengan gugup, selagi Harry meludahkan satu mulut penuh ke lantai. Pada saat yang sama pintu kompartemen mereka bergeser terbuka. "Oh ... halo, Harry," kata sebuah suara gugup. "Um ... waktu yang tidak tepat?" Harry menyeka lensa kacamatanya dengan tangannya yang bebas dari Trevor. Seorang gadis yang sangat cantik dengan rambut hitam berkilau sedang berdiri di ambang pintu sambil tersenyum kepadanya: Cho Chang, Seeker tim Quidditch Ravenclaw. "Oh ... hai," kata Harry dengan hampa. "Um kata Cho. "Well ... hanya ingin mengatakan halo ... kalau begitu sampai jumpa." Dengan wajah agak merona merah, dia menutup pintu dan pergi. Harry merosot ke tempat duduknya dan mengerang. Dia ingin Cho menemukannya sedang duduk dengan sekelompok orang-orang keren yang sedang tertawa terbahak-bahak mendengar lelucon yang baru dibuatnya; dia tidak akan memilih duduk dengan Neville dan Loony Lovegood, sambil menggengam seekor katak dan basah kuyub oleh Stinksap. "Tidak mengapa," kata Ginny dengan menguatkan diri. "Lihat, kita bisa menghilangkan ini semua dengan mudah." Dia menarik keluar tongkatnya. "Scourgify." Stinksap itu menghilang. "Sori," kata Neville lagi, dengan suara kecil. Ron dan Hermione tidak muncul selama hampir satu jam, pada saat itu troli makanan telah lewat. Harry, Ginny dan Neville telah menghabiskan pai labu mereka dan sedang sibuk bertukar Kartu Cokelat Kodok ketika pintu kompartemen bergeser terbuka dan mereka masuk, ditemani oleh Crookshanks dan Pigwidgeon yang beruhu dengan nyaring dalam sangkarnya. "Aku lapar berat," kata Ron, menyimpan Pigwidgeon di samping Hedwig, sambil meraih sebuah Cokelat Kodok dari Harry dan melemparkan dirinya ke tempat duduk di sebelahnya. Dia merobek pembungkusnya, menggigit kepala kodok itu hingga putus dan bersandar dengan mata tertutup seakan-akan dia telah melewati pagi yang sangat melelahkan. "Well, ada dua orang prefek kelas lima dari masing-masing rumah," kata Hermione, terlihat sangat tidak senang ketika dia mengambil tempat duduk. "Seorang anak lelaki dan seorang anak perempuan." "Dan tebak siapa yang jadi prefek Slytherin?" kata Ron, masih dengan mata tertutup. "Malfoy," jawab Harry seketika, yakin bahwa yang paling ditakutkannya akan dibenarkan. "Tentu saja," kata Ron dengan getir, sambil menjejalkan sisa Kodok ke dalam mulutnya dan mengambil yang lain. "Dan si sapi Pansy Parkinson," kata Hermione dengan ganas. "Bagaimana dia bisa jadi prefek padahal dia lebih tolol daripada troll yang geger otak ... " "Siapa dari Hufflepuff?" Harry bertanya. "Ernie Macmillan dan Hannah Abbot," kata Ron dengan cepat. "Dan Anthony Goldstein dan Padma Patill dari Ravenclaw," kata Hermione. "Kau pergi ke Pesta Dansa dengan Padma Patil," kata sebuah suara samar. Semua orang menoleh untuk memandang Luna Lovegood, yang sedang menatap Ron tanpa berkedip dari balik The Quibbler. Dia menelan Kodok di mulutnya. "Yeah, aku tahu itu," dia berkata, terlihat agak terkejut. "Dia tidak begitu menikmatinya," Luna memberitahunya. "Dia berpikir kamu tidak memperlakukannya cukup baik, karena kamu tidak mau berdansa dengannya. Kupikir aku tidak akan mempersoalkan hal itu," dia menambahkan dengan penuh pemikiran, "aku tidak begitu suka berdansa." Dia menarik diri lagi ke balik The Quibbler. Ron menatap sampulnya dengan mulut terbuka selama beberapa detik, kemudian berpaling pada Ginny untuk mendapatkan penjelasan, tetapi Ginny telah menjejalkan buku-buku jarinya ke dalam mulut untuk menghentikan dirinya tertawa terkikik-kikik. Ron menggelengkan kepalanya, kaget, lalu mengecek jam tangannya. "Kami harus berpatroli di koridor beberapa waktu sekali," dia memberitahu Harry dan Neville, "dan kami bisa memberi hukuman jika orang-orang bertingkah tidak pantas. Aku tidak sabar ingin menghukum Crabbe dan Goyle karena sesuatu ... " "Kamu tidak seharusnya menyalahgunakan kedudukanmu, Ron!" kata Hermione dengan tajam. "Yeah, benar, karena Malfoy sama sekali tidak akan menyalahgunakannya," kata Ron dengan kasar. "Jadi kamu akan turun ke tingkatannya?" "Tidak, aku hanya ingin memastikan aku menangkap sobat-sobatnya sebelum dia menangkap sobat-sobatku." "Demi Tuhan, Ron -- " "Akan kubuat Goyle menulis, itu akan membunuhnya, dia benci menulis," kata Ron dengan gembira. Dia merendahkan suaranya menjadi dengkuran rendah Goyle dan, sambil menegangkan wajahnya dengan tampang konsentrasi yang menyakitkan, menirukan menulis di udara. "Aku ... tidak ... boleh ... terlihat ... seperti ... bokong ... babon. " Semua orang tertawa, tetapi tidak ada yang tertawa lebih keras daripada Luna Lovegood. Dia mengeluarkan jeritan kegembiraan yang mengakibatkan Hedwig terbangun dan mengepak-ngepakkan sayapnya tidak senang dan Crookshanks melompat ke rak bagasi sambil mendesis. Luna tertawa sangat keras sehingga majalahnya tergelincir dari pegangannya, meluncur ke bawah kakinya dan ke atas lantai. "Itu lucu!" Matanya yang menonjol penuh air mata ketika dia menarik napas dengan terengah-engah, sambil menatap Ron. Sama sekali tidak menyangka, Ron melihat sekeliling pada yang lain, yang sekarang sedang menertawakan ekspresi di wajahnya dan tawa berkepanjangan Luna Lovegood yang menggelikan, yang sedang bergoyang maju-mundur, sambil mencengkeram sisi tubuhnya. "Apa kau mengolokku?" kata Ron sambil merengut kepadanya. "Bokong ... babon!" dia tercekik sambil memegang tulang iganya. Yang lain semuanya sedang memperhatikan Luna tertawa, tetapi Harry, sambil memandang sekilas majalah di lantai, memperhatikan sesuatu yang membuatnya mengambilnya. Ketika terbalik sulit mengatakan gambar apa yang ada di depan, tetapi Harry sekarang menyadari bahwa itu adalah kartun yang lumayan buruk dari Cornelius Fudge; Harry hanya mengenalinya karena topi bowler hijau limaunya. Salah satu tangan Fudge mememgang sekantong emas; tangan yang lain sedang mencekik goblin. Kartun itu diberi judul: Seberapa Jauh Fudge akan Bertindak untuk Mendapatkan Gringotts? Di bawah ini ada daftar judul-judul artikel lain di dalam majalah. Korupsi di Liga Quidditch Bagaimana Tornados Mengambil Kendali Rahasia Rune Kuno Terungkap Sirius Black: Penjahat atau Korban? "Boleh aku melihat ini?" Harry bertanya pada Luna dengan tidak sabar. Dia mengangguk, masih menatap Ron, terengah-engah akibat tertawa. Harry membuka majalah itu dan membaca sepintas indeksnya. Hingga saat ini dia telah benar-benar melupakan majalah yang telah diserahkan Kingsley kepada Mr Weasley untuk diberikan kepada Sirius, tapi itu pastilah edisi The Quibbler yang ini. Dia menemukan halaman itu, dan membalik-balik dengan bergairah ke artikel itu. Ini juga diilustrasikan dengan sebuah kartun yang lumayan jelek; bahkan, Harry tidak akan tahu itu seharusnya gambar Sirius kalau tidak diberi judul. Sirius sedang berdiri di atas setumpuk tulang manusia dengan tongkat di luar. Judul berita pada artikel itu menyatakan: SIRIUS -- SEHITAM YANG DIGAMBARKAN? Pembunuh masal yang terkenal jahatnya atau sensasi nyanyi yang tidak bersalah? Harry harus membaca kalimat pertama ini beberapa kali sebelum dia yakin bahwa dia tidak salah mengerti. Sejak kapan Sirius jadi sensasi nyanyi? Selama empat belas tahun Sirius Black telah diyakini bersalah atas pembunuhan masal dua belas Muggle tidak bersalah dan seorang penyihir. Pelolosan Black yang berani dari Azkaban dua tahun yang lalu telah mengarah kepada perburuan manusia terluas yang pernah dilakukan oleh Kementerian Sihir. Tidak satupun dari kita pernah mempertanyakan apakah dia pantas ditangkap kembali dan diserahkan kepada para Dementor. TAPI APAKAH DIA PANTAS? Bukti baru yang mengejutkan baru-baru ini telah dikemukakan bahwa Sirius Black mungkin tidak melaksanakan kejahatan yang menyebabkan dia dikirim kek Azkaban. Kenyataannya, kata Doris Purkiss, dari 18 Acanthia Way, Little Norton, Black mungkin tidak berada di tempat pembunuhan. "Apa yang tidak disadari orang-orang adalah bahwa Sirius Black adalah nama palsu," kata Mrs Purkiss. "Lelaki yang diyakini orang-orang sebagai Sirius Black sebenarnya adalah Stubby Boardman, penyanyi utama dari kelompok nyanyi populer The Hobgoblins, yang pensiun dari muka umum setelah terhantam di bagian telinga dengan sebuah lobak pada sebuah konser di Aula Gereja Little Norton hampir lima belas tahun yang lalu. Aku langsung mengenali dia ketika menyaksikan gambarnya di koran. Adapun Stubby tidak mungkin telah melakukan kejahatan itu, karena pada hari yang dipertanyakan dia kebetulan sedang menikmati makan malam romantis dengan cahaya lilin bersamaku. Aku telah menulis kepada Menteri Sihir dan sedang menantikan dia untuk memberi Stubby, alias Sirius, pengampunan penuh kapan saja saat ini. Harry selesai membaca dan menatap halaman itu dengan tidak percaya. Mungkin itu lelucon, pikirnya, mungkin majalah itu sering mencetak berita lelucon. Dia membalik-balik beberapa halaman dan menemukan berita tentang Fudge. Cornelius Fudge, Menteri Sihir, menyangkal bahwa dia merencanakan untuk mengambil alih pengelolaan Bank Penyihir, Gringgots, ketika dia terpilih menjadi Menteri Sihir lima tahun yang lalu. Fudge selalu bersikeras bahwa dia tidak menginginkan lebih dari "kerja sama damai" dengan para penjaga emas kita. TAPI APAKAH MEMANG BEGITU? Sumber-sumber yang dekat dengan Menteri baru-baru ini telah mengungkapkan bahwaa ambisi Fudge yang paling berhahrga adalah merampas kendali atas pasokan emas goblin dan bahwa dia tidak akan ragu-ragu untuk menggunakan kekuatan jika terpaksa. "Juga takkan jadi yang pertama kalinya," kata orang dalam Kementerian. "Cornelius "Pelumat-Goblin" Fudge, itulah panggilan teman-temannya. Jika Anda bisa mendengarnya ketika dia mengira tidak ada yang sedang menguping, oh, dia selalu berbicara tentang goblin-goblin yang sudah dihabisinya; dia menenggelamkan mereka, dia menjatuhkan mereka dari gedung-gedung, dia meracuni mereka, dia memasak mereka dalam pai ... " Harry tidak membaca lebih lanjut. Fudge mungkin memiliki banyak kesalahan tapi Harry merasa sangat sukar membayangkannya memerintah para goblin untuk dimasak dalam pai. Dia membalik-balik sisa majalah itu. Berhenti sejenak di tiap halaman, dia membaca: sebuah tuduhan bahwa Tutshill Tornados menang Liga Quidditch dengan gabungan pemerasan, utak-atik sapu yang ilegal dan penyiksaan; sebuah wawancara dengan seorang penyihir yang mengklaim telah terbang ke bulan dengan sebuah Sapu Bersih Enam dan membawa kembali sekantong kodok bulan untuk membuktikannya; dan sebuah artikel tentang rune kuno yang setidaknya menjelaskan mengapa Luna membca The Quibbler terbalik. Menurut majalah itu, kalau kamu membalikkan rune-rune itu mereka menyingkapkan sebuah mantera untuk membuat telinga musuhmu berubah menjadi jeruk. Bahkan, dibandingkan dengan artikel-artikel lain dalam The Quibbler, saran bahwa Sirius mungkin sebenarnya penyanyi utama dari The Hobgoblins agak masuk akal. "Ada yang bagus di sana?" tanya Ron selagi Harry menutup majalah itu. "Tentu saja tidak," kata Hermione dengan pedas, sebelum Harry bisa menjawab. "The Quibbler itu sampah, semua orang tahu itu." "Maaf," kata Luna; suaranya mendadak kehilangan sifat bermimpinya. "Ayahku editornya." "Aku -- oh," kata Hermione, terlihat malu. "Well ... itu punya beberapa hal menarik ... maksudku, itu agak "Akan kuambil kembali, terima kasih," kata Luna dengan dingin, dan dengan mencondongkan badan ke depan dia merenggutnya dari tangan Harry. Setelah membalik-baliknya ke halaman lima puluh tujuh, dia membalikkannya lagi dengan tegas dan menghilang ke baliknya, persis ketika pintu kompartemen terbukan untuk ketiga kalinya. Harry menoleh; dia telah mengharapkan hal ini, tetapi itu tidak membuat penampakan Draco Malfoy menyeringai kepadanya diapit kroni-kroninya Crabbe dan Goyle lebih menyenangkan. "Apa?" dia berkata dengan agresif, sebelum Malfoy bisa membuka mulutnya. "Yang sopan, Potter, atau akan kuberi kau detensi," Malfoy berkata dengan nada panjang, rambutnya yang pirang rapi dan dagunya yang runcing persis ayahnya. "Kau lihat bahwa aku, tak seperti kamu, telah dijadikan prefek, yang berarti bahwa aku, tak seperti kamu, punya kuasa untuk memberikan hukuman." "Yeah," kata Harry, "tapi kau, tak seperti aku, adalah orang brengsek, jadi enyahlah dan tinggalkan kami sendiri." Ron, Hermione, Ginny dan Neville tertawa. Bibir Malfoy mencibir. "Beritahu aku, bagaimana rasanya menjadi yang terbaik-kedua terhadap Weasley, Potter?" dia bertanya. "Diam, Malfoy," kata Hermione dengan tajam. "Tampaknya aku telah menyentuh daerah peka," kata Malfoy sambil menyeringai. "Well, jaga dirimu saja, Potter, karena aku akan mengikuti langkah kakimu seperti anjing kalau-kalau kamu keluar dari garis." "Keluar!" kata Hermione sambil berdiri. Sambil terkikik-kikik, Malfoy memberi Harry pandangan dengki terakhir dan pergi, dengan Crabbe dan Goyle berjalan dengan lamban mengikutinya. Hermione membanting pintu kompartemen di belakang mereka dan berbalik untuk memandang Harry, yang tahu seketika bahwa dia, seperti dirinya, telah mengerti apa yang dikatakan Malfoy dan dibuat sama tidak tenangnya oleh perkataan Malfoy. "Beri kami Kodok lagi," kata Ron, yang jelas tidak memperhatikan apa-apa. Harry tidak bisa berbicara dengan bebas di depan Neville dan Luna. Dia saling bertukar pandangan gelisah dengan Hermione sekali lagi, lalu menatap keluar jendela. Dia telah berpikir kedatangan Sirius bersamanya ke stasiun adalah sesuatu untuk ditertawakan, tapi mendadak hal itu tampak sembrono, kalau bukan benar-benar berbahaya ... Hermione benar ... Sirius seharusnya tidak ikut. Bagaimana kalau Mr Malfoy telah memperhatikan anjing hitam itu dan memberitahu Draco? Bagaimana kalau dia telah menarik kesimpulan bahwa keluarga Weasley, Lupin, Tonks dan Moody tahu di mana Sirius bersembunyi? Atau apakah Malfoy menggunakan kata "mengikuti seperti anjing" karena kebetulan? Cuaca tetap tidak menentu ketika mereka berjalan semakin jauh dan semakin ke utara. Hujan memerciki jendela-jendela dengan setengah hati, lalu matahari memberi kemunculan lemah sebelum awan menutupinya sekali lagi. Ketika kegelapan tiba dan lampu-lampu masuk ke dalam gerbong, Luna menggulung The Quibbler, memasukkannya dengan hati-hati ke dalam tasnya dan sebagai gantinya menatapi setiap orang dalam kompartemen. Harry sedang duduk dengan dahinya ditekan terhadap jendela kereta, mencoba mendapatkan pandangan sekilas pertama dari Hogwarts, tetapi langit tidak berbulan dan jendela yang dikenai hujan tampak sangat kotor. "Kita sebaiknya ganti pakaian," kata Hermione akhirnya, dan mereka semua membuka koper-koper mereka dengan susah payah dan memakai jubah sekolah mereka. Dia dan Ron memasang lencana-lencana prefek mereka dengan hati-hati di dada mereka. Harry melihat Ron memeriksa bayangannya di jendela yang hitam. Akhirnya, kereta api mulai melambat dan mereka mendengar kegaduhan yang biasa di mana-mana ketika semua orang berebut mengumpulkan barang-barang bawaan dan binatang-binatang peliharaan mereka, bersiap untuk turun. Karena Ron dan Hermione harus mengawasi semua ini, mereka menghilang dari gerbong lagi, meninggalkan Harry dan yang lainnya untuk menjaga Crookshanks dan Pigwidgeon. "Aku akan membawa burung hantu itu, kalau kau mau," kata Luna kepada Harry sambil mengulurkan tangan pada Pigwidgeon selagi Neville menyimpan Trevor dengan hati-hati ke kantong dalam. "Oh -- er -- trims," kata Harry sambil menyerahkan sangkar kepadanya dan mengangkat Hedwig lebih kokoh ke lengannya. Mereka keluar dari kompartemen sambil merasakan sengatan pertama udara malam di wajah-wajah mereka ketika mereka bergabung dengan kerumunan di koridor. Pelan-pelan, mereka bergerak menuju pintu-pintu. Harry dapat mencium pohon-pohon cemara yang berbaris di jalan turun ke danau. Dia turun ke peron dan melihat sekeliling, untuk mendengarkan panggilan akrab "kelas satu ke sini ... kelas satu Tetapi panggilan itu tidak datang. Alih-alih, sebuah suara yang sangat berbeda, suara seorang wanita yang tegas, sedang memanggil, "Kelas satu berbaris di sini! Semua anak kelas satu datang kepadaku!" Sebuah lentera datang berayun-ayun menuju Harry dan dari cahayanya dia melihat dagu menonjol dan potongan rambut sangat pendek Profesor Grubbly-Plank, penyihir wanita yang telah mengambil alih pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib Hagrid selama beberapa waktu tahun lalu. "Di mana Hagrid?" dia berkata kuat-kuat. "Aku tidak tahu," kata Ginny, "tapi kita sebaiknya minggir, kita menghalangi pintu." "Oh, yeah Harry dan Ginny menjadi terpisah ketika mereka bergerak sepanjang peron dan keluar dari stasiun. Terdesak oleh kerumunan, Harry mengedip melalui kegelapan untuk mencari kilasan Hagrid; dia pasti ada di sini, Harry telah mengandalkan hal itu -- melihat Hagrid lagi adalah salah satu hal yang paling dinantikannya. Tapi tidak ada tanda-tandanya. Dia tidak mungkin pergi, Harry memberitahu dirinya sendiri selagi dia bergerak dengan pelan ke jalan di luar bersama sisa kerumunan. Dia hanya masuk angin atau apapun ... Dia melihat sekitar untuk mencari Ron atau Hermione, ingin tahu apa pikiran mereka tentang pemunculan kembali Profesor Grubby-Plank, tetapi keduanya tidak ada di dekatnya, jadi dia membiarkan dirinya sendiri didorong maju ke jalan gelap yang dibasahi hujan di luar Stasiun Hogsmeade. Di sini berdiri sekitar seratus kereta tanpa kuda yang selalu membawa murid-murid di atas kelas satu ke kastil. Harry melihat sekilas pada kereta-kereta itu, berpaling untuk mencari-cari Ron dan Hermione, kemudian berpaling untuk melihat sekali lagi. Kereta-kereta itu tidak lagi tak berkuda. Ada makhluk-makhlun yang berdiri di antara pasak kereta. Kalau dia harus memberi mereka nama, dia merasa dia akan harus memanggil mereka kuda, walaupun juga ada sesuatu yang seperti reptil pada mereka. Mereka sepenuhnya tidak berdaging, mantel hitam mereka bergantung pada kerangka mereka, yang setiap tulangnya tampak. Kepala mereka seperti naga, dan mata mereka yang tidak memiliki pupil berwarna putih dan membelalak. Berdiri diam dan tenang dalam kumpulan yang suram, makhluk-makhluk itu tampak mengerikan dan mengancam. Harry tidak mengerti mengapa kereta-kereta itu ditarik oleh kuda-kuda mengerikan ini kalau cukup mampu bergerak sendiri. "Di mana Pig?" kata suara Ron, di belakang Harry. "Cewek Luna itu membawanya," kata Harry, berpaling dengan cepat, sangat ingin menanyakan pendapat Ron mengenai Hagrid. "Di mana menurutmu -- " "-- Hagrid berada? Aku tak tahu," kata Ron, terdengar khawatir. "Dia sebaiknya tidak apa-apa ... " Tidak jauh dari mereka, Draco Malfoy, diikuti oleh kelompok kecil kroni-kroninya termasuk Crabbe, Goyle dan Pansy Parkinson, sedang mendorong beberapa anak kelas dua yang terlihat takut-takut dari jalannya sehingga dia dan teman-temannya bisa mendapatkan kereta untuk diri mereka. Beberapa detik kemudian, Hermione muncul terengah-engah dari kerumunan. "Malfoy bersikap sangat jahat kepada seorang anak kelas satu di belakang sana. Aku sumpah aku akan melaporkan dia, dia baru memiliki lencananya tiga menit dan dia sudah menggunakannya untuk mengganggu orang-orang lebih buruk dari yang pernah terjadi ... di mana Crookshanks?" "Ginny membawanya," kata Harry. "Itu dia ... " Ginny baru saja muncul dari kerumunan, sambil mencengkeram Crookshanks yang menggeliat. "Trims," kata Hermine, sambil membebaskan Ginny dari kucing itu. "Ayo, mari mengambil sebuah kereta bersama sebelum semuanya terisi penuh ... " "Aku belum dapat Pig!" Ron berkata, tetapi Hermione telah menuju kereta terdekat yang belum terisi. Harry tetap di belakang dengan Ron. "Menurutmu, benda-benda apa itu?" dia bertanya kepada Ron, sambil mengangguk kepada kuda-kuda mengerikan itu selagi murid-murid lain bergerak melewati mereka. "Benda apa?" "Kuda itu -- " Luna muncul sambil memegang sangkar Pigwidgeon di lengannya; burung hantu mungil itu sedang mencicit-cicit dengan bergairah seperti biasa. "Ini dia," katanya. "Dia burung hantu yang manis, benar "kan?" "Er ... yeah ... dia lumayan," kata Ron dengan keras. "Well, kalau begitu ayo, mari masuk ... apa yang tadi kau katakan, Harry?" "Aku tadi bilang, makhluk kuda itu apa?" Harry berkata ketika dia, Ron dan Luna memasuki kereta di mana Hermione dan Ginny telah duduk. "Makhluk kuda apa?" "Makhluk kuda yang sedang menarik kereta-kereta!" kata Harry dengan tidak sabar. Bagaimanapun, mereka berada sekitar tiga kaki dari yang terdekat; makhluk itu sedang mengawasi mereka dengan mata putih yang kosong. Namun Ron memberi Harry pandangan bingung. "Apa yang sedang kau bicarakan?" "Aku sedang membicarakan tentang -- lihat!" Harry menyambar lengan Ron dan menariknya sehingga dia tepat berhadapan dengan kuda bersayap itu. Ron menatap langsung ke arahnya selama sedetik, lalu melihat balik kepada Harry. "Apa yang seharusnya sedang kulihat?" "Di -- sana, antara pasak-pasak! Terkekang ke kereta! Ada persis di sana di depan -- " Tetapi Ron terus tampak melongo, sebuah pikiran aneh timbul pada diri Harry. "Tidakkah ... tidakkah kamu bisa melihat mereka?" "Melihat apa?" "Tidakkah kamu melihat apa yang sedang menarik kereta-kereta?" Ron terlihat benar-benar khawatir sekarang. "Apakah kamu merasa baik-baik saja, Harry?" "Aku ... yeah Harry merasa sangat bingung. Kuda itu ada di depannya, berseri-seri dengan kuat dalam cahaya suram yang berasal dari jendela-jendela stasiun di belakang mereka, uap membumbung dari lubang hidungnya dalam usara malam yang dingin. Walau begitu, kecuali Ron berpura-pura -- dan jika benar itu adalah lelucon yang garing --Ron sama sekali tidak bisa melihatnya. "Kalau begitu, apakah kita akan naik?" kata Ron tidak pasti, sambil melihat kepada Harry seakan-akan mengkhawatirkan dirinya. "Yeah," kata Harry. "Yeah, teruskan "Tidak apa-apa," kata sebuah suara melamum dari samping Harry ketika Ron menghilang ke dalam interior kereta yang gelap. "Kamu tidak gila atau apapun. Aku juga bisa melihat mereka." "Bisakah kamu?" kata Harry dengan putus asa, berpaling kepada Luna. Dia bisa melihat kuda-kuda bersayap kelelawar itu terpantul pada matanya yang lebar keperakan. "Oh, ya," kata Luna, "aku sudah bisa melihat mereka sejak hari pertamaku di sini. Mereka selalu menarik kereta. Jangan khawatir. Kamu sama warasnya denganku." Sambil tersenyum samar, dia memanjat ke dalam interior kereta yang pengap setelah Ron. Tidak tenang sepenuhnya, Harry mengikuti dia. BAB SEBELAS Lagu Baru Topi Seleksi Harry tidak mau memberitahu yang lain bahwa dia dan Luna mendapatkan halusinasi yang sama, kalau memang begitu, jadi dia tidak mengatakan apa-apa lagi mengenai kuda-kida itu ketika dia duduk di dalam kereta dan membanting pintu di belakangnya. Walaupun begitu, dia tidak bisa tidak memperhatikan siluet kuda-kuda itu bergerak di balik jendela. "Apakah semua orang melihat wanita Grubbly-Plank itu?" tanya Ginny. "Apa yang dilakukannya di belakang sini? Hagrid tidak mungkin pergi, benar "kan?" "Aku akan senang kalau dia pergi," kata Luna, "dia bukan guru yang sangat baik, bukankah begitu?" "Dia guru yang baik!" kata Harry, Ron dan Ginny dengan marah. Harry melolot kepada Hermione. Dia berdehem dan cepat-cepat berkata, "Erm ... ya ... dia sangat bagus." "Well, kami di Ravenclaw menganggap dia seperti lelucon," kata Luna tak bergeming. "Kalau begitu kalian punya selera humor sampah," sambar Ron, ketika roda-roda di bawah mereka berkeriut mulai bergerak. Luna tidak tampak terganggu oleh kekasaran Ron; sebaliknya, dia hanya mengamati Ron selama beberapa saat seakan-akan dia adalah program televisi agak menarik. Sambil berderak dan berayun, kereta-kereta itu bergerak dalam bentuk barisan ke jalan. Ketika mereka melewati pilar-pilar batu tinggi yang puncaknya babi hutan bersayap di kedua sisi gerbang menuju halaman sekolah, Harry mencondongkan badan ke depan untuk mencoba melihat apakah ada cahaya di kabin Hagrid di samping Hutan Terlarang, tetapi tempat itu dalam kegelapan total. Namun, Kastil Hogwarts semakin mendekat: kumpulan menara-menara kecil yang menjulang tinggi, hitam pekat terhadap langit yang gelap, di sana-sini jendela berkobar-kobar seterang nyala api di atas mereka. Kereta-kereta itu bergemeringing terhenti di dekat undakan batu yang menuju ke pintu depan kayu ek dan Harry keluar kereta terlebih dahulu. Dia berpaling lagi untuk mencari jendela yang terang di dekat Hutan, tapi jelas tidak ada tanda kehidupan dari kabin Hagrid. Di luar kehendaknya, karena dia setengah berharap mereka sudah menghilang, dia memalingkan matanya ke makhluk-makhluk aneh seperti kerangka yang sedang berdiri dengan tenang dalam udara malam yang dingin, mata putih kosong mereka bersinar-sinar. Harry sudah pernah sekali mendapat pengalaman melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat Ron, tetapi itu adalah bayangan di cermin, sesuatu yang jauh kurang berarti daripada seratus makhluk buas yang tampak sangat padat yang cukup kuat untuk menarik armada kereta. Kalau Luna bisa dipercaya, makhluk-makhluk itu sudah sejak dulu ada di sana tetapi tidak tampak. Kalau begitu, kenapa Harry tiba-tiba bisa melihat mereka, dan kenapa Ron tidak? "Kau ikut atau tidak?" kata Ron di sampingnya. "Oh ... yeah," kata Harry cepat-cepat dan mereka bergabung dengan kerumunan yang bergegas menaiki undakan batu ke dalam kastil. Aula Depan diterangi oleh obor-obor dan bergema dengan langkah-langkah kaki ketika para murid menyeberangi lantai batu menuju pintu ganda di sebelah kanan, yang menuju ke Aula Besar dan pesta awal semester. Keempat meja panjang asrama di Aula Besar mulai terisi di bawah langit-langit hitam tak berbintang, yang persis seperti langit yang bisa mereka lihat sekilas melalui jendela-jendela tinggi. Lilin-lilin mengapung di udara di atas meja-meja itu, menerangi hantu-hantu keperakan yang bertebaran di Aula dan wajah-wajah para murid yang sedang berbicara dengan penuh semangat, saling bertukar kabar musim panas, meneriakkan salam kepada teman-teman dari asrama lain, saling mengamati potongan rambut dan jubah baru satu sama lain. Sekali lagi, Harry memperhatikan orang-orang mendekatkan kepala untuk berbisik ketika dia lewat; dia menggertakkan gigi dan mencoba bertingkah seolah-olah dia tidak tahu atau peduli. Luna berpisah dari mereka di meja Ravenclaw. Saat mereka mencapai meja Gryffindor, Ginny dipanggil oleh beberapa teman kelas empatnya dan pergi untuk duduk bersama mereka; Harry, Ron, Hermione dan Neville menemukan tempat duduk bersama agak di tengah meja di antara Nick si Kepala-Nyaris-Putus, hantu asrama Gryffindor, dan Parvati Patil dan Lavender Brown, keduanya memberi Harry salam yang dibuat-buat dan terlalu ramah yang membuat dia sangat yakin bahwa mereka baru saja berhenti membicarakan dia sedetik lalu. Akan tetapi, dia punya hal-hal yang lebih penting untuk dibicarakan: dia sedang melihat melewati kepala murid-murid ke meja guru yang berada dekat dinding Aula. "Dia tak ada di sana." Ron dan Hermione juga mengamati meja guru, walaupun sebenarnya tidak perlu; ukuran Hagrid membuatnya langsung tampak jelas dalam barisan manapun. "Dia tidak mungkin pergi," kata Ron, terdengar agak cemas. "Tentu saja tidak," kata Harry dengan tegas. "Kau tidak berpikir dia ... terluka, atau apapun, benar bukan?" kata Hermione dengan tidak tenang. "Tidak," kata Harry seketika. "Tapi kalau begitu, di mana dia?" Ada keheningan sejenak, lalu Harry berkata dengan pelan, sehingga Neville, Parvati dan Lavender tidak bisa mendengar, "Mungkin dia belum kembali. Kalian tahu -- dari misinya -- hal yang sedang dia kerjakan selama musim panas untuk Dumbledore." "Yeah ... yeah, pasti itu," kata Ron, terdengar tenang, tetapi Hermione menggigit bibirnya, melihat ke sana kemari ke meja guru seolah-olah mengharapkan penjelasan akhir atas ketidakhadiran Hagrid. "Siapa itu?" katanya dengan tajam, sambil menunjuk ke tengah meja guru. Mata Harry mengikuti matanya. Pertama-tama ke Profesor Dumbledore, yang sedang duduk di kursi keemasannya yang bersandaran tinggi di tengah meja guru panjang itu, mengenakan jubah ungu tua yang ditaburi bintang-bintang keperakan dan sebuah topi yang serasi. Kepala Dumbledore condong ke seorang wanita yang duduk di sebelahnya, yang sedang berbicara ke telinganya. Dia tampak, Harry berpikir, seperti bibi seseorang: pendek gemuk, dengan rambut pendek keriting berwarna coklat tikus yang diberinya pita Alice merah muda yang serasi dengan kardigan merah muda berbulu yang dikenakannya di atas jubahnya. Lalu dia memalingkan wajahnya sedikit untuk meneguk dari pialanya dan Harry melihat, dengan kejut pengenalan, sebuah wajah pucat seperti katak dan sepasang mata yang menonjol dan berkantong. "Wanita Umbridge itu!" "Siapa?" kata Hermione. "Dia ada di dengar pendapatku, dia bekerja untuk Fudge!" "Kardigan yang bagus," kata Ron sambil terkekeh. "Dia bekerja untuk Fudge!" Hermione mengulangi sambil merengut. "Kalau begitu, sedang apa dia di sini?" "Tak tahu Hermione mengamati meja guru, matanya menyipit. "Tidak," gumamnya, "tidak, pasti bukan Harry tidak mengerti apa yang sedang dikatakannya tapi tidak bertanya; perhatiannya teralihkan oleh Profesor Grubbly-Plank yang baru saja muncul di belakang meja guru; dia berjalan ke paling ujung dan menduduki tempat yang seharusnya milik Hagrid. Itu berarti kelas satu pastilah telah menyeberangi danau dan mencapai kastil, dan benar juga, beberapa detik kemudian, pintu-pintu dari Aula Depan membuka. Sebuah barisan panjang anak-anak kelas satu yang tampak ketakutan masuk, dipimpin oleh Profesor McGonagall, yang sedang membawa sebuah bangku yang di atasnya terdapat sebuah topi penyihir tua, penuh tambahan dan dihiasi dengan sebuah sobekan luas dekat pinggir topi yang berjumbai. Dengung pembicaraan di Aula Besar menghilang. Kelas satu berbaris di depan meja guru menghadap ke murid-murid yang lain, dan Profesor McGonagall menempatkan bangku itu dengan hati-hati di depan mereka, lalu berdiri di belakang. Wajah-wajah para murid kelas satu berkilau pucat dalam cahaya lilin. Seorang anak lelaki kecil di tengah barisan tampak seperti gemetaran. Harry teringat, sekilas lalu, betapa takutnya dia ketika dia berdiri di sana, menunggu ujian yang tak diketahui yang akan menentukan di asrama mana dia tinggal. Seluruh sekolah menunggu dengan napas tertahan. Lalu sobekan dekat pinggir topi membuka lebar seperti mulut dan Topi Seleksi menyanyi: • Di masa dulu waktu aku masih baru • Dan Hogwarts baru didirikan • Para pendiri sekolah mulia kita • Berpikir takkan pernah dipisahkan: • Disatukan oleh tujuan yang serupa, • Mereka punya hasrat yang sama, • "Tuk membuat sekolah sihir terbaik di dunia Dan menurunkan ajaran mereka "Bersama kita akan membangun dan mengajar!" Keempat teman baik itu memutuskan Dan tak pernah mereka mimpi kalau mereka Suatu hari akan dapat dipisahkan Karena adakah teman seperti Slytherin dan Griffindor di mana pun? Kecuali pasangan yang kedua Dari Hufflepuff dan Ravenclaw? Jadi bagaimana bisa begitu salah? Bagaimana bisa persahabatan seperti ini retak? Aku ada di sana jadi bisa menceritakan Keseluruhan kisah sedih itu. Kata Slytherin, "Kita hanya "kan ajarkan mereka Yang keturunannya paling murni." Kata Ravenclaw, "Kita hanya "kan ajarkan mereka Yang kecerdasannya paling pasti." Kata Gryffindor, "Kita hanya "kan ajarkan mereka Yang namanya terpatri dengan tindakan berani." Kata Hufflepuff, "Aku akan ajarkan semua, Dan perlakukan mereka dengan sama." Perbedaan ini mengakibatkan perselisihan kecil Ketika pertama kali muncul, Karena empat pendiri masing-masing punya Sebuah asrama tempat mereka bisa Mengambil hanya yang mereka mau, jadi, Sebagai contoh, Slytherin Mengambil hanya penyihir berdarah murni Dengan kecerdikan, seperti dia Dan hanya mereka yang berotak tajam, Diajari oleh Ravenclaw Sedang yang paling gagah berani Pergi ke Gryffindor pemberani. Hufflepuff yang baik, dia ambil sisanya, Dan mengajarkan mereka semua yang ditahunya. Maka asrama dan para pendirinya Pertahankan persahabatan erat dan sejati. Maka Hogwarts berjalan dengan rukun Selama beberapa tahun gembira, Tapi kekacauan menyelinap antara kita Timbul dari kesalahan dan ketakutan kita. Asrama yang seperti empat pilar, Yang pernah menyokong sekolah kita, Sekarang saling bertentangan dan, Terbagi, mencari kekuasaan. Dan sejenak tampaknya sekolah ini Pasti sampai ke akhir sebelum waktunya, Dengan segala duel dan perkelahian Dan bentrokan teman dengan teman Dan akhirnya datang suatu pagi Ketika Slytherin tua pergi Dan walau perkelahian menghilang Dia membuat kita patah hati. Dan sejak keempat pendiri Berkurang menjadi tiga Tak pernah lagi asrama bersatu Seperti dulu mereka dimaksudkan. Dan sekarang Topi Seleksi ada di sini Dan kalian semua tahu caranya: Kuseleksi kalian ke asrama Karena itulah kegunaanku, Tapi tahun ini aku kan melanjutkan, Dengar laguku dengan seksama: Walau ku harus memisahkan kalian Masih kutakut itu salah, Walau aku harus jalankan tugasku Dan harus membagi empat tiap tahun Masih kubertanya apakah Seleksi Takkan membawa akhir yang kutakut. Oh, ketahui bahaya, baca tandanya, Karena Hogwarts kita dalam bahaya Dari luar, musuh mematikan Dan kita harus bersatu di dalamnya Atau kita "kan ambruk dari dalam T"lah kuberitahu kalian, t"lah kuperingatkan kalian ... • Mari mulai Seleksi sekarang. Topi itu menjadi tak bergerak sekali lagi; timbul tepuk tangan meriah, walaupun diselingi, untuk pertama kalinya dalam ingatan Harry, dengan gumaman dan bisikan. Di seluruh Aula Besar murid-murid bertukar pendapat dengan tetangga mereka, dan Harry, ikut bertepuk tangan dengan semua orang, tahu persis apa yang sedang mereka bicarakan. "Agak menyimpang tahun ini, bukan?" kata Ron, alisnya terangkat. "Benar sekali," kata Harry. Topi Seleksi biasanya membatasi diri untuk menggambarkan sifat-sifat berbeda yang dicari oleh masing-masing dari keempat pendiri asrama-asrama Hogwarts dan perannya sendiri dalam menyeleksi mereka. Harry tidak ingat dia pernah mencoba memberikan nasehat kepada sekolah sebelumnya. "Aku ingin tahu apakah dia pernah memberikan peringatan sebelumnya?" kata Hermione, terdengar agak cemas. "Ya, memang," kata Nick Kepala-Nyaris-Putus dengan tahu, sambil mencondongkan badan melewati Neville kepadanya (Neville mengerenyit, rasanya sangat tidak nyaman kalau hantu melewati dirimu). "Topi itu merasa terikat kehormatan untuk memberi peringatan kepada sekolah kapanpun dirasakannya -- " Tetapi Profesor McGonagall, yang sedang menunggu untuk membacakan daftar nama-nama kelas satu, memberikan murid-murid yang sedang berbisik-bisik pandangan tajam. Nick Kepala-Nyaris-Putus menempatkan jari tembus pandang ke bibirnya dan duduk tegak lagi sementara gumaman-gumaman mendadak terhenti. Dengan pandangan merengut terakhir kali yang menyapu keempat meja asrama, Profesor McGonagall menurunkan matanya ke potongan perkamen panjang dan memanggil nama pertama. "Abercrombie, Euan." Anak lelaki yang tampak ketakutan yang telah diperhatikan Harry di awal tadi tersandung ke depan dan meletakkan Topi ke kepalanya; topi tidak jatuh terus ke barunya hanya karena dihalangi oleh telinganya yang menonjol. Topi itu mempertimbangkan selama beberapa saat, lalu sobekan dekat pinggir membuka lagi dan berteriak: "Gryffindor!" Harry bertepuk tangan dengan keras bersama para penghuni asrama Gryffindor yang lainnya ketika Euan Abercrombie terhuyung-huyung ke meja mereka dan duduk, tampak seakan-akan dia sangat ingin tenggelam melalui lantai dan tidak pernah dilihatin lagi. Pelan-pelan, barisan panjang kelas satu itu memendek. Dalam jeda antara nama- nama dan keputusan Topi Seleksi, Harry bisa mendengar perut Ron berbunyi keras. Akhirnya, "Zeller, Rose" diseleksi ke dalam Hufflepuff, dan Profesor McGonagall memungut Topi dan bangku dan membawanya pergi sementara Profesor Dumbledore bangkit berdiri. Apapun perasaan getir yang telah dirasakannya akhir-akhir ini terhadap Kepala Sekolahnya, Harry entah bagaimana merasa tenteram melihat Dumbledore berdiri di hadapan mereka semua. Antara ketidakhadiran Hagrid dan kemunculan kuda-kuda mirip naga itu, dia telah merasa bahwa kedatangannya kembali ke Hogwarts, yang telah dinantikan demikian lama, penuh dengan kejutan-kejutan tak terduga, seperti not-not bergemuruh di akhir lagu yang akrab. Tapi ini, setidaknya, adalah hal yang seharusnya terjadi: Kepala Sekolah mereka bangkit untuk menyambut mereka semua sebelum pesta awal semester. "Kepada para pendatang baru kita," kata Dumbledore dengan suara menggelegar, lengannya terentang lebar dan senyum ada di bibirnya, "selamat datang! Kepada orang-orang lama -- selamat datang kembali! Ada waktu untuk berpidato, tapi ini bukan saatnya. Mari makan!" Ada tawa penghargaan dan pecahnya tepuk tangan ketika Dumbledore duduk dan melemparkan jenggot panjangnya melalui bahunya untuk menjauhkannya dari piringnya -- karena makanan telah muncul entah dari mana, sehingga kelima meja panjang berkeriut menahan daging dan pai dan hidangan sayuran, roti dan saus dan teko-teko jus labu. "Bagus sekali," kata Ron, dengan semacam erangan ingin, dan dia menyambar piring daging cincang terdekat dan mulai menumpukkan daging ke piringnya, diamati dengan sedih dan pengharapan oleh Nick si Kepala-Nyaris-Putus. "Apa yang sedang Anda katakan sebelum Seleksi?" Hermione menanyai hantu itu. "Tentang Topi memberi peringatan?" "Oh, ya," kata Nick, yang tampak senang punya alasan untuk berpaling dari Ron, yang sekarang sedang makan kentang bakar dengan antusiasme yang hampir kurang pantas. "Ya, aku pernah mendengar Topi itu memberi beberapa peringatan sebelumnya, selalu pada waktu-waktu dia merasakan periode bahaya besar bagi sekolah. Dan selalu, tentu saja, nasihatnya sama: bersatu, menjadi kuat dari dalam." "Gmana sah tau skol dam bhaye klo sebah top?" kata Ron. Mulutnya begitu penuh sehingga Harry menganggap sudah pencapaian yang sangat baik bahwa dia bisa mengeluarkan bunyi sama sekali. "Maaf?" kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus dengan sopan, sementara Hermione tampak jijik. Ron menelan dan berkata, "Bagaimana dia bisa tahu sekolah dalam bahaya kalau dia sebuah topi?" "Aku tidak tahu," kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus. "Tentu saja, dia tinggal di kantor Dumbledore, jadi aku bisa bilang dia dengar sesuatu di sana." "Dan dia mau semua asrama berteman?" kata Harry sambil melihat ke meja Slytherin, di maan Draco Malfoy mengadakan penyambutan. "Tak ada kemungkinan." "Well, kau tidak boleh bersikap seperti itu," kata Nick dengan nada tidak setuju. "Kerja sama secara damai, itulah kuncinya. Kami para hantu, walaupun kami berada dalam asrama yang berbeda, mempertahankan ikatan persahabatan. Walau ada persaingan antara Gryffindor dan Slytherin, aku tidak akan pernah bermimpi untuk bersiteru dengan Baron Berdarah." "Hanya karena kau takut kepadanya," kata Ron. Nick si Kepala-Nyaris-Putus tampak sangat tersinggung. "Takut? Kuharap aku, Sir Nicholas de Mimsy-Porpington, belum pernah bersalah atas kepengecutan seumur hidupku! Darah mulia yang mengalir di nadiku -- " "Darah apa?" tanya Ron. "Tentunya kau tidak lagi punya --?" "Itu hanya ungkapan!" kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus, sekarang sangat jengkel sehingga kepalanya bergetar tidak menyenangkan pada lehernya yang setengah terputus. "Kuanggap aku masih boleh memakai kata apapun yang kusuka, walaupun jika kenikmatan makan dan minum tak bisa lagi kudapatkan! Tetapi aku sudah sangat terbiasa dengan murid-murid yang menjadikan kematianku sebagai lelucon, kuyakinkan kau!" "Nick, dia sebenarnya tidak menertawakan kamu!" kata Hermione, sambil menatap Ron dengan marah. Sayangnya, mulut Ron sudah penuh hingga hampir meledak lagi dan yang bisa dikatakannya hanya "Tak maddu jiggug nada," yang sepertinya tidak dianggap Nick merupakan permintaan maaf yang memadai. Sambil bangkit ke udara, dia menegakkan topi bulunya dan menjauhi mereka ke ujung lain dari meja itu, diam di antara kakak beradik Creevey, Colin dan Dennis. "Bagus sekali, Ron," sambar Hermione. "Apa?" kata Ron dengan tidak senang, setelah berhasil, akhirnya, untuk menelan makanannya. "Aku tidak boleh menanyakan pertanyaan sederhana?" "Oh, lupakan saja," kata Hermione dengan kesal, dan keduanya menghabiskan sisa makanan dalam keheningan penuh amarah. Harry sudah sangat terbiasa dengan pertengkaran-pertengkaran kecil mereka sehingga dia tidak repot-repot berusaha mendamaikan mereka; dia merasa waktunya lebih berguna bila digunakan untuk makan dengan mantap daging stik dan pai ginjalnya, lalu sepiring besar kue tar sirup kental kesukaannya. Ketika semua murid telah selesai makan dan tingkat kebisingan di Aula mulai meningkat lagi, Dumbledore bangkit berdiri sekali lagi. Pembicaraan segera berhenti ketika semuanya berpaling untuk menghadapi si Kepala Sekolah. Harry merasakan kantuk yang menyenangkan sekarang. Tempat tidurnya yang bertiang empat sedang menanti di suatu tempat di atas, sangat hangat dan empuk ... "Well, sekarang karena kita semua sedang mencerna makanan hebat lainnya, aku mohon perhatian kalian beberapa saat untuk pemberitahuan-pemberitahuan awal semester yang biasa," kata Dumbledore. "Murid-murid kelas satu harus tahu bahwa Hutan di halaman sekolah tidak boleh dimasuki oleh murid -- dan beberapa murid kita yang lebih tua seharusnya juga sudah tahu sekarang." (Harry, Ron dan Hermione saling bertukar seringai.) "Mr Filch, penjaga sekolah, telah memintaku, untuk yang dikatakannya keempat ratus enam puluh dua kalinya, untuk mengingatkan kalian semua bahwa sihir tidak diizinkan di koridor-koridor selama pergantian kelas, juga sejumlah hal lain, yang semuanya bisa diperiksa di daftar luas yang sekarang dipasangkan ke pintu kantor Mr Filch. "Kita punya dua perubahan guru tahun ini. Kita sangat senang menyambut kembali Profesor Grubbly-Plank, yang akan mengajarkan Pemeliharaan Satwa Gaib; kita juga senang memperkenalkan Profesor Umbridge, guru Pertahanan terhadap Ilmu Hitam kita yang baru." Ada serentetan tepuk tangan sopan tetapi kurang antusias, dalam waktu itu Harry, Ron dan Hermione saling memberi pandangan panik; Dumbledore belum mengatakan berapa lama Grubbly-Plank akan mengajar. Dumbledore melanjutkan, "Ujicoba bagi tim-tim asrama Quidditch akan berlangsung pada -- " Dia berhenti, sambil melihat dengan pandangan bertanya kepada Profesor Umbridge. Karena wanita itu tidak lebih tinggi sewaktu berdiri dibandingkan dengan sewaktu duduk, sejenak tak seorangpun mengerti mengapa Dumbledore berhenti berbicara, tetapi kemudian Profesor Umbridge berdehem, "Hem, hem," dan menjadi jelas bahwa dia telah bangkit dan bermaksud untuk berpidato. Dumbledore hanya terlihat terkejut sejenak, lalu dia duduk dengan bijak dan melihat dengan waspada kepada Profesor Umbridge seolah-olah dia tidak ingin hal lain lebih dari mendengar perkataanya. Para anggota staf guru yang lain tidak semahir itu dalam menyembunyikan rasa terkejut mereka. Alis Profesor Sprout menghilang ke rambutnya yang acak-acakan dan mulut Profesor McGonagall setipis yang pernah dilihat Harry. Tidak ada guru baru yang pernah menyela Dumbledore sebelumnya. Banyak murid yang sedang menyeringai; wanita ini jelas tidak tahu bagaimana sesuatu dilakukan di Hogwarts. "Terima kasih, Kepala Sekolah," Profesor Umbridge tersenyum simpul, "untuk kata-kata penyambutan yang baik." Suaranya melengking tinggi, terengah-engah dan mirip anak perempuan dan, lagi-lagi, Harry merasakan desakan kuat rasa tidak suka yang tak dapat dijelaskannya kepada dirinya sendiri; yang dia tahu hanyalah bahwa dia membenci segala hal mengenai wanita itu, dari suara bodohnya hingga kardigan merah muda berbulunya. Dia berdehem sekali lagi ("hem, hem") dan melanjutkan. "Well, senang kembali ke Hogwarts, harus kukatakan!" Dia tersenyum, menyingkapkan gigi-gigi yang amat runcing. "Dan melihat wajah-wajah kecil bahagia seperti ini memandangku!" Harry melihat sekeliling. Tak satupun dari wajah-wajah yang bisa dilihatnya tampak bahagia. Sebaliknya, mereka semua tampak agak terkejut disebut seakan-akan mereka berumur lima tahun. "Saya sangat menantikan untuk mengenal kalian semua dan saya yakin kita semua akan menjadi teman yang sangat baik!" Para murid saling berpandangan mendengar ini; beberapa di antara mereka hampir tidak menyembunyikan seringai mereka. "Aku akan jadi temannya selama aku tidak harus meminjam kardigan itu," Parvati berbisik kepada Lavender, dan keduanya terkikik diam-diam. Profesor Umbridge berdehem lagi ("hem, hem"), tetapi ketika dia melanjutkan, beberapa nada terengah-engah telah menghilang dari suaranya. Dia terdengar jauh lebih cekatan dan sekarang kata-katanya terdengar menjemukan seperti dihapalkan. "Kementerian Sihir selalu menganggap pendidikan para penyihir muda sebagai hal yang sangat penting. Karunia langka yang kalian dapatkan sewaktu lahir mungkin tidak berguna kalau tidak diasuh dan diasah dengan pengajaran teliti. Keahlian kuno yang unik bagi komunitas sihir harus diturunkan ke generasi selanjutnya supaya kita akan kehilangan mereka untuk selamanya. Harta karun berupa pengetahuan sihir yang dihimpun oleh para leluhur kita harus dijaga, dilengkapi dan diperbaiki oleh mereka yang telah terpanggil ke dalam profesi mulia untuk mengajar." Profesor Umbridge berhenti sejenak dan membungkuk sedikit kepada para anggota staf guru, tak satupun dari mereka membungkuk balik kepadanya. Alis gelap Profesor McGonagall telah mengerut sehingga dia tampak mirip elang, dan Harry jelas-jelas melihatnya saling pandang penuh arti dengan Profesor Sprout ketika Umbridge mengeluarkan bunyi kecil "hem, hem" lagi dan meneruskan pidatonya. "Setiap kepala sekolah pria dan wanita Hogwarts telah membawa sesuatu yang baru kepada tugas berat memerintah sekolah bersejarah ini, dan begitulah seharusnya, karena tanpa kemajuan akan ada stagnasi dan pembusukan. Namun, kemajuan hanya demi adanya kemajuan haruslah dihindari, karena tradisi kita yang telah teruji dan terbukti seringkali tidak butuh diutak-atik. Dengan demikian, sebuah keseimbangan, antara yang lama dengan yang baru, antara hal yang tetap dengan hal yang baru, antara tradisi dan inovasi ... " Harry merasa perhatiannya menyurut, seolah-olah otaknya keluar-masuk daya tangkapnya. Keheningan yang selalu mengisi Aula ketika Dumbledore berbicara terputus karena para murid mendekatkan kepala mereka, berbisik-bisik dan terkikik-kikik. Di meja Ravenclaw Cho Chang sedang berbincang-bincang dengan bersemangat kepada teman-temannya. Beberapa tempat duduk dari Cho, Luna Lovegood telah mengeluaran The Quibbler lagi. Sementara itu, di meja Hufflepuff Ernie Macmillan adalah salah satu dari beberapa orang yang masih menatap Profesor Umbridg, tetapi matanya berkaca-kaca dan Harry yakin dia hanya berpura-pura mendengarkan dalam usaha untuk melakukan hal yang diharapkan dari lencana prefek barunyayang berkilat di dadanya. Profesor Umbridge tampaknya tidak memperhatikan keresahan para pendengarnya. Harry mendapat kesan bahwa kerusuhan hebat akan dapat terjadi di bawah hidungnya dan dia hanya akan bersusah payah melanjutkan pidatonya. Akan tetapi, para guru masih mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Hermione tampaknya memakan semua kata yang diucapkan Umbridge, walaupun, dinilai dari ekspresi wajahnya, kata-kata itu tidak sesuai dengan seleranya. karena beberapa perubahan akan membawa hal yang lebihbaik, sementara yang lainnya, ketika waktunya tiba, akan dikenali sebagai kesalahan penilaian. Sementara itu, beberapa kebiasaan lama akan dipertahankan, dan ini merupakan hal yang tepat, sedangkan yang lainnya, ketinggalan zaman dan tidak sesuai lagi, harus ditinggalkan. Dengan demikian, marilah kita maju ke depan, ke dalam era baru keterbukaan, efektivitas dan akuntabilitas, dengan niat sungguh-sungguh untuk mempertahankan apa yang perlu dipertahankan, menyempurnakan apa yang perlu disempurnakan, dan memangkas di manapun kita menemukan praktek-praktek yang perlu dilarang." Dia duduk. Dumbledore bertepuk tangan. Para staf mengikuti petunjuknya, walaupun Harry memperhatikan bahwa beberapa di antara mereka menyatukan tangan mereka hanya sekali atau dua kali sebelum berhenti. Beberapa murid bergabung, tetapi kebanyakan tidak menyadari akhir pidaro, karena tidak mendengar lebih dari beberapa kata, dan sebelum mereka bisa mulai bertepuk tangan dengan pantas, Dumbldore telah berdiri lagi. "Terima kasih banyak, Profesor Umbridge, itu sangat menerangkan," katanya sambil membungkuk kepadanya. "Sekarang, seperti yang kukatakan, ujicoba Quidditch akan diadakan ... " "Ya, tentu sangat menerangkan," kata Hermione dengan suara rendah. "Kau tidak sedang memberitahuku kalau kau menikmatinya?" Ron berkata dengan pelan, sambil memalingkan wajah kaku kepada Hermione. "Itu pidato paling membosankan yang pernah kudengar, dan aku tumbuh bersama Percy." "Kubilang menerangkan, bukan menyenangkan," kata Hermione. "Itu menjelaskan banyak hal." "Benarkah?" kata Harry terkejut. "Terdengar seperti banyak omong kosong bagiku." "Ada beberapa hal penting yang tersimpan dalam omong kosong itu," kata Hermione dengan suram. "Adakah?" kata Ron dengan hampa. "Bagaimana dengan: "kemajuan hanya demi adanya kemajuan harus dihindari"? Bagaimana dengan: "memangkas di manapun kita menemukan praktek-praktek yang harus dilarang"?" "Well, apa artinya itu?" kata Ron dengan tidak sabar. "Kuberitahu kamu apa artinya," kata Hermione melalui gigi-gigi yang dikertakkan. "Artinya Kementerian ikut campur ke Hogwarts." Ada suara berisik dan bantingan di sekitar mereka; Dumbledore jelas baru membubarkan sekolah, karena semua orang sedang berdiri siap untuk meninggalkan Aula. Hermione melompat bangkit, terlihat bingung. "Ron, kita harys menunjukkan kepada anak-anak kelas satu ke mana harus pergi!" "Oh, yeah," kata Ron, yang jelas telah lupa. "Hei -- hei, kalian semua! Kerdil!" "Ron!" "Well, mereka memang begitu, mereka cebol "Aku tahu, tapi kau tidak boleh memanggil mereka kerdil! -- Murid-murid kelas satu!" Hermione memanggil dengan nada memerintah menyusuri meja. "Lewat sini!" Sekelompok murid baru berjalan malu-malu ke celah antara meja Gryffindor dengan Hufflepuff, semuanya mencoba keras untuk tidak memimpin kelompok itu. Mereka memang terlihat sangat kecil; Harry yakin dia tidak tampak semuda itu ketika dia tiba di sini. Dia menyeringai kepada mereka. Seorang anak lelaki pirang di samping Euan Abercrombie terlihat ngeri; dia menyikut Euan dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Euan Abercrombie tampak sama takutnya dan mencuri pandang ngeri kepada Harry, yang merasa seringainya menghilang dari wajahnya seperti Getah-Bau. "Sampai jumpa nanti," katanya tanpa minat kepada Ron dan Hermione dan dia berjalan keluar dari Aula Besar sendirian, melakukan sebisanya untuk mengabaikan lebih banyak bisik-bisik, pandangan dan tunjuk-tunjuk ketika dia lewat. Dia menetapkan matanya ke atas selagi berjalan melalui kerumunan di Aula Depan, lalu dia bergegas menaiki tangga pualam, mengambil sejumlah jalan pintas tersembunyi dan segera telah meninggalkan sebagian besar kerumunan di belakang. Dia cukup bodoh untuk tidak mengharapkan hal ini, pikirnya dengan marah selagi berjalan melalui koridor lantai atas yang jauh lebih lengang. Tentu saja semua orang memandangi dia; dia telah keluar dari labirin Triwizard dua bulan sebelumnya sambil mencengkeram mayat seorang murid temannya dan mengaku telah melihat Lord Voldemort kembali berkuasa. Belum ada waktu di semester lalu untuk menjelaskan maksudnya sebelum mereka semua harus pulang ke rumah -- bahkan kalau dia merasa ingin memberi seluruh sekolah cerita lengkap dari kejadian mengerikan di pekuburan itu. Harry telah mencapai akhir koridor ke ruang duduk Gryffindor dan berhenti di depan potret Nyonya Gemuk sebelum dia sadar kalau dia tidak tahu kata kunci yang baru. "Er katanya dengan murung, sambil menatap Nyonya Gemuk, yang merapikan lipatan baju satin merah mudanya dan memandang balik dengan tajam kepadanya. "Tanpa kata kunci, tidak boleh masuk," katanya dengan angkuh. "Harry, aku tahu!" Seseorang terengah-engah di belakangnya dan dia berpaling untuk melihat Neville berlari kecil ke arahnya. "Tebak apa? Aku benar-benar akan bisa mengingatnya sekali ini -- " Dia melambaikan kaktus kecil kerdil yang telah diperlihatkannya kepada mereka di kereta api. "Mimbulus mimbletonia!" "Tepat," kata Nyonya Gemuk, dan potretnya terayun membuka kepada mereka seperti sebuah pintu, memperlihatkan lubang melingkar pada tembok di belakangnya, yang sekarang dipanjat oleh Harry dan Neville. Ruang duduk Gryffindor tampak menyambut seperti dulu, sebuah menara melingkar yang nyaman penuh dengan kursi-kursi berlengan empuk yang rombeng dan meja-meja tua yang berderit. Api berderaj dengan riang dalam perapian dan beberapa orang sedang menghangatkan tangan mereka dekat api sebelum naik ke kamar mereka; di sisi lain ruangan itu Fred dan George Weasley sedang menyematkan sesuatu ke papan pengumuman. Harry melambaikan selamat malam kepada mereka dan langsung menuju pintu ke kamar anak laki-kali; dia tidak sedang ingin berbincang-bincang saat ini. Neville mengikuti dia. Dean Thomas dan Seamus Finnigan telah mencapai kamar terlebih dahulu dan sedang dalam proses menutupi dinding-dinding di sebelah tempat tidur mereka dengan poster-poster dan foto-foto. Mereka sedang berbicara ketika Harry mendorong pintu terbuka tetapi berhenti mendadak saat mereka melihatnya. Harry bertanya-tanya apakah mereka sedang membicarakan dia, lalu apakah dia menjadi paranoid. "Hai," katanya sambil bergerak menyeberang ke kopernya sendiri dan membukanya. "Hei, Harry," kata Dean, yang sedang mengenakan piyama dalam warna-warna West Ham. "Liburmu menyenangkan?" "Tidak buruk," gumam Harry, karena cerita sebenarnya dari liburannya akan makan waktu hampir semalaman dan dia tidak dapat menghadapinya. "Kau?" "Yeah, cukup OK," Dean tertawa kecil. "Lagipula, lebih baik daripada Seamus, dia baru saja memberitahuku." "Kenapa, apa yang terjadi, Seamus?" Neville bertanya selagi dia menempatkan Mimbulus mimbletonia-nya dengan lembut ke atas lemari sisi tempat tidurnya. Seamus tidak segera menjawab; dia makan waktu lama untuk memastikan bahwa poster tim Quidditchnya Kenmare Kestrels cukup tegak. Lalu dia berkata, dengan punggung masih berpaling dari Harry, "Ibuku tak mau aku balik." "Apa?" kata Harry sambil menghentikan sejenak tindakan melepaskan jubahnya. "Dia tidak mau aku balik ke Hogwarts." Seamus berpaling dari posternya dan menarik piyamanya sendiri keluar dari koopernya, masih tidak memandang Harry. "Tapi -- kenapa?" kata Harry, heran. Dia tahu ibu Seamus seorang penyihir dan karena itu, tidak bisa mengerti mengapa dia menjadi begitu mirip keluarga Dursley. Seamus tidak menjawab sampai dia selesai mengancingkan piyamanya. "Well," katanya dengan suara yang diatur, "kukira ... karena kau." "Apa maksudmu?" kata Harry dengan cepat. Jantungnya berdetak agak cepat. Samar-samar dia merasa seakan-akan sesuatu menyelubunginya. "Well," kata Seamus lagi, masih menghindari mata Harry, "dia ... er ... well, bukan cuma kamu, Dumbledore juga ... " "Dia percaya pada Daily Prophet?" kata Harry. "Dia mengira aku seorang pembohonga dan Dumbledore seorang tua yang bodoh?" Seamus memandang kepadanya. "Yeah, kira-kira seperti itu." Harry tidak berkata apa-apa. Dia melemparkan tongkatnya ke meja sisi tempat tidurnya, melepaskan jubahnya, memasukkannya dengan marah ke dalam kopernya dan menarik keluar piyamanya. Dia muak akan hal itu; muak dijadikan orang yang dipandangi dan dibicarakan sepanjang waktu. Kalau di antara mereka ada yang tahu, kalau di antara mereka ada yang punya gambaran sedikit saja bagaimana rasanya menjadi orang yang tertimpa semua kejadian ini ... Mrs Finnigan tidak punya gambaran, wanita bodoh itu, pikirnya dengan buas. Dia naik ke tempat tidur dan bergerak untuk menarik kelambunya menutupi sekitarnya, tetapi sebelum dia bisa melakukannya, Seamus berkata, "Lihat ... apa yang terjadi malam itu ketika ... kau tahu, ketika ... dengan Cedric Diggory dan semuanya?" Seamus terdengar gugup dan bersemangat pada saat yang sama. Dean, yang telah membungkuk di atas kopernya sambil mencoba mengambil sebuah sandal, anehnya menjadi tidak bergerak dan Harry tahu dia mendengarkan lekat-lekat. "Kenapa kau tanya aku?" Harry menjawab dengan pedas. "Baca saja Daily Prophet seperti ibumu, mengapa tak kaulakukan? Itu akan memberitahumu semua yang perlu kau ketahui." "Jangan bawa-bawa ibuku," sambar Seamus. "Aku akan bawa siapapun yang menyebutku pembohong," kata Harry. "Jangan berbicara kepadaku seperti itu!" "Aku akan bicara kepadamu seperti yang kumau," kata Harry, amarahnya naik begitu cepat sehingga dia menyambar tongkatnya kembali dari meja sisi tempat tidurnya. "Kalau kau punya masalah berbagi kamar denganku, pergi dan minta McGonagall kalau kau bisa dipindahkah ... menghentikan kekhawatiran ibumu --" "Tinggalkan ibuku dari hal ini, Potter!" "Apa yang sedang terjadi?" Ron telah muncul di ambang pintu. Matanya yang lebar bergerak dari Harry, yang sedang berlutut di atas ranjangnya dengan tongkat menunjuk kepada Seamus, kepada Seamus, yang sedang berdiri di sana dengan tinju terangkat. "Dia membawa-bawa ibuku!" teriak Seamus. "Apa?" kata Ron. "Harry tidak akan melakukan itu -- kami pernah bertemu ibumu, kami menyukainya "Itu sebelum dia mulai mempercayai semua kata yang ditulis Daily Prophet sialan itu mengenai aku!" kata Harry pada puncak suaranya. "Oh," kata Ron, pengertian timbul ke wajahnya yang berbintik-bintik. "Oh ... benar." "Kau tahu apa?" kata Seamus panas, sambil memberi Harry pandangan berbisa. "Dia benar, aku tidak mau berbagi kamar dengannya lagi, dia gila." "Itu di luar batas, Seamus," kata Ron, yang telinganya mulai berkilau merah -- selalu merupakan tanda bahaya. "Di luar batas, aku?" teriak Seamus, yang sebaliknya dari Ron menjadi pucat. "Kau percaya semua sampah yang dikarangnya mengenai Kau-Tahu-Siapa, benar bukan, kau pikir dia menceritakan hal yang sebenarnya?" "Yeah, memang!" kata Ron dengan marah. "Kalau begitu kau juga gila," kata Seamus jijik. "Yeah? Well, sayang bagimu, teman, aku juga seorang prefek!" kata Ron sambil menusuk dirinya sendiri di dada dengan sebuahjari. "Jadi kecuali kau mau dapat detensi, jaga ucapanmu!" Selama beberapa detik Seamus terlihat seakan-akan menganggap detensi adalah harga yang pantas untuk dibayarkan untuk mengatakan apa yang sedang berada dalam pikirannya; tetapi dengan suara jijik dia memutar tumitnya dan menarik kelambunya tertutup dengan kasar sekali sehingga kelambu itu terkoyak dari ranjangnya dan jatuh menjadi tumpukan berdebu ke lantai. Ron melotot kepada Seamus, lalu melihat kepada Dean dan Neville. "Ada lagi yang orang tuanya bermasalah dengan Harry?" katanya dengan agresif. "Orang tuaku Muggle, sobat," kata Dean sambil mengangkat bahu. "Mereka tidak tahu apapun tentang kematian di Hogwarts, karena aku tidak cukup bodoh untuk memberitahu mereka." "Kau tidak tahu ibuku, dia akan bersusah payah mengeluarkan apapun dari siapapun!" Seamus berkata tajam kepadanya. "Lagipula, orang tuamu tidak baca Daily Prophet. Mereka tidak tahu Kepala Sekolah kita telah dipecat dari Wizengamot dan Konfederasi Penyihir Internasional karena dia mulai kehilangan akal sehatnya -- " "Nenekku bilang itu sampah," timpal Neville. "Katanya Daily Prophet yang semakin tidak beres, bukan Dumbledore. Dia sudah membatalkan langganan kami. Kami percaya pada Harry," kata Neville singkat. Dia memanjat ke ranjangnya dan menarik selimutnya hingga ke dagu, sambil melihat dengan serius kepada Seamus. "Nenekku selalu bilang Kau-Tahu-Siapa akan kembali suatu hari. Katanya kalau Dumbledore bilang dia sudah kembali, berarti dia sudah kembali." Harry merasakan desakan rasa terima kasih terhadap Neville. Yang lain tak seorangpun berkata apa-apa. Seamus mengeluarkan tongkatnya, memperbaiki kelambu tempat tidurnya dan menghilang di baliknya. Dean naik ke tempat tidur, berguling dan terdiam. Neville, yang tampaknya juga tidak punya hal lain untuk dikatakan lagi, memandang dengan sayang kepada kaktusnya yang terkena cahaya bulan. Harry berbaring kembali pada bantalnya sementara Ron sibuk di ranjang berikutnya, menyimpan barang-barangnya. Dia merasa terguncang oleh argumen dengan Seamus, yang selalu disukainya. Berapa banyak orang lagi yang akan mengatakan kalau dia berbohong, atau kurang waras? Apakah Dumbledore juga menderita seperti ini sepanjang musim panas, karena pertama Wizengamot, lalu Konfederasi Penyihir Internasional melemparkan dia dari jabatan mereka? Apakah rasa marah kepada Harry, mungkin, yang menghentikan Dumbledore berhubungan dengannya selama berbulan-bulan? Terlebih lagi, mereka berdua berada dalam hal ini bersama-sama; Dumbledore telah mempercayai Harry, mengumumkan versinya terhadap kejadian-kejadian itu kepada seluruh sekolah dan lalu kepada komunitas sihir yang lebih luad. Siapapun yang mengira Harry pembohong haruslah berpikir bahwa Dumbledore juga, atau bahwa Dumbledore telah terpedaya. Mereka akan tahu kami benar pada akhirnya, pikir Harry dengan menderita, ketika Ron naik ke tempat tidur dan mematikan lilin terakhir dalam kamar itu. Tapi dia bertanya-tanya berapa banyak serangan lagi seperti Seamus yang akan harus ditahannya sebelum masa itu tiba. BAB DUA BELAS Profesor Umbridge Seamus berpakaian dengan kecepatan tinggi pagi berikutnya dan meninggalkan kamar asrama sebelum Harry bahkan memakai kaos kakinya. "Apa dipikirnya dia akan jadi gila kalau dia tinggal seruangan denganku terlalu lama?" tanya Harry dengan keras, ketika pinggir jubah Seamus melambai keluar dari pandangan. "Jangan khawatir tentang itu, Harry," Dean bergumam, sambil mengangkat tas sekolahnya ke bahunya, "dia hanya ... " Tapi tampaknya dia tidak mampu mengatakan dengan tepat bagaimana Seamus, dan setelah jeda yang agak canggung mengikutinya keluar kamar. Neville dan Ron keduanya memberi Harry pandangan itu-maslahnya-bukan-masalahmu, tapi Harry tidak banyak terhibur. Berapa banyak lagi hal seperti ini yang akan terjadi? "Ada apa?" tanya Hermione lima menit kemudian, sambil mencegat Harry dan Ron di tengah jalan menyeberangi ruang duduk ketika mereka menuju ke makan pagi. "Kau tampak benar-benar -- Oh demi Tuhan." Dia sedang memandangi papan pengumunan ruang duduk, di mana terpasang tanda baru. BERGALON-GALON GALLEON! Uang saku gagal mengikuti pengeluaranmu? Ingin mendapatkan sedikit emas tambahan? Hubungi Fred dan George Weasley, ruang duduk Gryffindor, untuk pekerjaan paroh-waktu sederhana, yang hampir tidak menyakitkan. Kami menyesal bahwa semua pekerjaan dilakukan atas resiko para pelamar sendiri.) "Itu batasnya," kata Hermione dengan suram, sambil menurunkan tanda itu, yang telah dipasang Fred dan George di atas poster yang memberitahu tanggal akhir pekan Hogsmeade yang pertama, yang akan berlangsung di bulan Oktober. "Kita harus berbicara dengan mereka, Ron." Ron jelas-jelas tampak gelisah. "Mengapa?" "Karena kita prefek!" kata Hermione, selagi mereka memanjat ke luar lubang potret. "Tergantung kepada kita untuk menghentikan hal-hal semacam ini!" Ron tidak berkata apa-apa; Harry bisa tahu dari ekspresi muramnya bahwa prospek untuk menghentikan Fred dan George melakukan apa yang mereka suka tidaklah dianggapnya menarik. "Ngomong-ngomong, ada apa, Harry?" Hermione melanjutkan, ketika mereka berjalan menuruni serangkaian anak tangga yang dibarisi potret-potret para penyihir wanita dan pria tua, yang semuanya mengabaikan mereka, terlalu asyik dengan percakapan mereka sendiri. "Kau tampak benar-benar marah mengenai sesuatu." "Seamus mengira Harry berbohong tentang Kau-Tahu-Siapa," kata Ron dengan ringkas, ketika Harry tidak menanggapi. Hermione, yang Harry duga akan bereaksi dengan marah demi dirinya, menghela napas. "Ya, Lavender juga mengira begitu," katanya dengan suram. "Sudah berbincang-bincang dengannya mengenai apakah aku seorang anak bandel pembohong tukang cari perhatian, bukan begitu?" Harry berkata dengan keras. "Tidak," kata Hermione dengan tenang. "Sebenarnya kusuruh dia menutup mulut besarnya tentang kau. Dan akan sangat baik kalau kau berhenti menyerang kami, Harry, karena kalau kamu belum memperhatikan, Ron dan aku ada di sisimu." Ada jeda pendek. "Sori," kata Harry dengan suara rendah. "Tidak apa-apa," kata Hermione dengan gengsi. Lalu dia menggelengkan kepalanya. "Tidakkah kau ingat apa yang dikatakan Dumbledore di pesta akhir semester lalu?" Harry dan Ron memandangnya dengan hampa dan Hermione menghela napas lagi. "Tentang Kau-Tahu-Siapa. Dia bilang "bakatnya menyebarkan kekacauan dan permusuhan sangat besar. Kita hanya bisa melawannya dengan memperlihatkan ikatan persahabatan dan kepercayaan yang sama kuatnya --"" "Bagaimana kamu ingat hal-hal seperti itu?" tanya Ron, sambil memandangnya dengan kekaguman. "Aku mendengarkan, Ron," kata Hermione dengan agak kasar. "Aku juga, tapi aku masih belum bisa memberitahumu apa tepatnya -- " "Intinya," Hermione menekankan dengan keras, "adalah bahwa hal-hal seperti ini tepat seperti yang dibicarakan Dumbledore. Kau-Tahu-Siapa baru kembali dua bulan dan kita sudah mulai berkelahi sesama kita. Dan peringatan Topi Seleksi sama: bersatu-padu -- " "Dan Harry benar kemarin malam," jawab Ron. "Kalau itu berarti kita harus berteman dengan anak-anak Slytherin -- Tidak mungkin." "Well, kukira sayang kita tidak mencoba kesatuan dalam-asrama," kata Hermione dengan ketus. Mereka telah mencapai kaki anak tangga pualam. Sebarisan anak Ravenclaw kelas empat sedang menyeberang ke Aula Depan; mereka melihat Harry dan bergegas membentuk kelompok yang lebih erat, seolah-oleh takut dia mungkin menyerang orang-orang yang lamban. "Yeah, kita benar-benar harus mencoba berteman dengan orang-orang seperti itu," kata Harry dengan sarkastis. Mereka mengikuti anak-anak Ravenclaw itu ke dalam Aula Besar, semuanya melihat menuruti kata hari ke meja guru ketika mereka masuk. Profesor Grubbly-Plank sedang berbincang-bincang dengan Profesor Sinistra, guru Astronomi, dan Hagrid sekali lagi menarik perhatian karena ketidakhadirannya. Langit-langit tersihir di atas mereka menggaungkan perasaan hati Harry; warnanya kelabu penuh awan hujan tidak menyenangkan. "Dumbledore bahkan tidak menyebutkan berapa lama wanita Grubbly-Plank itu akan tinggal," katanya, ketika mereka berjalan menyeberang ke meja Gryffindor. "Mungkin kata Hermione berpikir keras. "Apa?" kata Harry dan Ron bersama-sama. "Well ... mungkin dia tidak mau menarik perhatian bahwa Harry tidak ada di sini." "Apa maksudmu, menarik perhatian?" kata Ron setengah tertawa. "Bagaimana mungkin kita tidak memperhatikan?" Sebelum Hermione bisa menjawab, seorang gadis hitam jangkung dengan rambut panjang dikepang telah berjalan menuju Harry. "Hai, Angelina." "Hai," katanya dengan cepat. "musim panasmu menyenangkan?" Dan tanpa menunggu jawaban, "Dengar, aku telah dijadikan Kapten Quidditch Gryffindor." "Bagus sekali," kata Harry sambil menyeringai kepadanya; dia merasa pembicaraan pembangkit semangat Angelina tidak akan sepanjang Oliver Wood, yang hanya bisa berarti perbaikan. "Yeah, well, kita perlu seorang Keeper baru karena sekarang Oliver sudah pergi. Ujicoba akan diadakan Jumat jam lima dan aku mau seluruh tim ada di sana, oke? Dengan begitu kita bisa melihat bagaimana kecocokan orang baru itu." "OK," kata Harry. Angelina tersenyum kepadanya dan pergi. "Aku lupa kalau Wood sudah pergi," kata Hermione samar-samar ketika dia duduk di samping Ron dan menarik sepiring roti panggang ke hadapannya. "Kukira itu akan membuat perbedaan bagi tim?" "Kukira begitu," kata Harry sambil duduk di bangku di seberang. "Dia Keeper yang bagus "Walau begitu, tidak ada salahnya dapat darah baru, bukan begitu?" kata Ron. Dengan suara kibasan dan bising, ratusan burung hantu datang membumbung melalui jendela-jendela atas. Mereka turun ke seluruh Aula, membawa surat-surat dan paket-paket kepada para pemiliknya dan menghujani orang-orang yang sedang sarapan dengan tetesan-tetesan air; jelas di luar sedang hujan deras. Hedwig tak terlihat di manapun, tetapi Harry hampir tidak terkejut; satu-satunya korespondennya hanyalah Sirius, dan dia ragu Sirius akan punya sesuatu yang baru untuk diberitahukan kepadanya setelah hanya dua puluh empat jam berpisah. Namun, Hermione harus memindahkan jus jeruknya ke samping dengan cepat untuk memberi tempat bagi seekor burung hantu lembab yang sedang membawa Daily Prophet basah kuyup di paruhnya. "Untuk apa kamu masih berlangganan itu?" kata Harry dengan kesal, sambil memikirkan tentang Seamus selagi Hermione menempatkan sebuah Knut ke kantong kulit di kaki burung hantu itu dan dia berangkat lagi. "Aku tidak akan repot-repot ... banyak sampah." "Hal terbaik adalah mengetahui apa yang dikatakan musuh," kata Hermione dengan kelam, dan dia membuka gulungan suratkabar itu dan menghilang ke baliknya, tidak muncul sampai Harry dan Ron telah selesai makan. "Tak ada apa-apa," katanya singkat, sambil menggulung surat kabar itu dan meletakkannya di samping piringnya. "Tak ada apa-apa tentang kamu atau Dumbledore atau apapun." Profesor McGonagall sekarang sedang berpindah dari meja ke meja sambil menyerahkan jadwal pelajaran. "Lihat hari ini!" erang Ron. "Sejarah Sihir, Ramuan ganda, Ramalan dan Pertahanan terhadap Ilmu Hitam ganda ... Binns, Snape, Trelawney dan wanita Umbridge itu semua dalam sehari! Aku harap Fred dan George bergegas dan menyelesaikan Kotak Makanan Pembolos itu ... " "Apakah telingaku menipu diriku?" kata Fred, yang datang bersama George dan menyelipkan diri ke bangku di samping Harry. "Para prefek Hogwarts tentunya tidak ingin bolos pelajaran?" "Lihat apa yang kami dapat hari ini," kata Ron menggerutu, sambil menyorongkan jadwalnya ke bawah hidung Fred. "Itu adalah Senin terburuk yang pernah kulihat." "Poin bagus, dik," kata Fred, sambil memeriksa kolom tersebut. "Kau bisa dapatkan sedikit Gula-Gula Mimisan dengan murah kalau kau mau." "Kenapa murah?" kata Ron dengan curiga. "Karena kau akan terus berdarah sampai kau mengerut, kami belum dapat penawarnya," kata George sambil makan. "Bagus," kata Ron dengan murung, sambil mengantongkan jadwalnya, "tapi kukira aku akan masuk pelajarannya saja." "Dan ngomong-ngomong tentang Kotak Makanan Pembolos kalian," kata Hermione sambil mengerling kepada Fred dan George, "kalian tidak bisa memasang iklan mencari para penguji di papan pengumuman Gryffindor." "Kata siapa?" kata George, terlihat heran. "Kataku," kata Hermione. "Dan Ron." "Jangan bawa-bawa aku," kata Ron dengan terburu-buru. Hermione melotot kepadanya. Fred dan George mencibir. "Kau akan menyanyikan nada yang lain segera, Hermione," kata Fred, sambil memberi mentega banyak-banyak ke kue. "Kau sedang memulai tahun kelimamu, kau akan memohon kepada kami demi sebuah Kotak Makanan sebelum waktu yang lama." "Dan kenapa memulai tahun kelima berarti aku akan mau Kotak Makanan Pembolos?" tanya Hermione. "Tahun kelima adalah tahun OWL," kata George. "Jadi?" "Jadi kau harus menghadapi ujian-ujianmu, "kan? Mereka akan membuatmu bekerja begitu keras sehingga kelelahan," kata Fred dengan kepuasan. "Setengah dari kelas kami mengalami depresi ringan sewaktu menghadapi OWL," kata George dengan senang. "Air mata dan ledakan-ledakan kemarahan ... Patricia Stimpson terus menerus pingsan "Kenneth Towler menderita bisul-bisul, kau ingat?" kata Fred sambil mengenang. "Itu karena kau meletakkan bubuk Bulbadox di piyamanya," kata George. "Oh yeah," kata Fred sambil menyeringai. "Aku sudah lupa ... terkadang sulit mengingat semuanya, ya "kan?" "Benar-benar tahun yang seperti mimpi buruk, tahun kelima itu," kata George. "Itu kalau kau peduli terhadap hasil ujian. Fred dan aku berhasil menjaga nilai-nilai kami entah bagaimana." "Yeah ... kalian dapat, berapa, tiga OWL masing-masing?" kata Ron. "Yep," kata Fred tidak peduli. "Tapi kami merasa masa depan kami terletak di luar dunia pencapaian akademis." "Kami berdebat serius mengenai apakah kami akan repot-repot kembali untuk tahun ketujuh kami," kata George dengan cerah, "karena sekarang kami sudah punya -- " Dia tidak melanjutkan karena melihat pandangan memperingatkan dari Harry, yang tahu George hampir menyebutkan kemenangan Triwizard yang telah dia berikan kepada mereka. "-- sekarang kami sudah mendapatkan OWL kami," George berkata dengan tergesa-gesa. "Maksudku, apakah kami benar-benar perlu NEWT? Tapi kami mengira Mum tidak akan bisa menerima kami meninggalkan sekolah lebih awal, tidak setelah Percy berubah menjadi orang paling brengsek sedunia." "Walau begitu, kami tidak akan menyia-nyiakan tahun terakhir kami di sini," kata Fred, sambil memandang dengan penuh kasih sayang ke sekeliling Aula Besar. "Kami akan menggunakannya untuk melakukan sedikit riset pasar, mengetahui tepatnya apa yang dibutuhkan rata-rata murid Hogwarts dari sebuah toko lelucon, berhati-hati mengevaluasi hasil riset kami, lalu menghasilkan produk yang sesuai dengan permintaan." "Tapi di mana kalian akan mendapatkan emas untuk memulai toko lelucon?" Hermione bertanya dengan skeptis. "Kalian akan perlu semua bahan dan materialnya -- dan lokasi usaha juga, kurasa Harry tidak memandang si kembar. Wajahnya terasa panas; dia sengaja menjatuhkan garpunya dan menukik ke bawah untuk mengambilnya. Dia mendengar Fred berkata di atas kepalanya, "Jangan tanya kami dan kami tidak akan berbohong kepadamu, Hermione. Ayo, George, kalau kita sampai di sana lebih awal kita mungkin bisa menjual beberapa Telinga yang Dapat-Dipanjangkan sebelum Herbologi." Harry muncul dari bawah meja dan melihat Fred dan George berjalan menjauh, masing-masing membawa setumpuk roti panggang. "Apa artinya itu?" kata Hermione, sambil memandang dari Harry ke Ron. ""Jangan tanya kami ..." Apakah itu berarti mereka telah mendapatkan emas untuk memulai toko lelucon?" "Kau tahu, aku telah bertanya-tanya mengenai hal itu," kata Ron, alisnya berkerut. "Mereka membelikanku satu stel jubah pesta baru musim panas ini dan aku tidak bisa mengerti dari mana mereka dapat Galleon ... " Harry memutuskan sudah waktunya mengalihkan pembicaraan keluar dari daerah berbahaya. "Apakah kalian pikir benar tahun ini akan sangat sulit? Karena ujian-ujian itu?" "Oh, yeah," kata Ron. "Harus begitu, bukan? OWL sangat penting, mempengaruhi pekerjaan-pekerjaan yang bisa kau lamar dan segalanya. Kita juga dapat bimbingan karir, akhir tahun ini, Bill bilang kepadaku. Jadi kau bisa memilih NEWT apa yang mau kau lakukan tahun depan." "Apakah kalian tahu apa yang mau kalian kerjakan setelah Hogwarts?" Harry bertanya kepada keduanya, ketika mereka meninggalkan Aula Besar sejenak kemudian dan menuju ruang kelas Sejarah Sihir mereka. "Tidak juga," kata Ron lambat-lambat. "Kecuali ... well Dia terlihat sedikit malu-malu. "Apa?" Harry mendesaknya. "Well, pasti keren kalau jadi Auror," kata Ron tanpa pikir panjang. "Yeah, benar," kata Harry sungguh-sungguh. "Tapi mereka seperti, orang-orang elit," kata Ron. "Kau harus benar-benar hebat. Bagaimana denganmu, Hermione?" "Aku tidak tahu," katanya. "Kukira aku akan melakukan sesuatu yang berharga." "Auror berharga!" kata Harry. "Ya, memang, tapi itu bukan satu-satunya yang berharga," kata Hermione sambil berpikir, "maksudku, kalau aku bisa membawa SPEW lebih lanjut Harry dan Ron dengan hati-hati menghindari pandangan satu sama lain. Sejarah Sihir dengan persetujuan umum merupakan pelajaran paling membosankan yang pernah diciptakan oleh kaum penyihir. Profesor Binns, guru hantu mereka, memiliki suara menciut-ciut yang berdengung yang hampir merupakan jaminan untuk menyebabkan rasa ngantuk hebat dalam sepuluh menit, lima di udara hangat. Dia tidak pernah merubah bentuk pelakaran mereka, tetapi menguliahi mereka tanpa jeda sementara mereka mencatat, atau lebih tepatnya, memandang dengan mata mengantuk ke ruang kosong. Harry dan Ron sejauh ini berhasil lulus dari pelajaran ini hanya dengan menyalin catatan Hermione sebelum ujian; dia sendiri yang tampaknya bisa menahan daya penidur dari suara Binns. Hari ini, mereka menderita satu setengah jam ngantuk dengan subyek perang raksasa. Harry mendengar cukup banyak selama sepuluh menit pertama untum menyadari samar-samar bahwa di tangan guru lain subyek ini mungkin agak menarik, tapi kemudian otaknya tidak terhubung lagi, dan dia menghabiskan satu jam dua puluh menit sisanya bermain tebak kata di tepi perkamennya dengan Ron, sementara Hermione memberi mereka pandangan kejam dari sudut matanya. "Bagaimana jadinya," dia menanyai mereka dengan dingin, ketika mereka meninggalkan ruang kelas itu untuk istirahat (Binns melayang pergi melewati papan tulis), "kalau aku menolak meminjamkan kalian catatanku tahun ini?" "Kami akan gagal di ujian OWL kami," kata Ron. "Kalau kau mau memikul itu di hati nuranimu, Hermione ... " "Well, kalian pantas mendapatkannya," dia berkata dengan pedas. "Kalian bahkan tidak mencoba mendengarkannya, bukan?" "Kami mencoba," kata Ron. "Kami hanya tidak punya otakmu atau ingatanmu atau konsentrasimu -- kai hanya lebih pintar daripada kami -- baguskah kutambahkan itu?" "Oh, jangan beri aku sampah itu," kata Hermione, tapi dia tampak agak mereda ketika dia memimpin jalan ke halaman yang lembab. Gerimis berkabut halus sedang turun, sehingga orang-orang yang sedang berdiri berkelompok di sekitar tepi halaman terlihat buram di sisi-sisinya. Harry, Ron dan Hermione memilih sebuah sudut terpecil di bawah balkon yang terkena banyak tetesan air, membalikkan kerah jubah mereka melawan udara September yang dingin dan berbicara mengenai apa yang mungkin disiapkan Snape untuk mereka pada pelajaran pertama di tahun itu. Mereka telah sampai sejauh persetujuan bahwa mungkin sekali sesuatu yang sangat sukar, hanya supaya bisa mengenai mereka ketika belum siap setelah liburan dua bulan; ketiak seseorang berjalan mengitari sudut menuju mereka. "Halo, Harry!" Ternyata Cho Chang dan, lebih-lebih, dia sendirian lagi. Ini sangat tidak biasa: Cho hampir selalu dikelilingi oleh sekelompok gadis yang cekikikan; Harry ingat penderitaan ketika mencoba menemuinya sendirian untuk memintanya ke Pesta Dansa. "Hai," kata Harry, merasa wajahnya menjadi panas. Setidaknya kamu tidak tertutup Getah-Bau kali ini, dia memberitahu dirinya sendiri. Cho tampaknya memikirkan hal yang sama. "Kalau begitu, kamu sudah membersihkan benda itu?" "Yeah," kata Harry, sambil mencoba menyeringai seolah-olah ingatan pada pertemuan terakhir mereka lucu bukannya mengerikan. "Jadi, apakah kamu ... er ... mengalami musim panas yang menyenangkan?" Begitu dia telah mengatakan ini dia berharap tidak dilakukannya -- Cedric dulu pacar Cho dan ingatan pada kematiannya pasti telah mempengaruhi liburannya hampir separah memperngaruhi liburan Harry. Sesuatu sepertinya menegang di wajahnya, tetapi dia berkata, "Oh, liburanku baik-baik saja, kau tahu ... " "Apakah itu lencana Tornado?" Ron menuntut dengan tiba-tiba, sambil menunjuk ke depan jubah Cho, di mana tersemat sebuah lencana biru langit yang dihiasi dengan huruf "T" ganda. "Kau tidak mendukung mereka, "kan?" "Ya, memang," kata Cho. "Apakah kau dari dulu mendukung mereka, atau hanya semenjak mereka mulai memenangkan liga?" kata Ron, dengan nada suara menuduh yang dianggap Harry tidak perlu. "Aku sudah mendukung mereka sejak aku berumur enam tahun," kata Cho dengan dingin. "Ngomong-ngomong ... sampai jumpa, Harry." Dia berjalan menjauh. Hermione menunggu sampai Cho setengah menyeberangi lapangan sebelum memberondong Ron. "Kau benar-benar tidak bijaksana!" "Apa? Aku hanya bertanya kepadanya apakah -- " "Tidak bisakah kau lihat dia ingin berbicara kepada Harry sendiri?" "Jadi? Dia bisa berbuat begitu, aku tidak menghentikan -- " "Kenapa kau menyerangnya mengenai tim Quidditchnya?" "Menyerang? Aku tidak menyerangnya, aku hanya -- " "Siapa yang peduli kalau dia mendukung the Tornadoes?" "Oh, ayolah, setengah dari orang-orang yang memakai lencana itu baru membelinya musim lalu -- " "Tapi apa masalahnya?" "Artinya mereka bukan fans sebenarnya, mereka cuma mengikuti arus -- " "Itu bunyi bel," kata Harry dengan jemu, karena Ron dan Hermione sedang bercekcok terlalu keras untuk mendengarnya. Mereka tidak berhenti bersiteru sepanjang jalan ke ruang bawah tanah Snape, yang memberi Harry banyak waktu untuk merefleksikan bahwa antara Neville dan Ron dia akan sangat beruntung jika bisa mendapatkan percakapan dua menit dengan Cho yang bisa dia kenang tanpa ingin meninggalkan negara itu. Dan lagi, pikirnya ketika mereka bergabung dengan antrian yang terbentuk di depan ruang kelas Snape, Cho telah memilih untuk datang dan berbicara kepadanya, bukankah begitu? Dia dulu pacar Cedric; dia bisa dengan mudah membenci Harry karena keluar dari labirin Triwizard hidup-hidup sementara Cedric mati, tapi dia berbicara kepadanya dengan cara yang benar-benar bersahabat, bukan seakan-akan dia menganggapnya gila, atau pembohong, atau bertanggung jawab dalam suatu cara terhadap kematian Cedric ... ya, dia benar-benar telah memilih untuk datang dan berbicara dengannya, dan itu yang kedua kalinya dalam dua hari ... dan ketika memikirkan ini, semangat Harry bangkit. Bahkan suara tak menyenangkan dari pintu ruang bawah tanah Snape yang berderit terbuka tidak menusuk gelembung harapan kecil yang sepertinya telah menggembung di dadanya. Dia memasuki ruang kelas di belakang Ron dan Hermione dan mengikuti mereka ke meja yang biasa di bagian belakang, di mana dia duduk di antara Ron dan Hermione dan mengabaikan suara-suara marah yang menyebalkan yang sekarang keluar dari mereka berdua. "Tenang," kata Snape dengan dingin, sambil menutup pintu di belakangnya. Sebenarnya tidak perlu meminta ketertiban; begitu kelas mendengar pintu menutup, keheningan tiba dan semua keributan berhenti. Kehadiran Snape saja biasanya sudah cukup untuk menjamin ketenangan kelas. "Sebelum kita mulai pelajaran hari ini," kata Snape, sambil berjalan ke mejanya dan menatap berkeliling kepada mereka semua, "Kukira sudah sepantasnya kuingatkan kalian bahwa bulan Juni mendatang kalian akan mengikuti ujian yang sangat penting, di mana kalian akan membuktikan seberapa banyak yang telah kalian pelajari tentang komposisi dan kegunaan ramuan-ramuan sihir. Walaupun beberapa orang di kelas ini tidak diragukan lagi bebal, kuharap kalian mendapatkan nilai "Acceptable" pada OWL kalian, atau menerima ... ketidaksenanganku." Pandangannya kali ini melekat kepada Neville, yang menelan ludah. "Setelah tahun ini, tentu saja, banyak dari kalian yang akan berhenti berguru kepadaku," Snape melanjutkan. "Aku hanya mengambil yang terbaik ke dalam kelas Ramuan NEWTku, yang berarti bahwa beberapa dari kita pasti akan mengucapkan selamat tinggal." Matanya beralih kepada Harry dan bibirnya melengkung. Harry melotot balik, sambil merasa kesenangan suram atas gagasan bahwa dia akan bisa melepaskan Ramuan setelah tahun kelima. "Tapi kita punya satu tahun lagi untuk dilalui sebelum masa perpisahan yang membahagiakan," kata Snape dengan pelan, "jadi, apakah kalian bermaksud mencoba NEWT ataupun tidak, aku sarankan kalian semua untuk mengkonsentrasikan usaha kalian untuk mempertahankan tingkat kelulusan tinggi yang telah kuharapkan dari murid-murid OWLku. "Hari ini kita akan mencampur ramuan yang sering muncul di Ordinary Wizarding Level; Ramuan Ketenangan, sebuah ramuan untuk meredakan kecemasan dan menenangkan kegelisahan. Peringatan bagi kalian: kalau kalian terlalu berlebihan dengan bahan-bahannya kalian akan menempatkan peminumnya ke dalam tidur yang panjang dan terkadang tidak bisa dibangunkan lagi, jadi kalian harus memperhatikan dengan seksama apa yang sedang kalian lakukan." Di sebelah kiri Harry, Hermione duduk sedikit lebih tegak, ekspresinya penuh perhatian. "Bahan-bahan dan metodenya -" Snape melambaikan tongkatnya "- ada di papan tulis -" (tulisannya muncul di sana) "kalian akan menemukan semua yang kalian butuhkan -" dia melambaikan tongkatnya lagi "- di lemari penyimpanan -" (pintu lemari yang dimaksud terbuka) "- kalian punya satu setengah jam ... mulai." Seperti yang telah diramalkan Harry, Ron dan Hermione, Snape hampir tidak bisa menyuruh mereka membuat ramuan yang lebih sulit dan rumit. Bahan-bahannya harus ditambahkan ke dalam kuali dengan urutan dan jumlah yang tepat; campurannya harus diaduk beberapa kali dalam jumlah yang tepat, pertama searah jarum jam, lalu melawan arah jarum jam; panas apinya harus diturunkan ke tingkat yang persis tepat selama sejumlah menit sebelum bahan akhir ditambahkan. "Seberkas uap tipis perak seharusnya sekarang telah menguar dari ramuan kalian," seru Snape, ketika waktu tinggal sepuluh menit lagi. Harry, yang sedang berkeringat hebat, melihat dengan putus asa ke sekeliling ruang bawah tanah. Kualinya sendiri sedang mengeluarkan sejumlah besar uap kelabu gelap; kuali Ron memuncratkan bunga api hijau. Seamus sedang tergesa-gesa menjolok api di dasar kualinya dengan ujung tongkatnya, karena tampaknya akan padam. Namun, permukaan ramuan Hermione merupakan kabut berkilauan yang terbuat dari uap perak, dan ketika Snape lewat dia melihat melewati hidung bengkoknya ke kuali itu tanpa komentar, yang berarti dia tidak bisa menemukan apa-apa untuk dikritik. Namun di kuali Harry, Snape berhenti, dan melihat ke kualinya dengan senyum menyeringai yang mengerikan di wajahnya. "Potter, seharusnya ini apa?" Anak-anak Slytherin di bagian depan kelas semuanya memandang dengan penuh hasrat; mereka sangat suka mendengar Snape mengejek Harry. "Ramuan Ketenangan," kata Harry dengan tegang. "Beritahu aku, Potter," kata Snape dengan pelan, "bisakah kamu membaca?" Draco Malfoy tertawa. "Ya, saya bisa," kata Harry, jari-jarinya mencengkeram tongkatnya erat-erat. "Baca baris ketiga dari instruksi itu untukku, Potter." Harry memicingkan mata ke papan tulis; tidaklah mudah melihat instruksi itu melalui uap berbagai warna yang mengaburkan yang sekarang mengisi ruang bawah tanah itu. ""Tambahkan bubuk batu bulan, aduk tiga kali searah jarum jam, biarkan membara selama tujuh menit lalu tambahkan dua tetes sirup hellebore."" Hatinya merosot. Dia tidak menambahkan sirup hellebore, tetapi langsung meneruskan kebaris keempat instruksi itu setelah membiarkan ramuannya membara selama tujuh menit. "Apakah kamu melakukan semua hal di baris ketiga, Potter?" "Tidak," kata Harry dengan sangat pelan. "Maaf?" "Tidak," kata Harry, lebih keras. "Saya lupa hellebore." "Aku tahu kau lupa, Potter, yang artinya kekacauan ini sama sekali tidak berharga. Evanesco." Isi ramuan Harry menghilang; dia berdiri dengan bodoh di samping sebuah kuali kosong. "Kalian yang sudah berhasil membaca instruksi, isi satu tabung dengan sampel ramuan kalian, beri label yang jelas dengan nama kalian dan bawa ke mejaku untuk diuji," kata Snape. "Tugas rumah: dua belas inci perkamen tentang sifat-sifat batu bulan dan kegunaannya dalam pembuatan ramuan, diserahkan pada hari Kamis." Sementara semua orang di sekitarnya mengisi tabung-tabung mereka, Harry membereskan barang-barangnya, hatinya menggelegak. Ramuannya tidak lebih buruk daripada ramuan Ron, yang sekarang mengeluarkan bau busuk telur yang sudah membusuk; atau ramuan Neville, yang telah mencapai kekentalan semen yang baru dicampur dan yang sekarang harus dikerok Neville dari kualinya; tapi masih saja dia, Harry, yang akan menerima nilai nol untuk pekerjaan hari itu. Dia menjejalkan tongkatnya kembali ke dalam tasnya dan merosot ke tempat duduknya, sambil mengamati semua orang lain yang berbaris ke meja Snape dengan tabung-tabung terisi dan tertutup gabus. Ketika akhirnya bel berdering, Harry yang pertama keluar dari ruang bawah tanah dan sudah mulai makan siang ketika Ron dan Hermione bergabung dengannya di Aula Besar. Langit-langit telah berubah menjadi warna kelabu yang bahkan lebih suram selama pagi itu. Hujan memecut jendela-jendela yang tinggi. "Itiu benar-benar tidak adil," kata Hermione menghibur, sambil duduk di sebelah Harry dan makan pai. "Ramuanmu tidak seburuk ramuan Goyle, sewaktu dia memasukkannya ke dalam tabung benda itu hancur dan membakar jubahnya." "Yeah, well," kata Harry sambil menatap tajam ke piringnya, "sejak kapan Snape pernah adil terhadapku?" Tidak satupun dari mereka menjawab; mereka bertiga semuanya tahu bahwa permusuhan Snape dan Harry telah mutlak dari saat Harry menjejakkan kaki ke Hogwarts. "Aku kira dia mungkin sedikit lebih baik tahun ini," kata Hermione dengan suara kecewa. "Maksudku ... kau tahu dia melihat sekeliling dengan waspada; ada setengah lusin tempat duduk kosong di kedua sisi mereka dan tak seorangpun sedang melewati meja itu sekarang dia ada dalam Order dan segalanya itu." "Katak beracun tidak mengubah bintiknya," kata Ron dengan bijaksana. "Lagipula, aku selalu mengira Dumbledore sinting mempercayai Snape. Di mana buktinya dia pernah benar-benar berhenti bekerja bagi Kau-Tahu-Siapa?" "Kukira Dumbledore mungkin punya banyak bukti, bahkan kalau dia tidak membaginya denganmu, Ron," sambar Hermione. "Oh, diamlah, kalian berdua," kata Harry dengan kasar, ketika Ron membuka mulut untuk beradu pendapat lagi. Hermione dan Ron sama-sama membeku, terlihat marah dan tersinggung. "Tidak bisakah kalian tenang?" kata Harry. "Kalian selalu bertengkar, membuatku gila." Dan mengabaikan painya, dia mengayunkan tas sekolahnya ke bahunya dan meninggalkan mereka duduk di sana. Dia berjalan menaiki tangga pualam dua-dua anak tangga, melewati banyak murid yang sedang bergegas menuju makan siang. Kemarahan yang baru saja menyala tanpa terduga masih berkobar dalam dirinya, dan bayangan wajah Ron dan Hermione yang terguncang memberinya rasa puas mendalam. Rasakan mereka, pikirnya, kenapa mereka tidak bisa tenang ... bertengkar sepanjang waktu ... cukup untuk membuat siapapun jadi gila ... Dia melewati lukisan besar si ksatria Sir Cadogan di puncak tangga; Sir Cadogan menarik pedangnya dan memamerkannya dengan garang kepada Harry, yang mengabaikannya. "Kembalilah, kau anjing kudisan! Berdiri di tempat dan bertarung!" teriak Sir Cadogan dengan suara teredam dari balik ketopongnya, tetapi Harry terus berjalan dan ketika Sir Cadogan mencoba mengikutinya dengan cara berlari ke dalam lukisan di sebelah, dia ditolak oleh penghuninya, seekor serigala yang besar dan tampak marah. Harry menghabiskan sisa jam makan siang duduk sendirian di bawah pintu jebakan di puncak Menara Utara. Akibatnya, dia yang pertama menaiki tangga perak yang menuju ruang kelas Sybill Trelawney ketika bel berdering. Setelah Ramuan, Ramalan adalah kelas yang paling tidak disukai Harry, yang sebagian besar disebabkan oleh kebiasaan Profesor Trelawney meramalkan kematian dininya setiap beberapa kali pelajaran. Seorang wanita kurus, yang mengenakan banyak syal dan untaian-untaian manik-manik yang berkilauan, dia selalu mengingatkan Harry kepada beberapa jenis serangga, dengan kacamata besarnya yang memperbesar matanya. Dia sedang sibuk menempatkan salinan-salinan buku bersampul kulit yang compang-camping ke setiap meja bundar kecil yang berada dalam ruangannya ketika Harry memasuki ruangan, tetapi cahaya dari lampu yang ditutupi scarf dan api yang menyala rendah dan mengeluarkan wangi menyengat begitu temaram sehingga dia tampak tidak memperhatikan Harry ketika dia mengambil tempat duduk dalam bayangan. Sisa kelas itu tiba selama lima menit berikutnya. Ron muncul dari pintu jebakan, memandang sekeliling dengan hati-hati, melihat Harry dan menuju lurus ke arahnya, atau selurus yang dia bisa sellagi harus mencari jalan di antara meja-meja, kursi-kursi dan sofa-sofa yang terlalu empuk. "Hermione dan aku sudah berhenti berdebat," katanya sambil duduk di sebelah Harry. "Bagus," gerutu Harry. "Tapi Hermione bilang dia mengira akan baik kalau kau berhenti mengeluarkan kemarahanmu kepada kami," kata Ron. "Aku tidak -" "Aku hanya menyampaikan pesan," kata Ron sambil menyelanya. "Tapi kukira dia benar. Bukan salah kami bagaimana Seamus dan Snape memperlakukan kamu." "Aku tak pernah bilang itu -" "Selamat siang," kata Profesor Trelawney dengan suara sedih dan melamun yang biasa, dan Harry berhenti, lagi-lagi merasa kesal dan agak malu pada dirinya sendiri. "Dan selamat datang kembali ke Ramalan. Aku telah, tentu saja, mengikuti peruntungan kalian dengan sangat hati-hati selama liburan ini, dan senang melihat bahwa kalian semua telah kembali ke Hogwarts dengan selamat -- seperti, tentu saja, yang kutahu akan terjadi. "Kalian akan menemukan di meja di hadapan kalian salinan-salinan Ramalan Mimpi, oleh Inigo Imago. Interpretasi mimpi adalah cara yang paling penting untuk meramalkan masa depan dan yang paling mungkin diuji pada OWL kalian. Tentu saja, bukannya aku pikir kelulusan atau kegagalan ujian adalah hal yang penting sedikitpun kalau menyangkut ilmu suci meramal. Kalau kalian memiliki Mata Melihat, sertifikat dan nilai hanya bernilai sedikit. Akan tetapi, Kepala Sekolah ingin kalian mengikuti ujian, jadi ... " Suaranya berangsur hilang dengan lembut, membuat mereka tidak ragu sedikitpun bahwa Profesor Trelawney menganggap pelajarannya di atas hal-hal mengerikan seperti ujian. "Tolong balikkan ke pengantar dan baca apa yang dikatakan Imago tentang masalah interpretasi mimpi. Lalu, bentuklah pasangan-pasangan. Gunakan Ramalan Mimpi untuk menginterpretasikan mimpi-mimpi kalian masing-masing yang paling belakangan. Lanjutkan." Satu-satunya hal bagus yang dapat dikatakan tentang pelajaran ini adalah bahwa ia bukan kelas ganda. Pada waktu mereka semua telah selesai membaca pengantar buku itu, mereka hanya punya sepuluh menit lagi untuk interpretasi mimpi. Di meja di sebelah Harry dan Ron, Dean telah berpasangan dengan Neville, yang segera memulai penjelasan panjang lebar mengenai mimpi buruk yang melibatkan sepasang gunting raksasa yang memakai topi terbaik neneknya; Harry dan Ron hanya memandang satu sama lain dengan muram. "Aku tidak pernah ingat mimpiku," kata Ron, "kau katakan satu." "Kau pasti ingat salah satu," kata Harry dengan tidak sabar. Dia tidak akan membagi mimpinya dengan siapapun. Dia tahu persis apa arti mimpi buruknya yang biasa tentang pekuburan itu, dia tidak perlu Ron atau Profesor Trelawney atau Ramalan Mimpi bodoh itu untuk memberitahunya. "Well, aku bermimpi aku sedang bermain Quidditch beberapa malam lalu," kata Ron sambil mengernyitkan wajah dalam usahanya untuk mengingat. "Menurutmu apa artinya itu?" "Mungkin kamu akan dimakan oleh marshmallow raksasa atau apalah," kata Harry sambil membalik-balik halaman Ramalan Mimpi tanpa minat. Mencari-cari keterangan-keterangan kecil mengenai mimpi dalam Ramalan itu sangat membosankan dan Harry tidak terhibur ketika Profesor Trelawney memberi mereka tugas mencatat diari mimpi selama sebulan sebagai pekerjaan rumah. Ketika bel berdering, dia dan Ron memimpin jalan kembali menuruni tangga, dengan Ron menggerutu keras-keras. "Apakah kau sadar berapa banyak pekerjaan rumah yang sudah kita dapatkan? Binns menyuruh kita membuat esai sepanjang satu setengah kaki mengenai perang para raksasa, Snape ingin satu kaki mengenai kegunaan batu bulan, dan sekarang kita punya diari mimpi sebulan dari Trelawney! Fred dan George tidak salah mengenai tahun OWL, iya "kan?" Wanita Umbridge itu sebaiknya tidak memberi kita ... " Ketika mereka memasuki ruang kelas Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam mereka menemukan Profesor Umbridge telah duduk di meja guru, memakai kardigan merah muda berbulu dari malam sebelumnya dan pita beludru hitam di puncak kepalanya. Harry lagi-lagi teringat akan seekor lalat besar yang bertengger di atas seekor katak yang bahkan lebih besar. Kelas terdiam sangat memasuki ruangan; Profesor Umbridge masih merupakan hal yang belum diketahui dan tak seorangpun tahu seberapa tegas pendapatnya mengenai disiplin. "Well, selamat sore!" katanya, ketika akhirnya seluruh kelas telah duduk. Beberapa orang menggumamkan "selamat sore" sebagai jawaban. "Ck, ck," kata Profesor Umbridge. "Itu tidak bisa diterima, benar bukan? Aku ingin kalian, tolong, menjawab "Selamat sore, Profesor Umbridge". Tolong satu kali lagi. Selamat sore, kelas!" "Selamat sre, Profesor Umbridge," mereka menyanyi balik kepadanya. "Begitu," kata Profesor Umbridge dengan manis. "Tidak terlalu sulit, bukan? Tolong simpan tongkat dan keluarkan pena bulu." Banyak murid yang saling bepandangan dengan murung; perintah "simpan tongkat" belum pernah diikuti dengan pelajaran yang mereka anggap menarik. Harry menyodokkan tongkatnya kembali ke dalam tasnya dan menarik keluar pena bulu, tinta dan perkamen. Profeser Umbridge membuka tas tangannya, mengeluarkan tongkatnya sendiri, yang tidak biasanya sangat pendek, dan mengetuk papan tulis keras-keras dengannya; kata-kata bermunculan di papan seketika: Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam Kembali ke Prinsip-Prinsip Dasar "Well, yang kalian pelajari dalam mata pelajaran ini agak kacau dan sepenggal-sepenggal, bukan?" kata Profesor Umbridge, sambil berpaling menghadap kelas dengan tangan terdekap rapi di depannya. "Pergantian guru yang terus-menerus, banyak di antaranya tampaknya tidak mengikuti kurikulum yang disetujui Kementerian, sayangnya mengakibatkan kalian berada jauh di bawah standar yang kami harapkan di tahun OWL kalian. "Akan tetapi, kalian akan senang mengetahui bahwa masalah-masalah ini sekarang akan diperbaiki. Kita sekarang akan mengikuti pelajaran sihir pertahanan yang terstruktur dengan hati-hati, berpusatkan pada teori dan disetujui Kementerian tahun ini. Tolong salin yang berikut ini." Dia mengetuk papan tulis lagi; pesan pertama menghilang dan digantikan dengan "Sasaran Pelajaran". 1. Mengerti prinsip-prinsip yang mendasari sihir pertahanan. 2. Belajar mengenali situasi-situasi di mana sihir pertahanan dapat digunakan secara legal. 3. Menempatkan penggunaan sihir pertahanan dalam konteks untuk kegunaan praktis. Selama beberapa menit ruangan penuh dengan suara gesekan pena bulu pada perkamen. Ketika semua orang telah selesai menyalin ketiga sasaran pelajaran Profesor Umbridge dia bertanya, "Sudahkah semua orang memiliki salinan Teori Sihir Pertahanan oleh Wilbert Slinkhard?" Ada gumaman bosan mengiyakan dari seluruh kelas. "Kukira kita akan mencoba lagi," kata Profesor Umbridge. "Ketika aku bertanya kepada kalian, aku ingin kalian menjawab, "Ya, Profesor Umbridge", atau "Tidak, Profesor Umbridge". Jadi: sudahkah semua orang memiliki salinan Teori Sihir Pertahanan oelh Wilbert Slinkhard?" "Ya, Profesor Umbridge," berdering di seluruh ruangan itu. "Bagus," kata Profesor Umbridge. "Aku ingin kalian membalik ke halaman lima dan membaca "Bab Satu, Dasar-Dasar untuk Pemula". Tidak perlu berbicara." Profesor Umbridge meninggalkan papan tulis dan duduk di kursi di belakang meja guru, sambil mengamati mereka semua dengan seksama dengan mata kataknya yang menggembung. Harry membalik ke halaman lima salinan Teori Sihir nya dan mulai membaca. Buku itu benar-benar membosankan, hampir seburuk mendengarkan Profesor Binns. Dia merasa konsentrasinya menggelinding pergi; dia segera saja telah membaca baris yang sama setengah lusin kali tanpa memahami lebih dari beberapa kata pertama. Beberapa menit lewat dalam keheningan. Di sebelahnya, Ron sedang menatap ke titik yang sama di halaman itu. Harry melihat ke kanan dan menerima kejutan yang mengeluarkannya dari keadaan jemunya. Hermione bahkan belum membuka salinan Teori Sihir Pertahanannya. Dia sedang menatap lekat-lekat kepada Profesor Umbridge dengan tangan terangkat. Harry tidak bisa mengingat Hermione pernah tidak membaca ketika diperintahkan, atau bahkan menahan godaan untuk membuka buku apapun yang ada di bawah hidungnya. Dia melihat kepadanya dengan pandangan bertanya, tetapi dia hanya menggelengkan kepala sedikit untuk mengisyaratkan bahwa dia tidak akan menjawab pertanyaan, dan terus menatap Profesor Umbridge, yang melihat dengan ketetapan yang sama ke arah lain. Namun, setelah beberapa menit lagi berlalu, Harry bukan satu-satunya yang mengamati Hermione. Bab yang harus mereka baca begitu membosankan sehingga lebih banyak lagi orang yang memilih mengamati usaha diam Hermione untuk menarik perhatian Umbridge daripada berjuang terus dengan "Dasar-Dasar untuk Pemula". Ketika lebih dari setengah anggota kelas menatap Hermione daripada ke buku mereka, Profesor Umbridge tampaknya memutuskan bahwa dia tidak bisa mengabaikan keadaan itu lebih lama lagi. "Apakah kamu ingin menanyakan sesuatu tentang bab itu, sayang?" dia bertanya kepada Hermione, seolah-olah dia baru saja memperhatikannya. "Bukan tentang bab itu, tidak," kata Hermione. "Well, kita baru saja sedang membacanya," kata Profesor Umbridge sambil memperlihatkan gigi-giginya yang kecil dan runcing. "Kalau kamu punya pertanyaan lain kita bisa membahasnya di akhir kelas." "Saya punya pertanyaan tentang sasaran pelajaran Anda," kata Hermione. Profesor Umbridge menaikkan alisnya. "Dan namamu adalah?" "Hermione Granger," kata Hermione. "Well, Miss Granger, kukira sasaran pelajaranku benar-benar jelas kalau kamu membacanya dengan hati-hati," kata Profesor Umbridge dengan suara manis yang dibuat-buat. "Well, saya kira tidak begitu," kata Hermione dengan terus terang. "Tidak ada tertulis di sana mengenai menggunakan mantera-mantera pertahanan." Ada keheningan singkat di mana banyak anggota kelas itu memalingkan kepala mereka untuk merengut pada tiga sasaran pelajaran yang masih tertulis di papan tulis. "Menggunakan mantera-mantera pertahanan?" Profesor Umbridge mengulangi dengan tawa kecil. "Mengapa, aku tidak bisa membayangkan situasi apapun yang akan timbul di ruang kelasku sehingga kalian perlu menggunakan mantera pertahanan, Miss Granger. Kamu tentunya tidak berharap diserang selama kelas?" "Kita tidak akan menggunakan sihir?" Ron berseru keras-keras. "Murid-murid mengangkat tangan mereka ketika mereka ingin berbicara di kelas saya, Mr -?" "Weasley," kata Ron sambil mendorong tangannya ke udara. Profesor Umbridge, tersenyum lebih lebar lagi, memalingkan punggung kepadanya. Harry dan Hermione segera mengangkat tangan mereka juga. Mata berkantong Profesor Umbridge melekat pada Harry sejenak sebelum dia berbicara kepada Hermione. "Ya, Miss Granger? Kamu ingin menanyakan hal lain?" "Ya," kata Hermione. "Tentunya maksud keseluruhan Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam adalah untuk mempraktekkan mantera-mantera pertahanan?" "Apakaj kamu seorang ahli pendidikan terlatih dari Kementerian, Miss Granger?" tanya Profesor Umbridge, dengan suara manis palsunya itu. "Bukan, tetapi -" "Well, kalau begitu, kutakut kamu tidak memenuhi syarat untuk memutuskan apa "maksud keseluruhan" dari kelas manapun. Para penyihir yang jauh lebih tua dan lebih pintar dari kamu telah menyusun program belajar baru kita. Kamu akan mempelajari mantera-mantera pertahanan dengan cara yang lebih aman dan bebas resiko -" "Apa gunanya itu?" kata Harry keras-keras. "Kalau kita akan diserang, tidak akan -" "Tangan, Mr Potter!" seru Profesor Umbridge. Harry mendorong kepalan tangannya ke udara. Lagi-lagi, Profesor Umbridge langsung berpaling darinya, tetapi sekarang beberapa orang lain telah mengangkat tangannya juga. "Dan namamu adalah?" Profesor Umbridge berkata kepada Dean. "Dean Thomas." "Well, Mr Thomas?" "Well, seperti kata Harry, bukankah begitu?" kata Dean. "Kalau kita akan diserang, tidak akan bebas resiko." "Kuulangi," kata Profesor Umbridge sambil tersenyum dengan cara yang sangat mengesalkan kepada Dean, "apakah kamu berharap diserang selama kelasku?" "Tidak, tapi -" Profesor Umbridge menyelanya. "Aku tidak ingin mengkritik cara sesuatu dijalankan di sekolah ini," katanya, sebuah senyuman tidak meyakinkan merentangkan mulut lebarnya, "tetapi kalian telah dihadapkan kepada beberapa penyihir yang sangat tidak bertanggung jawab di dalam kelas ini, benar-benar sangat tidak bertanggung jawb -- tanpa menyebut," dia mengeluarkan tawa kecil mengerikan, "keturunan campuran yang sangat berbahaya." "Kalau yang Anda maksud Profesor Lupin," seru Dean dengan marah, "dia yang terbaik yang pernah kami -" "Tangan, Mr Thomas! Seperti yang kukatakan -- kalian telah diperkenalkan pada mantera-mantera yang rumit, tidak sesuai untuk kelompok umur kalian dan potensial menimbulkan kematian. Kalian telah ditakut-takuti agar percaya bahwa kalian mungkin menjumpai serangan Ilmu Hitam dua hari sekali -" "Tidak begitu," Hermione berkata, "kami hanya -" "Tanganmu tidak naik, Miss Granger!" Hermione mengangkat tangannya. Profesor Umbridge berpaling darinya. "Menurut pemahamanku para pendahuluku bukan hanya menggunakan kutukan-kutukan ilegal di depan kalian, dia bahkan menggunakannya kepada kalian." "Well, dia ternyata seorang maniak, bukan?" kata Dean dengan marah. "Asal Anda tahu, kami masih belajar banyak." "Tanganmu tidak naik, Mr Thomas!" getar Profesor Umbridge. "Sekarang, menurut pandangan Kementerian bahwa pengetahuan teoritis akan lebih dari mencukupi untuk meluluskan kalian pada ujian, yang memang inti dari keberadaan sekolah. Dan namamu adalah?" tambahnya sambil menatap Parvati, yang tangannya baru saja naik. "Parvati Patil, dan tak adakah sedikit praktek dalam OWL Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam kami? Bukankah kami seharusnya memperlihatkan kami sebenarnya bisa melakukan kontra-kutukan dan segalanya itu?" "Selama kalian telah belajar teori cukup keras, tak ada alasan mengapa kalian tidak bisa menggunakan mantera-mantera pada kondisi ujian yang terkendali dengan hati-hati," kata Profesor Umbridge. "Tanpa pernah mempraktekkannya sebelumnya?" kata Parvati dengan tidak percaya. "Apakah Anda memberitahu kami bahwa pertama kalinya kami boleh melakukan mantera-mantera itu adalah ketika ujia?" "Kuulangi, selama kalian telah belajar teori cukup keras -" "Dan apa gunanya teori di dunia nyata?" kata Harry dengan keras, kepalannya di udara lagi. Profesor Umbridge melihat ke atas. "Ini sekolah, Mr Potter, bukan dunia nyata," katanya dengan lembut. "Jadi kami tidak boleh bersiap-siap untuk apa yang sedang menunggu kami di luar sana?" "Tidak ada yang sedang menunggu di luar sana, Mr Potter." "Oh yeah?" kata Harry. Amarahnya, yang tampaknya telah menggelembung di bawah permukaan sepanjang hari ni, sedang mencapai titik didih. "Siapa yang kamu bayangkan akan ingin menyerang anak-anak seperti dirimu?" tanya Profesor Umbridge dengan suara semanis madu yang mengerikan. "Hmm, ayo pikir kata Harry dengan suara berpikir yang mengejek. "Mungkin ... Lord Voldemort?" Ron terkesiap; Lavender Brown mengeluarkan jeritan kecil; Neville tergelincir ke samping bangkunya. Namun, Profesor Umbridge tidak berkedip. Dia sedang menatap Harry dengan ekspresi kepuasan suram di wajahnya. "Sepuluh poin dari Gryffindor, Mr Potter." Ruang kelas itu hening dan tenang. Semua orang sedang menatap pada Umbridge atau Harry. "Sekarang, akan kubuat beberapa hal jelas." Profesor Umbridge berdiri dan mencondongkan badan kepada mereka, tangan-tangannya yang berjari pendek direnggangkan ke meja tulisnya. "Kalian telah diberitahu bahwa seorang penyihir Hitam tertentu telah kembali dari kematian -" "Dia tidak mati," kata Harry dengan marah, "tapi yeah, dia sudah kembali!" "Mr-Potter-kamu-sudah-menghilangkan-sepuluh-poin-dari-asramamu-jangan-membuat-masalah-bagi-dirimu-sendiri," kata Profesro Umbridge dengan satu helaan napas tanpa memandangnya. "Seperti yang kukatakan, kalian telah diberitahu bahwa seorang penyihir Hitam tertentu sedang berkeliaran lagi. Ini bohong." "Itu BUKAN bohong!" kata Harry. "Aku melihatnya, aku bertarung dengannya!" "Detensi, Mr Potter!" kata Profesor Umbridge penuh kemenangan. "Besok sore. Jam lima. Kantorku. Kuulangi, ini bohong. Kementerian Sihir menjamin bahwa kalian tidak berada dalam bahaya dari penyihir Hitam manapun. Kalau kalian masih khawatir, dengan cara apapun datang dan temui aku di luar jam pelajaran. Kalau seseorang menakut-nakuti kalian dengan dusta mengenai kelahiran kembali para penyihir Hitam, aku ingin mendengarnya. Aku di sini untuk membantu. Dan sekarang, kalian teruskan membaca. Halaman lima, "Dasar-Dasar untuk Pemula"." Profesor Umbridge duduk di belakang mejanya. Akan tetapi, Harry berdiri. Semua orang menatapnya; Seamus tampak setengah ketakutan, setengah kagum. "Harry, jangan!" Hermione berbisik dengan suara memperingatkan, sambil menarik lengan bajunya, tetapi Harry menyentakkan lengannya keluar jangkauannya. "Jadi, menurut Anda, Cedric Diggory mati sendiri, bukan begitu?" Harry bertanya, suaranya bergetar. Ada tarikan napas serentak dari kelas, karena tak seorangpun dari mereka, kecuali Ron dan Hermione, pernah mendengar Harry berbicara mengenai apa yang terjadi di malam Cedric meninggal. Mereka menatap penuh minat dari Harry ke Profesor Umbridge, yang telah mengangkat matanya dan sedang menatapnya tanpa bekas senyum palsu di wajahnya. "Kematian Cedric Diggory adalah kecelakaan tragis," katanya dingin. "Itu pembunuhan," kata Harry. Dia bisa merasakan dirinya gemetaran. Dia hampir tidak pernah berbicara kepada siapapun tentang ini, terlebih lagi kepada semua tiga puluh teman sekelas yang sedang mendengarkan dengan penuh minat. "Voldemort membunuhnya dan Anda tahu itu." Wajah Profesor Umbridge hampa. Selama sejenak, Harry mengira dia akan berteriak kepadanya. Lalu dia berkata, dengan suara anak perempuan yang paling lembut dan paling manis, "Kemarilah, Mr Potter, sayang." Harry menendang kursinya ke samping, berjalan mengitari Ron dan Hermione dan ke meja guru. Dia bisa merasakan anggota kelas yang lain menahan napas. Dia merasa sangat marah sehingga dia tidak peduli apa yang terjadi berikutnya. Profesor Umbridge menarik sebuah gulungan kecil perkamen merah muda keluar dari tas tangannya, merentangkannya di meja tulis, memasukkan pena bulunya ke dalam botol tinta dan mulai mencoret, membungkuk sehingga Harry tidak bisa melihat apa yang sedang ditulisnya. Tak seorangpun berbicara. Setelah semenit atau lebih dia menggulung perkamen itu dan mengetuknya dengan tongkatnya; perkamen itu tersegel sendiri tanpa keliman sehingga dia tidak bisa membukanya. "Bawa ini ke Profesor McGonagall, sayang," kata Profesor Umbridge, sambil mengulurkan catatan itu kepadanya. Dia mengambilnya tanpa mengatakan sepatah katapun, membalikkan tumitnya dan meninggalkan ruangan, bahkan tanpa melihat kepada Ron dan Hermione, sambil membanting pintu ruang kelas hingga tertutup di belakangnya. Dia berjalan sangat cepat menyusuri koridor, catatan untuk McGonagall tergenggam erat di tangannya, dan ketika membelok di sebuah sudut melewati Peeves si hantu jail. seorang pria kecil bermulut lebih yang sedang mengapung telentang di udara, sambil melemparkan beberapa botol tinta. "Kenapa, ini Potty Wee Potter!" kotek Peeves, sambil membiarkan dua botol tinta jatuh ke tanah sehingga terbanting dan mengotori dinding dengan tinta; Harry melompat mundur sambil membentak. "Hentikan, Peeves." "Oooh, Crackpot sedang ngambek," kata Peeves, sambil mengejar Harry sepanjang koridor, mengejek ketika dia berada di atasnya. "Ada apa kali ini, temanku yang baik Potty? Mendengar suara-suara? Mendapat penglihatan? Berbicara dalam -" Peeves membuat bunyi keras dengan lidahnya "-bahasa aneh?" "Kubilang, tinggalkan aku SENDIRI!" Harry berteriak, sambil berlari menuruni tangga terdekat, tetapi Peeves hanya meluncur turun dengan punggungnya di pegangan tangga di sampingnya. "Oh, kebanyakan mengira dia menggertak, lelaki yang gila itu, Tetapi beberapa lebih baik hati dan mengira dia hanya sedih, Tetapi Peevesy lebih tahu dan berkata dia memang gila -" "DIAM!" Sebuah pintu di sebelah kirinya terbuka dan Profesor McGonagall muncul dari kantornya terlihat muram dan sedikit terganggu. "Apa yang sedang kau teriakkan, Potter?" sambarnya, ketika Peeves berkotek dengan gembira dan melayang pergi dari penglihatan. "Mengapa kamu tidak di kelas?" "Aku telah dikirim untuk menemui Anda," kata Harry dengan kaku. "Dikirim? Apa maksudmu, dikirim?" Dia mengulurkan catatan dari Profesor Umbridge. Profesor McGonagall mengambilnya darinya, sambil merengut, membukanya dengan ketukan tongkatnya, merentangkannya dan mulai membaca. Matanya meluncur dari sisi ke sisi di balik kacamata perseginya selagi dia membaca apa yang ditulis Umbridge, dan dengan tiap baris mata itu semakin menyipit. "Masuk ke sini, Potter." Dia mengikutinya ke dalam ruang kerjanya. Pintu menutup secara otomatis di belakangnya. "Well?" kata Profesor McGonagall, sambil memberondongnya. "Benarkah itu?" "Apanya yang benar?" Harry bertanya agak lebih agresif daripada yang dimaksudkannya. "Profesor?" tambahnya, dalam usaha untuk terdengar lebih sopan. "Benarkah bahwa kamu berteriak kepada Profesor Umbridge?" "Ya," kata Harry. "Kamu menyebutnya pembohong?" "Ya." "Kamu memberitahunya Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut sudah kembali?" "Ya." Profesor McGonagall duduk di belakang meja tulisnya sambil mengamati Harry dengan seksama. Lalu dia berkata, "Makanlah sepotong biskuit, Potter." "Makan -- apa?" "Makan biskuit," ulangnya dengan tidak sabar, sambil memberi isyarat pada sebuah kaleng kotak-kotak yang terletak di puncak tumpukan kertas di meja tulisnya. "Dan duduklah." Telah ada kesempatan sebelumnya ketika Harry, yang menduga akan dihukum oleh Profesor McGonagall, malah ditunjuk olehnya untuk tim Quidditch Gryffindor. Dia terbenam ke dalam kursi di seberangnya dan makan sepotong Kadal Jahe, merasa sama bingungnya dan kehilangan arah seperti yang dirasakannya pada kesempatan itu. Profesor McGonagall meletakkan catatan Profesor Umbridge dan memandang Harry dengan sangat serius. "Potter, kamu harus berhati-hati." Harry menelan Kadal Jahenya dan menatapnya. Nada suaranya sama sekali bukanlah yang biasa didengarnya; tidak cepat, pendek dan tegas; tetapi rendah dan cemas dan entah bagaimana lebih manusiawi daripada biasanya. "Perilaku salah di kelas Dolores Umbridge bisa mengakibatkan lebih banyak daripada kehilangan poin asrama dan detensi." "Apa yang Anda -?" "Potter, gunakan akal sehatmu," sambar Profesor McGonagall, mendadak kembali ke gaya berbicaranya yang biasa. "Kamu tahu dari mana dia datang, kamu pasti tahu kepada siapa dia melapor." Bel akhir pelajaran berdering. Dari atas dan sekitar datang suara gemuruh ratusan murid yang sedang bergerak. "Di sini dikatakan dia memberimu detensi setiap malam dalam minggu ini, mulai besok," Profesor McGonagall berkata sambil melihat catatan Umbridge lagi. "Setiap malam dalam minggu ini!" Harry mengulangi dengan terkejut. "Tapi, Profesor, tidak bisakah Anda -?" "Tidak, aku tidak bisa," kata Profesor McGonagall dengan datar. "Tapi -" "Dia gurumu dan punya semua hak untuk memberimu detensi. Kamu akan pergi ke ruangannya pukul lima besok untuk yang pertama. Cuma ingat: melangkahlah hati-hati di sekitar Dolores Umbridge." "Tapi aku mengatakan yang sebenarnya!" kata Harry, marah besar. "Voldemort kembali, Anda tahu itu; Profesor Dumbledore tahu itu -" "Demi Tuhan, Potter!" kata Profesor McGonagall, sambil meluruskan kacamatanya dengan marah (dia berjengit mengerikan ketika mendengar nama Voldemort). "Apakah kamu benar-benar mengira ini mengenai benar dan dusta? Ini tentang menjaga perilaku dan amarahmu di bawah kendali!" Dia berdiri, lubang hidungnya melebar dan mulutnya sangat tipis, dan Harry juga berdiri. "Makan biskuit lagi," katanya dengan kesal, sambil menyodorkan kaleng kepadanya. "Tidak, terima kasih," kata Harry dingin. "Jangan bersikap menggelikan," sambarnya. Dia mengambil satu. "Terima kasih," katanya dengan enggan. "Tidakkah kamu mendengar pidato Dolores Umbridge di pesta awal semester, Potter?" "Yeah," kata Harry. "Yeah ... katanya ... kemajuan akan dilarang atau ... well, artinya bahwa ... bahwa Kementerian Sihir berusaha ikut campur di Hogwarts." Profesor McGonagall menatapnya lekat-lekat sejenak, lalu mendengus, berjalan mengitari meja tulisnya dan membuka pintu baginya. "Well, aku senang kau mendengarkan Hermione Granger," katanya sambil menunjukkan untuk keluar dari kantornya. BAB TIGA BELAS Detensi dengan Dolores Makan malam di Aula Besar malam itu bukanlah pengalaman menyenangkan bagi Harry. Kabar mengenai adu teriaknya dengan Umbridge telah berkeliling bahkan lebih cepat daripada standar Hogwarts. Dia mendengar bisik-bisik di sekelilingnya ketika dia duduk makan di antara Ron dan Hermione. Hal yang aneh adalah tak seorangpun dari yang berbisik-bisik itu tampak keberatan dia mendengar apa yang sedang mereka katakan mengenai dirinya. Sebaliknya, seakan-akan mereka berharap dia akan marah dan mulai berteriak lagi, sehingga mereka bisa mendengar ceritanya dari tangan pertama. "Dia bilang dia melihat Cedric Diggory dibunuh "Menurutnya dia berduel dengan Kau-Tahu-Siapa "Hentikan "Dipikirnya dia sedang bercanda?" "Tolong deh "Apa yang tak kumengerti," kata Harry melalui gigi-gigi yang dikertakkan, sambil meletakkan pisau dan garpunya (tangannya terlalu bergetar untuk memegang dengan mantap), "adalah mengapa mereka semua mempercayai cerita itu dua bulan yang lalu ketika Dumbledore memberitahu mereka ... " "Masalahnya adalah, Harry, aku tidak yakin mereka percaya," kata Hermione dengan muram. "Oh, ayo pergi dari sini." Dia membanting pisau dan garpunya sendiri; Ron melihat penuh keinginan pada pai apelnya yang setengah habis tetapi ikut juga. Orang-orang memandangi mereka sepanjang jalan keluar dari Aula. "Apa maksudmu, kau tidak yakin mereka mempercayai Dumbledore?" Harry bertanya kepada Hermione ketika mereka mencapai puncak tangga pertama. "Lihat, kau tidak mengerti seperti apa setelah kejadian itu," kata Hermione dengan pelan. "Kau tiba kembali di tengah halaman sambil menggenggam mayat Cedric ... tak seorangpun dari kamu melihat apa yang terjadi di dalam labirin ... kami hanya mendengar perkataan Dumbledore bahwa Kau-Tahu-Siapa sudah kembali dan membunuh Cedric dan bertarung denganmu." "Yang memang benar!" kata Harry keras-keras. "Aku tahu itu, Harry, jadi bisakah kau tolong berhenti memarahiku?" kata Hermione dengan letih. "Hanya saja sebelum kebenaran bisa tertanam, semua orang pulang ke rumah selama musim panas, di mana mereka menghabiskan dua bulan membaca bagaimana kau seorang sinting dan Dumbledore mulai pikun!" Ron menghantam kisi-kisi jendela selagi mereka berjalan menyusuri koridor-koridor kosong kembali ke Menara Gryffindor. Harry merasa seakan-akan hari pertamanya telah berlangsung seminggu, tetapi dia masih mempunyai segunung pekerjaan rumah untuk dilakukan sebelum tidur. Rasa sakit menghantam timbul di mata kanannya. Dia melihat sekilas melalui jendela yang terguyur hujan ke halaman gelap ketika mereka berbelok ke koridor Nyonya Gemuk. Masih belum ada cahaya dari kabin Hagrid. "Mimbulus mimbletonia," kata Hermione, sebelum Nyonya Gemuk bisa bertanya. Potret itu berayun terbuka memperlihatkan lubang di belakangnya dan mereka bertiga memanjat melaluinya. Ruang duduk hampir kosong; hampir semua orang masih di bawah untuk makan malam. Crookshanks bangkit dari gelungannya di sebuah kursi berlengan dan berderap menemui mereka, sambil mendengkur keras, dan ketika Harry, Ron dan Hermione duduk di tiga kursi kesukaan mereka di sisi perapian dia melompat dengan ringan ke pangkuan Hermione dan bergelung di sana seperti bantal merah kekuningan berbulu. Harry menatap ke dalam api, merasa terkuras dan letih sekali. "Bagaimana bisa Dumbledore membiarkan ini terjadi?" Hermione menjerit tiba-tiba, membuat Harry dan Ron terlompat; Crookshanks melompat dari pangkuannya, terlihat terhina. Dia menghantam lengan-lengan kursinya dengan marah, sehingga potongan-potongan isian keluar dari lubang-lubangnya. "Bagaimana dia bisa membiarkan wanita mengerikan itu mengajari kita? Dan di tahun OWL kita lagi!" "Well, kita belum pernah dapat guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang hebat, bukan?" kata Harry. "Kau tahu seperti apa, Hagrid memberitahu kita, tak seorangpun mau pekerjaan itu; mereka bilang membawa sial." "Ya, tapi mempekerjakan seseorang yang sebenarnya menolak membiarkan kita melakukan sihir! Apa yang sedang dipermainkan Dumbledore?" "Dan dia sedang mencoba membuat orang-orang menjadi mata-mata untuknya," kata Ron dengan muram. "Ingat ketika dia bilang dia mau kita datang dan memberitahunya kalau kita mendengar siapapun berkata Kau-Tahu-Siapa sudah kembali?" "Tentu saja dia di sini untuk memata-matai kita semua, itu jelas, kenapa lagi Fudge ingin dia datang?" sambar Hermione. "Jangan mulai berdebat lagi," kata Harry dengan letih, ketika Ron membuka mulut untuk membalas. "Tak bisakah kita ... ayo buat peer saja, hilangkan beban Mereka mengumpulkan tas-tas sekolah mereka dari sebuah sudut dan kembali ke kursi-kursi di sisi perapian. Orang-orang telah berdatangan dari makan malam sekarang. Harry memalingkan wajahnya dari lubang potret, tetapi masih bisa merasakan tatapan ke arahnya. "Apakah kita akan mengerjakan tugas Snape dulu?" kata Ron, sambil mencelupkan pena bulunya ke dalam tintanya. ""Sifat-sifat ... batu bulan ... dan kegunaannya ... dalam pembuatan ramuan dia bergumam, sambil menuliskan kata-kata itu di puncak perkamennya sewaktu mengucapkannya. "Begitu." Dia menggarisbawahi judul itu, lalu memandang penuh harap kepada Hermione. "Jadi, apa sifata batu bulan dan kegunaannya dalam pembuatan ramuan?" Tetapi Hermione tidak mendengarkan; dia sedang memicingkan mata ke sudut jauh dari ruangan itu, di mana Fred, George dan Lee Jordan sekarang sedang duduk di tengah sekumpulan anak kelas satu yang tampak lugu, yang semuanya sedang mengunyah sesuatu yang tampaknya telah keluar dari kantong kertas besar yang sedang dipegang Fred. "Tidak, maafkan aku, mereka sudah terlalu jauh," katanya sambil berdiri dan terlihat benar-benar marah. "Ayo, Ron." "Aku -- apa?" kata Ron, jelas sedang mengulur waktu. "Tidak -- ayolah, Hermione -kita tidak bisa melarang mereka membagikan permen." "Kau tahu persis itu adalah Gula-Gula Mimisan atau -- atau Pastiles Muntah atau -- " "Manisan Pingsan?" Harry menyarankan dengan pelan. Satu persatu, seakan-akan dipukul kepalanya dengan palu yang tak tampak, anak-anak kelas satu itu merosot tidak sadarkan diri di tempat duduk mereka; beberapa tergelincir langsung ke lantai, yang lain hanya tergantung pada lengan kursi mereka, lidah merka terjulur. Kebanyakan orang yang sedang menonton tertawa; namun Hermione menaikkan bahunya dan berbaris langsung ke tempat Fred dan George sekarang berdiri sambil memegang papan penjepit kertas, mengamati dengan seksama para murid kelas satu yang tidak sadar. Ron bangkit setengah berdiri dari kursinya, menunggu tidak yakin selama satu-dua saat, lalu bergumam kepada Harry. "Dia sudah bisa mengendalikannya," sebelum membenamkan diri ke kursinya serendah yang diizinkan tubuh jangkungnya. "Itu cukup!" Hermione berkata penuh tenaga kepada Fred dan George, keduanya melihat ke atas dengan terkejut. "Yeah, kau benar," kata George sambil mengangguk, "dosis ini tampaknya cukup kuat, bukan?" "Kuberitahu kalin pagi ini, kalian tidak bisa menguji sampah kalian pada murid!" "Kami membayar mereka!" kata Fred dengan marah. "Aku tidak peduli, bisa saja berbahaya!" "Sampah," kata Fred. "Tenanglah, Hermione, mereka baik-baik saja!" kata Lee menenangkan ketika dia berjalan dari satu anak kelas satu ke anak lainnya, sambil memasukkan permen ungu ke dalam mulut terbuka mereka. "Yeah, lihat, mereka sudah sadar sekarang," kata George. Beberapa anak kelas satu memang bergerak. Beberapa terlihat begitu terguncang menemukan diri mereka terbaring di lantai, atau bergantung di kursi mereka, sehingga Harry yakin Fred dan George belum memperingatkan mereka apa yang dilakukan permen-permen itu. "Merasa baik-baik saja?" tanya George dengan baik hati kepada seorang anak perempuan kecil berambut gelap yang berbaring di kakinya. "Aku -- kukira begitu," katanya gemetaran. "Sempurna," kata Fred dengan gembira, tetapi detik berikutnya Hermione telah merebut papan penjepit kertasnya serta kantong kertas Manisan Pingsan dari tangannya. "TIDAK sempurna!" "Tentu saja, mereka masih hidup "kan?" kata Fred dengan marah. "Kalian tidak bisa melakukan ini, bagaimana kalau kalian membuat salah satu dari mereka benar-benar sakit?" "Kami tidak akan membuat mereka sakit, kami sudah menguji semuanya sendiri, ini hanya untuk melihat apakah semua orang akan bereaksi sama -" "Kalau kalian tidak berhenti melakukannya, aku akan -" "Memberi kami detensi?" kata Fred, dengan suara aku-ingin-lihat-kau-coba. "Menyuruh kami menulis?" kata George sambil tersenyum menyeringai. Para penonton di seluruh ruangan tertawa. Hermione meluruskan diri setingginya; matanya disipitkan dan rambutnya yang lebat tampak baru kena listrik. "Tidak," katanya, suaranya bergetar karena marah, "tetapi aku akan menulis kepada ibu kalian." "Kau tidak akan berbuat itu," kata George, terkejut, sambil mundur selangkah darinya. "Oh, ya, akan kulakukan," kata Hermione dengan suram. "Aku tak bisa menghentikan kalian makan benda-benda bodoh itu sendiri, tapi kau tidak akan memberikannya kepada para murid kelas satu." Fred dan George terlihat seperti disambar petir. Jelaslah sejauh menyangkut mereka, ancaman Hermione melewati batas keberanian mereka. Dengan pandangan mengancam terakhir kepada mereka, dia menyodorkan papan penjepit kertas Fred dan kantong Manisan kembali ke lengannya, dan berjalan kembali ke kursinya di sisi perapian. Ron sekarang begitu rendah dalam kursinya sehingga hidungnya hampir sama rendahnya dengan lututnya. "Terima kasih atas dukunganmu, Ron," Hermione berkata dengan masam. "Kau menanganinya dengan baik sendiri," Ron bergumam. Hermione menatap ke potongan perkamennya yang kosong selama beberapa detik, lalu berkata dengan tidak tenang, "Oh, tidak bisa, aku tidak bisa berkonsentrasi sekarang. Aku akan pergi tidur." Dia merenggut buka tasnya; Harry mengira dia akan menyimpan buku-bukunya, tetapi dia malah menarik keluar dua benda dari wol yang bentuknya tidak beraturan, menempatkan mereka dengan hati-hati di atas sebuah meja di sisi perapian, menutupinya dengan beberapa potongan perkamen yang digumpalkan dan sebuah pena bulu rusak dan berdiri untuk mengagumi akibatnya. "Demi nama Merlin apa yang sedang kau lakukan?" kata Ron sambil mengamatinya seolah-olah mengkhawatirkan kewarasannya. "Itu adalah topi untuk para peri-rumah," katanya cepat, sekarang dia sedang menjejalkan buku-bukunya kembali ke dalam tasnya. "Aku mengerjakannya musim panas lalu. Aku benar-benar perajut yang lamban tanpa sihir tetapi sekarang setelah aku kembali ke sekolah seharusnya aku bisa membuat lebih banyak lagi." "Kau meninggalkan topi untuk para peri-rumah?" kat Ron lambat-lambat. "Dan kau menutupinya dengan sampah dulu?" "Ya," kata Hermione menantang, sambil mengayunkan tasnya ke punggungnya. "Itu tidak adil," kata Ron dengan marah. "Kau mencoba memperdaya mereka untuk memungut topi-topi itu. Kau membebaskan mereka padahal mereka mungkin tidak ingin bebas." "Tentu saja mereka ingin bebas!" kata Hermione seketika, walaupun wajahnya berubah warna menjadi merah muda. "Jangan berani-berani menyentuh topi-topi itu, Ron!" Dia berbalik dan pergi. Ron menunggu sampai dia menghilang melalui pintu ke kamar asrama anak perempuan, lalu membersihkan sampah dari topi-topi wol itu. "Setidaknya mereka seharusnya melihat apa yang mereka pungut," katanya dengan tegas. "Lagipula dia menggulung perkamen yang telah ditulisnya dengan judul esai Snape, "tak ada gunanya mencoba menyelesaikan ini sekarang, aku tidak bisa melakukannya tanpa Hermione, aku tak punya petunjuk sedikitpun apa yang harus kau lakukan dengan batu bulan, bagaimana denganmu?" Harry menggelengkan kepalanya, sambil memperhatikan bahwa ketika dia berbuat begitu rasa sakit di pelipis kanannya semakin buruk. Dia memikirkan esai panjang mengenai perang para raksasa dan rasa sakit itu menusuknya dengan tajam. Tahu benar bahwa ketika pagi tibam, dia akan menyesal tidak menyelesaikan pekerjaan rumahnya malam itu, dia menumpukkan buku-bukunya kembali ke dalam tasnya. "Aku juga akan tidur." Dia melewati Seamus dalam perjalanan ke pintu yang menuju ke kamar asrama, tetapi dia tidak memandangnya. Harry mendapatkan kesan singkat bahwa Seamus telah membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi dia bergegas dan mencapai ketenangan yang menyejukkan dari tangga spiral tanpa harus mengalami provokasi lagi. * Hari berikutnya diawali sama kelam dan berhujan seperti yang sebelumnya. Hagrid masih absen dari meja guru pada saat makan pagi. "Tapi di sisi baiknya, tidak ada Snape hari ini," kata Ron menguatkan. Hermione menguap lebar-lebar dan menuangkan untuk dirinya sendiri sedikit kopi. Dia terlihat agak senang mengenai sesuatu, dan ketika Ron bertanya kepadanya apa yang membuatnya sangat gembira, dia hanya berkata, "Topi-topi itu sudah hilang. Kelihatannya para peri-rumah memang ingin kebebasan." "Aku tidak akan terlalu yakin," Ron memberitahunya dengan tajam. "Benda-benda itu mungkin tidak dianggap pakaian. Mereka tidak terlihat seperti topi bagiku, lebih mirip kandung kemih dari wol." Hermione tidak berbicara kepadanya sepannjang pagi. Kelas ganda Jimat dan Guna-Guna diikuti dengan kelas ganda Transfigurasi. Profesor Flitwick dan Profesor McGonagall keduanya menghabiskan lima belas menit pertama dari pelajaran mereka menguliahi kelas akan pentingnya OWL. "Apa yang harus kalian ingat," kata Profesor Flitwick kecil sambil mencicit, bertengger seperti biasa di atas setumpuk buku sehingga dia bisa melihat melewati bagian atas mejanya, "adalah bahwa ujian-ujian ini mungkin mempengaruhi masa depan kalian bertahun-tahun yang akan datang! Kalau kalian belum memikirkan secara serius mengenai karir kalian, sekarang saatnya. Dan sementara itu, aku takut, kita akan bekerja lebih keras daripada sebelumnya untuk menjamin kalian semua mendapat hasil sesuai kemampuan kalian!" Mereka lalu menghabiskan lebih dari satu jam mengulang Mantera Pemanggil, yang menurut Profesor Flitwick pasti keluar di OWL mereka, dan dia mengakhiri pelajaran dengan memberi mereka pekerjaan rumah Jimat dan Guna-Guna yang paling banyak dibandingkan sebelumnya. Keadaannya sama, kalau bukan lebih buruk, di Transfigurasi. "Kalian tidak bisa lulus OWL," kata Profesor McGonagall dengan murung, "tanpa penerapan, latihan, dan belajar yang serius. Aku melihat tidak ada alasan mengapa semua orang di kelas ini tidak bisa mencapai OWL dalam Transfigurasi selama mereka bekerja keras." Neville membuat suara sedih kecil tanda tidak percaya. "Ya, kamu juga, Longbottom," kata Profesor McGonagall. "Tidak ada yang salah dengan pekerjaanmu selain kurangnya rasa percaya diri. Jadi ... hari ini kita akan mulai dengan Mantera Penghilang. Ini lebih mudah daripada Mantera Pencipta, yang biasanya tidak akan kalian coba sampai tingkat NEWT, tapi mantera ini masih termasuk di antara sihir paling sulit yang akan diujikan kepada kalian pada OWL kalian." Dia sangat benar; Harry mendapatkan Mantera Penghilang benar-benar sulit. Pada akhir periode ganda itu dia maupun Ron belum berhasil menghilangkan siput-siput yang mereka gunakan untuk berlatih, walaupun Ron berkata penuh harap bahwa dia mengira siputnya terlihat sedikit lebih pucat. Hermione, di sisi lain, berhasil menghilangkan siputnya pada percobaan ketiga, membuatnya mendapatkan bonus sepuluh poin untuk Gryffindor dari Profesor McGonagall. Dia adalah satu-satunya orang yang tidak diberi pekerjaan rumah; semua orang lainnya disuruh melatih mantera itu di malam hari, siap untuk mencoba lagi pada siput mereka sore berikutnya. Sekarang setelah merasa agak panik mengenai jumlah pekerjaan rumah yang harus mereka lakukan, Harry dan Ron menghabiskan jam makan siang mereka di perpustakaan mencari kegunaan batu bulan dalam pembuatan ramuan. Masih marah tentang penghinaan Ron pada topi-topi wolnya, Hermione tidak bergabung dengan mereka. Pada saat mereka mencapai Pemeliharaan Satwa Gaib di sore hari, kepala Harry sakit lagi. Hari menjadi dingin dan berangin, dan ketika mereka berjalan menyusuri lapangan yang melandai menuju kabin Hagrid di tepi Hutan Terlarang, mereka merasakan titik-titik hujan yang terkadang menetes ke wajah mereka. Profesor Grubbly-Plank berdiri menanti kelas itu sekitar sepuluh yard dari pintu depan Hagrid, dengan sebuah meja panjang berpalang di depannya yang sarat dengan ranting. Ketika Harry dan Ron mendekatinya, suara tawa keras terdengar di belakang mereka; sambil berbalik, mereka melihat Draco Malfoy berjalan menuju mereka, dikelilingi oleh kelompok kroni Slytherinnya yang biasa. Jelas dia baru saja mengatakan sesuatu yang sangat lucu, karena Crabbe, Goyle, Pansy Parkinson dan sisanya terus terkikik-kikik sepenuh hati ketika mereka berkumpul di sekitar meja berpalang itu dan, menilai dari cara mereka semua terus memandang Harry, dia bisa menebak subyek gurauan itu tanpa banyak kesulitan. "Semua orang di sini?" salak Profesor Grubbly-Plank, segera setelah semua anak Slytherin dan Gryffindor tiba. "Kalau begitu mari mulai. Siapa yang bisa memberitahuku apa sebutan benda-benda ini?" Dia menunjuk setumpuk ranting di depannya. Tangan Hermione teracung di udara. Di balik punggungnya, Malfoy melakukan imitasi Hermione yang bergigi kelinci melompat naik-turun dengan penuh semangat untuk menjawab pertanyaan. Pansy Parkinson mengeluarkan pekik tertawa yang berubah hampir seketika menjadi jeritan, ketika ranting-ranting di atas meja melompat ke udara dan memperlihatkan diri mereka sendiri yang mirip makhluk pixie kecil yang terbuat dari kayu, masing-masing dengan lengan cokelat menonjol, dua jari mirip ranting di setiap tangan dan sebuah wajah datar mirip kulit kayu dengan sepasang mata kumbang berwarna cokelat yang berkilau. "Oooooh!" kata Parvati dan Lavender, sangat mengesalkan Harry. Siapapun akan berpikir Hagrid belum pernah memperlihatkan kepada mereka makhluk-makhluk mengesankan; memang, cacing Flobber sedikit membosankan, tetapi Salamander san Hippogriff cukup menarik, dan Skrewt Ujung-Meletus mungkin terlalu menarik. "Tolong jaga suara kalian, anak-anak!" kata Profesor Grubbly-Plank dengan tajam, sambil menyebarkan apa yang terlihat seperti beras cokelat di antara makhluk tongkat itu, yang segera berebut makanan. "Jadi -- ada yang tahu nama makhluk-makhluk ini? Miss Granger?" "Bowtruckle," kata Hermione. "Mereka penjaga pohon, biasanya hidup di pohon pembuat tongkat." "Lima poin untuk Gryffindor," kata Profesor Grubbly-Plank. "Ya, ini adalah Bowtruckle, dan seperti yang dikatakan Miss Granger dengan benar, mereka umumnya tinggal di pohon-pohon yang kayunya berkualitas tongkat. Ada yang tahu apa yang mereka makan?" "Kutu kayu," kata Hermione cepat, yang menjelaskan kenapa apa yang dianggap Harry butir-butir beras cokelat bergerak-gerak. "Tapi telur peri kalau mereka bisa mendapatkannya." "Anak baik, ambil lima poin lagi. Jadi, kapanpun kalian perlu daun atau kayu dari sebuah pohon tempat tinggal Bowtruckle, sebaiknya siapkan hadiah kutu kayu untuk mengalihkan atau menentramkannya. Mereka mungkin tidak terlihat berbahaya, tetapi kalau dibuat marah mereka akan mencoba mencongkel mata manusia dengan jari-jari mereka, yang, seperti yang bisa kalian lihat, sangat tajam dan sama sekali tidak diinginkan berada dekat bola mata. Jadi kalau kalian inign berkumpul lebih dekat, ambil sedikit kutu kayu dan seekor Bowtruckle -- aku punya cukup di sini untuk satu diamati bertiga -- kalian bisa mempelajari mereka lebih dekat. Aku mau sketsa dari setiap orang dengan semua anggota badan yang diberi label pada akhir pelajaran." Kelas mendesak maju ke sekitar meja berpalang itu. Harry sengaja memutar ke belakang sehingga dia berada tepat di sebelah Profesor Grubbly-Plank. "Di mana Hagrid?" tanyanya, sementara semua orang sedang memilih Bowtruckle. "Tidak usah peduli," kata Profesor Grubbly-Plank menekankan, yang juga telah menjadi sikapnya terakhir kali ketika Hagrid tidak muncul ke kelas. Sambil menyeringai lebar, Draco Malfoy mencondongkan badan kepada Harry dan meraih Bowtruckle terbesar. "Mungkin," kata Malfoy dengan suara rendah, sehingga hanya Harry yang bisa mendengarnya, "orang besar bodoh itu membuat dirinya terluka parah." "Mungkin kau akan begitu kalau kau tidak tutup mulut," kata Harry dari sisi mulutnya. "Mungkin dia turut campur dengan hal-hal yang terlalu besar baginya, kalau kau ngerti maksudku." Malfoy berjalan pergi, sambil menyeringai dari balik bahunya kepada Harry, yang mendadak merasa mual. Apakah Malfoy tahu sesuatu? Lagipula ayahnya seorang Pelahap Maut; bagaimana kalau dia punya informasi mengenai nasib Hagrid yang belum mencapai telinga Order? Dia bergegas mengitari meja kepada Ron dan Hermione yang sedang jongkok di rumput agak jauh dan mencoba membujuk seekor Bowtruckle untuk diam cukup lama agar mereka bisa menggambarnya. Harry menarik keluar perkamen dan pena bulu, jongkok di samping yang lain dan membisikkan apa yang baru saja dikatakan Malfoy. "Dumbledore akan tahu kalau sesuatu terjadi kepada Hagrid," kata Hermione seketika. "Kalau terlihat khawatir hanya jatuh ke permainan Malfoy; itu memberitahunya kita tidak tahu persis apa yang sedang terjadi. Kita harus mengabaikan dia, Harry. Ini, pegang Bowtrucklenya sejenak, sehingga aku bisa menggambar wajahnya ... " "Ya," datang suara Malfoy yang dipanjang-panjangkan dari kelompok yang terdekat dengan mereka, "Ayah baru saja berbicara dengan Menteri beberapa hari yang lalu, kalian tahu, dan kedengarannya seolah-olah Kementerian benar-benar berniat untuk melenyapkan pengajaran di bawah standar di tempat ini. Jadi kalaupun si bodoh yang tumbuh berlebihan muncul lagi, dia mungkin langsung disuruh berkemas." "ADUH!" Harry telah mencengkeram Bowtruckle begitu keras sehingga makhluk itu hampir putus, dan dia baru saja melayangkan pukulan balasan hebat ke tangannya dengan jari-jarinya yang tajam, meninggalkan dua luka sayat dalam yang panjang di sana. Harry menjatuhkannya. Crabbe dan Goyle, yang sudah terbahak-bahak karena gagasan tentang Hagrid dipecat, tertawa lebih keras lagi ketika Bowtruckle itu pergi secepatnya menuju Hutan Terlarang, tampak seperti manusia kayu kecil yang bergerak yang segera tertelan di antara akar-akar pohon. Ketika bel bergema dari kejauhan ke halaman sekolah, Harry menggulung gambar Bowtrucklenya yang bernoda darah dan berbaris ke Herbologi dengan tangan diperban dengan sapu tangan Hermione, dan suara tawa mengejek Malfoy masih terngiang di telinganya. "Kalau dia menyebut Hagrid bodoh sekali lagi kata Harry melalui gigi-gigi yang dikertakkan. "Harry, jangan membuat keributan dengan Malfoy, jangan lupa, dia seorang prefek sekarang, dia bisa membuat hidupmu sukar ... " "Wow, aku ingin tahu bagaimana rasanya punya hidup yang sukar?" kata Harry dengan sarkastis. Ron tertawa, tetapi Hermione merengut. Bersama-sama, mereka berjalan menyusuri petak-petak sayuran. Langit masih tampak tidak mampu memutuskan apakah akan hujan atau tidak. "Aku hanya berharap Hagrid bergegas kembali, itu saja," kata Harry dengan suara rendah, ketika mereka mencapai rumah kaca. "Dan jangan bilang bahwa wanita Grubbly-Plank itu guru yang lebih bagus!" dia menambahkan dengan mengancam. "Aku tidak akan melakukan itu," kata Hermione dengan tenang. "Karena dia tidak akan pernah sebagus Hagrid," kata Harry dengan tegas, sepenuhnya sadar bahwa dia baru saja mengalami pelajaran teladan Pemeliharaan Satwa Gaib dan sangat jengkel karena itu. Pintu rumah kaca terdekat terbuka dan beberapa murid kelas empat keluar dari sana, termasuk Ginny. "Hai," katanya dengan ceria ketika dia lewat. Beberapa detik kemudian, Luna Lovegood muncul, berada di belakang sisa kelas itu, dengan secuil tanah di hidungnya, dan rambutnya diikat di puncak kepalanya. Ketika dia melihat Harry, matanya yang menonjol tampak membesar penuh semangat dan dia berjalan lurus ke arahnya. Banyak teman sekelas Harry yang berpaling untuk mengamati dengan rasa ingin tahu. Luna mengambil napas panjang dan lalu berkata, tanpa kata sapaan pendahuluan, "Aku percaya Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut sudah kembali dan aku percaya kamu bertarung dengannya dan lolos darinya." "Er -- benar," kata Harry dengan canggung. Luna mengenakan apa yang tampak seperti sepasang anting dari lobak jingga, kenyataan yang sepertinya diperhatikan oleh Parvati dan Lavender, karena mereka berdua terkikik-kikik dan menunjuk ke cuping telinganya. "Kalian boleh tertawa," Luna berkata, suaranya meninggi, tampaknya mendapat kesan bahwa Parvati dan Lavender sedang menertawakan apa yang dia katakan bukannya apa yang dia pakai, "tapi orang-orang dulu percaya tidak ada yang namanya Blibbering Humdinger atau Snorkack Tanduk-Kisut!" "Well, mereka benar, bukan?" kata Hermione tidak sabaran. "Memang tidak ada yang namanya Blibbering Humdinger atau Snorkack Tanduk-Kisut." Luna memberinya pandangan menghina dan pergi dengan marah, lobak-lobaknya berayun dengan liar. Parvati dan Lavender bukan satu-satunya yang tertawa mengejek sekarang. "Apakah kau keberatan untuk tidak menyinggung satu-satunya orang yang percaya padaku?" Harry bertanya kepada Hermione ketika mereka berjalan ke dalam kelas. "Oh, demi Tuhan, Harry, kau bisa mendapatkan yang lebih baik daripada dia," kata Hermione. "Ginny memberitahuku semua hal tentang dia; tampaknya, dia hanya akan percaya hal-hal yang belum ada buktinya sama sekali. Well, aku tidak akan mengharap lain dari seseorang yang ayahnya menjalankan The Quibbler." Harry memikirkan kuda-kuda bersayap yang mengerikan yang telah dia lihat di malam kedatangannya dan bagaimana Luna bilang dia juga bisa melihat mereka. Semangatnya agak merosot. Apakah dia berbohong? Tapi sebelum dia bisa meluangkan lebih banyak pikiran untuk masalah itu, Ernie Macmillan telah melangkah ke arahnya. "Aku mau kau tahu, Potter," katanya dengan suara keras, "bahwa bukan hanya orang aneh yang mendukungmu. Aku pribadi mempercayaimu seratus persen. Keluargaku selalu berdiri teguh di belakang Dumbledore, dan aku juga begitu." "Er -- terima kasih banyak, Ernie," kata Harry, terkejut tetapi senang. Ernie mungkin angkuh pada kesempatan seperti ini, tetapi Harry sedang dalam suasana hati yang menghargai sepenuhnya pernyataan kepercayaan dari seseorang yang tidak punya lobak bergantung di telinganya. Kata-kata Ernie jelas telah menghapus senyum dari wajah Lavender Brown dan ketika dia berpaling untuk berbicara kepada Ron dan Hermione, Harry melihat ekspresi Seamus, yang terlihat bingung sekaligus menantang. Yang tidak membuat siapapun terkejut, Profesor Sprout memulai pelajaran mereka dengan menguliahi mereka tentang pentingnya OWL. Harry berharap semua guru berhenti melakukan ini; dia mulai merasakan perasaan cemas, terpelintir dalam perutnya setiap kali dia ingat betapa banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakannya, perasaan yang memburuk secara dramatis ketika Profesor Sprout memberi mereka esai lagi di akhir pelajaran. Capek dan bau kotoran naga, pupuk kesukaan Profesor Sprout, anak-anak Gryffindor beramai-ramai kembali ke kastil satu setengah jam kemudian, tak seorangpun berbicara banyak; hari itu sangat panjang bagi mereka. Karena Harry lapar sekali, dan dia harus menjalani detensi pertama dengan Umbridge pada jam lima, dia langsung pergi makan malam tanpa menyimpan tasnya di Menara Gryffindor supaya dia bisa makan sesuatu sebelum menghadapi apapun yang disimpan Umbridge baginya. Namun, dia baru saja mencapai pintu masuk Aula Besar, ketika sebuah suara keras berteriak marah, "Oi, Potter!" "Sekarang apa?" gumamnya dengan letih, sambil berpaling menghadapi Angelina Johnson, yang terlihat seolah-olah sedang marah besar. "Kuberitahu kamu sekarang apa," katanya, sambil berbaris lurus ke arahnya dan menyodoknya dengan keras di dada dengan jarinya. "Kenapa kau membuat dirimu terkena detensi hari Jumat jam lima?" "Apa?" kata Harry. "Mengapa ... oh yeah, ujicoba Keeper!" "Sekarang dia ingat!" kata Angelina tajam. "Bukankah aku sudah bilang aku mau melakukan ujicoba dengan seluruh tim, dan menemukan seseorang yang cocok dengan setiap orang? Bukankah aku sudah bilang aku memesan khusus lapangan Quidditch? Dan sekarang kau memutuskan kau tidak akan ada di sana!" "Aku tidak memutuskan untuk tidak berada di sana!" kata Harry, terluka karena ketidakadilan kata-kata ini. "Aku mendapatkan detensi dari wanita Umbridge itu, hanya karena aku bilang yang sebenarnya tentang Kau-Tahu-Siapa." "Well, kau bisa pergi langsung kepadanya dan memintanya mengizinkanmu bebas pada hari Jumat," kata Angelina dengan garang, "dan aku tidak peduli bagaimana kau melakukannya. Beritahu dia Kau-Tahu-Siapa hanya secuil khayalanmu kalau kau mau, cuma pastikan kau ada di sana!" Dia berbalik dan pergi. "Kalian tahu apa?" Harry berkata kepada Ron dan Hermione ketika mereka memasuki Aula Besar. "Kukira kita sebaiknya mengecek dengan Puddlemere United apakah Oliver Wood telah terbunuh ketika masa latihan, karena Angelina tampaknya kemasukan rohnya." "Menurutmu berapa kemungkinannya Umbridge akan mengizinkanmu bebas pada hari Jumat?" kata Ron dengan skeptis, ketika mereka duduk di meja Gryffindor. "Kurang dari nol," kata Harry dengan murung, sambil menyendokkan potongan daging domba ke piringnya dan mulai makan. "Walau begitu, lebih baik mencoba, bukan? Aku akan menawarkan untuk melakukan dua detensi lagi atau apapun, aku tak tahu Dia menelan semulut penuh kentang dan menambahkan, "Kuharap dia tidak menahankan terlalu lama malam ini. Kau sadar kita harus menulis tiga esai, berlatih Mantera Penghilang untuk McGonagall, mengerjakan kontra-guna-guna untuk Flitwick, menyelesaikan gambar Bowtruckle dan mulai diari mimpi bodoh itu untuk Trelawney?" Ron mengerang dan karena alasan tertentu memandang langit-langit. "Dan kelihatannya akan hujan." "Apa hubungannya itu dengan pekerjaan rumah kita?" kata Hermione, alisnya terangkat. "Tidak ada," kata Ron seketika, telinganya memerah. Pada pukul lima Harry mengucapkan selamat tinggal kepada mereka berdua dan menuju kantor Umbridge di lantai tiga. Ketika dia mengetuk pintu Umbridge berseru, "Masuk," dengan suara manis. Dia masuk dengan waspada, sambil melihat sekeliling. Dia telah mengenal kantor ini ketika ditempati tiga orang penghuni sebelumnya. Di hari-hari ketika Gilderoy Lockhart tinggal di sini kantor ini ditutupi dengan potret-potret dirinya yang tersenyum. Ketika Lupin menempatinya, mungkin sekali kau akan menemukan beberapa makhluk Gelap dalam sangkar atau tangki kalau kau datang berkunjung. Di hari-hari si penipu Moody kantor ini penuh dengan berbagai instrumen dan benda-benda untuk mendeteksi perbuatan salah dan pemalsuan. Namun, sekarang, kantor itu tampak benar-benar tidak dapat dikenali. Permukaannya semua telah ditutupi dengan kain renda. Ada beberapa vas penuh bunga kering, masing-masing terletak di atas alas sendiri, dan di salah satu dinding ada sekumpulan plakat hiasan, masing-masing dihiasi dengan seekor anak kucing besar berwarna cerah yang memakai pita dengan warna berlainan di sekeliling lehernya. Anak-anak kucing ini begitu jelek sehingga Harry memandangi mereka, terpaku, sampai Profesor Umbridge berbicara lagi. "Selamat malam, Mr Potter." Harry terkejut dan melihat sekeliling. Dia tidak memperhatikan Umbridge pertama-tama karena dia mengenakan setelan jubah berbunga-bunga mengerikan yang sangat terpadu dengan alas meja di meja tulis di belakangnya. "Malam, Profesor Umbridge," Harry berkata dengan kaku. "Well, duduklah," katanya sambil menunjuk ke sebuah meja kecil yang ditutupi renda yang di sampingnya telah diletakkannya sebuah kursi berpunggung tegak. Sepotong perkamen kosong tergeletak di atas meja, tampaknya sedang menunggu dirinya. "Er," kata Harry tanpa bergerak. "Profesor Umbridge. Er -- sebelum kita mulai, aku -- aku ingin meminta Anda ... sebuah permohonan." Matanya yang menonjol menyipit. "Oh, ya?" "Well, aku ... aku ada dalam tim Quidditch Gryffindor. Dan aku seharusnya berada di ujicoba Keeper baru pada hari Jumat pukul lima dan aku -- ingin tahu apakah aku bisa melewatkan detensi malam itu dan melakukannya -- melakukannya malam lain ... sebagai gantinya ... " Dia tahu jauh sebelum dia mencapai akhir kalimatnya bahwa tidak ada gunanya. "Oh, tidak," kata Umbridge, sambil tersenyum begitu lebar sehingga dia terlihat seakan-akan dia baru saja menelan seekor lalat yang sangat banyak airnya. "Oh, tidak, tidak, tidak. Ini hukumanmu karena menyebarkan cerita-cerita jahat, mengerikan, cari perhatian, Mr Potter, dan hukuman jelas tidak boleh disesuaikan dengan kenyamanan pihak yang bersalah. Tidak, kamu akan datang ke sini pukul lima besok, dan hari berikutnya, dan pada hari Jumat juga, dan kamu akan melakukan detensimu seperti yang direncanakan. Kukira bagus juga kamu tidak bisa melakukan sesuatu yang sebenarnya ingin kamu lakukan. Seharusnya bisa menguatkan pelajaran yang sedang kucoba ajarkan kepadamu." Harry merasa darah menggelora ke kepalanya dan mendengar suara gedebuk di telinganya. Jadi dia menceritakan "cerita-cerita jahat, mengerikan, cari perhatian", begitu ya? Umbridge sedang mengamatinya dengan kepala agak ke satu sisi, masih tersenyum lebar, seakan-akan dia tahu benar apa yang sedang dipikirkannya dan sedang menunggu untuk melihat apakah dia akan mulai berteriak lagi. Dengan usaha besar-besaran, Harry berpaling darinya, menjatuhkan tas sekolahnya di samping kursi berpunggung tegak itu dan duduk. "Begitu," kata Umbridge manis, "kita sudah semakin baik dalam pengendalian amarah kita, bukan? Sekarang, kau harus menulis untukku, Mr Potter. Tidak, bukan dengan pena bulumu," tambahnya, ketika Harry membungkuk untuk membuka tasnya. "Kau akan menggunakan pena bulu khusus milikku. Ini dia." Dia menyerahkan sebuah pena bulu hitam yang panjang kurus dengan ujung yang tajamnya tidak biasa. "Aku mau kau menulis, Saya tidak boleh berbohong," katanya dengan lembut. "Berapa kali?" Harry bertanya, dengan tiruan sopan-santun yang patut dipuji. "Oh, selama yang diperlukan pesan itu untuk meresap," kata Umbridge dengan manis. "Mulailah." Dia pindah ke mejanya, duduk dan membungkuk di atas setumpuk perkamen yang tampak seperti esai untuk dinilai. Harry mengangkat pena bulu hitam tajam itu, lalu sadar apa yang kurang. "Anda belum memberi saya tinta," katanya. "Oh, kau takkan butuh tinta," kata Profesor Umbridge, dengan nada tawa terkecil dalam suaranya. Harry menempatkan ujung pena bulu itu di atas kertas dan menulis, Saya tidak boleh berbohong. Dia mengeluarkan pekik kesakitan kecil. Kata-kata itu timbul di perkamen dengan tinta merah mengkilat. Pada waktu yang sama, kata-kata itu timbul di punggung tangan kanan Harry, tergores ke kulitnya seolah-olah dibuat dengan pisau bedah -tapi bahkan ketika dia memandangi luka sayat yang berkilau itu, kulitnya sembuh lagi, meninggalkan tempat bekas luka itu sedikit lebih merah dari sebelumnya tapi cukup mulus. Harry memandang ke sekitarnya kepada Umbridge. Dia sedang mengamatinya, mulutnya yang lebar dan mirip katak terentang membentuk senyuman. "Ya?" "Tidak ada apa-apa," kata Harry dengan pelan. Dia melihat balik ke perkamen, menempatkan pena bulu di atasnya sekali lagi, menulis Saya tidak boleh berbohong, dan merasakan sakit menusuk di punggung tangannya untuk kedua kali; sekali lagi, kata-kata itu telah tergores ke kulitnya; sekali lagi, kulit itu sembuh beberapa detik kemudian. Dan seterusnya itu berlangsung. Lagi-lagi Harry menuliskan kata-kata ke perkamen dengan apa yang segera disadarinya bukan tinta, melainkan darahnya sendiri. Dan lagi-lagi, kata-kata itu tergores ke punggung tangannya, sembuh, dan timbul kembali kali berikutnya dia menempatkan pena bulu di perkamen. Kegelapan timbul di luar jendela Umbridge. Harry tidak bertanya kapan dia diizinkan berhenti. Dia bahkan tidak memeriksa jam tangannya. Dia tahu Umbridge sedang mengawasinya untuk mencari tanda-tanda kelemahan dan dia tidak akan memperlihatkan apapun, tidak juga walaupun dia harus duduk di sana sepanjang malam, menyayat terbuka tangannya sendiri dengan pena bulu ini ... "Kemarilah," katanya, setelah rasanya berjam-jam. Dia berdiri. Tangannya perih sekali. Ketika dia melihat kepada tangannya dia melihat bahwa luka sayat itu sudah sembuh, tetapi kulit di sana merah mentah. "Tangan," katanya. Dia menjulurkannya. Umbridge memegangnya. Harry menahan rasa tidak sukanya ketika dia menyentuhnya dengan jari-jarinya yang tebal dan gempal yang penuh cincin-cincin tua jelek. "Ck, ck, tampaknya aku belum meninggalkan banyak kesan," katanya sambil tersenyum. "Well, kita hanya perlu mencoba lagi besok malam, bukan? Kau boleh pergi." Harry meninggalkan kantornya tanpa sepatah katapun. Sekolah sudah sepi; pasti sudah lewat tengah malam. Dia berjalan pelan-pelan menyusuri koridor, lalu, ketika dia membelok di sudut dan yakin Umbridge tidak akan mendengarnya, mengubahnya jadi berlari. * Dia belum punya waktu untuk berlatih Mantera Penghilang, belum menuliskan satu mimpipun ke dalam diari mimpinya dan belum menyelesaikan gambar Bowtruckle, juga belum menulis esainya. Dia melewatkan sarapan pagi berikutnya untuk mencoretkan sejumlah mimpi buatan untuk Ramalan, pelajaran pertama mereka, dan terkejut menemukan Ron yang kusut menemaninya. "Kenapa kau tidak membuatnya kemarin malam?" Harry bertanya, ketika Ron menatap liar ke sekitar ruang duduk mencari inspirasi. Ron, yang sudah tertidur pulas ketika Harry kembali ke asrama, menggumamkan sesuatu mengenai "melakukan hal lain", membungkuk rendah di atas perkamennya dan menuliskan beberapa kata dengan tulisan cakar ayam. "Itu sudah bisa," katanya sambil membanting diari hingga tertutup. "Aku bilang aku mimpi sedang membeli sepasang sepatu baru, dia tidak bisa membuat apapun yang aneh dari itu, ya "kan?" Mereka bergegas ke Menara Utara bersama. "Ngomong-ngomong, bagaimana detensi dengan Umbridge? Apa yang disuruhnya untuk kau lakukan?" Harry bimbang sepersekian detik, lalu berkata, "Menulis." "Kalau begitu tidak terlalu buruk, eh?" kata Ron. "Tidak," kata Harry. "Hei -- aku lupa -- apakah dia mengizinkanmu bebas hari Jumat?" "Tidak," kata Harry. Ron mengerang penuh simpati. Hari itu juga hari buruk bagi Harry; dia salah satu yang terburuk dalam Transfigurasi, belum berlatih Mantera Penghilang sama sekali. Dia harus melewatkan jam makan siangnya untuk menyelesaikan gambar Bowtruckle dan, sementara itu, Profesor McGonagall, Grubbly-Plank dan Sinistra memberi mereka lebih banyak pekerjaan rumah lagi, yang tidak akan bisa diselesaikannya malam itu karena detensi keduanya dengan Umbdrige. Untuk melengkapi semua itu, Angelina Johnson menemuinya saat makan malam lagi dan, ketika mengetahui dia tidak akan bisa menghadiri ujicoba Keeper Jumat, memberitahunya dia sama sekali tidak terkesan dengan sikapnya dan bahwa dia mengharapkan para pemain yang ingin tetap dalam tim menempatkan latihan di atas komitmen mereka yang lain. "Aku dalam detensi!" Harry berteriak kepadanya setelah dia pergi. "Kau kira aku lebih suka terperangkap dalam ruangan bersama katak tua itu atau bermain Quidditch?" "Setidaknya cuma menulis," kata Hermione menenangkan, ketika Harry merosot ke bangkunya dan memandang ke bistik dan pai ginjalnya, yang tak lagi diinginkannya. "Bukannya hukuman yang mengerikan, benar ... " Harry membuka mulutnya, menutupnya lagi dan mengangguk. Dia tidak yakin kenapa dia tidak memberitahu Ron dan Hermione persisnya apa yang terjadi di ruangan Umbridge: dia hanya tahu bahwa dia tidak mau melihat pandangan ketakutan mereka; yang akan membuat semuanya itu terlihat lebih sukar dan karena itu lebih sulit dihadapi. Dia juga merasa bahwa ini antara dirinya dan Umbridge, sebuah perang keteguhan hati pribadi, dan dia tidak akan memberinya kepuasan mendengar bahwa dia mengeluh tentang hal itu. "Aku tidak percaya betapa banyaknya peer yang kita dapatkan," kata Ron menderita. "Well, kenapa kau tidak mengerjakan satupun kemarin malam?" Hermione bertanya kepadanya. "Ngomong-ngomong, di mana kau?" "Aku ... aku ingin berjalan-jalan," kata Ron mencurigakan. Harry mendapat kesan nyata bahwa dia tidak sendirian dalam menyembunyikan sesuatu pada saat itu. * Detensi kedua seburuk yang pertama. Kulit di punggung tangan Harry menjadi lebih cepat teriritasi dan segera menjadi merah dan meradang. Harry mengira luka itu tidak akan terus sembuh seefektif sekarang. Segera luka itu akan tetap tergores ke tangannya dan Umbridge, mungkin, akan puas. Namun, dia tidak membiarkan pekik kesakitan keluar darinya, dan dari saat memasuki ruangan hingga saat dia dibebaskan, lagi-lagi lewat tengah malam, dia tidak berkata apa-apa kecuali "selamat malam" dan "selamat tidur". Akan tetapi, situasi pekerjaan rumahnya, sekarang sangat menyedihkan, dan ketika dia kembali ke ruang duduk Gryffindor, walaupun capek sekali, dia tidak pergi tidur, tetapi membuka buku-bukunya dan memulai esai batu bulan Snape. Sudah setengah tiga ketiak dia menyelesaikannya. Dia tahu pekerjaannya buruk, tetapi tidak bisa ditolong lagi; kecuali dia punya sesuatu untuk diserahkan dia akan kena detensi dengan Snape berikutnya. Dia lalu bergegas menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diberikan Profesor McGonagall kepada mereka, mengumpulkan sesuatu mengenai penanganan Bowtruckle yang tepat untuk Profesor Grubbly-Plank, dan terhuyung-huyung ke tempat tidur, di mana dia terjatuh dengan pakaian lengkap ke atas seprainya dan langsung tertidur. * Hari Kamis lewat dengan melelahkan. Ron juga tampak sangat mengantuk, walaupun Harry tidak mengerti kenapa dia harus begitu. Detensi ketiga Harry lewat dengan cara yang sama dengan dua yang sebelumnya, kecuali bahwa setelah dua jam kata-kata "Saya tidak boleh berbohong" tidak memudar dari punggung tangan Harry, tetapi tetap tergores di sana, mengeluarkan tetesan-tetesan darah. Jeda gesekan pena bulu tajam itu membuat Profesor Umbridge melihat ke atas. "Ah," katanya dengan lembut, sambil bergeser mengitari meja tulisnya untuk memeriksa tangannya sendiri. "Bagus. Itu seharusnya menjadi pengingat bagimu, bukan? Kau boleh pergi untuk malam ini." "Apakah saya masih harus kembali besok?" kata Harry, sambil memungut tas sekolahnya dengan tangan kirinya bukannya tangan kanan yang masih sakit. "Oh, ya," kata Profesor Umbridge, sambil tersenyum lebar seperti sebelumnya. "Ya, kukira kita bisa menorehkan pesan sedikit lebih dalam dengan kerja satu malam lagi." Harry belum pernah mempertimbangkan kemungkinan bahwa mungkin ada guru lain di dunia yang dibencinya lebih daripada Snape, tetapi ketika dia berjalan kembali ke Menara Gryffindor dia harus mengakui dia telah menemukan calon kuat. Wanita itu jahat, pikirnya, ketka dia menaiki tangga ke lantai tujuh, dia jahat, sinting, si tua yang gila --"Ron?" Dia telah mencapai puncak tangga, membelok ke kanan dan hampir membentur Ron, yang sedang mengendap-ngendap di belakang patung Lachlan di Kurus, sambil menggenggam sapunya. Ron melompat terkejut ketika dia melihat Harry dan mencoba menyembunyikan Sapu Bersih Sebelasnya yang baru di belakang punggungnya. "Apa yang sedang kau lakukan?" "Er -- tidak ada. Apa yang kau lakukan?" Harry merengut kepadanya. "Ayolah, kau bisa bilang padaku! Mengapa kau sembunyi di sini?" "Aku -- aku sedang bersembunyi dari Fred dan George, kalau kau mau tahu," kata Ron. "Mereka baru saja lewat dengan sekelompok anak kelas satu, aku bertaruh mereka pasti sedang menguji benda-benda itu pada anak-anak itu lagi. Maksudku, mereka tidak bisa melakukannya di ruang duduk sekarang, benar "kan, tidak dengan Hermione di sana." Dia berbicara sangat cepat dan tergesa-gesa. "Tapi kenapa kau bawa sapumu, kau tidak habis terbang, "kan?" Harry bertanya. "Aku -- well -- well, OK, aku akan memberitahumu, tapi jangan tertawa, oke?" Ron berkata dengan defensif, menjadi semakin merah setiap detiknya. "Aku -- kukira aku akan ikut ujicoba Keeper Gryffindor sekarang setelah aku punya sapu yang pantas. Begitu. Ayo. Tertawalah." "Aku tidak akan tertawa," kata Harry. Ron berkedip. "Itu ide yang brilian! Akan sangat bagus kalau kau bergabung dengan tim! Aku belum pernah melihatmu bermain sebagai Keeper, apakah kau bagus?" "Aku tidak buruk," kata Ron, yang terlihat sangat lega melihat reaksi Harry. "Charlie, Fred dan George selalu menjadikanku Keeper bagi mereka ketika mereka berlatih selama liburan." "Jadi kau habis latihan malam ini?" "Setiap malam sejak Selasa ... walaupun cuma diriku sendiri. Aku sudah mencoba menyihir Quaffle terbang ke arahku, tapi tidak mudah dan aku tidak tahu seberapa bergunanya itu." Ron terlihat gugup dan cemas. "Fred dan George akan tertawa habis-habisan sewaktu aku muncul untuk ujicoba itu. Mereka belum berhenti mengejekku sejak aku dijadikan prefek." "Kuharap aku bisa ada di sana," kata Harry dengan getir, ketika mereka pergi bersama menuju ruang duduk. "Yeah, aku juga -- Harry, apa itu di punggung tanganmu?" Harry, yang baru saja menggaruk hidungnya dengan tangan kanannya yang bebas, mencoba menyembunyikannya, tetapi keberhasilannya serupa dengan Ron dan Sapu Bersihnya. "Cuma goresan -- tidak ada apa-apa -- hanya -- " Tetapi Ron sudah mencengkeram lengan bawah Harry dan menarik punggung tangan Harry setingkat dengan matanya. Ada jeda, sementara dia menatap kata-kata yang terukir di kulit itu, lalu, terlihat muak, dia melepaskan Harry. "Kukira kau bilang dia hanya menyuruhmu menulis?" Harry bimbang, tapi lagipula, Ron sudah jujur kepadanya, jadi dia memberitahu Ron yang sebenarnya mengenai jam-jam yang dihabiskannya di dalam kantor Umbridge. "Nenek sihir tua itu!" Ron berkata dengan bisikan jijik ketika mereka berhenti di depan Nyonya Gemuk, yang sedang tertidur dengan tenang dengan kepalanya disangga bingkainya. "Dia sakit! Pergi ke McGonagall, bilang sesuatu!" "Tidak," kata Harry seketika. "Aku tidak akan memberinya kepuasan mengetahui dia menaklukkanku." "Menaklukkan kamu? Kau tidak bisa membiarkannya lepas dengan ini!" "Aku tidak tahu seberapa besar kekuasaan yang dimiliki McGonagall terhadapnya," kata Harry. "Kalau begitu, Dumbledore, beritahu Dumbledore!" "Tidak," kata Harry datar. "Kenapa tidak?" "Dia sudah punya cukup yang dipikirkan," kata Harry, tapi itu bukan alasan sebenarnya. Dia tidak akan mencari bantuan kepada Dumbledore saat Dumbledore belum berbicara kepadanya sekalipun sejak Juni. "Well, menurutku kau harus -- " Ron mulai, tetapi dia disela oleh Nyonya Gemuk, yang telah mengamati mereka sambil mengantuk dan sekarang meledak, "Apakah kalian akan memberiku kata kunci atau aku harus terjaga sepanjang malam menunggu kalian menyelesaikan percakapan kalian?" * Hari Jumat datang dengan suram dan basah seperti hari-hari lain dalam minggu itu. Walaupun Harry secara otomatis memandang sekilas ke meja guru ketika dia memasuki Aula Besar, dia tidak memiliki harapan nyata akan melihat Hagrid, dan dia segera mengalihkan pikirannya ke masalah-masalahnya yang lebih mendesak, seperti tumpukan menggunung pekerjaan rumah yang harus dikerjakannya dan prospek detensi lain lagi dengan Umbridge. Dua hal mendukung Harry melewati hari itu. Salah satunya adalah pikiran bahwa sudah hampir akhir minggu; yang lain adalah bahwa, walaupun detensi terakhirnya dengan Umbridge pasti mengerikan, dia mendapat pandangan dari kejauhan ke lapangan Quidditch dari jendelanya dan mungkin, dengan sedikit keberuntungan, bisa melihat sesuatu pada ujicoba Ron. Memang benar ini adalah berkas cahaya yang agak lemah, tetapi Harry bersyukur atas apapun yang mungkin mencerahkan kegelapan yang dihadapinya sekarang; dia belum pernah mengalami minggu semester pertama yang lebih buruk di Hogwarts. Pada pukul lima sore itu dia mengetuk pintu kantor Profesor Umbridge untuk yang diharapkannya dengan tulus terakhir kalinya, dan disuruh masuk. Perkamen kosong sudah tergeletak siap untuknya di atas meja bertutup renda, pena bulu hitam tajam di sebelahnya. "Kamu tahu apa yang harus dilakukan, Mr Potter," kata Umbridge, sambil tersenyum manis kepadanya. Harry memungut pena bulu itu dan memandang melalui jendela. Kalau dia menggeser kursinya sekitar satu inci ke kanan ... berpura-pura menggeserkan dirinya lebih dekat ke meja, dia berhasil. Sekarang dia memiliki pandangan jauh tim Quidditch Gryffindor membumbung naik-turun di lapangan, sementara setengah lusin figur hitam menunggu giliran mereka untuk menjaga gawang. Tidak mungkin mengatakan yang mana Ron dari jarak ini. Saya tidak boleh berbohong, Harry menulis. Luka sayat di punggung tangan kanannya terbuka dan mulai berdarah lagi. Saya tidak boleh berbohong. Luka sayat itu semakin dalam, menyengat dan perih. Saya tidak boleh berbohong. Darah mengucur ke pergelangan tangannya. Dia memandang sekilas lagi ke luar jendela. Siapapun yang sedang menjaga gawang sekarang benar-benar melakukan pekerjaan yang buruk. Katie Bell mencetak gol dua kali dalam beberapa detik yang berani ditonton Harry. Berharap sekali bahwa Keeper itu bukan Ron, dia menjatuhkan matanya kembali ke perkamen yang berkilau dengan darah. Saya tidak boleh berbohong. Saya tidak boleh berbohong. Dia melihat ke atas kapanpun dipikirnya bisa mengambil resiko; ketika dia mendengar gesekan pena bulu Umbridge atau dibukanya laci meja tulis. Orang ketiga yang ikut uji coba cukup bagus, yang keempat mengerikan, yang kelima sangat pandai menghindari Bludger tetapi lalu gagal melakukan penyelamatan mudah. Langit semakin gelap, dan Harry ragu dia akan bisa melihat orang keenam dan ketujuh sama sekali. Saya tidak boleh berbohong. Saya tidak boleh berbohong. Perkamen itu sekarang ditetesi darah dari punggung tangannya, yang sekarang sakit sekali. Ketika dia melihat ke atas sekali lagi, langit sudah tiba dan lapangan Quidditch tak lagi tampak. "Mari lihat apakah kau sudah menerima pesannya?" kata suara lembut Umbridge setengah jam kemudian. Dia bergerak menujunya, menjulurkan jari-jari pendeknya yang penuh cincin ke lengannya. Dan kemudian, ketika dia memegangnya untuk memeriksa kata-kata yang sekarang tersayat ke dalam kulitnya, rasa sakit menjalar, bukan di punggung tangannya, tetapi di bekas luka di keningnya. Pada saat yang sama, dia merasakan sensasi aneh di suatu tempat di rongga badannya. Dia menyentakkan lengannya dari pegangan Umbridge dan melompat bangkit, sambil menatapnya. Umbridge memandang balik kepadanya, sebuah senyuman merentangkan mulutnya yang lebar dan kendur. "Ya, sakit, bukan?" katanya dengan lembut. Dia tidak menjawab. Jantungnya berdetak sangat keras dan cepat. Apakah dia berbicara mengenai tangannya atau apakah dia tahu yang baru dirasakannya di keningnya? "Well, kurasa aku sudah menegaskan maksudku, Mr Potter. Kamu boleh pergi." Dia mengambil tas sekolahnya dan meninggalkan ruangan itu secepat mungkin. Tetap tenang, katanya pada diri sendiri, selagi dia berlari cepat menaiki tangga. Tetap tenang, artinya tidak harus seperti apa yang kaukira ... "Mimbulus mimbletonia!" dia berkata terengah-engah kepada Nyonya Gemuk, yang berayun ke depan seketika. Suara ribut menderu menyambutnya. Ron datang sambil berlari ke arahnya, dengan wajah tersenyum dan menumpahkan Butterbeer ke bagian depan tubuhnya dari piala yang sedang digenggamnya. "Harry, aku berhasil, aku masuk, aku Keeper!" "Apa? Oh -- brilian!" kata Harry sambil mencoba tersenyum alami, sementara jantungnya terus berpacu dan tangannya berdenyut-denyut dan berdarah. "Minum Butterbeer." Ron mendesakkan sebuah botol kepadanya. "Aku tidak bisa mempercayainta -- ke mana Hermione pergi?" "Dia di sana," kata Fred, yang juga sedang meneguk Butterbeer, dan menunjuk ke sebuah kursi berlengan di sisi perapian. Hermione sedang tertidur di dalamnya, minumannya miring dengan berbahaya di tangannya. "Well, dia bilang dia senang sewaktu kuberitahu dia," kata Ron, terlihat sedikit lesu. "Biarkan dia tidur," kata George dengan segera. Baru beberapa saat kemudian Harry memperhatikan bahwa beberapa anak kelas satu yang berkumpul di sekitar mereka memiliki tanda-tanda baru mimisan yang tidak salah lagi. "Kemarilah, Ron, dan lihat apakah jubah Oliver cocok untukmu," seru Katie Bell, "kita bisa melepaskan namanya dan menempatkan namamu sebagai gantinya ... " Ketika Ron beranjak pergi, Angelina melangkah mendatangi Harry. "Maaf aku sedikit kasar kepadamu tadi, Potter," katanya singkat. "Pengelolaan ini membuat stres, kau tahu, aku mulai berpikir kadang aku sedikit keras kepada Wood." Dia sedang mengamati Ron melalui tepi pialanya dengan wajah sedikit cemberut. "Lihat, aku tahu dia sobat terbaikmu, tapi dia tidak hebat," katanya dengan terus-terang. "Walau kukira dengan sedikit latihan dia akan baik-baik saja. Dia datang dari keluarga pemain Quidditch bagus. Sejujurnya, aku berharap padanya untuk memiliki bakat yang lebih sedikit dari yang diperlihatkannya hari ini. Vicky Frobisher dan Geoffrey Hooper terbang lebih bagus malam ini, tapi Hooper tukang mengeluh, dia selalu mengerang tentang satu hal atau yang lain, dan Vicky terlibat dengan segala bentuk perkumpulan. Dia mengakui sendiri kalau latihan bentrok dengan Klub Jimat dan Guna-Gunanya dia akan mendahulukan Jimat. Ngomong-ngomong, kita akan melakukan sesi latihan pertama jam dua besok, jadi pastikan kau ada di sana kali ini. Dan tolong aku, bantu Ron sejauh yang kau bisa, OK?" Dia mengangguk, dan Angelina berjalan kembali ke Alicia Spinnet. Harry pindah untuk duduk di sebelah Hermione, yang tersentak bangun ketika dia meletakkan tasnya. "Oh, Harry, ternyata kamu ... tentang Ron itu bagus, bukan?" katanya dengan mata berkaca-kaca. "Aku hanya begitu -- begitu -- begitu letih," dia menguap. "Aku terbangun sampai jam satu membuat lebih banyak topi lagi. Topi-topi itu menghilang cepat sekali!" Dan benar juga, sekarang setelah diperhatikannya, Harry melihat bahwa tidak ada topi wol yang tersembunyi di sekitar ruangan itu yang bisa dipungut peri-peri yang tidak waspada. "Bagus," kata Harry dengan pikiran kacau; kalau dia tidak memberitahu seseorang segera, dia akan meledak. "Dengar, Hermione, aku baru saja di kantor Umbridge dan dia menyentuh lenganku ... " Hermione mendengarkan dengan seksama. Ketika Harry selesai, dia berkata lambat-lambat, "Kau khawatie Kau-Tahu-Siapa sedang mengendalikan dia seperti dia mengendalikan Quirrel?" "Well," kata Harry sambil merendahkan suaranya, "itu suatu kemungkinan, bukan?" "Kukira begitu," kata Hermione, walaupun dia terdengar tidak yakin. "Tapi aku kira dia tidak akan bisa merasukinya seperti cara dia merasuki Quirrel, maksudku, dia sudah hidup kembali sekarang, bukan, dia punya tubuh sendiri, dia tidak akan perlu berbagi tubuh orang lain. Dia bisa mengendalikannya di bawah Kutukan Imperius, kukira ... " Harry mengamati Fred, George dan Lee Jordan melempar-lempar botol-botol Butterbeer kosong sejenak. Lalu Hermione berkata, "Tapi tahun lalu bekas lukamu sakit ketika tak seorangpun menyentuhmu, dan bukankah Dumbledore bilang ada hubungannya dengan apa yang sedang dirasakan Kau-Tahu-Siapa saat itu? Maksudku, mungkin ini tidak berkaitan dengan Umbridge sama sekali, mungkin cuma kebetulan terjadi ketika kau bersama dengannya?" "Dia jahat," kata Harry datar. "Sinting." "Dia mengerikan, ya, tapi ... Harry, kukira kau harus memberitahu Dumbledore bekas lukamu sakit." Itu kedua kalinya dalam dua hari dia dinasehati untuk menjumpai Dumbledore dan jawabannya kepada Hermione sama persis dengan jawabannya kepada Ron. "Aku tidak akan mengganggunya dengan ini. Seperti yang baru kau katakan, bukan masalah besar. Sudah sakit silih berganti sepanjang musim panas -- hanya agak lebih buruk malam ini, itu saja -- " "Harry, aku yakin Dumbledore akan mau diganggu oleh ini -- " "Yeah," kata Harry, sebelum dia bisa menghentikan dirinya sendiri, "itu satu-satunya bagian dariku yang dipedulikan Dumbledore, bukan, bekas lukaku?" "Jangan bilang begitu, itu tidak benar!" "Kukira aku akan menulis surat dan memberitahu Sirius mengenainya, lihat apa yang dipikirkannya -- " "Harry, kau tidak bisa memasukkan hal seperti itu dalam surat!" kata Hermione, tampak gelisah. "Tidakkah kau ingat, Moody menyuruh kita berhati-hati akan apa yang kita tulis! Kita cuma tidak bisa menjamin burung hantu tidak dicegat lagi!" "Baiklah, baiklah, kalau begitu, aku tidak akan memberitahu dia!" kata Harry kesal. Dia bangkit. "Aku akan pergi tidur. Beritahu Ron, bisa "kan?" "Oh tidak," kata Hermione, terlihat lega, "kalau kau akan pergi itu berarti aku boleh pergi juga, tanpa terlihat kasar. Aku benar-benar capek dan aku mau membuat beberapa topi lagi besok. Dengar, kau bisa membantuku kalau kau mau, cukup menyenangkan, aku semakin mahir, aku bisa membuat pola dan bola dan semua jenis itu sekarang." Harry memandang wajahnya, yang bersinar gembira, dan mencoba terlihat seolah-olah dia agak tergoda dengan tawaran ini. "Er ... tidak, kukira aku tidak bisa, trims," katanya. "Er -- tidak besok. Aku punya banyak peer untuk dikerjakan." Dan dia berjalan ke tangga anak laki-laki, meninggalkannya tampak sedikit kecewa. BAB EMPAT BELAS Percy dan Padfoot Harry yang pertama terbangun di kamar asramanya keesokan harinya. Dia berbaring sejenak sambil mengamati debu beterbangan dalam cahaya matahari yang masuk melalui celah di kelambu tempat tidur bertiang empatnya, dan menikmati pikiran bahwa hari itu Sabtu. Minggu pertama semester itu tampaknya telah berlangsung selamanya, seperti suatu pelajaran Sejarah Sihir besar-besaran. Dinilai dari keheningan tidur nyenyak dan tampang segar sinar matahari itu, fajar baru saja tiba. Dia menarik tirai di sekitar tempat tidurnya hingga terbuka, bangkit dan mulai berpakaian. Satu-satunya suara selain kicauan burung di kejauhan adalah napas pelan dan dalam teman-teman Gryffindornya. Dia membuka tas sekolahnya dengan hati-hati, menarik keluar perkamen dan pena bulu dan keluar dari kamar menuju ruang duduk. Berjalan lurus ke kursi berlengan tua yang empuk kesukaannya di samping api yang sekarang sudah padam, Harry duduk dengan nyaman dan membuka gulungan perkamennya sementara memandang berkeliling ruangan itu. Sisa-sisa potongan perkamen yang kusut, Gobstone-Gobstone tua, toples-toples bahan yang kosong dan pembungkus-pembungkus permen yang biasanya meliputi ruang duduk di akhir hari setiap harinya telah hilang, begitu juga topi-topi peri Hermione. Sambil bertanya-tanya dengan samar berapa banyak peri yang sekarang telah dibebaskan apakah mereka ingin ataupun tidak, Harry membuka penutup botol tintanya, mencelupkan pena bulunya ke dalamnya, lalu memegangnya satu inci di atas permukaan kekuningan perkamennya, sambil berpikir keras ... tetapi setelak sekitar satu menit dia menemukan dirinya menatap ke kisi perapian yang kosong, benar-benar tidak tahu apa yang ingin dikatakan. Dia sekarang bisa menghargai betapa sulitnya bagi Ron dan Hermione untuk menulis surat kepadanya sepanjang musim panas. Bagaimana dia bisa memberitahu Sirius semua yang telah terjadi selama minggu belakangan ini dan memasukkan semua pertanyaan yang sangat ingin dia tanyakan tanpa memberi para pencuri surat potensial banyak informasi yang dia tidak ingin mereka dapatkan? Dia duduk tak bergerak sejenak, sambil menatap ke perapian; lalu, akhirnya mengambil keputusan, dia mencelupkan pena bulunya ke dalam botol tinta sekali lagi dan menempatkannya dengan penuh ketetapan hati ke atas perkamen. Dear Snuffles, Kuharap kau OK, minggu pertama kembali ke sini mengerikan, aku benar-benar senang sudah akhir pekan. Kami dapat guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam yang baru, Profesor Umbridge. Dia hampir sama menyenangkannya dengan ibumu. Aku menulis karena hal yang kuceritakan kepadamu musim panas lalu terjadi lagi tadi malam ketika aku sedang dalam detensi dengan Umbridge. Kami semua merindukan teman terbesar kami, kami harap dia akan segera kembali. Tolong tulis surat balasan secepatnya. Salam, Harry Harry membaca ulang surat itu beberapa kali, mencoba melihat dari sudut pandang orang luar. Dia tidak bisa melihat bagaimana mereka akan bisa tahu apa yang sedang dia bicarakan -- atau dengan siapa dia berbicara -- hanya dari membaca surat ini. Dia memang berharap Sirius akan mengetahui petunjuk mengenai Hagrid dan memberitahu mereka kapan dia mungkin kembali. Harry tidak ingin bertanya langsung kalau-kalau hal itu menarik terlalu banyak perhatian atas apa yang mungkin sedang direncanakan Hagrid selagi dia tidak ada di Hogwarts. Mengingat itu adalah surat yang sangat singkat, surat itu makan waktu lama untuk ditulis; sinar matahari telah memasuki setengah dari ruangan itu selagi dia mengerjakan surat itu dan dia sekarang bisa mendengar suara-suara pergerakan di kejauhan dari kamar-kamar asrama di atas. Sambil menyegel perkamennya dengan hati-hati, dia memanjat melalui lubang potret dan menuju Kandang Burung Hantu. "Aku tidak akan pergi ke arah sana kalau aku jadi kamu," kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus, sambil melayang bingung melalui dinding tepat di depan Harry ketika dia berjalan menyusuri gang. "Peeves sedang merencanakan lelucon lucu pada orang berikutnya yang melewati patung dada Paracelsus di tengah koridor." "Apakah melibatkan Paracelsus yang jatuh ke puncak kepala orang itu?" tanya Harry. "Lucunya, memang," kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus dengan suara bosan. "Kerumitan memang tidak pernah menjadi kekuatan Peeves. Aku akan pergi untuk mencoba mencari Baron Berdarah ... dia mungkin bisa menghentikannya ... sampai jumpa, Harry." "Yeah, bye," kata Harry dan bukannya belok kanan, dia membelok ke kiri, mengambil rute yang lebih panjang tetapi lebih aman ke Kandang Burung Hantu. Semangatnya naik ketika dia berjalan melewati jendela demi jendela yang memperlihatkan langit biru cerah, dia akan mengikuti latihan nanti, akhirnya dia akan kembali ke lapangan Quidditch. Sesuatu menyenggol mata kakinya. Dia memandang ke bawah dan melihat kucing kelabu kurus milik penjaga sekolah, Mrs Norris, sedang menyelinap melewatinya. Dia memalingkan mata kuningnya yang seperti lampu padanya sejenak sebelum menghilang ke balik patung Wilfred si Penuh-Harap. "Aku tidak melakukan sesuatu yang salah," Harry berseru kepadanya. Dia punya hawa yang tak salah lagi milik kucing yang pergi melapor ke majikannya, walau Harry tidak mengerti mengapa; dia sepenuhnya punya hak untuk berjalan ke Kandang Burung Hantu pada hari Sabtu pagi. Matahari sudah tinggi di langit sekarang dan ketika Harry memasuki Kandang Burung Hantu jendela-jendela kaca menyilaukan matanya; sinar-sinar keperakan yang berkabut bersilangan di ruang melingkar tempat ratusan burung hantu membaringkan diri dalam kasau-kasau, agak tidak tenang dalam sinar pagi hari, beberapa jelas baru kembali dari berburu. Lantai yang tertutup jerami berderak sedikit ketika dia melangkah melewati tulang-tulang binatang kecil, sambil menjulurkan lehernya mencari-cari Hedwig. "Di sana kamu," katanya sambil melihat dia di suatu tempat dekat bagian paling puncak dari langit-langit yang berkubah. "Turun ke sini, aku punya surat untukmu." Dengan uhu rendah dia membentangkan sayap-sayap putih besarnya dan membumbung turun ke bahunya. "Benar, aku tahu di sini tertulis Snuffles di luarnya," katanya, sambil memberikan surat itu untuk dikatupkan di paruhnya dan, tanpa tahu persisnya mengapa, berbisik, "tapi itu untuk Sirius, OK?" Dia mengedipkan matanya yang kuning sekali dan Harry menganggap itu berarti dia mengerti. "Kalau begitu, semoga terbang dengan selamat," kata Harry dan dia membawanya ke salah satu jendela; dengan tekanan sejenak di lengannya, Hedwig lepas landas ke langit cerah yang membutakan. Dia mengamati sambil menjadi titik hitam kecil dan menghilang, lalu mengalihkan pandangannya ke pondok Hagrid, yang tampak jelas dari jendela ini, dan sama jelasnya tidak terhuni, cerobongnya tidak berasap, tirainya tertutup. Puncak pepohonan di Hutan Terlarang berayun-ayun dalam angin sepoi-sepoi. Harry mengamati mereka, sambil menikmati udara segar di wajahnya, memikirkan tentang Quidditch nanti ... lalu dia melihatnya. Seekor kuda bersayap besar mirip reptil, persis seperti yang menarik kereta-kereta Hogwarts, dengan sayap-sayap hitam kasar terbentang lebar seperti sayap pterodactyl (burung purba), naik dari pepohonan seperti burung raksasa yang aneh. Kuda itu membumbung dalam lingkaran besar, lalu menukik kembali ke pepohonan. Seluruhnya terjadi sangat cepat, sehingga Harry hampir tidak bisa mempercayai apa yang telah dilihatnya, kecuali bahwa jantungnya berdebar gila-gilaan. Pintu Kandang Burung Hantu membuka di belakangnya. Dia melompat terkejut dan, ketika berpaling dengan cepat, melihat Cho Chang yang sedang memegang sepucuk surat dan sebuah bingkisan di tangannya. "Hai," kata Harry dengan otomatis. "Oh ... hai," katanya terengah-engah. "Aku tidak mengira ada orang yang sudah berada di atas sini sepagi ini ... aku baru ingat lima menit yang lalu, ini hari ulang tahun ibuku." Dia mengangkat bingkisannya. "Benar," kata Harry. Otaknya seperti macet. Dia ingin mengatakan sesuatu yang lucu dan menarik, tetapi ingatan tentang kuda bersayap yang mengerikan itu masih segar dalam pikirannya. "Hari yang indah," katanya sambil memberi isyarat ke jendela. Isi tubuhnya sepertinya telah mengerut akibat rasa malu. Cuaca. Dia berbicara mengenai cuaca ... "Yeah," kata Cho, sambil memandang berkeliling mencari burung hantu yang sesuai. "Kondisi Quidditch yang bagus. Aku belum keluar selama seminggu, kalau kamu?" "Belum," kata Harry. Cho telah memilih salah satu burung hantu sekolah. Dia membujuknya turun ke lengannya di mana burung itu menjulurkan kaki dengan patuh sehingga dia bisa mengikatkan bingkisannya. "Hei, apakah Gryffindor sudah punya Keeper baru?" tanyanya. "Yeah," kata Harry. "Temanku Ron Weasley, kau kenal dia?" "Si Pembenci-Tornado?" kata Cho agak dingin. "Apakah mainnya bagus?" "Yeah," kata Harry. "Kukira begitu. Walau aku tidak melihat ujicobanya, aku sedang dalam detensi." Cho memandang ke atas, bingkisan itu baru setengah terikat ke kaki burung hantu. "Wanita Umbridge itu jahat," katanya dengan suara rendah. "Memberimu detensi hanya karena kamu mengatakan yang sebenarnya tentang bagaimana -- bagaimana -bagaimana dia mati. Semua orang mendengar hal itu, sudah menyebar ke seluruh sekolah. Kamu benar-benar berani menghadapi dia seperti itu." Isi tubuh Harry mengembang kembali begitu cepat sehingga dia merasa seolah-olah dia bisa melayang beberapa inci dari lantai yang bertebaran kotoran itu. Siapa yang peduli tentang kuda terbang bodoh, Cho mengira dia benar-benar berani. Sejenak, dia mempertimbangkan untuk memperlihatkan kepadanya secara tidak sengaja (yang disengaja) tangannya yang terluka selagi dia membantunya mengikat bingkisannya ke burung hantu ... tetapi tepat saat pikiran menggetarkan itu muncul pintu Kandang Burung Hantu terbuka lagi. Filch si penjaga sekolah masuk sambil mendesah ke dalam ruangan itu. Ada rona ungu di pipinya yang cekung dan penuh urat halus, daging di bawah dagunya bergetar dan rambut kelabunya yang tipis acak-acakan; dia jelas berlari ke sini. Mrs Norris berderap di belakangnya, sambil menatap ke atas kepada burung-burung hantu di atas kepala dan mengeong lapar. Ada gerakan-gerakan sayap yang tidak tenang dari atas dan seekor burung hantu cokelat besar mengatupkan paruhnya dengan gaya mengancam. "Aha!" kata Filch, sambil mengambil langkah menuju Harry, pipinya yang berkantung bergetar karena marah. "Aku dapat kisikan bahwa kamu bermaksud memesan Bom Kotoran dalam jumlah besar." Harry melipat lengannya dan menatap penjaga sekolah itu. "Siapa yang memberitahumu aku sedang memesan Bom Kotoran?" Cho memandang dari Harry kepada Filch, juga merengut, burung hantu di lengannya, capek berdiri dengan satu kaki, memberi uhu menegur, tetapi dia mengabaikannya. "Aku punya sumber-sumberku," kata Filch dalam desis puas diri. "Sekarang serahkan apapun yang sedang kau kirim." Sambil merasa sangat bersyukur dia tidak berlama-lama mengeposkan suara itu, Harry berkata, "Aku tidak bisa, sudah pergi." "Pergi?" kata Filch, air mukanya berubah karena marah. "Pergi," kata Harry dengan tenang. Filch membuka mulutnya dengan marah, menggerak-gerakkan mulut tanpa suara selama beberapa detik, lalu menyisiri jubah Harry dengan matanya. "Bagaimana aku tahu kau tidak menyimpannya di kantongmu?" "Karena -- " "Aku melihatnya mengirimkan surat itu," kata Cho dengan marah. Filch memberondong dia. "Kau melihatnya --?" "Itu benar, aku melihatnya," katanya dengan garang. Ada jeda sejenak di mana Filch melotot kepada Cho dan Cho melotot balik, lalu si penjaga sekolah membalikkan badannya dan berjalan dengan kaki terseret menuju pintu. Dia berhenti dengan tangan di pegangan pintu dan memandang balik kepada Harry. "Kalau kutemukan seendus saja Bom Kotoran -- " Dia terseok-seok menuruni tangga. Mrs Norris memandang penuh keinginan pada burung-burung hantu dan mengikuti dia. Harry dan Cho saling berpandangan. "Trims," Harry berkata. "Tidak masalah," kata Cho, akhirnya mengikatkan bingkisan ke kaki burung hantu itu yang sebuah lagi, wajahnya sedikit merona merah muda. "Kau tidak sedang memesan Bom Kotoran, bukan?" "Tidak," kata Harry. "Aku ingin tahu mengapa dia mengira begitu?" katanya selagi dia membawa burung hantu itu ke jendela. Harry mengangkat bahu. Dia sama bingungnya dengan Cho, walaupun anehnya hal itu tidak terlalu mengganggunya saat ini. Mereka meninggalkan Kandang Burung Hantu bersama-sama. Di pintu masuk koridor yang menuju sayap barat kastil itu, Cho berkata, "Aku akan ke arah sini. Well, aku ... jumpa lagi, Harry." "Yeah ... sampai jumpa." Dia tersenyum kepadanya dan pergi. Harry berjalan terus, diam-diam merasa sangat gembira. Dia telah berhasil mengadakan percakapan penuh dengannya dan tidak mempermalukan dirinya sendiri sekalipun ... kamu benar-benar berani menghadapi dia seperti itu ... Cho telah menyebutnya berani ... dia tidak membencinya karena selamat. Tentu saja, dia dulu lebih memilih Cedric, Harry tahu itu ... walaupun kalau dia mengajaknya ke Pesta sebelum Cedric, keadaan mungkin akan lain ... dia tampak tulus menyesali bahwa dia harus menolak ketika Harry mengajaknya ... "Pagi," Harry berkata dengan ceria kepada Ron dan Hermione ketika dia bergabung dengan mereka di meja Gryffindor di Aula Besar. "Kenapa kau terlihat sangat senang?" kata Ron sambil melirik Harry dengan terkejut. "Erm ... Quidditch nanti," kata Harry dengan gembira, sambil menarik sepiring besar daging asin dan telur ke arahnya. "Oh ... yeah kata Ron. Dia meletakkan potongan roti panggang yang sedang dimakannya dan meneguk jus labu banyak-banyak. Lalu dia berkata, "Dengar ... kau tidak mau pergi lebih pagi denganku? Cuma untuk -- er -- memberiku sedikit praktek sebelum latihan? Supaya aku bisa, kau tahu, lebih siap." "Yeah, OK," kata Harry. "Lihat, kukira kalian tidak perlu begitu," kata Hermione dengan serius. "Kalian berdua benar-benar sudah ketinggalan peer seperti -- " Tetapi dia berhenti di tengah kalimat; pos pagi telah tiba dan, seperti biasa, Daily Prophet membumbung ke arahnya dalam paruh seekor burung hantu pekik, yang mendarat dekat dengan mangkuk gula dan mengulurkan kakinya. Hermione memasukkan satu Knut ke dalam kantong kulitnya, mengambil surat kabar itu, dan membaca cepat halaman depan dengan kritis selagi burung hantu itu lepas landas. "Ada yang menarik?" kata Ron. Harry nyengir, tahu Ron ingin menjauhkannya dari subyek peer. "Tidak," dia menghela napas, "cuma beberapa bantahan tentang pemain bas di Weird Sisters akan menikah." Hermione membuka surat kabar itu dan menghilang ke baliknya. Harry mencurahkan dirinya untuk makan telur dan daging asin lagi. Ron sedang menatap ke atas ke jendela-jendela yang tinggi, terlihat sedikit khusyuk. "Tunggu sebentar," kata Hermione tiba-tiba. "Oh tidak ... Sirius!" "Apa yang terjadi?" kata Harry, sambil merampas surat kabar itu dengan sangat kasar sehingga robek di bagian tengah, dia dan Hermione masing-masing memegang satu bagian. ""Kementerian Sihir telah menerima kisikan dari sumber yang dapat dipercaya bahwa Sirius Black, pembunuh masal terkenal ... blah blah blah sekarang sedang bersembunyi di London!"" Hermione membaca dari bagiannya dengan bisikan sedih. "Lucius Malfoy aku akan bertaruh apapun," kata Harry dengan suara rendah penuh kemarahan. "Dia memang mengenali Sirius di peron ... " "Apa?" kata Ron, terlihat khawatir. "Kau tidak bilang -- " "Shh!" kata dua yang lain. "Kementerian memperingatkan komunitas penyihir bahwa Black sangat berbahaya ... membunuh tiga belas orang ... melarikan diri dari Azkaban ..." sampah yang biasa," Hermione menyimpulkan, sambil meletakkan bagian korannya dan memandang Harry dan Ron dengan takut. "Well, dia hanya tidak bisa meninggalkan rumah lagi, itu saja," bisiknya. "Dumbledore memang memperingatkannya tidak berbuat begitu." Harry memandang dengan murung potongan Prophet yang telah dirobeknya. Sebagian besar dari halaman itu dicurahkan untuk iklan Jubah Madam Malkins untuk Segala Kesempatan, yang tampaknya sedang mengadakan obral. "Hei!" katanya, sambil meratakannya sehingga Ron dan Hermione bisa melihatnya. "Lihat ini!" "Aku sudah punya semua jubah yang kuinginkan," kata Ron. "Bukan," kata Harry. "Lihat ... berita kecil di sini Ron dan Hermione membungkuk lebih dekat untuk membacanya; benda itu hampir tidak sepanjang satu inci dan terletak tepat di dasar sebuah kolom. Diberi judul: MASUK TANPA IZIN DI KEMENTERIAN Sturgis Podmore, 38, dari Laburnum Gardens nomor dua, Clapham, telah muncul di depan Wizengamot atas tuduhan masuk tanpa izin dan percobaan perampokan di Kementerian Sihir pada tanggal 31 Agusutus. Podmore ditangkap oleh penyihir penjaga Kementerian Sihir Eric Munch, yang menemukannya mencoba memaksa masuk ke pintu dengan penjagaan ketat pada pukul satu pagi. Podmore, yang menolak berbicara untuk pembelaan dirinya, dinyatakan bersalah atas kedua tuntutan tersebut dan dihukum enam bulan di Azkaban. "Sturgis Podmore?" kata Ron lambat-lambat. "Dia pria yang terlihat seperti kepalanya telah lalang, bukan? Dia salah satu dari Ord-- " "Ron, shh!" kata Hermione, sambil memandang ke sekitar mereka dengan ketakutan. "Enam bulan di Azkaban!" bisik Harry, terguncang. "Hanya karena mencoba melewati sebuah pintu!" "Jangan bodoh, bukan cuma karena mencoba melewati sebuah pintu. Apa yang sedang dilakukannya di Kementerian Sihir pada pukul satu pagi?" Hermione berkata cepat. "Menurutmu dia sedang melakukan sesuatu untuk Order?" Ron bergumam. "Tunggu sebentar kata Harry lambat-lambat. "Sturgis seharusnya datang dan mengantar kita, ingat?" Dua yang lain memandangnya. "Yeah, dia seharusnya menjadi bagian dalam pengawalan kita pergi ke King"s Cross, ingat? Dan Moody sangat jengkel karena dia tidak muncul; jadi dia tidak mungkin sedang mengerjakan tugas untuk mereka, bukan?" "Well, mungkin mereka tidak berharap dia tertangkap," kata Hermione. "Mungkin jebakan!" Ron berseru dengan bersemangat. "Tidak -- dengarkan!" dia melanjutkan, sambil merendahkan suaranya dengan dramatis melihat tampang mengancam Hermione. "Kementerian mencurigai dia salah satu dari kelompok Dumbledore jadi -- aku tak tahu -- mereka memikatnya ke Kementerian, dan dia tidak sedang mencoba melewati pintu sama sekali! Mungkin mereka cuma mengarang sesuatu untuk mendapatkan dia!" Ada jeda selagi Harry dan Hermione mempertimbangkan ini. Harry mengira ini tampak terlalu berlebihan. Hermione, di sisi lain, terlihat agak terkesan. "Tahukah kau, aku tidak akan terkejut sama sekali kalau itu benar." Dia melipat bagian surat kabarnya sambil berpikir. Ketika Harry meletakkan pisau dan garpunya, dia tampak keluar dari lamunan. "Benar, well, kukira pertama kita harus mengerjakan esai untuk Sprout mengenai semak pupuk-sendiri dan kalau kita beruntung kita akan bisa memulai Mantera Inanimatus Conjurus McGonagall sebelum makan siang ... " Harry merasakan sedikit rasa bersalah ketika memikirkan tumpukan pekerjaan rumah yang sedang menantinya di atas, tapi langit biru cerah, dan dia belum naik Fireboltnya selama seminggu ... "Maksudku, kita bisa mengerjakannya malam ini," kata Ron, selagi dia dan Harry berjalan menyusuri halaman yang landari menuju lapangan Quidditch, sapu mereka di atas bahu, dan dengan peringatan menakutkan Hermione bahwa mereka akan gagal di OWL mereka yang masih terngiang di telinga mereka. "Dan kita punya besok. Dia terlalu tegang tentang pekerjaan, itu masalahnya Ada jeda dan dia menambahkan, dengan nada sedikit lebih cemas, "Apa kaukira dia sungguh-sungguh ketika dia bilang kita tidak boleh menyalin darinya?" "Yeah," kata Harry. "Tetap saja, ini juga penting, kita harus berlatih kalau kita mau tetap berada dalam tim Quidditch ... " "Yeah, itu benar," kata Ron, dengan nada berbesar hati. "Dan kita punya banyak waktu untuk melakukan itu semua ... " Selagi mereka mendekati lapangan Quidditch, Harry memandang sekilas ke sebelah kanannya di mana pohon-pohon Hutan Terlarang berayun dengan suram. Tak ada yang terbang keluar dari pepohonan itu; langit kosong kecuali beberapa burung hantu di kejauhan yang sedang mengitari menara Kandang Burung Hantu. Dia sudah punya cukup yang dikhawatirkan; kuda terbang itu tidak akan membahayakannya; dia mendorongnya keluar dari pikirannya. Mereka mengumpulkan bola-bola dari lemari di kamar ganti dan mulai bekerja, Ron menjaga ketiga gawang tinggi, Harry bermain sebagai Chaser dan mencoba membawa Quaffle melewati Ron. Harry berpikir Ron cukup bagus; dia menahan tiga perempat gol yang diusahakan Harry untuk melewatinya. dan bermain semakin bagus semakin lama mereka berlatih. Setelah beberapa jam mereka kembali ke kastil untuk makan siang -- di mana Hermione memperjelas bahwa menurutnya mereka tidak bertanggung jawab -- lalu kembali ke lapangan Quidditch untuk sesi latihan sebenarnya. Semua anggota tim mereka kecuali Angelina sudah berada di kamar ganti ketika mereka masuk. "Baik-baik saja, Ron?" kata George sambil berkedip kepadanya. "Yeah," kata Ron, yang lebih pendiam dan semakin pendiam sepanjang jalan ke lapangan. "Siap pamer kepada kami semua, Prefek Ickle?" kata Fred, muncul dengan rambut kusut dari bagian leher jubah Quidditchnya, dengan seringai agak licik di wajahnya. "Diamlah," kata Ron, dengan wajah kaku, sambil menarik jubah timnya sendiri untuk pertama kalinya. Jubah itu pas sekali untuknya mengingat dulu milik Oliver, yang bahunya agak lebar. "OK, semuanya," kata Angelina, masuk dari kantor Kapten, sudah berganti pakaian. "Ayo ke sana; Alicia dan Fred, kalau kalian bisa membawa peti bola untuk kami. Oh, dan ada sejumlah orang di luar sana yang mengamati tapi aku mau kalian mengabaikan mereka, oke?" Sesuatu dalam suaranya yang seharusnya biasa membuat Harry mengira dia mungkin tahu siapa penonton tidak diundang itu, dan jelas saja, ketika mereka meninggalkan ruang ganti ke lapangan yang penuh sinar matahari cerah lapangan itu diliputi ejekan dan cemoohan dari tim Quidditch Slytherin dan beragam pengikut, yang berkelompok di tengah-tengah tribun yang kosong dan yang suaranya menggema dengan keras ke sekeliling stadium. "Apa yang sedang dinaiki Weasley?" Malfoy berseru dengan suara mengejeknya yang dipanjang-panjangkan. "Kenapa ada orang yang mau menaruh mantera terbang ke kayu tua berjamur seperti itu?" Crabbe, Goyle dan Pansy Parkinson tertawa terbahak-bahak dan menjerit dengan tawa. Ron menaiki sapunya dan naik dari tanah dan Harry mengikutinya sambil mengamati telinganya berubah menjadi merah dari belakang. "Abaikan mereka," katanya, sambil menambah kecepatan untuk mengejar Ron, "kita akan lihat siapa yang tertawa setelah kita bertanding dengan mereka ... " "Persis sikap yang kumau, Harry," kata Angelina menyetujui, sambil membumbung di sekitar mereka dengan Quaffle di bawah lengannya dan melambat untuk melayang di tempat di depan tim udaranya. "OK, semuanya, kita akan mulai dengan beberapa pas hanya untuk pemanasan, seluruh tim tolong -- " "Hei, Johnson, ada apa dengan gaya rambut itu?" teriak Pansy Parkinson dari bawah. "Kenapa ada orang yang mau terlihat seperti mereka punya cacing keluar dari kepala mereka?" Angelina menyapukan rambut panjangnya yang dikepang kecil-kecil dari wajahnya dan meneruskan dengan tenang, "Kalau begitu berpencar, dan mari lihat apa yang bisa kita lakukan ... " Harry mundur menjauh dari yang lain ke sisi jauh dari lapangan itu. Ron mundur menuju gawang di seberang. Angelina mengangkat Quaffle dengan satu tangan dan melemparkannya keras-keras kepada Fred, yang memberikan kepada George, yang memberikan kepada Harry, yang memberikan kepada Ron, yang menjatuhkannya. Anak-anak Slytherin, dipimpin oleh Malfoy, meraung dan memekik dengan tawa. Ron, yang telah meluncur ke tanah untuk menangkap Quaffle itu sebelu mendarat, menghentikan tukikannya dengan tidak teratur, sehingga dia selip ke samping di sapunya, dan kembali ke tinggi permainan sambil merona. Harry melihat Fred dan George saling berpandangan, tetapi tidak biasanya tak satupun dari mereka mengatakan apa-apa, sehingga dia bersyukur. "Berikan, Ron," seru Angelina, seakan-akan tidak ada yang terjadi. Ron melemparkan Quaffle itu kepada Alicia, yang memberikan kembali kepada Harry, yang memberikan kepada George ... "Hei, Potter, bagaimana rasanya bekas lukamu?" seru Malfoy. "Yakin kau tidak perlu berbaring? Pastilah, apa, sudah seminggu penuh sejah kau berada di sayap rumah sakit, itu rekor bagimu, bukan?" George memberikan bola kepada Angelina; dia memberikan balik kepada Harry, yang tidak menduga, tetapi menangkapnya dengan ujung-ujung jarinya dan memberikan dengan cepat kepada Ron, yang menyerbunya tetapi gagal karena beberapa inci. "Ayolah, Ron," kata Angelina dengan jengkel, ketika dia menukik ke tanah lagi, mengejar Quaffle itu. "Pusatkan perhatian." Sulit mengatakan apakah wajah Ron atau Quaffle itu lebih merah ketika dia kembali lagi ke tinggi permainan. Malfoy dan tim Slytherin lainnya sedang melolong tertawa. Pada usaha ketiganya, Ron menangkap Quaffle itu; mungkin karena lega dia memberikannya dengan sangat antuasias sehingga bola itu membumbung lurus melalui tangan-tangan terentang Katie dan menghantamnya dengan keras di wajah. "Sori!" Ron mengerang, sambil meluncur ke depan untuk melihat apakah dia telah mengakibatkan luka. "Kembali ke posisi, dia baik-baik saja!" gertak Angelina. "Tapi karena kau memberikan kepada kawan satu tim, jangan mencoba menjatuhkannya dari sapunya, bisa "kan? Kita punya Bludger untuk itu!" Hidung Katie berdarah. Di bawah, anak-anak Slytherin mengentakkan kaki mereka dan mengejek. Fred dan George mendatangi Katie. "Ini, makan ini," Fred menyuruhnya, sambil menyerahkan sesuatu yang kecil dan ungu dari kantongnya, "ini akan membersihkannya dalam waktu singkat." "Baiklah," seru Angelina, "Fred, George, pergi dan ambil pemukul kalian dan sebuah Bludger. Ron, pergi ke gawang. Harry, lepaskan Snitch ketika kubilang. Kita akan membidik gawang Ron, tentu saja." Harry meluncur mengikuti si kembar untuk mengambil Snitch. "Ron membuat dirinya tampak seperti orang tolol, bukan?" gumam George, ketika mereka bertiga mendarat di peti yang berisi bola-bola itu dan membukanya untuk mengeluarkan salah satu Bludger dan Snitch. "Dia cuma gugup," kata Harry, "dia baik-baik saja ketika aku berlatih dengannya pagi ini." "Yeah, well, kuharap dia tidak mencapai puncak terlalu cepat," kata Fred dengan murung. Mereka kembali ke udara. Ketika Angelina meniup peluitnya, Harry melepaskan Snitch dan Fred dan George membiarkan Bludger terbang. Semenjak itu, Harry hampir tidak sadar apa yang sedang dilakukan yang lainnya. Tugasnya adalah menangkap kembali bola keemasan kecil yang terbang ke sana kemari yang berharga seratus lima puluh poin bagi tim Seeker tersebut dan melakukan hal ini membutuhkan kecepatan dan keahlian yang tinggi. Dia menambah kecepatan, bergelung dan mengelak dari para Chaser, udara musim gugur yang hangat memecut wajahnya, dan teriakan-teriakan anak-anak Slytherin di kejauhan meraung sama sekali tidak berarti di telinganya ... tapi terlalu cepat, peluit membuatnya berhenti lagi. "Stop -- stop -- STOP!" teriak Angelina. "Ron -- kamu tidak melindungi pos tengahmu!" Harry memandang kepada Ron, yang sedang melayang di depan gawang kiri, meninggalkan dua yang lain sepenuhnya tidak terjaga. "Oh ... sori "Kau terus bergerak ke sekitar sementara kamu memperhatikan para Chaser!" kata Angelina. "Tetaplah di tengah posisi sampai kau harus pindah untuk menjaga gawang, atau kitari gawang, tapi jangan terlalu condong ke satu sisi, begitulah caranya kau membiarkan tiga gol terakhir masuk!" "Sori Ron mengulangi, wajahnya yang merah berkilat seperti menara api di langit biru cerah itu. "Dan Katie, tidak bisakah kau lakukan sesuatu tentang mimisan itu?" "Terus saja memburuk!" kata Katie dengan parau, sambil mencoba memutuskan alirannya dengan lengan bajunya. Harry memandang kepada Fred, yang terlihat cemas dan memeriksa kantongnya. Dia melihat Fred menarik keluar sesuatu yang ungu, memeriksanya sejenak dan lalu memandang kepada Katie, jelas terperanjat. "Well, mari coba lagi," kata Angelina. Dia mengabaikan anak-anak Slytherion, yang sekarang telah menyanyikan "Gryffindor adalah pecundang, Gryffindor adalah pecundang," tetapi walau begitu ada kekakuan tertentu dalam cara duduknya di sapu. Kali ini mereka belum lagi terbang selama tiga menit ketika peluit Angelina berbunyi. Harry, yang baru saja melihat Snitch mengitari tiang gawang seberang, menarik diri sambil merasa sedih. "Apa sekarang?" katanya dengan tidak sabar kepada Alicia, yang paling dekat. "Katie," katanya singkat. Harry berpaling dan melihat Angelina, Fred dan George semuanya terbang secepat mereka bisa menuju Katie. Harry dan Alicia bergegas ke arahnya juga. Jelas Angelina telah menghentikan latihan tepat waktu, Katie sekarang seputih kapur dan penuh darah. "Dia perlu sayap rumah sakit," kata Angelina. "Kami akan membawanya," kata Fred. "Dia -- er -- mungkin telah salah menelan Kacang Darah -- " "Well, tak ada gunanya melanjutkan tanpa Beater dan seorang Chaser," kata Angelina dengan murung ketika Fred dan George meluncur menuju kastil sambil menyokong Katie di antara mereka. "Ayolah, mari pergi dan berganti pakaian." Anak-anak Slytherin terus bernyanyi ketika mereka kembali ke ruang ganti. "Bagaimana latihannya?" tanya Hermione agak dingin setengah jam kemudian, ketika Harry dan Ron memanjat melalui lubang potret ke dalam ruang duduk Gryffindor. "Latihannya -- " Harry mulai. "Benar-benar buruk," kata Ron dengan suara hampa, sambil membenamkan diri ke sebuah kursi di samping Hermione. Dia memandang kepada Ron dan kebekuannya tampak mencair. "Well, itu baru latihan pertamamu," katanya menenangkan, "perlu waktu untuk -- " "Siapa bilang aku yang membuatnya buruk?" sambar Ron. "Tak seorangpun," kata Hermione, terlihat terkejut, "kukira -- " "Kaukira aku pasti sampah?" "Tidak, tentu saja tidak! Lihat, kau bilang buruk jadi aku hanya -- " "Aku akan mulai mengerjakan beberapa peer," kata Ron dengan marah dan mengentakkan kaki ke tangga menuju kamar anak laki-laki dan menghilang dari pandangan. Hermione berpaling kepada Harry. "Apakah mainnya buruk?" "Tidak," kata Harry dengan setia. Hermione mengangkat alisnya. "Well, kukira dia bisa bermain lebih bagus," Harry bergumam, "tapi baru sesi latihan pertama, seperti yang kau bilang ... " Baik Harry maupun Ron tampaknya tidak membuat banyak kemajuan dengan pekerjaan rumah mereka malam itu. Harry tahu Ron terlalu disibukkan oleh betapa buruknya penampilannya dalam latihan Quidditch itu dan dia sendiri mendapat kesulitan mengeluarkan nyanyian "Gryffindor adalah pecundang" dari kepalanya. Mereka menghabiskan seluruh hari Minggu di ruang duduk, terbenam dalam buku-buku mereka sementara ruangan di sekitar mereka terisi, lalu kosong. Itu adalah hari lain yang cerah dan indah dan kebanyakan teman Gryffindor mereka menghabiskan hari itu di halaman, menikmati apa yang mungkin menjadi salah satu di antara sinar matahari terakhir tahun itu. Malamnya, Harry merasa seolah-olah seseorang telah memukuli otaknya ke bagian dalam tengkoraknya. "Kau tahu, kita mungkin seharusnya mencoba menyelesaikan lebih banyak peer sepanjang minggu," Harry bergumam kepada Ron, ketika mereka akhirnya menaruh ke samping esai panjang Profesor McGonagall mengenai Mantera Inanimatus Conjurus dan berpaling dengan menderita ke esai Profesor Sinistra yang sama panjang dan sulitnya mengenai bulan-bulan Jupiter yang banyak. "Yeah," kata Ron, sambil menggosok matanya yang agak merah dan melemparkan potongan perkamen rusaknya yang kelima ke dalam api di samping mereka. "Dengar ... apakah kita bertanya saja kepada Hermione kalau kita boleh melihat apa yang telah dikerjakannya?" Harry memandang sekilas ke arahnya, dia sedang duduk dengan Crookshanks di pangkuannya dan berbincang-bincang dengan riang kepada Ginny selagi sepasang jarum rajut berkelip di tengah udara di depannya, sekarang sedang merajut sepasang kaus kaki peri yang tidak berbentuk. "Tidak," katanya dengan berat, "kau tahu dia tidak akan memperbolehkan kita." Dan begitulah mereka bekerja terus sementara langit di luar jendela menjadi semakin gelap. Lambat laun, kerumunan orang di ruang duduk mulai menipis lagi. Pada pukul sebelas setengah, Hermione berjalan ke arah mereka, sambil menguap. "Hampir selesai?" "Tidak," kata Ron dengan singkat. "Bulan terbesar Jupiter adalah Ganymede, bukan Callisto," katanya menunjuk melewati bahu Ron ke sebuah baris di esai Astronominya, "dan Io yang punya gunung-gunung berapi." "Trims," geram Ron, sambil menggores kalimat-kalimat yang salah. "Sori, aku hanya -- " "Yeah, well, kalau kau datang ke sini hanya untuk mengkritik -- " "Ron -- " "Aku tidak punya waktu untuk mendengar ceramah, oke, Hermione, aku sudah tenggelam sampai leherku di sini -- " "Tidak lihat!" Hermione sedang menunjuk ke jendela terdekat. Harry dan Ron keduanya memandang ke sana. Seekor burung hantu pekik yang indah sedang berdiri di ambang jendela, menatap ke dalam ruangan kepada Ron. "Bukankah itu Hermes?" kata Hermione, terdengar heran. "Astaga, memang!" kata Ron pelan, sambil melemparkan pena bulunya dan bangkit. "Untuk apa Percy menulis surat kepadaku?" Dia menyeberang ke jendela dan membukanya; Hermes terbang masuk, mendarat ke esai Ron dan menjulurkan kakinya yang berikatkan surat. Ron mengambil surat itu dan burung hantu itu berangkat seketika, meninggalkan bekas kaki bertinta di gambar bulan Io milik Ron. "Ini jelas tulisan tangan Percy," kata Ron, sambil terbenam kembali ke dalam kursinya dan menatap kata-kata di bagian luar perkamen itu: Ronald Weasley, Asrama Gryfindor, Hogwarts. Dia memandang kedua orang yang lain. "Bagaimana menurut kalian?" "Bukalah!" kata Hermione penuh semangat, dan Harry mengangguk. Ron membuka gulungan itu dan mulai membaca. Semakin matanya bergerak ke bawah dari perkamen itu, semakin terlihat cemberutnya. Ketika dia telah selesai membaca, dia terlihat jijik. Dia menyorongkan surat itu kepada Harry dan Hermione, yang mencondongkan badan kepada satu sama lain untuk membacanya bersama. Dear Ron, Aku baru saja dengar (tidak kurang dari Menteri Sihir sendiri, yang mendengarnya dari guru barumu, Profesor Umbridge) bahwa kamu telah menjadi seorang prefek Hogwarts. Aku mendapat kejutan yang sangat menyenangkan ketika aku mendengar kabar ini dan harus menawarkan ucapan selamat dariku. Aku harus mengakui bahwa aku selalu takut kau akan mengambil apa yang kami sebut jalan "Fred dan George", bukannya mengikuti langkahku, sehingga kau bisa membayangkan perasaanku ketika mendengar kau telah berhenti melawan pihak berkuasa dan telah memutuskan untuk menanggung beberapa tanggung jawab nyata. Tapi aku ingin memberimu lebih dari ucapan selamat, Ron, aku ingin memberimu sedikit nasehat, itulah sebabnya aku mengirimkan ini malam hari bukannya dengan pos pagi yang biasa. Harapanku, kau akan bisa membaca ini jauh-jauh dari mata yang mengintip dan menghindari pertanyaan-pertanyaan tidak mengenakkan. Dari sesuatu yang terceplos oleh Menteri ketika memberitahuku kau sekarang seorang prefek, kudapati bahwa kau masih sering berjumpa dengan Harry Potter. Aku harus memberitahumu, Ron, bahwa tak ada apapun yang bisa menempatkanmu dalam bahaya kehilangan lencanamu lebih daripada persahabatan yang diteruskan dengan anak itu. Ya, aku yakin kau terkejut mendengar ini -- tidak diragukan lagi kau akan bilang bahwa Potter selalu menjadi anak kesayangan Dumbledore -- tapi aku merasa harus memberitahumu bahwa Dumbledore mungkin tidak akan memimpin Hogwarts lebih lama lagi dan orang-orang yang penting memiliki pandangan lain -- dan mungkin lebih akurat -- mengenai perilaku Potter. Aku tidak akan mengatakan lebih banyak lagi di sini, tapi kalau kau baca di Daily Prophet besok kau akan dapat gagasan bagus mengenai arah tiupan angin -dan lihat apakah kau bisa menemukan arah anginmu! Serius, Ron, kau tidak mau dikelompokkan bersama dengan Potter, bisa sangat merusak prospek masa depanmu, dan aku membicarakan tentang kehidupan sehabis sekolah juga. Seperti yang pasti kau sadari, mengingat ayah kita mengantarnya ke sidang, Potter mengikuti dengar pendapat kedisiplinan musim panas ini di depan seluruh Wizengamot dan dia tidak lolos dengan tampang terlalu bagus. Dia lolos hanya karena soal teknis, kalau kau tanya aku, dan banyak orang yang telah berbicara denganku tetap yakin akan kesalahannya. Mungkin kau takut putus hubungan dengan Potter -- aku tahu dia bisa jadi tidak seimbang dan, sejauh yang kutahu, bengis -- tapi kalau kau punya kekhawatiran apapun mengenai ini, atau telah menemukan hal lain dalam perilaku Potter yang menyusahkanmu, kudorong kamu untuk berbicara kepada Dolores Umbridge, seorang wanita yang sangat menyenangkan yang kutahu hanya akan senang sekali untuk memberimu nasehat. Ini membawaku pada nasehatku yang lain. Seperti yang telah kuisyaratkan di atas, rezim Dumbledore di Hogwarts mungkin akan segera berakhir. Kesetiaanmu, Ron, seharusnya tidak kepada dia, tetapi kepada sekolah dan Kementerian. Aku sangat menyesal mendengar bahwa, sejauh ini, Profesor Umbridge menghadapi kerja sama yang sangat sedikit dari para staf sementara dia berjuang untuk membuat perubahan-perubahan yang dibutuhkan itu di dalam Hogwarts yang sangat diinginkan Menteri (walaupun dia seharusnya akan mendapati hal ini lebih mudah semenjak minggu depan -- sekali lagi, baca Daily Prophet besok!). Aku hanya akan mengatakan ini -- seorang murid yang memperlihatkan dirinya bersedia membantu Profesor Umbridge sekarang mungkin akan mendapat tempat sepantasnya menjadi Ketua Murid dalam beberapa tahun! Aku menyesal aku tidak dapat bertemu denganmu lebih sering di musim panas. Menyakitkan bagiku untuk mengkritik orang tua kita, tapi aku takut aku tidak bisa lagi tinggal di bawah atap mereka sementara mereka terus berkumpul dengan kerumunan berbahaya di sekitar Dumbledore. (Kalau kau menulis surat kepada Ibu kapanpun, kau bisa memberitahunya bahwa seorang Sturgis Podmore tertentu, yang merupakan teman akrab Dumbledore, baru-baru ini telah dikirim ke Azkaban karena masuk tanpa izin ke Kementerian. Mungkin itu akan membuka mata mereka akan jenis kriminal rendahan yang dekat dengan mereka sekarang ini.) Aku menganggap diriku sendiri beruntung karena lolos dari noda pergaulan dengan orang-orang seperti ini -Menteri tidak bisa lebih ramah lagi kepadaku -- dan aku berharap, Ron, bahwa kau juga tidak akan membiarkan ikatan keluarga membutakanmu pada keyakinan dan tindakan orang tua kita yang salah arah. Aku setulusnya berharap bahwa, bila waktunya tiba, mereka akan menyadari betapa salahnya mereka dan aku akan, tentu saja, siap menerima permintaan maaf penuh ketika hari itu tiba. Tolong pikirkan apa yang baru saja kukatakan dengan sangat hati-hati, khususnya yang mengenai Harry Potter, dan selamat lagi atas pengangkatanmu menjadi prefek. Kakakmu, Percy Harry memandang Ron. "Well," katanya, mencoba terdengar seolah-olah dia menganggap semua itu lelucon, "kalau kau mau -- er -- apa itu?" -- dia memeriksa surat Percy -- "Oh yeah -- "putus hubungan" denganku, aku bersumpah aku tidak akan menjadi bengis." "Kembalikan itu," kata Ron sambil mengulurkan tangannya. "Dia -- " Ron berkata dengan tersentak, sambil merobek surat Percy menjadi setengah bagian "orang -- " dia merobeknya menjadi seperempat "terbrengsek -- " dia merobeknya menjadi seperdelapan "di dunia." Dia melemparkan potongan-potongan itu ke dalam api. "Ayolah, kita harus menyelesaikan ini sebelum fajar," katanya dengan cepat kepada Harry, sambil menarik esai Profesor Sinistra kembali ke hadapannya. Hermione sedang memandangi Ron dengan ekspresi aneh di wajahnya. "Oh, berikan kemari," katanya mendadak. "Apa?" kata Ron. "Berikan kepadaku, aku akan memeriksanya dan mengoreksinya," katanya. "Apakah kau serius? Ah -- Hermione, kau penyelamat hidupku," kata Ron, "apa yang bisa aku -- " "Yang bisa kaukatakan adalah, "Kami berjanji kami tidak akan membiarkan peer kami sampai selambat ini lagi,"" katanya sambil mengulurkan kedua tangan untuk mengambil esai mereka, tapi dia terlihat agak terhibur juga. "Sejuta terima kasih, Hermione," kata Harry dengan lemah, sambil menyerahkan esainya dan terbenam kembali ke dalam kursi berlengannya sambil menggosok matanya. Sekarang sudah lewat tengah malam dan ruang duduk sudah ditinggalkan semua orang kecuali mereka bertiga dan Crookshanks. Satu-satunya suara yang ada hanyalah pena bulu Hermione yang mencoretkan kalimat di sana-sini di esai mereka dan kelepak halaman-halaman buku ketika dia memeriksa fakta-fakta di dalam buku-buku referensi yang bertebaran di meja. Harry sangat letih. Dia juga merasakan perasaan aneh, memuakkan, hampa dalam perutnya yang tidak berhubungan dengan keletihannya dan berhubungan sekali dengan surat yang sekarang bergelung hitam di tengah api. Dia tahu bahwa setengah dari orang-orang di dalam Hogwarts mengiranya aneh, bahkan gila; dia tahu bahwa Daily Prophet telah membuat sindiran menghina kepadanya selama berbulan-bulan, tetapi ada sesuatu mengenai melihatnya tertulis seperti itu dalam tulisan Percy, mengenai mengetahui bahwa Percy menasehati Ron untuk tidak berhubungan dengannya dan bahkan menceritakan kisah-kisah mengenai dia kepada Umbridge, itu membuat situasinya nyata baginya yang tidak bisa dilakukan hal lain. Dia sudah mengenal Percy selama empat tahun, telah tinggal di rumahnya sepanjang liburan musim panas, berbagi tenda dengannya selama Piala Dunia Quidditch, bahkan telah dihadiahkan nilai penuh darinya di tugas kedua dari Turnamen Triwizard tahun lalu, tetapi sekarang, Percy menganggapnya tidak seimbang dan mungkin bengis. Dan sekarang dengan serbuan simpati kepada ayah angkatnya, Harry berpikir Sirius mungkin satu-satunya orang yang dikenalnya yang bisa benar-benar mengerti bagaimana perasaannya saat itu, karena Sirius berada dalam situasi yang sama. Hampir semua orang dalam dunia sihir mengira Sirius seorang pembunuh berbahaya dan pendukung besar Voldemort dan dia harus hidup dengan pengetahuan itu selama empat belas tahun ... Harry berkedip. Dia baru saja melihat sesuatu di dalam api yang tidak mungkin berada di sana. Benda itu telah tampak dan menghilang dengan segera. Tidak ... tidak mungkin ... dia telah membayangkannya karena dia baru saja memikirkan Sirius ... "OK, tulis itu," Hermione berkata kepada Ron, sambil mendorong esainya dan sehelai perkamen yang penuh tulisannya sendiri kepada Ron, "lalu tambahkan kesimpulan yang telah kutuliskan untukmu." "Hermione, sejujurnya kau orang paling menakjubkan yang pernah kutemui," kata Ron dengan lemah, "dan kalau aku pernah kasar kepadamu lagi -- " "-- aku akan tahu kau sudah kembali normal," kata Hermione. "Harry, esaimu OK kecuali yang sedikit ini di akhir, kukira kau pasti salah mendengar ucapan Profesor Sinistra, Europa tertutup es, bukan tikus -- Harry?" Harry telah meluncur turun dari kursinya bertumpu pada lututnya dan sekarang sedang berjongkok di permadani yang gosong dan tipis, menatap ke dalam api. "Er -- Harry?" kata Ron dengan tidak yakin. "Kenapa kau di bawah sana?" "Karena aku baru saja melihat kepala Sirius di dalam api," kata Harry. Dia berbicara dengan tenang; lagipula, dia telah melihat kepala Sirius di api yang sama ini tahun sebelumnya dan berbicaranya dengannya juga; walau begitu, dia tidak bisa yakin bahwa dia benar-benar melihatnya kali ini ... kepala itu telah menghilang begitu cepat ... "Kepala Sirius?" Hermione mengulangi. "Maksudmu seperti ketika dia mau berbicara kepadamu selama Turnamen Triwizard? Tapi dia tidak akan melakukan itu sekarang, itu akan terlalu Sirius!" Dia menarik napas cepat, sambil menatap ke api; Ron menjatuhkan pena bulunya. Di sana di tengah nyala api yang menari-nari ada kepala Sirius, rambut panjang gelap berjatuhan di sekitar wajahnya yang menyengir. "Aku mulai mengira kalian akan pergi tidur sebelum semua orang lainnya menghilang," katanya. "Aku telah memeriksa setiap jam. "Kau telah muncul ke dalam api setiap jam?" Harry berkata, setengah tertawa. "Hanya selama beberapa detik untuk memeriksa apakah keadaan aman." "Tapi bagaimana kalau kau terlihat?" kata Hermione dengan cemas. "Well, kukira seorang anak perempuan -- kelas satu, dari tampangnya -- mungkin melihatku sekilas, tapi jangan khawatir" Sirius berkata dengan buru-buru, ketika Hermione mengatupkan tangan ke mulutnya, "Aku sudah pergi saat dia memandang balik kepadaku dan aku bertaruh dia cuma mengira aku batang kayu yang berbentuk aneh atau apapun." "Tapi, Sirius, ini mengambil resiko besar --"" Hermione mulai. "Kau terdengar seperti Molly," kata Sirius. "Ini satu-satunya cara yang bisa kudapat untuk menjawab surat Harry tanpa menggunakan kode -- dan kode bisa dipecahkan." Ketika menyebut surat Harry, Hermione dan Ron berpaling kepadanya. "Kau tidak bilang kau menulis surat kepada Sirius!" kata Hermione menuduh. "Aku lupa," kata Harry, yang memang benar; pertemuannya dengan Cho di Kandang Burung Hantu telah mengenyahkan semua hal sebelumnya keluar dari pikirannya. "Jangan melihat kepadaku seperti itu, Hermione, tidak mungkin seseorang mendapatkan informasi rahasian darinya, benar bukan, Sirius?" "Tidak, sangat bagus," kata Sirius, sambil tersenyum. "Ngomong-ngomong, kita sebaiknya bergegas, kalau-kalau kita diganggu -- bekas lukamu." "Bagaimana dengan --?" Ron mulai, tetapi Hermione menyelanya. "Kami akan memberitahumu nanti. Teruskan, Sirius." "Well, aku tahu tidak menyenangkan ketika sakit, tapi kami tidak mengira ada yang patut dikhawatirkan. Bekas lukamu terus sakit sepanjang tahun lalu, bukan?" "Yeah, dan Dumbledore bilang terjadi kapanpun Voldemort merasakan emosi yang kuat," kata Harry, sambil mengabaikan, seperti biasa, kerenyit di wajah Ron dan Hermione. "Jadi mungkin dia hanya, aku tak tahu, benar-benar marah atau apapun malam aku melewati detensi itu." "Well, sekarang setelah dia kembali pasti akan lebih sering sakit," kata Sirius. "Jadi menurutmu tidak berhubungan dengan Umbridge menyentuhku ketika aku dalam detensi bersamanya?" Harry bertanya. "Aku meragukan itu," kata Sirius. "Aku kenal reputasinya dan aku yakin dia bukan Pelahap Maut -- " "Dia cukup jahat untuk jadi satu," kata Harry dengan muram, dan Ron dan Hermione mengangguk kuat-kuat menyetujui. "Ya, tapi dunia ini tidak terbagi ke dalam orang baik dan para Pelahap Maut," kata Sirius dengan senyum masam. "Walalupun aku tahu dia tidak menyenangkan -- kau seharusnya mendengar Remus berbicara mengenai dia." "Apakah Lupin kenal dia?" kata Harry cepat-cepat, teringat komentar Umbridge mengenai keturunan campuran yang berbahaya dalam pelajaran pertamanya. "Tidak," kata Sirius, "tetapi dia mengusulkan undang-undang anti manusia serigala dua tahun yang lalu yang membuatnya hampir tidak mungkin mendapatkan pekerjaan." Harry teringat betapa lebih kusamnya Lupin terlihat akhir-akhir ini dan ketidaksukaannya pada Umbridge lebih mendalam lagi. "Ada apa antara dia dan manusia serigala?" kata Hermione dengan marah. "Kukira takut pada mereka," kata Sirius, sambil tersenyum melihat kemarahannya. "Tampaknya dia membenci setengah manusia; dia juga berkampanye agar para manusia duyung dikumpulkan dan diberi tanda pengenal tahun lalu. Bayangkan memboroskan waktu dan energimu menyiksa para manusia duyung ketika ada kain rombeng seperti Kreacher yang berkeliaran." Ron tertawa tetapi Hermione tampak tidak senang. "Sirius!" katanya dengan mencela. "Jujur saja, kalau kau membuat usaha dengan Kreacher, aku yakin dia akan menanggapi. Lagipula, kau satu-satunay anggota keluarga yang dimilikinya, dan Profesor Dumbledore berkata -- " "Jadi, seperti apa pelajaran Umbridge?" Sirius menyela. "Apakah dia melatih kalian semua unutk membunuh keturunan campuran?" "Tidak," kata Harry, sambil mengabaikan pandangan tersinggung Hermione karena pembelaannya untuk Kreacher dipotong. "Dia tidak membolehkan kami menggunakan sihir sama sekali!" "Yang kami lakukan hanyalah membaca buku pegangan bodoh itu," kata Ron. "Ah, well, itu jelas," kata Sirius. "Informasi kami dari dalam Kementerian adalah bahwa Fudge tidak mau kalian terlatih untuk pertarungan." "Terlatih untuk pertarungan!" ulang Harry dengan tidak percaya. "Dikiranya apa yang kami lakukan di sini, membentuk semacam tentara sihir?" "Itulah persisnya apa yang dikiranya sedang kalian lakukan," kata Sirius, "atau, lebih tepatnya, itulah persisnya yang ditakutkannya sedang dilakukan Dumbledore -membentuk tentara pribadinya sendiri, sehingga dia akan bisa mengalahkan Kementerian Sihir." Ada jeda akibat hal ini, lalu Ron berkata, "Itu hal terbodoh yang pernah kudengar, termasuk semua hal yang dikeluarkan Luna Lovegood." "Jadi kami dilarang belajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam karena Fudge takut kami akan menggunakan mantera-mantera itu melawan Kementerian?" kata Hermione, terlihat marah. "Yep," kata Sirius. "Fudge mengira Dumbledore tidak akan berhenti demi apapun untuk merebut kekuasaan. Dia menjadi semakin paranoid tentang Dumbledore semakin hari. Cuma masalah waktu sebelum dia menyuruh Dumbledore ditangkap atas tuduhan yang dibuat-buat." Ini mengingatkan Harry pada surat Percy. "Tahukah kau kalau akan ada sesuatu mengenai Dumbledore di Daily Prophet besok? Kakak Ron Percy berpendapat akan ada -- " "Aku tidak tahu," kata Sirius, "Aku belum bertemu siapapun dari Order sepanjang akhir pekan, mereka semua sibuk. Cuma Kreacher dan aku di sini." Ada nada getir yang nyata dalam suara Sirius. "Jadi kamu juga belum mendapat kabar apapun tentang Hagrid?" "Ah kata Sirius, "well, dia seharusnya sudah kembali sekarang, tak ada yang yakin apa yang telah menimpanya." Lalu, melihat wajah terpukul mereka, dia menambahkan cepat-cepat, "Tapi Dumbledore tidak khawatir, jadi kalian bertiga jangan khawatir; aku yakin Hagrid baik-baik saja." "Tapi kalau dia seharusnya sudah kembali sekarang kata Hermione dengan suara kecil dan cemas. "Madame Maxime bersamanya, kami sudah berhubungan dengan dia dan katanya mereka berpisah dalam perjalanan pulang -- tapi tidak ada apapun yang menandakan dia terluka atau -- well, tak ada apapun yang menandakan dia tidak baik-baik saja." Tidak yakin, Harry, Ron dan Hermione saling pandang dengan cemas. "Dengar, jangan terlalu banyak bertanya mengenai Hagrid," kata Sirius dengan cepat, "cuma akan menarik lebih banyak perhatian pada kenyataan bahwa dia belum kembali dan aku tahu Dumbledore tidak mau itu. Hagrid kuat, dia akan baik-baik saja." Dan ketika mereka tidak tampak terhibur, Sirius menambahkan, "Ngomong-ngomong, kapan akhir pekan Hogsmeade kalian? Aku berpikir, kita lolos dengan samaran anjing di stasiun, bukan? Kukira aku bisa -- " "TIDAK!" kata Harry dan Hermione bersama-sama, dengan sangat keras. "Sirius, apakah kau membaca Daily Prophet?" kata Hermione dengan cemas. "Oh, itu," kata Sirius sambil nyengir, "mereka selalu menebak-nebak di mana aku berada, mereka tidak punya satu pun petunjuk -- " "Yeah, tapi kami kira kali ini mereka punya," kata Harry. "Sesuatu yang dikatakan Malfoy di kereta api membuat kami mengira dia tahu itu kau, dan ayahnya ada di peron, Sirius -- kau tahu, Lucius Malfoy -- jadi jangan datang ke sini, apapun yang kau lakukan. Kalau Malfoy mengenali kamu lagi -- " "Baiklah, baiklah, aku dapat intinya," kata Sirius. Dia terlihat sangat tidak senang. "Cuma sebuah ide, kukira kau mungkin mau berkumpul." "Aku mau, aku hanya tidak mau kau tertangkap kembali ke Azkaban!" kata Harry. Ada jeda sementara Sirius memandang dari api kepada Harry dengan garis di antara matanya yang cekung. "Kau lebih tidak mirip ayahmu dari yang kukira," akhirnya dia berkata, dengan nada dingin nyata dalam suaranya. "Resiko yang akan membuatnya menyenangkan bagi James." "Lihat --" "Well, sebaiknya aku pergi, aku bisa mendengar Kreacher menuruni tangga," kata Sirius, tetapi Harry yakin dia sedang berbohong. "Kalau begitu, aku akan menulis surat kepadamu memberitahumu kapan aku bisa kembali ke api? Kalau kau bisa mengambil resiko?" Ada bunyi pop kecil, dan di tempat yang tadinya terdapat kepala Sirius nyala api berkelap-kelip sekali lagi. BAB LIMA BELAS Penyelidik Tinggi Hogwarts Mereka telah berharap untuk memeriksa Daily Prophet Hermione dengan teliti pagi berikutnya untuk mencari artikel yang disebut Percy dalam suratnya. Akan tetapi, burung hantu pengantar yang berangkat pergi baru saja menyenggol puncak kendi susu ketika Hermione mengeluarkan napas tertahan dan meratakan surat kabar itu untuk memperlihatkan sebuah foto besar Dolores Umbridge, yang sedang tersenyum lebar dan berkedip pelan kepada mereka dari balik judul berita. KEMENTERIAN MENGINGINKAN REFORMASI PENDIDIKAN DOLORES UMBRIDGE DIANGKAT PENYELIDIK TINGGI PERTAMA KALINYA "Umbridge "Penyelidik Tinggi"?" kata Harry murung, potongan roti panggangnya yang termakan setengah meluncur dari jari-jarinya. "Apa artinya itu:?" Hermione membaca keras-keras: "Dengan langkah mengejutkan kemarin malam, Kementerian Sihir mengesahkan undang-undang baru yang memberinya tingkat pengendalian yang belum pernah dimilikinya sebelumnya di Sekolah Sihir Hogwarts. ""Kementerian telah menjadi tidak tenang karena hal-hal yang berlangsung di Hogwarts beberapa waktu ini," kata Asisten junior untuk Menteri, Percy Weasley. "Beliau sekarang menanggapi kekhawatiran yang disuarakan oleh para orang tua murid yang cemas, yang merasa sekolah itu mungkin sedang bergeser ke arah yang tidak mereka setujui." "Ini bukan pertama kalinya dalam minggu-minggu belakangan ini Menteri, Cornelius Fudge, menggunakan hukum untuk mengadakan perbaikan di sekolah sihir tersebut. Tertanggal 30 Agustus lalu, Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Dua disahkan, untuk menjamin bahwa, dalam kejadian di mana Kepala Sekolah sekarang tidak mampu menyediakan kandidat untuk pos pengajaran, Kementerian harus memilih orang yang tepat. ""Begitulah caranya Dolores Umbridge ditunjuk sebagai staf pengajar di Hogwarts," kata Weasley tadi malam. "Dumbledore tidak bisa menemukan siapapun jadi Menteri memasukkan Umbridge, dan tentu saja, dia telah menjadi sebuah keberhasilan serta merta "Dia telah menjadi APA?" kata Harry keras-keras. "Tunggu, ada lagi," kata Hermione dengan murung. sebuah keberhasilan serta merta, benar-benar merevolusi pengajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam dan menyediakan umpan balik dari lapangan kepada Kementerian mengenai apa yang sebenarnya sedang terjadi di Hogwarts." "Adalah fungsi terakhir yang sekarang telah diformalisasi Kementerian dengan disahkannya Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Tiga, yang menciptakan kedudukan baru yakni Penyelidik Tinggi Hogwarts. ""Ini adalah fase baru yang menggembirakan dalam rencana Kementerian untuk mengendalikan apa yang disebut beberapa orang sebagai standar yang jatuh di Hogwarts," kata Weasley. "Penyelidik akan memiliki kekuasaan untuk menginspeksi para pendidik sejawatnya dan meyakinkan bahwa mereka cukup kompeten. Profesor Umbridge telah ditawari kedudukan ini sebagai tambahan pada pos pengajarannya sendiri dan kami senang mengatakan bahwa beliau telah menerimanya." "Langkah baru Kementerian telah menerima dukungan antusias dari para orang tua murid di Hogwarts. "Aku merasa jauh lebih tenang sekarang setelah aku tahu Dumbledore akan menjalani evaluasi yang adil dan obyektif," kata Mr Lucius Malfoy, 41, yang berbicara dari rumah besarnya di Wiltshire tadi malam. "Banyak dari kami yang menginginkan yang terbaik untuk anak-anak kami khawatir mengenai beberapa keputusan Dumbledore yang eksentrik dalam beberapa tahun terakhir ini dan merasa senang mengetahui bahwa Kementerian sedang mengawasi situasi tersebut." "Di antara keputusan-keputusan eksentrik tersebut tanpa diragukan lagi adalah penunjukan staf kontroversial yang telah digambarkan dalam surat kabar ini sebelumnya, yang melibatkan pemekerjaan manusia serigala Remus Lupin, setengah raksasa Rubeus Hagrid dan mantan Auror yang suka berkhayal, "Mad-Eye" Moody. "Rumor berkembang, tentu saja, bahwa Albus Dumbledore, yang pernah menjadi Supreme Mugwump dari Konfederasi Penyihir Internasional dan Ketua Penyihir di Wizengamot, tidak lagi mampu menerima tugas mengelola sekolah Hogwarts yang bergengsi. ""Kukira penunjukkan Penyelidik merupakan langkah pertama untuk menjamin Hogwarts memiliki seorang kepala sekolah yang bisa kita berikan kepercayaan penuh kita," kata orang dalam Kementerian kemarin malam. "Tetua Wizengamot Griselda Marchbanks dan Tiberius Ogden telah mengundurkan diri sebagai protes atas pengenalan pos Penyelidik ke Hogwarts. ""Hogwarts adalah sebuah sekolah, bukan pos terdepan dari kantor Cornelius Fudge," kata Madam Marchbanks. "Ini adalah usaha lebih lanjut yang menjijikkan untuk mendiskreditkan Albus Dumbledore." "(Untuk cerita lengkap tentang hubungan yang diduga keras terdapat antara Madam Marchbanks dengan kelompok-kelompok goblin subversif, balik ke halaman tujuh belas.)" Hermione selesai membaca dan memandang ke seberang meja kepada mereka berdua. "Jadi sekarang kita tahu bagaimana kita mendapatkan Umbridge! Fudge mengesahkan "Dekrit Pendidikan" ini dan memaksakannya kepada kita! Dan sekarang dia telah memberinya kekuasaan untuk menginspeksi guru-guru yang lain!" Hermione sedang bernapas cepat dan matanya berkilat terang. "Aku tidak bisa mempercayai ini. Keterlaluan!" "Aku tahu," kata Harry. Dia memandangi tangan kanannya, yang tercengkeram ke puncak meja, dan melihat garis luar putih samar dari kata-kata yang telah dipaksa Umbridge untuk disayatkannya ke kulitnya. Tetapi sebuah seringai terbentang di wajah Ron. "Apa?" kata Harry dan Hermione bersama-sama, sambil menatapnya. "Oh, aku tak sabar menunggu untuk melihat McGonagall diinspeksi," kata Ron dengan gembira. "Umbridge tidak akan tahu apa yang menimpanya." "Well, ayolah," kata Hermione sambil melompat bangkit, "kita sebaiknya bergegas, kalau dia akan menginspeksi kelas Binns kita tidak mau terlambat ... " Tetapi Profesor Umbridge tidak menginspeksi pelajaran Sejarah Sihir mereka, yang sama membosankannya seperti Senin lalu, dia juga tidak berada di ruang bawah tanah Snape ketika mereka tiba untuk Ramuan ganda, di mana esai batu bulan Harry diserahkan kembali kepadanya dengan huruf "D" hitam runcing besar tercoret di sudut atasnya. "Aku telah memberikan kepada kalian nilai-nilai yang akan kalian terima kalau kalian menyerahkan pekerjaan ini di OWL kalian," kata Snape dengan senyum menyeringai, ketika dia berjalan di antara mereka, membagikan kembali pekerjaan rumah mereka. "Ini seharusnya memberi kalian gagasan realistis atas apa yang bisa diharapkan dalam ujian." Snape mencapai bagian depan kelas dan berbalik menghadap mereka. "Standar umum dari pekerjaan rumah ini tidak kepalang. Sebagian besar dari kalian akan gagal kalau ini ujian kalian. Aku berharap melihat lebih banyak usaha untuk esai minggu ini mengenai berbagai varietas penawar racun, atau aku akan mulai memberikan detensi kepada orang-orang bodoh yang mendapatkan "D"" Dia tersenyum menyeringai sementara Malfoy terkikik-kikik dan berkata dengan bisikan yang terdengar, "Beberapa orang dapat "D"? Ha!" Harry sadar bahwa Hermione sedang memandang ke samping untuk melihat nilai apa yang diterimanya; dia menyelipkan esai batu bulannya kembali ke dalam tasnya secepat mungkin, merasa bahwa dia lebih suka menjaga informasi itu tetap pribadi. Bertekad tidak akan memberikan Snape alasan untuk menggagalkannya pada pelajaran ini, Harry membaca dan membaca ulang setiap baris instruksi di papan tulis setidaknya tiga kali sebelum melaksanakannya. Larutan Penguatnya tidak persis berwarna biru kehijauan cerah seperti milik Hermione tetapi setidaknya berwarna biru bukannya merah muda, seperti milik Neville, dan dia mengantarkan setabung larutan itu ke meja tulis Snape di akhir pelajaran dengan perasaan campur aduk antara menantang dan lega. "Well, tidak seburuk minggu lalu, bukan?" kata Hermione, ketika mereka menaiki tangga keluar dari ruang bawah tanah itu dan menyeberangi Aula Depan menuju makan siang. "Dan pekerjaan rumah itu tidak terlalu buruk juga, bukan?" Ketika Ron maupun Harry tidak menjawab, dia menekan terus, "Maksudku, baiklah, aku tidak mengharapkan nilai tertinggi, tidak kalau dia menilainya dengan standar OWL, tetapi lulus saja cukup membesarkan hati pada tahap ini, bukankah menurut kalian begitu?" Harry mengeluarkan suara tidak jelas dari tenggorokannya. "Tentu saja, banyak yang bisa terjadi antara sekarang dengan ujian, kita punya banyak waktu untuk memperbaiki, tetapi nilai-nilai yang kita peroleh sekarang semacam garis dasar, bukan begitu? Sesuatu yang bisa kita bangun Mereka duduk bersama di meja Gryffindor. "Terang saja, aku akan sangat senang kalau aku dapat "O" --" "Hermione," kata Ron dengan tajam, "kalau kau ingin tahu nilai apa yang kami dapatkan, tanya." "Aku tidak -- aku tidak bermaksud -- well, kalau kalian mau memberitahuku -- " "Aku dapat "P"," kata Ron, sambil menyendokkan sup ke mangkoknya. "Senang?" "Well, tak perlu merasa malu atas apapun," kata Fred, yang baru saja tiba di meja dengan George dan Lee Jordan dan duduk di sebelah kanan Harry. "Tak ada yang salah dengan nilai "P" sehat." "Tapi," kata Hermione, "bukankah "P" singkatan dari ""Poor" (buruk), yeah," kata Lee Jordan. "Tapi masih lebih baik daripada "D", "kan? "Dreadful" (mengerikan)?" Harry merasa wajahnya menjadi hangat dan pura-pura batuk kecil akibat roti gulungnya. Ketika dia keluar dari batuk-batuk ini dia menyesal mengetahui bahwa Hermione masih terus membicarakan nilai-nilai OWL. "Jadi nilai tertinggi "O" untuk "Outstanding" (luar biasa)," dia sedang berkata, "dan lalu ada "A" -- " "Bukan, "E"," George mengoreksi dia, ""E" untuk "Exceeds Expectations" (melebihi harapan). Dan aku selalu berpikir Fred dan aku seharusnya mendapat "E" dalam semua hal, karena kami melebihi harapan hanya dengan muncul di saat ujian." Mereka semua tertawa kecuali Hermione, yang meneruskan, "Jadi, setelah "E" ada "A" untuk "Acceptable" (dapat diterima), dan itu nilai lulus terakhir, bukan?" "Yep," kata Fred sambil mencelupkan sebuah roti ke supnya, memindahkannya ke mulutnya dan menelannya utuh. "Lalu kau mendapat "P" untuk "Poor" --" Ron mengangkat kedua lengannya dengan tiruan perayaan "-- dan "D" untuk "Dreadful" (mengerikan)." "Dan kemudian "T"," George mengingatkan dia. ""T"?" tanya Hermione, terlihat terkejut. "Bahkan lebih rendah daripada "D"? Apa kepanjangan dari "T" --?" ""Troll"," kata George cepat. Harry tertawa lagi, walaupun dia tidak yakin apakah George sedang bercanda atau tidak. Dia membayangkan mencoba menyembunyikan dari Hermione bahwa dia telah mendapat "T" di semua OWLnya dan segera bertekad untuk bekerja lebih keras mulai sekarang. "Kalian sudah ada pelajaran yang diinspeksi?" Fred bertanya kepada mereka. "Tidak," kata Hermione seketika. "Kalian?" "Baru saja, sebelum makan siang," kata George. "Jimat dan Guna-Guna." "Seperti apa?" Harry dan Hermione bertanya serempak. Fred mengangkat bahu. "Tidak seburuk itu. Umbridge cuma bersembunyi di sudut sambil mencatat di papan jepit. Kalian tahu seperti apa Flitwick, dia memperlakukannya seperti seorang tamu, tidak tampak terganggu sama sekali. Umbridge tidak mengatakan banyak. Menanyai Alicia beberapa pertanyaan mengenai seperti apa biasanya kelas itu, Alicia memberitahunya benar-benar bagus, itu saja." "Aku tidak bisa melihat Flitwick tua mendapat nilai jelek," kata George, "dia biasanya membimbing semua orang melewati ujian mereka dengan baik." "Siapa yang kalian dapat sore ini?" Fred bertanya kepada Harry. "Trelawney -- " "Nilai "T" kalau pernah kulihat satu." "-- dan Umbridge sendiri." "Well, jadi anak baik dan jaga amarahmu dengan Umbridge hari ini," kata George. "Angelina akan jadi gila kalau kau ketinggalan latihan Quidditch lagi." Tetapi Harry tidak harus menunggu Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam untuk berjumpa dengan Profesor Umbridge. Dia sedang menarik keluar diari mimpinya dalam tempat duduk di bagian paling belakang ruangan Ramalan yang diliputi bayang-bayang ketika Ron menyikunya di tulang iga dan, ketika memandang sekeliling, dia melihat Profesor Umbridge muncul dari pintu jebakan di lantai. Kelas itu, yang tadinya sedang berbicara dengan riang terdiam seketika. Turunnya tingkat kebisingan yang mendadak membuat Profesor Trelawney, yang telah menunggu untuk membagikan salinan Ramalan Mimpi, memandang sekeliling. "Selamat sore, Profesor Trelawney," kata Profesor Umbridge dengan senyum lebarnya. "Saya yakin Anda telah menerima catatan saya? Memberi waktu dan tanggal inspeksi Anda?" Profesor Trelawney mengangguk dengan kaku dan, terlihat sangat tidak puas, memalingkan punggungnya kepada Profesor Umbridge dan melanjutkan membagikan buku-buku. Masih tersenyum, Profesor Umbridge meraih punggung kursi berlengan terdekat dan menariknya ke depan kelas sehingga berada beberapa inci di belakang tempat duduk Profesor Trelawney. Dia lalu duduk, mengambil papan jepitnya dari tas bunga-bunganya dan mellihat ke atas dengan harapan, menunggu kelas dimulai. Profesor Trelawney menarik syalnya ketat melingkupi dirinya dengan tangan-tangan yang sedikit gemetar dan meneliti kelas itu melalui kacamata besarnya yang memiliki lensa-lensa pembesar. "Kita akan meneruskan pelajaran kita mengenai mimpi-mimpi yang bersifat ramalan hari ini," katanya dengan usaha berani dengan nada mistiknya yang biasa, walaupun suaranya bergetar sedikit. "Tolong berpencar menjadi pasangan-pasangan, dan interpretasikan penglihatan waktu malam terakhir satu sama lain dengan bantuan buku Ramalan." Dia bertindak seolah-olah akan berjalan balik ke tempat duduknya, melihaqt Profesor Umbridge duduk tepat di sampingnya, dan segera membelok tajam ke kiri menuju Parvati dan Lavender, yang telah memulai diskusi mendalam mengenai mimpi terbaru Parvati. Harry membuka salinan Ramalan Mimpinya, sambil mengamati Umbridge dengan sembunyi-sembunyi. Dia telah mencatat di papan jepitnya. Setelah beberapa menit dia bangkit dan mulai berjalan bolak balik di dalam ruangan itu mengikuti Trelawney, sambil mendengarkan percakapannya dengan para murid dan mengajukan pertanyaan di sana-sini. Harry membungkukkan kepalanya cepat-cepat ke bukunya. "Pikirkan sebuah mimpi, cepat," dia menyuruh Ron, "kalau-kalau katak tua itu datang ke tempat kita." "Aku sudah melakukannya terakhir kali," Ron protes, "sekarang giliranmu, kau beritahu aku sekali." "Oh, aku tak tahu kata Harry dengan putus asa, yang tidak bisa mengingat telah memimpikan apapun sama sekali beberapa hari terakhir ini. "Katakanlah aku mimpi aku ... menenggelamkan Snape dalam kualiku. Yeah, itu bisa Ron terkekeh-kekeh selagi dia membuka Ramalan Mimpinya. "OK, kita harus menambahkan umurmu dengan tanggal kau dapat mimpi itu, jumlah huruf-huruf dalam subyek itu ... apakah "tenggelam" atau "kuali" atau "Snape"?" "Tidak masalah, pilih apa saja," kata Harry, sambil mencuri pandang ke belakangnya. Profesor Umbridge sekarang sedang berdiri dekat bahu Profesor Trelawney sambil mencatat sementara guru Ramalan itu menanyai Neville mengenai diari mimpinya. "Malam apa kamu memimpikan ini lagi?" Ron berkata, terbenam dalam perhitungan. "Aku tidak tahu, kemarin malam, kapanpun kau suka," Harry memberitahunya, sambil memcoba mendengarkan apa yang sedang dikatakan Umbridge kepada Profesor Trelawney. Mereka hanya satu meja jauhnya dari dia dan Ron sekarang. Profesor Umbridge sedang mencatat lagi ke papan jepitnya dan Profesor Trelawney terlihat sangat gelisah. "Sekarang," kata Umbridge, sambil memandang Trelawney, "Anda telah berada dalam pos ini berapa lama, tepatnya?" Profesor Trelawney cemberut kepadanya, dengan lengan disilang dan bahu dibungkukkan seakan-akan ingin melindungi dirinya sebaik mungkin dari penghinaan berupa inspeksi ini. Setelah jeda sebentar di mana dia tampaknya memutuskan bahwa pertanyaan itu tidak menghina sehingga dia bisa mempunyai alasan untuk mengabaikannya, dia berkata dengan nada yang penuh kebencian, "Hampir enam belas tahun." "Cukup lama," kata Profesor Umbridge, sambil mencatat ke papan jepitnya. "Jadi, Profesor Dumbledore yang menunjuk Anda?" "Itu benar," kata Profesor Trelawney singkat. Profesor Umbridge mencatat lagi. "Dan Anda adalah cucu buyut dari Peramal terkenal Cassandra Trelawney?" "Ya," kata Profesor Trelawney, sambil mengangkat kepalanya sedikit. Mencatat lagi ke papan jepit. "Tapi kukira -- betulkan kalau saya salah -- bahwa Anda adalah orang pertama dalam keluarga Anda semenjak Cassandra yang memiliki Penglihatan Kedua?" "Hal-hal ini sering melompati -- er -- tiga generasi," kata Profesor Trelawney. Senyum Profesor Trelawney yang mirip katak melebar. "Tentu saja," katanya dengan manis, sambil mencatat lagi. "Well, kalau begitu Anda bisa meramalkan sesuatu untukku?" Dan dia memberikan pandangan bertanya, masih sambil tersenyum. Profesor Trelawney menjadi kaku seolah-olah tidak bisa mempercayai telinganya. "Saya tidak mengerti," katanya, sambil mencengkeram syal di sekitar lehernya yang kurus. "Saya ingin Anda membuat ramalan untuk saya," kata Profesor Umbridge dengan sangat jelas. Harry dan Ron bukan satu-satunya orang yang sekarang mengamati dan mendengarkan diam-diam dari balik buku mereka. Sebagian besar dari kelas itu sedang menatap terpaku kepada Profesor Trelawney ketika dia bangkit berdiri, manik-manik dan gelangnya berbunyi. "Mata Dalam tidak Melihat menuruti perintah!" katanya dengan nada tersinggung. "Saya mengerti," kata Profesor Trelawney dengan lembut, sambl mencatat lagi ke papan jepitnya. "Aku -- tapi -- tapi ... tunggu!" kata Profesor Trelawney tiba-tiba, dalam usahanya dengan suara halusnya yang biasa, walaupun efek mistis dirusak oleh caranya bergetar karena marah. "Ku kukira aku memang melihat sesuatu ... sesuatu yang menyangkut Anda ... kenapa, aku merasakan sesuatu ... sesuatu yang kelam ... suatu bahaya maut Profesor Trelawney menunjuk dengan jari bergetar kepada Profesor Umbridge yang terus tersenyum lembut kepadanya, dengan alis terangkat. "Aku takut ... aku takut kalau Anda berada dalam bahaya maut!" Profesor Trelawney menyelesaikan dengan dramatis. Ada jeda. Profesor Umbridge memandangi Profesor Trelawney. "Benar," katanya dengan lembut, sambil mencoret-coret ke papan jepitnya sekali lagi. "Well, kalau itu benar-benar yang terbaik yang bisa Anda lakukan ... " Dia berpaling, meninggalkan Profesor Trelawney terpaku di tempat, dadanya turun-naik. Harry saling pandang dengan Ron dan tahu bahwa Ron sedang memikirkan hal yang persis sama dengannya: mereka berdua tahu Profesor Trelawney adalah penipu tua, tetapi di sisi lain, mereka sangat membenci Umbridge sehingga mereka sangat bersimpati di sisi Trelawney -- itu sampai dia berjalan menuju mereka beberapa detik kemudian. "Well?" katanya sambil menjentikkan jari-jari panjangnya di bawah hidung Harry dengan kecepatan tidak biasa. "Mari kulihat awal yang telah kau buat di diari mimpimu." Dan pada waktu dia telah menginterpretasikan mimpi-mimpi Harry dengan suara terkerasnya (yang semuanya, bahkan yang melibatkan makan bubur, tampaknya meramalkan kematian yang dini dan mengerikan), dia merasa jauh kurang simpatik kepadanya Sementara itu, Profesor Umbridge berdiri beberapa kaki jauhnya, sambil mencatat di papan jepit, dan ketika bel berbunyi dia yang pertama menuruni tangga perak dan sedang menunggu mereka semua ketika mereka mencapai pelajaran Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam mereka sepuluh menit kemudian. Dia sedang bersenandung dan tersenyum pada dirinya sendiri ketika mereka memasuki ruangan. Harry dan Ron memberitahu Hermione, yang telah berada di Arithmancy, persisnya apa yang terjadi di Ramalan selagi mereka semua mengeluarkan salinan Teori Sihir Pertahanan mereka, tetapi sebelum Hermione bisa bertanya Profesor Umbridge telah menyuruh mereka semua untuk tenang dan keheningan timbul. "Tongkat disimpan," dia memerintah mereka semua dengan senyum, dan orang-orang yang telah cukup berharap untuk mengeluarkan tongkat, menyimpannya kembali ke dalam tas mereka dengan sedih. "Karena kita telah menyelesaikan Bab Satu pada pelajaran lalu, saya ingin kalian semua membalik ke halaman sembilan belas hari ini dan memulai "Bab Dua, Teori-Teori Pertahanan Umum dan Turunannya". Tidak perlu berbicara." Masih tersenyum lebar puas diri, dia duduk di mejanya. Kelas menghela napas keras ketika membalik, serentak, ke halaman sembilan belas. Harry bertanya-tanya dengan bosan apakah ada cukup banyak bab dalam buku itu untuk membuat mereka terus membaca sepanjang pelajaran tahun ini dan baru akan memeriksa halaman daftar isi ketika dia memperhatikan bahwa Hermione telah mengangkat tangannya lagi. Profesor Umbridge juga telah memperhatikan, dan terlebih lagi, dia kelihatannya telah memikirkan strategi untuk kejadian seperti ini. Bukannya mencoba berpura-pura tidak memperhatikan Hermione dia bangkit dan berjalan mengitari meja-meja di barisan depan sampai mereka saling berhadapan, lalu dia membungkuk dan berbisik, sehingga sisa kelas itu tidak bisa mendengar, "Ada apa kali ini, Miss Granger?" "Saya sudah membaca Bab Dua," kata Hermione. "Well, kalau begitu, lanjut ke Bab Tiga." "Saya juga telah membaca itu. Saya sudah membaca keseluruhan buku itu." Profesor Umbridge berkedip tetapi mendapatkan kembali sikap tenangnya hampir seketika. "Well, kalau begitu, kamu seharusnya bisa memberitahuku apa yang dikatakan Slinkhard tentang kontra-kutukan dalam Bab Lima Belas." "Dia bilang bahwa kontra-kutukan tidak dinamai dengan tepat," kata Hermione cepat. "Dia bilang "kontra-kutukan" hanya nama yang diberikan orang-orang pada kutukan mereka ketika mereka ingin membuatnya terdengar lebih bisa diterima." Profesor Umbridge menaikkan alisnya dan Harry tahu dia terkesan, di luar kehendaknya. "Tetapi saya tidak setuju," Hermione melanjutkan. Alis Profesor Umbridge naik sedikit lebih tinggi lagi dan pandangannya menjadi semakin dingin. "Kamu tidak setuju?" ulangnya. "Ya," kata Hermione, yang, tidak seperti Umbridge, tidak sedang berbisik, melainkan berbicara dengan suara keras yang terdengar jelas yang sekarang telah menarik perhatian sisa kelas itu. "Mr Slinkhard tidak suka kutukan, bukan? Tapi, kukira kutukan bisa sangat berguna kalau digunakan untuk pertahanan." "Oh, kaukira begitu, bukan?" kata Profesor Umbridge, lupa berbisik dan sambil meluruskan diri. "Well, kutakut opini Mr Slinkhard, dan bukan opinimu, yang penting dalam ruang kelas ini, Miss Granger." "Tapi -- " Hermione mulai. "Sudah cukup," kata Profesor Umbridge. Dia berjalan kembali ke depan kelas dan berdiri menghadap mereka, semua rasa puas diri yang diperlihatkannya di awal pelajaran telah hilang. "Miss Granger, aku akan mengambil lima poin dari asrama Gryffindor." Ada gumaman riuh mendengar ini. "Untuk apa?" kata Harry dengan marah. "Jangan melibatkan dirimu!" Hermione berbisik mendesak kepadanya. "Karena mengacaukan kelasku dengan interupsi tanpa ujung," kata Profesor Umbridge dengan lancar. "Saya berada di sini untuk mengajar kalian dengan metode yang disetujui Kementerian yang tidak melibatkan mengajak murid-murid untuk memberikan opini mereka mengenai masalah-masalah yang hanya sedikit dimengerti mereka. Guru-guru kalian sebelumnya di mata pelajaran ini mungkin telah memberikan kalian lebih banyak kebebasan, tetapi karena tak satupun dari mereka -mungkin terkecuali Profesor Quirrel yang setidaknya tampak telah membatasi dirinya dengan mata pelajaran yang sesuai dengan tingkat umur kalian -- akan lulus inspeksi Kementerian -- " "Yeah, Quirrel guru yang hebat," kata Harry keras-keras, "hanya ada kekurangan kecil bahwa dia punya Lord Voldemort yang muncul dari balik kepalanya." Pernyataan ini diikuti dengan salah satu keheningan terkuat yang pernah didengar Harry. Lalu -"Kukira detensi seminggu lagi akan bermanfaat untukmu, Mr Potter," kata Umbridge dengan halus. * Luka sayat di punggung tangan Harry belum lagi sembuh dan, pagi berikutnya, sudah berdarah lagi. Dia tidak mengeluh selama detensi malam itu; dia bertekad tidak akan memberi Umbridge kepuasan; lagi dan lagi dia menulis Saya tidak boleh berbohong dan tak satu suarapun keluar dari mulutnya, walaupun luka sayat itu semakin dalam dengan setiap hurufnya. Bagian terburuk dari detensi minggu kedua adalah, seperti yang telah diramalkan George, reaksi Angelina. Dia menyudutkan Harry begitu dia tiba di meja Gryffindor untuk makan pagi pada hari Selasa dan berteriak demikian keras sehingga Profesor McGonagall datang kepada mereka berdua dari meja guru. "Miss Johnson, beraninya kamu membuat keributan seperti ini di Aula Besar! Lima poin dari Gryffindor!" "Tapi Profesor -- dia membuat dirinya terkena detensi lagi -- " "Ada apa ini, Potter?" kata Profesor McGonagall dengan tajam sambil memberondong Harry. "Detensi? Dari siapa?" "Dari Profesor Umbridge," gumam Harry, tanpa memandagn mata Profesor McGonagall yang berbingkai persegi. "Apakah kamu memberitahuku," katanya sambil merendahkan suaranya sehingga kelompok anak-anak Ravenclaw yang ingin tahu di belakang mereka tidak bisa mendengar," bahwa setelah peringatan yang kuberikan kepadamu Senin lalu kau kehilangan kendali di kelas Profesor Umbridge lagi?" "Ya," gumam Harry sambil berbicara kepada lantai. "Potter, kau harus mengendalikan dirimu sendiri! Kau menuju masalah besar! Lima poin lagi dari Gryffindor!" "Tapi -- apa -? Profesor, jangan!" Harry berkata, marah karena ketidakadilan ini, "saya telah dihukum olehnya, mengapa Anda juga harus mengambil poin?" "Karena detensi tampaknya tidak berpengaruh apapun terhadapmu!" kata Profesor McGonagall dengan masam. "Tidak, tak sepatah kata keluhan pun, Potter! Dan untukmu, Miss Johnson, kamu akan membatasi adu teriakmu di lapangan Quidditch di kemudian hari atau mempertaruhkan kehilangan kedudukan kapten regu!" Profesor McGonagall berjalan kembali ke meja guru. Angelina memberi Harry pandangan jijik dan pergi, lalu Harry duduk di bangku di samping Ron sambil marah-marah. "Dia mengambil poin dari Gryffindor karena aku membuat tanganku diiris terbuka setiap malam! Bagaimana itu bisa adil, bagaimana?" "Aku tahu, sobat," kata Ron penuh simpati, sambil menjatuhkan daging asin ke piring Harry, "dia melewati batas." Namun Hermione hanya menggersikkan halaman-halaman Daily Prophet-nya dan tidak berkata apapun. "Kau kira McGonagall benar, bukan?" kata Harry dengan marah kepada gambar Cornelius Fudge yang menghalangi wajah Hermione. "Kuharap dia tidak mengambil poin darimu, tapi kukira dia benar memperingatkan kamu agar tidak kehilangan kendali dengan Umbridge," kata suara Hermione, sementara Fudge menggerak-gerakkan tangannya kuat-kuat dari halaman depan, jelas sedang memberikan pidato tertentu. Harry tidak berbicara kepada Hermione sepanjang Jimat dan Guna-Guna, tetapi ketika mereka memasuki Transfigurasi dia lupa sedang jengkel kepadanya. Profesor Umbridge dan papan jepitnya sedang duduk di sudut dan melihatnya saja mengenyahkan ingatan tentang makan pagi dari kepalanya. "Bagus sekali," bisik Ron, ketika mereka duduk di tempat duduk mereka yang biasa. "Mari kita lihat Umbridge dapatkan apa yang pantas diterimanya." Profesor McGonagall berbaris ke dalam ruangan itu tanpa memberi tanda sedikitpun bahwa dia tahu Profesor Umbridge ada di sana. "Sudah cukup," katanya dan keheningan segera timbul. "Mr Finnigan, berbaik hatilah datang ke sini dan menyerahkan kembali pekerjaan rumah -- Miss Brown, tolong ambil kotak tikus ini -- jangan bodoh, nak, mereka tidak akan melukaimu -- dan serahkan satu untuk setiap murid -- " "Hem, hem," kata Profesor Umbridge, menggunakan batuk kecil tolol yang telah dipakainya untuk menyela Dumbledore di malam pertama semester itu. Profesor McGonagall mengabaikan dia. Seamus menyerahkan kembali esai Harry; Harry mengambilnya tanpa memandang dia dan melihat, yang membuatnya lega, bahwa dia berhasil mendapatkan "A". "Kalau begitu, semuanya, dengar baik-baik -- Dean Thomas, kalau kamu melakukan itu kepada tikus itu lagi aku akan memberimu detensi -- sebagian besar dari kalian sekarang telah berhasil Menghilangkan siput-siput kalian dan bahwa mereka yang tertinggal dengan sejumlah cangkang telah mendapatkan inti dari mantera itu. Hari ini, kita akan -- " "Hem, hem," kata Profesor Umbridge. "Ya?" kata Profesor McGonagall, sambil berbalik, alisnya begitu rapat sehingga terlihat membentuk satu garis bengis panjang. "Saya hanya bertanya-tanya, Profesor, apakah Anda telah menerima catatanku yang memberitahu Anda tanggal dan waktu inspek-- " "Tentu saja saya menerimanya, atau saya akan bertanya kepada Anda apa yang sedang Anda lakukan di ruang kelas saya," kata Profesor McGonagall, sambil memalingkan punggungnya dengan tegas kepada Profesor Umbridge. Banyak murid saling bertukar pandangan senang. "Seperti yang kukatakan: hari ini, kita akan berlatih Penghilangan tikus yang jauh lebih sukar. Sekarang, Mantera Penghilang -- " "Hem, hem," "Saya ingin tahu," kata Profesor McGonagall dengan kemarahan diam-diam, sambil berpaling kepada Profesor Umbridge, "bagaimana Anda berharap mendapatkan ide mengenai metode pengajaranku yang biasanya kalau Anda terus menyela saya? Anda mengerti, saya biasanya tidak mengizinkan orang berbicara ketika saya sedang berbicara." Profesor Umbridge terlihat seolah-olah baru saja ditampar di muka. Dia tidak berbicara, tetapi meluruskan perkamen di papan jepitnya dan mulai mencoret-coret dengan marah. Terlihat sama sekali tidak risau, Profesor McGonagall berbicara kepada kelas sekali lagi. "Seperti yang kukatakan: Mantera Penghilang menjadi semakin sukar dengan kerumitan binatang yang akan di-Hilangkan. Siput, sebagai makhluk tanpa tulang belakang, tidak memberikan banyak tantangan; tikus, sebagai mamalia, memberi tantangan yang lebih besar. Oleh karena itu, ini bukan sihir yang bisa kalian capai dengan pikiran pada makan malam kalian. Jadi -- kalian tahu manteranya, mari kulihat apa yang bisa kalian lakukan ... " "Bagaimana dia bisa menguliahi aku tentang tidak kehilangan kendali dengan Umbridge!" Harry bergumam kepada Ron dengan suara rendah, tetapi dia sedang nyengir -- amarahnya kepada Profesor McGonagall telah menguap. Profesor Umbridge tidak mengikuti Profesor McGonagall mengitari kelas seperti dia mengikuti Profesor Trelawney; mungkin dia sadar Profesor McGonagall tidak akan mengizinkannya. Namun, dia banyak mencatat selagi duduk di sudut, dan ketika Profesor McGonagall akhirnya menyuruh mereka semua menyimpan barang-barang, dia bangkit dengan ekspresi suram di wajahnya. "Well, itu permulaan," kata Ron sambil memegang sebuah ekor tikus yang sedang menggeliat dan menjatuhkannya kembali ke dalam kotak yang sedang dioperkan Lavender. Selagi mereka keluar dari ruang kelas itu, Harry melihat Profesor Umbridge menghampiri meja guru; dia menyikut Ron, yang ganti menyikut Hermione, dan mereka bertiga sengaja berlama-lama untuk mencuri dengar. "Berapa lama Anda telah mengajar di Hogwarts?" Profesor Umbridge bertanya. "Tiga puluh sembilan tahun Desember ini," kata Profesor McGonagall dengan kasar, sambil mengancingkan tasnya. Profesor Umbridge mencatat. "Baiklah," katanya, "Anda akan menerima hasil inspeksi Anda dalam waktu sepuluh hari." "Saya tidak sabar menunggu," kata Profeosr McGonagall, dengan suara dingin tidak peduli, dan dia berjalan ke pintu. "Cepatlah, kalian bertiga," tambahnya sambil melewati Harry, Ron dan Hermione. Harry tidak bisa menahan memberinya senyum samar dan bisa bersumpah bahwa dia menerima senyum balik. Dia telah mengira kali berikutnya dia akan melihat Umbridge adalah pada detensinya malam itu, tetapi dia salah. Ketika mereka berjalan di halaman menuju Hutan untuk Pemeliharaan Satwa Gaib, mereka menemukannya dan papan jepitnya sedang menunggu mereka di samping Profesor Grubbly-Plank. "Anda tidak biasanya mengajar kelas ini, benarkah itu?" Harry mendengarnya bertanya ketika mereka tiba di meja palang di mana kelompok Bowtruckle yang tertangkap sedang mencari-cari kutu kayu seperti ranting-ranting hidup yang begitu banyak. "Benar sekali," kata Profesor Grubbly-Plank, dengan tangan di belakang punggungnya dan sambil melompat-lompat pada bola kakinya . "Saya guru pengganti yang sedang menggantikan Profesor Hagrid." Harry saling bertukar pandangan gelisah dengan Ron dan Hermione. Malfoy sedang berbisik kepada Crabbe dan Goyle, dia pasti akan sangat suka kesempatan untuk menceritakan kisah-kisah tentang Hagrid kepada seorang anggota Kementerian. "Hmm," kata Profesor Umbridge, sambil merendahkan suaranya, walaupun Harry masih bisa mendengarnya dengan jelas. "Aku ingin tahu -- Kepala Sekolah tampaknya enggan memberiku informasi apapun mengenai masalah ini -- bisakah Anda memberitahuku apa yang menyebabkan cuti sangat panjang Profesor Hagrid?" Harry melihat Malfoy melihat ke atas penuh semangat dan mengamati Umbridge dan Grubbly-Plank dengan seksama. "Kutakut aku tidak bisa," kata Profesor Grubbly-Plank dengan cepat. "Tak tahu apapun tentang itu lebih dari yang Anda tahu. Dapat burung hantu dari Dumbledore, apakah aku mau kerja mengajar beberapa minggu. Aku terima. Itu sejauh yang kutahu. Well ... kalau begitu bolehkah aku mulai?" "Ya, silakan," kata Profesor Umbridge, sambil mencoret-coret di papan jepitnya. Umbridge mengambil pendekatan berbeda di kelas ini dan berkeliaran di antara murid-murid, sambil menanyai mereka mengenai satwa gaib. Kebanyakan orang bisa menjawab dengan baik dan semangat Harry naik; setidaknya kelas itu tidak mengecewakan Hagrid. "Secara keseluruhan," kata Profesor Umbridge, kembali ke sisi Profesor Grubbly-Plank setelah interogasi panjang dengan Dean Thomas, "bagaimana Anda, sebagai anggota staf sementara -- orang luar yang objektif, kukira Anda bisa berkata begitu -bagaimana pendapat Anda tentang Hogwarts? Apakah Anda merasa menerima cukup dukungan dari pihak pengelola sekolah?" "Oh, ya, Dumbledore sangat hebat," kata Profesor Grubbly-Plank sepenuh hati. "Ya, saya sangat senang dengan cara-cara pengelolaan, sangat senang." Terlihat tidak percaya, Umbridge membuat catatan kecil di papan jepitnya dan meneruskan, "Dan apa yang Anda rencanakan untuk dibahas dengan kelas ini tahun ini -- tentu saja, dengan asumsi bahwa Profesor Hagrid tidak kembali?" "Oh, aku akan membawa mereka melalui makhluk-makhluk yang paling sering keluar di OWL," kata Profesor Grubbly-Plank. "Tak banyak yang tertinggal -- mereka sudah mempelajari unicorn dan Niffler, kukira kami akan membahas Porlock dan Kneazle, memastikan mereka bisa mengenali Crup dan Knarl, Anda tahu ... " "Well, bagaimanapun, Anda kelihatannya tahu apa yang Anda lakukan," kata Profesor Umbridge sambil membuat tanda centang jelas di papan jepitnya. Harry tidak suka penekanan yang ditaruhnya pada kata "Anda" dan lebih tidak suka lagi ketika dia memberi pertanyaan berikutnya kepada Goyle. "Sekarang, kudengar pernah ada cedera dalam kelas ini?" Goyle menyengir tolol. Malfoy bergegas menjawab pertanyaan itu. "Itu aku," katanya. "Aku dicakar Hippogriff." "Hippogriff?" kata Profesor Umbridge, yang sekarang sedang mencoret dengan kacau. "Hanya karena dia terlalu bodoh untuk mendengarkan apa yang disuruh Hagrid," kata Harry dengan marah. Ron dan Hermione mengerang. Profesor Umbridge memalingkan kepalanya lambat-lambat ke arah Harry. "Detensi satu malam lagi, kukira," katanya dengan lembut. "Well, terima kasih banyak, Profesor Grubbly-Plank, kukira itu semua yang kuperlukan. Anda akan menerima hasil inspeksi Anda dalam sepuluh hari." "Bagus sekali," kata Profesor Grubbly-Plank, dan Profesor Umbridge berangkat kembali menyeberangi halaman menuju kastil. * Hampir tengah malam ketika Harry meninggalkan kantor Umbridge malam itu, tangannya sekarang berdarah sangat parah sehingga menodai scarf yang dibungkusnya di sekitarnya. Dia mengharapkan ruang duduk kosong ketika dia kembali, tetapi Ron dan Hermione terjaga menunggunya. Dia senang melihat mereka, terutama kerena Hermione bersikap simpatik bukannya kritis. "Ini," katanya dengan cemas, sambil mendorong semangkuk kecil cairan kuning kepadanya, "rendam tanganmu dalam itu, itu larutan tentakel Murtlap yang disaring dan diasamkan, seharusnya bisa menolong." Harry menempatkan tangannya yang berdarah dan sakit ke dalam mangkuk itu dan merasakan perasaan lega yang menyenangkan. Crookshanks bergelung di sekeliling kakinya, sambil mendengkur dengan keras, lalu melompat ke pangkuannya dan diam. "Trims," katanya penuh rasa terima kasih, sambil menggaruk bagian belakang telinga Crookshanks dengan tangan kirinya. "Aku masih berpendapat kamu seharusnya mengadu tentang ini," kata Ron dengan suara rendah. "Tidak," kata Harry datar. "McGonagall akan jadi gila kalau dia tahu -- " "Yeah, dia mungkin," kata Harry tanpa minat. "Dan berapa lama menurutmu yang dibutuhkan Umbridge untuk mengesahkan dekrit lain yang menyatakan siapapun yang mengeluh tentang Penyelidik Tinggi dipecat segera?" Ron membuka mulutnya untuk menjawab tetapi tak ada yang keluar dan, setelah beberapa saat, dia menutupnya lagi, kalah. "Dia wanita mengerikan," kata Hermione dengan suara kecil. "Mengerikan. Kau tahu, aku baru saja berkata kepada Ron ketika kau masuk ... kita harus melakukan sesuatu mengenai dia." "Kusarankan racun," kata Ron dengan murung. "Bukan ... maksudku, sesuatu mengenai bagaimana buruknya dia sebagai guru, dan bagaimana kita tidak akan mempelajari Pertahanan apapun darinya sama sekali," kata Hermione. "Well, apa yang bisa kita lakukan mengenai itu?" kata Ron sambil menguap. ""Dah terlambat, bukan? Dia dapat pekerjaan itu, dia akan tetap di sini. Fudge akan memastikan itu." "Well," kata Hermione coba-coba. "Kalian tahu, aku berpikir hari ini dia memberi pandangan agak gugup kepada Harry dan lalu meneruskan, "aku berpikir kalau -mungkin waktunya telah tiba saat kita harus -- melakukannya sendiri." "Melakukan apa sendiri?" kata Harry dengan curiga, masih mengapungkan tangannya dalam intisari tentakel Murtlap. "Well -- belajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam sendiri," kata Hermione. "Sudahlah," erang Ron. "Kau mau kita melakukan kerja ekstra? Sadarkah peer kau Harry dan aku sudah menumpuk lagi dan ini baru minggu kedua?" "Tapi ini jauh lebih penting daripada peer!" kata Hermione. Harry dan Ron menatapnya lekat-lekat. "Aku tidak mengira ada hal di jagad ini yang lebih penting daripada peer!" kata Ron. "Jangan tolol, tentu saja ada," kata Hermione, dan Harry melihat, dengan perasaan tidak menyenangkan, bahwa wajahnya mendadak bersinar dengan semangat yang biasanya diilhami oleh SPEW pada dirinya. "Tentang mempersiapkan diri kita sendiri, seperti yang Harry katakan dalam pelajaran pertama Umbridge, untuk apa yang menunggu kita di luar sana. Tentang memastikan kita benar-benar dapat mempertahankan diri kita sendiri. Kalau kita tidak belajar apapun satu tahun penuh -- " "Kita tidak bisa melakukan banyak sendirian," kata Ron dengan suara kalah. "Maksudku, baiklah, kita bisa pergi melihat kutukan-kutukan di perpustakaan dan mencoba melatihnya, kurasa -- " "Tidak, aku setuju, kita sudah melewati tahap di mana kita bisa belajar dari buku," kata Hermione. "Kita perlu seorang guru, yang pantas, yang bisa memperlihatkan kepada kita bagaimana menggunakan mantera-mantera dan mengoreksi kita kalau kita salah." "Kalau kau berbicara mengenai Lupin Harry mulai. "Tidak, tidak, aku tidak sedang membicarakan Lupin," kata Hermione. "Dia terlalu sibuk dengan Order dan, lagipula, kita paling cuma bisa bertemu dengannya selama akhir pekan Hogsmeade dan itu tidak cukup sering." "Kalau begitu, siapa?" kata Harry sambil merengut kepadanya. Hermione menarik napas dalam-dalam. "Bukankah sudah jelas?" katanya. "Aku sedang berbicara tentang kamu, Harry." Ada keheningan sejenak. Angin malam sepoi-sepoi menderakkan kaca jendela di belakang Ron, dan api bergoyang-goyang. "Tentang aku apa?" kata Harry. "Aku sedang berbicara tentang kamu mengajarkan kami Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam." Harry menatapnya. Lalu dia berpaling kepada Ron, siap bertukar pandangan putus asa yang kadang dilakukan mereka ketika Hermione berbicara panjang lebar tentang rencana-rencana yang sulit dicapai seperti SPEW. Namun, yang membuat Harry kuatir, Ron tidak tampak putus asa. Dia sedang merengut sedikit, tampaknya sedang berpikir. Lalu dia berkata, "Itu ide bagus." "Ide apa?" kata Harry. "Kau," kata Ron. "Mengajari kami melakukannya." "Tapi Harry sekarang nyengir, yakin mereka berdua sedang mempermainkan dia. "Tapi aku bukan guru, aku tidak bisa -- " "Harry, kau yang terbaik di kelas kita dalam Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam," kata Hermione. "Aku?" kata Harry, yang sekarang nyengir lebih lebar dari sebelumnya. "Bukan, aku bukan, kau sudah mengalahkan aku dalam semua ujian -- " "Sebenarnya, aku belum," kata Hermione dengan tenang. "Kau mengalahkan aku di tahun ketiga kita -- satu-satunya tahun di mana kita berdua ikut ujian dan punya guru yang benar-benar tahu pelajaran itu. Tapi aku tidak berbicara tentang hasil tes, Harry. Pikirkan apa yang telah kau lakukan." "Bagaimana maksudmu?" "Kau tahu apa, aku tidak yakin aku mau seseorang sebodoh ini mengajari aku," Ron berkata kepada Hermione sambil tersenyum sedikit. Dia berpaling kepada Harry. "Mari kita pikir," katanya sambil membuat wajah seperti Goyle yang sedang berkonsentrasi. "Uh ... tahun pertama -- kau menyelamatkan Batu Bertuah dari Kau-Tahu-Siapa." "Tapi itu keberuntungan," kata Harry, "itu bukan keahlian -- " "Tahun kedua," Ron menyela, "kau membunuh Basilisk dan menghancurkan Riddle." "Ya, tapi kalau Fawkes tidak muncul, aku -- " "Tahun ketiga," Ron berkata masih lebih keras lagi, "kau bertarung dengan sekitar seratus Dementor seketika -- " "Kau tahu itu kebetulan, kalau Pembalik-Waktu tidak -- " "Tahun lalu," Ron berkata, hampir berteriak sekarang, "kau bertarung dengan Kau-Tahu-Siapa lagi -- " "Dengarkan aku!" kata Harry, hampir marah, karena Ron dan Hermione keduanya tersenyum sekarang. "Dengar saja, oke? Kedengarannya bagus ketika kau mengatakannya seperti itu, tapi semua hal itu hanyak keberuntungan -- aku tidak tahu apa yang sedang kulakukan setengah waktu itu, aku tidak merencanakan apapun, aku hanya melakukan apapun yang bisa kupikirkan, dan aku hampir selalu mendapat bantuan -- " Ron dan Hermione masih tersenyum dan Harry merasa amarahnya naik; dia bahkan tidak yakin mengapa dia merasa begitu marah. "Jangan duduk di sana nyengir seperti kalian lebih tahu daripada aku, aku ada di sana, bukan?" katanya dengan panas. "Aku tahu apa yang terjadi, oke? Dan aku tidak melewati apapun karena aku pandai dalam Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, aku melewati itu semua karena -- karena bantuan datang pada saat yang tepat, atau karena aku menebak dengan benar -- tapi aku hanya melewati itu semua dengan tolol, aku tidak punya petunjuk apa yang sedang kulakukan -- BERHENTI TERTAWA!" Mangkuk intisari Murtlap jatuh ke lantai dan terbanting. Dia menjadi sadar bahwa dia sedang berdiri, walaupun dia tidak bisa mengingat telah bangkit. Crookshanks melintas pergi di bawah sofa. Senyum Ron dan Hermione telah hilang. "Kalian tidak tahu seperti apa rasanya! Kalian -- tak satupun dari kalian -- kalian belum pernah menghadapinya, bukan? Kalian kira cuma menghapal sejumlah mantera dan melemparkannya kepada dia, seperti saat kalian dalam kelas atau apapun? Sepanjang waktu kalian yakin kalian tahu tak ada yang menghalangi antara diri kalian dengan kematian kecuali -- otak atau nyali kalian sendiri atau apapun -- seperti kalian bisa berpikir jernih kalau kalian tahu kalian sekitar satu nanodetik dari dibunuh, atau disiksa, atau menyaksikan teman kalian mati -- mereka tidak pernah mengajarkan itu di kelas, seperti apa menghadapi hal-hal seperti itu -- dan kalian berdua duduk di sana bertingkah seperti aku anak kecil yang pintar karena berdiri di sana, hidup, seperti Diggory bodoh, seperti dia mengacaukan -- kalian tidak mengerti, itu bisa saja sama mudahnya terjadi padaku, pasti terjadi kalau Voldemort tidak membutuhkan aku -- " "Kami tidak mengatakan yang seperti itu, sobat," kata Ron, terlihat terperanjat. "Kami tidak mengejek Diggory, kami tidak -- kau menangkap ujung yang salah dari -- " Dia melihat tanpa daya kepada Hermione, yang wajahnya tercengang. "Harry," katanya takut-takut, "tidakkah kau lihat? Ini ... ini persisnya mengapa kami perlu kamu ... kami perlu tahu seperti apa ... menghadapi dia ... menghadapi V-Voldemort." Itu pertama kalinya dia pernah menyebutkan nama Voldemort dan inilah, lebih daripada yang lain, yang menenangkan Harry. Masih bernapas keras, dia terbenam kembali ke kursinya, menjadi sadar ketika dia berbuat demikian bahwa tangannya berdenyut mengerikan lagi. Dia berharap dia tidak membanting mangkuk intisari Murtlap itu. "Well ... pikirkan tentang itu," kata Hermione pelan. "Kumohon?" "Harry tidak bisa memikirkan apapun untuk dikatakan. Dia sudah merasa malu karena ledakan kemarahannya. Dia mengangguk, hampir tidak menyadari apa yang sedang disetujuinya. Hermione berdiri. "Well, aku akan pergi tidur," katanya dengan suara yang jelas sealami yang bisa dibuatnya. "Erm ... malam." Ron juga sudah bangkit. "Ikut?" katanya dengan canggung kepada Harry. "Yeah," kata Harry. "Sebentar. Aku hanya akan membersihkan ini." Dia menunjuk ke mangkuk pecah di lantai. Ron mengangguk dan pergi. "Reparo," Harry bergumam sambil menunjukkan tongkatnya ke pecahan itu. Mereka terbang bersatu kembali, seperti baru, tapi tidak ada yang bisa mengembalikan intisari Murtlap ke mangkuk. Dia mendadak sangat letih sehingga dia tergoda untuk merosot kembali ke kursi berlengannya dan tidur di sana, tetapi dia malah memaksa dirinya bangkit dan mengikuti Ron ke atas. Malamnya yang tidak tenang semakin diperjelas sekali lagi dengan mimpi mengenai koridor-koridor panjang dan pintu-pintu terkunci dan dia terbangun keesokan harinya dengan bekas luka yang menusuk-nusuk lagi. BAB ENAM BELAS Di Dalam Hog"s Head Hermione tidak menyebut-nyebut tentang Harry memberi pelajaran Pertahanan terhadap Ilmu Hitam lagi selama dua minggu penuh setelah usul awalnya. Detensi Harry dengan Umbridge akhirnya selesai (dia ragu apakah kata-kata yang sekarang tergores ke punggung tangannya akan bisa hilang seluruhnya); Ron sudah melakukan empat kali latihan Quidditch lagi dan tidak diteriaki selama dua latihan terakhir; dan mereka bertiga telah berhasil meng-Hilangkan tikus mereka dalam Transfigurasi (Hermione bahkan sudah maju ke meng-Hilangkan anak-anak kucing), sebelum subyek itu dibahas lagi, pada suatu malam liar yang berangin kencang di akhir bulan September, ketika mereka bertiga sedang duduk di perpustakaan, sambil mencari bahan ramuan untuk Snape. "Aku ingin tahu," Hermione berkata tiba-tiba, "apakah kau sudah memikirkan tentang Pertahanan terhadap Ilmu Hitam lagi, Harry." "Tentu saja," kata Harry menggerutu, "tidak bisa melupakannya, bukan, dengan nenek sihir itu yang mengajar kita -- " "Maksudku ide yang dimiliki Ron dan aku -- " Ron memberinya semacam pandangan khawatir yang mengancam. Dia merengut kepadanya, "-- Oh, baiklah, ide yang kumiliki, kalau begitu -- tentang kau mengajari kami." Harry tidak menjawab seketika. Dia berpura-pura membalik halaman Anti-Bisa Asia, karena dia tidak mau mengatakan apa yang ada dalam pikirannya. Dia telah banyak berpikir mengenai masalah itu selama dua pekan belakangan ini. Kadang kelihatannya seperti ide gila, seperti pada malam ketika Hermione mengusulkannya, tetapi terkadang, dia menemukan dirinya memikirkan tentang mantera-mantera yang telah paling berguna baginya dalam berbagai perjumpaannya dengan makhluk-mahkluk Hitam dan para Pelahap Maut -- bahkan, menemukan dirinya merencanakan pelajaran-pelajarannya di alam bawah sadarnya ... "Well," katanya pelam-pelan, ketika dia tidak bisa berpura-pura tertarik kepada Anti-Bisa Asia lagi, "yeah, aku -- aku sudah memikirkannya sedikit." "Dan?" kata Hermione dengan bersemangat. "Aku tak tahu," kata Harry, sambil mengulur waktu. Dia memandang Ron. "Kukira itu ide bagus dari awal," kata Ron, yang tampak lebih berminat bergabung ke dalam percakapan ini sekarang setelah dia yakin Harry tidak akan mulai berteriak lagi. Harry bergeser dengan tidak nyaman di kursinya. "Kau mendengar apa yang kukatakan tentang banyak yang berhubungan dengan keberuntungan, bukankah begitu?" "Ya, Harry," kata Hermione dengan lembut, "tapi tetap saja, tidak ada gunanya berpura-pura kau tidak pandai dalam Pertahanan terhadap Ilmu Hitam, karena kau memang pandai. Kau adalah satu-satunya orang tahun lalu yang bisa melawan Kutukan Imperius sepenuhnya, kau bisa menghasilkan Patronus, kau bisa melakukan semua hal yang tidak bisa dilakukan penyihir-penyihir dewasa, Viktor selalu bilang -- " Ron memandang ke arahnya begitu cepat sehingga dia kelihatannya telah membuat lehernya keseleo. Sambil menggosoknya, dia berkata, "Yeah? Apa yang dikatakan Vicky?" "Ho ho," kata Hermione dengan suara bosan. "Dia bilang Harry tahu cara melakukan hal-hal yang bahkan tidak bisa dilakukannya, dan dia sudah berada di tahun terakhirnya di Durmstrang." Ron sedang menatap Hermione dengan curiga. "Kau tidak masih berhubungan dengannya, bukan?" "Jadi kenapa kalau iya?" kata Hermione dengan dingin, walaupun wajahnya sedikit merah muda. "Aku boleh punya sahabat pena kalau aku -- " "Dia tidak mau hanya jadi sahabat penamu," kata Ron menuduh. Hermione menggelengkan kepalanya dengan putus asa dan, sambil mengabaikan Ron, yang masih terus mengamati dia, berkata kepada Harry, "Well, bagaimana menurutmu? Maukah kau mengajari kami?" "Hanya kamu dan Ron, yeah?" "Well," kata Hermione, tampak agak cemas lagi. "Well ... sekarang, jangan marah-marah lagi, Harry, tolong ... tapi aku benar-benar berpikir kamu harus mengajari siapapun yang ingin belajar. Maksudku, kita sedang berbicara tentang mempertahankan diri kita dari Voldemort. Oh, jangan bersikap menyedihkan, Ron. Tampaknya tidak adil kalau kita tidak menawarkan kesempatan itu kepada orang lain." Harry mempertimbangkan ini sejenak, lalu berkata, "Yeah, tapi aku ragu siapapun selain kalian berdua akan mau diajari olehku. Aku sinting, ingat?" "Well, kukira kau mungkin terkejut berapa banyak orang yang akan tertarik untuk mendengar apa yang mau kaukatakan," kata Hermione dengan serius. "Lihat," dia mencondongkan badan ke arahnya -- Ron, yang masih mengamatinya dengan muka merengut, mencondongkan badan juga untuk mendengarkan -- "kau tahu akhir pekan pertama di bulan Oktober adalah akhir pekan Hogsmeade? Bagaimana kalau kita memberitahu siapapun yang tertarik untuk menemui kita di desa dan kita bisa membicarakan hal ini?" "Kenapa kita harus melakukannya di luar sekolah?" kata Ron. "Karena," kata Hermione sambil mengembalikan diagram Kubis Kunyah Cina yang sedang disalinnya, "kukira Umbridge tidak akan terlalu senang kalau dia tahu apa yang sedang kita rencanakan." * Harry telah menantikan perjalanan akhir pekan ke Hogsmeade, tetapi ada satu hal yang dikhawatirkan olehnya. Sirius telah mempertahankan kebisuan membatu sejak dia muncul dalam api di permulaan September; Harry tahu mereka telah membuatnya marah dengan mengatakan mereka tidak ingin dia datang -- tapi dia masih kuatir dari waktu ke waktu kalau Sirius mungkin tidak memperdulikan kewaspadaan dan muncul juga. Apa yang akan mereka lakukan kalau anjing hitam besar itu datang meloncat-loncat di jalan mendekati mereka di Hogsmeade, mungkin di bawah hidung Draco Malfoy? "Well, kau tidak bisa menyalahkan dia karena mau keluar dan berkeliaran," kata Ron, ketika Harry membahas ketakutannya dengan dia dan Hermione. "Maksudku, dia telah buron selama dua tahun, bukankah begitu, dan aku tahu itu bukan hal yang menyenangkan, tapi setidaknya dia bebas, benar "kan? Dan sekarang dia hanya terkurung sepanjang waktu dengan peri mengerikan itu." Hermione cemberut kepada Ron, tetapi selain itu mengabaikan hal kecil tentang Kreacher itu. "Masalahnya adalah," katanya kepada Harry, "sampai V-Voldemort -- oh, demi Tuhan, Ron -- keluar terang-terangan, Sirius akan harus tetap bersembunyi, benar bukan? Maksudku, Kementerian bodoh itu tidak akan menyadari kalau Sirius tidak bersalah sampai mereka menerima bahwa Dumbledore telah mengatakan hal yang sebenarnya sejak awal. Dan begitu orang-orang bodoh itu mulai menangkapi para Pelahap Maut yang asli lagi, akan jadi jelas kalau Sirius bukan seorang ... maksudku, dia tidak punya Tanda, salah satunya." "Kukira dia tidak akan cukup bodoh untuk muncul," kata Ron memperkuat. "Dumbledore akan marah besar kalau dia melakukannya dan Sirius mendengarkan Dumbledore walaupun kalau dia tidak suka apa yang didengarnya." Ketika Harry masih terus tampak khawatir, Hermione berkata, "Dengar, Ron dan aku telah berbicara dengan orang-orang yang kami kira akan mau belajar Pertahanan terhadap Ilmu Hitam yang pantas, dan ada sejumlah orang yang tampak tertarik. Kami telah menyuruh mereka untuk menemui kita di Hogsmeade." "Benar," kata Harry dengan samar, pikirannya masih tentang Sirius. "Jangan cemas, Harry," Hermione berkata pelan. "Kau sudah punya cukup banyak yang dipikirkan tanpa Sirius juga." Dia sangat benar, tentu saja, Harry hampir tidak bisa menyelesaikan pekerjaan rumahnya, walaupun dia jauh lebih baik sekarang sewaktu dia tidak lagi menghabiskan sepanjang malam dalam detensi bersama Umbridge. Ron bahkan lebih ketinggalan pekerjaannya daripada Harry, karena sementara mereka berdua latihan Quidditch dua kali dalam seminggu, Ron juga punya tugas-tugas prefek. Namun, Hermione, yang mengambil lebih banyak mata pelajaran daripada mereka berdua, tidak hanya telah menyelesaikan semua pekerjaan rumahnya tetapi juga mempunyai waktu untuk merajut lebih banyak pakaian peri. Harry harus mengakui kalau dia semakin pandai; sekarang hampir selalu mungkin membedakan antara topi dengan kaus kaki. Pagi kunjungan Hogsmeade timbul dengan cerah tetapi berangin. Setelah makan pagi, mereka aantri di depan Filch, yang mencocokkan nama-nama mereka dengan daftar panjang murid-murid yang telah memiliki izin dari orang tua atau wali mereka untuk mengunjungi desa itu. Dengan rasa pedih yang tiba-tiba, Harry teringat bahwa kalau bukan karena Sirius, dia tidak akan bisa pergi sama sekali. Ketika Harry mencapai Filch, penjaga sekolah itu mengendusnya seakan-akan mencoba mendeteksi bau sesuatu dari Harry. Lalu dia memberi anggukan kasar yang membuat rahangnya bergetar lagi dan Harry berjalan terus, keluar ke undakan batu dan hari dingin yang disinari matahari. "Er -- kenapa Filch mengendusi kamu?" tanya Ron, ketika dia, Harry dan Hermione berjalan dengan langkah cepat di jalan kereta lebar menuju gerbang. "Kurasa dia sedang mencari bau Bom Kotoran," kata Harry dengan tawa kecil. "Aku lupa memberitahu kalian ... " Dan dia mengulangi cerita pengiriman suratnya ke Sirius dan Filch yang menerobos masuk beberapa detik kemudian, menuntut untuk melihat surat itu. Yang membuatnya sedikit terkejut, Hermione menganggap cerita ini sangat menarik, terlebih lagi, daripada dia sendiri. "Dia bilang dia diberi kisikan bahwa kau sedang memesan Bom Kotoran? Tapi siapa yang mengisikinya?" "Aku tak tahu," kata Harry sambil mengangkat bahu. "Mungkin Malfoy, dia kira itu lelucon." Mereka berjalan di antara pilar-pilar batu tinggi yang puncaknya babi hutan bersayap dan belok kiri ke jalan menuju desa, angin memecut rambut mereka ke dalam mata. "Malfoy?" kata Hermione dengan skeptis. "Well ... ya ... mungkin Dan dia tetap berpikir dalam-dalam sepanjang jalan menuju daerah pinggiran Hogsmeade. "Ngomong-ngomong, ke mana kita akan pergi?" Harry bertanya. "The Three Broomsticks?" "Oh -- bukan," kata Hermione, keluar dari renungannya, "bukan, tempat itu selalu penuh dan sangat ribut. Aku telah memberitahu yang lain untuk menemui kita di Hog"s Head, pub yang satunya lagi, kau tahu yang satu itu, bukan di jalan utama. Kukira itu agak ... kau tahu ... beresiko ... tapi para murid biasanya tidak masuk ke sana, jadi kukira kita tidak akan terdengar oleh orang lain." Mereka berjalan menyusrui jalan utama melewati Toko Lelucon Sihir Zonko, mereka tidak terkejut melihat Fred, George dan Lee Jordan berada di dalamnya, melewati kantor pos, dari mana burung-burung hantu bermunculan pada interval teratur, dan berbelok ke jalan kecil yang di ujungnya ada sebuah penginapan kecil. Sebuah papan tanda dari kayu bobrok tergantung dari siku-siku karatan di atas pintu, bergambarkan sebuah kepala terpenggal babi hutan liar, bercucuran darah ke kain putih di sekelilingnya. Papan tanda itu berderit karena angin ketika mereka mendekat. Mereka bertiga semuanya bimbang di luar pintu. "Well, ayolah," kata Hermione, sedikit gugup. Harry memimpin jalan memasukinya. Tidak seperti Three Broomstick sama sekali, yang bar besarnya memberi kesan kehangatan berkilat-kilat dan kebersihan. Bar Hog"s Head tersusun atas sebuah ruang kecil, suram dan amat kotor yang berbau sangat kuat akan sesuatu yang sangat mungkin berupa kambing. Jendela-jendela yang menjulur ke luar berlapiskan debu yang melekat sehingga hanya sedikit cahaya siang yang bisa memasuki ruangan itu, yang gantinya diterangi dengan puntung-puntung lillin yang terletak pada meja-meja kayu kasar. Lantainya pada pandangan pertama tampak terbuat dari tanah padat, walaupun ketika Harry melangkah ke atasnya dia menyadari kalau ada batu di bawah apa yang tampak seperti kumpulan sampah berabad-abad. Harry teringat Hagrid menyebut pub ini di tahun pertamanya. "Kau jumpa banyak orang aneh di Hog"s Head," dia pernah berkata, ketika menjelaskan bagaimana dia memenangkan sebutir telur naga dari seorang asing bertudung di sana. Pada saat itu Harry bertanya-tanya mengapa Hagrid tidak menganggap aneh orang asing itu menyembunyikan wajahnya sepanjang pertemuan mereka; sekarang dia melihat bahwa menutupi wajahmu adalah suatu kebiasaan di Hog"s Head. Ada seorang pria di bar yang seluruh kepalanya dibalut dengan perban kelabu kotor, walaupun dia masih bisa meneguk bergelas-gelas zat berapi yang mengeluarkan asap melalui celah di atas mulutnya; dua figur berselubung tudung duduk di sebuah meja dekat salah satu jendela; Harry mungkin mengira mereka Dementor kalau mereka tidak berbicara dengan aksen Yorkshire yang kental, dan di sebuah sudut ternaungi bayang-bayang di samping perapian duduk seorang penyihir wanita dengan kerudung hitam tebal yang jatuh hingga ke jari kakinya. Mereka hanya bisa melihat ujung hidungnya karena menyebabkan kerudung itu menonjol sedikit. "Aku tidak tahu tentang ini, Hermione," Harry bergumam, ketika mereka melintas ke bar. Dia melihat khususnya kepada penyihir wanita bertudung berat itu. "Pernahkah terpikir olehmu Umbridge mungkin berada di balik itu?" Hermione memandang sambil menilai ke figur berkerudung itu. "Umbridge lebih pendek daripada wanita itu," katanya pelan. "Dan lagipula, kalaupun Umbridge datang ke sini tidak ada yang dapat dilakukannya untuk menghentikan kita, Harry, karena aku telah memeriksa peraturan sekolah dua-tiga kali. Kita tidak berada di luar batas; aku secara spesifik bertanya kepada Profesor Flitwick apakah para murid diizinkan datang ke Hog"s Head, dan dia bilang iya, tapi dia menasihati aku dengan keras untuk membawa gelas sendiri. Dan aku telah memeriksa semua yang terpikirkan olehku tentang kelompok belajar dan kelompok pekerjaan rumah dan kelompok-kelompok itu jelas diizinkan. Aku hanya tidak berpikir itu ide bagus kalau kita memparadekan apa yang sedang kita lakukan." "Tidak," kata Harry dengan kering, "terutama karena tepatnya bukan kelompok pekerjaan rumah yang sedang kau rencanakan, bukankah begitu?" Penjaga bar itu berjalan menyamping kepada mereka dari sebuah ruangan di belakang. Dia seorang lelaki tua yang tampak pemarah dengan rambut dan jenggot kelabu panjang yang lebat. Dia jangkung dan kurus dan tampak agak akrab bagi Harry. "Apa?" gerutunya. "Tolong tiga Butterbeer," kata Hermione. Lelaki itu meraih ke bawah meja pajang dan menarik ke atas tiga botol yang sangat berdebu dan sangat kotor, yang dibantingnya ke bar. "Enam Sickle," katanya. "Akan kuambil," kata Harry cepat, sambil mengambil perak-perak itu. Mata si penjaga bar menatap Harry; bertahan sepersekian detik di bekas lukanya. Lalu dia berpaling dan menyimpan uang Harry ke laci uang kayu kuno yang lacinya bergeser membuka secara otomatis untuk menerima uang itu. Harry, Ron dan Hermione mundur ke meja paling jauh dari bar dan duduk, sambil memandang sekeliling. Lelaki yang memakai perban kelabu kotor itu mengetuk maja pajang dengan buku jarinya dan menerima minuman berasap lagi dari penjaga bar. "Kau tahu apa?" Ron berbisik, sambil melihat ke bar dengan antusias. "Kita bisa memesan apapun yang kita suka di sini. Aku bertaruh lelaki itu akan menjual apapun kepada kita, dia tidak akan peduli. Aku selalu ingin minum Whisky Api -- " "Kau -- seorang -- prefek," kata Hermione tajam. "Oh," kata Ron, senyum memudar dari wajahnya. "Yeah "Jadi, siapa yang katamu sehahrusnya menemui kita?" Harry bertanya, sambil merenggut buka tutup berkarat botol Butterbeernya dan meneguk sekali. "Cuma beberapa orang," Hermione mengulangi, sambil memeriksa jam tangannya dan memandang dengan cemas ke pintu. "Kusuruh mereka ke sini sekitar sekarang dan aku yakin mereka semua tahu di mana letaknya -- oh, lihat, ini mungkin mereka." Pintu pub telah terbuka. Seberkas cahaya tebal sinar matahari penuh debu membagi ruangan menjadi dua sejenak dan lalu menghilang, terhalang oleh serbuan kerumunan orang-orang yang sedang masuk. Pertama masuklah Neville dengan Dean dan Lavender, yang diikuti oleh Parvati dan Padma Patil bersama (perut Harry bersalto ke belakang) Cho dan salah seorang teman wanitanya yang suka terkikik, lalu (sendirian dan tampak sangat melamun dia mungkin saja masuk secara tidak sengaja) Luna Lovegood; lalu Katie Bell, Allicia Spinnet dan Angelina Johnson, Colin dan Dennis Creeevy, Ernie Macmillan, Justin Finch-Fletchey, Hannah Abbot, seorang gadis Hufflepuff dengan rambut panjang dijalin yang namanya tidak diketahui Harry; tiga anak lelaki Ravenclaw yang dia cukup yakin dipanggil Anthony Goldstein, Michael Corner dan Terry Boot, Ginny, diikuti oleh seorang anak lelaki kurus tinggi berambut pirang yang hidungnya mencuat yang samar-samar dikenali Harry sebagai salah satu anggota tim Quidditch Hufflepuff dan, paling belakang, Fred dan George Weasley bersama teman mereka Lee Jordan, mereka bertiga semuanya membawa kantong-kantong kertas besar yang dijejali barang-barang jualan Zonko. "Beberapa orang?" kata Harry dengan serak kepada Hermione. "Beberapa orang?" "Ya, well, ide itu tampaknya sangat populer," kata Hermione dengan gembira. "Ron, maukah kau menarik beberapa kursi lagi?" Penjaga bar telah membeku ketika sedang menyeka sebuah gelas dengan kain rombengan yang sangat kotor sehingga terlihat seolah tidak pernah dicuci. Mungkin dia belum pernah melihat pubnya begini penuh. "Hai," kata Fred, yang mencapai bar terlebih dahulu dan sambil menghitung teman-temannya dengan cepat, "bisakah kami dapat ... dua puluh lima Butterbeer?" Penjaga bar melotot kepadanya sejenak, lalu, sambil melemparkan kain rombengnya dengan kesal sekan-akan dia telah disela ketika melakukan sesuatu yang penting, dia mulai memberikan Butterbeer berdebu dari bawah bar. "Sulang," kata Fred sambil membagi-bagikan."Serahkan uang, semuanya, aku tidak punya cukup emas untuk semua ini ... " Harry memandang dengan kaku selagi kelompok besar yang sedang mengoceh itu mengambil bir-bir mereka dari Fred dan menggeledah kantong untuk mencari koin. Dia tidak bisa membayangkan untuk apa orang-orang ini muncul sampai timbul pikiran mengerikan dalam dirinya bahwa mereka mungkin mengharapkan semacam pidato, sehingga dia memberondong Hermione. "Apa yang telah kau katakan kepada mereka?" katanya dengan suara rendah. "Apa yang mereka harapkan?" "Sudah kuberitahu kamu, mereka cuma ingin mendengar apa yang mau kau katakan," kata Hermione menenangkan; tapi Harry terus menatapnya dengan sangat marah sehingga dia menambahkan cepat-cepat, "kau tidak harus melakukan apapun dulu, aku akan berbicara kepada mereka terlebih dahulu." "Hai, Harry," kata Neville sambil tersenyum dan mengambil tempat duduk di seberangnya. Harry mencoba tersenyum balik, tetapi tidak berbicara; mulutnya luar biasa kering. Cho baru saja tersenyum kepadanya dan duduk di sebelah kanan Ron. Temannya, yang berambut keriting pirang kemerahan, tidak tersenyum, tetapi memberi Harry pandangan tidak percaya yang jelas memberitahu dia bahwa, kalau bisa memutuskan, dia tidak akan berada di sini sama sekali. Dalam kelompok dua-dua dan tiga-tiga para pendatang baru duduk di sekitar Harry, Ron dan Hermione, beberapa terlihat agak bersemangat, yang lainnya ingin tahu, Luna Lovegood menatap ruang kosong sambil melamun. Ketika semua orang telah menarik kursi, ocehan menghilang. Semua mata menatap Harry. "Er," kata Hermione, suaranya sedikit lebih tinggi daripada biasa karena gugup. "Well -- er -- hai." Kelompok itu memfokuskan perhatian kepadanya, walaupun beberapa mata terus melirik Harry secara teratur. "Well ... erm ... well, kalian tahu kenapa kalian di sini. Erm ... well, Harry di sini punya ide -- maksudku" (Harry telah memberi pandangan tajam kepadanya) "aku punya ide -- bahwa mungkin baik kalau orang-orang yang ingin belajar Pertahanan terhadap Ilmu Hitam -- dan maksudku, benar-benar mempelajarinya, kalian tahu, bukan sampah yang diberikan Umbridge kepada kita -- " (suara Hermione mendadak menjadi lebih kuat dan lebih percaya diri) "-- karena tak seorangpun bisa menyebut itu Pertahanan terhadap Ilmu Hitam -- " ("Dengar, dengar," kata Anthony Goldstein, dan Hermione tampak berbesar hati) "-- Well, kupikir baik kalau kita, well, mengambil alih masalah ini ke tangan kita sendiri." Dia berhenti sejenak, memandang ke samping kepada Harry, dan melanjutkan, "Dan dengan itu maksudku belajar bagaimana mempertahankan diri kita dengan tepat, tidak hanya secara teori tetapi melakukan mantera-mantera sebenarnya -- " "Walau kau mau lulus OWL Pertahanan terhadap Ilmu Hitammu juga, kuyakin begitu?" kata Michael Corner yang sedang memperhatikannya dengan seksama. "Tentu saja," kata Hermione seketika. "Tapi lebih dari itu, aku mau terlatih dengan tepat dalam pertahanan karena ... karena dia mengambil napas panjang dan menyelesaikan, "karena Lord Voldemort sudah kembali." Reaksinya segera dan dapat diramalkan. Teman Cho menjerit dan menumpahkan Butterbeer ke dirinya sendiri; Terry Boot berkedut tanpa diinginkan; Padma Patil gemetar, dan Neville mengeluarkan pekikan aneh yang berhasil diubahnya menjadi batuk. Namun, mereka semua memandang lekat-lekat, bahkan dengan tidak sabar, kepada Harry. "Well ... itu rencananya," kata Hermione. "Kalau kalian mau bergabung dengan kami, kita perlu memutuskan bagaimana kita akan -- " "Di mana buktinya Kau-Tahu-Siapa sudah kembali?" kata pemain Hufflepuff pirang itu dengan suara yang agak agresif. "Well, Dumbledore mempercayai itu -- " Hermione mulai. "Maksudmu, Dumbledore mempercayai dia," kata anak laki-laki pirang itu sambil mengangguk kepada Harry. "Siapa kamu?" kata Ron agak kasar. "Zacharias Smith," kata anak itu, "dan kukira kita punya hak untuk tahu apa tepatnya yang membuat dia berkata Kau-Tahu-Siapa sudah kembali." "Lihat," kata Hermione turut campur dengan cepat, "pertemuan ini seharusnya bukan mengenai hal itu -- " "Tidak apa-apa, Hermione," kata Harry. Baru saja dia mengerti kenapa ada begitu banyak orang di sana. Dia mengira Hermione seharusnya sudah memperkirakan ini. Beberapa dari orang-orang ini -bahkan mungkin sebagian besar dari mereka -- muncul karena berharap bisa mendengar cerita Harry dari tangan pertama. "Apa yang membuatku mengatakan Kau-Tahu-Siapa sudah kembali?" ulangnya sambil memandang langsung Zacharias di mukanya. "Aku melihat dia. Tapi Dumbledore memberitahu seluruh sekolah apa yang terjadi tahun lalu, dan kalau kau tidak percaya kepadanya, kau tidak akan percaya kepadaku, dan aku tidak akan menghabiskan sore hariku mencoba meyakinkan siapapun." Seluruh kelompok itu tampak telah menahan napas sementara Harry berbicara. Harry mendapat kesan bahwa bahkan si penjaga bar sedang mendengarkan. Dia sedang menyeka gelas yang sama dengan kain rombeng kotor itu, membuatnya semakin kotor. Zacharias berkata dengan ngotot, "Yang diberitahu Dumbledore kepada kami tahun lalu hanyalah bahwa Cedric Diggory terbunuh oleh Kau-Tahu-Siapa dan bahwa kau membawa pulang jenazah Diggory ke Hogwarts. Dia tidak memberi kami detilnya, dia tidak memberitahu kami tepatnya bagaimana Diggory terbunuh, kukira kami semua ingin tahu -- " "Kalau kau datang untuk mendengar dengan terperinci bagaimana kelihatannya ketika Voldemort membunuh seseorang aku tidak bisa membantumu," Harry berkata. Amarahnya, selalu begitu dekat ke permukaan akhir-akhir ini, menaik lagi. Dia tidak melepaskan matanya dari wajah Zacharias Smith yang agresif, dan menetapkan hati untuk tidak memandang Cho. "Aku tidak mau berbicara mengenai Cedric Diggory, mengerti? Jadi kalau itu sebabnya kau di sini, sekalian saja kau pergi." Dia memberi pandangan marah ke arah Hermione. Ini semua, menurutnya, adalah kesalahannya; dia telah memutuskan untuk memajangnya seperti semacam orang aneh dan tentu saja mereka semua muncul untuk melihat seberapa liar ceritanya. Tapi tak satupun dari mereka yang meninggalkan tempat duduk mereka, bahkan tidak Zacharias Smith, walaupun dia terus memandang Harry lekat-lekat. "Jadi," kata Hermione, suaranya melengking tinggi lagi. "Jadi ... seperti yang kubilang ... kalau kalian mau belajar beberapa pertahanan, maka kita perlu memutuskan bagaimana kita akan melakukannya, seberapa sering kita akan bertemu dan di mana kita akan -- " "Benarkah," sela anak perempuan dengan rambut panjang dijalin, sambil memandang Harry, "bahwa kau bisa menghasilkan Patronus?" Ada bisikan tertarik di sekitar kelompok itu ketika mendengar hal ini. "Yeah," kata Harry agak defensif. "Patronus korporeal?" Frase itu menggerakkan sesuatu dalam ingatan Harry. "Er -- kau tidak kenal Madam Bones, bukan?" tanyanya. Gadis itu tersenyum. "Dia bibiku," katanya. "Aku Susan Bones. Dia memberitahuku tentang dengar pendapatmu. Jadi -- apakah itu memang benar? Kau membuat Patronus kijang jantan?" "Ya," kata Harry. "Astaga, Harry!" kata Lee sambil terlihat sangat terkesan. "Aku belum pernah tahu itu!" "Mum menyuruh Ron jangan menyebarkannya," kata Fred sambil menyeringai kepada Harry. "Dia bilang kau sudah dapat cukup perhatian." "Dia tidak salah," omel Harry, dan beberapa orang tertawa. Penyihir wanita berkerudung yang sedang duduk sendirian bergeser sedikit di tempat duduknya. "Dan apakah kamu membunuh seekor Basilisk dengan pedang di kantor Dumbledore?" tuntut Terry Boot. "Itu yang diberitahukan salah satu potret di dinding kepadaku ketika aku berada di sana tahun lalu ... " "Er -- yeah, memang, yeah," kata Harry. Justin Finch-Fletchey bersiul; kakak-beradik Creevey saling memandang penuh kekaguman dan Lavender Brown berkata "Wow!" dengan lemah. Harry merasa sedikit panas di sekitar kerahnya sekarang; dia memutuskan untuk melihat ke manapun selain kepada Cho. "Dan di tahun pertama kami," kata Neville kepada kelompok itu, "dia menyelamatkan Batu Filologi --" "Bertuah," desis Hermione. "Ya, itu -- dari Kau-Tahu-Siapa," Neville menyudahi. Mata Hannah Abbot membulat seperti Galleon. "Dan itu tanpa menyebut," kata Cho (mata Harry beralih ke seberang ke arahnya; dia sedang memandangnya, sambil tersenyum; perutnya bersalto sekali lagi) "semua tugas yang harus dilewatinya dalam Turnamen Triwizard tahun lalu -- melewati naga-naga dan manusia duyung dan Acromantula dan benda-benda ... " Ada gumaman setuju dan terkesan di sekitar meja. Isi tubuh Harry menggeliat. Dia mencoba mengatur wajahnya sehingga dia tidak tampak terlalu puas diri. Fakta bahwa Cho baru saja memujinya membuat jauh, jauh lebih sulit baginya untuk mengatakan hal-hal yang telah dia sumpahkan kepada dirinya sendiri untuk diberitahukan kepada mereka. "Lihat," katanya, dan semua orang terdiam sekali lagi. "Aku ... aku tidak mau terdengar bahwa aku mencoba rendah hati atau apapun, tapi ... aku dapat banyak bantuan melawan semua hal tadi ... " "Tidak dengan naga itu, kau tidak," kata Michael Corner seketika. "Itu benar-benar gaya terbang yang sangat keren ... " "Yeah, well -- " kata Harry, rasanya kasar kalau tidak setuju. "Dan tak seorangpun membantumu mengenyahkan semua Dementor itu pada musim panas ini," kata Susan Bones. "Tidak," kata Harry, "tidak, OK, aku tahu aku melakukan beberapa hal tanpa bantuan, tapi yang sedang aku coba katakan adalah bahwa -- " "Apakah kau sedang mencoba berkelit supaya tidak perlu memperlihatkan kepada kami apapun?" kata Zacharias Smith. "Aku punya ide," kata Ron dengan keras, sebelum Harry bisa berbicara, "kenapa kau tidak menutup mulutmu?" Mungkin kata "berkelit" telah berpengaruh kuat kepada Ron. Bagaimanapun, sekarang dia sedang memandangi Zacharias seakan-akan dia sangat ingin menggebuknya. Zacharias merona. "Well, kami semua muncul untuk belajar dari dia dan sekarang dia memberitahu kami dia sebenarnya tidak bisa melakukan semua itu," katanya. "Itu bukan apa yang dia katakan," sambar Fred. "Apakah kau mau kami membersihkan telingamu?" tanya George, sambil menarik sebuah alat logam panjang yang tampak berbahaya dari salah satu kantong Zonkonya. "Atau bagian tubuhmu yang lain, sebenarnya, kami tidak pilih-pilih ke mana kami menusukkan benda ini," kata Fred. "Ya, well," kata Hermione buru-buru, "lanjut ... intinya adalah, apakah kita setuju bahwa kita ingin belajar dari Harry?" Ada gumaman persetujuan secara umum. Zacharias melipat tangannya dan tidak berkata apa-apa, walaupun mungkin ini dikarenakan dia terlalu sibuk memperhatikan alat di tangan Fred. "Benar," kata Hermione, terlihat lega bahwa akhirnya sesuatu telah diputuskan, "Well, kalau begitu, pertanyaan berikutnya adalah seberapa sering kita melakukannya. Aku benar-benar mengira tak ada gunanya bertemu kurang dari seminggu sekali -- " "Tunggu dulu," kata Angelina, "kami perlu memastikan ini tidak bentrok dengan latihan Quidditch kami." "Tidak," kata Cho, "atau dengan latihan kami." "Ataupun latihan kami," tambah Zacharias Smith. "Aku yakin kita bisa menemukan satu malam yang sesuai untuk semua orang," kata Hermione, agak tidak sabar, "tapi kalian tahu, ini agak penting, kita sedang membicarakan tentang belajar mempertahankan diri kita sendiri melawan para Pelahap Maut Voldemort -- " "Benar sekali!" hardik Ernie Macmillan, yang telah Harry harapkan untuk berbicara jauh sebelum ini. "Secara pribadi, kukira ini benar-benar penting, mungkin lebih penting daripada hal-hal lain yang akan kita lakukan tahun ini, bahkan dengan OWL kita yang akan datang!" Dia melihat sekeliling dengan mengesankan, seakan-akan menunggu orang-orang untuk berteriak, "Tentu saja tidak!" Ketika tak seorangpun berbicara, dia melanjutkan, "Aku, secara pribadi, tidak mengerti mengapa Kementerian menyisipkan guru yang begitu tidak berguna kepada kita pada periode kritis ini. Terang saja, mereka sedang dalam penyangkalan atas kembalinya Kau-Tahu-Siapa, tapi memberi kita seorang guru yang mencoba secara aktif untuk mencegah kita menggunakan mantera-mantera pertahanan -- " "Kami kita arasa Umbridge tidak mau kita terlatih dalam Pertahanan terhadap Ilmu Hitam," kata Hermione, "adalah bahwa dia punya ... ide gila bahwa Dumbledore bisa menggunakan murid-murid di sekolah seperti semacam tentara pribadi. Dikiranya dia akan menggerakkan kita melawan Kementerian." Hampir semua orang tampak tercengang mendengar kabar ini; semua orang kecuali Luna Lovegood, yang berseru, "Well, itu masuk akal. Lagipula, Cornelius Fudge punya tentara pibadinya sendiri." "Apa?" kata Harry, benar-benar terkejut karena potongan informasi tak terduga ini. "Ya, dia punya bala tentara Heliopath," kata Luna dengan tenang. "Tidak, dia tidak punya," sambar Hermione. "Ya, dia punya," kata Luna. "Apa itu Heliopath?" tanya Neville, tampak tak mengerti. "Mereka adalah roh api," kata Luna, matanya yang menonjol melebar sehingga dia tampak lebih sinting daripada sebelumnyam, "makhluk-makhluk besar dengan nyala api besar yang berderap menyeberangi tanah sambil membakar semua yang ada di hadapan -- " "Mereka tidak benar-benar ada, Neville," kata Hermione dengan masam. "Oh, ya, mereka ada!" kata Luna dengan marah. "Maafkan aku, tapi di mana buktinya?" sambar Hermione. "Ada banyak keterangan saksi mata. Hanya karena kau begitu berpikiran sempit kau perlu melihat segala hal disodorkan ke bawah hidungmu sebelum kau -- " "Hem, hem," kata Ginny, dengan tiruan Profesor Umbridge yang sangat bagus sehingga beberapa orang melihat sekeliling dengan waspada dan lalu tertawa. "Bukankah kita sedang berusaha memutuskan seberapa sering kita akan bertemu dan belajar pertahanan?" "Ya," kata Hermione seketika, "ya, memang, kau benar, Ginny." "Well, sekali seminggu kedengarannya bagus," kata Lee Jordan. "Selama --" mulai Angelina. "Ya, ya, kami tahu tentang Quidditch," kata Hermione dengan suara tegang. "Well, hal lain yang perlu diputuskan adalah di mana kita akan bertemu ... " Ini agak lebih sulit; seluruh kelompok itu terdiam. "Perpustakaan?" saran Katie Bell setelah beberapa saat. "Aku tidak yakin Madam Pince akan sangat senang melihat kita melakukan kutukan di perpustakaan," kata Harry. "Mungkin sebuah ruang kelas yang tidak terpakai?" kata Dean., "Yeah," kata Ron, "McGonagall mungkin mengizinkan kita menggunakan kelasnya, dia begitu sewaktu Harry sedang berlatih untuk Triwizard." Tetapi Harry cukup yakin bahwa McGonagall tidak akan begitu bersedia kali ini. Untuk semua yang telah dikatakan Hermione tentang kelompok belajar dan pekerjaan rumah diperbolehkan, dia punya perasaan kuat bahwa yang satu ini mungkin dianggap jauh lebih memberontak. "Benar, well, kita akan mencoba menemukan suatu tempat," kata Hermione. "Kami akan mengirimkan pesan berkeliling kepada semua orang ketika kami mendapatkan waktu dan tempat untuk pertemuan pertama." Dia menggeledah tasnya dan mengeluarkan perkamen dan sebuah pena bulu, lalu bimbang, seakan-akan dia sedang menguatkan dirinya sendiri untuk mengatakan sesuatu. "Aku -- aku kira semua orang harus menuliskan nama mereka, hanya supaya kita tahu siapa yang ada di sini. Tapi aku juga mengira," dia mengambil napas dalam-dalam, "bahwa kita harus setuju tidak meneriakkan apa yang sedang kita lakukan. Jadi kalau kalian tanda tangan, kalian setuju tidak memberitahu Umbridge atau orang lain apa yang sedang kita rencanakan." Fred meraih perkamen itu dan menuliskan tanda tangannya dengan riang, tetapi Harry memperhatikan seketika bahwa beberapa orang terlihat kurang senang akan prospek menempatkan nama mereka ke daftar itu. "Er kata Zacharias lambat-lambat, tanpa mengambil perkamen yang sedang George coba operkan kepadanya, "well ... aku yakin Ernie akan memberitahuku kapan pertemuannya." Tapi Ernie juga terlihat agak bimbang untuk tanda tangan. Hermione mengangkat alis kepadanya. "Aku -- well, kami prefek," Ernie menjelaskan. "Dan kalau daftar ini ditemukan ... well, aku ingin mengatakan ... kau sendiri bilang, kalau Umbridge tahu --" "Kamu baru saja bilang kalau grup ini hal terpenting yang akan kau lakukan tahun ini," Harry mengingatkan dia. "Aku -- ya," kata Ernie, "ya, aku memang percaya itu, hanya saja -- " "Ernie, apakah kau benar-benar mengira aku akan membiarkan daftar itu di sembarang tempat?" kata Hermione dengan kesal. "Tidak. Tidak, tentu saja tidak," kata Ernie, terlihat sedikit kurang cemas. "Aku -- ya, tentu saja aku akan tanda tangan." Tidak seorangpun keberatan setelah Ernie, walaupun Harry melihat teman Cho memberinya pandangan agak mencela sebelum menambahkan namanya sendiri. Ketika orang terakhir -- Zacharias -- telah tanda tangan, Hermione mengambil perkamen itu kembali dan menyelipkannya dengan hati-hati ke dalam tasnya. Ada perasaan aneh dalam kelompok itu sekarang. Seakan-akan mereka baru saja menandatangani semacam kontrak. "Well, waktu terus berjalan," kata Fred dengan cepat, sambil bangkit. "George, Lee dan aku punya hal-hal yang sifatnya sensitif utnuk dibeli, kami akan berjumpa kalian nanti." Sisa kelompok itu pergi juga, dua-dua dan tiga-tiga. Cho berlama-lama mengikatkan kaitan tasnya sebelum pergi, rambutnya yang seperti tirai gelap panjang berayun ke depan menutupi wajahnya, tetapi temannya berdiri di sampingnya, dengan lengan terlipat, sambil membunyikan lidahnya, sehingga Cho tidak punya pilihan lain selain pergi bersamanya. Selagi temannya mendorongnya melalui pintu, Cho berpaling ke belakang dan melambai kepada Harry. "Well, kukira cukup lancar," kata Hermione dengan gembira, ketika sejenak kemudian dia, Harry dan Ron berjalan keluar dari Hog"s Head ke sinar matahari cerah. Harry dan Ron sedang menggenggam botol Butterbeer mereka. "Cowok Zacharias itu brengsek," kata Ron, yang sedang menatap marah figur Smith, yang terlihat dari kejauhan. "Aku juga tidak begitu suka dengannya," aku Hermione, "tetapi dia mendengar sewaktu aku berbicara kepada Ernie dan Hannah di meja Hufflepuff dan dia tampak sangat tertarik untuk datang, jadi apa yang bisa kubilang? Tapi sebenarnya semakin banyak orang semakin baik -- maksudku, Michael Corner dan teman-temannya tidak akan datang kalau dia tidak sedang mengencani Ginny -- " Ron, yang sedang meneguk habis beberapa tetes terakhir dari botol Butterbeernya, tersedak dan menyemprotkan Butterbeer ke bagian depan tubuhnya. "Dia APA?" repet Ron, marah besar, telinganya sekarang menyerupai potongan daging sapi mentah. "Dia kencan dengan -- adikku kencan -- apa maksudmu, Michael Corner?" "Well, itulah sebabnya dia dan teman-temannya datang, kukira -- well, mereka jelas tertarik untuk belajar pertahanan, tetapi kalau Ginny tidak memberitahu Michael apa yang sedang terjadi -- " "Kapan ini -- kapan dia --?" "Mereka bertemu di Pesta Dansa dan mulai berkencan akhir tahun lalu," kata Hermione dengan tenang. Mereka telah berbelok ke High Street dan dia berhenti sejenak di luar Toko Pena Bulu Scrivenshaft, di mana ada pajangan menarik pena-pena bulu ayam pegar di jendela. "Hmm ... aku perlu pena bulu baru." Dia berbelok ke dalam toko. Harry dan Ron mengikutinya. "Yang mana Michael Corner?" Ron menuntut dengan marah. "Yang berkulit gelap," kata Hermione. "Aku tidak suka dia," kata Ron seketika. "Kejutan besar," kata Hermione berbisik. "Tapi," kata Ron, sambil mengikuti Hermione sepanjang barisan pena-pena bulu dalam pot-pot tembaga, "Kukira Ginny suka Harry!" Hermione melihat kepadanya agak mengasihani dan menggelengkan kepalanya. "Ginny dulu suka Harry, tapi dia menyerah berbulan-bulan yang lalu. Bukannya sekarang dia tidak menyukaimu, tentu saja," tambahnya dengan manus kepada Harry sementara dia memeriksa sebuah pena bulu panjang berwarna hitam dan emas. Harry, yang kepalanya masih dipenuhi lambaian perpisahan Cho, tidak menganggap subyek ini semenarik Ron, yang nyata-nyata gemetar karena marah, tapi hal itu mengingatkannya kepada sesuatu yang hingga sekarang belum pernah diamatinya. "Jadi itu sebabnya dia berbicara kepadaku sekarang?" dia bertanya kepada Hermione. "Dulu dia tidak pernah berbicara di depanku." "Tepat sekali," kata Hermione. "Ya, kukira aku akan beli yang satu ini Dia pergi ke meja kasir dan menyerahkan lima belas Sickle dan dua Knut, sementara Ron masih mengikutinya. "Ron," katanya dengan tegas ketika dia berpaling dan menginjak kakinya, "inilah tepatnya mengapa Ginny belum memberitahumu bahwa dia berkencan dengan Michael, dia tahu kau akan menerimanya dengan buruk. Jadi jangan merepet tentang itu, demi Tuhan." "Apa maksudmu? Siapa yang menerima dengan buruk? Aku tidak akan merepet tentang apapun Ron terus menggerutu dengan suara kecil sepanjang jalan itu. Hermione menggulirkan matanya kepada Harry dan lalu berkata dengan nada rendah, sementara Ron masih menggumamkan kutukan mengenai Michael Corner, "Dan berbicara tentang Michael dan Ginny ... bagaimana dengan Cho dan kamu?" "Apa maksudmu?" kata Harry cepat. Seakan-akan air mendidih sedang naik dengan cepat di dalam dirinya; sebuah sensasi terbakar yang menyebabkan wajahnya membara di udara dingin -- apakah dia sejelas itu? "Well," kata Hermione sambil tersenyum sedikit, "dia tidak bisa mengalihkan matanya darimu, bukankah begitu?" Harry belum pernah menghargai sebelumnya betapa indahnya desa Hogsmeade itu. BAB TUJUH BELAS Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Empat Harry merasa lebih gembira selama sisa akhir pekan itu daripada yang telah dirasakannya sepanjang semester itu. Dia dan Ron menghabiskan banyak waktu di hari Minggu untuk mengejar semua pekerjaan rumah mereka lagi, dan walaupun ini hampir tidak bisa dikatakan menyenangkan, sinar matahari terakhir di musim gugur tetap bertahan, sehingga bukannya duduk membungkuk pada meja di ruang duduk mereka membawa pekerjaan mereka ke luar dan bernaung di bayangan pohon beech besar di tepi danau. Hermione, yang tentu saja sudah menyelesaikan semua pekerjaannya, membawa lebih banyak wol ke luar bersamanya dan menyihir jarum-jarum rajutnya sehingga mereka berkilauan dan berbunyi di tengah udara di sampingnya, menghasilkan lebih banyak topi dan scarf. Mengetahui bahwa mereka sedang melakukan sesuatu untuk melawan Umbridge dan Kementerian, dan bahwa dia adalah bagian penting dari pemberontakan itu, memberi Harry perasaan puas yang mendalam. Dia terus mengingat pertemuan hari Sabtu itu dalam pikirannya: semua orang itu, datang kepadanya untuk belajar Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam ... dan tampang-tampang mereka ketika mereka mendengar beberapa hal yang telah dia lakukan ... dan Cho memuji penampilannya di Turnamen Triwizard -- mengetahui semua orang itu tidak menganggapnya orang aneh pembohong, melainkan seseorang yang patut dikagumi, melambungkannya sedemikian rupa sehingga dia masih ceria pada hari Senin pagi, walaupun masih harus menghadapi semua kelas yang paling tidak disukainya. Dia dan Ron turun dari kamar asrama mereka, sambil membahas gagasan Angelina supaya mereka berlatih gerakan baru yang disebut Sloth Grip Roll pada latihan Quidditch malam itu, dan sampai mereka setengah menyeberangi ruang duduk yang penuh cahaya matahari mereka tidak memperhatikan tambahan ke ruangan itu yang telah menarik perhatian sekelompok kecil orang. Sebuah pengumuman besar telah dilekatkan ke papan pengumuman Gryffindor; begitu besarnya sehingga menutupi semua hal lain di sana -- daftar buku-buku mantera bekas untuk dijual, peringatan tetap tentang peraturan sekolah dari Argus Filch, jadwal latihan tim Quidditch, tawaran untuk barter Kartu Cokelat Kodok yang satu bagi kartu lainnya, iklan terbaru Weasley untuk mencari penguji, tanggal-tanggal akhir pekan Hogsmeade serta pengumuman barang hilang dan ditemukan. Pengumuman baru tersebut dicetak dengan huruf-huruf hitam besar dan ada cap yang tampak sangat resmi di bagian bawah di samping sebuah tanda tangan yang rapi dan berhuruf keriting. DENGAN PERINTAH PENYELIDIK TINGGI HOGWARTS Semua organisasi, perkumpulan, kelompok, dan klub siswa dibubarkan sejak saat ini. Organisasi, perkumpulan, tim, kelompok atau klub didefinisikan sebagai pertemuan tetap tiga atau lebih siswa. Izin untuk membentuk kembali dapat diminta dari Penyelidik Tinggi (Profesor Umbridge). Tak ada organisasi, perkumpulan, tim, kelompok atau klub siswa yang boleh terbentuk tanpa pengetahuan dan persetujuan Penyelidik Tinggi. Siswa yang kedapatan telah membentuk, atau bergabung dengan, sebuah organisasi, perkumpulan, tim, kelompok atau klub yang belum disetujui oleh Penyelidik Tinggi akan dikeluarkan. Hal-hal tersebut di atas sesuai dengan Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Empat. Tertanda: Dolores Jane Umbridge, Penyelidik Tinggi Harry dan Ron membaca pengumuman itu melewati kepala beberapa anak kelas dua yang tampak cemas. "Apakah ini berarti mereka akan menutup Klub Gobstones?" salah satu dari mereka bertanya kepada temannya. "Kukira kalian akan baik-baik saja dengan Gobstones," kata Ron dengan muram, membuat akan kelas dua itu terlompat. "Walau kukira kita tidak akan seberuntung itu, kalau kamu?" dia bertanya kepada Harry ketika anak-anak kelas dua itu bergegas pergi. Harry sedang membaca pengumuman itu lagi. Perasaan senang yang memenuhinya sejak hari Sabtu telah hilang. Isi tubuhnya bergetar karena marah. "Ini bukan kebetulan," katanya, tangannya mengepal. "Dia tahu." "Dia tidak mungkin tahu," kata Ron seketika. "Ada orang-orang yang mendengarkan di bar itu. Dan hadapi saja, kita tidak tahu berapa banyak orang yang muncul yang bisa kita percayai ... siapapun dari mereka bisa pergi memberitahu Umbridge ... " Dan dia mengira mereka mempercayai dirinya, mengira mereka bahkan mengagumi dirinya ... "Zacharias Smith!" kata Ron seketika, sambil meninju tangannya. "Atau -- kukira Michael Corner itu juga punya tampang yang benar-benar licik -- " "Aku ingin tahu apakah Hermione sudah melihat ini?" Harry berkata, sambil memandang sekeliling ke pintu menuju kamar anak perempuan. "Ayo pergi dan beritahu dia," kata Ron. Dia maju, menarik pintu hingga terbuka dan menaiki tangga spiral. Dia berada di anak tangga keenam ketika ada sebuah suara keras, melengking, seperti klakson dan anak-anak tangga luluh membentuk luncuran batu yang panjang dan licin seperti alat permainan luncuran. Ada saat sejenak di mana Ron berusaha tetap berlari, lengannya bekerja dengan hebat seperti kincir angin, lalu dia tumbang ke belakang dan meluncur turun di luncuran yang baru terbentuk itu, terdiam dengan punggungnya di kaki Harry. "Er -- kukira kita tidak diperbolehkan masuk ke kamar anak perempuan," kata Harry, sambil menarik Ron bangkit dan berusaha tidak tertawa. Dua anak perempuan kelas empat meluncur turun dengan gembira di luncuran batu itu. "Oooh, siapa yang mencoba naik ke atas?" mereka terkikik gembira, sambil melompat bangkit dan mengerling pada Harry dan Ron. "Aku," kata Ron, yang masih agak kusut. "Aku tidak sadar itu akan terjadi. Tidak adil!" tambahnya kepada Harry, ketika anak-anak perempuan itu menuju lubang potret, masih terkikik hebat. "Hermione boleh masuk ke kamar kita, kenapa kita tidak boleh --?" "Well, itu peraturan yang sudah ketinggalan zaman," kata Hermione, yang baru saja meluncur rapi ke sebuah permadani di depan mereka dan sekarang sedang bangkit, "tapi dikatakan di Sejarah Hogwarts, bahwa para pendiri menganggap anak laki-laki kurang dapat dipercaya dibandingkan anak perempuan. Ngomong-ngomong, kenapa kau mencoba masuk ke sana?" "Untuk menemuimu -- lihat ini!" kata Ron sambil menyeretnya ke papan pengumuman. Mata Hermione bergeser dengan cepat menuruni pengumuman itu. Ekspresinya menjadi kaku. "Seseorang pasti telah mengadu kepadanya!" kata Ron dengan marah. "Mereka tidak mungkin melakukannya," kata Hermione dengan suara rendah. "Kau begitu naif," kata Ron, "kaukira hanya karena kau terhormat dan bisa dipercaya "Bukan, mereka tidak mungkin melakukannya, karena aku menempatkan kutukan di potongan perkamen yang ditandatangani kita semua," kata Hermione dengan murung. "Percayalah padaku, kalau seseorang lari memberitahu Umbridge, kita akan tahu persis siapa mereka dan mereka akan benar-benar menyesalinya." "Apa yang akan terjadi dengan mereka?" kata Ron dengan penuh semangat. "Well, bilang saja begini," kata Hermione, "akan membuat jerawat Eloise Midgeon terlihat seperti beberapa bintik hitam yang manis. Ayolah, mari turun untuk sarapan dan lihat apa yang dipikiran yang lainnya ... aku ingin tahu apakah ini sudah dipasang di semua asrama?" Segera jelas ketika memasuki Aula Besar bahwa pengumuman Umbridge bukan hanya telah muncul di Menara Gryffindor. Ada intensitas tertentu dalam obrolan dan kadar pergerakan ekstra di Aula ketika orang-orang bergegas menyusuri meja-meja mereka merundingkan apa yang telah mereka baca. Harry, Ron dan Hermione belum lagi duduk ketika Neville, Dean, Fred, George dan Ginny menghampiri mereka. "Apakah kalian melihatnya?" "Menurutmu dia tahu?" "Apa yang akan kita lakukan?" Mereka semua memandang Harry. Dia melihat sekilas ke sekitarnya untuk memastikan tidak ada guru di dekat mereka. "Tentu saja kita akan tetap melakukannya," katanya pelan. "Tahu kau akan bilang begitu," kata George, sambil tersenyum dan memukul pelan lengan Harry. "Para prefek juga?" kata Fred, sambil memandang Ron dan Hermione dengan pandangan bertanya. "Tentu saja," kata Hermione dengan dingin. "Ini dia Ernie dan Hannah Abbot," kata Ron, sambil memandang lewat bahunya. "Dan cowok-cowok Ravenclaw itu dan Smith ... dan tak seorangpun tampak penuh bintik." Hermione terlihat gusar. "Tak usah pedulikan bintik, para idiot itu tidak bisa datang ke sini sekarang, akan tampak mencurigakan -- duduk!" dia menggerakkan mulut tanpa bersuara kepada Ernie dan Hannah, sambil memberi isyarat dengan kalut kepada mereka untuk bergabung kembali ke meja Hufflepuff. "Nanti! Kami akan -- berbicara -- kepada --kalian -- nanti!" "Aku akan beritahu Michael," kata Ginny dengan tidak sabar sambil bangkit dari bangkunya, "si bodoh itu, jujur saja ... " Dia bergegas menuju meja Ravenclaw; Harry memperhatikannya pergi. Cho sedang duduk tidak jauh, sambil berbicara dengan temannya yang berambut keriting yang dibawanya ke Hog"s Head. Apakah pengumunan Umbridge akan membuatnya takut menghadiri pertemuan mereka lagi? Tetapi akibat penuh dari pengumuman itu belum dirasakan sampai mereka meninggalkan Aula Besar untuk Sejarah Sihir. "Harry! Ron!" Itu Angelina dan dia sedang bergegas menuju mereka terlihat sangat putus asa. "Tidak apa-apa," kata Harry pelan, ketika dia cukup dekat untuk mendengarnya. "Kita masih akan -- " "Kau sadar dia mengikutkan Quidditch ke dalam ini?" Angelina memotongnya. "Kita harus pergi meminta izin untuk membentuk kembali tim Gryffindor!" "Apa?" kata Harry. "Tidak mungkin," kata Ron, terperanjat. "Kalian baca pengumumannya, menyebutkan tim juga! Jadi dengar, Harry ... aku mengatakan ini untuk terakhir kalinya ... tolong, tolong jangan kehilangan kendali dengan Umbridge lagi atau dia mungkin tidak akan membiarkan kita bermain lagi!" "OK, OK," kata Harry, karena Angelina terlihat seolah-olah hampir menangis. "Jangan khawatir, aku akan menjaga tingkah lakuku ... " "Aku bertaruh Umbridge ada dalam Sejarah Sihir," kata Ron dengan murung, ketika mereka berangkat ke pelajaran Binns. "Dia belum menginspeksi Binns ... taruhan apapun dia ada di sana ... " Tapi dia salah, satu-satunya guru yang hadir ketika mereka masuk adalah Profesor Binns, melayang sekitar satu inci dari kursinya seperti biasa dan bersiap-siap melanjutkan dengungannya yang membosankan mengenai perang para raksasa. Harry bahkan tidak berusaha mengikuti apa yang dikatakannya hari ini, dia menggambar dengan malas di perkamennnya sambil mengabaikan pelototan dan sikutan Hermione yang sering terjadi, sampai sebuah tusukan menyakitkan di tulang iganya membuatnya melihat ke atas dengan marah. "Apa?" Dia menunjuk ke jendela. Harry melihat sekeliling. Hedwig sedang bertengger di birai jendela yang sempit, memandang melalui kaca tebal kepadanya, sepucuk surat terikat ke kakinya. Harry tidak bisa mengerti, mereka baru saja sarapan, kenapa dia tidak mengantarkan surat saat itu, seperti biasa? Banyak teman sekelasnya juga menunjuk Hedwig kepada satu sama lain. "Oh, aku selalu suka burung hantu itu, dia sangat cantik," Harry mendengar Lavender menghela napas kepada Parvati. Dia memandang kepada Profesor Binns yang terus membacakan catatannya, dengan tenangnya tidak menyadari bahwa perhatian kelas bahkan lebih tidak terfokus kepadanya daripada biasanya. Harry menyelinap diam-diam dari kursinya, berjongkok dan bergegas menyusuri barisan itu ke jendela, di mana dia menggeser pengaitnya dan membukanya dengan sangat pelan. Dia telah mengharapkan Hedwig untuk menjulurkan kakinya sehingga dia bisa melepaskan surat itu dan lalu terbang ke Kandang Burung Hantu tetapi saat jendela terbuka cukup lebar diai melompat masuk, sambil beruhu dengan sedih. Dia menutup jendela dengan pandangan cemas kepada Profesor Binns, berjongkok rendah lagi dan bergegas kembali ke tempat duduknya dengan Hedwig di bahunya. Dia duduk kembali, memindahkan Hedwig ke pangkuannya dan mulai melepaskan surat yang terikat ke kakinya. Saat itu barulah dia sadar bahwa bulu-bulu Hedwig kusut dengan cara yang aneh; beberapa bengkok ke arah yang salah, dan dia sedang mengulurkan salah satu sayapnya pada sudut yang aneh. "Dia terluka!" Harry berbisik, sambil membungkukkan kepalanya rendah-rendah di atas Hedwig. Hermione dan Ron mencondongkan badan lebih dekat; Hermione bahkan meletakkan pena bulunya. "Lihat -- ada yang salah dengan sayapnya -- " Hedwig sedang gemetaran; ketika Harry menyentuh sayap itu dia terlompat kecil, semua bulunya berdiri seakan-akan dia sedang menggembungkan dirinya sendiri, dan memandang Harry dengan mencela. "Profesor Binns," kata Harry keras-keras, dan semua orang di kelas itu berpaling untuk melihatnya. "Aku merasa tidak sehat." Profesor Binns mengangkat mata dari catatannya, terlihat heran, seperti biasanya, mendapati ruangan di depannya penuh dengan orang. "Merasa tidak sehat?" ulangnya dengan tidak jelas. "Sama sekali tidak sehat," kata Harry dengan tegas sambil bangkit dengan Hedwig tersembunyi di balik punggungnya. "Kukira aku perlu pergi ke sayap rumah sakit." "Ya," kata Profesor Binns, jelas tidak tahu mau berbuat apa. "Ya ... ya, sayap rumah sakit ... well, pergilah, kalau begitu, Perkins Begitu berada di luar ruangan, Harry mengembalikan Hedwig ke bahunya dan bergegas menyusuri koridor, hanya berhenti sejenak untuk berpikir ketika dia tidak bisa lagi melihat pintu Binns. Pilihan pertamanya atas seseorang untuk menyembuhkan Hedwig adalah Hagrid, tentu saja, tetapi karena dia tidak punya ide di mana Hagrid pilihannya yang tersisa adalah menemukan Profesor Grubbly-Plank dan berharap dia akan menolong. Dia mengintip ke luar jendela ke halaman yang mendung dan berangin kencang. Tidak ada tanda-tandanya di mana pun dekat kabin Hagrid; kalau dia tidak sedang mengajar, dia mungkin berada di dalam ruang guru. Dia berangkat turun, Hedwig beruhu lemah selagi terayun-ayun di bahunya. Dua gargoyle batu mengapit pintu ruang guru. Ketika Harry mendekat, salah satu dari mereka berkuak, "Kau seharusnya berada di dalam kelas, Nak Jim." "Ini penting," kata Harry kasar. "Ooooh, penting, bukan?" kata gargoyle yang satunya lagi dengan suara melengking tinggi. "Well, itu menempatkan kami di tempat seharusnya, bukan?" Harry mengetuk pintu. Dia mendengar langkah-langkah kaki, lalu pintu terbuka dan dia mendapati dirinya berhadapan dengan Profesor McGonagall. "Kau tidak diberi detensi lagi!" katanya seketika, kacamata perseginya berkilat menakutkan. "Tidak, Profesor!" kata Harry cepat-cepat. "Well, kalau begitu mengapa kau berada di luar kelas?" "Tampaknya penting," kata gargoyle kedua menyindir. "Saya mencari Profeosr Grubbly-Plank," Harry menjelaskan. "Burung hantu saya, dia terluka." "Burung hantu terluka, katamu?" Profesor Grubbly-Plank muncul di balik bahu Profesor McGonagall, sambil mengisap pipa dan memegang sebuah salinan Daily Prophet. "Ya," kata Harry sambil mengangkat Hedwig dengan hati-hati dari bahunya, "dia muncul setelah burung hantu pos lainnya dan sayapnya aneh, lihat -- " Profesor Grubbly-Plank memasukkan pipanya dengan kokoh di antara gigi-giginya dan mengambil Hedwig dari Harry sementara Profesor McGonagall mengamati. "Hmm," kata Profesor Grubbly-Plank, pipanya bergoyang sedikit ketika dia berbicara. "Kelihatannya sesuatu menyerangnya. Walau tak bisa memikirkan apa yang mungkin melakukannya. Thestral terkadang menyerang burung, tentu saja, tapi Hagrid telah membuat Thesrtral Hogwarts terlatih baik untuk tidak menyentuh burung hantu." Harry tidak tahu juga tidak peduli apa itu Thestral; dia hanya ingin tahu bahwa Hedwig akan baik-baik saja. Namun, Profesor McGonagall memandang tajam kepada Harry dan berkata, "Apakah kau tahu berapa jauh burung hantu ini bepergian, Potter?" "Er," kata Harry. "Dari London, kukira." Mereka saling pandang sejenak dan dia tahu, dari cara alisnya bertaut, bahwa Profesor McGonagall mengerti "London" berarti "Grimmauld Place nomor dua belas". Profesor Grubbly-Plank menarik sebuah kacamata berlensa satu keluar dari bagian dalam jubahnya dan memasangnya ke matanya, untuk memeriksa sayap Hedwig lebih seksama. "Aku seharusnya bisa memperbaiki ini kalau kau meninggalkannya denganku, Potter," katanya, "bagaimanapun, dia seharusnya tidak terbang jauh selama beberapa hari." "Er -- benar -- trims," kata Harry, persis ketika bel untuk istirahat berbunyi. "Tak masalah," kata Profesor Grubbly-Plank dengan keras, sambil berpaling kembali ke dalam ruang guru. "Sebentar saja, Wilhemina!" kata Profesor McGonagall. "Surat Potter!" "Oh yeah!" kata Harry, yang sejenak telah melupakan gulungan yang terikat ke kaki Hedwig. Profesor Grubbly-Plank menyerahkannya dan menghilang ke dalam ruang guru sambil membawa Hedwig, yang menatap Harry seolah-olah tidak percaya dia akan menyerahkan dirinya seperti ini. Merasa sedikit bersalah, dia berpaling untuk pergi, tetapi Profesor McGonagall memanggilnya kembali. "Potter!" "Ya, Profesor?" Dia melihat ke ujung-ujung koridor, ada murid-murid yang berdatangan dari kedua arah. "Camkan di pikiranmu," katanya dengan cepat dan pelan, matanya kepada gulungan di tangannya, "bahwa saluran-saluran komunikasi di dalam dan di luar Hogwarts mungkin sedang diawasi, oke?" "Aku -- " kata Harry, tetapi arus siswa yang bergemuruh di sepanjang koridor hampir mencapainya. Profesor McGonagall memberinya anggukan kecil dan mundur ke dalam ruang guru, meninggalkan Harry tersapu ke halaman sekolah bersama kerumunan. Dia melihat Ron dan Hermione sudah berdiri di sebuah sudut terlindung, kerah mantel mereka dinaikkan melawan angin. Harry membuka gulungan itu selagi dia bergegas menuju mereka dan menemukan kata-kata dalam tulisan tangan Sirius. Hari ini, waktu yang sama, tempat yang sama. "Apakah Hedwig baik-baik saja?" tanya Hermione dengan cemas, saat dia berada dalam jarak pendengaran. "Ke mana kau membawanya?" tanya Ron. "Ke Grubbly-Plank," kata Harry. "Dan aku bertemu McGonagall ... dengar Dan dia memberitahu mereka apa yang telah dikatakan Profesor McGonagall. Yang membuatnya terkejut, tak seorangpun dari mereka tampak terguncang. Sebaliknya, mereka saling berpandangan penuh pengertian. "Apa?" kata Harry, sambil melihat dari Ron kepada Hermione dan balik lagi. "Well, aku baru saja berkata kepada Ron ... bagaimana kalau seseorang mencoba mencegat Hedwig? Maksudku, dia belum pernah terluka dalam penerbangan sebelumnya, bukan?" "Ngomong-ngomong, dari siapa surat itu?" tanya Ron, sambil mengambil catatan itu dari Harry. "Snuffles," kata Harry pelan. ""Waktu yang sama, tempat yang sama?" Apakah maksudnya api di ruang duduk?" "Jelas saja," kata Hermione, juga membaca catatan itu. Dia tampak gelisah. "Aku hanya berharap tak ada orang lain yang sudah membaca ini ... " "Tapi masih tersegel dan segalanya," kata Harry, mencoba meyakinkan dirinya sendiri serta Hermione. "Dan tak seorangpun akan mengerti apa artinya kalau mereka tidak tahu di mana kita sudah berbicara dengannya sebelumnya, benar "kan?" "Aku tidak tahu," kata Hermione dengan cemas, sambil mengangkat tasnya ke bahunya ketika bel berbunyi lagi, "sebenarnya tidak sulit menyegel kembali gulungan dengan sihir ... dan kalau seseorang sedang mengawasi Jaringan Floo ... tapi aku tidak melihat bagaimana kita bisa memperingatkannya untuk tidak datang tanpa dicegat juga!" Mereka menuruni undakan batu ke ruang bawah tanah untuk Ramuan, mereka ketiga semuanya terbenam dalam pikiran, tetapi ketika mereka mencapai dasar tangga mereka disadarkan oleh suara Draco Malfoy yang sedang berdiri tepat di luar pintu ruang kelas Snape, sambil melambaikan sebuah potongan perkamen yang tampak resmi dan berbicara jauh lebih keras daripada yang diperlukan sehingga mereka bisa mendengar setiap kata. "Yeah, Umbridge langsung memberi tim Quidditch Slytherin izin untuk terus bermain, aku pergi untuk memintanya pagi-pagi sekali. Well, cukup otomatis, maksudku, dia kenal baik ayahku, dia selalu muncul di Kementerian ... akan menarik melihat apakah Gryffindor dibolehkan terus bermain, bukan?" "Jangan naik," Hermione berbisik memohon kepada Harry dan Ron, yang keduanya sedang mengamati Malfoy, dengan wajah tegang dan tinju terkepal. "Itu yang dia mau." "Maksudku," kata Malfoy, sambil menaikkan suaranya sedikit lagi, matanya yang kelabu berkilat dengki ke arah Harry dan Ron, "kalau masalah pengaruh dengan Kementerian, kukira mereka tidak punya banyak kesempatan ... dari apa yang dikatakan ayahku, mereka telah mencari alasan untuk memecat Arthur Weasley selama bertahun-tahun ... dan mengenai Potter ... ayahku bilang cuma masalah waktu sebelum Kementerian mengirimnya ke St Mungo ... tampaknya mereka punya bangsal khusus untuk orang-orang yang otaknya sudah kacau akibat sihir." Malfoy membuat wajah aneh, mulutnya ternganga dan matanya digulirkan. Crabbe dan Goyle tertawa mendengkur seperti biasa, Pansy Parkinson menjerit senang. Sesuatu menabrak bahu Harry, menjatuhkannya ke samping. Sepersekian detik kemudian dia menyadari bahwa Neville baru saja menyerbu melewati dirinya, langsung menuju Malfoy. "Neville, jangan!" Harry melompat maju dan meraih bagian belakang jubah Neville; Neville meronta gila-gilaan, tinjunya memukul-mukul, mencoba dengan putus asa mengenai Malfoy yang sejenak terlihat sangat terguncang. "Tolong aku!" Harry berpaling kepada Ron, berhasil melingkarkan satu lengan di sekeliling leher Neville dan menyeretnya mundur, menjauh dari anak-anak Slytherin. Crabbe dan Goyle sedang menegangkan lengan mereka selagi mereka melangkah ke depan Malfoy, siap berkelahi. Ron menyambar kedua lengan Neville, dan bersama-sama dia dan Harry berhasil menyeret Neville ke belakang ke barisan Gryffindor. Wajah Neville merah tua, tekanan yang ditempatkan Harry ke tenggorokannya membuatnya sulit dimengerti, tetapi kata-kata aneh keluar dari mulutnya. "Tak ... lucu ... jangan ... Mungo ... perlihatkan ... dia Pintu ruang bawah tanah terbuka. Snape muncul di sana. Matanya yang hitam memandang ke barisan Gryffindor ke titik di mana Harry dan Ron sedang bergumul dengan Neville. "Berkelahi, Potter, Weasley, Longbottom?" Snape berkata dengan suaranya yang dingin mengejek. "Sepuluh poin dari Gryffindor. Lepaskan Longbottom, Potter, atau akan jadi detensi. Ke dalam, kalian semua." Harry melepaskan Neville, yang berdiri terengah-engah dan melotot kepadanya. "Aku harus menghentikanmu," Harry terengah-engah, sambil memungut tasnya. "Crabbe dan Goyle akan merobek-robekmu." Neville tidak berkata apa-apa; dia hanya menyambar tasnya sendiri dan berlari ke dalam ruang bawah tanah. "Dalam nama Merlin," kata Ron lambat-lambat, selagi mereka mengikuti Neville, "tentang apa itu tadi?" Harry tidak menjawab. Dia tahu persis mengapa subyek mengenai orang-orang yang berada di St Mungo karena kerusakan sihir pada otak mereka sangat membuat Neville tertekan, tetapi dia telah bersumpah kepada Dumbledore bahwa dia tidak akan memberitahu rahasia Neville kepada siapapun. Bahkan Neville tidak tahu kalau Harry tahu. Harry, Ron dan Hermione mengambil tempat duduk mereka yang biasa di bagian belakang kelas, menarik keluar perkamen, pena bulu, dan salinan Seribu Tanaman dan Jamur Sihir mereka. Kelas di sekitar mereka sedang berbisik-bisik mengenai apa yang baru saja dilakukan Neville, tetapi ketika Snape menutup pintu ruang bawah tanah dengan bunyi keras menggema, semua orang segera terdiam. "Kalian akan memperhatikan," kata Snape dengan suaranya yang rendah mengejek, "bahwa kita punya seorang tamu bersama kita hari ini." Dia memberi isyarat kepada sudut suram ruang bawah tanah itu dan Harry melihat Profesor Umbridge duduk di sana, papan jepit di lututnya. Dia memandang ke samping kepada Ron dan Hermione, alisnya terangkat. Snape dan Umbridge, dua guru yang paling dibencinya. Sulit memutuskan yang mana yang dia inginkan menang atas yang lainnya. "Kita akan melanjutkan dengan Larutan Penguat kita hari ini. Kalian akan menemukan campuran kalian seperti yang kalian tinggalkan pada pelajaran lalu; kalau dibuat dengan benar campuran-campuran itu seharusnya sudah matang selama akhir pekan -- instruksi -- " dia melambaikan tongkatnya lagi "-- di papan tulis. Teruskan." Profesor Umbridge menghabiskan setengah jam pertama dari pelajaran itu mencatat di sudutnya. Harry sangat tertarik untuk mendengar dia menanyai Snape; begitu tertariknya, sehingga dia menjadi kurang hati-hati dengan ramuannya lagi. "Darah salamander, Harry!" Hermione mengerang, sambil meraih pergelangan tangannya untuk mencegahnya menambahkan bahan yang salah ketiga kalinya, "bukan jus pomegranate!" "Benar," kata Harry dengan samar, sambil meletakkan botol itu dan terus mengamati sudut. Umbridge baru saja bangkit. "Ha," katanya pelan, ketika dia berjalan di antara dua baris meja tulis menuju Snape, yang sedang membungkuk di atas kuali Dean Thomas. "Well, kelas ini tampaknya cukup maju untuk tingkatan mereka," katanya cepat kepada punggung Snape. "Walaupun aku akan bertanya apakah sebaiknya mengajari mereka ramuan seperti Larutan Penguat. Kukira Kementerian akan lebih suka kalau itu dihilangkan dari daftar pelajaran. Snape meluruskan badannya lambat-lambat dan berpaling untuk memandangnya. "Sekarang ... berapa lama Anda telah mengajar di Hogwarts?" tanyanya, dengan pena bulunya diseimbangkan di atas papan jepitnya. "Empat belas tahun," Snape menjawab. Ekspresinya tidak dapat ditebak. Harry, sambil mengamatinya dengan seksama, menambahkan beberapa tetes ke dalam ramuannya; ramuan itu berdesis mengancam dan berubah dari biru kehijauan menjadi jingga. "Aku yakin, Anda pertama melamar untuk pos Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam?" Profesor Umbridge bertanya kepada Snape. "Ya," kata Snape pelan. "Tapi Anda tidak berhasil?" Bibir Snape melengkung. "Jelas saja." Profesor Umbridge mencoret ke papan jepitnya. "Dan kuyakin, Anda telah melamar untuk pos Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam secara teratur sejak Anda pertama kali bergabung dengan sekolah ini?" "Ya," kata Snape pelan, hampir tidak menggerakkan bibirnya. Dia terlihat sangat marah. "Apakah Anda punya ide mengapa Dumbledore terus menolak menunjuk Anda?" tanya Umbridge. "Kusarankan Anda bertanya kepadanya," kata Snape tersentak. "Oh, akan kulakukan," kata Profesor Umbridge, dengan senyum manis. "Kuanggap ini relevan?" Snape bertanya, matanya yang hitam menyipit. "Oh ya," kata Profesor Umbridge, "ya, Kementerian ingin pemahaman menyeluruh terhadap -- er -- latar belakang para guru." Dia berpaling, berjalan ke arah Pansy Parkinson dan mulai menanyainya tentang pelajaran. Snape melihat kepada Harry dan mata mereka bertemu selama sedetik. Harry buru-buru menjatuhkan pandangannya pada ramuannya, yang sekarang mengental jelek sekali dan mengeluarkan bau kuat dari karet terbakar. "Kalau begitu, tidak ada nilai lagi, Potter," kata Snape dengan dengki, sambil mengosongkan kuali Harry dengan satu lambaian tongkatnya. "Kamu akan menuliskan sebuah esai bagiku tentang komposisi yang benar dari ramuan ini, menandakan bagaimana dan kenapa kau salah, untuk diserahkan pada pelajaran berikutnya, apakah kamu mengerti?" "Ya," kata Harry dengan marah. Snape sudah memberikan mereka pekerjaan rumah dan dia punya latihan Quidditch malam ini; ini berarti beberapa malam tanpa tidur lagi. Tampaknya tidak mungkin dia telah terbangun pagi itu sambil merasa sangat gembira. Semua yang dirasakannya sekarang hanyalah keinginan kuat agar hari ini segera berakhir. "Mungkin aku akan bolos Ramalan," katanya dengan murung, ketika mereka berdiri di lapangan setelah makan siang, angin memecut keliman jubah dan pinggir topi. "Aku akan pura-pura sakit dan mengerjakan esai Snape sebagai gantinya, lalu aku tidak perlu terjaga sepanjang malam." "Kau tidak bisa bolos Ramalan," kata Hermione dengan keras. "Dengar siapa yang berbicara, kau keluar dari Ramalan, kau benci Trelawney!" kata Ron dengan marah. "Aku tidak benci dia," kata Hermione angkuh. "Aku hanya mengira dia seorang guru yang benar-benar mengerikan dan seorang penipu tua sejati. Tapi Harry sudah ketinggalan Sejarah Sihir dan kukira dia tidak boleh ketinggalan yang lain lagi hari ini!" Ada terlalu banyak kebenaran dalam hal ini untuk diabaikan, sehingga setengah jam kemudian Harry mengambil tempat duduknya dalam suasana ruang kelas Ramalan yang panas dan terlalu banyak parfum, sambil merasa marah kepada semua orang. Profesor Trelawney sekali lagi menyerahkan salinan-salinan Ramalan Mimpi. Harry mengira waktunya lebih baik dipakai untuk mengerjakan esai hukuman Snape daripada duduk di sini sambil mencoba menemukan arti dalam mimpi-mimpi rekaan. Namun, kelihatannya dia bukan satu-satunya orang dalam Ramalan yang sedang marah. Profesor Trelawney membanting sebuah salinan Ramalan ke meja di antara Harry dan Ron dan berjalan pergi, bibirnya dikerutkan; dia melemparkan salinan Oracle berikutnya kepada Seamus dan Dean, hampir mengenai kepala Seamus, dan menyorongkan yang terakhir ke dada Neville dengan tenaga yang begitu kuat sehingga dia jatuh dari kursi empuknya. "Well, lanjutkan!" kata Profesor Trelawney denagn kuat, suaranya melengking tinggi dan agak histeris, "kalian tahu apa yang harus dilakukan! Atau apakah aku seorang guru yang begitu di bawah standar sehingga kalian belum pernah belajar bagaimana membuka sebuah buku?" Kelas itu menatapnya dengan bingung, lalu kepada satu sama lain. Namun, Harry mengira dia tahu apa masalahnya. Selagi Profesor Trelawney menyentak kembali ke kursi guru yang bersandaran tinggi, matanya yang diperbesar penuh air mata kemarahan, dia mencondongkan kepalanya mendekat pada kepala Ron dan bergumam, "Kukira dia sudah dapat hasil inspeksinya." "Profesor?" kata Parvati Patil dengan suara berbisik (dia dan Lavender selalu agak mengagumi Profesor Trelawney). "Profesor, apakah ada yang -- er -- salah?" "Salah!" teriak Profesor Trelawney dengan suara yang bergetar penuh emosi. "Tentu saja tidak! Aku telah dihina, tentu saja ... seseorang telah membuat sindiran kepadaku ... tuduhan-tuduhan tak berdasar dilontarkan ... tapi tidak, tidak ada yang salah, tentu saja!" Dia mengambil napas panjang dengan ngeri dan mengalihkan pandangan dari Parvati, air mata kemarahan berjatuhan dari balik kacamatanya. "Aku tidak mengatakan apa-apa," dia tersedak, "tentang enam belas tahun pengabdian setia ... sudah berlalu, tampaknya, tanpa diperhatikan ... tapi aku tidak akan dihina, tidak, aku tidak akan!" "Tapi, Profesor, siapa yang menghina Anda?" tanya Parvati takut-takut. "Orang yang berkuasa!" kata Profesor Trelawney, dengan suara dalam, dramatis, yang bergetar. "Ya, mereka yang matanya terlalu diliputi hal-hal membosankan sehingga tidak bisa Melihat seperti yang ku-Lihat, Tahu seperti yang ku-Tahu ... tentu saja, kami para Penglihat selalu ditakuti, selalu dianiaya ... itu nasib kami." Dia menelan ludah, mengeringkan pipinya yang basah dengan ujung syalnya, lalu dia menarik sebuah sapu tangan bersulam kecil dari lengan bajunya, dan meniup hidungnya sangat keras dengan suara mirip Peeves meleletkan lidah. Ron mencibir. Lavender memberinya pandangan jijik. "Profesor," kata Parvati, "apakah maksud Anda ... apakah sesuatu yang Profesor Umbridge --?" "Jangan berbicara kepadaku mengenai wanita itu!" teriak Profesor Trelawney, sambil melompat bangkit, manik-maniknya berderak dan kacamatanya berkilat. "Tolong lanjutkan pekerjaan kalian!" Dan dia menghabiskan sisa pelajaran itu di antara mereka, dengan air mata masih bercucuran dari balik kacamatanya, sambil menggumamkan apa yang terdengar seperti ancaman dengan suara rendah. mungkin lebih baik memilih pergi ... penghinaan itu ... dalam masa percobaan ... kita akan lihat ... betapa beraninya dia "Kamu dan Umbridge punya kesamaan," Harry memberitahu Hermione diam-diam ketika mereka bertemu lagi di Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. "Dia jelas juga menganggap Trelawney penipu tua ... tampaknya dia menempatkannya dalam masa percobaani." Umbridge memasuki ruangan selagi dia berbicara, sambil mengenakan pita beludru hitamnya dan ekspresi sangat puas diri. "Selamat sore, kelas." "Selamat sore, Profesor Umbridge," mereka bernyanyi tanpa minat. "Tolong simpan tongkatnya." Tapi tidak ada jawaban berupa gerakan ribut kali ini; tak seorangpun repot-repot mengeluarkan tongkat mereka. "Tolong balik ke halaman tiga puluh empat Teori Sihir Pertahanan dan baca bab ketiga, yang berjudul "Kasus Tanggapan Tanpa Menyerang terhadap Serangan Sihir". Tidak -- " "-- perlu berbicara," Harry, Ron dan Hermione berkata bersama-sama, dengan suara rendah. * "Tidak ada latihan Quidditch," kata Angelina dengan nada hampa ketika Harry, Ron dan Hermione memasuki ruang duduk setelah makan malam. "Tapi aku menjaga amarahku!" kata Harry, terkejut. "Aku tidak mengatakan apa-apa kepadanya, Angelina, aku sumpah, aku -- " "Aku tahu, aku tahu," kata Angelina menderita. "Dia cuma bilang dia perlu sedikit waktu untuk mempertimbangkan." "Mempertimbangkan apa?" kata Ron dengan marah. "Dia memberi anak-anak Slytherin izin, kenapa kita tidak?" Tapi Harry bisa membayangkan seberapa Umbridge menikmati memberi ancaman tidak ada tim Quidditch Gryffindor kepada mereka dan bisa dengan mudah mengerti kenapa dia tidak mau melepaskan senjata itu kepada mereka demikian cepat. "Well," kata Hermione, "lihat sisi baiknya -- setidaknya sekarang kalian akan punya waktu untuk mengerjakan esai Snape!" "Itu sisi baik, bukan?" sambar Harry, sementara Ron memandang Hermione dengan tidak percaya. "Tak ada latihan Quidditch, dan Ramuan ekstra?" Harry merosot ke dalam sebuah kursi, menyeret esai Ramuannya dengan enggan dari tasnya dan mulai bekerja. Sangat sulit untuk berkonsentrasi; walaupun dia tahu Sirius belum akan muncul di dalam api sampai lama kemudian, dia tidak bisa tidak melihat ke dalam nyala api setiap beberapa menit sekali untuk berjaga-jaga. Juga ada suara yang luar biasa di dalam ruangan itu: Fred dan George kelihatannya telah menyempurnakan satu jenis Kotak Makanan Pembolos, yang mereka peragakan secara bergantian kepada kerumunan yang bersorak dan berteriak. Pertama, Fred akan menggigit ujung jingga dari sebuah permen kunyah, yang menyebabkannya muntah hebat ke dalam sebuah ember yang telah mereka tempatkan di depan mereka. Lalu dia akan menelan paksa ujung ungu dari permen kunyah itu, yang menyebabkan muntah-muntah segera berhenti. Lee Jordan, yang sedang membantu peragaan, Menghilangkan muntahan dengan malas secara teratur dengan Mantera Penghilang yang sama dengan yang digunakan terus Snape pada ramuan-ramuan Harry. Dengan suara muntah teratur, sorakan dan suara Fred dan George menerima pesanan pendahuluan dari kerumunan, Harry mendapati luar biasa sukar untuk fokus pada metode yang tepat untuk Larutan Penguat. Hermione tidak membantu; sorakan dan suara muntahan yang mengenai dasar ember Fred dan George diikuti dengan dengusannya yang keras dan tidak menyetujui, yang Harry rasa, kalau bisa, lebih mengalihkan perhatian. "Kalau begitu pergi saja dan hentikan mereka!" katanya dengan jengkel, setelah mencoret berat cakar griffin bubuk yang salah untuk keempat kalinya. "Aku tidak bisa, secara teknis mereka tidak melakukan apapun yang salah," kata Hermione melalui gigi-gigi yang digertakkan. "Mereka berhak makan benda-benda aneh itu sendiri dan aku tidak bisa menemukan peraturan yang mengatakan orang-orang idiot lainnya tidak boleh membelinya, tidak kecuali benda-benda itu terbukti berbahaya dalam suatu cara dan kelihatannya tidak begitu." Dia, Harry dan Ron memperhatikan George melambungkan muntahan ke dalam ember, menelan sisa permen kunyahnya dan bangkit sambil tersenyum dengan lengan terentang lebar menghadapi tepuk tangan yang berkepanjangan. "Kau tahu, aku tidak mengerti kenapa Fred dan George cuma mendapat tiga OWL masing-masing," kata Harry sambil mengamati ketika Fred, George dan Lee mengumpulkan emas dari kerumunan yang berminat. "Mereka benar-benar mengerti bahan mereka." "Oh, mereka hanya tahu hal-hal pamer yang tidak berguna nyata bagi siapapun," kata Hermione meremehkan. Lama juga sebelum kerumunan di sekitar si kembar Weasley menyurut, lalu Fred, Lee dan George duduk sambil menghitung pendapatan mereka lebih lama lagi, sehingga lewat tengah malam ketika Harry, Ron dan Hermione akhirnya sendirian di ruang duduk. Akhirnya, Fred telah menutup pintu ke kamar anak laki-laki di belakangnya, sambil menggoyangkan kotak Galleonnya dengan berlagak sehingga Hermione cemberut. Harry, yang sedang membuat sedikit kemajuan dengan esai Ramuannya, memutuskan menyerah untuk malam itu. Ketika dia menyimpan buku-bukubya, Ron, yang sedang tidur ayam di kursi berlengannya, mengeluarkan dengkur teredam, terbangun, dan memandang muram ke dalam api. "Sirius!" katanya. Harry berpaling. Kepala gelap Sirius yang tidak rapi duduk di dalam api lagi. "Hai," katanya sambil nyengir. "Hai," kata Harry, Ron dan Hermione bersamaan, ketiganya semua berlutut di permadani. Crookshanks mendengkur keras dan mendekati api, mencoba, walaupun panas, menempatkan wajahnya dekat wajah Sirius. "Bagaimana keadaan kalian?" kata Sirius. "Tidak sebaik itu," kata Harry, ketika Hermione menarik Crookshanks balik untuk mencegahnya menghanguskan kumisnya. "Kementerian memaksakan dekrit lain, yang beratri kami tidak diizinkan memiliki tim Quidditch -- " "Atau kelompok Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam rahasia?" kata Sirius. Ada jeda pendek. "Bagaimana kau tahu tentang itu?" Harry menuntut. "Kalian perlu memilih tempat-tempat pertemuan kalian dengan lebih hati-hati," kata Sirius, sambil menyengir lebih lebar lagi. "Hog"s Head, kutanya kalian." "Well, lebih baik daripada Three Broomsticks!" kata Hermione membela diri. "Tempat itu selalu penuh orang -- " "Yang berarti kalian akan lebih sukar didengar orang lain," kata Sirius. "Kau masih perlu belajar banyak, Hermione." "Siapa yang mendengar kami?" Harry menuntut. "Mundungus, tentu saja," kata Sirius, dan ketika mereka semua tampak bingung dia tertawa. "Dia penyihir wanita di balik tudung itu." "Itu Mundungus?" Harry berkata, terperanjat. "Apa yang sedang dilakukannya di Hog"s Head?" "Menurutmu apa yang sedang dilakukannya?" kata Sirius tidak sabaran. "Mengawasi kamu, tentu saja." "Aku masih diikuti?" tanya Harry dengan marah. "Yeah, memang," kata Sirius, "dan bagus juga, bukan, kalau hal pertama yang akan kau lakukan pada akhir pekan bebasmu adalah mengorganisasi kelompok pertahanan ilegal." Tapi dia tidak terlihat marah ataupun kuatir. Sebaliknya, dia melihat kepada Harry dengan rasa bangga yang jelas. "Kenapa Dung bersembunyi dari kami?" tanya Ron, terdengar kecewa. "Kami akan senang berjumpa dengannya." "Dia dilarang masuk Hog"s Head dua puluh tahun yang lalu," kata Sirius, "dan penjaga bar itu punya ingatan yang bagus. Kita kehilangan Jubah Gaib cadangan Moody ketika Sturgis tertangkap, sehingga Dung sering berpakaian seperti penyihir wanita akhir-akhir ini ... ngomong-ngomong ... yang pertama, Ron -- aku sudah bersumpah untuk menyampaikan pesan dari ibumu." "Oh yeah?" kata Ron, terdengar gelisah. "Dia bilang dengan alasan apapun kamu tidak boleh ikut serta dalam kelompok Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam rahasia yang ilegal. Dia bilang kamu pasti akan dikeluarkan dan masa depanmu akan rusak. Dia bilang akan ada banyak waktu untuk belajar bagaimana mempertahankan diri nanti dan bahwa kamu terlalu muda untuk mengkhawatirkan hal itu sekarang. Dia juga" (mata Sirius berpaling kepada dua yang lain) "menasehati Harry dan Hermione tidak melanjutkan dengan kelompok itu, walaupun dia menerima bahwa dia tidak punya kekuasaan atas mereka dan hanya memohon mereka untuk ingat bahwa dia menginginkan yang terbaik bagi mereka. Dia hendak menuliskan ini kepada kalian semua, tetapi kalau burung hantu dicegat kalian semua akan berada dalam masalah besar, dan dia tidak bisa bilang sendiri karena dia bertugas malam ini." "Bertugas melakukan apa?" kata Ron cepat. "Tidak usah kau tahu, cuma sesuatu untuk Order," kata Sirius. "Jadi aku yang harus menjadi pembawa pesan dan pastikan kalian memberitahu dia aku menyampaikan semuanya, karena kukira dia tidak percaya aku melakukannya." Ada jeda lain di mana Crookshanks, sambil mengeong, mencoba mencakar kepala Sirius, dan Ron bermain-main dengan sebuah lubang di permadani. "Jadi, kau mau aku bilang aku tidak akan ikut serta dalam kelompok Pertahanan?" akhirnya dia bergumam. "Aku? Tentu saja tidak!" kata Sirius, tampak terkejut. "Kukira itu ide yang sangat bagus!" "Benarkah?" kata Harry, hatinya laga. "Tentu saja!" kata Sirius. "Apa menurutmu ayahmu dan aku akan diam saja dan menerima perintah dari nenk sihir tua seperti Umbridge?" "Tapi -- semester lalu yang kau lakukan hanyalah menyuruhku berhati-hati dan tidak mengambil resiko -- " "Tahun lalu, semua bukti menunjukkan seseorang di dalam Hogwarts berusaha membunuhmu, Harry!" kata Sirius tidak sabaran. "Tahun ini, kita tahu ada seseorang di luar Hogwarts yang ingin membunuh kita semua, jadi kukira belajar mempertahankan diri dengan baik adalah ide yang bagus sekali!" "Dan kalau kami dikeluarkan?" Hermione bertanya, dengan tampang ingin tahu. "Hermione, semua ini adalah idemu!" kata Harry sambil menatapnya. "Aku tahu. Aku hanya ingin tahu apa yang dipikirkan Sirius," katanya sambil mengangkat bahu. "Well, lebih baik dikeluarkan dan mampu mempertahankan diri daripada duduk dengan aman di sekolah tanpa mengetahui apapun," kata Sirius. "Dengar, dengar," kata Harry dan Ron dengan antusias. "Jadi," kata Sirius, "bagaimana kalian mengelola kelompok ini? Di mana kalian mengadakan pertemuan?" "Well, itu sedikit menjadi masalah sekarang," kata Harry. "Tidak tahu ke mana kami bisa pergi." "Bagaimana dengan Shrieking Shack?" saran Sirius. "Hei, itu ide bagus!" kata Ron dengan bersemangat, tetapi Hermione membuat suara skeptis dan mereka bertiga semuanya memandangnya, kepala Sirius berpaling dalam nyala api. "Well, Sirius, cuma saja hanya ada kalian berempat yang bertemu di Shrieking Shack ketika kalian sekolah," kata Hermione, "dan kalian semua bisa bertransformasi menjadi binatang dan kukira kalian semua bisa berdesakan di bawah sebuah Jubah Gaib kalau kalian mau. Tapi kami berdua puluh delapan dan tak seorangpun dari kami Animagus, jadi kami tidak butuh Jubah Gaib tapi Tenda Gaib -- " "Poin yang tepat," kata Sirius, terlihat sedikit kecewa. "Well, aku yakin kalian akan dapat tempatnya. Dulu ada jalan rahasia yang cukup luas di belakang cermin di lantai empat, kalian mungkin punya ruangan yang cukup untuk berlatih kutukan di sana." "Fred dan George memberitahuku sudah terhalang," kata Harry, sambil menggelengkan kepalanya.. "Tertimbun atau apapun." "Oh kata Sirius, sambil merengut. "Well, aku harus berpikir dan kembali lagi --" Dia berhenti. Wajahnya mendadak tegang, gelisah. Dia berpaling ke samping, tampaknya sedang melihat ke dinding bata padat perapian itu. "Sirius?" kata Harry dengan cemas. Tapi dia telah menghilang. Harry memandang nyala api itu sejenak sambil ternganga, lalu berpaling untuk memandang Ron dan Hermione. "Kenapa dia --?" Hermione mengeluarkan napas ketakutan dan melompat bangkit, masih menatap ke api. Sebuah tangan muncul di tengah nyala api, meraih-raih seolah-olah untuk menangkap sesuatu; tangan gemuk pendek, dengan jari-jari pendek yang diliputi cincin-cincin ketinggalan zaman yang jelek. Mereka bertiga berlari cepat. Di pintu kamar anak laki-laki Harry memandang balik. Tangan Umbridge masih membuat gerakan menangkap di antara nyala api, seolah-olah dia tahu persis di mana rambut Sirius berada beberapa saat sebelumnya dan bertekad untuk mencengkeramnya. BAB DELAPAN BELAS Dumbledore"s Army "Umbridge sudah membaca suratmu, Harry. Tidak ada penjelasan lain." "Kaukira Umbridge menyerang Hedwig?" katanya, marah besar. "Aku hampir yakin," kata Hermione dengan murung. "Perhatikan kodokmu, dia akan melarikan diri." Harry menunjuk tongkatnya kepada kodok yang telah melompat-lompat penuh harap menuju ujung meja yang satunya -- "Accio!" dan kodok itu meluncur balik ke tangannya dengan muram. Jimat dan Guna-Guna selalu menjadi salah satu pelajaran terbaik untuk menikmati bincang-bincang pribadi; biasanya ada begitu banyak pergerakan dan aktivitas sehingga bahaya terdengar sangat sedikit. Hari ini, dengan ruangan yang penuh dengan kodok-kodok berkoak dan burung-burung gagak menggaok, dan dengan hujan deras yang berjatuhan dan memukul-mukul jendela ruang kelas, pembahasan bisik-bisik Harry, Ron dan Hermione mengenai bagaimana Umbridge nyaris menangkap Sirius berlangsung tanpa diperhatikan. "Aku sudah mencurigai ini sejak Filch menuduhmu memesan Bom Kotoran, karena itu tampaknya kebohongan yang begitu bodoh," Hermione berbisik. "Maksudku, sekali suratmu terbaca akan sangat jelas kau tidak sedang memesannya, jadi kau tidak akan berada dalam masalah sama sekali -- lelucon yang agak lemah, bukan? Tapi kemudian kupikir, bagaimana kalau seseorang hanya ingin alasan untuk membaca suratmu? Well kalau begitu, akan menjadi cara yang sempurna bagi Umbridge untuk melakukannya -- mengisiki Filch, membiarkannya melakukan pekerjaan kotor dan menyita surat itu, lalu mencari cara mencurinya dari dia atau menuntut untuk melihatnya -- kukira Filch tidak akan keberatan, kapan dia pernah membela hak murid? Harry, kau menggencet kodokmu." Harry melihat ke bawah; dia memang sedang menggencet kodoknya dengan begitu kuat sehingga matanya menggembung; dia buru-buru meletakkannya kembali ke atas meja. "Tadi malam nyaris, nyaris saja ketahuan," kata Hermione. "Aku hanya ingin tahu apakah Umbridge tahu betapa nyarisnya. Silencio." Kodok yang sedang dipakainya berlatih Mantera Pembisunya membisu di tengah kuaknya dan melotot kepadanya dengan mencela. "Kalau dia menangkap Snuffles -- " Harry menyelesaikan kalimat itu baginya. "-- Dia mungkin kembali ke Azkaban pagi ini." Dia melambaikan tongkatnya tanpa benar-benar berkonsentrasi; kodoknya menggembung seperti balon hijau besar dan mengeluarkan siulan bernada tinggi. "Silencio!" kata Hermione buru-buru, sambil menunjuk tongkatnya ke kodok Harry, yang mengempis diam-diam di depan mereka. "Well, dia tidak boleh melakukannya lagi, itu saja. Aku hanya tidak tahu bagaimana kita akan memberitahunya. Kita tidak bisa mengirimnya burung hantu." "Kukira dia tidak akan mempertaruhkannya lagi," kata Ron. "Dia tidak bodoh, dia tahu Umbridge hampir saja menangkapnya. Silencio." Gagak besar dan jelek di depannya mengeluarkan gaok mengejek. "Silencio. SILENCIO!" Gagak itu menggaok lebih kuat lagi. "Caramu menggerakkan tongkatmu itu," kata Hermione, sambil mengamati Ron dengan kritis, "kau tidak mau melambaikannya, lebih seperti tusukan tajam." "Burung gagak lebih sukar daripada kodok," kata Ron melalui gigi-gigi yang dikertakkan. "Baik, ayo tukar," kata Hermione, sambil menyambar burung gagak Ron dan menggantikannya dengan kodok gemuknya sendiri. "Silencio!" Gagak itu terus membuka dan menutup paruhnya yang tajam, tapi tak ada suara yang keluar. "Sangat bagus, Miss Granger!" kata suara kecil mencicit Profesor Flitwick, membuat Harry, Ron dan Hermione semuanya terlompat. "Sekarang, mari kulihat kamu mencoba, Mr Weasley." "Ap -- ? Oh - oh, benar," kata Ron, sangat bingung. "Er -- silencio!" Dia menusuk ke arah kodok itu begitu kerasnya sehingga dia mengenai matanya: kodok itu mengeluarkan kuak memekakkan dan melompat dari meja. Tidaklah mengejutkan bagi mereka bahwa Harry dan Ron diberi latihan tambahan Mantera Pembisu untuk tugas rumah. Mereka diperbolehkan tetap di dalam selama istirahat karena hujan deras di luar. Mereka menemukan tempat-tempat duduk di sebuah ruang kelas yang bising dan terlalu padat di lantai pertama tempat Peeves melayang-layang sambil melamun di dekat kandil, sambil terkadang meniupkan butir-butir tinta ke puncak kepala seseorang. Mereka belum lagi duduk ketika Angelina datang dengan susah payah menuju mereka melalui kelompok-kelompok murid yang sedang bergosip. "Aku dapat izin!" katanya. "Untuk membentuk kembali tim Quidditch!" "Bagus sekali!" kata Ron dan Harry bersama-sama. "Yeah," kata Angelina sambil tersenyum. "Aku menemui McGonagall dan kukira dia mungkin memohon kepada Dumbledore. Ngomong-ngomong, Umbridge harus menyerah. Ha! Jadi aku mau kalian di lapangan pukul tujuh malam, oke, karena kita harus mengejar waktu. Kalian sadar kita hanya tiga minggu dari pertandingan pertama kita?" Dia menyelipkan diri menjauh dari mereka, sambil mengelak sebuah butiran tinta dari Peeves, yang gantinya mengenai seorang anak kelasl satu, dan menghilang dari pandangan. Senyum Ron sedikit menghilang ketika dia memandang keluar jendela, yang sekarang buram karena hantaman hujan. "Kuharap ini reda. Ada apa denganmu, Hermione?" Dia juga sedang memandang keluar jendela, tapi seakan-akan tidak benar-benar melihatnya. Matanya tidak fokus dan wajahnya cemberut. "Cuma berpikir katanya, masih merengut pada jendela yang tersiram hujan. "Tentang Siri -- Snuffles?" kata Harry. "Bukan ... tidak persis kata Hermione lambat-lambat. "Lebih ... bertanya-tanya ... kukira yang sedang kita lakukan ini adalah hal yang benar ... kukira ... bukan?" Harry dan Ron memandang satu sama lain. "Well, itu membuatnya jelas," kata Ron. "Pasti akan sangat menjengkelkan kalau kau tidak menjelaskan maksudmu dengan tepat." Hermione memandangnya seakan-akan dia baru saja menyadari kehadirannya. "Aku hanya bertanya-tanya," katanya, suaranya semakin kuat sekarang, "apakah kita sedang melakukan hal yang benar, memulai kelompok Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam ini." "Apa?" kata Harry dan Ron bersama-sama. "Hermione, mulanya ini idemu!" kata Ron dengan marah. "Aku tahu," kata Hermione sambil memilin jarinya. "Tapi setelah berbicara dengan Snuffles ... " "Tapi dia setuju sekali," kata Harry. "Ya," kata Hermione, sambil menatap ke jendela lagi. "Ya, itulah yang membuatku mengira mungkin sebenarnya bukan ide yang bagus ... " Peeves melayang-layang pada perutnya di atas mereka, bersiap dengan penembak kacang; secara otomatis mereka bertiga semuanya mengangkat tas-tas mereka untuk melindungi kepala mereka sambil dia lewat. "Mari kita perjelas," kata Harry dengan marah, ketika mereka meletakkan tas-tas mereka kembali ke atas lantai, "Sirius setuju dengan kita, jadi kaukira kita tidak seharusnya melakukan itu lagi?" Hermione terlihat tegang dan agak sengsara. Sekarang sambil menatap tangannya sendiri, dia berkata, "Apakah kau sejujurnya mempercayai penilaiannya?" "Ya, memang!" kata Harry seketika. "Dia selalu memberi kita nasehat bagus!" Sebuah butiran tinta berdesing melewati mereka, mengenai Katie Bell tepat di telinga. Hermione mengamati Katie melompat bangkit dan mulai melemparkan benda-benda kepada Peeves; setelah beberapa saat barulah Hermione berbicara lagi dan kedengarannya seolah-olah dia memilih kata-katanya dengan sangat hati-hati. "Kau tidak mengira dia sudah menjadi ... semacam ... sembrono ... sejak dia terkurung di Grimmauld Place? Kau tidak mengira dia ... sepertinya ... menjalani hidup melalui kita?" "Apa maksudmu, "menjalani hidup melalui kita"?" Harry menjawab dengan pedas. "Maksudku ... well, kukira dia akan senang membentuk perkumpulan Pertahanan rahasian tepat di bawah hidup seseorang dari Kementerian ... kukira dia benar-benar frustrasi terhadap betapa sedikitnya yang bisa dia lakukan di tempat dia berada ... jadi kukira dia cenderung ... menghasut kita." Ron terlihat benar-benar bingung. "Sirius benar," katanya, "kau memang terdengar persis seperti ibuku." Hermione menggigit bibirnya dan tidak menjawab. Bel berdering persis ketika Peeves menukik ke arah Katie dan mengosongkan satu botol penuh tinta ke atas kepalanya. * Cuaca tidak membaik ketika hari semakin malam, sehingga pada pukul tujuh malam itu, ketika Harry dan Ron turun ke lapangan Quidditch untuk berlatih, mereka basah kuyup dalam waktu beberapa menit, kaki mereka tergelincir dan meluncur di atas rumput yang basah. Langit kelabu gelap dan bergemuruh dan lega rasanya mendapatkan kehangatan dan cahaya ruang ganti, walaupun mereka tahu kelonggaran itu hanya sementara. Mereka menemukan Fred dan George sedang berdebat apakah akan menggunakan salah satu Kotak Makanan Pembolos mereka sendiri untuk berkelit dari terbang. tapi aku bertaruh dia akan tahu apa yang sudah kita lakukan," Fred berkata dari ujung mulutnya. "Kalau saja aku tidak menawarkan kepadanya beberapa Pastilles Muntah kemarin." "Kita bisa mencoba Gula-Gula Demam," George bergumam, "belum ada yang pernah melihat itu -- " "Apakah bisa bekerja?" tanya Ron penuh harap, selagi hantaman hujan pada atap menguat dan angin menderu di sekeliling bangunan itu. "Well, yeah," kata Fred, "suhu badanmu akan langsung naik." "Tapi kau juga mendapatkan bisul-bisul besar berisi nanah ini," kata George, "dan kami belum menemukan cara menghilangkannya." "Aku tidak bisa melihat bisul apapun," kata Ron, sambil menatap si kembar. "Tidak, well, kau tidak akan melihatnya," kata Fred dengan muram, "bisul-bisul itu tidak berada di tempat yang biasanya kami perlihatkan ke orang banyak." "Tapi membuat duduk di atas sapu sakit di -- " "Baiklah, semuanya, dengarkan," kata Angelina keras-keras, sambil muncul dari kantor Kapten. "Aku tahu ini bukan cuaca ideal, tapi ada kemungkinan kita akan bermain melawan Slytherin dalam kondisi seperti ini jadi ide yang bagus untuk melatih cara kita mengatasi cuaca ini. Harry, bukankah kau melakukan sesuatu dengan kacamatamu untuk menghentikan hujan membuatnya berkabut ketika kita bermain melawan Hufflepuff dalam badai itu?" "Hermione yang melakukannya," kata Harry. Dia menarik keluar tongkatnya, mengetuk kacamatanya dan berkata, "Impervius!" "Kukira kita semua harus mencobanya," kata Angelina. "Kalau saja kita bisa mengenyahkan hujan dari wajah kita akan sangat membantu daya pandang -semuanya bersama-sama, ayolah -- Impervius! OK. Ayo pergi." Mereka semua menyimpan tongkat mereka kembali ke saku bagian dalam jubah mereka, memanggul sapu mereka dan mengikuti Angelina keluar dari ruang ganti. Mereka berkecipak melalui lumpur yang semakin dalam ke tengah lapangan; daya pandang masih sangat buruk bahkan dengan Mantera Impervius; cahaya memudar cepat dan tirai hujan menyapu tanah. "Baiklah, dengan aba-aba peluitku," teriak Angelina. Harry menyentak dari tanah, sambil mencipratkan lumpur ke segala arah, dan meluncur naik, angin menariknya sehingga agak melenceng. Dia tidak punya gambaran bagaimana dia akan melihat Snitch dalam cuaca ini, dia sudah mengalami cukup kesulitan melihat satu-satunya Bludger yang mereka gunakan untuk latihan, satu menit latihan Bludger itu hampir menjatuhkannya dan dia harus menggunakan Sloth Grip Roll untuk menghindarinya. Sayangnya, Angelina tidak melihat ini. Nyatanya, dia tidak tampak bisa melihat apapun; tak seorangpun dari mereka punya petunjuk apa yang sedang dilakukan yang lain. Angin semakin kencang; bahkan dari kejauhan Harry bisa mendengar deru, suara hantaman hujan yang mengenai permukaan danau. Angelina menahan mereka selama hampir satu jam sebelum menyerah kalah. Dia memimpin timnya yang basah kuyup dan tidak puas kembali ke dalam ruang ganti, bersikeras bahwa latihan itu bukan buang-buang waktu, walaupun tanpa keyakinan nyata dalam suaranya. Fred dan George terlihat sangat jengkel; keduanya berkaki bengkok dan mengerenyit dengan setiap gerakan. Harry bisa mendengar mereka mengeluh dengan suara rendah ketika dia mengeringkan rambutnya dengan handuk. "Kukira beberapa punyaku sudah pecah," kata Fred dengan suara hampa. "Punyaku belum," kata George melalui gigi-gigi yang dikertakkan, "mereka berdenyut gila-gilaan ... terasa lebih besar kalau ada." "ADUH!" kata Harry. Dia menekankan handuk ke wajahnya, matanya dipejamkan keras karena sakit. Bekas luka di keningnya terbakar lagi, lebih sakit daripada berminggu-minggu ini. "Ada apa?" kata beberapa suara. Harry muncul dari balik handuknya; ruang ganti tampak buram karena dia sedang tidak mengenakan kacamatanya, tapi dia bisa tahu bahwa wajah semua orang sedang berpaling kepadanya. "Tidak apa-apa," gumamnya, "aku -- menyodok mataku sendiri, itu saja." Tetapi dia memberi Ron pandangan penuh arti dan mereka berdua tinggal ketika sisa tim yang lain berbaris keluar, terlindungi dalam mantel mereka, topi mereka ditarik rendah menutupi telinga mereka. "Apa yang terjadi?" kata Ron, saat Alicia telah menghilang melalui pintu. "Apakah bekas lukamu?" Harry mengangguk. "Tapi terlihat takut, Ron berjalan menyeberang ke jendela dan menatap keluar pada hujan, "dia -- dia tidak mungkin berada di dekat kita sekarang, bisakah?" "Tidak," Harry bergumam, sambil merosot ke sebuah bangku dan menggosok keningnya. "Dia mungkin bermil-mil jauhnya. Sakit karena ... dia ... marah." Harry tidak bermaksud mengatakan itu sama sekali, dan mendengar kata-kata itu seakan-akan diucapkan oleh orang asing -- walau begitu dia tahu seketika kata-kata itu benar. Dia tidak tahu bagaimana dia mengetahuinya, tapi dia tahu; Voldemort, di manapun dia berada, apapun yang sedang dilakukannya, sedang berada dalam amarah yang memuncak. "Apakah kamu melihatnya?" kata Ron, terlihat ngeri. "Apakah kamu ... mendapatkan penglihatan, atau sesuatu?" Harry duduk diam, sambil menatap kakinya, membiarkan pikiran dan ingatannya santai setelah rasa sakit itu. Bentuk-bentuk kacau yang membingungkan; deru suara-suara yang melolong ... "Dia mau sesuatu dilakukan, dan tidak terjadi cukup cepat," katanya. Lagi-lagi, dia merasa terkejut mendengar kata-kata keluar dari mulutnya, dan walau begitu sangat yakin kata-kata itu benar. "Tapi ... bagaimana kau tahu?" kata Ron. Harry menggelengkan kepalanya dan menutupi matanya dengan tangan, sambil menekannya dengan telapak tangannya. Bintang-bintang kecil meledak dalam matanya. Dia merasakan Ron duduk di bangku itu di sampingnya dan tahu Ron sedang menatapnya. "Terakhir kali apakah mengenai ini?" kata Ron dengan suara berbisik. "Ketika bekas lukamu sakit di kantor Umbridge? Kau-Tahu-Siapa marah?" Harry menggeleng. "Kalau begitu, apa?" Harry berpikir kembali. Dia sedang memandang wajah Umbridge ... bekas lukanya sakit ... dan dia punya perasaan aneh dalam perutnya ... perasaan berjingkrak yang aneh ... perasaan senang ... tapi tentu saja, dia belum mengenali apa itu, karena dia sendiri sedang merasa begitu sengsara ... "Terakhir kali, terjadi karena dia senang," katanya. "Sangat senang. Dia mengira ... sesuatu yang bagus akan terjadi. Dan pada malam sebelum kita kembali ke Hogwarts ... " dia berpikir kembali ke saat ketika bekas lukanya sakit sekali di dalam kamar tidurnya dan Ron di Grimmauld Place ... "dia marah besar." Dia melihat kepada Ron, yang sedang memandangnya dengan mulut ternganga. "Kamu bisa mengambil alih dari Trelawney, sobat," katanya dengan suara kagum. "Aku tidak sedang membuat ramalan," kata Harry. "Tidak, kamu tahu apa yang sedang kau lakukan?" Ron berkata, terdengar takut sekaligus terkesan. "Harry, kamu sedang membaca pikiran Kau-Tahu-Siapa!" "Bukan," kata Harry sambil menggeleng. "Lebih seperti ... suasana hatinya, kurasa. Aku cuma mendapat kilasan-kilasan dalam suasana hati apa dia. Dumbledore berkata sesuatu seperti ini terjadi tahun lalu. Dia berkata bahwa ketika Voldemort berada di dekatku, atau ketika dia merasakan kebencian, aku bisa tahu. Well, sekarang aku juga merasakannya ketika dia senang ... " Ada jeda. Angin dan hujan memecut bangunan itu. "Kau harus memberitahu seseorang," kata Ron. "Aku memberitahu Sirius terakhir kali itu." "Well, beritahu dia mengenai kali ini!" "Tidak bisa, bukan?" kata Harry dengan murung. "Umbridge sedang mengawasi burung hantu dan api, ingat?" "Well kalau begitu, Dumbledore." "Aku baru saja memberitahumu, dia sudah tahu," kata Harry singkat, sambil bangkit, mengambil mantelnya dari pasak dan mengayunkannya mengitari dirinya. "Tidak ada gunanya memberitahu dia lagi." Ron mengancingkan mantelnya sendiri, mengamati Harry sambil berpikir. "Dumbledore pasti ingin tahu," katanya. Harry mengangkat bahu. "Ayo ... kita masih harus berlatih Mantera Pembisu." Mereka bergegas kembali melalui lapangan yang gelap, tergelincir dan tersandung di halaman berlumpur, tanpa berbicara. Harry sedang berpikir keras. Apakah yang Voldemort ingin dilakukan yang tidak terjadi cukup cepat? dia punya rencana-rencana lain ... rencana-rencana yang bisa dioperasikannya dengan sangat diam-diam ... hal-hal yang hanya bisa diperolehnya dengan sembunyi-sembunyi ... seperti sebuah senjata. Sesuatu yang tidak dimilikinya terakhir kali." Harry belum memikirkan kata-kata itu selama berminggu-minggu, dia terlalu asyik dengan apa yang sedang berlangsung di Hogwarts, terlalu sibuk memikirkan perang yang berkepanjangan dengan Umbridge, ketidakadilan semua campur tangan Kementerian ... tapi sekarang kata-kata itu datang kembali kepadanya dan membuatnya bertanya-tanya ... kemarahan Voldemort akan masuk akal kalau dia tidak lebih dekat ke senjata itu, apapun itu. Apakah Order sudah merintangi dia, menghentikannya dari mengambilnya? Di mana disimpannya? Siapa yang memilikinya sekarang? "Mimbulus mimbletonia," kata suara Ron dan Harry sadar kembali tepat pada waktunya untuk merangkak naik melalui lubang potret ke dalam ruang duduk. Tampaknya Hermione sudah pergi tidur awal, meninggalkan Crookshanks bergelung di kursi dekat situ dan beraneka ragam topi peri rajutan yang bergumpal kecil tergeletak di atas sebuah meja di samping api. Harry agak bersyukur dia tidak ada di sekitar sana, karena dia tidak begitu ingin membahas bekas lukanya sakit dan mendengarnya juga mendesak dia untuk pergi menemui Dumbledore. Ron terus memandangnya sebentar-sebentar dengan cemas, tetapi Harry menarik keluar buku-buku Jimat dan Guna-Guna dan mulai bekerja untuk menyelesaikan esainya, walaupun dia hanya berpura-pura berkonsentrasi dan pada saat Ron berkata dia juga akan pergi tidur, dia hampir belum menulis apapun. Tengah malam tiba dan berlalu sementara Harry membaca dan membaca ulang sebuah bagian mengenai kegunaan rumput-kudis, lovage dan kutil-bersin dan tidak memahami satu katapun. Tanaman-tanaman ini paling manjur untuk meradangkan otak, dan oleh karena itu banyak digunakan dalam Minuman Pembuat Bingung, di mana penyihir ingin mengakibatkan kepala panas dan sembrono ... ... Hermione berkata Sirius menjadi sembrono terkurung di Grimmauld Place ... ... paling manjur untuk meradangkan otak, dan oleh karena itu banyak digunakan ... ... Daily Prophet akan mengira otaknya mengalami radang kalau mereka tahu bahwa dia mengetahui apa yang sedang dirasakan Voldemort ... ... oleh karena itu banyak digunakan dalam Minuman Pembuat Bingung ... ... membingungkan memang kata yang tepat; kenapa dia tahu apa yang sedang dirasakan Voldemort? Apa ini koneksi aneh antara mereka, yang belum pernah bisa diterangkan Dumbledore dengan memuaskan? ... di mana penyihir ingin ... ... betapa Harry ingin tidur ... ... mengakibatkan kepala panas ... ... rasanya hangat dan nyaman di dalam kursi berlengannya di dekat api, dengan hujan yang masih turun deras ke kaca-kaca jendela, Crookshanks mendengkur, dan suara derak nyala api ... Buku itu tergelincir dari pegangan Harry yang kendur dan mendarat dengan gedebuk tumpul ke permadani. Kepalanya tergulir ke samping ... Dia sedang berjalan sekali lagi menyusuri sebuah koridor tanpa jendela, langkah-langkah kakinya menggema dalam keheningan. Ketika pintu di ujung gang itu tampak semakin besar, jantungnya berdebar cepat bersemangat ... kalau saja dia bisa membukanya ... memasukinya ... Dia mengulurkan tangannya ... ujung-ujung jarinya hanya beberapa inci dari pintu itu ... "Harry Potter, sir!" Dia terbangun dengan terkejut. Lilin-lilin semuanya sudah padam di ruang duduk, tapi ada sesuatu yang bergerak di dekatnya. "Sapa tuh?" kata Harry, sambil duduk tegak di kursinya. Api hampir padam, ruangan itu sangat gelap. "Dobby bawa burung hantumu, sir!" kata sebuah suara mencicit. "Dobby?" kata Harry dengan parau, sambil menatap melalui kegelapan pada sumber suara itu. Dobby si peri-rumah sedang berdiri di samping meja tempat Hermione meninggalkan setengah lusin topi rajutannya. Telinganya yang besar dan runcing sekarang menjulur keluar dari apa yang tampak seperti semua topi yang pernah dirajut Hermione, dia memakai yang satu di atas yang lainnya, sehingga kepalanya terlihat telah memanjang dua sampai tiga kaki, dan di bagian paling puncak duduk Hedwig, yang sedang beruhu dengan tenang dan jelas sudah sembuh. "Dobby mengajukan diri untuk mengembalikan burung hantu Harry Potter," kata peri itu sambil mendecit, dengan tampang pemujaan sungguh-sungguh di wajahnya, "Profesor Grubblu-Plank berkata dia sudah sembuh sekarang, sir." Dia membungkuk rendah sehingga hidungnya yang mirip pinsil mengenai permukaan permadani yang tipis dan Hedwig beruhu marah dan berkelebat ke lengan kursi Harry. "Trims, Dobby!" kata Harry, sambil membelai kepala Hedwig dan berkedip keras, mencoba menghilangkan citra pintu dalam mimpinya ... bayangan itu tadi sangat hidup. Sambil mengamati Dobby lebih seksama, dia memperhatikan bahwa peri itu juga memakai beberapa scarf dan sejumlah kaus kaki, sehingga kakinya tampak jauh terlalu besar bagi tubuhnya. "Er ... apakah kau telah mengambil semua pakaian yang ditinggalkan Hermione?" "Oh, tidak, sir," kata Dobby dengan gembira. "Dobby juga telah mengambil beberapa untuk Winky, sir." "Yeah, bagaimana keadaan Winky?" tanya Harry. Telinga Dobby terkulai sedikit. "Winky masih banyak minum, sir," katanya dengan sedih, matanya yang hijau, bundar dan besar, sebesar bola tenis, memandang ke bawah. "Dia masih tidak peduli dengan pakaian, Harry Potter. Tidak juga para peri rumah lainnya. Tak satupun dari mereka mau membersihkan Menara Gryffindor lagi, tidak dengan topi dan kaus kaki tersembunyi di mana-mana, mereka menganggapnya menghina, sir. Dobby mengerjakan semuanya sendiri, sir, tapi Dobby tidak keberatan, sir, karena dia selalu berharap bertemu Harry Potter dan malam ini, sir, dia mendapatkan yang diharapkannya!" Dobby membungkuk rendah lagi. "Tapi Harry Potter tidak tampak gembira," Dobby melanjutkan, sambil meluruskan diri lagi dan memandang Harry dengan malu-malu. "Dobby mendengarnya bergumam dalam tidurnya. Apakah Harry Potter mengalami mimpi buruk?" "Tidak benar-benar buruk," kata Harry, sambil menguap dan menggosok matanya. "Aku pernah dapat yang lebih buruk." Peri itu mengamati Harry dengan matanya yang besar seperti bola. Lalu dia berkata dengan sangat serius, telinganya terkulai, "Dobby berharap dia bisa membantu Harry Potter, karena Harry Potter membebaskan Dobby dan Dobby jauh, jauh lebih berbahagia sekarang." Harry tersenyum. "Kau tidak bisa membantuku, Dobby, tapi terima kasih atas tawarannya." Dia membungkuk dan memungut buku Ramuannya. Dia harus mencoba menyelesaikan esainya besok. Dia menutup buku itu dan ketika berbuat begitu cahaya api menerangi bekas luka putih tipis di punggung tangannya -- hasil detensinya dengan Umbridge ... "Tunggu sebentar -- ada sesuatu yang bisa kau lakukan untukku, Dobby," kata Harry lambat-lambat. Peri itu berpaling sambil tersenyum. "Sebutkanlah, Harry Potter, sir!" "Aku perlu menemukan sebuah tempat di mana dua puluh delapan orang bisa berlatih Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam tanpa diketahui oleh para guru. Terutama," Harry mencengkeramkan tangannya ke buku, sehingga bekas luka itu bersinar seputih mutiara. "Profesor Umbridge." Dia menduga senyum peri itu akan menghilang, telinganya terkulai, dia menduganya akan berkata itu tidak mungkin, atau dia akan mencoba menemukan suatu tempat, tetapi harapannya tidak tinggi. Apa yang tidak diduganya adalah Dobby melompat kecil, telinganya bergoyang dengan ceria, dan bertepuk tangan. "Dobby tahu tempat yang sempurna, sir!" katanya dengan senang. "Dobby mendengar cerita tentang tempat itu dari peri-rumah yang lain ketika dia datang ke Hogwarts, sir. Dikenal oleh kami sebagai Ruang Datang dan Pergi, sir, atau sebagai Ruang Kebutuhan!" "Kenapa?" kata Harry dengan rasa ingin tahu. "Karena ruangan itu hanya dapat dimasuki seseorang," kata Dobby dengan serius, "ketika mereka mempunyai kebutuhan nyata atas ruangan itu. Kadang ada di sana, dan kadang tidak, tapi ketika ruangan itu muncul, selalu dilengkapi dengan kebutuhan-kebutuhan si pencari. Dobby pernah menggunakannya, sir," kata peri itu sambil merendahkan suaranya dan terlihat bersalah, "ketika Winky sangat mabuk, dia menyembunyikannya di dalam Ruang Kebutuhan dan dia menemukan penawar Butterbeer di sana, dan sebuah tempat tidur bagus seukuran peri untuk ditempatinya sementara dia tidur menghilangkan mabuk, sir ... dan Dobby tahu Mr Filch menemukan bahan-bahan pembersih tambahan di sana ketika dia kekurangan, sir, dan "Dan kalau kau benar-benar butuh kamar mandi," kata Harry, mendadak teringat sesuatu yang dikatakan Dumbledore di pesta dansa pada Natal sebelumnya, "apakah ruangan itu penuh sendiri dengan pispot?" "Dobby menduga demikian, sir," kata Dobby sambil mengangguk bersemangat. "Ruangan yang paling menakjubkan, sir." "Berapa banyak orang yang tahu?" kata Harry sambil duduk lebih tegak di kursinya. "Sangat sedikit, sir. Kebanyakan orang menjumpainya ketika mereka membutuhkannya, sir, tapi seringnya mereka tidak pernah menemukannya lagi, karena mereka tidak tahu ruangan itu selalu ada di sana menunggu diperlukan untuk melayani, sir." "Kedengarannya brilian," kata Harry, jantungnya berpacu. "Terdengar sempurna, Dobby. Kapan kau bisa memperlihatkan kepadaku tempatnya?" "Kapanpun, Harry Potter, sir," kata Dobby, terlihat senang akan antusiasme Harry. "Kita bisa pergi sekarang, kalau Anda mau!" Sejenak Harry tergoda untuk pergi bersama Dobby. Dia setengah keluar dari tempat duduknya, berniat bergegas naik mengambil Jubah Gaibnya ketika, bukan untuk pertama kalinya, sebuah suara yang sangat mirip dengan suara Hermione berbisik di telinganya: sembrono. Lagipula, saat itu sudah sangat malam, dia letih, dan harus menyelesaikan esai Snape. "Tidak malam ini, Dobby," kata Harry dengan enggan sambil terbenam kembali ke kursinya. "Ini sangat penting ... aku tidak mau mengacaukannya, akan perlu perencanaan yang tepat. Dengar, bisakah kau beritahu saja aku tepatnya di mana Ruang Kebutuhan ini, dan bagaimana cara memasukinya?" * Jubah-jubah mereka menggembung dan mengitari mereka selagi mereka menyeberangi petak-petak sayuran yang terbanjiri menuju Herbologi ganda, di mana mereka hampir tidak bisa mendengar apa dikatakan Profesor Sprout melawan titik-titik hujan yang menghantam keras seperti hujan es ke atap rumah kaca. Pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib sorenya dialihkan dari halaman sekolah yang tersapu badai ke sebuah ruang kelas bebas di lantai dasar dan, yang membuat mereka sangat lega, Angelina telah mencari timnya pada saat makan siang untuk memberitahu mereka bahwa latihan Quidditch dibatalkan. "Bagus," kata Harry pelan, ketika dia memberitahunya, "karena kami telah menemukan suatu tempat untuk mengadakan pertemuan Pertahanan kita yang pertama. Malam ini, jam delapan, lantai tujuh di seberang permadani dinding Barnabas si Bodoh yang sedang dipentung oleh para troll itu. Bisakah kau beritahu Katie dan Alicia?" Dia terlihat agak terkejut tetapi berjanji untuk memberitahu yang lain. Harry kembali ke sosis dan kentang tumbuknya dengan lapar. Ketika dia melihat ke atas untuk minum jus labu, dia mendapati Hermione sedang mengamatinya. "Apa?" katanya dengan parau. "Well ...hanya saja rencana-rencana Dobby tidak selalu aman. Tidakkah kau ingat ketika dia menghilangkan semua tulang di lenganmu?" "Ruangan ini bukan cuma ide gila Dobby. Dumbledore juga tahu, dia menyebutnya kepadaku pada Pesta Dansa." Ekspresi Hermione menjadi cerah. "Dumbledore memberitahumu tentang ruang itu?" "Cuma sambil lewat," kata Harry sambil mengangkat bahu. "Oh well, kalau begitu tidak apa-apa," kata Hermione cepat dan tidak mengajukan keberatan lagi. Bersama dengan Ron mereka telahl menghabiskan sebagian besar waktu dalam hari itu mencari orang-orang yang telah menandatangani nama-nama mereka ke daftar di Hog"s Head dan memberitahu mereka di mana bertemu malam itu. Yang membuat Harry agak kecewa, Ginnylah yang berhasil menemukan Cho Chang dan temannya dulu; namun, di akhir makan malam dia yakin berita itu telah disampaikan kepada setiap orang dari dua puluh lima orang yang muncul di Hog"s Head. Pada pukul tujuh tiga puluh Harry, Ron dan Hermione meninggalkan ruang duduk Gryffindor, Harry sambil memegang sepotong perkamen tua tertentu di tangannya. Anak-anak kelas lima diperbolehkan berada di koridor sampai jam sembilan, tetapi mereka bertiga semuanya terus melihat ke sekeliling dengan gugup ketika mereka berjalan menyusuri lantai tujuh. "Tunggu," Harry memperingatkan, sambil membuka lipatan potongan perkamen itu di puncak tangga terakhir, mengetuknya dengan tongkatnya dan bergumam, "Aku bersumpah dengan sungguh-sungguh bahwa aku tidak berguna." Sebuah peta Hogwarts muncul di permukaan perkamen yang kosong. Titik-titik hitam kecil yang bergerak, yang diberi label dengan nama-nama, menunjukkan di mana berbagai orang. "Filch ada di lantai dua," kata Harry, sambil memegang peta itu dekat ke matanya, "dan Mrs Norris ada di lantai empat." "Dan Umbridge?" kata Hermione dengan cemas. "Di kantornya," kata Harry, sambil menunjuk. "OK, ayo pergi." Mereka bergegas menyusuri koridor ke tempat yang telah digambarkan Dobby kepada Harry, sebidang tembok kosong di seberang sebuah permadani dinding besar yang melukiskan usaha tolol Barnabas si Bodoh untuk melatih para troll menari balet. "OK," kata Harry pelan, sementara satu troll yang termakan ngengat menghentikan sejenak pemukulannya yang terus-menerus pada calon guru balet itu untuk mengamati mereka. "Dobby bilang berjalan melewati tembok ini tiga kali, sambil berkonsentrasi keras pada apa yang kita perlukan." Mereka melakukannya, berbalik tajam di jendela tepat di sebelah bidang tembok kosong itu, lalu di vas bunga seukuran orang di ujung yang lain. Ron sudah memicingkan mata untuk berkonsentrasi; Hermione sedang membisikkan sesuatu dengan suara rendah; tinju Harry terkepal sementara dia menatap ke depannya. Kami perlu suatu tempat untuk belajar bertarung ... pikirnya. Beri saja kami tempat untuk berlatih ... suatu tempat di mana mereka tidak bisa menemukan kami ... "Harry!" kata Hermione dengan tajam, selagi mereka berbalik setelah berjalan lewat ketiga kalinya. Sebuah pintu yang terpelitur halus telah muncul di tembok itu. Ron sedang menatapnya, terlihat agak waspada. Harry mengulurkan tangan, meraih pegangan kuningannya, menarik pintu hingga terbuka dan memimpin jalan ke dalam sebuah ruangan luas yang diterangi obor-obor yang berkelap-kelip seperti yang menerangi ruang bawah tanah delapan lantai di bawah. Di dinding berbaris rak-rak buku kayu dan menggantikan kursi ada bantal-bantal sutera besar di lantai. Serangkaian rak di ujung jauh ruangan itu menyimpan instrumen-instrumen seperti Teropong Curiga, Sensor Rahasia dan sebuah Cermin- Musuh yang besar dan retak yang Harry yakin pernah tergantung, tahun sebelumnya, di kantor Moody palsu. "Ini akan bagus ketika kita berlatih Membekukan," kata Ron dengan antusias, sambil menyolok salah satu bantal dengan kakinya. "Dan lihat saja buku-buku ini!" kata Hermione dengan bersemangat, sambil menggerakan jari sepanjang punggung-punggung buku besar bersampul kulit. "Suatu Ikhtisar Kutukan-Kutukan Umum dan Kontra-Tindakannya ... Mengakali Ilmu Hitam ... Mantera Pertahanan Diri ... wow Dia memandang Harry, wajahnya berseri-seri, dan Harry melihat bahwa kehadiran ratusan buku akhirnya telah meyakinkan Hermione bahwa apa yang sedang mereka lakukan itu benar. "Harry, ini menakjubkan, semua yang kita perlukan tersedia di sini!" Dan tanpa kegaduhan lagi dia mengambil Kutukan untuk yang Dikutuk dari raknya, merosot ke bantal terdekat dan mulai membaca. Ada ketukan lembut di pintu. Harry memandang berkeliling. Ginny, Neville, Lavender, Parvati dan Dean telah tiba. "Whoa," kata Dean, sambil menatap sekeliling, terkesan. "Tempat apa ini?" Harry mulai menjelaskan, tetapi sebelum dia selesai lebih banyak orang lagi tiba dan dia harus mulai dari awal lagi. Ketika jam delapan tiba, semua bantal sudah ditempati. Harry bergerak menyeberang ke pintu dan memutar kunci yang menonjol dari gemboknya; kunci itu berbunyi klik keras yang memuaskan dan semua orang terdiam, sambli memandangnya. Hermione memberi tanda dengan hati-hati pada halaman Kutukan untuk yang Dikutuknya dan meletakkan buku itu di samping. "Well," kata Harry, agak gugup. "Ini adalah tempat yang kami temukan untuk sesi-sesi latihan, dan kalian -- er -- jelas menganggapnya OK." "Tempat ini fantastis!" kata Cho, dan beberapa orang menggumamkan persetujuan mereka. "Aneh," kata Fred sambil merengut ke sekeliling. "Kami pernah sekali bersembunyi dari Filch di dalam sini, ingat, George? Tapi dulu cuma sebuah lemari sapu." "Hei, Harry, benda apa ini?" tanya Dean dari bagian belakang ruangan itu, sambil memberi tanda pada Teropong Curiga dan Cermin Musuh. "Detektor Kegelapan," kata Harry sambil melangkah di antara dua bantal untuk meraihnya. "Pada dasarnya mereka semua memperlihatkan ketika penyihir Gelap atau musuh ada di sekitar, tapi kalian tidak mau terlalu bergantung pada benda-benda ini, mereka bisa dikibuli ... " Dia menatap sejenak ke dalam Cermin Musuh yang retak; figur-figur seperti bayangan sedang bergerak-gerak di dalamnya, walaupun tidak ada yang bisa dikenali. Dia memalingkan punggungnya. "Well, aku telah memikirkan tentang jenis hal yang harus kita lakukan dulu dan -- er -- " Dia memperhatikan sebuah tangan terangkat. "Apa, Hermione?" "Kukira kita harus memilih seorang pemimpin," kata Hermione. "Harry pemimpinnya," kata Cho seketika, sambil memandang Hermione seolah-olah dia gila. Perut Harry bersalto lagi. "Ya, tapi kukira kita harus memberi suara dengan semestinya," kata Hermione, tidak gentar. "Membuatnya formal dan memberinya kekuasaan. Jadi -- semua orang yang menganggap Harry harus menjadi pemimpin kita?" Semua orang mengangkat tangan mereka, bahkan Zacharias Smith, walaupun dia melakukannya dengan setengah hati. "Er -- benar, trims," kata Harry, yang bisa merasa wajahnya terbakar. "Dan -- apa, Hermione?" "Aku juga mengira kita harus mempunyai nama," katanya dengan cerah, tangannya masih di udara. "Akan memajukan perasaan semangat tim dan kesatuan, bukankah begitu menurut kalian?" "Bisakah kita menjadi Liga Anti-Umbridge?" kata Angelina penuh harap. "Atau Kelompok Menteri Sihir adalah Orang Pandir?" saran Fred. "Aku sedang memikirkan," kata Hermione sambil merengut kepada Fred, "lebih kepada sebuah nama yang tidak memberitahu semua orang apa yang sedang kita rencanakan, sehingga kita bisa mengacu kepadanya dengan aman di luar pertemuan." "Defence Association -- Asosiasi Pertahanan?" kata Cho. "DA singkatannya, sehingga tak seorangpun tahu apa yang sedang kita bicarakan?" "Yeah, DA bagus," kata Ginny. "Cuma buatlah jadi Dumbledore"s Army -- Tentara Dumbledore, karena itulah hal yang paling ditakuti Kementerian, bukan?" Ada banyak gumaman menghargai dan tawa mendengar hal ini. "Semua yang setuju dengan DA?" kata Hermione sok memerintah, sambil berlutut di bantalnya untuk menghitung. "Itu mayoritas -- mosi disetujui!" Dia menyematkan potongan perkamen dengan semua tanda tangan mereka di atasnya ke dinding dan menulis di bagian atas dalam huruf-huruf besar: DUMBLEDORE"S ARMY "Baik," kata Harry, ketika dia sudah duduk lagi, "kalau begitu apakah kita akan mulai berlatih? Aku sedang berpikir, hal pertama yang harus kita lakukan adalah Expelliarmus, kalian tahu, Mantera Pelucut Senjata. Aku tahu itu cukup dasar tapi kudapati sangat berguna -- " "Oh, tolong," kata Zacharias Smith, sambil menggulirkan matanya dan melipat lengannya. "Kukira Expelliarmus tidak akan benar-benar membantu kita melawan Kau-Tahu-Siapa, bukan?" "Aku pernah menggunakannya melawan dia," kata Harry pelan. "Itu menyelamatkan hidupku di bulan Juni." Smith membuka mulutnya dengan tolol. Sisa ruangan itu sangat diam. "Tapi kalau kau mengira itu di bawahmu, kau boleh pergi," Harry berkata. Smith tidak bergerak. Tidak juga yang lain. "OK," kata Harry, mulutnya sedikit lebih kering daripada biasa dengan semua mata menatapnya, "menurutku kita harus dibagi menjadi pasangan-pasangan dan berlatih." Terasa sangat aneh memberikan instruksi, tapi tidak seaneh melihatnya diikuti. Semua orang bangkit seketika dan membentuk pasangan. Bisa diramalkan, Neville tertinggal tanpa rekan. "Kau bisa berlatih denganku," Harry memberitahunya. "Baik -- pada hitungan ketiga, kalau begitu -- satu, dua tiga -- " Ruangan itu mendadak penuh teriakan Expelliarmus. Tongkat-tongkat beterbangan ke segala arah; mantera-mantera yang meleset mengenai buku-buku di rak dan membuatnya terbang ke udara. Harry terlalu cepat bagi Neville, yang tongkatnya berputar keluar dari genggamannya, menabrak langit-langit dengan percikan bunga api dan mendarat dengan berkelontang di atas sebuah rak buku, dari mana Harry mengambilnya dengan Mantera Pemanggil. Sambil memandang sekilas ke sekitarnya, dia mengira dia benar menyarankan mereka berlatih dasar-dasarnya terdahulu; ada banyak mantera jelek yang terjadi; banyak orang tidak berhasil Melucuti Senjata lawannya sama sekali, tetapi hanya menyebabkan mereka melompat mundur beberapa langkah atau mengerenyit ketika mantera lemah melewati mereka. "Expelliarmus!" kata Neville, dan Harry, tidak sadar, merasakan tongkatnya terbang dari tangannya. "AKU BERHASIL!" kata Neville dengan gembira. "Aku belum pernah melakukannya sebelumnya -- AKU BERHASIL!" "Bagus!" kata Harry menguatkan, memutuskan tidak menunjukkan bahwa dalam duel sebenarnya lawan Neville tidak mungkin menatap ke arah berlawanan dengan tongkat dipegang kendur di sisi tubuhnya. "Dengar, Neville, bisakah kau bergantian berlatih dengan Ron dan Hermione selama beberapa menit sehingga aku bisa berjalan berkeliling dan melihat bagaimana yang lain?" Harry pindah ke tengah ruangan. Sesuatu yang sangat aneh sedang terjadi pada Zacharias Smith. Setiap kali dia membuka mulutnya untuk melucuti Anthony Goldstein, tongkatnya sendiri akan terbang dari tangannya, walau begitu Anthony kelihatannya tidak membuat suara. Harry tidak perlu mencari jauh untuk menyelesaikan misteri itu. Fred dan George berada beberapa kaki dari Smith dan bergantian menunjuk tongkat mereka ke punggungnya. "Sori, Harry," kata George buru-buru, ketika Harry melihatnya. "Tidak bisa menahan diri." Harry berjalan mengitari pasangan-pasangan lain, mencoba mengoreksi mereka yang salah menggunakan mantera. Ginny berpasangan dengan Michael Corner; dia melakukannya dengan sangat baik, sementara Michael sangat buruk atau tidak mau mengutuknya. Ernie Macmillan melambaikan tongkatnya dengan berlebihan, memberikan rekannya waktu untuk waspada; kakak-beradik Creevey antusias tetapi tidak menentu dan paling bertanggung jawab atas semua buku yang berlompatan keluar dari rak di sekitar mereka; Luna Lovegood sama buruknya, terkadang mengakibatkan tongkat Justin Finch-Fletchey berputar keluar dari genggamannya, kali lain hanya menyebabkan rambutnya berdiri. "OK, stop!" Harry berteriak. "Stop! STOP!" Aku perlu peluit, pikirnya, dan segera melihat satu yang tergeletak di atas barisan buku terdekat. Dia mengambilnya dan meniup keras. Semua orang menurunkan tongkat mereka. "Itu tidak buruk," kata Harry, "tapi jelas ada ruang untuk perbaikan." Zacharias Smith melotot kepadanya. "Ayo coba lagi." Dia bergerak mengitari ruangan itu lagi, sambil berhenti di sana-sini untuk memberi saran. Pelan-pelan, penampilan secara umum membaik. Dia menghindari berada dekat Cho dan temannya sebentar, tapi setelah berjalan mengitari semua pasangan lain dalam ruangan itu dua kali merasa dia tidak bisa mengabaikan mereka lebih lama lagi. "Oh tidak," kata Cho agak sembrono ketika dia mendekat. "Expelliarmious! Maksudku, Expellimellius! Aku -- oh, sori, Marietta!" Ujung baju temannya yang berambut keriting terbakar; Marietta memadamkannya dengan tongkatnya sendiri dan melotot kepada Harry seakan-akan itu salahnya. "Kau membuatku gugup, aku lumayan bisa sebelumnya!" Cho memberitahu Harry dengan sedih. "Itu sangat bagus," Harry berbohong, tetapi ketika Cho mengangkat alisnya dia berkata, "Well, tidak, itu jelek, tapi aku tahu kau bisa melakukannya dengan benar, aku mengamati dari sana." Dia tertawa. Temannya Marietta memandangi mereka dengan agak masam dan berpaling. "Jangan pedulikan dia," Cho bergumam. "Sebenarnya dia tidak mau berada di sini tetapi aku membuatnya datang bersamaku. Orang tuanya melarang dia melakukan apapun yang mungkin membuat Umbridge marah. Kau lihat -- ibunya bekerja pada Kementerian." "Bagaimana dengan orang tuamu?" tanya Harry. "Well, mereka juga melarangku berada di sisi yang salah dengan Umbridge," kata Cho, sambil bersikap bangga. "Tapi kalau mereka mengira aku tidak akan melawan Kau-Tahu-Siapa setelah apa yang terjadi dengan Cedric --" Dia berhenti, terlihat agak bingung, dan keheningan canggung timbul di antara mereka; tongkat Terry Boot berdesing melewati telinga Harry dan mengenai Alicia Spinnet dengan keras di hidung. "Well, ayahku sangat mendukung tindakan anti-Kementerian apapun!" kata Luna Lovegood dengan bangga persis di belakang Harry, jelas dia telah mencuri dengar percakapannya sementara Justin Finch-Fletchley berusaha melepaskan dirinya dari jubah yang telah terbang di atas kepalanya. "Dia selalu bilang dia akan percaya apapun tentang Fudge; maksudku, jumlah goblin yang sudah dibunuh Fudge! Dan tentu saja dia menggunakan Departemen Misteri untuk mengembangkan racun-racun mengerikan, yang diam-diam diberikannya kepada siapapun yang tidak setuju dengannya. Dan lalu ada Umgubular Slashkilternya --" "Jangan tanya," Harry bergumam kepada Cho ketika dia membuka mulutnya, terlihat bingung. Dia terkikik. "Hei, Harry," Hermione berseru dari ujung lain ruangan itu, "sudahkah kau mengecek waktunya?" Dia memandang jam tangannya dan terkejut melihat sudah jam sembilan tiga puluh, yang berarti mereka harus kembali ke ruang duduk mereka segera atau beresiko tertangkap dan dihukum oleh Filch karena melanggar aturan. Dia meniup peluitnya; semua orang berhenti meneriakkan "Expelliarmus" dan beberapa tongkat terakhir berdentang jatuh ke lantai. "Well, itu cukup bagus," kata Harry, "tapi kita kelewatan, kita sebaiknya sampai di sini dulu. Waktu yang sama, tempat yang sama minggu depan?" "Lebih cepat!" kata Dean Thomas dengan bersemangat dan banyak orang mengangguk setuju. Namun, Angelina berkata dengan cepat, "Musim Quidditch akan dimulai, kita perlu latihan tim juga!" "Kalau begitu, katakanlah Rabu depan," kata Harry, "kita bisa memutuskan pertemuan tambahan nanti. Ayolah, kita sebaiknya bergegas." Dia menarik keluar Peta Perampok lagi dan memeriksanya dengan hati-hati untuk mencari tanda-tanda guru di lantai tujuh. Dia membiarkan mereka semua pergi tiga-tiga dan empat-empat, sambil mengamati titik-titik kecil mereka dengan cemas untuk melihat bahwa mereka kembali ke asrama mereka dengan selamat: anak-anak Hufflepuff ke koridor bawah tanah yang juga mengarah ke dapur; anak-anak Ravenclaw ke sebuah menara di sisi barat kastil, dan anak-anak Gryffindor menyusuri koridor ke potret Nyonya Gemuk. "Tadi benar-benar bagus, Harry," kata Hermione, ketika akhirnya hanya dia, Harry dan Ron yang tinggal. "Yeah, memang!" kata Ron dengan antusias, selagi mereka menyelinap keluar dari pintu dan menyaksikannya melebur kembali menjadi batu di belakang mereka. "Apakah kau melihatku melucuti Hermione, Harry?" "Cuma sekali," kata Hermione, merasa terluka. "Aku mengenaimu jauh lebih sering daripada kau mengenaiku -- " "Aku tidak cuma mengenaimu sekali, aku mengenaimu setidaknya tiga kali -- " "Well, kalau kau menghitung sekali di mana kau tersandung kakimu sendiri dan mengetuk tongkatku dari tanganku -- " Mereka berdebat sepanjang jalan kembali ke ruang duduk, tetapi Harry tidak mendengarkan mereka. Dia memandangi Peta Perampok, tetapi dia juga sedang memikirkan Cho yang berkata dirinya membuatnya gugup. BAB SEMBILAN BELAS Singa dan Ular Harry merasa seolah-olah dia sedang membawa semacam jimat di dalam dadanya selama dua minggu berikutnya, suatu rahasia membara yang mendukungnya melalui kelas-kelas Umbridge dan bahkan memungkinkannya tersenyum lembut selagi dia melihat ke dalam matanya yang menonjol mengerikan. Dia dan DA sedang melawannya tepat di bawah hidungnya, melakukan hal yang paling dibencinya dan Kementerian, dan kapanpun dia seharusnya membaca buku Wilbert Slinkhard selama pelajaran Umbrige dia malah bertahan pada ingatan memuaskan tentang pertemuan mereka yang baru berlangsung, mengingat bagaimana Neville telah berhasil melucuti Hermione, bagaimana Colin Creevey telah menguasai Mantera Perintang setelah usaha keras selama tiga kali pertemuan, bagaimana Parvati Patil telah menghasilkan Kutukan Reduktor yang begitu bagus sehingga dia mengecilkan meja tempat semua Teropong Curiga menjadi debu. Dia mendapati hampir tidak mungkin menetapkan satu malam dalam seminggu untuk pertemuan DA yang teratur, karena mereka harus menyesuaikan dengan latihan tiga tim Quidditch berbeda, yang sering diatur ulang karena kondisi cuaca yang buruk; tetapi Harry tidak menyesali ini; dia punya perasaan mungkin lebih baik membuat waktu pertemuan mereka tidak terduga. Kalau seseorang sedang mengawasi mereka, akan lebih sulit membuat polanya. Hermione segera menciptakan sebuah metode pintar untuk mengkomunikasikan waktu dan tanggal pertemuan berikutnya kepada semua anggota kalau-kalau mereka perlu mengubahnya dalam waktu singkat, karena akan terlihat mencurigakan kalau orang-orang dari Asrama yang berbeda-beda terlalu sering terlihat menyeberangi Aula Besar untuk berbicara kepada satu sama lain. Dia memberikan kepada setiap anggota DA sebuah Galleon palsu (Ron menjadi sangat bersemangat ketika dia pertama melihat keranjang itu dan yakin dia benar-benar akan membagikan emas). "Kalian lihat angka di sekitar tepi koin?" Hermione berkata, sambil mengangkat sebuah untuk diperiksa pada akhir pertemuan keempat mereka. Koin itu berkilauan besar dan kuning dalam cahaya obor. "Pada Galleon-Galleon asli itu hanya nomor seri yang mengacu kepada goblin yang mencetak koin. Namun, pada koin-koin palsu ini, angka-angka akan berubah untuk memantulkan waktu dan tanggal pertemuan berikutnya. Koin akan menjadi panas ketika tanggalnya berubah, jadi kalau kalian sedang membawanya di kantong kalian akan bisa merasakannya. Kita masing-masing ambil sebuah, dan sewaktu Harry menetapkan tanggal pertemuan berikutnya dia akan mengganti angka-angka di koinnya, dan karena aku telah meletakkan Mantera Protean pada koin-koin itu, mereka semua akan berubah meniru koinnya." Keheningan hampa menyambut kata-kata Hermione. Dia memandang berkeliling kepada semua wajah yang menatapnya, agak bingung. "Well -- kukira itu ide yang bagus," katanya tidak yakin, "maksudku, walaupun jika Umbridge meminta kita mengosongkan kantong kita, tidak ada yang mencurigakan dari membawa sebuah Galleon, bukan? Tapi ... well, kalau kalian tidak mau menggunakannya -- " "Kau bisa melakukan Mantera Protean?" kata Terry Boot. "Ya," kata Hermione. "Tapi itu ... itu standar NEWT, begitulah," katanya dengan lemah. "Oh," kata Hermione, mencoba terlihat rendah hati. "Oh ... well ... ya, kurasa begitu." "Kenapa kau tidak masuk Ravenclaw?" tuntutnya, sambil menatap Hermione dengan sesuatu yang mendekati keheranan. "Dengan otak seperti punyamu?" "Well, Topi Seleksi memang mempertimbangkan dengan serius untuk memasukkanku ke Ravenclaw selama Penyeleksianku," kata Hermione dengan cerah, "tapi akhirnya dia memutuskan Gryffindor. Jadi, apakah itu berarti kita akan menggunakan Galleon-Galleon tersebut?" Ada gumaman persetujuan dan semua orang maju untuk mengambil satu dari keranjang. Harry memandang ke samping kepada Hermione. "Kau tahu ini mengingatkanku pada apa?" "Tidak, apa itu?" "Bekas luka para Pelahap Maut. Voldemort menyentuh salah satu dari mereka, dan semua bekas luka mereka terbakar, dan mereka tahu mereka harus bergabung dengannya." "Well ... ya," kata Hermione pelan, " dari sanalah aku dapat ide, tapi kau akan memperhatikan bahwa aku memutuskan untuk mengukirkan tanggal ke potongan logam bukannya pada kulit anggota-anggota kita." "Yeah ... aku lebih suka caramu," kata Harry sambil menyeringai selagi dia menyelipkan Galleonnya ke dalam kantongnya. "Kurasa satu-satunya bahaya dengan ini adalah kita mungkin membelanjakannya secara tidak sengaja." "Peluangnya kecil," kata Ron, yang sedang memeriksa Galleon palsunya sendiri dengan suasana sedikit murung. "Aku tidak punya Galleon asli yang bisa tertukar." Sementara pertandingan Quidditch pertama pada musim ini, Gryffindor lawan Slytherin, semakin mendekat, pertemuan DA mereka ditunda karena Angelina memaksakan latihan yang hampir setiap hari. Kenyataan bahwa Piala Quidditch belum diadakan lagi begitu lama menambah minat dan gairah yang cukup besar di sekitar pertandingan yang akan datang; anak-anak Ravenclaw dan Hufflepuff sangat tertarik pada hasilnya, karena mereka, tentu saja, akan bermain melawan kedua tim pada tahun mendatang; dan para Kepala Asrama tim-tim yang bersaing, walaupun mereka berusaha menyamarkan dengan semangat olahraga pura-pura, bertekad untuk melihat pihak mereka sendiri menang. Harry sadar seberapa Profesor McGonagall peduli untuk mengalahkan Slytherin ketika dia tidak memberikan mereka pekerjaan rumah pada minggu sebelum pertandingan. "Kukira kalian sudah punya cukup untuk dikerjakan," katanya dengan angkuh. Tak seorangpun benar-benar mempercayai telinga mereka sampai dia memandang langsung kepada Harry dan Ron dan berkata dengan muram, "Aku sudah menjadi terbiasa melihat Piala Quidditch di ruang kerjaku, anak-anak, dan aku tidak mau harus menyerahkannya kepada Profesor Snape, jadi gunakan waktu tambahan ini untuk berlatih, bisakah?" Snape tidak kurang jelasnya ikut mendukung; dia telah memesan lapangan Quidditch untuk Slytherin begitu seringnya sehingga anak-anak Gryffindor kesulitan memasukinya untuk bermain. Dia juga menulikan telinganya pada banyak laporan mengenai usaha-usaha anak-anak Slyhterin untuk mengguna-gunai para pemain Gryffindor di koridor. Ketika Alicia Spinnet muncul di sayap rumah sakit dengan alis yang tumbuh begitu tebal dan cepat sehingga menghalangi pandangannya dan merintangi mulutnya, Snape bersikeras bahwa dia pasti mencoba Mantera Pelebat-Rambut pada dirinya sendiri dan menolak mendengarkan empat belas saksi mata yang bersikeras bahwa mereka telah melihat Keeper Slytherin, Miles Bletchley, menghantamnya dari belakang dengan kutukan sewaktu dia bekerja di perpustakaan. Harry merasa optimis mengenai peluang Gryffindor; mereka, lagipula, belum pernah kalah dari tim Malfoy. Memang, Ron masih belum berpenampilan seperti standar Wood, tapi dia bekerja demikian keras untuk memperbaikinya. Kelemahannya yang terbesar adalah kecenderungan untuk kehilangan kepercayaan diri setelah dia membuat satu kesalahan; kalau dia membiarkan satu gol masuk dia menjadi bingung dan karena itu cenderung kemasukan lebih banyak lagi. Di sisi lain, Harry sudah melihat Ron membuat penyelamatan yang benar-benar spektakuler ketika dia sedang bagus; sewaktu suatu latihan yang patut diingat dia telah bergantung dengan satu lengan dari sapunya dan menendang Quaffle begitu kerasnya menjauh dari cincin gawang sehingga membumbung sepanjang lapangan dan melalui cincin tengah di ujung lainnya; para anggota tim yang lain merasa penyelamatan ini sebanding dengan salah satu yang baru-baru ini dibuat oleh Barry Ryan, Keeper Internasional Irlandia, melawan Chaser terkenal Polandia, Ladislaw Zamojski. Bahkan Fred berkata bahwa Ron masih mungkin membuatnya dan George bangga, dan bahwa mereka mempertimbangkan dengan serius untuk mengakui dia sekeluarga dengan mereka, sesuatu yang mereka yakinkan kepadanya telah mereka coba sangkal selama empat tahun. Satu-satunya hal yang benar-benar membuat Harry khawatir adalah seberapa banyak Ron membiarkan taktik tim Slytherin untuk membuatnya gelisah sebelum mereka bahkan sampai ke lapangan. Harry, tentu saja, telah menahan komentar-komentar sinis mereka selama lebih dari empat tahun, jadi bisikan-bisikan, "Hei, Potty, kudengar Warrington bersumpah akan menjatuhkanmu dari sapumu pada hari Sabtu," jauh dari membekukan darahnya, membuatnya tertawa. "Bidikan Warrington begitu menyedihkan aku akan lebih kuatir kalau dia sedang membidik orang di sampingku," jawabnya, yang membuat Ron dan Hermione tertawa dan menghapus senyum menyeringai di wajah Pansy Parkinson. Tetapi Ron belum pernah tahan kampanye hinaan, ejekan dan intimidasi terus-menerus. Ketika anak-anak Slytherin, beberapa di antaranya kelas tujuh dan lebih besar darinya, bergumam selagi mereka berpapasan di koridor, "Sudah pesan tempat tidurmu di sayap rumah sakit, Weasley?" dia tidak tertawa, tetapi berubah menjadi warna hijau pucat. Ketika Draco Malfoy meniru Ron menjatuhkan Quaffle (yang dilakukannya setiap kali mereka berada dalam jarak pandang masing-masing), telinga Ron berpijar merah dan tangannya bergetar hebat sehingga dia juga cenderung menjatuhkan apapun yang sedang dipegangnya saat itu. Oktober berakhir dalam deru angin yang melolong dan hujan yang melanda dan November tiba, dingin seperti besi beku, dengan embun beku keras setiap pagi dan angin dingin seperti es yang menggigit tangan dan wajah yang terbuka. Langit dan langit-langit Aula Besar berubah kelabu pucat seperti mutiara, gunung-gunung di sekitar Hogwarts berpuncak salju, dan suhu di dalam kastil turun demikian rendah sehingga banyak murid mengenakan sarung tangan pelindung kulit naga tebal mereka di koridor di antara pelajaran. Pagi pertandingan tiba dengan cerah dan dingin. Ketika Harry terbangun dia memandang berkeliling ke tempat tidur Ron dan melihatnya duduk tegak kaku, lengannya melingkari lututnya, sambil menatap terus ke ruang kosong. "Kau baik-baik saja?" kata Harry. Ron mengangguk tetapi tidak berbicara.. Harry terpaksa teringat ke saat Ron secara tidak sengaja menempatkan Mantera Pemuntah-Siput kepada dirinya sendiri; dia tampak sama pucat dan berkeringatnya seperti saat itu, belum lagi enggan membuka mulutnya. "Kau hanya perlu sedikit sarapan," Harry berkata menguatkan. "Ayo." Aula Besar cepat terisi penuh ketika mereka tiba, perbincangan lebih keras dan suasana lebih gembira daripada biasa. Ketika mereka melewati meja Slytherin ada peningkatan kebisingan. Harry memandang sekeliling dan melihat bahwa, sebagai tambahan pada scarf dan topi hijau yang biasa, setiap orang dari mereka memakai sebuah lencana perak yang bentuknya tampak seperti mahkota. Karena alasan-alasan tertentu banyak dari mereka yang melambai kepada Ron, sambil tertawa keras-keras. Harry mencoba melihat apa yang tertulis pada lencana-lencana itu selagi dia lewat, tetapi dia terlalu kuatir agar Ron lewat meja mereka cepat-cepat untuk bertahan cukup lama untuk membacanya. Mereka menerima sambutan meriah di meja Gryffindor, di mana semua orang mengenakan warna merah dan emas, tetapi jauh dari menaikkan semangat Ron sorak sorai itu sepertinya melemahkan semangat juangnya yang tersisa; dia merosot ke bangku terdekat terlihat seolah-olah dia sedang menghadapi makanan terakhirnya. "Aku pasti sinting mau melakukan ini," katanya dengan bisikan parau. "Sinting." "Jangan tolol," kata Harry tegas, sambil memberikan kepadanya pilihan sereal, "kau akan baik-baik saja. Gugup itu normal." "Aku sampah," kata Ron parau. "Aku payah. Aku tidak bisa bermain untuk menyelamatkan hidupku. Apa yang kupikirkan?" "Sadarlah," kata Harry dengan tegang. "Lihat penyelamatan yang kau buat dengan kakimu hari itu, bahkan Fred dan George bilang itu brilian." Ron memalingkan wajah tersiksa kepada Harry. "Itu kecelakaan," bisiknya dengan sengsara. "Aku tidak bermaksud melakukannya -aku tergelincir dari sapuku sewaktu tak seorangpun dari kalian melihat dan ketika aku sedang mencoba naik kembali aku tak sengaja menendang Quaffle itu." "Well," kata Harry, pulih cepat dari kejutan tak menyenangkan ini, "beberapa kecelakaan seperti itu dan pertandingan sudah jadi milik kita, bukan?" Hermione dan Ginny duduk di seberang mereka sambil mengenakan scarf, sarung tangan dan bunga mawar kecil berwarna merah dan emas. "Bagaimana perasaanmu?" Ginny bertanya kepada Ron, yang sekarang sedang menatap ampas susu di dasar mangkuk serealnya seolah-olah mempertimbangkan dengan serius untuk mencoba menenggelamkan dirinya ke dalam. "Dia cuma gugup," kata Harry. "Well, itu tanda yang bagus, aku belum pernah merasa kau mengerjakan ujian dengan baik kalau kau tidak sedikit gugup," kata Hermione sepenuh hati. "Halo," kata sebuah suara samar dan seperti melamun dari belakang mereka. Harry melihat ke atas: Luna Lovegood telah datang dari meja Ravenclaw. Banyak orang yang sedang menatapinya dan beberapa tertawa dan menunjuk-nunjuk terang-terangan; dia sudah berhasil mendapatkan sebuah topi yang berbentuk seperti kepala singa berukuran sebenarnya, yang bertenggar genting di kepalanya. "Aku mendukung Gryffindor," kata Luna, sambil menunjuk tanpa perlu ke topinya. "Lihat apa yang dilakukannya ... " Dia meraih ke atas dan mengetuk topi itu dengan tongkatnya. Topi itu membuka mulutnya lebar dan mengeluarkan raungan yang sangat realistis yang membuat semua orang di sekitar sana melompat. "Bagus, bukan?" kata Luna dengan senang. "Aku mau dia mengunyah seekor ular untuk mewakili Slytherin, kalian tahu, tapi tidak ada waktu. Ngomong-ngomong ... semoga berhasil, Ronald!" Dia berjalan pergi. Mereka belum sepenuhnya pulih dari guncangan topi Luna sewaktu Angelina bergegas datang menuju mereka, ditemani oleh Katie dan Alicia, yang alisnya syukurlah telah dikembalikan ke normal oleh Madam Pomfrey. "Sewaktu kalian siap," katanya, "kita akan langsung turun ke lapangan, memeriksa kondisi dan berganti pakaian." "Kami akan ke sana sebentar lagi," Harry meyakinkan dia. "Ron cuma harus sarapan sedikit." Namun, setelah sepuluh menit menjadi jelas bahwa Ron tidak mampu makan apapun lagi dan Harry merasa sebaiknya membawa dia turun ke ruang ganti. Ketika mereka bangkit dari meja, Hermione juga bangkit, dan sambil memegang lengan Harry dia menariknya ke samping. "Jangan biarkan Ron melihat apa yang ada di lencana-lencana Slytherin itu," dia berbisik penting. Harry memandangnya bertanya, tapi dia menggelengkan kepalanya memperingatkan; Ron baru saja berjalan lunglai ke arah mereka, terlihat gelisah dan putus asa. "Semoga berhasil, Ron," kata Hermione, berdiri berjingkat dan menciumnya di pipi. "Dan kamu, Harry -- " Ron terlihat agak sadarkan diri selagi mereka berjalan kembali menyeberangi Aula Besar. Dia menyentuh tempat di wajahnya yang dicium Hermione, tampak bingung, seolah-olah dia tidak yakin apa yang baru saja terjadi. Dia tampak terlalu kacau untuk terlalu memperhatikan sekitarnya, tetapi Harry memandang sekilas ke lencana-lencana berbentuk mahkota itu ketika mereka melewati meja Slytherin, dan kali ini dia bisa membaca kata-kata yang terukir di atasnya: Weasley adalah Raja kami Dengan perasaan tidak menyenangkan bahwa ini tidak mungkin sesuatu yang baik, dia bergegas membawa Ron menyeberangi Aula Depan, menuruni undakan-undakan batu dan keluar ke udara sedingin es. Rumput beku berderak di bawah kaki mereka selagi mereka bergegas menuruni lapangan yang landai menuju stadium. Tidak ada angin sama sekali dan langit seputih mutiara, yang berarti jarak pandang akan bagus tanpa kerugian sinar matahari langsung ke mata. Harry menunjukkan faktor-faktor mendukung ini kepada Ron selagi mereka berjalan, tetapi dia tidak yakin Ron mendengarkan. Angelina sudah berganti pakaian dan sedang berbicara dengan anggota tim yang lainnya ketika mereka masuk. Harry dan Ron memakai jubah mereka (Ron berusaha memakai kepunyaannya terbalik selama beberapa menit sebelum Alicia jatuh kasihan kepadanya dan pergi membantu), lalu duduk untuk mendengarkan perbincangan sebelum pertandingan sementara celotehan suara-suara di luar semakin keras ketika kerumunan orang-orang berdatangan keluar dari kastil menuju lapangan. "OK, aku baru saja tahu barisan akhir Slytherin," kata Angelina, sambil memeriksa sepotong perkamen. "Para Beater tahun lalu, Derrick dan Bole, sudah pergi, tetapi tampaknya Montague menggantikan mereka dan gorila-gorila biasa, bukannya siapa saja yang bisa terbang cukup baik. Mereka adalah dua cowok yang bernama Crabbe dan Goyle, aku tidak tahu banyak tentang mereka -- " "Kami tahu," kata Harry dan Ron bersama-sama. "Well, mereka tampaknya tidak cukup pintar untuk membedakan ujung sapu yang satu dari yang lain," kata Angeline, sambil mengantongi perkamennya, "tapi walau begitu aku selalu heran Derrick dan Bole berhasil menemukan jalan ke lapangan tanpa papan penunjuk arah." "Crabbe dan Goyle sama saja," Harry meyakinkan dia. Mereka bisa mendengar ratusan langkah kaki menaiki bangku-bangku yang ditumpuk di tribun penonton. Beberapa orang sedang bernyanyi, walaupun Harry tidak bisa mendengar kata-katanya. Dia mulai merasa gugup, tetapi dia tahu kegugupannya tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan Ron, yang sedang mencengkeram perutnya dan menatap lurus ke depan lagi, rahangnya terkatup rapat dan warna kulitnya kelabu pucat. "Sudah waktunya," kata Angelina dengan suara berbisik, sambil memandang jam tangannya. "Ayo semuanya ... semoga berhasil." Tim itu bangkit, memanggul sapu mereka dan berbaris dalam satu barisan keluar dari ruang ganti ke sinar matahari yang menyilaukan. Raungan suara menyambut mereka di mana Harry masih bisa mendengar nyanyian, walaupun teredam oleh sorak-sorai dan tiupan peluit. Tim Slytherin sedang berdiri menanti mereka. Mereka juga mengenakan lencana-lencana berbentuk mahkota. Kapten yang baru, Montague, bentuk badannya serupa dengan Dudley Dursley, dengan lengan besar seperti daging berbulu. Di belakangnya mengintai Crabbe dan Goyle, hampir sama besarnya, berkedip-kedip dengan bodoh dalam sinar matahari, sambil mengayunkan tongkat-tongkat pemukul Beater baru mereka. Malfoy berdiri di satu sisi, sinar matahari berkilauan pada kepalanya yang putih pirang. Dia memandang mata Harry dan tersenyum menyeringai, sambil mengetuk lencana berbentuk mahkota di dadanya. "Para Kapten, jabat tangan," perintah wasit Madam Hooch, sementara Angelina dan Montague saling meraih satu sama lain. Harry bisa tahu bahwa Montague sedang berusaha melumatkan jari-jari Angelina, walaupun dia tidak berkerenyit. "Naiki sapu kalian Madam Hooch menempatkan peluitnya ke mulut dan meniup. Bola-bola dilepaskan dan keempat belas pemain meluncur ke atas. Dari sudut matanya Harry melihat Ron melintas menuju tiang-tiang gawang. Harry meluncur lebih tinggi, mengelakkan sebuah Bludger, dan mulai melakukan kitaran lebar di lapangan itu, sambil memandang sekeliling mencari kilatan emas, Draco Malfoy sedang melakukan hal yang persis sama. "Dan itu Johnson -- Johnson dengan Quaffle, gadis itu benar-benar pemain yang bagus, aku sudah bilang begitu selama bertahun-tahun tapi dia masih tidak mau kencan denganku -- " "JORDAN!" teriak Profesor McGonagall. "-- cuma fakta iseng, Profesor, menambahkan sedikit minat -- dan dia menghindari Warrington, dia melewati Montague, dia -- aduh -- dihantam dari belakang oleh sebuah Bludger dari Crabbe ... Montague menangkap Quaffle, Montague menuju ke ujung lapangan dan -- Bludger yang bagus di sana dari George Weasley, itu sebuah Bludger ke kepala bagi Montague, dia menjatuhkan Quaffle, ditangkap oleh Katie Bell, Katie Bell untuk Gryffindor memberikan bola secara terbalik ke Alicia Spinnet dan Spinnet pergi --" Komentar Lee Jordan bergaung ke seluruh stadium dan Harry mendengarkan sekeras mungkin melalui angin yang bersiul di telinganya dan hiruk-pikuk kerumunan, semuanya berteriak dan mengejek dan bernyanyi. "-- mengelakkan Warrington, menghindari sebuah Bludger -- hampir saja, Alicia -dan kerumunan suka ini, dengar saja mereka, apa yang sedang mereka nyanyikan?" Dan selagi Lee berhenti untuk mendengarkan, lagu itu terdengar kuat dan jelas dari lautan hijau dan perak di tribun bagian Slytherin: "Weasley tak bisa menyelamatkan apapun, Dia tak bisa memblokir sebuah gawang, Itulah sebabnya anak-anak Slytherin semua bernyanyi: Weasley adalah Raja kami." "Weasley lahir di tong sampah, Dia selalu membiarkan Quaffle masuk, Weasley akan pastikan kami menang, Weasley adalah Raja kami." "-- dan Alicia memberikan bola kembali ke Angelina!" Lee berteriak, dan selagi Harry berbelok, isi tubuhnya mendidih karena apa yang baru dia dengar, dia tahu Lee sedang mencoba menenggelamkan kata-kata dari nyanyian itu. "Ayolah sekarang, Angelina -- tampaknya dia cuma harus mengalahkan si Keeper! -- DIA MENEMBAK -- DIA -- aaah ... " Bletchey, Keeper Slytherin, menyelamatkan gol itu; dia melemparkan Quaffle ke Warrington yang bergegas membawanya, berzig-zag antara Alicia dan Katie; nyanyian dari bawah semakin kuat dan semakin kuat sementara dia semakin mendekati Ron. "Weasley adalah Raja kami, Weasley adalah Raja kami, Dia selalu membiarkan Quaffle masuk, Weasley adalah Raja kami." Harry tidak bisa menahan diri: meninggalkan pencariannya akan Snitch, dia berputar untuk mengamati Ron, sebuah figur tunggal di sisi jauh lapangan, melayang di depan ketiga tiang gawang sementara Warrington yang besar meluncur menujunya. "-- dan Warrington dengan Quaffle, Warrington menuju gol, dia keluar dari jangkauan Bludger dengan hanya Keeper di depan -- " Gelombang besar nyanyian timbul dari tribun Slytherin di bawah: "Weasley tak bisa menyelamatkan apapun, Dia tak bisa memblokir sebuah gawang "-- jadi itulah ujian pertama bagi Keeper Gryffindor Weasley, adik dari para Beater Fred dan George, dan bakat baru yang menjanjikan dalam tim -- ayo, Ron!" Tetapi teriakan senang datang dari ujung Slytherin: Ron telah menukik dengan liar, lengannya terentang lebar, dan Quaffle telah membumbung di antaranya langsung melalui lubang gawang tengah Ron. "Slytherin mencetak gol!" datang suara Lee di tengah-tengah sorakan dan ejekan dari kerumunan di bawah, "jadi sepuluh-nol untuk Slytherin -- kurang beruntung, Ron." Anak-anak Slytherin bernyanyi semakin keras. "WEASLEY LAHIR DI TONG SAMPAH DIA SELALU MEMBIARKAN QUAFFLE MASUK "-- dan Gryffindor kembali menguasai bola dan Katie Bell sedang mengitari lapangan -- " teriak Lee dengan berani, walaupun nyanyian itu sekarang begitu memekakkan sehingga dia hampir tidak bisa membuat dirinya terdengar menimpalinya. "WEASLEY AKAN PASTIKAN KAMI MENANG WEASLEY ADALAH RAJA KAMI ... " "Harry, APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN?" teriak Angelina, membumbung melewatinya untuk mengejar Katie. "BERGERAKLAH!" Harry sadar dia sudah diam di tempat di tengah udara selama lebih dari semenit, menyaksikan kelanjutan pertandingan tanpa menyisakan perhatian pada keberadaan Snitch; terkejut, dia menukik dan mulai mengitari lapangan lagi, sambil menatap sekeliling, mencoba mengabaikan nyanyian bersama yang sekarang menggelegar ke seluruh stadium: "WEASLEY ADALAH RAJA KAMI, WEASLEY ADALAH RAJA KAMI Tidak ada tanda-tanda Snitch di manapun dia memandang; Malfoy masih mengitari stadium seperti dirinya. Mereka melewati satu sama lain di tengah jalan mengelilingi lapangan, menuju ke arah yang berbeda, dan Harry mendengar Malfoy bernyanyi keras-keras: "WEASLEY LAHIR DI TONG SAMPAH "-- dan Warrington lagi," teriak Lee, "yang memberikan bola kepada Pucey, Pucey melewati Spinnet, ayolah sekarang, Angelina, kau bisa mengalahkannya -- ternyata kau tidak bisa -- tapi Bludger yang bagus dari Fred Weasley, maksudku, George Weasley, oh, siapa peduli, bagaimanapun, salah satu dari mereka, dan Warrington menjatuhkan Quaffle dan Katie Bell -- er - menjatuhkannya juga -- sehingga sekarang Montague memegang Quaffle, Kapten Slytherin Montague membawa Quaffle dan dia menaiki lapangan, ayolah sekarang, Gryffindor, hadang dia!" Harry meluncur mengitari ujung stadium di belakang tiang-tiang gawang Slytherin, memaksa dirinya sendiri tidak melihat apa yang sedang terjadi di ujung Ron. Selagi dia ngebut melewati Keeper Slytherin, dia mendengar Bletchey bernyanyi bersama kerumunan di bawah: "WEASLEY TIDAK BISA MENYELAMATKAN APAPUN "-- dan Pucey mengelak dari Alicia lagi dan dia menuju langsung ke gawang, hentikan, Ron!" Harry tidak harus melihat untuk mengetahui apa yang terjadi: ada erangan mengerikan dari ujung Gryffindor, dirangkai dengan jeritan dan tepuk tangan baru dari anak-anak Slytherin. Sambil memandang ke bawah, Harry melihat si wajah buldog Pansy Parkinson tepat di bagian depan tribun, punggungnya menghadap lapangan selagi dia memimpin para suporter Slytherin yang sedang meraung: "ITULAH SEBABNYA ANAK-ANAK SLYTHERIN SEMUA BERNYANYI WEASLEY ADALAH RAJA KAMI." Tetapi dua puluh-nol bukan apa-apa, masih ada waktu bagi Gryffindor untuk mengejar atau menangkap Snitch. Beberapa gol dan mereka akan memimpin seperti biasanya, Harry meyakinkan dirinya sendiri, sambil meliuk-liuk di antara pemain-pemain lain untuk mengejar sesuatu yang berkilauan yang ternyata adalah tali jam tangan Montague. Tapi Ron membiarkan dua gol lagi masuk. Ada rasa panik dalam hasrat Harry untuk menemukan Snitch sekarang. Kalau saja dia bisa mendapatkannya segera dan menyelesaikan pertandingan itu secepatnya. "-- dan Katie Bell dari Gryffindor mengelak dari Pucey, menghindari Montague, belokan yang bagus, Katie, dan dia melemparkan ke Johnson, Angelina Johnson mambawa Quaffle, dia melewati Warrington, dia menuju gawang, ayolah sekarang, Angelina -- GRYFFINDOR MENCETAK GOL! Empat puluh- sepuluh, empat puluh untuk Slytherin dan Pucey membawa Quaffle --" Harry bisa mendengar topi singa menggelikan Luna meraung di tengah-tengah sorakan Gryffindor dan merasa berbesar hati; hanya tiga puluh poin selisihnya, itu bukan apa-apa, mereka bisa mengejar dengan mudah. Harry mengelakkan sebuah Bludger yang telah dikirim Crabbe meluncur ke arahnya dan meneruskan penjelajahan kalutnya di lapangan untuk mencari Snitch, sambil terus mengamati Malfoy kalau-kalau dia menunjukkan tanda-tanda sudah melihatnya, tetapi Malfoy, seperti dirinya, terus membumbung mengitari stadium, mencari tanpa hasil ... "-- Pucey melempar ke Warrington, Warrington ke Montague, Montague kembali kepada Pucey -- Johnson menghalangi, Johnson mengambil Quaffle, Johnson ke Bell, ini tampak bagus -- maksudku buruk, Bell terkena Bludger dari Goyle dari Slytherin dan Pucey yang memegang bola -- " "WEASLEY LAHIR DI TONG SAMPAH DIA SELALU MEMBIARKAN QUAFFLE MASUK WEASLEY AKAN PASTIKAN KAMI MENANG Tapi akhirnya Harry sudah melihatnya: Golden Snitch kecil yang berkibaran yang sedang melayang-layang beberapa kaki dari tanah di ujung lapangan Slytherin. Dia menukik ... Dalam beberapa detik, Malfoy sudah melintas di langit di sebelah kiri Harry, sesosok hijau dan perak yang kabur membungkuk rendah di sapunya ... Snitch itu menyerempet kaki salah satu tiang gawang dan bergegas menuju sisi tribun yang lain; pergantian arahnya sesuai dengan Malfoy, yang lebih dekat; Harry menarik Fireboltnya berputar, dia dan Malfoy sekarang dekat sekali ... Beberapa kaki dari tanah, Harry mengangkat tangan kanannya dari sapunya, menjulurkannya pada Snitch itu ... di sebelah kanannya, lengan Malfoy juga terulur, meraih, mencari-cari ... Semuanya selesai dalam dua detik yang menyesakkan napas, nekat, dan tersapu angin -- jari-jari Harry menutup di sekeliling bola kecil yang memberontak itu -kuku-kuku Malfoy mencakari punggung tangan Harry tanpa harapan -- Harry menarik sapunya ke atas, sambil memegang bola yang memberontak di tangannya dan para penonton Gryffindor meneriakkan persetujuan mereka ... Mereka selamat, tidak peduli bahwa Ron sudah membiarkan gol-gol itu masuk, tak seorangpun akan ingat selama Gryffindor sudah menang -- WHAM. Sebuah Bludger menghantam Harry tepat di punggungnya dan dia jatuh ke depan dari sapunya. Untung saja dia hanya lima atau enam kaki di atas tanah, setelah menukik demikian rendah untuk menangkap Snitch, tapi dia kehabisan napas juga ketika dia mendarat telentang di atas lapangan yang membeku. Dia mendengar peluit nyaring Madam Hooch, kegemparan di tribun yang terdiri dari teriakan-teriakan jengkel, jeritan-jeritan dan cemoohan marah, sebuah bunyi debam, lalu suara Angelina yang kalut. "Kau baik-baik saja?" "Tentu saja," kata Harry dengan muram, sambil meraih tangannya dan membiarkannya menarik dia bangkit. Madam Hooch sedang meluncur ke arah salah satu pemain Slytherin di atasnya, walaupun dia tidak bisa melihat siapa dari sudut ini. "Berandal Crabbe itu," kata Angelina dengan marah, "dia memukul Bludger kepadamu saat dia melihat kau mendapatkan Snitch -- tapi kita menang, Harry, kita menang!" Harry mendengar dengusan dari belakangnya dan berpaling, masih memegang Snitch kuat-kuat di tangannya: Draco Malfoy telah mendarat di dekatnya. Pucat karena marah, dia masih bisa mengejek. "Menyelamatkan batang leher Weasley, bukan?" dia berkata kepada Harry. "Aku belum pernah melihat Keeper yang lebih buruk ... tapi dia lahir di tong sampah ... kau suka lirikku, Potter?" Harry tidak menjawab. Dia berpaling untuk menemui sisa tim itu yang sekarang sedang mendarat satu per satu, berteriak dan meninju ke udara dengan kemenangan; semua kecuali Ron, yang telah turun dari sapunya di dekat tiang gawang dan tampaknya sedang berjalan lambat-lambat ke ruang ganti sendirian. "Kami mau menulis beberapa syair lagi!" Malfoy berseru, selagi Katie dan Alicia memeluk Harry. "Tapi kami tidak bisa menemukan kata-kata yang berima dengan gemuk dan jelek -- kami mau bernyanyi tentang ibumu, tahu -- " "Bicara tentang anggur masam," kata Angelina sambil memberi Malfoy pandangan jijik. "-- kami juga tidak bisa mencocokkan pecundang tak berguna -- untuk ayahnya, kalian tahu -- " Fred dan George sudah menyadari apa yang sedang dibicarakan Malfoy. Sewaktu masih berjabatan tangan dengan Harry, mereka menjadi kaku, memandang berkeliling ke Malfoy. "Biarkan!" kata Angelina seketika, sambil memegang lengan Fred. "Biarkan, Fred, biarkan dia berteriak, dia cuma jengkel karena dia kalah, si kecil yang sok -- " "-- tapi kau suka keluarga Weasley, bukan, Potter?" kata Malfoy sambil mengejek. "Menghabiskan liburan di sana dan segalanya, bukan? Tidak ngerti bagaimana kau bisa tahan bau busuknya, tapi kukira kalau kau dibesarkan oleh para Muggle, bahkan gubuk Weasley berbau OK -- " Harry menarik George. Sementara itu, butuh usaha gabungan Angelina, Alicia dan Katie untuk menghentikan Fred melompat pada Malfoy, yang sedang tertawa terang-terangan. Harry memandang berkeliling mencari Madam Hooch, tetapi dia masih memaki Crabbe karena serangan Sludger ilegalnya. "Atau mungkin," kata Malfoy, mengerling sementara dia mundur, "kau bisa ingat seperti apa rumah ibumu berbau busuk, Potter, dan kandang babi Weasley mengingatkanmu padanya -- " Harry tidak sadar melepaskan George, yang dia tahu hanyalah bahwa sedetik kemudian mereka berdua sedang berlari cepat menuju Malfoy. Dia sudah sepenuhnya lupa bahwa semua guru sedang menonton: yang ingin dia lakukan hanyalah menyebabkan sebanyak mungkin rasa sakit pada Malfoy; tak ada waktu untuk menarik keluar tongkatnya, dia hanya mengeluarkan kepalan tangan yang sedang menggenggam Sntich dan membenamkannya sekeras yang dia bisa ke perut Malfoy -- "Harry! HARRY! GEORGE! JANGAN!" Dia bisa mendengar suara-suara anak-anak perempuan berteriak, Malfoy menjerit, George menyumpah, sebuah peluit ditiup dan pekik kerumunan di sekitarnya, tapi dia tidak peduli. Tidak sampai seseorang di sekitar sana berteriak "Impedimenta!" dan dia terjatuh ke belakang akibat tenaga mantera itu, barulah dia menghentikan usaha meninju setiap inci Malfoy yang bisa dijangkaunya. "Kalian kira apa yang sedang kalian lakukan?" jerit Madam Hooch, selagi Harry melompat bangkit. Kelihatannya dia yang telah mengenainya dengan Mantera Perintang; dia sedang memegang peluitnya di satu tangan dan sebuah tongkat di tangan lainnya; sapunya tergeletak begitu saja beberapa kaki jauhnya. Malfoy bergelung di atas tanah, merengek dan merintih, hidungnya berdarah; George berbibir bengkak; Fred masih ditahan paksa oleh ketiga Chaser, dan Crabbe sedang berkotek di latar belakang. "Aku belum pernah melihat kelakuan seperti itu -- kembali ke kastil, kalian berdua, dan langsung ke kantor Kepala Asrama kalian! Pergi! Sekarang!" Harry dan George berbalik dan berjalan keluar dari lapangan, keduanya terengah-engah, tak satupun berkata sepatah kata pun kepada yang lain. Lolongan dan cemoohan dari kerumunan semakin samar dan semakin samar sampai mereka mencapai Aula Depan, di mana mereka tidak bisa mendengar apa-apa kecuali suara langkah kaki mereka sendiri. Harry menjadi sadar bahwa sesuatu masih meronta-ronta di tangan kanannya, buku-buku jari yang dibuatnya memar menghantam rahang Malfoy. Ketika memandang ke bawah, dia melihat sayap-sayap perak Snitch menonjol keluar dari antara jari-jarinya, meronta-ronta ingin bebas. Mereka belum lagi mencapai pintu kantor Profesor McGonagall ketika dia datang menyusuri koridor di belakang mereka. Dia mengenakan sebuah scarf Gryffindor, tetapi melepaskannya dari lehernya dengan tangan-tangan bergetar selagi dia berjalan menuju mereka, tampak pucat karena marah. "Masuk!" katanya marah besar, sambil menunjuk ke pintu. Harry dan George masuk. Dia berputar ke belakang meja tulisnya dan menghadap mereka, gemetaran karena marah selagi dia melemparkan scarf Gryffindor itu ke samping ke atas lantai. "Well?" katanya. "Aku belum pernah melihat pertunjukan yang memalukan begini. Dua lawan satu! Jelaskan!" "Malfoy memancing kami," kata Harry kaku. "Memancing kalian?" teriak Profesor McGonagall sambil menghantamkan tinjunya ke meja tulisnya sehingga kaleng kotak-kotaknya tergelincir dari samping meja dan terbuka, mengotori lantai dengan Kadal Jahe. "Dia baru saja kalah, bukan? Tentu saja dia mau memancing kalian! Tapi apa yang bisa dikatakannya yang membenarkan apa yang kalian berdua -- " "Dia menghina orang tua saya," geram George. "Dan ibu Harry." "Tapi bukannya membiarkan Madam Hooch menyelesaikan, kalian berdua memutuskan memberi pertunjukan duel Muggle, bukan?" teriak Profesor McGonagall. "Apakah kalian punya gambaran apa yang telah kalian --?" "Hem, hem." Harry dan George keduanya berputar. Dolores Umbridge sedang berdiri di ambang pintu terbungkus dalam sebuah mantel wol hijau yang sangat meningkatkan kemiripannya dengan seekor katak besar, dan sedang tersenyum dengan cara mengerikan, memuakkan dan tidak menyenangkan yang telah Harry hubungkan dengan kesengsaraan yang akan segera tiba. "Bolehkah kubantu Anda, Profesor McGonagall?" tanya Profesor Umbridge dengan suara manisnya yang paling beracun. Darah menyerbu wajah Profesor McGonagall. "Bantu?" ulangnya, dengan suara tertahan. "Apa maksud Anda, bantu?" Profesor Umbridge bergerak maju ke dalam kantor itu, masih memamerkan senyumnya yang memuakkan. "Kenapa, kukira Anda mungkin bersyukur atas sedikit kekuasaan tambahan." Harry tidak akan terkejut melihat bunga-bunga api beterbangan dari lubang hidung Profesor McGonagall. "Yang Anda kira salah," katanya, sambil memalingkan punggungnya kepada Umbridge. "Sekarang, kalian berdua sebaiknya mendengarkan dengan seksama. Aku tidak peduli provokasi apa yang dilakukan Malfoy kepada kalian, aku tidak peduli kalaupun dia menghina setiap anggota keluarga yang kalian miliki, perilaku kalian menjijikkan dan aku akan memberikan masing-masing dari kalian detensi seminggu! Jangan memandangku seperti itu, Potter, kau pantas mendapatkannya! Dan kalau salah satu dari kalian pernah -- " "Hem, hem." Profesor McGonagall menutup matanya seolah-olah berdoa untuk kesabaran selagi dia memalingkan wajahnya menghadap Profesor Umbridge lagi. "Ya?" "Kukira mereka pantas mendapatkan lebih dari detensi," kata Umbridge, sambil tersenyum lebih lebar lagi. Mata Profesor McGonagall terbuka lebar. "Tetapi sayang," katanya, dengan usaha tersenyum balik yang membuatnya terlihat seolah-olah rahangnya terkunci, "yang kupikirkan adalah yang berarti, karena mereka ada dalam Asramaku, Dolores." "Well, sebenarnya, Minerva," Profesor Umbridge tersenyum simpul, "kukira Anda akan mendapati bahwa yang kupikirkan memang berarti. Sekarang, di mana itu? Cornelius baru saja mengirimnya ... maksudku," dia memberikan tawa kecil selagi dia menggeledah tas tangannya, "Menteri baru saja mengirimnya ... ah ya ... " Dia menarik keluar sepotong perkamen yang sekarang dibukanya, sambil berdehem rewel sebelum mulai membaca apa isinya. "Hem, hem ... "Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Lima"." "Tidak satu lagi!" seru Profesor McGonagall dengan keras. "Well, ya," kata Umbridge, masih tersenyum. "Nyatanya, Minerva, Andalah yang membuatku melihat bahwa kita perlu amandemen lebih lanjut ... Anda ingat bagaimana Anda melangkahiku, ketika aku tidak rela membiarkan tim Quidditch Gryffindor dibentuk kembali? Bagaimana Anda membawa kasus itu kepada Dumbledore, yang bersikeras bahwa tim itu diizinkan bermain? Well, sekarang, aku tidak akan melakukan itu. Aku menghubungi Menteri seketika, dan beliau sangat setuju denganku bahwa Penyelidik Tinggi punya kekuasaan untuk menghilangkan hak-hak khusus para murid, atau dia -- maksudnya, aku -- akan punya lebih sedikit kekuasaan daripada para guru biasa! Dan Anda lihat sekarang, bukan, Minerva, betapa benarnya aku berusaha menghentikan tim Gryffindor dibentuk kembali? Amarah yang mengerikan ... ngomong-ngomong, aku sedang membacakan amandemen kita ... hem, hem ... "Penyelidik Tinggi mulai sekarang memiliki kekuasaan tertinggi terhadap semua hukuman, sanksi dan penghilangan hak-hak khusus yang berhubungan dengan murid-murid Hogwarts, dan kekuasaan untuk mengubah hukuman-hukuman, sanksi dan penghilangan hak-hak khusus tersebut yang mungkin telah diperintahkan oleh para anggota staf yang lain. Tertanda, Cornelius Fudge, Menteri Sihir, Order of Merlin Kelas Pertama, etc., etc."" Dia menggulung perkamen itu dan meletakkannya kembali ke dalam tas tangannya, masih tersenyum. "Jadi ... kukira aku akan harus melarang yang dua ini dari bermain Quidditch selamanya," katanya sambil melihat dari Harry ke George dan balik lagi. Harry merasa Snitch berkibar-kibar dengan hebat dalam tangannya. "Melarang kami?" katanya, dan suaranya anehnya terdengar jauh. "Dari bermain ... selamanya?" "Ya, Mr Potter, kukira larangan bermain seumur hidup akan berhasil," kata Umbridge, senyumnya melebar lagi selagi dia menyaksikannya bersusah payah mengerti apa yang telah dikatakannya. "Kamu dan Mr Weasley. Dan kukira, agar amannya, kembaran pria muda ini harus dihentikan juga -- kalau para anggota timnya tidak menahan dia, aku merasa yakin dia pasti telah menyerang Mr Malfoy muda juga. Aku mau sapu-sapu mereka disita, tentu saja; aku akan menyimpannya dengan aman di dalam kantorku, untuk menjamin tidak ada pelanggaran dari laranganku. Tapi aku tidak bersikap tak masuk akal, Profesor McGonagall," lanjutnya, sambil berpaling kembali kepada Profesor McGonagall yang sekarang sedang berdiri diam seolah-olah terpahat dari es, sambil menatapnya. Sisa tim yang lain boleh terus bermain, aku tidak melihat tanda-tanda kekerasan dari mereka. Well ... selamat sore kepada kalian." Dan dengan tampang kepuasan penuh, Umbridge meninggalkan ruangan, menyisakan keheningan mengerikan di belakangnya. * "Dilarang bertanding," kata Angelina dengan suara hampa, larut malam itu di dalam ruang duduk. "Dilarang bertanding. Tak ada Seeker dan tak ada Beater ... apa yang akan kita lakukan?" Rasanya sama sekali tidak seperti mereka telah memenangkan pertandingan itu. Ke manapun Harry memandang ada wajah-wajah sedih dan marah; tim itu sendiri merosot di sekitar api, semuanya kecuali Ron, yang belum terlihat sejak akhir pertandingan. "Begitu tidak adil," kata Alicia dengan kaku. "Maksudku, bagaimana dengan Crabbe dan Bludger yang dipukulnya setelah peluit ditiup? Sudahkan dia melarangnya bertanding?" "Tidak," kata Ginny dengan merana; dia dan Hermione duduk di kedua sisi Harry. "Dia cuma dihukum menulis, kudengar Montague menertawakannya saat makan malam." "Dan melarang Fred bertanding saat dia bahkan tidak melakukan apapun!" kata Alicia marah besar, sambil meninju lututnya dengan kepalan tangannya. "Bukan salahku aku tidak melakukan apa-apa," kata Fred, dengan tampang sangat jelek di wajahnya, "aku sudah memukul kantong sampah kecil itu kalau kalian bertiga tidak mencegahku." Harry memandang ke jendela yang gelap dengan sengsara. Salju sedang turun. Snitch yang telah ditangkapnya tadi sekarang sedang meluncur mengitari ruang duduk; orang-orang sedang mengawasi pergerakannya seolah-olah dihipnotis dan Crookshanks sedang melompat dari kursi ke kursi, mencoba menangkapnya. "Aku akan pergi tidur," kata Angelina, sambil bangkit lambat-lambat. "Mungkin ini semua akan berubah menjadi mimpi buruk ... mungkin aku akan terbangun besok dan mendapati kita belum bermain ... " Dia segera diikuti oleh Alicia dan Katie. Fred dan George naik ke tempat tidur beberapa waktu kemudian, sambil menatap tajam kepada semua orang yang mereka lewati, dan Ginny pergi tak lama setelah itu. Hanya Harry dan Hermione yang tertinggal di sisi api. "Apakah kau sudah melihat Ron?" Hermione bertanya dengan suara rendah. Harry menggelengkan kepalanya. "Kukira dia sedang menghindari kita," kata Hermione. "Menurutmu di mana dia --?" Tapi pada saat itu juga, ada suara keriut di belakang mereka sementara Nyonya Gemuk berayun ke depan dan Ron memanjat masuk melalui lubang potret. Dia sangat pucat dan ada salju di rambutnya. Ketika dia melihat Harry dan Hermione, dia berhenti melangkah. "Ke mana kau tadi?" kata Hermione dengan cemas, sambil melompat bangkit. "Berjalan," Ron bergumam. Dia masih mengenakan baju Quidditchnya. "Kau tampak membeku," kata Hermione. "Kemari dan duduklah!" Ron berjalan ke sisi perapian dan merosot ke kursi terjauh dari Harry, tanpa memandangnya. Snitch curian itu meluncur di atas kepala mereka. "Aku minta maaf," Ron berkomat-kamit, sambil memandang kakinya. "Untuk apa?" kata Harry. "Karena berpikir aku bisa bermain Quidditch," kata Ron. "Aku akan mengundurkan diri besok pagi-pagi sekali." "Kalau kau mengundurkan diri," kata Harry dengan tidak sabar, "hanya akan ada tiga pemain yang tertinggal dalam tim." Dan ketika Ron terlihat bingung, dia berkata, "Aku telah diberi larangan bermain seumur hidup. Begitu juga Fred dan George." "Apa?" Ron berteriak. Hermione memberitahunya cerita lengkapnya; Harry tidak sanggup menceritakannya lagi. Ketika dia selesai, Ron terlihat lebih menderita daripada sebelumnya. "Ini semua salahku -- " "Kau tidak menyuruhku memukul Malfoy," kata Harry dengan marah. "-- kalau aku tidak begitu buruk dalam Quidditch -- " "-- tak ada hubungannya dengan itu." "-- lagu itu yang memicuku -- " "-- pasti akan memicu siapapun. Hermione bangkit dan berjalan ke jendela, menjauh dari perseteruan itu, sambil mengamati salju yang beterbangan turun ke kaca. "Lihat, hentikan, bisakah!" Harry meledak. "Sudah cukup buruk, tanpa kau yang menyalahkan dirimu untuk semuanya!" Ron tidak berkata apa-apa melainkan duduk menatapi tepi jubahnya yang lembab dengan sengsara. Setelah beberapa saat dia berkata dengan suara tak berminat, "Ini yang terburuk yang pernah kurasakan seumur hidupku." "Bergabunglah dengan klub," kata Harry dengan getir. "Well," kata Hermione, suaranya sedikit bergetar. "Aku bisa memikirkan satu hal yang mungkin menghibur kalian berdua." "Oh yeah?" kata Harry dengan skeptis. "Yeah," kata Hermione sambil berpaling dari jendela yang hitam pekat dan penuh bintik salju, sebuah senyum lebar terentang di wajahnya. "Hagrid sudah kembali." BAB DUA PULUH Kisah Hagrid Harry berlari cepat naik ke kamar anak laki-laki untuk mengambil Jubah Gaib dan Peta Perampok dari kopernya; dia begitu cepat sehingga dia dan Ron sudah siap berangkat setidaknya lima menit sebelum Hermione bergegas turun kembali dari kamar anak perempuan, memakai scarf, sarung tangan dan salah satu topi peri menonjolnya sendiri. "Well, di luar dingin!" katanya membela diri, sewaktu Ron mendecakkan lidah tidak sabaran. Mereka bergerak pelan-pelan melalui lubang potret dan menutupi diri mereka dengan terburu-buru memakai Jubah itu -- Ron sudah tumbuh banyak sehingga dia sekarang harus membungkuk agar kakinya tidak kelihatan -- lalu, sambil bergerak lambat-lambat dan dengan waspada, mereka menuruni banyak tangga, berhenti sejenak beberapa waktu sekali untuk memeriksa peta mencari tanda-tanda Mr Filch atau Mrs Norris. Mereka beruntung; mereka tidak melihat siapapun kecuali Nick si Kepala-Nyaris-Putus, yang melayang sambil melamun dan bersenandung sesuatu yang terdengar amat mirip dengan "Weasley adalah Raja kami." Mereka berjalan pelan-pelan menyeberangi Aula Depan dan keluar ke halaman sekolah yang hening dan bersalju. Dengan hentakan besar di jantungnya, Harry melihat petak-petak cahaya keemasan kecil di depan dan asap yang bergelung dari cerobong asap Hagrid. Dia mulai berjalan cepat, dua yang lain saling mendorong dan bertabrakan di belakangnya.Mereka berjalan dengan bersemangat melalui salju yang semakin menebal sampai akhirnya mereka mencapai pintu depan kayu itu. Ketika Harry mengangkat kepalan tangannya dan mengetuk tiga kali, seekor anjing mulai menggonggong dengan hebat di dalam. "Hagrid, ini kami!" Harry berseru melalui lubang kunci. "Harusnya sudah tahu!" kata sebuah suara kasar. Mereka tersenyum satu sama lain di bawah Jubah itu; mereka bisa tahu dari suara Hagrid bahwa dia senang. "Ada di rumah tiga detik ... menyingkir dari jalan, Fang ... awas, kau anjing tukang tidur ... " Gerendel dilepaskan, pintu berderit terbuka dan kepala Hagrid muncul di celah. Hermione menjerit. "Jenggot Merlin, pelankan suaramu!" kata Hagrid buru-buru, sambil menatap liar ke atas kepala mereka. "Di bawah Jubah itu, bukan? Well, masuk, masuk!" "Maaf!" Hermione terengah-engah, selagi mereka bertiga menyelip melewati Hagrid ke dalam rumah dan menarik Jubah hingga lepas sehingga dia bisa melihat mereka. "Aku hanya -- oh, Hagrid!" "Bukan apa-apa, bukan apa-apa!" kata Hagrid buru-buru sambil menutup pintu di belakang mereka dan bergegas menutup semua tirai, tapi Hermione terus menatapnya dengan ketakutan. Rambut Hagrid pekat dengan darah beku dan mata kirinya telah berkurang menjadi celah membengkak di antara banyak memar ungu dan hitam. Ada banyak luka potong di wajah dan tangannya, beberapa di antaranya masih berdarah, dan dia bergerak dengan hati-hati, yang membuat Harry curiga akan tulang iga yang patah. Jelas dia baru saja pulang; sebuah mantel bepergian hitam yang tebal tersandar di punggung sebuah kursi dan sebuah kantong barang yang cukup besar untuk membawa beberapa anak kecil tergeletak di dinding dekat pintu. Hagrid sendiri, dua kali ukuran manusia normal, sekarang sedang terpincang-pincang ke perapian dan menempatkan sebuah ceret tembaga ke atasnya. "Apa yang terjadi denganmu?" Harry menuntut, sementara Fang menari-nari mengitari mereka semua, mencoba menjilat wajah-wajah mereka. "Sudah kuberitahu kalian, bukan apa-apa," kata Hagrid dengan tegas. "Mau secangkir?" "Bilang saja," kata Ron, "kau babak belur!" "Kuberitahu kalian, aku baik-baik saja," kata Hagrid sambil bangkit dan berpaling untuk tersenyum kepada mereka semua, tetapi mengerenyit. "Astaga, senang melihat kalian bertiga lagi -- musim panas menyenangkan?" "Hagrid, kau diserang!" kata Ron. "Tuk terakhir kali, bukan apa-apa!" kata Hagrid dengan tegas. "Apakah kau akan berkata bukan apa-apa kalau salah satu dari kami muncul dengan satu pon daging cincang menggantikan wajah?" Ron menuntut. "Kau harus pergi menemui Madam Pomfrey, Hagrid," kata Hermione dengan cemas, "beberapa luka potong itu tampak mengerikan." "Aku sudah mengurusnya, oke?" kata Hagrid menekan. Dia berjalan ke meja kayu besar yang terletak di tengah kabinnya dan melemparkan ke samping serbet teh yang tadi tergeteletak di atasnya. Di bawahnya adalah sebuah stik mentah, berdarah, sedikit hijau yang sedikit lebih besar daripada ban mobil biasa. "Kau tidak akan makan itu, bukan, Hagrid?" kata Ron, sambil mencondongkan badan untuk melihat lebih dekat. "Tampaknya beracun." "Memang harus tampak seperti itu, itu daging naga," Hagrid berkata. "Dan aku tidak ambil untuk dimakan." Dia mengambil stik itu dan membantingkannya ke sisi kiri wajahnya. Darah kehijauan bercucuran ke janggutnya sementara dia mengeluarkan erangan pelan kepuasan. "Itu lebih baik. Membantu untuk rasa pedihnya, kalian tahu." "Jadi, apakah kau akan memberitahu kami apa yang sudah terjadi denganmu?" Harry bertanya. "Tak bisa, Harry. Rahasia besar. Lebih dari nilai pekerjaanku untuk beritahu kalian." "Apakah para raksasa memukulimu, Hagrid?" tanya Hermione pelan. Jari-jari Hagrid tergelincir dari stik naga itu dan stik itu meluncur dengan bersuara ke dadanya. "Raksasa?" kata Hagrid, sambil menangkap stik itu sebelum mencapai ikat pinggangnya dan membantingkannya kembali ke wajahnya, "siapa yang bilang apa-apa tentang raksasa? Siapa yang memberitahu kalian apa yang aku -- siapa yang bilang aku -- eh?" "Kami menerka," kata Hermione dengan nada minta maaf. "Oh, begitu, bukan?" kata Hagrid sambil mengamatinya dengan mata yang tidak tersembunyi oleh stik. "Itu agak ... jelas," kata Ron. Harry mengangguk. Harry melotot kepada mereka, lalu mendengus, melemparkan stik itu kembali ke atas meja dan berjalan ke ceret, yang sekarang sedang berbunyi. "Belum pernah kenal anak-anak seperti kalian bertiga yang tahu lebih banyak dari yang seharusnya," dia bergumam, sambil menceburkan air mendidih ke tiga cangkirnya yang berbentuk ember. "Dan aku juga tidak puji kalian. Turut campur, itu yang disebut beberapa orang. Mengganggu." Tetapi jenggotnya berkedut. "Jadi apakah kau pergi mencari para raksasa?"" kata Harry sambil menyeringai selagi dia duduk di meja. Hagrid meletakkan teh di depan mereka masing-masing, duduk, mengambil stiknya lagi dan membantingnya kembali ke wajahnya. "Yeah, baiklah," gerutunya, "memang." "Dan kau menemukan mereka?" kata Hermione dengan suara berbisik. "Well, mereka tidak sesulit itu ditemukan, sejujurnya," kata Hagrid. "Agak besar, tahu." "Di mana mereka?" kata Ron. "Pegunungan," kata Hagrid tanpa membantu. "Kalau begitu kenapa para Muggle tidak --?" "Mereka jumpa," kata Hagrid dengan suram. "Cuma kematian mereka selalu dianggap kecelakaan panjat gunung, bukan?" Dia menyesuaikan stik itu sedikit sehingga menutupi memar-memar terburuk. "Ayolah, Hagrid, beritahu kami apa yang sudah kau lakukan!" kata Ron. "Ceritakan kepada kami tentang diserang para raksasa dan Harry bisa menceritakan kepadamu tentang diserang para Dementor -- " Hagrid tersedak dan menjatuhkan stiknya pada saat yang bersamaan; sejumlah besar air ludah, teh dan darah naga terpercik ke atas meja sementara Hagrid batuk-batuk dan berbicara tidak jelas dan stik itu tergelincir, dengan bunyi pelan, ke atas lantai. "Apa maksudmu, diserang Dementor?" geram Hagrid. "Tidakkah kau tahu?" Hermione bertanya kepadanya dengan mata membelalak. "Aku tidak tahu apapun yang telah terjadi di sini sejak aku pergi. Aku sedang dalam misi rahasia, bukan, tak mau burung-burung hantu mengikutiku ke seluruh tempat --Dementor-Dementor sialan! Kalian tidak serius?" "Yeah, aku serius, mereka muncul di Little Whinging dan menyerang sepupuku dan aku, dan lalu Kementerian Sihir mengeluarkan aku dari sekolah --" "APA?" "-- dan aku harus menghadiri dengar pendapat dan segalanya, tapi ceritakan dulu kepada kami tentang para raksasa." "Kau dikeluarkan!" "Ceritakan kepada kami tentang musim panasmu dan aku akan menceritakan kepadamu tentang musim panasku." Hagrid melotot kepadanya dengan sebelah matanya yang terbuka. Harry memandang balik, dengan ekspresi kebulatan tekad yang lugu di wajahnya. "Oh, baiklah," kata Hagrid dengan suara menyerah. Dia membungkuk dan menyentak stik naga itu keluar dari mulut Fang. "Oh, Hagrid, jangan, itu tidak higie-- " Hermione mulai, tetapi Hagrid sudah membanting daging itu kembali ke matanya yang bengkak. Dia meneguk teh penguat lagi, lalu berkata, "Well, kami berangkat persis setelah tahun ajaran berakhir -- " "Kalau begitu, Madame Maxime pergi bersamamu?" Hermione menyela. "Yeah, itu benar," kata Hagrid, dan suatu ekspresi lembut muncul di beberapa inci wajah yang tidak tertutup jenggot atau stik hijau itu. "Yeah, cuma kami berdua. Dan aku beritahu kalian ini, dia tidak takut susah, Olympe. Kalian tahu, dia seorang wanita anggun berpakaian rapi, dan tahu ke mana kami akan pergi aku bertanya-tanya bagaimana perasaannya tentang merangkak melewati batu-batu besar dan tidur di gua-gua dan sebagainya, tapi dia tidak pernah mengeluh sekalipun." "Kalian tahu ke mana kalian akan pergi?" Harry mengulangi. "Kalian tahu di mana para raksasa berada?" "Well, Dumbledore tahu, dan dia memberitahu kami," kata Hagrid. "Apakah mereka tersembunyi?" tanya Ron. "Apakah rahasia, tempat mereka berada?" "Tidak juga," kata Hagrid sambil menggelengkan kepalanya yang berewokan. "Cuma kebanyakan penyihir tak peduli di mana mereka berada, asal letaknya jauh sekali. Tapi tempat mereka berada sangat sulit dicapai, "tuk manusia, jadi kami butuh instruksi Dumbledore. Kami butuh sekitar sebulan untuk sampai ke sana -- " "Satu bulan?" kata Ron, seakan-akan dia belum pernah mendengar perjalanan yang lamanya menggelikan seperti itu. "Tapi -- kenapa kalian tidak mengambil sebuah Portkey saja atau apapun?" Ada ekspresi aneh di mata Hagrid yang tidak tertutup sementara dia mengamati Ron; hampir seperti mengasihani. "Kami sedang diawasi, Ron," katanya dengan kasar. "Apa maksudmu?" "Kalian tidak mengerti," kata Hagrid. "Kementerian sedang mengawasi Dumbledore dan siapapun yang mereka anggap berada di pihaknya, dan -- " "Kami tahu tentang itu," kata Harry dengan cepat, ingin mendengar lanjutan cerita Hagrid," kami tahu tentang Kementerian mengawasi Dumbledore -- " "Jadi kalian tidak bisa menggunakan sihir untuk ke sana?" tanya Ron, terlihat seperti disambar petir, "kalian harus bertindak seperti Muggle sepanjang jalan?" "Well, tidak persis sepanjang jalan," kata Hagrid dengan cerdik. "Kami hanya harus waspada, kar"na Olympe dan aku, kami agak menyolok -- " Ron membuat suara tertahan antara dengusan dan endusan dan buru-buru meneguk teh. "-- jadi kami tidak sulit diikuti. Kami pura-pura kami sedang berlibur bersama, jadi kami masuk ke Prancis dan kami buat seolah-olah kami sedang menuju tempat sekolah Olympe, kar"na kami tahu kami sedang diekori oleh seseorang dari Kementerian. Kami harus pelan-pelan, kar"na aku seharusnya tidak boleh menggunakan sihir dan kami tahu Kementerian akan cari-cari alasan untuk tangkap kami. Tapi kami berhasil lolos dari orang yang mengekori kami di sekitar Dee-John -- "Ooooh Dijon?" kata Hermione dengan bersemangat. "Aku pernah liburan ke sana, apakah kau melihat --?" Dia terdiam melihat tampang Ron. "Kami pertaruhkan sedikit sihir setelah itu dan bukan perjalanan yang buruk. Bertemu sejumlah troll sinting di perbatasan Polandia dan aku selisih pendapat sedikit dengan seorang vampir di sebuah pub di Minsk, tapi selain itu tak bisa lebih mulus lagi. "Dan lalu kami sampai di tempat itu, dan kami mulai berjalan melewati pegunungan, mencari tanda-tanda mereka ... "Kami harus hentikan sihir sementara begitu kami dekat mereka. Sebagian kar"na mereka tidak suka penyihir dan kami tak mau membuat mereka melawan kami terlalu cepat, dan sebagian kar"na Dumbledore sudah peringatkan kami Kau-Tahu-Siapa akan mengejar raksasa dan sebagainya. Katanya kemungkinan besar dia sudah kirim pesuruh kepada mereka. Beritahu kami sebaiknya waspada menarik perhatian pada diri kami ketika kami mendekat kalau-kalau ada Pelahap Maut di sekitar." Hagrid berhenti sejenak untuk minum teh banyak-banyak. "Teruskan!" kata Harry mendesak. "Temukan mereka," kata Hagrid terus terang. "Naik ke punggung bukit suatu malam dan di sanalah mereka, tersebar di bawah kami. Api-api kecil terbakar di bawah dan bayangan-bayangan besar ... seperti memandangi gunung-gunung kecil bergerak." "Seberapa besar mereka?" tanya Ron dengan suara berbisik. "Sekitar dua puluh kaki," kata Hagrid sambil lalu. "Beberapa yang lebih besar mungkin dua puluh lima." "Dan berapa banyak mereka?" tanya Harry. "Kukira sekitar tujuh puluh atau delapan puluh," kata Hagrid. "Itu saja?" kata Hermione. "Yep," kata Hagrid dengan sedih, "delapan puluh yang tersisa, dan dulu ada banyak, pastilah seratus suku berbeda dari seluruh dunia. Tapi mereka mati terus dalam waktu yang lama. Para penyihir bunuh beberapa, tentu saja, tapi kebanyakan mereka saling bunuh, dan sekarang mereka mati lebih cepat dari sebelumnya. Mereka tak cocok hidup berkelompok bersama seperti itu. Dumbledore bilang itu salah kita, para penyihirlah yang paksa mereka pergi dan buat mereka hidup jauh sekali dari kita dan mereka tak punya pilihan kecuali bersatu "tuk perlindungan mereka sendiri." "Jadi," kata Harry, "kau melihat mereka dan lalu apa?" "Well, kami tunggu sampai pagi, tak mau menyelinap kepada mereka dalam gelap, "tuk keselamatan kami sendiri," kata Hagrid. "Sekitar jam tiga pagi mereka tertidur tepat di tempat mereka duduk. Kami tak berani tidur. "Tuk satu hal, kami mau pastikan tak satupun dari mereka bangun dan datang ke tempat kami, dan hal lain, dengkurannya tak bisa dipercaya. Sebabkan salju longsor menjelang pagi." "Bagaimanapun, begitu terang kami turun jumpai mereka." "Begitu saja?" kata Ron, terlihat kagum. "Kalian berjalan langsung ke dalam kamp raksasa?" "Well, Dumbledore beritahu kami bagaimana melakukannya," kata Hagrid. "Berikan Gurg hadiah-hadiah, perlihatkan rasa hormat, kalian tahu." "Berikan apa hadiah-hadiah?" tanya Harry. "Oh, Gurg --artinya ketua." "Bagaimana kau bisa tahu yang mana Gurg?" tanya Ron. Hagrid mendengkur geli. "Tak masalah," katanya. "Dia yang paling besar, paling jelek dan paling malas. Duduk di sana menunggu dibawakan makanan oleh yang lainnya. Kambing mati dan sebagainya. Namanya Karkus. Aku rasa dia dua puluh dua, dua puluh tiga kaki dan beratnya beberapa gajah. Kulit seperti kulit badak dan sebagainya." "Dan kalian berjalan ke arahnya begitu saja?" kata Hermione terengah-engah. "Well ... turun ke arahnya, tempat dia berbaring di lembah itu. Mereka ada di jalan menurun antara empat gunung agak tinggi, tahu, di samping sebuah danau pegunungan, dan Karkus berbaring di sisi danau meraung-raung pada yang lain untuk memberinya makan dan istrinya. Olympe dan aku menuruni sisi pegunungan -- " "Tapi tidakkah mereka mencoba membunuh kalian sewaktu melihat kalian?" tanya Ron tidak percaya. "Jelas ada di pikiran beberapa dari mereka," kata Hagrid sambil mengangkat bahu, "tapi kami lakukan apa yang Dumbledore suruh, yakni angkat hadiah kami tinggi-tinggi dan tatap mata kami ke Gurg dan abaikan yang lainnya. Jadi itu yang kami lakukan. Dan sisanya jadi diam dan amati kami lewat dan kami sampai tepat di kaki Karkus dan kami membungkuk dan letakkan hadiah kami di depannya." "Apa yang kalian berikan kepada raksasa?" tanya Ron tidak sabaran. "Makanan?" "Tidak, dia bisa dapat makanan sendiri," kata Hagrid. "Kami membawakannya sihir. Raksasa suka sihir, cuma tidak suka kita gunakan lawan mereka. Bagaimanapun, hari pertama itu kami beri dia ranting api Gubraithian." Hermione berkata, "Wow!" dengan pelan, tetapi Harry dan Ron merengut tidak mengerti. "Ranting --?" "Api abadi," kata Hermione kesal, "kalian seharusnya sudah tahu sekarang. Profesor Flitwick menyebutnya setidaknya dua kali dalam kelas!" "Well, ngomong-ngomong," kata Hagrid cepat-cepat, menyela sebelum Ron bisa menjawab balik, "Dumbledore menyihir ranting ini untuk terbakar selamanya, yang bukan sesuatu yang bisa dilakukan setiap penyihir, dan aku letakkan di salju dekat kaki Karkus dan berkata, "Hadiah untuk Gurg raksasa dari Albus Dumbledore, yang mengirimkan salam hormatnya."" "Dan apa yang dikatakan Karkus?" tanya Harry bersemangat. "Tidak ada," kata Hagrid. "Tak bisa bahasa Inggris." "Kau bercanda!" "Tak masalah," kata Hagrid tidak terganggu, "Dumbledore sudah peringatkan kami itu mungkin terjadi. Karkus cukup tahu untuk berteriak memanggil beberapa raksasa yang tahu bahasa kita dan mereka terjemahkan untuk kami." "Dan apa dia suka hadiahnya?" tanya Ron. "Oh yeah, sangat riuh begitu mereka ngerti apa itu," kata Hagrid, sambil membalikkan stik naganya untuk menekankan sisi yang lebih dingin ke matanya yang bengkak. "Sangat senang. Jadi kemudian aku berkata, "Albus Dumbledore minta Gurg bicara dengan pembawa pesannya sewaktu dia kembali besok dengan hadiah lai."" "Kenapa kalian tidak bisa bicara dengan mereka hari itu?" tanya Hermione. "Dumbledore mau kami pelan-pelan," kata Hagrid. "Biar mereka lihat kami tepati janji-janji kami. Kami akan kembali besok dengan hadiah lain, dan lalu kami memang kembali dengan hadiah lain -- beri kesan bagus -- tahu? Dan beri mereka waktu untuk coba hadiah pertama dan temukan itu bagus, dan buat mereka ingin lagi. Bagaimanapun, raksasa seperti Karkus -- beri mereka informasi terlalu banyak dan mereka bunuh kau cuma untuk buat sederhana. Jadi kami membungkuk pergi dan temukan gua kecil yang bagus untuk bermalam dan pagi berikutnya kami kembali dan kali ini kami temukan Karkus duduk menunggu kami terlihat sangat bersemangat." "Dan kalian bicara dengannya?" "Oh yeah. Pertama-tama kami hadiahkan kepadanya sebuah topi baja perang yang bagus -- buatan goblin dan tidak bisa dihancurkan, kalian tahu -- dan lalu kami duduk dan kami bicara." "Apa katanya?" "Tak banyak," kata Hagrid. "Kebanyakan dengar. Tapi ada tanda-tanda bagus. Dia pernah dengar Dumbledore, dengar dia berdebat melawan pembunuhan para raksasa terakhir di Inggris. Karkus tampaknya sangat tertarik dengan apa yang harus dikatakan Dumbledore. Dan beberapa yang lainnya, terutama yang bisa sedikit bahasa Inggris, mereka berkumpul dan mendengarkan juga. Kami penuh harapan sewaktu kami pergi hari itu. Janji untuk kembali pagi berikutnya dengan hadiah lain ... "Tapi malam itu semuanya gagal." "Apa maksudmu?" kata Ron cepat-cepat. "Well, seperti yang kubilang, mereka tidak cocok hidup bersama, para raksasa," kata Hagrid dengan sedih. "Tidak dalam kelompok-kelompok besar seperti itu. Mereka tidak bisa menahan diri, mereka saling bunuh satu sama lain tiap beberapa minggu. Yang pria saling bertarung dan yang wanita saling bertarung; sisa-sisa suku tua saling bertarung, dan itu bahkan tanpa perselisihan tentang makanan dan api terbaik dan tempat untuk tidur. Kalian akan pikir, melihat bagaimana seluruh ras mereka hampir habis, mereka akan saling membiarkan, tapi ... " Hagrid menarik napas dalam-dalam. "Malam itu ada perkelahian, kami melihatnya dari mulut gua kami, memandang ke bawah ke lembah. Berlangsung berjam-jam, kalian takkan percaya bisingnya. Dan waktu matahari terbit salju merah dan kepalanya tergeletak di dasar danau." "Kepala siapa?" kata Hermione terengah-engah. "Karkus," kata Hagrid dengan kasar. "Ada Gurg baru, Golgomath." Dia menarik napas dalam-dalam. "Well, kami tidak harapkan Gurg baru dua hari sesudah kami ramah-tamah dengan yang pertama, dan kami punya perasaan aneh Golgomath takkan terlalu ingin dengarkan kami, tapi kami harus coba." "Kalian pergi berbicara dengannya?" tanya Ron tidak percaya. "Setelah kalian menyaksikan dia merenggut kepala raksasa lain?" "Tentu saja," kata Hagrid, "kami tidak pergi sejauh itu untuk menyerah setelah dua hari! Kami turun dengan hadiah berikutnya yang ingin kami berikan untuk Karkus. "Aku tahu tidak bisa sebelum aku buka mulutku. Dia duduk di sana memakai topi baja Karkus, melirik kami waktu kami mendekat. Dia besar, salah satu yang terbesar di sana. Rambut hitam dan gigi yang serasi dan kalung tulang. Mirip tulang manusia, beberapa di antaranya -- Hal berikutnya yang kutahu, aku tergantung terbalik di udara, dua kawannya sudah menangkapku." Hermione mengatupkan tangannya ke mulutnya. "Bagaimana kau lolos dari itu?" tanya Harry. "Takkan bisa kalau Olympe tak ada di sana," kata Hagrid. "Dia menarik keluar tongkatnya dan melakukan beberapa mantera tercepat yang pernah kulihat. Benar-benar luar biasa. Kena dua yang sedang memegangku tepat di mata dengan Kutukan Conjunctivitus dan mereka langsung jatuhkan aku -- tapi waktu itu kami dalam masalah, kar"na kami gunakan sihir lawan mereka, dan itulah yang dibenci raksasa tentang penyihir. Kami harus kabur dan kami tahu tak mungkin kami bisa jalan ke dalam kamp itu lagi." "Astaga, Hagrid," kata Ron pelan. "Jadi, kenapa kau butuh waktu begitu lama untuk pulang kalau kau cuma di sana tiga hari?" tanya Hermione. "Kami tidak pergi setelah tiga hari!" kata Hagrid, tampak marah. "Dumbledore mengandalkan kami!" "Tapi kau bilang tak mungkin kalian bisa kembali!" "Tidak waktu siang, tidak. Kami cuma harus berpikir kembali sedikit. Habiskan beberapa hari sembunyi di gua dan mengamati. Dan apa yang kami lihat tidak bagus." "Apakah dia merenggut kepala-kepala lagi?" tanya Hermione, terdengar mual. "Tidak," kata Hagrid, "kuharap begitu." "Apa maksudmu?" "Maksudku kami segera mendapati dia tidak keberatan dengan semua penyihir -cuma kami." "Para Pelahap Maut?" kata Harry dengan cepat. "Yep," kata Hagrid muram. "Beberapa dari mereka kunjungi dia setiap hari, bawa hadiah-hadiah untuk Gurg, dan dia tidak memegang mereka terbalik." "Bagaimana kau tahu mereka Pelahap Maut?" kata Ron. "Karena aku kenali salah satu," Hagrid menggeram. "Macnair, ingat dia? Orang yang mereka kirim untuk bunuh Buckbeak? Maniak, dia. Suka membunuh seperti Golgomath; tak heran mereka sangat akrab." "Jadi Macnair sudah meyakinkan para raksasa untuk bergabung dengan Kau-Tahu-Siapa?" tanya Hermione putus asa. "Tahan Hippogriffmu, ceritaku belum selesai!" kata Hagrid tidak senang, yang, mengingat dia tidak mau memberitahu mereka apapun awalnya, sekarang tampak agak bersenang-senang. "Aku dan Olympe membicarakannya dan kami setuju cuma karena Gurg tampaknya memilih Kau-Tahu-Siapa tak berarti semuanya begitu. Kami harus coba yakinkan beberapa yang lain, yang tidak mau Golgomath jadi Gurg." "Bagaimana kalian bisa tahu yang mana?" tanya Ron. "Well, mereka yang dipukuli sampai babak belur, bukan?" kata Hagrid dengan sabar. "Yang cukup berotak sedang menyingkir dari jalan Golgomath, sembunyi di gua-gua sekitar lembah seperti kami. Jadi kami putuskan kami akan berkeliaran di sekitar gua-gua waktu malam dan lihat apa kami bisa yakinkan beberapa dari mereka." "Kalian berkeliaran di sekitar gua-gua gelap mencari para raksasa?" kata Ron, dengan nada hormat dan kagum dalam suaranya. "Well, bukan raksasa yang paling kami kuatirkan," kata Hagrid. "Kami lebih prihatin tentang para Pelahap Maut. Dumbledore sudah bilang sebelum kami pergi jangan berurusan dengan mereka kalau kami bisa menghindari, dan masalahnya mereka tahu kami di sekitar sana -- kurasa Golgomath beritahu mereka tentang kami. Waktu malam, saat raksasa tidur dan kami mau merangkak ke dalam gua-gua, Macnair dan satu lagi menyelinap sekitar pegunungan mencari kami. Aku kesulitan menghentikan Olympe menyerang mereka," kata Hagrid, sudut-sudut mulutnya mengangkat jenggotnya yang lebat, "dia ingin sekali serang mereka ... dia benar-benar hebat kalau bersemangat, Olympe ... berapi-api, kalian tahu ... kurasa darah Prancisnya Hagrid menatap dengan mata melamun ke api. Harry memberinya tiga puluh detik mengenang sebelum berdehem keras. "Jadi, apa yang terjadi? Apakah kau pernah dekat raksasa lain?" "Apa? Oh ... oh, yeah, memang. Yeah, malam ketiga setelah Karkus terbunuh kami merangkak keluar gua tempat kami sembunyi dan kembali turun ke lembah, terus waspada terhadap Pelahap Maut. Masuk ke beberapa gua, tidak bisa -- lalu, kira-kira yang keenam, kami temukan tiga raksasa sedang sembunyi." "Gua pasti sangat sesak," kata Ron. "Tak ada ruang untuk ayunkan Kneazle," kata Hagrid. "Tidakkah mereka menyerang kalian ketika mereka melihat kalian?" tanya Hermione. "Mungkin akan begitu kalau mereka sedang sehat," kata Hagrid, "tapi mereka luka parah, ketiga-tiganya semua; kelompok Golgomath sudah memukuli mereka sampai pingsan; mereka bangun dan merangkak ke tempat berlindung terdekat yang bisa mereka temukan. Bagaimanapun, salah satu dari mereka bisa sedikit bahasa Inggris dan -- dia terjemahkan untuk yang lainnya, dan apa yang harus kami katakan tampaknya tidak diterima dengan buruk. Jadi kami terus kembali, kunjungi yang luka ... kurasa kami punya sekitar enam atau tujuh dari mereka yang berhasil diyakinkan di suatu saat." "Enam atau tujuh?" kata Ron dengan tidak sabar. "Well itu tidak buruk -- apakah mereka akan datang ke sini dan mulai melawan Kau-Tahu-Siapa bersama kita?" Tetapi Hermione berkata, "Apa maksudmu "di suatu saat", Hagrid?" Hagrid memandangnya dengan sedih. ""Kelompok Golgomath serang gua-gua. Yang selamat tak mau berhubungan dengan kami lagi setelah itu." "Jadi ... jadi tidak ada raksasa yang akan datang?" kata Ron, terlihat kecewa. "Tidak," kata Hagrid, menarik napas dalam-dalam selagi dia membalikkan stiknya dan meletakkan bagian yang lebih dingin ke wajahnya, "tapi kami lakukan yang kami mau lakukan, kami beri mereka pesan Dumbledore dan beberapa dari mereka dengar dan aku rasa beberapa dari mereka akan ingat. Mungkin saja, mereka yang tak mau dekat Golgomath "kan pindah keluar dari pegunungan, dan pasti ada peluang mereka akan ingat Dumbledore bersahabat dengan mereka ... mungkin mereka akan datang." Salju sedang memenuhi jendela sekarang. Harry menjadi sadar bahwa bagian lutut jubahnya basah kuyup: Fang sedang meneteskan air liur dengan kepalanya di pangkuan Harry. "Hagrid?" kata Hermione pelan setelah beberapa saat. "Mmm?" "Apakah kau ... apakah ada tanda-tanda ... apakah kau mendengar apapun tentang ... ibumu saat kau di sana?" Mata Hagrid yang tidak tertutup menatapnya dan Hermione tampak agak takut. "Maafkan aku ... aku ... lupakan --" "Mati," dengkur Hagrid. "Mati bertahun-tahun lalu. Mereka bilang padaku." "Oh ... aku ... aku benar-benar menyesal," kata Hermione dengan suara sangat kecil. Hagrid mengangkat bahunya yang besar. "Tak perlu," katanya singkat. "Tak banyak ingat dia. Bukan ibu yang baik." Mereka diam lagi. Hermione memandang sekilas dengan gugup kepada Harry dan Ron, jelas ingin mereka berbicara. "Tapi kau masih belum menjelaskan bagaimana kau jadi begini, Hagrid," Ron berkata sambil memberi isyarat pada wajah Hagrid yang berlumuran darah. "Atau kenapa kau kembali begitu terlambat," kata Harry. "Sirius bilang Madame Maxime sudah pulang lama sekali -- " "Siapa yang menyerangmu?" kata Ron. "Aku tidak diserang!" kata Hagrid penuh perasaan. "Aku -- " Tapi sisa kata-katanya teredam dalam pecahnya ketukan-ketukan di pintu. Hermione menarik napas cepat; cangkirnya tergelincir melalui jari-jarinya dan terbanting ke lantai; Fang mendengking. Mereka berempat semuanya menatap ke jendela di samping ambang pintu. Bayangan seseorang yang kecil dan pendek beriak di tirai yang tipis. "Itu dia!" Ron berbisik. "Ke bawah sini!" Harry berkata cepat-cepat; sambil meraih Jubah Gaib, dia memutarnya menutupi dirinya sendiri dan Hermione sementara Ron mengitari meja dan menukik ke bawah Jubah itu juga. Berimpitan bersama, mereka mundur ke sebuah sudut. Fang menggonggong hebat ke pintu. Hagrid tampak benar-benar bingung. "Hagrid, sembunyikan cangkir-cangkir kami!" Hagrid meraih cangkir-cangkir Harry dan Ron dan mendorongnya ke bawah bantal di keranjang Fang. Fang sekarang sedang melompat-lompat di pintu, Hagrid mendorongnya menjauh dengan kakinya dan menariknya hingga terbuka. Profesor Umbridge sedang berdiri di ambang pintu mengenakan mantel wolnya dan topi yang serasi dengan penutup telinga. Dengan bibir dikerutkan, dia mencondongkan badan ke belakang untuk melihat wajah Hagrid; dia hampir tidak mencapai pusarnya. "Jadi," katanya lambat-lambat dan keras-keras, seolah-olah sedang berbicara kepada seseorang yang tuli. "Anda Hagrid, bukan?" Tanpa menunggu jawaban dia berjalan ke dalam ruangan, matanya yang menonjol berputar ke segala arah. "Pergi," bentaknya, sambil melambaikan tas tangannya kepada Fang, yang sudah melompat ke arahnya dan mencoba menjilat wajahnya. "Er -- aku tidak mau bersikap kasar," kata Hagrid sambil menatapnya, "tapi siapa kamu?" "Namaku Dolores Umbridge." Matanya menyapu kabin itu. Dua kali menatap langsung ke sudut di mana Harry berdiri, terapit di antara Ron dan Hermione. "Dolores Umbridge?" Hagrid berkata, terdengar sepenuhnya bingung. "Kukira kau salah satu dari Kementerian itu -- bukankah kau kerja dengan Fudge?" "Saya dulu Sekretaris Senior untuk Menteri, ya," kata Umbridge, sekarang berjalan ke sana kemari di sekitar kabin itu, mengamati setiap detil di dalam, dari kantong barang di dinidng hingga mantel bepergian yang terabaikan. "Saya sekarang guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam -- " "Anda berani," kata Hagrid, "tak banyak yang mau mengambil pekerjaan itu lagi." "-- dan Penyelidik Tinggi Hogwarts," kata Umbridge, tidak memberi tanda bahwa dia mendengarnya. "Apa itu?" kata Hagrid sambil merengut. "Persis yang akan kutanyakan," kata Umbridge sambil menunjuk keping-keping pecahan porselen di atas lantai yang dulunya cangkir Hermione. "Oh," kata Hagrid, dengan pandangan sekilas yang sangat tidak membantu ke sudut di mana Harry, Ron dan Hermione berdiri tersembunyi, "oh, itu ... Fang. Dia memecahkan sebuah cangkir. Jadi aku harus menggunakan yang ini sebagai gantinya." Hagrid menunjuk ke cangkir tempat dia minum, satu tangan masih mengepit stik naga yang tertekan ke matanya. Umbdrige berdiri menghadapnya sekarang, mengamati setiap detil penampilannya bukannya kabin itu. "Saya mendengar suara-suara," katanya pelan. "Aku sedang bicara dengan Fang," kata Hagrid dengan keras. "Dan dia berbicara kembali kepada Anda?" "Well ... bisa dibilang begitu," kata Hagrid, terlihat tidak nyaman. "Aku kadang bilang Fang hampir seperti manusia -- " "Ada tiga set jejak kaki di salju yang mengarah dari pintu-pintu kastil ke kabin Anda," kata Umbridge dangan manis. Hermione menarik napas cepat; Harry mengatupkan sebuah tangan ke mulutnya. Untungnya, Fang sedang mengendus-endus dengan keras di sekitar tepi jubah Profesor Umbridge dan dia tampaknya tidak mendengar. "Well, aku baru saja kembali," kata Hagrid, sambil melambaikan sebuah tangan yang besar kepada kantong barang. "Mungkin seseorang datang berkunjung sebelumnya dan aku tidak berjumpa dengan mereka." "Tidak ada jejak kaki menjauh dari pintu kabin Anda." "Well, aku ... aku tidak tahu kenapa itu kata Hagrid, sambil menarik-narik jenggotnya dengan gugup dan lagi-lagi memandang sekilas ke sudut di mana Harry, Ron dan Hermione berdiri, seolah-olah meminta bantuan. "Erm ... " Umbridge berputar dan berjalan-jalan di kabin itu, sambil memandang sekeliling dengan waspada. Dia membungkuk dan mengintai ke bawah tempat tidur. Dia membuka lemari-lemari Hagrid; Harry bahkan mengempiskan perutnya selagi dia lewat. Setelah melihat dengan waspada ke dalam kuali besar yang digunakan Hagrid untuk memasak, dia berputar berkeliling lagi dan berkata, "Apa yang terjadi dengan Anda? Bagaimana Anda mendapatkan luka-luka itu?" Hagrid buru-buru mengangkat stik naga dari wajahnya, yang menurut pendapat Harry adalah kesalahaa, karena memar-memar hitam dan ungu di sekitar wajahnya sekarang terlihat jelas, tanpa menyebut sejumlah besar darah segar dan beku di wajahnya. "Oh, aku ... terkena kecelakaan kecil," katanya lemah. "Kecelakaan seperti apa?" "Aku -- aku tersandung." "Anda tersandung," ulangnya dengan dingin. "Yeah, itu benar. Tersandung ... sapu seorang teman. Aku sendiri tidak terbang. Well, lihat ukuranku, kukira tak ada sapu yang bisa menahanku. Temanku membiakkan kuda-kuda Abraxan, aku tak tahu apa kau pernah melihat mereka, binatang besar, bersayap, kau tahu, aku naik salah satunya sebentar dan -- " "Ke mana Anda pergi?" tanya Umbridge, memotong ocehan Hagrid dengan dingin. "Ke mana aku --?" "Pergi, ya," katanya. "Tahun ajaran dimulai dua bulan yang lalu. Guru lain harus menggantikan kelas-kelas Anda. Tak seorangpun dari kolega Anda yang bisa memberiku informasi apapun tentang keberadaan Anda. Anda tidak meninggalkan alamat. Ke mana Anda pergi?" Ada jeda sementara Hagrid menatapnya dengan matanya yang baru tidak tertutup. Harry hampir bisa mendengar otaknya bekerja mati-matian. "Aku -- aku pergi untuk kesehatanku," katanya. "Untuk kesehatan Anda," ulang Profesor Umbridge. Matanya menjelajah pada wajah Hagrid yang berubah warna dan bengkak; darah naga menetes lembut dan pelan ke jasnya. "Saya mengerti." "Yeah," kata Hagrid, "sedikit -- udara segar, kau tahu -- " "Ya, sebagai penjaga hewan udara segar pasti susah didapatkan," kata Umdrige dengan manis. Bagian kecil di wajah Hagrid yang tidak hitam atau ungu, merona merah. "Well -- perubahan pemandangan, kau tahu -- " "Pemandangan pegunungan?" kata Umbridge dengan cepat. "Dia tahu," Harry berpikir dengan putus asa. "Pegunungan?" Hagrid mengulangi, jelas sedang berpikir cepat. "Bukan, Prancis Selatan untukku. Sedikit matahari dan ... dan laur." "Benarkah?" kata Umbridge. "Anda tidak punya kulit kecoklatan." "Yeah ... well ... kulit sensitif," kata Hagrid, mencoba tersenyum manis. Harry memperhatikan bahwa dua giginya telah lepas. Umbridge memandangnya dengan dingin; senyumnya menghilang. Lalu dia mengangkat tas tangannya sedikit lebih tinggi ke lekuk lengannya dan berkata, "Tentu saja saya akan memberitahu Menteri tentang kembalinya Anda yang terlambat." "Benar," kata Hagrid sambil mengangguk. "Anda juga harus tahu, bahwa sebagai Penyelidik Tinggi adalah tugasku yang patut disayangkan tetapi perlu untuk menginspeksi guru-guru sejawatku. Jadi saya berani bilang kita akan segera bertemu lagi." Dia berbalik dengan tajam dan bergerak kembali ke pintu. "Kau menginspeksi kami?" Hagrid mengulangi dengan hampa, sambil memandangnya. "Oh, ya," kata Umbridge dengan pelan, sambil memandang balik kepadanya dengan tangan di pegangan pintu. "Kementerian berketetapan untuk menyingkirkan guru-guru yang tidak memuaskan, Hagrid. Selamat malam." Dia pergi, menutup pintu di belakangnya dengan bunyi keras. Harry bergerak akan menarik lepas Jubah Gaib tetapi Hermione meraih pergelangan tangannya. "Jangan dulu," dia berbisik di telinganya. "Dia mungkin belum pergi." Hagrid tampaknya memikirkan hal yang sama, dia berjalan menyeberangi ruangan dan menarik tirai sekitar satu inci. "Dia kembali ke kastil," katanya dengan suara rendah. "Astaga ... dia menginspeksi orang-orang, bukan?" "Yeah," kata Harry sambil menarik lepas Jubah itu. "Trelawney sudah dalam masa percobaan ... " "Um ... hal-hal seperti apa yang kau rencanakan untuk kami di dalam kelas, Hagrid?" tanya Hermione. "Oh, jangan kuatir tentang itu, aku punya banyak pelajaran yang sudah direncanakan," kata Hagrid dengan antusias, sambil memungut stik naganya dari meja dan membantingnya ke atas matanya lagi. "Aku sudah menyimpan sejumlah makhluk untuk tahun OWL kalian; kalian tunggu, mereka sesuatu yang benar-benar spesial." "Erm ... spesial dalam hal apa?" tanya Hermione coba-coba. "Aku tak mau bilang," kata Hagrid dengan senang. "Aku tak mau merusak kejutannya." "Lihat, Hagrid," kata Hermione mendesak, menghilangkan semua pura-pura, "Profesor Umbridge tidak akan senang sama sekali kalau kau membawa apapun kepada kelas yang terlalu berbahaya." "Berbahaya?" kata Hagrid, terlihat geli. "Jangan bodoh, aku takkan memberi kalian apapun yang berbahaya! Maksudku, baiklah, mereka bisa menjaga diri mereka sendiri "Hagrid, kau harus lulus inspeksi Umbridge, dan untuk itu akan lebih baik kalau dia melihatmu mengajari kami bagaimana menjaga Porlock, bagaimana membedakan Knarl dengan landak, hal-hal seperti itu!" kata Hermione dengan bersungguh-sungguh. "Tapi itu tidak amat menarik, Hermione," kata Hagrid. "Hal yang kumiliki jauh lebih mengesankan. Aku sudah membesarkan mereka bertahun-tahun, kukira aku punya satu-satunya kawanan yang sudah dijinakkan di Inggris." "Hagrid ... tolong kata Hermione, dengan nada putus asa nyata dalam suaranya. "Umbridge sedang mencari alasan apapun untuk menyingkirkan guru-guru yang dikiranya terlalu dekat dengan Dumbledore. Tolong, Hagrid, ajari kami sesuatu yang membosankan yang pasti keluar dalam OWL kami." Tetapi Hagrid hanya menguap lebar dan memberi pandangan penuh ingin dengan sebelah mata pada tempat tidur besar di sudut. "Dengar, hari ini melelahkan dan sudah malam," katnya, sambil menepuk pundak Hermione dengan lembut, sehingga lututnya menyerah dan mengenai lantai dengan gedebuk. "Oh -- sori -- " Dia menariknya kembali di leher jubahnya. "Lihat, kalian jangan terus kuatir tentangku, aku janji pada kalian aku punya hal-hal bagus yang sudah kurencanakan untuk pelajaran kalian sekarang setelah aku kembali ... sekarang kalian semua sebaiknya kembali ke kastil, dan jangann lupa menghapus jejak kaki di belakang kalian!" "Aku tak tahu apa kau meyakinkan dia," kata Ron sebentar kemudian ketika, setelah memeriksa bahwa keadaannya aman, mereka berjalan kembali ke kastil melalui salju yang semakin lebat, tanpa meninggalkan jejak di belakang mereka karena Mantera Pelenyap yang dilakukan Hermione selagi mereka berjalan. "Kalau begitu aku akan kembali lagi besok," kata Hermione penuh ketetapan. "Akan kurencanakan pelajaran-pelajarannya baginya kalau aku harus. Aku tidak peduli kalau dia mengeluarkan Trelawney tapi dia tidak boleh menyingkirkan Hagrid!" BAB DUA PULUH SATU Mata si Ular Hermione bersusah payah berjalan ke kabin Hagrid melalui salju setebal dua kaki pada Minggu pagi. Harry dan Ron ingin pergi dengannya, tetapi pekerjaan rumah mereka yang menggunung sudah mencapai ketinggian yang mengkhawatirkan lagi, jadi mereka tinggal dengan enggan di ruang duduk, mencoba mengabaikan jeritan-jeritan riang gembira yang berasal dari halaman sekolah di luar, di mana para murid sedang bersenang-senang meluncur di danau yang membeku, naik kereta luncur dan, yang terburuk, menyihir bola-bola salju agar meluncur ke Menara Gryffindor dan mengetuk jendela-jendela keras-keras. "Oi!" teriak Ron, akhirnya kehilangan kesabaran dan menjulurkan kepalanya keluar jendela, "aku seorang prefek dan kalau sartu bola salju lagi mengenai jendela ini -ADUH!" Dia menarik kepalanya dengan cepat, wajahnya tertutup salju. "Itu Fred dan George," katanya dengan sengit, sambil membanting jendela di belakangnya. "Brengsek ... " Hermione kembali dari tempat Hagrid tepat sebelum makan siang, gemetaran sedikit, jubahnya lembab hingga ke lutut. "Jadi?" kata Ron sambil melihat ke atas ketika dia masuk. "Sudah rencanakan semua pelajarannya bagi dia?" "Well, aku coba," katanya dengan hampa sambil merosot ke sebuah kursi di samping Harry. Dia menarik keluar tongkatnya dan melambaikannya dengan gerakan rumit sehingga udara panas mengalir dari ujungnya; dia lalu mengarahkan ini ke jubahnya, yang mulai beruap sementara mengering. "Dia bahkan tidak ada di sana sewaktu aku sampai, aku mengetuk pintu setidaknya setengah jam. Dan lalu dia datang terpincang-pincang keluar dari Hutan -- " Harry mengerang. Hutan Terlarang penuh dengan jenis makhluk yang paling mungkin membuat Hagrid dipecat. "Apa yang dia pelihara di sana? Apakah dia bilang?" tanyanya. "Tidak," kata Hermione dengan sengsara. "Dia bilang dia mau mereka jadi kejutan. Kucoba menjelaskan tentang Umbridge, tapi dia tidak bisa mengerti. Dia terus bilang tak seorangpun yang waras yang lebih memilih mempelajari Knarl daripada Chimera -- oh, kukira dia tak punya Chimera," dia menambahkan ketika melihat tampang terkejut di wajah Harry dan Ron, "tapi itu bukan karena kurang berusaha, dari yang dikatakannya tentang betapa sulitnya mendapatkan telur-telur. Aku tak tahu berapa kali kuberitahu dia dia lebih balik mengikuti rencana Grubbly-Plank, sejujurnya kukira dia tidak mendengar setengah dari apa yang kukatakan. Dia sedang dalam suasana hati yang sedikit aneh, kalian tahu. Dia masih tak mau bilang bagaimana dia mendapatkan semua luka itu." Pemunculan kembali Hagrid di meja guru pada makan pagi keesokan harinya tidak disambut dengan antusiasme dari semua murid. Beberapa, seperti Fred, George dan Lee, meraung senang dan berlari cepat di gang antara meja-meja Gryffindor dan Hufflepuff untuk menjabat tangan Hagrid yang besar; yang lain,, seperti Parvati dan Lavender, saling berpandangan muram dan menggelengkan kepala mereka. Harry tahu bahwa banyak dari mereka lebih memilih pelajaran-pelajaran Profesor Grubbly-Plank, dan yang terburuk adalah bahwa suatu bagian yang sangat kecil dan tidak berat sebelah dalam dirinya tahu bahwa mereka punya alasan yang bagus: gagasan Grubbly-Plank tentang kelas yang menarik bukanlah yang memiliki resiko seseorang mungkin terkoyak kepalanya. Dengan rasa prihatin tertentu Harry, Ron dan Hermione menuju tempat Hagrid pada hari Selasa, berpakaian tebal melawan dingin. Harry khawatir, bukan hanya mengenai apa yang mungkin diputuskan Hagrid untuk diajarkan kepada mereka, tetapi juga mengenai bagaimana isi kelas yang lainnya, terutama Malfoy dan kroni-kroninya, akan bertingkah laku kalau Umbridge sedang mengawasi mereka. Akan tetapi, Penyelidik Tinggi tidak terlihat di manapun selagi mereka berjuang melalui salju menuju Hagrid, yang berdiri menunggu mereka di tepi Hutan. Dia tidak menghadirkan pandangan menyakinkan; memar-memar yang berwarna ungu di hari Sabtu malam itu sekarang dibubuhi warna hijau dan kuning dan beberapa luka potongnya masih terlihat berdarah. Harry tidak bisa mengerti ini: apakah Hagrid mungkin telah diserang oleh beberapa makhluk yang bisanya menghalangi luka-luka yang disebabkannya untuk sembuh? Seakan-akan melengkapi gambaran tak menyenangkan itu, Hagrid sedang membawa apa yang tampak seperti setengah sapi mati di atas bahunya. "Kita bekerja di dalam sini hari ini!" Hagrid berseru dengan gembira kepada murid-murid yang sedang mendekat, sambil menyentakkan kepalanya ke belakang pada pohon-pohon gelap di belakangnya. "Sedikit lebih terlindung! Lagipula, mereka lebih suka gelap." "Apa yang lebih suka gelap?" Harry mendengar Malfoy berkata tajam kepada Crabbe dan Goyle, dengan jejak kepanikan dalam suaranya. "Apa yang dibilangnya lebih suka gelap -- apakah kalian dengar?" Harry ingat satu-satunya kesempatan lain Malfoy pernah memasuki Hutan sebelum sekarang; dia juga tidak terlalu berani waktu itu. Dia tersenyum kepada dirinya sendiri, setelah pertandingan Quidditch itu apapun yang menyebabkan Malfoy tidak nyaman bagus untuk dirinya. "Siap?" kata Hagrid dengan ceria, sambil memandang berkeliling kepada kelas. "Baik, well, aku sudah menyimpan perjalanan ke dalam Hutan untuk tahun kelima kalian. Kupikir kita akan pergi melihat makhluk-makhluk ini dalam habitat alami mereka. Sekarang, apa yang akan kita pelajari hari ini agak langka, kurasa aku mungkin satu-satunya orang di Inggris yang berhasil melatih mereka." "Dan Anda yakin mereka sudah terlatih, bukan?" kata Malfoy, nada panik dalam suaranya bahkan semakin nyata. "Cuma bukan untuk pertama kalinya Anda membawa benda-benda liar ke kelas, bukan?" Anak-anak Slytherin bergumam setuju dan beberapa anak Gryffindor tampak seolah-olah mereka juga menganggap Malfoy cukup adil. "Tentu mereka terlatih," kata Hagrid, sambil merengut dan mengangkat sapi mati itu sedikit lebih tinggi di bahunya. "Jadi kalau begitu apa yang terjadi dengan muka Anda?" tuntut Malfoy. "Urusi masalahmu sendiri!" kata Hagrid dengan marah. "Sekarang, kalau kalian sudah selesai menanyakan pertanyaan-pertanyaan bodoh, ikuti aku!" Dia berbalik dan berjalan lurus ke dalam Hutan. Tak seorangpun tampak sangat inign mengikuti. Harry memandang sekilas kepada Ron dan Hermione, yang menghela napas tetapi mengangguk, dan mereka bertiga pergi mengikuti Hagrid, memimpin yang lain. Mereka berjalan selama sekitar sepuluh menit sampai mereka mencapai suatu tempat di mana pohon-pohon berdiri begitu dekatnya bersama sehingga tempat itu segelap malam dan tidak ada salju sama sekali di tanah. Dengan bunyi dengkur, Hagrid meletakkan setengah sapinya ke atas tanah, melangkah mundur dan memalingkan wajahnya ke kelas, yang kebanyakan sedang berjalan pelan-pelan dari pohon ke pohon menuju ke arahnya, sambil mengintip sekeliling dengan gugup seolah-olah menduga akan diserang setiap saat. "Berkumpullah, berkumpullah," Hagrid mendorong. "Sekarang, mereka akan tertarikk oleh bau daging tapi bagaimanapun aku akan memanggil mereka, kar"na mereka akan senang tahu itu aku." Dia berpaling, menggoyangkan kepalanya yang berewokan untuk menyingkirkan rambut dari wajahnya dan mengeluarkan jeritan aneh melengking yang menggema melalui pohon-pohon gelap seperti seruan burung mengerikan. Tak seorangpun tertawa: sebagian besar dari mereka tampak terlalu takut untuk mengeluarkan suara. Hagrid mengeluarkan jeritan melengking lagi. Satu menit berlalu sementara kelas terus mengintip dengan gugup melewati bahu mereka dan ke sekeliling pohon-pohon untuk mendapat pandangan pertama atas apapun yang akan datang. Dan kemudian, sementara Hagrid menggoyangkan rambutnya ke belakang untuk ketiga kalinya dan mengembangkan dadanya yang besar, Harry menyikut Ron dan menunjuk ke ruang hitam di antara dua pohon cemara yang bengkok dan kasar. Sepasang mata kosong, putih bersinar semakin besar melalui kegelapan itu dan sejenak kemudian wajah seperti naga, leher dan lalu tubuh seperti kerangka dari seekor kuda besar, hitam, bersayap muncul dari kegelapan. Dia mengamati kelas selama beberapa detik, mengibaskan ekor hitamnya yang panjang, lalu menundukkan kepalanya dan mulai mencabik daging dari sapi mati itu dengan taringnya yang runcing. Gelombang kelegaan besar melanda Harry. Di sini akhirnya ada bukti bahwa dia tidak membayangkan makhluk-makhluk ini, bahwa mereka nyata: Hagrid juga tahu tentang mereka. Dia memandang Ron dengan bersemangat, tetapi Ron masih menatap berkeliling ke pohon-pohon dan setelah beberapa detik dia berbisik, "Kenapa Hagrid tidak memanggil lagi?" Sisa kelas yang lain kebanyakan mengenakan ekspresi sebingung dan pengharapan gugup seperti Ron dan masih menatap ke semua tempat kecuali pada kuda yang sedang berdiri beberapa kaki dari mereka. Hanya ada dua orang lain yang tampaknya bisa melihat mereka: seorang anak laki-laki Slytherin berambut jigrak yang berdiri tepat di belakang Goyle sedang mengamati kuda itu makan dengan ekspresi sangat tidak suka di wajahnya; dan Neville, yang matanya sedang mengikuti kemajuan kibasan ekor hitam panjang itu. "Oh, dan ini datang satu lagi!" kata Hagrid dengan bangga, ketika kuda hitam kedua muncuk dari pohon-pohon gelap, melipat sayap-sayap kasarnya lebih dekat ke tubuhnya dan membenamkan kepalanya untuk makan daging itu dengan rakus. "Sekarang ... angkat tangan kalian, siapa yang bisa melihat mereka?" Sangat senang merasa bahwa dia akhirnya akan mengerti misteri kuda-kuda ini, Harry mengangkat tangannya. Hagrid mengangguk kepadanya. "Yeah ... yeah, aku tahu kau akan bisa, Harry," dia berkata dengan serius. "Dan kau juga, Neville, eh? Dan -- " "Permisi," kata Malfoy dengan suara mengejek, "tapi apa tepatnya yang seharusnya sedang kami lihat?" Sebagai jawaban, Hagrid menunjuk pada bangkai sapi di tanah. Seluruh kelas menatapnya selama beberapa detik, lalu beberapa orang menarik napas cepat dan Parvati memekik. Harry paham mengapa: potongan-potongan daging terkoyak dengan sendirinya dari tulang dan menghilang ke udara pastilah tampak sangat aneh. "Apa yang sedang melakukan itu?" Parvati menuntut dengan suara ketakutan, sambil mundur ke belakang pohon terdekat. "Apa yang sedang memakannya?" "Thestral," kata Hagrid dengan bangga dan Hermione mengeluarkan bunyi pemahaman "Oh!" kecil di bahu Harry. "Hogwarts punya kawanan mereka di sini. Sekarang, siapa yang tahu --?" "Tapi mereka benar-benar, sangat mendatangkan kesialan!" sela Parvati, tampak gelisah. "Mereka katanya akan membawa semua jenis ketidak-beruntungan mengerikan kepada orang-orang yang melihatnya. Profesor Trelawney memberitahuku suatu ketika -- " "Tidak, tidak, tidak," kata Hagrid sambil terkekeh, "itu cuma takhyul, mereka tidak membawa sial, mereka sangat pintar dan berguna! Tentu saja, kawanan ini tidak dapat banyak kerja, terutama cuma menarik kereta-kereta sekolah kecuali Dumbledore akan lakukan perjalanan jauh dan tak mau ber-Apparate -- dan ini pasangan lain, lihat -- " Dua kuda lagi datang diam-diam keluar dari pepohonan, salah satu dari mereka lewat sangat dekat denagn Parvati, yang menggigil dan menekankan dirinya lebih dekat ke pohon, sambil berkata, "Kukira aku merasakan sesuatu, kukira dia ada di dekatku!" "Jangan kuatir, dia tidak akan melukaimu," kata Hagrid dengan sabar. "Baik, sekarang, siapa yang bisa memberitahuku kenapa beberapa dari kalian bisa melihat mereka dan beberapa tidak?" Hermione mengangkat tangannya. "Teruskan, kalau begitu," kata Hagrid sambil tersenyum kepadanya. "Satu-satunya orang yang bisa melihat Thestral," dia berkata, "adalah orang-orang yang pernah melihat kematian." "Itu tepat sekali," kata Hagrid dengan serius, "sepuluh poin untuk Gryffindor. Sekarang, Thestral -- " "Hem, hem." Profesor Umbridge telah tiba. Dia sedang berdiri beberapa kaki jauhnya dari Harry, mengenakan topi dan mantel hijaunya lagi, papn jepitnya siap siaga. Hagrid, yang belum pernah mendengar batuk palsu Umbridge sebelumnya, sedang menatap dengan prihatin ke Thestral terdekat, jelas mendapat kesan bahwa dia yang membuat suara itu. "Hem, hem." "Oh, halo!" Hagrid berkata sambil tersenyum, setelah menemukan sumber suara itu. "Anda menerima catatan yang kukirim ke kabin Anda pagi ini?" kata Umbridge, dengan suara keras, lambat yang sama yang telah digunakannya dengan Hagrid sebelumnya, seolah-olah dia sedang berbicara kepada seseorang yang berasal dari negara lain sekaligus sangat lamban. "Memberitahu Anda saya akan menginspeksi pelajaran Anda?" "Oh, yeah," kata Hagrid dengan cerah. "Senang kau temukan tempat ini! Well, seperti yang bisa kaulihat -- atau, aku tak tahu -- bisakah kau? Kami sedang pelajari Thestral hari ini -- " "Maaf?" kata Profesor Umbridge keras-keras, sambil menangkupkan tangannya ke sekeliling telinganya dan merengut. "Apa yang Anda katakan?" Hagrid tampak sedikit bingung. "Er -- Thestral!" dia berkata keras-keras. "Kuda-kuda besar -- er -- bersayap, kau tahu!" Dia mengepak-ngepakkan lengan raksasanya penuh harap. Profesor Umbridge menaikkan alisnya kepadanya dan bergumam sementara dia mencatat ke papan jepitnya: "Terpaksa ... harus ... menggunakan ... bahasa ... isyarat ... kasar." "Well ... ngomong-ngomong kata Hagrid, sambil berpaling kembali kepada kelas dan tampak sedikit bingung, "erm ... apa yang tadi kubilang?" "Tampaknya ... punya ... ingatan ... jangka ... pendek ... yang ... buruk," gumam Umbridge, cukup keras untuk membuat semua orang mendengarnya. Draco Malfoy tampak seolah-olah Natal datang sebulan lebih awal; Hermione, di sisi lain, telah berubah menjadi merah akibat kemarahan tertahan. "Oh, yeah," kata Hagrid sambil memandang sekilas papan jepit Umbridge, tapi meneruskan dengan berani. "Yeah, aku baru akan memberitahu kalian bagaimana kita punya sekawanan. Yeah, jadi, kita mulai dengan seekor jantan dan lima betina. Yang satu ini," dia menepuk-nepuk kuda pertama yang muncul, "namanya Tenebrus, dia kesukaanku, yang pertama lahir di sini di Hutan -- " "Apakah Anda sadar," Umbridge berkata keras-keras, menyelanya, "bahwa Kementerian Sihir telah menggolongkan Thestral sebagai "berbahaya"?" Jantung Harry merosot seperti batu, tapi Hagrid hanya terkekeh. "Thestral tidak berbahaya! Baiklah, mereka mungkin menggigitmu kalau kau benar-benar mengganggu mereka -- " "Menunjukkan ... tanda-tanda ... kesenangan ... pada ... gagasan ... tentang ... kekerasan," gumam Umbridge sambil mencoret-coret di papan jepitnya lagi. "Tidak -- ayolah!" kata Hagrid, terlihat sedikit cemas sekarang. "Maksudku, seekor anjing akan menggigit kalau kau mengumpannya, bukan -- tapi Thestral cuma dapat reputasi buruk karena masalah kematian itu -- orang-orang dulu berpikir mereka pertanda buruk, bukan? Cuma tak paham, "kan?" Umbridge tidak menjawab, dia selesai menulis catatan terakhirnya, lalu melihat ke atas kepada Hagrid dan berkata, lagi-lagi dengan sangat keras dan lambat, "Tolong lanjutkan mengajar seperti biasa. Saya akan berjalan," dia menirukan berjalan (Malfoy dan Pansy Parkinson sedang tertawa diam-diam) "di antara murid-murid" (dia menunjuk sekeliling kepada anggota-anggota kelas itu) "dan menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka." Dia menunjuk mulutnya untuk mengisyaratkan berbicara. Hagrid menatapnya, jelas sepenuhnya tidak mengerti kenapa Umbridge bertingkah seolah-olah dia tidak mengerti bahasa Inggris normal. Hermione mempunyai air mata kemarahan di matanya sekarang. "Kau nenek sihir, kau nenek sihir jahat!" dia berbisik, selagi Umbridge berjalan menuju Pansy Parkinson. "Aku tahu apa yang sedang kau lakukan, kau mengerikan, sinting, jahat -- " "Erm ... ngomong-ngomong," kata Hagrid, jelas sedang berjuang untuk mendapatkan kembali arus pelajarannya, "jadi -- Thestral. Yeah. Well, ada banyak hal bagus tentang mereka "Apakah menurutmu," kata Profesor Umbridge dengan suara berdering kepada Pansy Parkinson, "kau bisa mengerti Profesor Hagrid sewaktu dia berbicara?" Seperti Hermione, Pansy memiliki air mata di matanya, tetapi ini air mata tawa; memang, jawabannya hampir tidak bisa dimengerti karena dia sedang berusaha menahan cekikikan. "Tidak ... karena ... well ... kedengarannya ... seperti dengkuran hampir sepanjang waktu." Umbridge mencoret-coret ke papan jepitnya lagi. Beberapa bagian kecil wajah Hagrid yang tidak memar merona, tetapi dia mencoba bertingkah seolah-olah dia tidak mendengar jawaban Pansy. "Er ... yeah ... hal-hal bagus tentang Thestral. Well, sekali mereka dijinakkan, seperti kelompok ini, kau takkan pernah tersesat lagi. Sangat kenal arah, bilang saja pada mereka ke mana kau mau pergi -- " "Dengan asumsi mereka bisa mengerti Anda, tentu saja," kata Malfoy keras-keras, dan Pansy Parkinson terkikik-kikik lagi. Profesor Umbridge tersenyum ramah kepada mereka dan lalu berpaling kepada Neville. "Kamu bisa melihat Thestral, Longbottom, bukan begitu?" dia berkata. Neville mengangguk. "Siapa yang kau saksikan meninggal?" dia bertanya, nada suaranya tidak peduli. "Kakekku," kata Neville. "Dan apa pendapatmu tentang mereka?" dia berkata sambil melambaikan tangannya yang gemuk pendek ke kuda-kuda itu, yang sekarang telah mengoyak banyak dari bangkai itu hingga tinggal tulang. "Erm," kata Neville dengan gugup, dengan pandangan sekilas kepada Hagrid. "Well, mereka ... er ... OK "Murid-murid ... terlalu ... terintimidasi ... untuk ... mengakui ... bahwa ... mereka ... takut," gumam Umbridge, sambil mencatat lagi ke papan jepitnya. "Tidak!" kata Neville, tampak kacau. "Tidak, aku tidak takut pada mereka!" "Tidak mengapa," kata Umbridge sambil menepuk-nepuk bahu Neville dengan apa yang jelas dimaksudkannya sebagai senyum pengertian, walaupun lebih seperti senyum mengejek bagi Harry. "Well, Hagrid," dia berpaling untuk memandangnya lagi, berbicara sekali lagi dengan suara keras lambat-lambat itu lagi, "kukira aku sudah dapat cukup banyak untuk diteruskan. Anda akan menerima" (dia menirukan mengambil sesuatu dari udara di depannya) "hasil dari inspeksi Anda" (dia menunjuk ke papan jepit itu) "dalam waktu sepuluh hari." Dia mengangkat sepuluh jari gemuk pendek, lalu, dengan senyum semakin lebar dan semakin mirip katak daripada sebelumnya di bawah topi hijaunya, dia buru-buru pergi dari antara mereka, meninggalan Malfoy dan Pansy Parkinson tertawa terbahak-bahak, Hermione bahkan gemetar karena marah dan Neville tampak bingung dan kacau. "Gargoyle jelek, pembohong, sinting itu!" amuk Hermione setengah jam kemudian, selagi mereka berjalan kembali ke kastil melalui saluran-saluran yang telah mereka buat sebelumnya di salju. "Kalian lihat apa yang direncanakannya? Masalahnya tentang keturunan-campuran itu lagi -- dia sedang berusaha menjadikan Hagrid sejenis troll tolol, hanya karena ibunya raksasa -- dan oh, tidak adil, itu sama sekali bukan pelajaran yang buruk -- maksudku, baiklah, kalau Skrewt Ujung-Meletus lagi, tapi Thestral bagus -- bahkan, untuk Hagrid, benar-benar bagus!" "Umbridge bilang mereka berbahaya," kata Ron. "Well, seperti yang dibilang Hagrid, mereka bisa menjaga diri mereka sendiri," kata Hermione tidak sabaran, "dan kurasa seorang guru seperti Grubbly-Plank biasanya tidak akan memperlihatkan kepada kita sebelum tingkat NEWT, tapi, well, mereka memang menarik, bukan? Bagaimana beberapa orang bisa melihat mereka dan beberapa tidak bisa! Kuharap aku bisa." "Benarkah?" Harry bertanya kepadanya pelan. Dia tampak tiba-tiba ngeri. "Oh, Harry -- maafkan aku -- tidak, tentu saja tidak -- itu benar-benar sesuatu yang bodoh untuk dikatakan." "Tidak apa-apa," dia berkata cepat-cepat, "jangan kuatir." "Aku terkejur begitu banyak orang bisa melihat mereka," kata Ron. "Tiga dalam satu kelas -- " "Yeah, Weasley, kami cuma bertanya-tanya," kata sebuah suara dengki. Tanpa terdengar oleh mereka dalam salju yang semakin tebal, Malfoy, Crabbe dan Goyle sedang berjalan tepat di belakang mereka. "Apa menurutmu kalau kau melihat seseorang mati kau akan bisa melihat Quaffle dengan lebih baik?" Dia, Crabbe dan Goyle tertawa bergemuruh selagi mereka lewat untuk kembali ke kastil. lalu bernyanyi bersama "Weasley adalah Raja kami". Telinga Ron berubah menjadi merah tua. "Abaikan mereka, abaikan saja mereka," kata Hermione, sambil menarik keluar tongkatnya dan melakukan mantera untuk menghasilkan udara panas lagi, sehingga dia bisa mencairkan jalan yang lebih mudah melalui salju yang belum tersentuh di antara mereka dan rumah-rumah kaca. * Desember tiba, membawa lebih banyak salju dan tumpukan peer untuk murid-murid kelas lima. Tugas-tugas prefek Ron dan Hermione juga semakin berat sementara Natal mendekat. Mereka dipanggil untuk mengawasi pendekorasian kastil ("Kau coba memasang kertas perak sementara Peeves memegang ujung yang lain dan mencoba mencekikmu dengan itu," kata Ron), untuk mengawasi anak-anak kelas satu dan kelas dua yang menghabiskan masa istirahat mereka di dalam karena dingin yang menusuk ("Dan mereka gombal kecil bermuka tebal, kau tahu, kita jelas tidak sekasar itu sewaktu kita kelas satu," kata Ron) dan untuk berpatroli di koridor-koridor dalam regu-regu bersama Argus Filch, yang curiga bahwa semangat liburan mungkin memperlihatkan diri dalam berjangkitnya duel penyihir ("Otaknya dari kotoran hewan, yang satu itu," kata Ron dengan marah). Mereka begitu sibuk sehingga Hermione bahkan sudah berhenti merajut topi-topi peri dan cerewet bahwa dia hanya punya tiga lagi. "Semua peri malang yang belum kubebaskan, harus tinggal di sini selama Natal karena tidak cukup topi!" Harry, yang belum tega memberitahunya bahwa Dobby mengambil semua benda yang dibuatnya, membungkuk rendah di atas esai Sejarah Sihirnya. Bagaimanapun, dia tidak mau memikirkan tentang Natal. Untuk pertama kalinya dalam karir sekolahnya, dia sangat ingin menghabiskan liburan jauh dari Hogwarts. Antara larangan Quidditchnya dan kekhawatiran apakah Hagrid akan ditempatkan dalam masa percobaan atau tidak, dia merasa sangat membenci tempat itu pada saat itu. Satu-satunya hal yang benar-benar ditunggunya adalah pertemuan DA, dan mereka harus berhenti pada saat liburan, karena hampir semua orang dalam DA akan menghabiskan waktu dengan keluarga mereka. Hermione akan pergi berski dengan orang tuanya, sesuatu yang sangat lucu bagi Ron, yang belum pernah mendengar para Muggle mengikatkan bilah sempit kayu ke kaki mereka untuk meluncur menuruni pegunungan. Ron akan pulang ke The Burrow. Harry mengalami beberapa hari iri hati sebelum Ron berkata, sebagai tanggapan atas pertanyaan Harry bagaimana dia akan pulang ke rumah untuk Natal: "Tapi kau ikut juga! Bukankah aku sudah bilang? Mum menulis surat dan menyuruhku mengundangmu berminggu-minggu yang lalu!" Hermione menggulirkan matanya, tetapi semangat Harry membumbung: pikiran tentang Natal di The Burrow benar-benar mengagumkan, walaupun sedikit dirusak oleh perasaan bersalah Harry bahwa dia tidak akan bisa menghabiskan liburan bersama Sirius. Dia bertanya-tanya apakah dia mungkin bisa membujuk Mrs Weasley untuk mengundang ayah angkatnya untuk perayaan itu. Walaupun dia ragu apakah Dumbledore akan memperbolehkan Sirius meninggalkan Grimmauld Place, dia tidak bisa menahan diri tidak berpikir Mrs Weasley mungkin tidak menginginkannya; mereka begitu sering bersiteru. Sirius belum menghubungi Harry sama sekali sejak pemunculannya yang terakhir di api, dan walaupun Harry tahu bahwa dengan pengawasan Umbridge yang terus-menerus, tidak bijaksana untuk menghubunginya, dia tidak suka memikirkan Sirius sendirian di rumah tua ibunya, mungkin menarik petasan tunggal bersama Kreacher. Harry tiba lebih awal di Ruang Kebutuhan untuk pertemuan DA terakhir sebelum liburan dan sangat senang dia berbuat begitu, karena ketika obor-obor menyala dia melihat bahwa Dobby sudah berinisiatif sendiri untuk menghias tempat itu untuk Natal. Dia bisa tahu peri itu yang melakukannya, karena tak seorangpun yang lain akan menggantung seratus bola keemasan dari langit-langit, masing-masing memperlihatkan gambar wajah Harry dan bertuliskan: "HAVE A VERY HARRY CHRISTMAS!" (Semoga Natalmu sangat Harry!) Harry baru saja berhasil menurunkan yang terakhir sebelum pintu berderit terbuka dan Luna Lovegood masuk, tampak melamun seperti biasa. "Halo," dia berkata samar, sambil memandang berkeliling pada sisa-sisa dekorasi. "Ini bagus, apakah kau memasangnya?" "Tidak," kata Harry, "Dobby si peri-rumah." "Mistletoe," kata Luna sambil melamun, menunjuk ke rumpun besar beri putih yang diletakkan hampir di atas kepala Harry. Dia melompat dari bawahnya. "Pemikiran bagus," kata Luna dengan sangat serius. "Sering ditinggali oleh Nargle." Harry terselamatkan dari keharusan bertanya apa itu Nargle oleh kedatangan Angelina, Katie dan Alicia. Mereka bertiga semuanya terengah-engah dan terlihat sangat kedinginan. "Well," kata Angelina tanpa minat, sambil menarik lepas mantelnya dan melemparkannya ke sebuah sudut, "kami akhirnya sudah menggantikanmu." "Menggantikan aku?" kata Harry dengan hampa. "Kau dan Fred dan George," dia berkata dengan tidak sabar. "Kita punya Seeker lain!" "Siapa?" tanya Harry cepat. "Ginny Weasley," kata Katie. Harry memandangnya dengan mulut terbuka. "Yeah, aku tahu," kata Angelina, sambil menarik keluar tongkatnya dan melenturkan lengannya, "tapi dia cukup bagus, sebenarnya. Tidak seperti kamu, tentu saja," dia berkata sambil memberinya pandangan tidak senang, "tapi karena kami tidak bisa mendapatkan kamu ... " Harry menahan jawaban pedas yang ingin diutarakannya: apakah Angelina membayangkan selama sedetik saja bahwa dia tidak menyesali pengeluarannya dari tim seratus kali lebih banyak daripada dia? "Dan bagaimana dengan para Beater?" dia bertanya, mencoba menjaga suaranya datar. "Andrew Kirke," kata Alicia tanpa rasa antusias, "dan Jack Sloper. Tak seorangpun dari mereka hebat, tapi dibandingkan dengan idiot-idiot lain yang muncul ... " Kedatangan Ron, Hermione dan Neville menghentikan diskusi menyedihkan ini, dan dalam waktu lima menit ruangan itu cukup penuh untuk menghalangi Harry melihat tampang mencela Angelina yang membara. "OK," dia berkata, menyuruh mereka semuanya tenang. "Kukira malam ini kita seharusnya mengulangi hal-hal yang sudah kita lakukan sejauh ini, karena ini pertemuan terakhir sebelum liburan dan tak ada gunanya memulai sesuatu yang baru tepat sebelum masa istirahat tiga minggu -- " "Kita tidak melakukan sesuatu yang baru?" kata Zacharias Smith, dengan bisikan tidak puas yang cukup keras untuk memenuhi ruangan. "Kalau aku tahu, aku tidak akan datang." "Kalau begitu, kami semua sangat menyesal Harry tidak memberitahumu," kata Fred keras-keras. Beberapa orang terkikik. Harry melihat Cho tertawa dan merasakan sensasi menyambar yang sudah dikenalnya di perutnya, seolah-olah dia melewatkan satu anak tangga ketika menuruni tangga. "-- kita bisa berlatih berpasangan," kata Harry. "Kita akan mulai dengan Mantera Perintang, selama sepuluh menit, lalu kita bisa mengeluarkan bantal-bantal duduk dan mencoba Membekukan lagi." Mereka semua membagi diri dengan patuh, Harry berpasangan dengan Neville seperti biasa. Ruangan itu segera penuh dengan teriakan sebentar-sebentar "Impedimenta!" Orang-orang membeku selama sekitar satu menit, selama itu pasangan mereka akan menatap tanpa tujuan ke sekeliling ruangan mengamati pasangan-pasangan lain yang sedang berlatih, lalu orang-orang itu akan lepas dari mantera dan ganti berlatih kutukan itu. Neville sudah semakin baik tanpa bisa terduga. Setelah beberapa waktu, saat Harry sudah dilepas dari mantera untuk ketiga kalinya berturut-turut, dia menyuruh Neville bergabung dengan Ron dan Hermione lagi sehingga dia bisa berjalan berkeliling ruangan dan mengamati yang lainnya. Ketika dia melewati Cho dia tersenyum kepadanya; Harry menahan godaan untuk berjalan melewatinya beberapa kali lagi. Setelah sepuluh menit Mantera Perintang, mereka meletakkan bantal-bantal duduk di lantai dan mulai berlatih Membekukan lagi. Ruang benar-benar terlalu terbatas untuk memungkinkan mereka semua melakukan mantera ini dalam satu waktu, setengah bagian dari kelompok itu mengamati yang setengahnya lagi selama beberapa waktu, lalu bergantian. Harry merasa dirinya sungguh-sungguh menggelembung karena bangga sementara dia mengamati mereka semua. Benar, Neville Membekukan Padma Patil bukannya Dean, yang sedang diincarnya, tetapi itu meleset jauh lebih dekat dari biasanya, dan semua orang yang lain mengalami kemajuan pesat. Setelah satu jam, Harry berseru menghentikan. "Kalian benar-benar semakin baik," dia berkata sambil tersenyum berkeliling kepada mereka. "Saat kita kembali dari liburan kita bisa mulai melakukan beberapa hal besar -- mungkin bahkan Patronus." Ada gumaman bersemangat. Ruangan itu mulai dikosongkan dalam kelompok dua-dua dan tiga-tiga yang biasa; kebanyakan orang mengucapkan "Selamat Natal" kepada Harry ketika mereka pergi. Merasa riang, dia mengumpulkan bantal-bantal duduk bersama Ron dan Hermione dan menumpukkannya dengan rapi. Ron dan Hermione pergi sebelum dia; dia berlama-lama sebentar, karena Cho masih di sana dan dia berharap mendapatkan ucapan "Selamat Natal" darinya. "Tidak, kau pergi dulu," dia mendengarnya berkata kepada temannya Marietta dan jantungnya sepertinya melompat ke daerah jakunnya. Dia berpura-pura sedang meluruskan tumpukan bantal duduk. Dia sangat yakin mereka sendirian sekarang dan menunggu Cho berbicara. Alih-alih, dia mendengar dengusan sungguh-sungguh. Dia berpaling dan melihat Cho sedang berdiri di tengah ruangan, air mata bercucuran di wajahnya. "Ap--?" Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Cho hanya berdiri di sana, menangis diam-diam. "Ada apa?" dia berkata dengan lemah. Cho menggelengkan kepala dan menyeka matanya dengan ujung lengan bajunya. "Aku -- sori," katanya dengan serak. "Kurasa ... hanya saja ... mempelajari hal-hal ini ... cuma membuatku ... bertanya-tanya apakah ... kalau dia tahu semua ini ... dia pasti masih hidup." Jantung Harry merosot lewat tempatnya yang biasa dan diam di suatu tempat di sekitar pusarnya. Dia seharusnya sudah tahu. Cho mau membicarakan Cedric. "Dia tahu hal-hal ini," Harry berkata dengan berat. "Dia benar-benar hebat, atau dia tidak akan pernah sampai ke bagian tengah labirin itu. Tapi kalau Voldemort benar-banar ingin membunuhmu, kau tidak akan punya peluang." Dia tersedu mendengar nama Voldemort, tetapi menatap Harry tanpa berkedip. "Kau selamat saat kau masih bayi," dia berkata pelan. "Yeah, well," kata Harry dengan letih, sambil bergerak menuju pintu, "aku tak tahu kenapa orang lain juga tidak, jadi itu bukan sesuatu yang patut dibanggakan." "Oh, jangan pergi!" kata Cho, terdengar akan menangis lagi. "Aku benar-benar menyesal menjadi kacau seperti ini ... aku tidak bermaksud Dia tersedu lagi. Dia sangat cantik walaupun saat matanya merah dan bengkak. Harry merasa benar-benar sengsara. Dia akan sangat senang dengan sebuah ucapan "Selamat Natal" saja. "Aku tahu pasti mengerikan bagimu," kata Cho sambil menyeka matanya dengan ujung lengan bajunya lagi. "Aku menyebut-nyebut Cedric, padahal kau menyaksikannya mati ... kurasa kau ingin melupakannya saja?" Harry tidak mengatakan apa-apa; ini sangat benar, tetapi dia merasa tak berperasaan kalau mengatakannya. "Kau seorang guru yang be--benar-benar baik, kau tahu," kata Cho, dengan senyum basah. "Aku belum pernah bisa Membekukan apapun sebelumnya." "Trims," katak Harry dengan canggung. Mereka saling berpandangan untuk waktu yang lama. Harry merasakan desakan membara untuk lari dari ruangan itu dan, pada saat yang sama, sama sekali tidak mampu menggerakkan kakinya. "Mistletoe," kata Cho pelan, sambil menunjuk ke langit-langit di atas kepala Harry. "Yeah," kata Harry. Mulutnya sangat kering. "Walaupun mungkin penuh dengan Nargle." "Apa itu Nargle?" "Tak punya ide," kata Harry. Cho sudah bergerak mendekat. Otaknya terasa seperti sudah di-Bekukan. "Kau harus bertanya pada Loony. Luna, maksudku." Cho mengeluarkan suara aneh antara isak dan tawa. Dia bahkan semakin dekat lagi sekarang. Harry bisa saja menghitung bintik hitam di hidungnya. "Aku benar-benar suka kamu, Harry." Dia tidak bisa berpikir. Sebuah perasaan geli menjalar di tubuhnya, melumpuhkan lengan, kaki dan otaknya. Cho jauh terlalu dekat. Dia bisa melihat setiap air mata yang melekat ke bulu matanya ... Dia kembali ke ruang duduk setengah jam kemudian mendapati Hermione dan Ron di tempat duduk terbaik dekat api; hampir semua orang yang lain sudah pergi tidur. Hermione sedang menulis sepucuk surat yang sangat panjng; dia sudah mengisi setengah gulungan perkamen, yang bergantung dari tepi meja. Ron sedang berbaring di permadani, mencoba menyelesaikan pekerjaan rumah Transfigurasinya. "Apa yang menahanmu?" dia bertanya, selagi Harry terbenam ke kursi berlengan di samping Hermione. Harry tidak menjawab. Dia sedang dalam keadaan terguncang. Setengah bagian dari dirinya ingin memberitahu Ron dan Hermione apa yang baru saja terjadi, tetapi setengah bagian yang lain ingin membawa rahasia itu dengannya hingga ke liang kubur. "Apakah kau baik-baik saja, Harry?" Hermione bertanya, sambil menatapnya dari atas ujung pena bulunya. Harry mengangkat bahu dengan setengah hati. Sejujurnya, dia tidak tahu apakah dia baik-baik saja atau tidak. "Ada apa?" kata Ron sambil bertumpu pada sikunya untuk mendapatkan pandangan yang lebih jelas pada Harry. "Apa yang terjadi?" Harry tidak begitu tahu bagaimana mulai memberitahu mereka, dan masih belum yakin apakah dia mau berbuat begitu. Persis ketika dia memutuskan untuk tidak mengatakan apapun, Hermione mengambil alih masalah itu darinya. "Apakah Cho?" dia bertanya dengan nada praktis. "Apakah dia menyudutkanmu setelah pertemuan?" Kaku karena terkejut, Harry mengangguk. Ron terkikik-kikik, berhenti ketika Hermione meliriknya. "Jadi -- er -- apa yang diinginkannya?" dia bertanya dengan nada biasa yang mengejek. "Dia -- " Harry mulai, agak serak, dia berdehem dan mencoba lagi. "Dia -- er -- " "Apakah kalian berciuman?" tanya Hermione cepat. Ron duduk begitu cepatnya sehingga dia mengakibatkan botol tintanya melayang di atas permadani. Sama sekali tidak menghiraukan ini, dia menatap Harry lekat-lekat. "Well?" tuntutnya. Harry memandang dari ekspresi ingin tahu campur gembira Ron ke wajah Hermione yang sedikit merengut, dan mengangguk. "HA!" Ron membuat gerakan kemenangan dengan kepalan tangannya dan tertawa terbahak-bahak yang membuat beberapa anak kelas dua yang tampak takut-takut di samping jendela terlompat. Seringai enggan membentang di wajah Harry sementara dia mengamati Ron berguling-guling di atas permadani. Hermione memberi Ron pandangan jijik dan kembali ke suratnya. "Well?" Ron berkata akhirnya, sambil memandang Harry. "Bagaimana rasanya?" Harry mempertimbangkan sejenak. "Basah," dia berkata sejujurnya. Ron mengeluarkan suara yang mungkin menandakan kegirangan atau jijik, sulit mengetahuinya. "Karena dia sedang menangis," Harry meneruskan dengan berat. "Oh," kata Ron, senyumnya sedikit memudar. "Apakah kau seburuk itu dalam mencium?" "Tak tahu," kata Harry, yang belum mempertimbangkan ini, dan segera merasa agak kuatir. "Mungkin begitu." "Tentu saja tidak," kata Hermione sambil melamun, masih menulis suratnya dengan tergesa-gesa. "Bagaimana kau tahu?" kata Ron dengan sangat tajam. "Karena Cho menghabiskan setengah dari waktunya menangis akhir-akhir ini," kata Hermione tidak jelas. "Dia melakukannya pada waktu makan, di kamar mandi, di semua tempat." "Kau akan mengira sedikit ciuman akan menghiburnya," kata Ron sambil menyeringai. "Ron," kata Hermione dengan suara bermartabat, sambil mencelupkan ujung pena bulunya ke botol tintanya, "kau adalah kutil paling tidak sensitif yang pernah kutemui." "Apa maksudnya itu?" kata Ron dengan marah. "Orang macam apa yang menangis ketika seseorang menciumnya?" "Yeah," kata Harry, sedikit putus asa, "siapa yang berbuat begitu?" Hermione memandang mereka berdua dengan ekspresi hampir mengasihani di wajahnya. "Tidakkah kalian mengerti bagaimana perasaan Cho pada saat itu?" dia bertanya. "Tidak," kata Harry dan Ron bersamaan. Hermione menghela napas dan meletakkan pena bulunya. "Well, terang saja, dia merasa sangat sedih, karena meninggalnya Cedric. Lalu kurasa dia merasa bingung karena dia dulu suka Cedric dan sekarang dia suka Harry, dan dia tidak bisa menentukan siapa yang lebih disukainya. Lalu dia akan merasa bersalah, merasa itu penghinaan bagi ingatan pada Cedric untuk mencium Harry sama sekali, dan dia akan kuatir tentang apa yang mungkin dikatakan semua orang lainnya mengenai dia kalau dia mulai keluar dengan Harry. Dan lagipula, dia mungkin tidak bisa menentukan apa perasaanya kepada Harry, karena dialah yang bersama Cedric sewaktu Cedric mati, jadi semua itu sangat campur aduk dan menyakitkan. Oh, dan dia takut dia akan dikeluarkan dari tim Quidditch Ravenclaw karena dia terbang dengan buruk." Keheningan singkat akibat rasa terkejut menyambut akhir pidato ini, lalu Ron berkata, "Satu orang tidak bisa merasakan semua itu dalam seketika, mereka akan meledak." "Hanya karena kau punya kisaran emosi yang sebesar sendok teh tidak berarti kami semua begitu," kata Hermione dengan kejam sambil memungut pena buluny lagi. "Dia yang mulai," kata Harry. "Aku tidak akan -- dia sepertinya datang begitu saja kepadaku -- dan berikutnya dia menangis terus -- aku tidak tahu apa yang harus dilakukan -- " "Tak salahkan kau, sobat," kata Ron, terlihat gelisah memikirkan itu. "Kau hanya perlu bersikap baik kepadanya," kata Hermione, sambil melihat ke atas dengan cemas. "Memang begitu, bukan?" "Well," kata Harry, rasa panas yang tidak menyenangkan menjalar di wajahnya, "aku sepertinya -- menepuk pundaknya sedikit." Hermione terlihat seolah-olah dia sedang mengalami kesulitan besar menahan diri untuk tidak menggulirkan bola matanya. "Well, kurasa bisa lebih buruk," katanya. "Apakah kamu akan menemui dia lagi?" "Aku harus, bukan?" kata Harry. "Kita punya pertemuan DA, bukan begitu?" "Kau tahu apa yang kumaksud," Hermione berkata dengan tidak sabaran. Harry tidak berkata apa-apa. Kata-kata Hermione membuka suatu pandangan baru yang berisikan kemungkinan-kemungkinan menakutkan. Dia mencoba membayangkan pergi ke suatu tempat bersama Cho -- Hogsmeade, mungkin -- dan sendirian dengannya selama berjam-jam untuk suatu waktu. Tentu saja, Cho akan berharap dia mengajaknya keluar setelah apa yang baru saja terjadi ... pikiran itu membuat perutnya terbelit sakit. "Oh well," kata Hermione kaku, terbenam dalam suratnya sekali lagi, "kau akan punya banyak kesempatan untuk mengajaknya." "Bagaimana kalau dia tidak mau mengajaknya?" kata Ron, yang telah mengamati Harry dengan ekspresi cerdik yang tidak biasa di wajahnya. "Jangan bodoh," kata Hermione tidak jelas, "Harry sudah suka dia sejak lama sekali, bukan begitu, Harry?" Dia tidak menjawab. Ya, dia sudah suka Cho semenjak lama sekali, tetapi kapanpun dia membayangkan adegan yang melibatkan mereka berdua selalu menampilkan Cho yang sedang bersenang-senang, bukannya Cho yang sedang terisak tidak terkendali ke bahunya. "Ngomong-ngomong, kepada siapa kau menulis novel itu?" Ron bertanya kepada Hermione, sambil mencoba membaca sebagian kecil perkamen yang sekarang sedang menjuntai ke lantai. Hermione menyentaknya naik keluar dari pandangan. "Viktor." "Krum?" "Berapa banyak Viktor lain yang kita kenal?" Ron tidak berkata apa-apa, tetapi tampak tidak puas. Mereka duduk dalam keheningan selama dua puluh menit lagi, Ron sedang menyelesaikan esai Transfigurasinya dengan banyak dengusan tidak sabar dan coretan-coretan, Hermione sedang menulis terus-menerus hingga bagian paling ujung perkamennya, menggulungnya dan menyegelnya, dan Harry sedang menatap ke api, berharap lebih dari apapun bahwa kepala Sirius akan muncul di sana dan memberinya beberapa nasehat tentang gadis-gadis. Tetapi api itu hanya berderak semakin rendah, sampai bara api merah panas hancur menjadi abu dan, ketika memandang sekitarnya, Harry melihat bahwa mereka, lagi-lagi, adalah yang terakhir di ruang duduk. "Well, malam," kata Hermione, sambil menguap lebar sementara dia pergi menaiki tangga anak perempuan. "Apa yang dilihatnya pada Krum?" Ron menuntut, selagi dia dan Harry menaiki tangga anak laki-laki. "Well," kata Harry, sambil mempertimbangkan masalah itu. "Kurasa dia lebih tua, bukan ... dan dia seorang pemain Quidditch internasional "Yeah, tapi selain itu," kata Ron, terdengar jengkel. "Maksudku, dia seorang penggerutu, bukan?" "Sedikit penggerutu, yeah," kata Harry, yang pikirannya masih mengenai Cho. Mereka menarik lepas jubah mereka dan mengenakan piyama dalam keheningan; Dean, Seamus dan Neville sudah tidur. Harry meletakkan kacamatanya ke meja sisi tempat tidurnya dan naik ke tempat tidur tetapi tidak menarik kelambu menutup mengelilingi tiang-tiang tempat tidurnya; alih-alih, dia menatap petak langit berbintang yang tampak melalui jendela di samping tempat tidur Neville. Kalau dia tahu, pada saat ini kemarin malam, bahwa dalam waktu dua puluh empat jam dia akan mencium Cho Chang ... "Malam," dengkur Ron, dari suatu tempat di samping kanannya. "Malam," kata Harry. Mungkin kali berikutnya ... kalau ada kali berikutnya .... Cho akan sedikit lebih gembira. Dia seharusnya mengajaknya keluar; Cho mungkin telah mengharapkannya dan sekarang benar-benar marah kepadanya ... atau apakah dia sedang berbaring di ranjang, masih menangisi Cedric? Dia tidak tahu harus berpikir apa. Penjelasan Hermione membuat semuanya tampak lebih rumit bukannya lebih mudah dimengerti. Itulah yang seharusnya mereka ajarkan kepada kami di sini, pikirnya, sambil berbalik ke samping, bagaimana cara kerja otak anak perempuan ... lagipula akan lebih berguna daripada Ramalan ... Neville mendengus dalam tidurnya. Seekor burung hantu beruhu di suatu tempat di luar pandangan. Harry bermimpi dia kembali berada di ruangan DA. Cho sedang menuduhnya memikat dia ke sana dengan alasan-alasan palsu; katanya dia menjanjikannya seratus lima puluh Kartu Cokelat Kodok kalau dia muncul. Harry protes ... Cho berteriak, "Cedric memberiku banyak Kartu Cokelat Kodok, lihat!" Dan dia menarik keluar segenggam penuh Kartu dari bagian dalam jubahnya dan melemparkannya ke udara. Lalu dia berubah menjadi Hermione, yang berkata, "Kamu memang berjanji kepadanya, kau tahu, Harry ... kukira sebaiknya kamu memberinya sesuatu yang lain sebagai pengganti ... bagaimana kalau Fireboltmu?" Dan Harry protes bahwa dia tidak bisa memberi Cho Fireboltnya, karena Umbridge menahannya, dan lagipula semua hal itu menggelikan, dia cuma datang ke ruangan DA untuk memasang beberapa bola hiasan Natal yang berbentuk seperti kepala Dobby ... Lalu mimpi itu berubah ... Tubuhnya terasa licin, bertenaga dan luwes. Dia sedang meluncur di antara batang-batang logam mengkilat, menyeberangi batu yang dingin dan gelap ... dia rata dengan lantai, meluncur pada perutnya ... tempat itu gelap, tetapi dia bisa melihat benda-benda di sekitarnya berkilauan dalam warna-warna aneh dan bergetar ... dia memalingkan kepalanya ... pada pandangan pertama koridor itu kosong ... tetapi tidak ... seorang lelaki sedang duduk di lantai di depan, dagunya turun ke dadanya, garis bentuk tubuhnya bersinar dalam gelap ... Harry menjulurkan lidahnya ... dia merasakan bau lelaki itu di udara ... dia hidup tetapi mengantuk ... duduk di depan sebuah pintu di ujung koridor itu ... Harry ingin menggigit lelaki itu ... tapi dia harus menguasai dorongan itu ... dia punya pekerjaan yang lebih penting untuk dilakukan ... Tetapi lelaki itu bergerak ... sebuah Jubah perak jatuh dari kakinya ketika dia melompat bangkit; dan Harry melihat garis bentuk tubuhnya yang bergerak-gerak dan kabur menjulang tinggi di atasnya, melihat sebuah tongkat ditarik dari sebuah ikat pinggang ... dia tidak punya pilihan ... dia menaikkan tubuh dari lantai dan menyerang sekali, dua kali, tiga kali, menghujamkan taring-taringnya dalam-dalam ke daging lelaki itu, merasakan tulang iganya remuk di bawah rahangnya, merasakan semburan darah yang hangat ... Lelaki itu sedang berteriak kesakitan ... lalu dia terdiam ... dia merosot ke belakang pada dinding ... darah memercik ke lantai ... Keningnya sakit sekali ... sakit seperti akan meledak ... "Harry! HARRY!" Dia membuka matanya. Setiap inci tubuhnya tertutup keringat sedingin es; sepreinya terpelintir di sekelilingnya seperti jaket pengikat, dia merasa seolah-olah besi pengorek api yang panas sekali sedang dilekatkan ke keningnya. "Harry!" Ron sedang berdiri di atasnya terlihat benar-benar ketakutan. Ada lebih banyak figur di kaki ranjang Harry. Dia mencengkeram kepalanya dengan tangan; rasa sakit itu membutakannya ... dia bergulung ke kanan dan muntah ke tepi kasur. "Dia benar-benar sakit," kata sebuah suara takut. "Apakah kita harus memanggil seseorang?" "Harry! Harry!" Dia harus memberitahu Ron, sangat penting bahwa dia memberitahunya ... sambil menghirup udara banyak-banyak, Harry mendorong dirinya sendiri bangkit di tempat tidur, memaksa dirinya tidak muntah lagi, rasa sakit itu setengah membutakannya. "Ayahmu," dia terengah-engah, dadanya turun-naik. "Ayahmu ... diserang ... " "Apa?" kata Ron tidak mengerti. "Ayahmu! Dia digigit, serius, ada darah di mana-mana ... " "Aku akan mencari bantuan," kata suara takut yang sama, dan Harry mendengar langkah-langkah kaki keluar dari kamar asrama. "Harry, sobat," kata Ron tidak yakin, "kau ... kau cuma bermimpi "Tidak!" kata Harry dengan marah; penting bahwa Ron mengerti. "Itu bukan mimpi ... bukan mimpi biasa ... aku ada di sana, aku melihatnya ... aku melakukannya ... " Dia bisa mendengar Seamus dan Dean bergumam tetapi tidak peduli. Rasa sakit di keningnya agak berkurang, walaupun dia masih berkeringat dan gemetaran hebat. Dia muntah lagi dan Ron melompat mundur menjauh. "Harry, kau tidak sehat," katanya bergetar. "Neville sudah pergi mencari bantuan." "Aku baik-baik saja!" Harry tersedak, menyeka mulutnya pada piyamanya dan gemetaran tak terkendali. "Tak ada yang salah denganku, ayahmu yang harus kau khawatirkan -- kita perlu mencari tahu di mana dia -- dia berdarah hebat -- aku -- itu seekor ular besar." Dia mencoba keluar dari tempat tidur tetapi Ron mendorongnya kembali; Dean dan Seamus masih berbisik-bisik di suatu tempat di dekat situ. Apakah satu menit berlalu atau sepuluh menit, Harry tidak tahu; dia hanya duduk di sana gemetaran, merasakan sakit yang pelan-pelan surut dari bekas lukanya ... lalu ada langkah-langkah kaki bergegas menaiki tangga dan dia mendengar suara Neville lagi. "Sebelah sini, Profesor." Profesor McGonagall datang dengan bergegas ke dalam kamar asrama itu mengenakan jubah panjang kotak-kotaknya, kacamatanya bertengger miring di batang hidung kurusnya. "Ada apa, Potter? Di mana yang sakit?" Dia belum pernah begitu senang berjumpa dengannya; yang dia butuhkan sekarang adalah seorang anggota Order of Phoenix, bukan seseorang yang mencerewetinya dan meresepkan ramuan-ramuan tak berguna. "Ayah Ron," katanya sambil duduk lagi. "Dia diserang seekor ular dan masalahnya serius, aku melihatnya terjadi." "Apa maksudmu, kau melihatnya terjadi?" kata Profesor McGonagall, alisnya yang gelap bertaut. "Aku tidak tahu ... aku sedang tidur dan kemudian aku ada di sana "Maksudmu kau memimpikan ini?" "Tidak!" kata Harry dengan marah; tak adakah dari mereka yang akan mengerti? "Awalnya aku sedang bermimpi tentang sesuatu yang benar-benar berbeda, sesuatu yang bodoh ... dan lalu ini memotongnya. Itu nyata, aku tidak membayangkannya. Mr Weasley sedang tertidur di atas lantai dan dia diserang oleh seekor ular raksasa, ada banyak darah, dia jatuh, seseorang harus mencari tahu di mana dia ... " Profesor McGonagall sedang menatapnya melalui kacamatanya yang miring seolah-olah ngeri akan apa yang sedang dilihatnya. "Aku tidak sedang berbohong dan aku tidak gila!" Harry memberitahunya, suaranya meninggi menjadi teriakan. "Kuberitahu Anda, aku melihatnya terjadi!" "Aku percaya padamu, Potter," kata Profesor McGonagall pendek. "Kenakan jubah panjangmu -- kita akan menemui Kepala Sekolah." BAB DUA PULUH DUA Rumah Sakit St Mungo untuk Penyakit dan Luka Sihir Harry sangat lega dia menanggapinya dengan serius sehingga dia tidak ragu-ragu, tetapi langsung melompat dari tempat tidur, menarik jubah longgarnya dan menekankan kacamatanya kembali ke hidungnya. "Weasley, kamu harus ikut juga," kata Profesor McGonagall. Mereka mengikuti Profesor McGonagall melewati figur-figur diam dari Neville, Dean dan Seamus, keluar asrama, menuruni tangga-tangga spiral ke dalam ruang duduk, melalui lubang potret dan menyusuri koridor Nyonya Gemuk yang diterangi bulan. Harry merasa seakan-akan kepanikan di dalam dirinya dapat meluap setiap waktu; dia ingin berlari, berteriak kepada Dumbledore; Mr Weasley sedang mengalami pendarahan sementara mereka berjalan dengan tenangnya, dan bagaimana jika taring-taring itu (Harry mencoba keras untuk tidak berpikir "taring-taringku") beracun? Mereka melewati Mrs Norris, yang mengalihkan matanya yang seperti lampu ke arah mereka dan mendesis pelan, tetapi Profesor McGonagall berkata, "Shoo!" Mrs Norris menyelinap pergi ke dalam bayangan, dan dalam beberapa menit mereka telah mencapai gargoyle batu yang menjaga pintu masuk ke kantor Dumbledore. "Kumbang Berdesing," kata Profesor McGonagall. Gargoyle itu menjadi hidup dan melompat ke samping; dinding di belakangnya terbelah menjadi dua dan menyingkapkan tangga spiral yang terus berputar ke atas seperti sebuah eskalator spiral. Ketiganya melangkah ke atas tangga bergerak; dinding menutup di belakang mereka dengan suara gedebuk dan mereka bergerak ke atas dalam lingkaran rapat sampai mereka mencapai dinding kayu ek yang terpelitur halus dengan pengetuk kuningan yang berbentuk seekor griffin. Walaupun sudah lewat tengah malam ada suara-suara yang datang dari dalam ruangan, sejumlah banyak celotehan. Kedengarannya seakan-akan Dumbledore sedang menjamu sedikitnya selusin orang. Profesor McGonagall mengetuk tiga kali dengan pengetuk griffin itu dan suara-suara mendadak berhenti seakan-akan seseorang telah mematikan saklarnya. Pintu terbuka sendiri dan Profesor McGonagall menuntun Harry dan Ron ke dalam. Ruangan itu setengah gelap; instrumen-instrumen perak aneh yang terletak di atas meja-meja diam dan tidak bergerak bukannya bergolak dan mengeluarkan embusan asap seperti yang biasa mereka lakukan; potret-potret para kepala sekolah terdahulu yang menutupi dinding-dinding sedang mendengkur dalam bingkai mereka. Di balik pintu, seekor butung berwarna merah dan emas seukuran angsa tertidur pada tempat bertenggernya dengan kepala di bawah sayap. "Oh, ternyata Anda, Profesor McGonagall ... dan ... ah." Dumbledore sedang duduk di atas sebuah kursi bersandaran tinggi di belakang meja tulisnya; dia mencondongkan badannya ke depan ke dalam cahaya lilin yang menerangi kertas-kertas yang terbentang di hadapannya. Dia mengenakan jubah longgar berwarna ungu dan emas yang penuh bordiran di atas baju tidur seputih salju, tetapi kelihatan belum mengantuk, mata biru cerahnya yang tajam menatap Profesor McGonagall. "Profesor Dumbledore, Potter mengalami, ... well, mimpi buruk," kata Profesor McGonagall. "Katanya ... " "Itu bukan mimpi buruk," kata Harry cepat. Profesor McGonagall berpaling menatapnya, sedikit merengut. "Baiklah, Potter, ceritakan kepada Kepala Sekolah mengenainya." "Aku ... well, aku sedang tidur kata Harry dan, bahkan dalam ketakutan dan keputus-asaannya untuk membuat Dumbledore mengerti, dia merasa sedikit dongkol bahwa Kepala Sekolah tidak melihat kepadanya, tetapi memeriksa jari-jarinya yang dikaitkan. "Tapi itu bukan mimpi biasa ... itu benar-benar terjadi ... aku lihat kejadiannya Dia mengambil napas dalam-dalam, "Ayah Ron -- Mr Weasley -- telah diserang oleh ular raksasa." Kata-kata itu sepertinya bergaung di udara setelah dikatakan, kedengaran sedikit konyol, bahkan lucu. Ada jeda di mana Dumbledore menyandar ke belakang dan menatap langit-langit sambil merenung. Ron melihat dari Harry ke Dumbledore, wajahnya putih dan kelihatan terguncang. "Bagaimana kamu melihat hal ini?" Dumbledore bertanya dengan pelan, masih tidak melihat ke arah Harry. "Well ... Aku tidak tahu," kata Harry, agak marah -- apa pentingnya itu? "Di dalam kepalaku, kurasa -- " "Kamu salah mengerti," kata Dumbledore, masih dalam nada tenang yang sama. "Maksudku ... dapatkah kau ingat -- er -- di maan posisimu selagi kamu menyaksikan serangan ini terjadi? Apakah kamu mungkin berdiri di samping korban, atau melihat ke bawah pada adegan itu dari atas?" Ini adalah pertanyaan yang sangat aneh sehingga Harry terkesiap pada Dumbledore; hampir seakan-akan dia tahu ... "Akulah ularnya," dia berkata. "Aku melihat semuanya dari sudut pandang si ular." Tidak ada yang berbicara selama beberapa saat, lalu Dumbledore, sekarang melihat kepada Ron yang masih berwajah pucat, bertanya dalam suara yang lebih tajam, "Apakah Arthur terluka parah?" "Ya," kata Harry dengan sungguh-sungguh -- mengapa mereka semua sangat lambat mengerti, apakah mereka tidak sadar berapa banyak darah yang mengucur jika taring-taring sepanjang itu menusuk tubuh mereka? Dan mengapa Dumbledore tidak menunjukkan sopan-santun dengan melihat ke arahnya? Tetapi Dumbledore berdiri, demikian cepatnya sampai Harry terlompat, dan berbicara kepada salah satu potret tua yang tergantung sangat dekat ke langit-langit. "Everard?" dia berkata dengan tajam. "Dan kamu juga, Dilys!" Seorang penyihir pria berwajah pucat dengan poni hitam pendek dan seorang penyihir wanita tua dengan ikat-ikal panjang keperakan dalam bingkai di sampingnya, keduanya tampak sedang tertidur lelap, membuka mata mereka dengan segera. "Kalian mendengarkan?" kata Dumbledore. Si penyihir pria mengangguk; yang wanita berkata, "Tentu saja." "Lelaki itu berambut merah dan berkacamata," kata Dumbledore. "Everard, kamu harus menyalakan tanda bahaya, pastikan dia ditemukan oleh orang-orang yang tepat - Keduanya mengangguk dan berpindah ke samping keluar dari bingkai mereka, tetapi bukannya muncul di lukiasn-lukisan tetangganya (seperti yang biasa terjadi di Hogwarts) tidak satupun muncul kembali. Salah satu bingkai sekarang tidak bingkai apapun kecuali gorden gelap di latar belakang, bingkai yang satunya lagi sebuah kursi berlengan yang indah. Harry memperhatikan bahwa banyak dari kepala sekolah lainnya di dinding, walaupun mendengkur dan meneteskan liur dengan sangat meyakinkan, terus mengintip ke arahnya dari bawah kelopak mata mereka, dan dia tiba-tiba mengerti siapa yang sedang berbicara ketika mereka mengetuk pintu. "Everard dan Dilys adalah dua di antara Kepala Hogwarts yang paling ternama," Dumbledore berkata, sekarang berjalan mengitari Harry, Ron dan Profesor McGonagall untuk mendekati burung indah yang sedang tidur di tempat bertenggernya di samping pintu. "Kemashyuran mereka sedemikian rupa sehingga keduanya memiliki potret yang bergantung di institusi-institusi sihir penting lainnya. Karena mereka bebas berpindah antar potret mereka sendiri, mereka dapat memberitahu kita apa yang mungkin terjadi di tempat lain ... " "Tetapi Mr Weasley dapat berada di mana saja!" kata Harry. "Silahkan duduk, kalian bertiga," kata Dumbledore, seakan-akan Harry tidak berbicara sama sekali, "Everard dan Dilys mungkin tidak akan kembali dalam beberapa menit. Profesor McGonagall, jika Anda bersedia mendatangkan kursi-kursi tambahan." Profesor McGonagall menarik tongkatnya keluar dari jubah longgarnya dan melambaikannya; tiga kursi muncul di udara, dengan sandaran tegak dan terbuat dari kayu, sama sekali lain dengan kursi berlengan nyaman dengan kain cita yang disihir Dumbledore di acara dengar pendapat Harry. Harry duduk, memandangi Dumbledore dari balik bahunya. Dumbledore sekarang sedang mengelus kepala Fawkes yang berbulu halus keemasan dengan satu jari. Burung phoenix itu terbangun dengan segera. Dia merentangkan kepalanya yang indah tinggi-tinggi dan memandangi Dumbledore melalui mata gelap yang cemerlang. "Kami akan butuh," Dumbledore berkata sangat pelan kepada burung itu, "sebuah peringatan." Ada kilasan api dan burung phoenix itu pergi. Dumbledore sekarang berjalan ke salah satu instrumen perak yang mudh pecah yang kegunaannya belum pernah diketahui Harry, membawanya ke meja tulisnya, duduk menghadap mereka lagi dan mengetuknya dengan pelan menggunakan ujung tongkatnya. Instrumen itu seketika menjadi hidup dengan bunyi denting yang berirama. Gumpalan kekil asap hijau muncul dari tabung perak yang amat kecil di puncaknya. Dumbledore memperhatikan asap itu dengan seksama, alisnya mengerut. Setelah beberapa detik, gumpalan-gumpalan kecil tersebut menjadi aliran asap yang kuat yang menebal dan bergelung di udara ... kepala seekor ular tumbuh di ujungnya, membuka mulut lebar-lebar. Harry mengira-ngira apakan instrumen tersebut membenarkan ceritanya: dia melihat dengan tidak sabar kepada Dumbledore untuk mencari tanda-tanda bahwa dirinya benar, tetapi Dumbledore tidak melihat ke atas. "Tentu saja, tentu saja," gumam Dumbledore tampaknya kepada diri sendiri, masih memandangi aliran asap tanpa tanda-tanda keterkejutan sama sekali. "Tetapi intisarinya terbagi?" Harry sama sekali tidak mengerti arti pertanyaan itu. Akan tetapi, ular berasap itu membelah diri seketika menjadi dua ekor ular, keduanya bergelung dan bergoyang seperti ombak di udara yang gelap. Dengan pandangan puas yang suram, Dumbledore mengetuk instrumen itu sekali lagi dengan tongkatnya: bunyi denting semakin pelan dan menghilang dan ular berasap memudar, menjadi kabut yang tidak berbentuk dan menghilang. Dumbledore mengembalikan instrumen tersebut ke atas meja kecil berkaki panjangnya. Harry melihat banyak dari kepala sekolah lama dalam potret-potret mereka mengikuti dia dengan mata mereka, lalu, menyadari bahwa Harry sedang mengamati mereka, cepat-cepat berpura-pura tidut lagi. Harry ingin bertanya apa kegunaan instrumen perak aneh itu, tetapi sebelum dia dapat melakukannya, ada teriakan dari bagian atas dinding di sebelah kanan mereka; penyihir yang disebut Everard telah muncul kembali ke dalam potretnya, sedikit terengah-engah. "Dumbledore!" "Ada berita apa?" kata Dumbledore segera. "Aku berteriak sampai seseorang datang sambil berlari," kata si penyihir, yang sedang mengelap alisnya pada tirai di belakangnya, "berkata kudengar sesuatu bergerak di lantai bawah -- mereka tidak yakin apakah harus percaya padaku tetapi turun juga untuk mengecek -- kamu "kan tahu tidak ada potret di bawah sana untuk menyaksikannya. Namun demikian, mereka membawanya ke atas beberapa menit kemudian. Dia tidak tampak baik, dia penuh darah, aku berlari ke potret Elfrida Cragg untuk mendapatkan pandangan yang utuh sewaktu mereka pergi -- " "Bagus," kata Dumbledore sementara Ron membuat gerakan menggelepar. "Kurasa Dilys pasti telah melihatnya tiba, lalu -- " Dan sejenak kemudian, penyihir wanita berikal keperakan itu juga telah muncul kembali ke dalam lukisannya, dia terhenyak, batuk-batuk, ke dalam kursi berlengannya dan berkata, "Ya, mereka telah membawanya ke St Mungo, Dumbledore ... mereka membawanya melewati potretku ... dia tampak parah "Terima kasih," kata Dumbledore. Dia memandang ke sekitar ke arah Profesor McGonagall. "Minerva, aku perlu kamu pergi dan membangunkan anak-anak Weasley yang lain." "Tentu saja Profesor McGonagall bangkit dan bergerak cepat menuju pintu. Harry melayangkan pandangan ke samping kepada Ron, yang terlihat ketakutan. "Dan Dumbledore -- bagaimana dengan Molly?" kata Profesor McGonagall, berhenti sejenak di pintu. "Itu adalah tugas Fawkes ketika dia selesai berjaga-jaga terhadap siapapun yang mendekat," kata Dumbledore. "Tetapi dia mungkin sudah tahu ... jamnya yang ulung itu ... " Harry tahu Dumbledore sedang membicarakan jam yang memberitahu, bukan waktu, tetapi keberadaan dan kondisi berbagai anggota keluarga Weasley, dan dengan kepedihan tiba-tiba dia berpikir bahwa jarum Mr Weasley pastilah, bahkan sekarang, menunjuk ke bahaya maut. Tetapi hari sudah sangat malam. Mrs Weasley mungkin sudah tertidur, tidak memperhatikan jam itu. Harry merasa dingin sewaktu dia mengingat Boggart Mrs Weasley yang berubah menjadi tubuh tidak bernyawa Mr Weasley, kacamatanya miring, darah bercucuran di wajahnya ... tetapi Mr Weasley tidak akan mati ... dia tidak mungkin ... Dumbledore sekarang menggeledah sebuah lemari di belakang Harry dan Ron. Dia keluar dari lemari itu sambil membawa sebuah ketel tua yang telah menghitam, yang diletakkannya dengan hati-hati dia atas meja tulisnya. Dia menaikkan tongkatnya dan bergumam, "Portus!" Sejenak ketel itu bergetar, mengeluarkan cahaya biru yang aneh; lalu bergetar diam, masih sehitam dulu. Dumbledore berjalan ke potret lainnya, kali ini seorang peyihir pria berwajah cerdas dengan janggut runcing, yang telah dilukis mengenakan warna-warna Slytherin hijau dan perak dan tampaknya sedang tertidur begitu lelapnya sehingga dia tidak bisa mendengar suara Dumbledore sewaktu mencoba membangunkannya. "Phineas. Phineas." Subyek potret-potret yang berbaris di ruangan itu tidak lagi berpura-pura tidur; mereka bergeser-geser dalam bingkai mereka, supaya melihat apa yang sedang terjadi dengan baik. Ketika penyihir berwajah cerdas itu terus berpura-pura tertidur, beberapa dari mereka meneriakkan namanya juga. "Phineas! Phineas! PHINEAS!" Dia tidak bisa berpura-pura lebih lama lagi; dia memberi sentakan yang dibuat-buat dan membuka matanya lebar-lebar. "Apakah ada yang memanggil?" "Aku perlu kamu mengunjungi potretmu yang satu lagi, Phineas," kata Dumbledore. "Aku punya pesan lain." "Mengunjungi potretku yang lain?" kata Phineas dengan suara nyaring, mengeluarkan kuap panjang yang palsu (matanya jelalatan ke seluruh ruangan dan berfokus pada Harry). "Oh, tidak, Dumbledore, aku terlalu lelah malam ini." Sesuatu mengenai suara Phineas terasa akrab bagi Harry, di mana pernah didengarnya? Tetapi sebelum dia sempat berpikir, potret-potret pada dinding-dinding yang mengelilingi mengeluarkan serangan protes. "Ketidakpatuhan, sir!" raung seorang penyihir gemuk berhidung merah, sambil memamerkan kepalan tangannya. "Kelalaian melakukan tugas!" "Kita terikat kehormatan untuk memberi jasa kepada Kepala Sekolah Hogwarts yang sekarang!" teriak seorang penyihir tua yang tampak rapuh yang dikenali Harry sebagai pendahulu Dumbledore, Armando Dippet. "Seharusnya kamu malu, Phineas!" "Haruskah aku membujuknya, Dumbledore?" panggil seorang penyihir wanita bermata jelalatan, mengangkat sebuah tongkat yang ketebalannya tidak biasa yang mirip cambuk dari kayu birch. "Oh, baiklah," kata penyihir yang dipanggil Phineas, menatap tongkat itu dengan pengertian, "walaupun dia mungkin telah menghancurkan lukisanku sekarang, dia telah membuang sebagian besar anggota keluarga -- " "Sirius tahu betul untuk tidak menghancurkan potretmu," kata Dumbledore, dan Harry segera menyadari di mana dia telah mendengar suara Phineas sebelumnya: muncul dari bingkai yang tampak kosong di dalam kamar tidurnya di Grimmauld Place. "Kamu harus memberi pesan bahwa Arthur Weasley telah terluka parah dan bahwa istri, anak-anaknya dan Harry Potter akan segera tiba di rumahnya. Mengerti?" "Arthur Weasley, terluka, istri dan anak-anak dan Harry Potter akan menginap," ulang Phineas dengan suara bosan. "Ya, ya ... baiklah Dia menukik ke bingkai potret dan menghilang dari pandangan pada saat yang sama dengan terbukanya kembali pintu ruang kerja tersebut. Fred, George dan Ginny diantarkan ke dalam oleh Profesor McGonagall, ketiganya tampak acak-acakan dan terguncang, masih dalam pakaian tidur mereka. "Harry -- apa yang terjadi?" tanya Ginny, yang terlihat ketakutan. "Profesor McGonagall bilang kamu melilhat Dad terluka -- " "Ayah kalian telah terluka selama dia bekerja bagi Order of the Phoenix," kata Dumbledore, sebelum Harry dapat berbicara. "Dia telah dibawa ke Rumah Sakit St Mungo untuk Penyakit dan Luka Sihir. Aku akan mengirim kalian kembali ke rumah Sirius, yang jauh lebih dekat ke rumah sakit daripada The Burrow. Kalian akan bertemu ibu kalian di sana." "Bagaimana caranya kami pergi?" tanya Fred, terlihat gemetar. "Bubuk Floo?" "Bukan," kata Dumbledore, "Bubuk Floo tidak aman saat ini, Jaringannya sedang diawasi. Kalian akan menggunakan Portkey." Dia menunjuk ketel tua yang tergeletak di atas meja tulisnya. "Kita hanya sedang menunggu Phineas Nigellus melapor kembali ... Aku ingin meyakinkan bahwa semuanya aman sebelum mengirim kalian - Ada kilatan api di tengah kantor, meninggalkan sehelai bulu keemasan yang melayang dengan lembut ke lantai. "Itu peringatan Fawkes," kata Dumbledore, menangkap jatuhnya bulu itu. "Profesor Umbridge pasti telah tahu kalian tidak berada di tempat tidur kalian ... Minerva, pergilah dan cegat dia -- buatlah cerita apa saja -- " Profesor McGonagall telah pergi bersama kibasan tartan. "Katanya dia akan senang," kata sebuah suara bosan di belakang Dumbledore; penyihir yang dipanggil Phineas telah muncul kembali di depan panji Slytherinnya. "Cicit piutku selalu punya selera yang aneh dalam memilih tamu rumah." "Kalau begitu, kemarilah," Dumbledore berkata kepada Harry dan para Weasley. "Dan cepatlah, sebelum yang lain bergabung dengan kita." Harry dan yang lainnya berkumpul di sekeliling meja tulis Dumbledore. "Kalian semua sudah pernah menggunakan Portkey sebelumnya?" tanya Dumbledore, dan mereka mengangguk, masing-masing menggapai untuk menyentuh sebagian ketel menghitam itu. "Bagus. Pada hitungan ketiga, ... satu ... dua Kejadiannya sepersekian detik: pada jeda yang sangat singkat sebelum Dumbledore berkata "tiga", Harry melihat ke atas kepadanya -- mereka sangat dekat -- dan pandangan biru jernih Dumbledore berpindah dari Portkey ke wajah Harry. Seketika, bekas luka Harry terbakar panas sekali, seakan-akan luka lama yang telah terbuka lagi -- dan tanpa diperintah, tanpa diminta, tetapi dengan sangat kuat, di dalam diri Harry timbul kebencian yang sangat kuat, sehingga untuk sejenak, dia merasa dia tidak menginginkan apapun daripada menyerang -- menggigit -membenamkan taring-taringnya ke dalam lelaki di hadapannya -- tiga. Harry merasakan sentakan kuat di balik pusarnya, tanah menghilang dari balik kakinya, tangannya terpancang pada ketel itu; dia terbentur yang lainnya ketika mereka semua mempercepat ke dalam pusaran warna dan deru angin, ketel itu menarik mereka maju ... sampai kakinya menghantam tanah, dan di suatu tempat yang dekat sebuah suara berkata: "Balik lagi, anak bandel darah-pengkhianat. Benarkan ayah mereka sekarat?" "KELUAR!" raung suara kedua. Harry berjuang berdiri dan melihat sekeliling; mereka telah tiba di dapur bawah tanah yang suram di nomor dua belas, Grimmauld Place. Satu-satunya sumber cahaya adalah api dan sebuah lilin yang bergoyang-goyang, yang menerangi sisa-sisa dari makan malam sendirian. Kreacher sedang menghilang lewat pintu ke aula, melihat balik kepada mereka dengan dengki sementara dia menyentak naik kain cawatnya; Sirius sedang menyuruh mereka bergegas, tampak cemas. Dia tidak bercukur dan masih mengenakan baju sehari-hari; ada juga sedikit bau minuman apak seperti Mundungus pada dirinya. "Apa yang terjadi?" dia berkata, merentangkan satu tangan untuk membantu Ginny naik. "Phineas Nigellus bilang Arthur terluka parah -- " "Tanya Harry," kata Fred. "Yeah, aku sendiri ingin mendengarnya," kata George. Si kembar dan Ginny sedang menatapnya. Langkah-langkah kaki Kreacher telah terhenti di tangga di luar. "Begini -- " Harry mulai; ini bahkan lebih buruk daripada memberitahu McGonagall dan Dumbledore. "Aku mendapatkan -- semacam -- penglihatan .. " Dan dia memberitahu mereka semua yang telah dia lihat, walaupun dia mmengubah cerita itu sehingga kedengarannya seakan-akan dia telah menyaksikan dari samping ketika ular itu menyerang, bukannya dari belakang mata ular itu sendiri. Ron, yang masih sangaat putih, memandangnya sekilas, tetapi tidak berbicara. Ketika Harry telah selesai, Fred, George dan Ginny terus menatapnya sejenak. Harry tidak tahu apakah dia hanya membayangkan atau tidak, tetapi dia merasa ada sesuatu yang menuduh dalam pandangan mereka. Well, jika mereka akan menyalahkan dia hanya karena melihat penyerangan itu, dia senang dia tidak memberitahu mereka bahwa dia telah berada di dalam ular itu pada saat itu. "Apakah Mum ada di sini?" kata Fred, menoleh kepada Sirius. "Dia mungkin bahkan belum tahu apa yang terjadi," kata Sirius. "Yang penting adalah mengeluarkan kalian sebelum Umbridge dapat turut campur. Kukira Dumbledore sedang memberitahu Molly sekarang." "Kami harus pergi ke St Mungo," kata Ginny mendesak. Dia melihat sekeliling kepada kakak-kakaknya; mereka tentu saja masih mengenakan piama mereka. "Sirius, dapatkah kamu meminjamkan kami mantel atau apapun?" "Tunggu dulu, kalian tidak bisa menyerbu St Mungo begitu saja!" kata Sirius. "Tentu kami bisa pergi ke St Mungo kalau kami mau," kata Fred, dengan ekspresi keras kepala. "Dia ayah kami!" "Dan bagaimana kalian akan menjelaskan cara kalian tahu bahwa Arthur diserang bahkan sebelum pihak rumah sakit memberitahu istrinya?" "Apa pentingnya itu?" kata George penuh semangat. "Itu penting karena kita tidak ingin menarik perhatian pada kenyataan bahwa Harry mengalami penglihatan mengenai hal-hal yang terjadi ratusan mil jauhnya!" kata Sirius dengan marah. "Tahukah kalian apa yang bisa dibuat Kementerian Sihir dengan informasi itu?" Fred dan George kelihatan seakan-akan mereka sama sekali tidak peduli apa yang bisa dibuat Kementerian dengan apapun juga. Ron masih berwajah kelabu dan tidak bersuara. Ginny berkata, "Orang lain dapat saja memberitahu kami ... kami bisa saja mendengarnya dari tempat lain selain Harry." "Seperti siapa?" kata Sirius tidak sabaran. "Dengar, ayah kalian terluka ketika bertugas demi Order. Keadaannya sudah cukup mencurigakan tanpa anak-anaknya mengetahui kejadian itu beberapa detik setelah terjadinya. Kalian dapat sungguh-sungguh membahayakan Order." "Kami tidak peduli mengenai Order bodoh itu!" teriak Fred. "Yang sedang kita bicarakan adalah ayah kami yang sedang sekarat!" pekik George. "Ayah kalian tahu apa yang dimasukinya dan dia tidak akan berterima kasih kepada kalian karena mengacaukan hal-hal untuk Order!" kata Sirius, sama marahnya. "Beginilah keadaanya -- ada hal-hal yang pantas diperjuangkan hingga mati!" "Mudah bagimu bicara, diam di sini saja!" teriak Fred. "Aku tidak melihatmu meresikokan lehermu!" Sedikit warna yang tertinggal di wajah Sirius terkuras darinya. Sejenak dia tampak seolah-olah ingin memukul Fred, tetapi ketika dia berbicara, suaranya tenang. "Aku tahu ini sulit, tetapi kita semua harus bertindak seolah-olah kita belum tahu apa-apa. Kita harus diam di sini, setidaknya sampai kita mendengar kabar dari ibu kalian, setuju?" Fred dan George masih tampak memberontak. Namun Ginny mengambil beberapa langkah ke kursi terdekat dan menghempaskan diri ke atasnya. Harry melihat kepada Ron, yang membuat gerakan aneh antara mengangguk dan mengangkat bahu, dan mereka juga duduk. Si kembar membelalak pada Sirius satu menit lagi, lalu mengambil tempat duduk di kedua sisi Ginny. "Begitulah yang benar," kata Sirius membesarkan hati, "ayolah, mari semua ... mari semua minum dulu selagi kita menunggu. Accio Butterbeer!" Dia mengangkat tongkatnya sewaktu berbicara dan setengah lusin botol terbang menuju mereka dari ruang penyimpanan, meluncur di atas meja, menghamburkan sisa-sisa makanan Sirius, dan berhenti dengan rapi di depan mereka berenam. Mereka semua minum, dan selama beberapa waktu satu-satunya suara yang ada adalah derak api dapur dan hantaman lembut botol-botol mereka ke meja. Harry hanya minum agar punya sesuatu untuk dilakukan dengan tangan-tangannya. Perutnya penuh dengan rasa bersalah yang panas menggelembung. Mereka tidak akan berada di sini kalau bukan karena dia; mereka semua pasti sedang tertidur di tempat tidur. Dan tidaklah baik memberitahu dirinya sendiri bahwa dengan mengumumkan bahaya dia telah menjamin bahwa Mr Weasley ditemukan, karena ada juga urusan yang tidak bisa dihindari bahwa dialah yang telah menyerang Mr Weasley dari awal. Jangan bodoh, kamu tidak punya taring, dia memberitahu dirinya sendiri, mencoba untuk tetap tenang, walaupun tangan pada botol Butterbeernya bergetar, kamu sedang berbaring di tempat tidur, kamu tidak sedang menyerang siapapun. Tapi kalau begitu, apa yang baru saja terjadi di kantor Dumbledore? Dia bertanya pada dirinya sendiri. Aku merasa seolah aku ingin menyerang Dumbledore juga ... Dia meletakkan botol sedikit lebih keras daripada yang dimaksudkannya, dan botol itu tumpah ke atas meja. Tidak seorangpun memperhatikan. Lalu seberkas api di udara menerangi piring-piring kotor di depan mereka dan, ketika mereka mengeluarkan jeritan karena terguncang, segulung perkamen jatuh dengan bunyi keras ke atas meja, diikuti dengan sehelai bulu ekor phoenix keemasan. "Fawkes!" kata Sirius seketika, sambil menyambar perkamen itu. "Itu bukan tulisan Dumbledore -- pastilah pesan dari ibu kalian -- ini -- " Dia menyorongkan surat itu ke tangan George, yang merobeknya hingga terbuka dan membaca keras-keras: "Dad masih hidup. Aku sedang menuju St Mungo sekarang. Tetap di tempat kalian berada. Aku akan mengirimkan kabar secepat aku bisa. Mum" George melihat ke sekeliling meja. "Masih hidup dia berkata pelan-pelan. "Tapi itu membuatnya kedengaran Dia tidak perlu menyelesaikan kalimat itu. Bagi Harry, kedengarannya juga seakan-akan Mr Weasley sedang melayang-layang di suatu tempat antara hidup dan mati. Masih luar biasa pucat, Ron menatap ke balik surat ibunya seolah-olah surat itu bisa mengutarakan kata-kata penghiburan kepadanya. Fred menarik perkamen itu dari tangan George dan membacakannya pada dirinya sendiri, lalu memandang ke Harry, yang merasa tangannya bergetar pada botol Butterbeernya lagi dan menggenggamnya lebih erat untuk mencegah getaran itu. Kalau Harry pernah duduk melewati malam yang lebih panjang dari yang ini, dia tidak bisa mengingatnya. Sirius menyarankan sekali, tanpa keyakinan asli, bahwa mereka semua pergi tidur, tetapi tampang jijik keluarga Weasley sudah cukup sebagai jawaban. Mereka kebanyakan duduk diam di sekitar meja, sambil mengamati sumbu lilin terbenam semakin rendah dan berubah menjadi cairan lilin, terkadang mengangkat botol ke bibir mereka, berbicara hanya untuk mengecek waktu, untuk bertanya-tanya dengan keras apa yang sedang terjadi, dan untuk meyakinkan satu sama lain bahwa kalau ada kabar buruk, mereka akan langsung tahu, karena Mrs Weasley pastilah sudah sejak lama sampai di St Mungo. Fred tertidur, kepalanya terguling ke samping ke atas bahunya. Ginny menggerlung seperti seekor kucing di atas kursinya, tetapi matanya terbuka; Harry bisa melihat matanya memantulkan cahaya api. Ron sedang duduk dengan kepala di tangannya, apakah terbangun atau tertidur tidak mungkin diketahui. Harry dan Sirius seringkali saling berpandangan, sebagai pengacau dalam kesedihan keluarga, sambil menunggu ... menunggu ... Pada pukul sepuluh lewat lima pagi menurut jam tangan Ron, pintu dapur terayun membuka dan Mrs Weasley memasuki dapur. Dia sangat pucat, tetapi ketika mereka semua berpaling melihatnya, Fred, Ron dan Harry setengah berdiri dari kursi mereka, dia memberikan senyum lesu. "Dia akan baik-baik saja," katanya, suaranya lemah karena capek. "Dia sedang tidur. Kita semua bisa pergi dan menjenguknya nanti; dia akan izin dari kerja pagi ini." Fred jatuh kembali ke kursinya dengan tangan menutupi wajahnya. George dan Ginny bangkit, berjalan cepat ke ibu mereka dan memeluknya. Ron mengeluarkan tawa yang sangat bergetar dan menghabiskan sisa Butterbeernya dalam sekali teguk. "Sarapan!" kata Sirius keras-keras dan dengan gembira, sambil melompat berdiri. "Di mana peri-rumah sialan itu? Kreacher! KREACHER!" Tetapi Kreacher tidak menjawab panggilan itu. "Oh, kalau begitu, lupakan dia," omel Sirius, sambil menghitung orang-orang di depannya. "Jadi, sarapan pagi untuk -- kulihat dulu -- tujuh ... daging asin dan telur, kukira, dan teh, dan roti panggang -- " Harry bergegas ke kompor untuk membantu. Dia tidak ingin mengganggu kebahagiaan keluarga Weasley dan dia takut akan saat ketika Mrs Weasley memintanya menceritakan kembali penglihatannya. Akan tetapi, dia baru mengambil piring-piring dari lemari ketika Mrs Weasley mengangkatnya dari tangannya dan menarik dia ke dalam pelukannya. "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau bukan karena kamu, Harry," dia berkata dengan suara teredam. "Mereka mungkin tidak akan menemukan Arthur selama beberapa jam, dan saat itu pasti sudah terlambat, tapi berkat dirimu dia masih hidup dan Dumbledore bisa memikirkan cerita pengalih yang bagus tentang Arthur berada di tempat itu, kau tidak tahu masalah apa yang dapat diperolehnya kalau tidak begitu, lihat saja Sturgis yang malang ... " Harry hampir tidak bisa menerima rasa terima kasihnya, tetapi untung saja dia segera melepaskan dirinya untuk berpaling kepada Sirius dan berterima kasih kepadanya karena menjaga anak-anaknya melewati malam itu. Sirius berkata dia sangat senang bisa membantu, dan berharap mereka semua akan tinggal dengannya selama Mr Weasley berada di rumah sakit. "Oh, Sirius, aku sangat berterima kasih ... mereka mengira dia akan berada di sana selama beberapa waktu dan pastilah menyenangkan berada lebih dekat ... tentu saja, itu berarti kami akan berada di sini selama Natal." "Semakin banyak semakin riang!" kata Sirius dengan ketulusan yang tampak jelas sehingga Mrs Weasley tersenyum kepadanya, mengenakan sebuah celemek dan mulai membantu membuat sarapan. "Sirius," Harry bergumam, tidak dapat menahannya lebih lama lagi. "Boleh aku bicara sebentar? Er -- sekarang?" Dia berjalan ke dalam ruang penyimpanan yang gelap dan Sirius mengikuti. Tanpa pembukaan, Harry memberitahu ayah angkatnya setiap detil dari penglihatan yang dialaminya, termasuk fakta bahwa dia sendiri yang telah menjadi ular yang menyerang Mr Weasley. Ketika dia berhenti sejenak untuk mengambil napas, Sirius berkata, "Apakah kamu memberitahukan Dumbledore hal ini?" "Ya," kata Harry tidak sabar, "tapi dia tidak memberitahuku apa artinya itu. Well, dia tidak memberitahuku apa-apa lagi." "Aku yakin dia pasti akan memberitahumu kalau itu sesuatu yang perlu dikhawatirkan," kata Sirius dengan mantap. "Tapi bukan itu saja," kata Harry, dengan suara yang hanya sedikit di atas bisikan. "Sirius, aku ... kukira aku akan jadi gila. Tadi di kantor Dumbledore, persis sebelum kami mengambil Portkey ... selama beberapa detik di sana aku berpikir aku seekor ular, aku merasa seperti seekor -- bekas lukaku sangat sakit ketika aku melihat kepada Dumbledore -- Sirius, aku ingin menyerangnya." Dia hanya bisa melihat sepotong wajah Sirius; sisanya berada dalam kegelapan. "Itu pasti lanjutan dari penglihatan tadi, itu saja," kata Sirius. "Kamu masih memikirkan mimpi atau apapun itu dan -- " "Bukan itu," kata Harry sambil menggelengkan kepalanya, "rasanya seperti sesuatu bangkit dalam diriku, seperti ada seekor ular di dalam diriku." "Kamu butuh tidur," kata Sirius dengan tegas. "Kamu akan sarapan pagi, lalu naik ke atas ke tempat tidur, dan setelah makan siang kamu bisa pergi dan menjenguk Arthur dengan yang lain. Kamu sedang terguncang, Harry; kamu menyalahkan dirimu untuk sesuatu yang hanya kausaksikan, dan beruntunglah kau menyaksikannya atau Arthur mungkin sudah mati. Berhentilah khawatir." Dia menepuk pundak Harry dan meninggalkan ruang penyimpanan, meninggalkan Harry berdiri sendiri dalam kegelapan. * Semua orang kecuali Harry menghabiskan sisa pagi itu dengan tidur. Dia naik ke kamar tidur yang telah dipakai bersama olehnya dan Ron selama beberapa minggu dalam musim panas, tetapi sementara Ron merangkak ke tempat tidur dan tertidur dalam beberapa menit, Harry duduk berpakaian lengkap, membungkuk pada batang logam kepala tempat tidur yang dingin, dengan sengaja menjaga dirinya dalam keadaan tidak nyamam, bertekad untuk tidak tertidur, takut bahwa dia mungkin berubah menjadi ular lagi dalam tidurnya dan terbangun menemukan bahwa dia telah menyerang Ron, atau merayap di rumah itu mengejar salah satu dari yang lain ... Ketika Ron terbangun, Harry berpura-pura telah menikmati tidur sejenak yang menyegarkan juga. Koper-koper mereka tiba dari Hogwarts ketika mereka sedang makan siang, sehingga mereka bisa berpakaian sebagai Muggle untuk perjalanan ke St Mungo. Semua orang kecuali Harry senang tidak karuan dan cerewet ketika mereka mengganti jubah mereka ke dalam celana jins dan baju kaus. Ketika Tonks dan Mad-Eye muncul untuk mengawal mereka menyeberangi London, mereka menyambut dengan riang gembira, sambil menertawakan topi bowler yang sedang dikenakan Mad-Eye pada sudut yang menyembunyikan mata sihirnya dan meyakinkan dia, dengan sebenarnya, bahwa Tonks, yang rambutnya pendek dan berwarna merah muda menyala lagi, akan menarik lebih sedikit perhatian di Kereta Bawah Tanah. Tonks sangat tertarik dengan penglihatan Harry mengenai penyerangan Mr Weasley, sesuatu yang Harry sama sekali tidak berminat membahas. "Tidak ada darah Penglihat dalam keluargamu, "kan?" dia bertanya dengan penuh rasa ingin tahu, ketika mereka duduk bersebelahan dalam kereta api yang sedang berderak menuju jantung kota. "Tidak," kata Harry, memikirkan Profesor Trelawney dan merasa terhina. "Tidak," kata Tonks sambil merenung, "tidak, kukira itu bukan ramalan yang sebenarnya yang kau lakukan itu, benar "kan? Maksudku, kau tidak melihat masa depan, kau melihat masa sekarang ... aneh, bukan? Walau berguna Harry tidak menjawab; untung saja, mereka keluar di pemberhentian berikutnya, sebuah stasiun di pusat kota London, dan dalam kesibukan meninggalkan kereta api dia bisa membuat Fred dan George berada di antara dirinya dan Tonks, yang sedang memimpin jalan. Mereka semua mengikutinya menaiki eskalator, Moody sambil berdebam di belakang kelompok, topinya miring dengan sudut rendah dan satu tangan berbonggol tersangkut di antara kancing-kancing mantelnya, memegang tongkatnya. Harry mengira dia merasakan mata tersembunyi menatap lekat kepadanya. Berusaha menghindari pertanyaan lagi mengenai mimpinya, dia bertanya kepada Mad-Eye di mana St Mungo tersembunyi. "Tidak jauh dari sini," gerutu Moody ketika mereka melangkah keluar ke udara musim dingin di jalan lebar yang diapit toko-toko dan dipenuhi orang-orang yang belanja untuk Natal. Dia mendorong Harry sedikit ke depannya dan tertatih persis di belakang; Harry tahu matanya sedang bergulir ke segala arah di bawah topi miring itu. "Tidak mudah menemukan lokasi yang bagus untuk sebuah rumah sakit. Tidak ada tempat di Diagon Alley yang cukup besar dan kami tidak bisa mendirikannya di bawah tanah seperti Kementerian -- tidak sehat. Akhirnya mereka berhasil mendapatkan sebuah bangunan di sini. Secara teori, penyihir yang sakit bisa datang dan pergi dan cukup berbaur dengan kerumunan." Dia meraih bahu Harry untuk mencegah mereka dipisahkan oleh serombongan pembelanja yang jelas hanya ingin masuk ke dalam sebuah toko di dekat situ yang penuh dengan peralatan listrik. "Ini dia," kata Moody sejenak kemudian. Mereka telah tiba di luar sebuah department store besar, kuno, merah bata yang dinamakan Purge & Dowse Ltd. Tempat itu memiliki hawa kumuh dan menyedihkan; pajangan di jendela terdiri atas bebrapa boneka retak dengan rambut palsu miring, berdiri sembarangan dan memperagakan mode yang sedikitnya sepuluh tahun ketinggalan zaman. Tanda-tanda besar pada pintu-pintu yang penuh debu bertuliskan: "Ditutup untuk Pembaruan". Harry jelas-jelas mendengar seorang wanita bertubuh besar dengan tas-tas belanja plastik berkata kepada temannya ketika mereka lewat, "Tidak pernah buka, tempat itu ... " "Benar," kata Tonks sambil memberi isyarat kepada mereka ke sebuah jendela yang tidak memperlihatkan apa-apa kecuali sebuah boneka wanita yang sangat jelek. Bulu mata palsu boneka itu sudah hampir jatuh dan dia sedang memperagakan sebuah baju luar nilon berwarna hijau. "Semua siap?" Mereka mengangguk, berkumpul di dekatnya. Moody memmberi Harry dorongan lagi di antara tulang bahunya untuk mendesaknya maju dan Tonks bersandar dekat ke kaca, sambil melihat kepada boneka yang sangat jelek itu, napasnya menguap ke kaca. "Pakabar," katanya, "kami ke sini untuk menjenguk Arthur Weasley." Harry berpikir betapa tidak masuk akalnya Tonks mengharapkan boneka itu mendengarnya berbicara begitu pelan melalui sehelai kaca, dengan bus-bus yang menderu lewat di belakangnya dan semua keributan jalan yang penuh pembelanja. Lalu dia mengingatkan dirinya bahwa lagipula boneka tidak bisa mendengar. Detik berikutnya, mulutnya terbuka karena terguncang ketika boneka itu memberi anggukan kecil dan memberi isyarat dengan jarinya, dan Tonks telah meraih Ginny dan Mrs Weasley di siku, melangkah tepat melalui kaca dan menghilang. Fred, George dan Ron melangkah mengikuti mereka. Harry melihat sekeliling ke kerumunan yang berdesak-desakan; tak seorangpun dari mereka terlihat melirik ke pajangan-pajangan jendela sejelek yang di Purge & Dowse Ltd; tidak juga mereka tampak memperhatikan bahwa enam orang baru saja melebur ke udara di depan mereka. "Ayo," geram Moody, sambil memberi Harry tusukan lain di punggung, dan bersama mereka melangkah maju melalui apa yang terasa seperti sehelai air sejuk, muncul agak hangat dan kering di sisi lain. Tidak ada tanda boneka jelek itu atau ruang tempat dia berdiri. Mereka berada di tempat yang mirip daerah penerimaan yang sesak di mana barisan penyihir wanita dan pria duduk di atas kursi-kursi kayu yang reyot, beberapa terlihat benar-benar normal dan sedang membaca dengan teliti salinan Witch Weekly yang sudah basi, yang lainnya memperlihatkan keanehan yang mengerikan seperti belalai gajah atau tangan tambahan yang melekat pada dada mereka. Ruangan itu hampir sama bisingnya dengan jalan di luar, karena banyak pasien yang membuat bunyi-bunyi sangat aneh: seorang penyihir wanita di tengah barisan depan, yang sedang mengipasi dirinya sendiri dengan bersemangat dengan sebuah salinan Daily Prophet, terus mengeluarkan siulan melengking tinggi selagi uap keluar dari mulutnya; seorang penyihir tua yang tampak kotor di sudut bergemerincing seperti lonceng setiap kali dia berpindah dan, dengan setiap gemerincing, kepalanya bergetar dengan mengerikan sehingga dia harus memegang dirinya sendiri di telinga untuk membuatnya tenang. Para penyihir wanita dan pria dalam jubah hijau limau sedang berjalan ke depan dan belakang barisan, sambil menanyakan pertanyaan-pertanyaan dan membuat catatan-catatan pada papan jepit seperti kepunyaan Umbridge. Harry memperhatikan lambang yang dibordir pada dada mereka: sebuah tongkat dan tulang yang disilangkan. "Apakah mereka dokter?" dia bertanya kepada Ron dengan pelan. "Dokter?" kata Ron, sambil terlihat terkejut. "Muggle gila yang memotong-motong orang? Bukan, mereka Penyembuh." "Sebelah sini!" seru Mrs Weasley, melampaui gemerincing baru penyihir di sudut, dan mereka mengikutinya ke antrian di depan seorang penyihir wanita pirang agak gemuk yang duduk di meja bertanda Keterangan. Dinding di belakangnya ditutupi dengan maklumat dan poster yang berisikan hal-hal seperti: KUALI YANG BERSIH MENCEGAH RAMUAN BERUBAH MENJADI RACUN dan PENAWAR RACUN ADALAH RACUN KECUALI DISETUJUI OLEH PENYEMBUH BERSYARAT. Ada juga potret seorang penyihir wanita dengan rambut ikal kecil keperakan yang panjang yang diberi label: Dilys Derwent Penyembuh St Mungo 1722-1741 Kepala Sekolah Sihir Hogwarts 1741-1768 Dilys sedang mengamati rombongan Weasley lekat-lekat seakan-akan sedang menghitung jumlah mereka; ketika Harry menatap matanya dia memberi kedipan kecil, berjalan ke samping keluar dari potretnya dan menghilang. Sementara itu, di depan antrian, seorang penyihir pria muda sedang memperlihatkan tarian cepat di tempat dan mencoba, di antara pekikan kesakitan, untuk menjelaskan kesulitannya kepada penyihir wanita di belakang meja. "Masalahnya ini -- aduh -- sepatu-sepatu yang diberikan saudara saya -- ow -mereka memakan -- ADUH -- kaki saya -- lihat, pasti ada sejenis -- AARGH -kutukan pada mereka dan aku tak dapat -- AAAAARGH -- melepaskan mereka." Dia melompat dari satu kaki ke yang lain seolah-olah sedang menari di atas bara panas. "Sepatu-sepatu itu tidak mencegahmu membaca, benar "kan?" kata penyihir wanita pirang itu dengan jengkel menunjuk ke sebuah papan tanda besar di sebelah kiri mejanya. "Anda mau Cedera Akibat Mantera, lantai empat. Seperti yang terpampang di pedoman lantai. Berikutnya!" Selagi penyihir pria itu terpincang-pincang dan berjingkrak ke samping, rombongan Weasley maju ke depan beberapa langkah dan Harry membaca pedoman lantainya: KECELAKAAN ARTIFAK .................................................................................Lantai dasar Ledakan kuali, tongkat menyerang balik, tabrakan sapu, dll. CEDERA AKIBAT MAKHLUK ........................................................................Lantai satu Gigitan, sengatan, luka bakar, tusukan duri, dll. KUMAN SIHIR .....................................................................................................Lantai dua Penyakit-penyakit menular, mis. cacar naga, sakit menghilang, scrofungulus, dll. KERACUNAN RAMUAN DAN TANAMAN ...................................................Lantai tiga Ruam-ruam, muntah, cekikikan tidak terkendali, dll. CEDERA AKIBAT MANTERA .........................................................................Lantai empat Kutukan tidak terangkat, guna-guna, penggunaan mantera yang tidak tepat, dsb. RUANG TEH PENGUNJUNG / TOKO RUMAH SAKIT .............................Lantai lima JIKA ANDA TIDAK YAKIN KE MANA ANDA HARUS PERGI, TIDAK MAMP U BERBICARA NORMAL ATAU TIDAK MAMPU MENGINGAT MENGAPA ANDA BERADA DI SINI, PENYIHIR PENYAMBUT KAMI AKAN MEMBANTU DEN GAN SENANG HATI. Seorang penyihir pria yang sangat tua dan bungkuk dengan sebuah terompet pendengar telah bergerak ke depan antrian sekarang. "Aku ke sini untuk menjenguk Broderick Bode!" dia berkata dengan bunyi mencicit. "Bangsal empat puluh sembilan, tapi kutakut Anda membuang waktu Anda," kata penyihir wanita itu sambil menyuruh pergi. "Dia benar-benar kebingungan, Anda tahu -- masih mengira dirinya sebuah poci teh. Berikutnya!" Seorang penyihir pria bertampang terganggu sedang memegang putri kecilnya dengan erat di bagian mata kaki sementara putrinya mengepak-ngepak di sekitar kepalanya menggunakan sayap berburu yang amat besar yang telah tumbuh dari balik bajunya. "Lantai empat," kata penyihir wanita itu, dengan suara bosan, tanpa bertanya, dan lelaki itu menghilang ke pintu ganda di samping meja, sambil memegang putrinya seperti sebuah balon yang bentuknya aneh. "Berikutnya!" Mrs Weasley maju ke meja. "Halo," katanya, "suamiku, Arthur Weasley, seharusnya dipindahkan ke bangsal yang lain pagi ini, dapatkah Anda memberitahu kami --?" "Arthur Weasley?" kata penyihir wanita itu, sambil menggerakkan jarinya menuruni daftar panjang di hadapannya. "Ya, lantai satu, pintu kedua dari kanan, Bangsal Dai Llewellyn." "Terima kasih," kata Mrs Weasley. "Ayo, kalian semua." Mereka mengikutinya melalui pintu ganda dan menyusuri koridor sempit, yang dibarisi dengan lebih banyak lagi potret Penyembuh terkenal dan diterangi dengan gelembung-gelembung kristal yang penuh dengan lilin yang melayang di langit-langit, terlihat seperti bola sabun raksasa. Lebih banyak lagi penyihir wanita dan pria berjubah hijau limau berjalan keluar masuk pintu-pintu yang mereka lewati; gas kuning berbau busuk berhembus ke gang ketika mereka melewati salah satu pintu, dan beberapa waktu sekali mereka mendengar ratapan dari jauh. Mereka menaiki sejumlah anak tangga dan memasuki koridor Cedera Akibat Makhluk, di mana pintu kedua dari kanan bertuliskan: Bangsal Dai Llewellyn "Berbahaya": Gigitan Serius. Di bawahnya ada sebuah kartu dalam pegangan kuningan di mana tertulis dengan tulisan tangan: Penyembuh yang Memimpin: Hippocrates Smethwyck. Penyembuh Magang: Augustus Pye. "Kami akan menunggu di luar, Molly," Tonks berkata. "Arthur tidak akan mau terlalu banyak pengunjung seketika ... harusnya keluarga dulu." Mad-Eye menggeramkan persetujuannya atas ide ini dan menyandarkan punggungnya terhadap dinding koridor, mata sihirnya berputar ke segala arah. Harry juga mundur, tetapi Mrs Weasley menjulurkan sebuah tangan dan mendorongnya melalui pintu, sambil berkata, "Jangan tolol, Harry, Arthur ingin berterima kasih kepadamu." Bangsal itu kecil dan agak suram, karena satu-satunya jendela yang ada sempit dan terletak tinggi pada dinding yang menghadap pintu. Sebagian besar cahaya datang dari lebih banyak gelembung kristal bersinar yang mengelompok di bagian tengah langit-langit. Dinding-dindingnya diberi panel kayu ek dan ada sebuah potret seorang penyihir pria yang bertampang agak kejam di dinding, diberi judul: Urquhart Rackharrow, 1612-1697, Pencipta Kutukan Pengeluaran-Usus. Hanya ada tiga pasien. Mr Weasley menempati tempat tidur di ujung bangsal di samping jendela kecil itu. Harry senang dan lega melihat bahwa dia duduk bersandar pada beberapa bantal dan sedang membaca Daily Prophet dengan sinar matahari terpencil yang jatuh ke atas tempat tidurnya. Dia melihat ke atas ketika mereka berjalan menujunya dan, melihat siapa yang datangm tersenyum. "Halo!" dia memanggil, sambil melempar Prophet ke samping. "Bill baru saja pergi, Molly, harus kembali bekerja, tapi dia bilang dia akan mampir ke tempatmu nanti." "Bagaimana keadaanmu, Arthur?" tanya Mrs Weasley, sambil membungkuk untuk mencium pipinya dan memandang cemas ke wajahnya. "Kamu masih kelihatan sedikit pucat." "Aku merasa sangat baik," kata Mr Weasley dengan cerah, sambil mengulurkan lengannya yang sehat untuk memberi Ginny pelukan. "Kalau saja mereka bisa melepaskan perban itu, aku akan sehat untuk pulang." "Mengapa mereka tidak bisa melepaskannya, Dad?" tanya Fred. "Well, aku mulai berdarah gila-gilaan setiap kali mereka mencobanya," kata Mr Weasley dengan ceria, sambil meraih tongkatnya, yang terletak di lemari samping tempat tidur, dan melambaikannya sehingga enam kursi tambahan muncul di sisi tempat tidurnya untuk diduduki mereka semua. "Kelihatannya ada sejenis racun yang tidak biasa pada taring ular itu yang membuat luka tetap membuka. Namun mereka yakin mereka akan menemukan penawarnya; mereka bilang mereka sudah pernah merawat kasus yang lebih parah dariku, dan sementara itu aku hanya perlu terus meminum Ramuan Penambah Darah setiap jam. Tapi orang di sana itu," katanya, sambil menurunkan suaranya dan mengangguk ke tempat tidur di seberang di mana berbaring seorang lelaki yang tampak hijau dan sakit dan sedang menatap langit-langit. "Digigit oleh manusia serigala, pria malang. Tidak ada obatnya sama sekali." "Manusia serigala?" bisik Mrs Weasley tampak khawatir. "Apakah dia aman di bangsal umum? Tidakkah seharusnya dia di kamar pribadi?" "Masih dua minggu lagi baru bulan penuh," Mr Weasley mengingatkannya dengan pelan. "Mereka telah berbincang-bincang dengannya pagi ini, para Penyembuh, kau tahu, mencoba meyakinkannya bahwa dia akan bisa menjalani hidup yang hampir normal. Kubilang padanya -- tanpa menyebut nama, tentu saja -- tapi aku bilang aku kenal seorang manusia serigala secara pribadi, lelaki yang sangat baik, yang merasa kondisinya muda diatasi." "Apa katanya?" tanya George. "Bilang dia akan memberiku gigitan lain kalau aku tidak menutup mulut," kata Mr Weasley dengan sedih. "Dan wanita di sana itu," dia menunjuk ke satu-satunya tempat tidur lain yang terisi, yang tepat di samping pintu, "tak mau memberitahu para Penyembuh apa yang menggigitnya, yang membuat kami semua mengira pastilah sesuatu yang ditanganinya secara ilegal. Apapun itu, dia mengambil sepotong besar daging dari kakinya, baunya sangat mengerikan waktu mereka membuka pembalutnya." "Jadi, apakah Dad akan memberitahu kami apa yang terjadi?" tanya Fred sambil menarik kursinya lebih dekat ke tempat tidur. "Well, bukankah kamu sudah tahu?" kata Mr Weasley dengan senyum berarti kepada Harry. "Sangat simpel -- aku melalui hari yang amat melelahkan, tertidur, ada yang menyelinap dan menggigitku." "Apakah ada di Prophet, mengenai penyeranganmu?" tanya Fred sambil menunjuk surat kabar yang telah ditaruh Mr Weasley ke samping. "Tidak, tentu saja tidak," kata Mr Weasley dengan senyum agak getir, "Kementerian tidak akan mau semua orang mengetahui ular besar kotor menyerang -- " "Arthur!" Mrs Weasley memperingatkan dia. "-- menyerang -- er -- aku," Mr Weasley berkata terburu-buru, walaupun Harry cukup yakin itu bukan yang ingin dikatakannya. "Jadi di mana Dad sewaktu terjadinya?" tanya George. "Itu urusanku," kata Mr Weasley, walau dengan senyum kecil. Dia merenggut Daily Prophet, menggoyangkannya membuka lagi dan berkata, "Aku baru saja membaca tentang penangkapan Willy Widdershins ketika kalian tiba. Kau tahu Willy berada di balik semua toilet muntah pada musim panas lalu? Salah satu kutukannya menyerang balik, toilet itu meledak dan mereka menemukannya berbaring tidak sadar dalam reruntuhan tertutupi dari kepala hingga kaki dalam -- " "Ketika Dad berkata Dad sedang "bertugas"," Fred menyela dengan suara rendah, "apa yang sedang Dad lakukan?" "Kau dengar ayahmu," bisik Mrs Weasley, "kita tidak akan membahas ini di sini! Teruskan tentang Willy Widdershins, Arthur." "Well, jangan tanya padaku bagaiman, tetapi dia benar-benar lolos dari tuntutan toilet itu," kata Mr Weasley dengan suram. "Aku hanya bisa menganggap emas berpindah tangan -- " "Dad sedang menjaganya, bukan?" kata George dengan pelan. "Senjata itu? Benda yang dikejar Kau-Tahu-Siapa?" "George, diamlah!" sambar Mrs Weasley. "Lagipula," kata Mr Weasley dengan suara terangkat, "kali ini Willy tertangkap menjual kenop pintu menggigit kepada Muggle dan aku tidak mengira dia akan bisa menggeliatkan diri keluar dari ini karena, menurut artikel ini, dua orang Muggle telah kehilangan jari dan sekarang sedang di St Mungo untuk penumbuhan tulang kembali dan modifikasi memori darurat. Pikirkan saja, Muggle di St Mungo! Aku ingin tahu di bangsal mana mereka?" Dan dia memandang dengan semangat ke sekitar seakan-akan berharap melihat papan penunjuk. "Tidakkah kau bilang Kau-Tahu-Siapa punya ular, Harry?" tanya Fred, sambil melihat kepada ayahnya untuk mencari reaksi. "Yang besar? Kau melihatnya pada malam dia kembali, bukankah begitu?" "Sudah cukup," kata Mrs Weasley dengan marah. "Mad-Eye dan Tonks ada di luar, Arthur, mereka ingin datang dan menjengukmu. Dan kalian semua bisa menunggu di luar," dia menambahkan kepada anak-anaknya dan Harry. "Kalian bisa datang dan mengucapkan selamat tinggal setelah itu. Pergilah." Mereka beramai-ramai kembali ke koridor. Mad-Eye dan Tonks masuk dan menutup pintu bangsal di belakang mereka. Fred mengangkat alisnya. "Baik," dia berkata dengan dingin, sambil menggeledah kantongnya, "begitu saja. Tidak usah memberitahu kami apa-apa." "Mencari ini?" kata George, sambil memegang apa yang tampak seperti benang kusut berwarna daging. "Kau membaca pikiranku," kata Fred sambil menyeringai. "Mari lihat apakah St Mungo meletakkan Mantera Tidak Tertembus pada dinding bangsalnya, yuk?" Dia dan George menguraikan benang itu dan memisahkan lima Telinga Yang-Dapat-Diperpanjang dari satu sama lain. Fred dan George menyerahkannya ke sekeliling. Harry ragu-ragu untuk mengambil satu. "Ayolah, Harry, ambillah! Kau telah menyelamatkan nyawa Dad. Kalau ada yang punya hak untuk mengupingnya, kaulah orangnya." Menyeringai walaupun sudah mencoba menahannya, Harry mengambil ujung benang itu dan memasukkannya ke dalam telinganya seperti yang telah dilakukan si kembar. "OK, maju!" Fred berbisik. Benang-benang berwarna daging itu menggeliat seperti cacing kurus panjang dan merayap ke bawah pintu. Mulanya, Harry tidak bisa mendengar apa-apa, lalu dia terlompat ketika dia mendengar Tonks berbisik sejelas jika dia berdiri tepat di sampingnya. mereka menggeledah seluruh daerah itu tetapi tidak bisa menemukan ular itu di manapun. Kelihatannya telah menghilang setelah menyerangmu, Arthur tapi Kau-Tahu-Siapa tidak mungkin berharap seekor ular bisa masuk, "kan?" "Kurasa dia mengirimnya sebagai pengintai," geram Moody, "karena tidak beruntung sejauh ini, benar "kan?" Tidak, kurasa dia sedang mencoba mendapat gambaran yang lebih jelas akan apa yang sedang dihadapinya dan kalau Arthur tidak berada di sana binatang itu mungkin punya lebih banyak waktu untuk melihat-lihat. Jadi, Potter bilang dia menyaksikan semuanya terjadi?" "Ya," kata Mrs Weasley. Dia terdengar agak gelisah. "Kau tahu, Dumbledore sepertinya hampir sudah menunggu-nunggu Harry melihat sesuatu seperti ini." "Yeah, well," kata Moody, "ada sesuatu yang aneh mengenai bocah Potter ini, kita semua tahu itu." "Dumbledore terlihat cemas mengenai Harry ketika aku berbicara dengannya pagi ini," bisik Mrs Weasley. "Tentu saja dia cemas," geram Moody. "Anak itu melihat hal-hal dari dalam ular Kau-Tahu-Siapa. Jelas Potter tidak menyadari apa artinya itu, tapi kalau Kau-Tahu-Siapa merasukinya -- " Harry menarik Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan keluar dari telinganya sendiri, jantungnya memukul-mukul amat cepat dan panas menjalar naik ke wajahnya. Dia melihat sekeliling kepada yang lain. Mereka semua sedang menatapnya, benang-benang itu masih menjulur dari telinga mereka, semua mendadak tampak ketakutan. BAB DUA PULUH TIGA Natal di Bangsal Tertutup Apakah ini sebabnya mengapa Dumbledore tidak mau lagi menatap mata Harry? Apakah dia menduga akan melihat Voldemort menatap dari matanya, takut, mungkin, bahwa warna hijau cemerlangnya mungkin berubah mendadak menjadi merah tua, dengan anak mata bercelah seperti kucing? Harry ingat bagaimana wajah Voldemort yang mirip ular pernah sekali keluar dari balik kepala Profesor Quirrel dan menarikan jari-jarinya ke balik kepalanya sendiri, bertanya-tanya seperti apa rasanya kalau Voldemort meledak keluar dari tengkoraknya. Dia merasa kotor, terkontaminasi, seakan-akan dia sedang membawa kuman mematikan, tak berharga untuk duduk di Kereta Bawah Tanah kembali dari rumah sakit dengan orang-orang bersih, tak bersalah yang pikiran dan tubuhnya bebas dari noda Voldemort ... dia bukan hanya telah melihat ular itu, dia telah menjadi ular itu, dia tahu itu sekarang ... Sebuah pikiran yang benar-benar mengerikan timbul pada dirinya pada saat itu, sebuah ingatan yang muncul ke permukaan pikirannya, yang membuat bagian dalam tubuhnya menggeliat seperti ular. Apa yang sedang dia kejar, selain para pengikut? Benda yang hanya bisa dia peroleh secara sembunyi-sembunyi ... seperti sebuah senjata. Sesuatu yang tidak dimilikinya dulu. Akulah senjatanya, Harry berpikir, dan rasanya seolah-olah racun sedang mengalir melalui nadinya, membuatnya kedinginan, menyebabkannya berkeringat selagi dia berayun bersama kereta api melalui terowongan gelap. Akulah yang sedang Voldemort coba gunakan, itulah sebabnya mereka menempatkan pengawal di sekitarku ke manapun aku pergi, bukan untuk perlindunganku, untuk perlindungan orang-orang lain, hanya saja itu tidak bekerja, mereka tidak bisa membuat seseorang mengawasiku sepanjang waktu di Hogwarts ... Aku memang menyerang Mr Weasley tadi malam, itu aku. Voldemort membuatku melakukannya dan dia mungkin berada di dalam tubuhku, sedang mendengarkan pikiran-pikiranku saat ini -"Apakah kamu baik-baik saja, Harry, sayang?" bisik Mrs Weasley sambil mencondongkan badan melewati Ginny untuk berbicara kepadanya selagi kereta berderak melalui terowongan yang gelap. "Kamu tidak terlihat sehat. Apakah kamu merasa sakit?" Mereka semua sedang mengamatinya. Dia menggelengkan kepalanya dengan kasar dan menatap ke sebuah iklan asuransi rumah. "Harry, sayang, apakah kamu yakin kamu baik-baik saja?" kata Mrs Weasley dengan suara kuatir, sementara mereka berjalan mengitari petak rumput tak terawat di tengah-tengah Grimmauld Place. "Kau tampak pucat sekali ... apakah kamu yakin kamu tidur pagi ini? Kamu naik ke atas ke ranjang sekarang juga dan kamu bisa tidur beberapa jam sebelum makan malam, oke?" Dia mengangguk; di sini ada alasan siap-pakai untuk tidak berbicara dengan yang lain, yang persis apa yang diinginkannya, sehingga ketika dia membuka pintu depan dia langsung bergegas melewati tempat payung kaki troll, menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar tidurnya dan Ron. Di sini, dia mulai berjalan bolak-balik, melewati kedua ranjang dan bingkai foto kosog Phineas Nigellus, otaknya sesak dan menggelegak dengan pertanyaan dan bahkan lebih penuh lagi akan gagasan-gagasan mengerikan. Bagaimana dia menjadi seekor ular? Mungkin dia seoang Animagus ... tidak, dia tidak mungkin, dia pasti tahu ... mungkin Voldemort seorang Animagus ... ya, pikir Harry, itu akan cocok, dia akan berubah menjadi seekor ular tentu saja ... dan saat dia merasuki diriku, saat itu kami berdua berubah ... itu masih belum menjelaskan bagaimana aku sampai ke London dan kembali ke ranjangku dalam waktu sekitar lima menit ... tapi Voldemort hampir merupakan penyihir terkuat di dunia, selain Dumbledore, mungkin tidak masalah baginya sama sekali untuk memindahkan orang-orang seperti itu. Dan kemudian, dengan tikaman rasa panik yang mengerikan, dia berpikir, tapi ini gila -- kalau Voldemort sedang merasukiku sekarang, aku sedang memberinya pandangan berharga ke dalam Markas Besar Order of Phoenix saat ini juga! Dia akan tahu siapa yang berada dalam Order dan di maan Sirius berada ... dan aku sudah mendengar banyak hal yang seharusnya tak kudengar, semua yang telah diberitahukan Sirius kepadaku pada malam pertama aku berada di sini ... Hanya ada satu hal yang bisa dilakukan: dia akan harus langsung meninggalkan Grimmauld Place. Dia bisa menghabiskan Natal di Hogwarts tanpa yang lainnya, yang akan menjaga mereka tetap aman selama liburan setidaknya ... tapi tidak, itu tidak akan berhasil, masih ada banyak orang di Hogwarts untuk dibidik dan dilukai. Bagaimana kalau Seamus, Dean atau Neville kali berikutnya? Dia berhenti berjalan dan berdiri menatap bingkai kosong Phineas Nigellus. Suatu sensasi kelam timbul di dasar perutnya. Dia tidak punya alternatif: dia akan harus kembali ke Privet Drive, memisahkan dirinya sendiri sepenuhnya dari para penyihir lain. Well, kalau dia harus melakukannya, pikirnya, tak ada gunanya berlama-lama. Mencoba sebisanya untuk tidak memikirkan bagaimana keluarga Dursley akan bereaksi ketika mereka menemukannya di ambang pintu mereka enam bulan lebih awal dari yang mereka harapkan, dia berjalan ke kopernya, membanting tutupnya dan menguncinya, lalu memandang sekilas ke sekelilingnya dengan otomatis untuk mencari Hedwig sebelum teringat bahwa dia masih di Hogwarts -- well, kandangnya akan menjadi satu hal yang tak perlu dibawa -- dia meraih salah satu ujung kopernya dan telah menyeretnya setengah jalan menuju pintu ketika sebuah suara menyindir berkata, "Melarikan diri, bukan begitu?" Dia memandang berkeliling. Phineas Nigellus telah muncul di kanvas potretnya dan sedang mencondongkan badan pada bingkainya, sambil mengamati Harry dengan ekspresi geli di wajahnya. "Bukan melarikan diri, bukan," kata Harry singkat, sambil menyeret kopernya beberapa kaki lagi menyeberangi ruangan. "Kukira," kata Phineas Nigellus sambil membelai janggut runcingnya, "bahwa untuk berada di Asrama Gryffindor kau seharusnya berani! Tampaknya bagiku seolah-olah kau akan lebih baik di asramaku. Kami para Slytherin berani, ya, tapi tidak bodoh. Misalnya, kalau diberi pilihan, kami akan selalu memilih menyelamatkan hidup kami sendiri." "Bukan hidupku yang sedang kuselamatkan," kata Harry ringkas, sambil menyentak koper itu melalui sepotong karpet termakan ngengat yang tidak rata tepat di depan pintu. "Oh, aku mengerti," kata Phineas Nigellus, masih membelai janggutnya, "ini bukan pelarian secara pengecut -- kau sedang bersikap mulia." Harry mengabaikannya. Tangannya berada di kenop pintu ketika Phineas Nigellus berkata dengan malas, "Aku punya pesan untukmu dari Albus Dumbledore." Harry berputar. "Apa itu?" ""Tetaplah di tempatmu."" "Aku belum bergerak!" kata Harry, tangannya masih di kenop pintu. "Jadi apa pesannya?" "Aku baru saja memberikannya kepadamu, tolol," kata Phineas Nigellus dengan lancar. "Dumbledore bilang, "Tetaplah di tempatmu."" "Kenapa?" kata Harry dengan tidak sabar sambil menjatuhkan ujung kopernya. "Kenapa dia ingin aku tinggal? Apa lagi yang dikatakannya?" "Tak ada apapun," kata Phineas Nigellus, sambil mengangkat alis hitam tipis seolah-olah dia mendapati Harry kurang ajar. Amarah Harry naik ke permukaan seperti seekor ular yang membumbung dari rumput panjang. Dia letih sekali, dia sangat bingung, dia telah mengalami teror, kelegaan, lalu teror lagi dalam dua belas jam terakhir ini, dan masih saja Dumbledore tidak mau berbicara kepadanya! "Jadi begitu saja, bukan?" dia berkata keras-keras. ""Tetaplah di tempatmu"! Hanya itu jugalah yang bisa dikatakan semua orang kepadaku setelah aku diserang oleh Dementor-Dementor itu! Jangan ke mana-mana sementara para orang dewasa menyelesaikannya, Harry! Walaupun kami takkan repot-repot memberitahumu apa-apa, karena otakmu yang kecil mungkin takkan bisa mengatasinya!" "Kau tahu," kata Phineas Nigellus, bahkan lebih keras daripada Harry, "inilah persisnya kenapa aku benci menjadi seorang guru! Para orang muda begitu yakin bahwa mereka sepenuhnya benar tentang segala hal. Tidakkah pernah terpikir olehmu, anak manja sombong yang malang, bahwa mungkin ada alasan bagus kenapa Kepala Sekolah Hogwarts tidak mempercayakan setiap detil kecil dari rencana-rencananya kepadamu? Pernahkah kau berhenti sejenak, selagi merasa diperlakukan tidak adil, untuk memperhatikan bahwa mengikuti perintah-perintah Dumbledore belum pernah menuntunmu ke bahaya? Tidak. Tidak, seperti semua orang muda, kau sangat yakin bahwa kau seorang yang merasa dan berpikir, kau seorang yang mengenali bahaya, kau seorang satu-satunya yang cukup pintar untuk menyadari apa yang mungkin sedang direncanakan Pangeran Kegelapan -- " "Kalau begitu, dia sedang merencanakan sesuatu yang berhubungan denganku?" kata Harry dengan cepat. "Apa aku bilang begitu?" kata Phineas Nigellus, sambil memeriksa sarung tangan suteranya dengan malas-malasan. "Sekarang, kalau kau bisa memaafkanku, aku punya hal-hal yang lebih baik untuk dilakukan daripada mendengarkan remaja mengeluh ... selamat siang untukmu." Dan dia berjalan ke tepi bingkainya dan keluar dari pandangan. "Baik, pergilah kalau begitu!" Harry berteriak kepada bingkai kosong itu. "Dan beritahu Dumbledore terima kasih tanpa alasan!" Kanvas kosong itu tetap diam. Sambil mengomel, Harry menyeret kopernya kembali ke kaki ranjangnya, lalu melemparkan dirinya sendiri dengan muka duluan ke seprei termakan ngengat, matanya tertutup, tubuhnya berat dan sakit. Dia merasa seolah-olah dia telah melakukan perjalanan selama bermil-mil ... tampaknya tidak mungkin bahwa kurang dari dua puluh empat jam yang lalu Cho Chang telah mendekatinya di bawah mistletoe ... dia begitu capek ... dia takut untuk tidur ... tapi dia tidak tahu berapa lama dia bisa melawannya ... Dumbledore telah menyuruhnya untuk tinggal ... itu pasti berarti dia boleh tidur ... tapi dia takut ... bagaimana kalau terjadi lagi? Dia terbenam ke dalam bayang-bayang ... Seakan-akan sebuah film dalam kepalanya telah menunggu dimulai. Dia sedang berjalan di sebuah koridor sepi menuju sebuah pintu hitam sederhana, melalui dinding-dinding batu yang kasar, obor-obor, dan sebuah ambang pintu terbuka menuju serangkaian anak-anak tangga yang mengarah ke bawah di sebelah kiri ... Dia mencapai pintu hitam itu tetapi tidak bisa membukanya ... dia berdiri menatapnya, putus asa ingin masuk ... sesuatu yang diinginkannya dengan sepenuh hati ada di baliknya ... sesuatu yang berharga melampaui mimpi-mimpinya ... kalau saja bekas lukanya bisa berhenti menusuk-nusuk ... dengan begitu dia akan bisa berpikir lebih jernih ... "Harry," kata suara Ron, dari tempat yang jauh, "Mum bilang makan malam sudah siap, tapi dia akan menyisakan sesuatu untukmu kalau kau mau tetap di tempat tidur." Harry membuka matanya, tetapi Ron telah meninggalkan ruangan itu. Dia tidak mau sendirian bersamaku, Harry berpikir. Tidak setelah dia mendengar apa yang telah dikatakan Moody. Dia merasa tak seorangpun dari mereka akan mau dia di sana lagi, sekarang setelah mereka tahu apa yang ada dalam dirinya. Dia tidak akan turun untuk makan malam,. dia tidak akan memaksakan kehadirannya pada mereka. Dia berpaling ke sisi yang lain dan, setelah beberapa saat, kembali tidur. Dia bangun lama kemudian, pagi-pagi sekali, isi tubuhnya sakit karena lapar dan Ron sedang mendengkur di ranjang sebelah. Sambil memicingkan mata ke sekitar kamar, dia melihat garis-garis tubuh Phineas Nigellus berdiri lagi di potretnya dan terpikir oleh Harry bahwa Dumbledore mungkin telah mengirim Phineas Nigellus untuk mengawasinya, kalau-kalau dia menyerang orang lain. Perasaan tidak bersih itu semakin kuat. Dia setengah berharap dia tidak mematuhi Dumbledore ... kalau ini kehidupan yang akan dialaminya di Grimmauld Place dari sekarang, mungkin dia lebih baik di Privet Drive. * Semua orang lain menghabiskan pagi berikutnya memasang hiasan Natal. Harry tidak bisa mengingat Sirius pernah berada dalam suasana hati yang demikian bagus; dia bahkan menyanyikan lagu-lagu Natal, tampaknya senang dia mendapat teman melewati Natal. Harry bisa mendengar suaranya menggema naik melalui lantai di ruang duduk yang dingin di mana dia sedang duduk sendirian, mengamati langit semakin putih di luar jendela, salju yang mengancam, sepanjang waktu merasakan kesenangan kejam bahwa dia sedang memberikan kesempatan kepada yang lainnya untuk terus membicarakannya, yang pasti sedang mereka lakukan. Ketika dia mendengar Mrs Weasley memanggil namanya dengan lembut di tangga sekitar waktu makan siang, dia mundur ke atas lagi dan mengabaikannya. Sekitar pukul enam malam bel pintu berbunyi dan Mrs Black mulai menjerit lagi. Mengasumsikan bahwa Mundungus atau beberapa anggota Order yang lain telah datang berkunjung, Harry hanya membuat dirinya lebih nyaman di dinding kamar Buckbeak tempat dia sedang bersembunyi, berusaha mengabaikan bagaimana laparnya dia selagi dia memberi makan Hippogriff itu dengan tikus-tikus mati. Membuatnya sedikit terguncang ketika seseorang menggedor-gedor pintu dengan keras beberapa menit kemudian. "Aku tahu kau di dalam sana," kata suara Hermione. "Maukah kau keluar? Aku ingin berbicara kepadamu." "Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Harry bertanya kepadanya, sambil menarik pintu hingga terbuka sementara Buckbeak melanjutkan cakarannya pada lantai yang dilapis jerami untuk mencari potongan-potongan tikus yang mungkin telah dijatuhkannya. "Kukira kau sedang berski dengan ayah dan ibumu?" "Well, sejujurnya, ski bukan keahlianku," kata Hermione. "Jadi, aku datang ke sini untuk Natalan." Ada salju di rambutnya dan wajahnya merah jambu karena kedinginan. "Tapi jangan beritahu Ron. Kubilang padanya ski sangat menyenangkan karena dia terus tertawa. Mum dan Dad sedikit kecewa, tapi kuberitahu mereka bahwa semua orang yang serius tentang ujian tinggal di Hogwarts untuk belajar. Mereka mau aku dapat nilai bagus, mereka akan mengerti. Ngomong-ngomong," dia berkata dengan cepat, "mari pergi ke kamar tidurmu, ibu Ron sudah menyalakan api di sana dan dia sudah mengirimkan roti isi." Harry mengikutinya kembali ke lantai dua. Ketika dia memasuki kamar tidur itu, dia agak terkejut melihat Ron dan Ginny sedang menunggu mereka, sambil duduk di tempat tidur Ron. "Aku datang naik Bus Ksatria," kata Hermione dengan ringan, sambil melepaskan jaketnya sebelum Harry bisa berbicara. "Dumbledore memberitahuku apa yang terjadi pagi-pagi sekali, tapi aku harus menunggu semester berakhir secara resmi sebelum berangkat. Umbridge sudah marah besar karena kalian semua menghilang tepat di bawah hidungnya, walaupun Dumbledore memberitahunya Mr Weasley ada di St Mungo dan dia sudah memberi kalian semua izin untuk menjenguk. Jadi Dia duduk di samping Ginny, dan kedua gadis itu dan Ron semua memandang Harry. "Bagaimana perasaanmu?" tanya Hermione. "Baik," kata Harry kaku. "Oh, jangan bohong, Harry," dia berkata dengan tidak sabar. "Ron dan Ginny bilang kau sudah bersembunyi dari semua orang sejak kalian kembali dari St Mungo." "Mereka bilang begitu, bukan?" kata Harry sambil melotot kepada Ron dan Ginny. Ron melihat ke bawah pada kakinya tetapi Ginny tampaknya tidak merasa malu. "Well, kau memang begitu!" dia berkata. "Dan kau tak mau memandang satupun dari kami!" "Kalian semua yang tak mau memandangku!" kata Harry dengan marah. "Mungkin kalian bergantian memandang, dan terus tak melihat satu sama lain," saran Hermione, sudut mulutnya berkedut. "Sangat lucu," sambar Harry sambil berpaling. "Oh, berhenti merasa salah dimengerti," kata Hermione dengan tajam. "Lihat, yang lain sudah memberitahuku apa yang kalian dengar tadi malam pada Telinga Yang-Dapat-Dipanjangkan -- " "Yeah?" geram Harry, tangannya berada dalam-dalam di kantongnya selagi dia mengamati salju yang sekarang turun dengan lebat di luar. "Semua sudah berbicara tentang aku, bukan begitu? Well, aku sudah terbiasa." "Kami ingin berbicara denganmu, Harry," kata Ginny, "tapi karena kau sudah bersembunyi sejak kita kembali -- " "Aku tak butuh siapapun berbicara kepadaku," kata Harry, yang merasa semakin terluka. "Well, kau agak bodoh," kata Ginny dengan marah, "mengingat kau tak kenal siapapun kecuali aku yang pernah dirasuki oleh Kau-Tahu-Siapa, dan aku bisa memberitahumu bagaimana rasanya." Harry terdiam sementara pengaruh kata-kata ini menghantamnya. Lalu dia berputar. "Aku lupa," dia berkata. "Beruntungnya kau," kata Ginny dengan dingin. "Maafkan aku," Harry berkata, dan dia bersungguh-sungguh. "Jadi ... jadi, kalau begitu, apakah menurutmu aku dirasuki?" "Well, bisakah kau ingat semua hal yang pernah kau lakukan?" Ginny bertanya. "Apakah ada periode-periode kosong di mana kau tidak tahu apa yang telah kau perbuat?" Harry memutar otaknya. "Tidak," dia berkata. "Kalau begitu Kau-Tahu-Siapa tidak pernah merasukimu," kata Ginny dengan sederhana. "Waktu dia melakukannya padaku, aku tak bisa ingat apa yang telah kulakukan selama berjam-jam pada sekali waktu. Aku akan menemukan diriku sendiri di suatu tempat dan tidak tahu bagaimana aku sampai di sana." Harry hampir tidak berani mempercayainya, namun walau begitu hatinya semakin ringan. "Akan tetapi, mimpi yang kudapatkan tentang ayahmu dan ular itu -- " "Harry, kau sudah pernah mendapatkan mimpi-mimpi ini sebelumnya," Hermione berkata. "Kau mendapatkan kilasan-kilasan tentang apa yang sedang diperbuat Voldemort tahun lalu." "Itu berbeda," kata Harry sambil menggelengkan kepalanya. "Aku ada di dalam ular itu. Sepertinya akulah ular itu ... bagaimana kalau Voldemort dengan suatu cara memindahkanku ke London --?" "Suatu hari," kata Hermione, terdengar benar-benar putus asa, "kau akan membaca Sejarah Hogwarts, dan mungkin itu akan mengingatkanmu bahwa kau tak bisa ber-Apparate atau ber-Disapparate di dalam Hogwarts. Bahkan Voldemort tidak bisa membuat kau terbang begitu saja keluar dari kamar asramamu, Harry." "Kau tidak meninggalkan tempat tidurmu, sobat," kata Ron. "Aku melihatmu tidak tenang dalam tidurmu selama setidaknya satu menit sebelum kami bisa membangunkanmu." Harry mulai berjalan bolak-balik di kamar itu lagi, sambil berpikir. Apa yang mereka semua katakan bukan hanya menenangkan, itu masuk akal ... tanpa benar-benar berpikir, dia mengambil sebuah roti isi dari piring di atas tempat tidur dan menjejalkannya dengan lapar ke dalam mulutnya. Ternyata aku bukan senjatanya, pikir Harry. Hatinya menggembung dengan kebahagiaan dan kelegaan, dan dia merasa ingin ikut serta ketika mereka mendengar Sirius berderap melewati pintu mereka menuju kamar Buckbeak, sambil menyanyikan "Tuhan Selamatkan Engkau, Hippogriff Gembira" sekeras-kerasnya. * Bagaimana mungkin dia bermimpi kembali ke Privet Drive untuk Natalan? Kegembiraan Sirius mendapati rumahnya penuh lagi, dan terutama mendapatkan Harry kembali, menjalar. Dia tidak lagi tuan rumah cemberut di musim panas, sekarang dia tampak bertekad bahwa semua orang harus bersenang-senang sebesar, kalau tidak lebih lebih dari yang akan mereka alami di Hogwarts, dan dia bekerja tanpa lelah di hari-hari menjelang Hari Natal, membersihkan dan mendekorasi dengan bantuan mereka, sehingga pada saat mereka semua pergi tidur pada Malam Natal rumah itu hampir tidak bisa dikenali. Tempat-tempat lilin ternoda tak lagi bergantung dengan sarang laba-laba melainkan dengan kalung tanaman holly dan pita-pita emas dan perak; salju sihir berkilauan bertumpuk-tumpuk di atas karpet-karpet tipis; sebuah pohon Natal besar, yang didapat oleh Mundungus dan dihiasi dengan peri-peri hidup, menghalangi pohon keluarga Sirius dari pandangan, dan bahkan kepala-kepala peri yang disumpal di aula mengenakan topi dan janggut Bapa Natal. Harry terbangun di pagi Natal untuk menemukan setumpuk hadiah di kaki tempat tidurnya dan Ron sudah setengah jalan membuka miliknya sendiri, tumpukan yang lumayan besar. "Tangkapan yang bagus tahun ini," dia memberitahu Harry melalui tumpukan kertas. "Trims atas Kompas Sapunya, bagus sekali; mengalahkan Hermione -- dia memberiku sebuah perencana peer -- " Harry memilah-milah hadiahnya dan menemukan sebuah dengan tulisan tangan Hermione di atasnya. Dia juga telah memberinya sebuah buku yang menyerupai diari kecuali bahwa setiap kali dia membuka sebuah halaman buku itu berkata keras-keras hal-hal seperti: "Kerjakan hari ini atau kau akan bayar di kemudian waktu!" Sirius dan Lupin memberi Harry satu set buku bagus berjudul Sihir Pertahanan Praktis dan Kegunaannya Melawan Ilmu Hitam, yang memiliki ilustrasi berwarna yang hebat dan bergerak-gerak mengenai semua kontra-kutukan dan guna-guna yang digambarkannya. Harry membalik-balik volume pertama dengan bersemangat; dia bisa melihat buku itu akan sangat berguna bagi rencana-rencananya untuk DA. Hagrid telah mengirimkan sebuah dompet coklat berbulu yang memiliki taring, yang kiranya seharusnya merupakan alat anti pencurian, tetapi sayangnya mencegah Harry menempatkan uang ke dalamnya tanpa mengakibatkan jari-jarinya terkoyak. Hadiah Tonks adalah sebuah model Firebolt kecil yang bisa bekerja, yang Harry amati terbang mengitari kamar, sambil berharap dia masih memiliki versi ukuran penuhnya; Ron memberinya sebuah kotak besar Kacang Segala Rasa, Mr dan Mrs Weasley sweater rajutan tangan yang biasa dan beberapa pai daging, dan Dobby sebuah lukisan yang sangat mengerikan yang Harry duga telah dilukis peri itu sendiri. Dia baru saja membaliknya untuk melihat apakah terlihat lebih baik dengan cara itu ketika, dengan suara lecutan keras, Fred dan George ber-Apparate di kaki ranjangnya. "Selamat Natal," kata George. "Jangan turun ke bawah dulu." "Kenapa tidak?" kata Ron. "Mum sedang menangis lagi," kata Fred dengan berat. "Percy mengirimkan kembali sweater Natalnya." "Tanpa pesan," tambah George. "Belum bertanya bagaimana keadaan Dad atau menjenguknya atau apapun." "Kami coba menghiburnya," kata Fred sambil berpindah mengitari tempat tidur untuk memandangi potret Harry. "Bilang padanya Percy bukan apa-apa selain setumpuk besar kotoran tikus." "tak berhasil," kata George sambil makan sebuah Cokelat Kodok. "Jadi Lupin ambil alih. Kurasa, sebaiknya biarkan dia menghiburnya sebelum kita turun untuk sarapan." "Ngomong-ngomong, seharusnya itu apa?" tanya Fred sambil memicingkan mata pada lukisan Dobby. "Tampaknya seperti seekor siamang dengan dua mata hitam." "Itu Harry!" kata George sambil menunjuk ke bagian belakang gambar itu, "katanya begitu di belakang!" "Mirip sekali," kata Fred sambil menyeringai. Harry melemparkan diari peernya yang baru kepadanya; benda itu mengenai dinding di seberang dan jatuh ke lantai di mana dia berkata dengan gembira: "Kalau kau sudah membubuhkan titik pada "i" dan garis pada "t" maka kau boleh melakukan apapun yang kau suka!" Mereka bangkit dan berpakaian. Mereka bisa mendengar berbagai penghuni rumah saling berseru "Selamat Natal" kepada satu sama lain. Di perjalanan ke bawah mereka bertemu Hermione. "Trims atas bukunya, Harry," dia berkata dengan gembira. "Aku sudah menginginkan Teori Baru Numerologi itu lama sekali! Dan parfumnya benar-benar tidak biasa, Ron." "Tak masalah," kata Ron. "Ngomong-ngomong, untuk siapa itu?" dia menambahkan sambil mengangguk pada hadiah yang terbungkus rapi yang sedang dibawa Hermione. "Kreacher," kata Hermione dengan ceria. "Sebaiknya bukan pakaian!" Ron memperingatkannya. "Kau tahu apa yang dikatakan Sirius: Kreacher tahu terlalu banyak, kita tidak bisa membebaskannya!" "Bukan pakaian," kata Hermione, "walaupun kalau aku bisa aku tentu akan memberinya sesuatu untuk dipakai selain kain rombengan kotor itu. Bukan, ini selimut perca, kukira akan mencerahkan kamar tidurnya." "Kamar tidur apa?" kata Harry sambil menurunkan suaranya menjadi bisikan selagi mereka melewati potret ibu Sirius. "Well, Sirius bilang tak begitu mirip kamar tidur , lebih seperti sarang," kata Hermione. "Tampaknya dia tidur di bawah ketel uap di dalam lemari itu di dapur." Mrs Weasley adalah satu-satunya orang yang berada di ruang bawah tanah ketika mereka tiba di sana. Dia sedang berdiri di depan kompor dan terdengar seolah-olah dia sedang flu berat ketika dia menyalami mereka "Selamat Natal", dan mereka semua mengalihkan mata mereka. "Jadi, ini kamar tidur Kreacher?" kata Ron sambil berjalan ke sebuah pintu kumal di sudut seberang lemari penyimpanan. Harry belum pernah melihatnya dibuka. "Ya," kata Hermione, sekarang terdengar sedikit gugup. "Er ... kukira kita sebaiknya mengetuk." Ron mengetuk pintu itu dengan buku-buku jarinya tetapi tidak ada jawaban. "Dia pasti sedang menyelinap di atas," dia berkata, dan tanpa ribut-ribut lagi menarik pintu hingga terbuka. "Urgh!" Harry mengintip ke dalam. Sebagian besar dari lemari itu terambil oleh sebuah ketel uap yang sangat besar dan kuno, tetapi di ruang di bawah pipa-pipa Kreacher telah membuat sesuatu yang tampak seperti sarang bagi dirinya sendiri. Campuran berbagai kain rombengan dan selimut tua yang bau ditumpuk di lantai dan lekuk kecil di tengahnya memperlihatkan tempat Kreacher bergelung untuk tidur setiap malam. Di sana-sini di antara benda-benda ada remah-remah roti basi dan potongan-potongan keju berjamur. Di sudut jauh berkilau benda-benda kecil dan koin-koin yang Harry tebak telah diselamatkan Kreacher, seperti burung pencuri, dari pembersihan rumah oleh Sirius, dan dia juga berhasil mengambil foto keluarga berbingkai perak yang telah dibuang Sirius pada musim panas. Kaca mereka mungkin pecah, tapi orang-orang kecil hitam putih di dalamnya memandangnya dengan angkuh, termasuk -- dia merasakan entakan kecil di perutnya -- wanita berkelopak mata tebal yang berkulit gelap yang pengadilannya telah dia saksikan dalam Pensieve Dumbledore: Bellatrix Lestrange. Tampaknya, fotonya adalah kesukaan Kreacher; dia telah menempatkannya di depan semua yang lain dan telah memperbaiki kacanya dengan canggung menggunakan Spellotape. "Kukira aku hanya akan meninggalkan hadiahnya di sini," kata Hermione, sambil meletakkan paket itu dengan rapi di tengah turunan di kain-kain dan selimut rombengan itu dan menutup pintu pelan-pelan. "Dia akan menemukannya nanti, itu bagus." "Kalau dipikir-pikir," kata Sirius, sambil muncul dari lemari penyimpanan sambil membawa seekor kalkun besar selagi mereka menutup pintu lemari itu, "apa sebenarnya ada yang melihat Kreacher akhir-akhir ini?" "Aku belum melihatnya sejak malam kami kembali ke sini," kata Harry. "Kau sedang menyuruhnya keluar dari dapur." "Yeah kata Sirius sambil merengut. "Kau tahu, kukira itu terakhir kalinya aku melihatnya juga ... dia pasti sedang bersembunyi di atas di suatu tempat." "Dia tidak mungkin pergi, bukan?" kata Harry. "Maksudku, waktu kau bilang "keluar", mungkin dia berpikir maksudmu keluar dari rumah?" "Tidak, tidak, peri-rumah tidak bisa pergi kecuali mereka diberi pakaian. Mereka terikat pada rumah keluarga," kata Sirius. "Mereka bisa meninggalkan rumah kalau mereka benar-benar mau," Harry membantahnya. "Dobby melakukannya, dia meninggalkan rumah keluarga Malfoy untuk memberiku peringatan dua tahun yang lalu. Dia harus menghukum dirinya sendiri setelahnya, tapi tetap saja dia berhasil." Sirius tampak sedikit bingung sejenak, lalu berkata, "Aku akan mencarinya nanti, kuduga aku akan menemukannya di atas sedang menangisi kesalahan ibuku atau sesuatu. Tentu saja, dia mungki telah merangkak ke dalam lemari pengering dan mati ... tapi aku tidak boleh mengharap tinggi-tinggi." Fred, George dan Ron tertawa; namun Hermione tampak mencela. Setelah mereka makan siang Natal, keluarga Weasley, Harry dan Hermione merencanakan untuk menjenguk Mr Weasley lagi, ditemani oleh Mad-Eye dan Lupin. Mundungus muncul tepat waktu untuk puding Natal, setelah berhasil "meminjam" sebuah mobil untuk kesempatanitu, karena Kereta Bawah Tanah tidak jalan pada Hari Natal. Maobil itu, yang Harry ragu telah diambil seizin pemiliknya, telah diperbesar dengan mantera seperti dulu Ford Anglia lama keluarga Weasley. Walaupun besarnya di bagian luar normal, sepuluh orang beserta Mundungus yang menyetir bisa masuk ke dalamnya dengan nyaman. Mrs Weasley bimbang sebelum masuk ke dalam --Harry tahu ketidaksetujuannya pada Mundungus bertarung dengan ketidaksukaannya untuk bepergian tanpa sihir -- tapi, akhirnya, udara dinign di luar dan permohonan anak-anaknya menang, dan dia masuk ke tempat duduk belakang di antara Fred dan Bill dengan anggun. Perjalanan ke St Mungo sangat cepat karena sangat sedikit lalu lintas di jalan-jalan. Aliran kecil para penyihir wanita dan pria sedang berjalan pelan-pelan di jalan yang selain itu sepi untuk mengunjungi rumah sakit. Harry dan yang lainnya keluar dari mobil, dan Mundungus menyetir mengitari sudut untuk menunggu mereka. Mereka berjalan dengan biasa menuju jendela tempat boneka berbaju nilon hijau itu berdiri, lalu, satu per satu, melangkah melalui kaca. Area penerimaan tampak bersuasana pesta menyenangkan: bola-bola kristal yang menerangi St Mungo telah diberi warna merah dan emas sehingga menjadi bola hiasa Natal raksasa berkilauan; daun-daun holly bergantungan di setiap ambang pintul dan pohon-pohon Natal putih bersinar tertutup tetes air beku dan salju sihir berkilauan di setiap sudut, masing-masing diberi bintang emas berkilat di puncaknya. Tempat itu tidak begitu padat seperti kali terakhir mereka di sana, walaupun setengah jalan menyusuri ruangan itu Harry menemukan dirinya terdorong ke samping oleh seorang penyihir wanita dengan jeruk tersumbat di lubang hidungnya. "Percekcokan keluarga, eh?" penyihir wanita di belakang meja tersenyum menyeringai. "Kau yang ketiga yang kutemui hari ini ... Kerusakan Akibat Mantera, lantai keempat." Mereka menemukan Mr Weasley bersandar di tempat tidurnya dengan sisa-sisa makan malam kalkunnya di sebuah nampan di pangkuannya dan ekspresi yang agak malu-malu di wajahnya. "Semuanya baik-baik saja, Arthur?" tanya Mrs Weasley, setelah mereka semua memberi salam pada Mr Weasley dan menyerahkan hadiah-hadiah mereka. "Bai, baik," kata Mr Weasley, sedikit terlalu bersungguh-sungguh. "Kalian -- er -belum bertemu Penyembuh Smethwyck, bukan?" "Belum," kata Mrs Weasley dengan curiga, "Kenapa?" "Tidak apa-apa, tidak apa-apa," kata Mr Weasley dengan ringan, sambil mulai membuka bungkusan tumpukan hadiahnya. "Well, semua orang senang? Apa yang kalian semua dapatkan untuk Natal? Oh, Harry -- ini benar-benar menakjubkan!" Karena dia baru saja membuka hadiah Harry berupa kawat sekering dan obeng. Mrs Weasley tidak tampak benar-benar puas dengan jawaban Mr Weasley. Selagi suaminya mencondongkan badan untuk menjabat tangan Harry, dia mengintip perban di bawah baju tidurnya. "Arthur,"dia berkata, dengan nada tajam dalam suaranya seperti perangkap tikus, "perbanmu sudah diganti. Kenapa kau ganti perbanmu sehari lebih awal, Arthur? Mereka bilang padaku tidak perlu diganti sampai besok." "Apa?" kata Mr Weasley, tampak agak takut dan menarik selimut lebih tinggi ke dadanya. "Tidak, tidak -- bukan apa-apa -- " Dia terlihat mengerut di bawah tatapan menusuk Mrs Weasley. "Well, jangan jadi kacau sekarang, Molly, tapi Augustus Pye punya gagasan ... dia Penyembuh Magang, kau tahu, anak muda menyenangkan dan sangat tertarik dalam ... um ... obat-obat pelengkap ... maksudku, beberapa dari pengobatan Muggle tua ini ... well, disebut jahitan, Molly, dan berhasil sangat baik pada -- pada luka-luka Muggle -- " Mrs Weasley mengeluarkan suara tidak menyenangkan antara jeritan dan geraman. Lupin berjalan pergi dari ranjang dan ke arah manusia serigala itu, yang tidak mendapat pengunjung dan sedang memandang agak prihatin ke kerumunan di sekitar Mr Weasley; Bill menggumamkan sesuatu tentang minum secangkir the dan Fred dan George melompat bangkit untuk menemaninya, sambil menyeringai. "Apakah kau bermaksud memberitahuku," kata Mrs Weasley, suaranya semakin keras dengan setiap kata dan tampaknya tidak sadar bahwa pengunjung yang bersamanya sedang giat mencari perlindungan, "bahwa kau telah bermain-main dengan pengobatan Muggle?" "Bukan bermain-main, Molly, sayang," kata Mr Weasley memohon, "hanya -- hanya sesuatu yang Pye dan aku kira akan kami coba -- cuma, sayangnya -- well, dengan jenis luka seperti ini -- tampaknya tidak berhasil sebaik yang kami harapkan -- " "Artinya?" "Well... well, aku tak tahu apakah kau tahu apa -- apa itu jahitan?" "Kedengarannya seolah-olah kau mencoba menjahit kulitnya kembali," kata Mrs Weasley dengan dengus tawa tidak senang, "tapi bahkan kau, Arthur, tidak akan sebodoh itu-- " "Aku juga ingin secangkir the," kata Harry sambil melompat bangkit. Hermione, Ron dan Ginny hampir berlari kecil ke pintu bersamanya. Selagi pintu itu berayun menutup di belakang mereka, mereka mendengar Mrs Weasley menjerit, "APA MAKSUDMU, ITU GAGASAN UMUMNYA?" "Ciri khas Dad," kata Ginny sambil menggelengkan kepalanya selagi mereka berjalan di koridor. "Jahitan ... kutanya kalian "Well, kau tahu, jahitan berhasil pada luka-luka non-sihir," kata Hermione dengan adil. "Kurasa sesuatu dalam bisa ular itu melarutkannya atau sesuatu. Aku ingin tahu di mana ruang minum the?" "Lantai kelima," kata Harry teringat pada papan penunjuk di atas meja penyihir penyambut. Mereka berjalan menyusuri koridor, melalui serangkaian pintu ganda dan menemukan tangga reyot yang dihiasi dengan lebih banyak lagi potret para Penyembuh yang tampak kejam. Selagi mereka menaikinya, berbagai Penyembuh itu memanggil mereka, mendiagnosakan keluhan-keluhan aneh dan menyarankan obat-obat mengerikan. Ron benar-benar terhina ketika seorang penyihir pria abad pertengahan berseru bahwa dia jelas-jelas terkena spattergroit yang parah. "Dan apa itu?" dia bertanya dengan marah, sementara si Penyembuh mengejarnya melalui enam potret lagi, sambil mendorong pada penghuninya menyingkir. "Itu adalah penyakit kulit yang paling menyedihkan, tuan muda, yang akan menyebabkan Anda bermuka bopen dan bahkan lebih mengerikan daripada sekarang - "Perhatikan siapa yang kau sebut mengerikan!" kata Ron, telinganya memerah. "--satu-satunya penyembuhnya adalah dengan mengambil hati katak, mengikatnya erat-erat di tenggorokanmu, berdiri telanjang saat bulan penuh di dalam satu tong mata belut -- " "Aku tidak kena spattergroit!" "Tapi noda-noda tak sedap dipandang di wajah Anda, tuan muda -- " "Itu bintik-bintik!" kata Ron marah besar. "Sekarang kembali ke gambarmu dan tinggalkan aku sendiri!" Dia berpaling kepada yang lainnya, yang semuanya sedang bertekad memasang muka biasa. "Lantai berapa ini?" "Kukira yang kelima," kata Hermione. "Bukan, yang keempat," kata Harry, "satu lagi -- " Tetapi selagi dia mendarat ke puncak tangga dia berhenti mendadak, sambil menatap ke jendela kecil yang terdapat pada pintu ganda yang menandakan awal sebuah koridor yang diberi tanda CEDERA AKIBAT MANTERA. Seorang lelaki sedang mengintip kepada mereka semua dengan hidungnya tertekan pada kaca. Dia memiliki rambut pirang bergelombang, mata biru cerah dan sebuah senyum lebar yang hampa yang memperlihatkan gigi-gigi putih menyilaukan. "Astaga!" kata Ron, juga menatap lelaki itu. "Oh, Tuhan," kata Hermione tiba-tiba, terdengar terengah-engah. "Profesor Lockhart!" Bekas guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam mereka mendorong pintu-pintu itu hingga terbuka dan bergerak ke arah mereka, mengenakan sebuah jubah longgar panjang berwarna lila. "Well, halo yang di sana!" dia berkata. "Kurasa kalian akan mau tanda tanganku, bukan?" "Belum banyak berubah, bukan?" Harry bergumam kepada Ginny, yang menyeringai. "Er -- bagaimana keadaan Anda, Profesor?" kata Ron, terdengar sedikit bersalah. Tongkat Ron yang rusaklah yang telah mencederai ingatan Profesor Lockhart dengan begitu parahnya sehingga dia sampai ke St Mungo, walaupun karena Lockhart telah berusaha untuk menghapus ingatan Harry dan Ron secara permanen pada saat itu, rasa simpati Harry terbatas. "Aku sangat sehat, terima kasih!" kata Lockhart dengan gembira, sambil menarik sebuah pena bulu merak yang agak kumal dari kantongnya. "Sekarang, berapa banyak tanda tangan yang kalian inginkan? Aku bisa menulis huruf kursif sekarang, kalian tahu!" "Er -- kami tak mau apapun saat ini, trims," kata Ron sambil mengangkat alisnya kepada Harry, yang bertanya, "Profesor, apakah Anda boleh berkeliaran di koridor? Bukankah seharusnya Anda berada di dalam sebuah bangsal?" Senyum memudar lambat-lambat dari wajah Lockhart. Selama beberapa saat dia memandang Harry lekat-lekat, lalu dia berkata, "Bukankah kita pernah bertemu?" "Er ... yeah, memang," kata Harry. "Anda dulu mengajar kami di Hogwarts, ingat?" "Mengajar?" ulang Lockhart, terlihat agak tidak tenang. "Aku? Benarkah?" Dan kemudian senyum itu muncul kembali ke wajahnya begitu mendadaknya sehingga agak menakutkan. "Mengajari kalian semua yang kalian tahu, kurasa begitu? Well, kalau begitu, bagaimana dengan tanda tangan itu? Haruskah kita bilang sekitar selusin, dengan begitu kalian bisa memberikannya kepada semua teman kecil kalian dan tak seorangpun akan ketinggalan!" Tetapi saat itu sebuah kepala terulur dari sebuah pintu di ujung jauh dari koridor itu dan sebuah suara berkata, "Gilderoy, kau anak nakal, ke mana kau pergi?" Seorang Penyembuh yang tampak keibuan yang mengenakan sebuah rangkaian bunga dari kertas perak di rambutnya datang bergegas menyusuri koridor, sambil tersenyum hangat kepada Harry dan yang lainnya. "Oh, Gilderoy, kau punya pengunjung! Betapa bagusnya, dan di Hari Natal juga! Tahukah kalian, dia tak pernah mendapat mengunjung, anak malang, dan aku tak bisa mengira kenapa, dia begitu manis, bukan?" "Kami sedang melakukan tanda tangan!" Gilderoy memberitahu Penyembuh itu dengan senyum berkilau lagi. "Mereka mau banyak, tidak mau terima penolakan! Aku hanya berharap kami punya cukup foto!" "Dengarkan dia," kata si Penyembuh sambil memegang lengan Lockhart dan tersenyum sayang kepadanya seolah-olah dia anak berusia dua tahun yang terlalu cepat dewasa. "Dia agak terkenal beberapa tahun yang lalu; kami sangat berharap bahwa kegemarannya memberi tanda tangan adalah suatu tanda bahwa ingatannya mungkin mulai kembali. Maukah kalian melangkah ke sini? Dia ada dalam bangsal tertutup, kalian tahu, dia pasti telah meyelinap keluar sewaktu aku membawa masuk hadiah-hadiah Natal, pintu biasanya dikunci ... bukannya dia berbahaya! Tapi," dia menurunkan suaranya menjadi bisikan, "dia agak berbahaya bagi dirinya sendiri, berkati dia ... tak tahu siapa dia, kalian paham, berkeliaran dan tak ingat bagaimana kembali ... baik sekalil kalian datang untuk menemuinya." "Er," kata Ron sambil memberi isyarat tanpa guna pada lantai di atas, "sebenarnya, kami Cuma -- er --" Tetapi si Penyembuh sedang tersenyum penuh pengharapan kepada mereka, dan gumaman lemah Ron "akan minum secangkir teh" menghilang. Mereka saling berpandangan tak berdaya lalu mengikuti Lockhart dan Penyembuhnya menyusuri koridor. "Kita jangan tinggal lama-lama," Ron berkata pelan. Penyembuh itu menunjukkan tongkatnya pada pintu Bangsal Janus Thickey dan bergumam, "Alohomora." Pintu berayun terbuka dan dia memimpin jalan ke dalam, sambil memegang lengan Gilderoy dengan mantap sampai dia menempatkannya ke sebuah kursi berlengan di samping tempat tidurnya. "Ini bangsal penghuni jangka panjang kami," dia memberitahu Harry, Ron, Hermione dan Ginny dengan suara rendah. "Untuk kerusakan akibat mantera yang permanen, kalian tahu. Tentu saja, dengan jimat dan guna-guna dan ramuan-ramuan penyembuh yang intensif serta sedikit keberuntungan, kami bisa menghasilkan sedikit perbaikan. Gilderoy tampaknya mulai kembali pada dirinya sendiri; dan kami telah melihat perbaikan nyata pada Mr Bode, dia tampaknya mulai mendapatkan kemampuan berbicafra dengan sangat baik, walaupun dia belum berbicara dengan bahasa yang kami kenali. Well, aku harus menyelesaikan pembagian hadiah-hadiah Natal, aku akan meninggalkan kalian semua untuk berbincang-bincang." Harry memandang berkeliling. Bangsal itu memiliki tanda-tanda tak salah lagi merupakan rumah permanen bagi para penghuninya. Mereka memiliki lebih banyak barang-barang pribadi di sekitar tempat tidur mereka daripada di bangsal Mr Weasley; dinding-dinding di sekitar ujung tempat tidur Gilderoy, contohnya, dilapisi dengan gambar-gambar dirinya sendiri, semuanya tersenyum memamerkan gigi dan melambai-lambai kepada para pendatang baru itu. Dia telah menandatangani banyak foto itu untuk dirinya sendiri dalam tulisan tangan kekanak-kanakan yang terputus-putus. Saat dia telah ditempatkan ke kursinya oleh si Penyembuh, Gilderoy menarik setumpuk baru foto kepada dirinya sendiri, meraih sebuah pena bulu dan mulai menandatangani mereka semua dengan tergesa-gesa. "Kau bisa meletakkannya ke dalam amplop-amplop," dia berkata kepada Ginny, sambil melemparkan gambar-gambar bertanda tangan itu ke pangkuannya satu per satu setelah dia selesai. "Aku tidak terlupakan, kalian tahu, tidak, aku masih menerima banyak surat penggemar ... Gladys Gudgeon menulis surat tiap minggu ... Aku hanya berharap aku tahu kenapa." Dia berhenti sejenak, tampak agak bingung, lalu tersenyum lagi dan kembali menandatangani dengan tenaga baru. "Kurasa cuma ketampananku Seeorang penyihir pria berkulit pucat dan tampak murung yang berbaring di tempat tidur di seberang sedang menatap langit-langit; dia sedang berkomat-kamit pada dirinya sendiri dan tampak tidak sadar akan apapun di sekitarnya. Dua ranjang berikutnya adalah seorang wanita yang seluruh kepalanya tertutup bulu; Harry ingat sesuatu yang serupa terjadi pada Hermione di tahun kedua mereka, walaupun untungnya kerusakan itu, dalam kasusnya, tidak permanen. Di ujung terjauh bangsal itu tirai-tirai berbunga-bunga telah ditarik mengelilingi dua ranjang untuk memberi para penghuninya dan pengunjung-pengunjung mereka sedikit privasi. "Ini dia, Agnes," kata si Penyembuh dengan ceria kepada wanita berwajah berbulu itu, sambil menyerahkan kepadanya setumpuk kecil hadiah Natal. "Lihat, kamu belum terlupakan, bukan? Dan anak lelakimu mengirim seekor burung hantu untuk mengatakan dia akan berkunjung malam ini, jadi itu bagus, bukan?" Agnes mengeluarkan beberapa gonggongan keras. "Dan lihat, Broderick, kau telah dikirimi sebuah tanaman pot dan sebuah kalender indah bergambar seekor Hippogriff menawan yang berbeda tiap bulannya; mereka akan mencerahkan suasana, bukan?" kata si Penyembuh, sambil berjalan menuju pria yang berkomat-kamit itu, menempatkan sebuah tanaman yang agak jelek yang memiliki tentakel-tentakel panjang berayun ke atas lemari di sisi tempat tidur dan memasang kalender ke dinding dengan tongkatnya. "Dan -- oh, Mrs Longbottom, Anda sudah akan pergi?" Kepala Harry berputar. Tirai-tirai telah ditarik dari kedua ranjang di ujung bangsal dan dua orang pengunjung sedang berjalan menyusuri gang di antara ranjang-ranjang: seorang penyihir wanita tua yang tampak mengerikan yang mengenakan sebuah gaun hijau panjang, sebuah mantel bulu musang termakan ngengat dan sebuah topi yang dihiasi dengan apa yang tak salah lagi seekor burung nazar yang disumpal dan, mengekor di belakangnya terlihat benar-benar tertekan -- Neville. Dengan serbuan pengertian mendadak, Harry sadar siapa orang-orang di ranjang ujung itu. Dia memandang berkeliling dengan liar untuk mencari cara-cara mengalihkan perhatian yang lainnya sehingga Neville bisa meninggalkan bangsal itu tanpa diperhatikan dan tanpa ditanyai, tapi Ron juga telah melihat ke atas ketika mendengar nama "Longbottom", dan sebelum Harry bisa menghentikannya dia telah berseru, "Neville!" Neville terlompat dan gemetaran seolah-olah sebuah peluru hampir saja mengenainya. "Ini kami, Neville!" kata Ron dengan ceria, sambil bangkit. "Sudahkah kau lihat --? Lockhart ada di sini! Siapa yang kau kunjungi?" "Teman-temanmu, Neville, sayang?" kata nenek Neville dengan sangat ramah, sambil memandangi mereka semua. Neville terlihat seolah-olah dia lebih suka berada di manapun di dunia kecuali di sini. Suatu rona ungu menjalar di wajahnya yang bundar dan dia tidak mengadakan kontak mata dengan satupun dari mereka. "Ah, ya," kata neneknya, sambil memandang Harry dengan seksama dan mengulurkan tangan keriput yang mirip cakar kepadanya untuk bersalaman. "Ya, ya, aku tahu siapa kau, tentu saja. Neville sangat memujimu." "Er -- trims," kata Harry sambil bersalaman. Neville tidak memandangnya, tapi mengamati kakinya sendiri, rona wajahnya semakin dalam sementara itu. "Dan kalian berdua jelas keluarga Weasley," Mrs Longbottom melanjutkan, sambil mengulurkan tangannya dengan khidmat kepada Ron dan Ginny bergantian. "Ya, aku kenal orang tua kalian -- tidak kenal baik, tentunya -- tapi orang-orang yang baik, orang-oang yang baik ... dan kau pasti Hermione Granger?" Hermione tampak agak terkejut bahwa Mrs Longbottom tahu namanya, tapi tetap bersalaman bagaimanapun. "Ya, Neville sudah menceritakan kepadaku semua tentang dirimu. Membantunya keluar dari beberapa kesulitan, bukan begitu? Dia anak yang baik," katanya sambil memberi pandangan tajam menilai lewat hidungnya yang agak kurus kepada Neville, "tapi dia tidak punya bakat ayahnya, aku kuatir mengatakannya." Dan dia menyentakkan kepalanya ke arah dua ranjang di ujung bangsal itu, sehingga burung nazar isian di topinya bergetar mengkhawatirkan. "Apa?" kata Ron, terlihat heran. (Harry ingin menginjak kaki Ron, tapi hal seperti itu jauh lebih sulit dilakukan tanpa diperhatikan kalau kau memakai celana jins bukannya jubah.) "Apakah ayahmu yang di ujung situ, Neville?" "Apa ini?" kata Mrs Longbottom dengan tajam. "Apakah kau belum memberitahu teman-temanmu mengenai orang tuamu, Neville?" Neville mengambil napas dalam-dalam, memandang ke langit-langit dan menggelengkan kepalanya. Harry tak bisa ingat pernah merasa lebih prihatin kepada siapapun, tapi dia tak bisa memikirkan cara apapun untuk membantu Neville keluar dari situaasi itu. "Well, tidak perlu merasa malu!" kata Mrs Longbottom dengan marah. "Kau seharusnya bangga, Neville, bangga! Mereka tidak melepaskan kesehatan dan kewarasan mereka sehingga anak lelaki mereka satu-satunya malu terhadap mereka, kau tahu!" "Aku tidak malu," kata Neville dengan sangat lemah, masih memandang ke manapun kecuali kepada Harry dan yang lainnya. Ron sekarang sedang berdiri di ujung jarinya untuk melihat ke penghuni kedua tempat tidur itu. "Well, kau menunjukkannya dengan cara yang aneh!" kata Mrs Longbottom. "Anak lelakiku dan istrinya," dia berkata, sambil berpaling dengan angkuh kepada Harry, Ron, Hermione dan Ginny, "disiksa hingga gila oleh para pengikut Kau-Tahu-Siapa." Hermione dan Ginny keduanya menekupkan tangan mereka di atas mulut. Ron berhenti menjulurkan lehernya untuk memandang sepintas lalu orang tua Neville dan tampak malu. "Mereka Auror, kalian tahu, dan sangat dihormati dalam komunitas penyihir," Mrs Longbottom melanjutkan. "Sangat berbakat, keduanya. Aku -- ya, Alice sayang, ada apa?" Ibu Neville telah datang sambil berjalan miring di bangsal itu mengenakan baju tidurnya. Dia tak lagi memiliki wajah bulat yang tampak bahagia yang dilihat Harry di foto tua Moody tentang Order of Phoenix yang asli. Wajahnya kurus dan lemah sekarang, matanya tampak terlalu besar dan rambutnya, yang telah berubah menjadi putih, bergelung-gelung kecil dan tampak mati. Dia tampaknya tidak mau berbicara, atau mungkin dia tidak bisa, tetapi dia membuat gerakan malu-malu kepada Neville, sambil memegang sesuatu di tangannya yang terulur. "Lagi?" kata Mrs Longbottom, terdengar agak letih. "Baiklah, Alice sayang, baiklah -- Neville, ambillah, apapun itu." Tetapi Neville sudah menjulurkan tangannya, ke mana ibunya menjatuhkan sebuah pembungkus kosong Permen Karet Tiup Terbaik Drooble. "Sangat bagus, sayang," kata nenek Neville dengan suara ceria palsu, sambil menepuk-nepuk bahu ibunya. Tetapi Neville berkata pelan, "Trims, Mum." Ibunya berjalan pergi tertatih-tatih, kembali ke ujung bangsal, sambil bersenandung kepada dirinya sendiri. Neville memandang berkeliling kepada yang lain, ekspresinya menantang, seolah-olah menantang mereka untuk tertawa, tapi Harry berpikir dia belum pernah menemukan apapun yang lebih tidak lucu dalam hidupnya. Tetapi ketika mereka pergi, Harry yakin dia melihat Neville menyelipkan pembungkus permen itu ke dalam kantongnya. Pintu menutup di belakang mereka. "Aku tak pernah tahu," kata Hermione, yang tampak berkaca-kaca. "Aku juga tidak," kata Ron agak serak. "Aku juga," bisik Ginny. Mereka semua memandang Harry. "Aku tahu," dia berkata dengan murung. "Dumbledore memberitahuku tetapi aku berjanji aku tidak akan memberitahu siapapun ... itulah yang menyebabkan Bellatrix Lestrange dikirim ke Azkaban, menggunakan Kutukan Cruciatus pada orang tua Neville sampai mereka hilang ingatan." "Bellatrix Lestrange melakukan itu?" bisik Hermione, terkejut. "Wanita yang fotonya ditaruh Kreacher di sarangnya?" Ada keheningan lama, yang dipecahkan oleh suara marah Lockhart. "Lihat, aku tidak belajar menulis huruf kursif untuk disia-siakan, kalian tahu!" BAB DUA PULUH EMPAT Occlumency Kreacher, ternyata, bersembunyi di loteng. Sirius berkata dia menemukannya di atas sana, tertutup debu, tak diragukan lagi sedang mencari lebih banyak barang peninggalan keluarga Black untuk disembunyikan di lemarinya. Walaupun Sirius kelihatannya puas dengan cerita ini, Harry merasa tidak tenang. Kreacher tampak berada dalam suasana hati yang lebih baik, gumaman getirnya telah sedikit reda dan dia menuruti perintah-perintah dengan lebih patuh daripada biasanya, walaupun sekali atau dua kali Harry memergoki peri-rumah itu sedang menatapnya lekat-lekat, tetapi selalu berpaling dengan cepat kapanpun dia melihat bahwa Harry memperhatikan. Harry tidak menyebutkan kecurigaan samarnya kepada Sirius, yang keceriaannya sedang menguap dengan cepat sekarang setelah Natal usai. Sementara hari keberangkatan mereka kembali ke Hogwarts semakin dekat, dia menjadi semakin mudah terkena apa yang disebut Mrs Weasley "serangan kecemberutan", di mana dia akan menjadi pendiam dan galak, sering menarik diri ke kamar Buckbeak selama berjam-jam pada sekali waktu. Kemurungannya merembes ke seluruh rumah, lewat bagian bawah ambang pintu seperti gas berbahaya, sehingga mereka semua tertular. Harry tidak ingin meninggalkan Sirius lagi dengan hanya Kreacher sebagai teman; bahkan, untuk pertama kalinya dalam hidupnya, dia tidak menanti-nantikan kembali ke Hogwarts. Kembali ke sekolah akan berarti menempatkan dirinya sendiri sekali lagi di bawah kezaliman Dolores Umbridge, yang tak diragukan berhasil memaksakan selusin dekrit lagi dalam ketidakhadiran mereka; tidak ada Quidditch untuk dinantikan sekarang setelah dia dilarang bermain; ada kemungkinan besar bahwa beban pekerjaan rumah mereka akan meningkat sementara ujian semakin mendekat; dan Dumbledore tetap sejauh dulu. Bahkan, kalau bukan karena DA, Harry berpikir dia mungkin telah memohon kepada Sirius untuk mengizinkannya meninggalkan Hogwarts dan tetap di Grimmauld Place. Lalu, di hari terakhir liburan, sesuatu terjadi yang membuat Harry benar-benar ngeri akan kembalinya ke sekolah. "Harry, sayang," kata Mrs Weasley sambil menjulurkn kepalanya ke dalam kamarnya dan Ron, di mana mereka berdua sedang bermain catur penyihir ditonton oleh Hermione, Ginny dan Crookshanks, "bisakah kau turun ke dapur? Profesor Snape ingin berbicara denganmumu." Harry tidak segera menyadari apa yang telah dia katakan; salah satu bentengnya sedang berada dalam pergumulan hebat dengan sebuah pion Ron dan dia sedang menyemangatinya dengan antusias. "Lumatkan dia -- lumatkan dia, dia cuma sebuah pion, kau idiot. Sori, Mrs Weasley, apa yang Anda katakan?" "Profesor Snape, sayang. Di dapur. Dia mau bicara." Mulut Harry terbuka karena ngeri. Dia memandang berkeliling kepada Ron, Hermione dan Ginny, yang semuanya sedang memandangnya kembali sambil menganga. Crookshanks, yang telah Hermione tahan dengan susah payah selama seperempat jam terakhir ini, melompat dengan gembira ke atas papan dan membuat bidak-bidak berlarian mencari perlindungan, sambil memekik sekeras-kerasnya. "Snape?" kata Harry dengan hampa. "Profesor Snape, sayang," kata Mrs Weasley mencela. "Sekarang ayolah, cepat, dia bilang dia tidak bisa tinggal lama-lama." "Apa yang dia mau denganmu?" kata Ron, terlihat bingung ketika Mrs Weasley pergi dari kamar itu. "Kau tidak melakukan apapun, "kan?" "Tidak!" kata Harry tidak senang, sambil memutar otaknya untuk memikirkan apa yang mungkin telah dilakukannya yang akan membuat Snape mengejarnya ke Grimmauld Place. Apakah peer terakhirnya mungkin mendapatkan sebuah T? Satu atau dua menit kemudian, dia mendorong pintu dapur hingga terbuka untuk mendapati Sirius dan Snape keduanya duduk di meja dapur panjang, saling melotot ke seberangnya. Keheningan antara mereka sarat akan ketidaksukaan bersama. Sepucuk surat tergeletak terbuka di meja di depan Sirius. "Er," kata Harry, untuk mengumumkan kehadirannya. Snape memandangnya, wajahnya terbingkai di antara tirai rambut hitam berminyak. "Duduk, Potter." "Kau tahu," kata Sirius dengan keras, sambil bersandar pada kaki belakang kursinya dan berbicara kepada langit-langit, "Kukira aku lebih suka kalau kau tidak memberikan perintah di sini, Snape. Ini rumahku, kau tahu." Rona jelek meliputi wajah pucat Snape. Harry duduk di sebuah kursi di samping Sirius, menhadapi Snape di seberang meja. "Aku seharusnya menemuimu sendirian, Potter," kata Snape, seringai mengejek yang sudah lazim melengkungkan mulutnya, "tetapi Black -- " "Aku ayah angkatnya," kata Sirius, lebih keras dari sebelumnya. "Aku di sini atas perintah Dumbledore," kata Snape, yang suaranya, sebaliknya, semakin pelan, "tapi bagaimanapun tinggallah, Black, aku tahu kau suka merasa ... terlibat." "Apa artinya itu?" kata Sirius sambil membiarkan kursinya jatuh kembali ke atas empat kaki dengan suara bantingan keras. "Hanya bahwa aku yakin kau pasti merasa -- ah -- frustrasi karena fakta bahwa kau tak bisa melakukan sesuatu yang berguna," Snape memberikan tekanan lembut pada kata, "untuk Order." Giliran Sirius yang merona. Bibir Snape melengkung dalam kemenangan selagi dia berpaling kepada Harry. "Kepala Sekolah telah mengirimku untuk memberitahumu, Potter, bahwa adalah keinginannya bagimu untuk mempelajari Occlumency semester ini." "Mempelajari apa?" kata Harry dengan hampa. Seringai mengejek Snape menjadi semakin jelas. "Occlumency, Potter. Pertahanan sihir pikiran terhadap penetrasi dari luar. Cabang sihir yang tidak dikenal, tetapi sangat berguna." Jantung Harry mulai memompa dengan sangat cepat. Pertahanan terhadap penetrasi dari luar. Tetapi dia tidak dirasuki, mereka semua menyetujui itu ... "Kenapa aku harus mempelajari Occlu -- ini?" dia berkata tanpa pikir. "Karena Kepala Sekolah mengira itu ide yang bagus," kata Snape dengan halus. "Kau akan menerima pelajaran privat sekali seminggu, tetapi kau tidak akan memberitahu siapapun apa yang sedang kau lakukan, terutama Dolores Umbridge. Kau mengerti?" "Ya," kata Harry. "Siapa yang akan mengajari saya?" Snape mengangkat alisnya. "Aku," dia berkata. Harry merasakan sensasi mengerikan bahwa isi tubuhnya sedang meleleh. Pelajaran tambahan dengan Snape -- apa yang telah dilakukannya sehingga pantas mendapatkan ini? Dia memandang Sirius dengan cepat untuk mencari dukungan. "Kenapa Dumbledore tidak bisa mengajari Harry?" tanya Sirius dengan agresif. "Kenapa kau?" "Kurasa karena hak istimewa seorang kepala sekolah untuk mendelegasikan tugas-tugas yang kurang menyenangkan," kata Snape dengan licin. "Kuyakinkan kau aku tidak memohon pekerjaan ini." Dia bangkit. "Aku akan menantimu pada pukul enam Senin malam, Potter. Kantorku. Kalau ada yang tanya, kau sedang mengambil pelajaran perbaikan Ramuan. Tak seorangpun yang pernah melihatmu dalam kelasku akan mengingkari kau butuh perbaikan." Dia berpaling untuk pergi, mantel bepergiannya yang hitam berombak di belakangnya. "Tunggu sebentar," kata Sirius sambil duduk lebih tegak di kursinya. Snape berpaling untuk menghadapi mereka, sambil tersenyum mencemooh. "Aku agak terburu-buru, Black. Tidak seperti kamu, aku tidak punya waktu luang tak terbatas." "Kalau begitu, aku akan langsung ke pokok permasalahannya," kata Sirius sambil berdiri. Dia agak lebih tinggi daripada Snape yang, Harry perhatikan, mengepalkan tinjunya di kantong mantelnya pada apa yang Harry yakin merupakan pegangan tongkatnya. "Kalau kudengar kau menggunakan pelajaran-pelajaran Occlumency ini untuk memberi Harry kesulitan, kau akan berhadapan denganku." "Betapa menyentuhnya," Snape tersenyum menyeringai. "Tetapi tentunya kau sudah memperhatikan bahwa Potter sangat mirip ayahnya?" "Ya, memang," kata Sirius dengan bangga. "Well kalau begitu, kau akan tahu dia begitu arogan sehingga kritik hanya akan memantul darinya," Snape dengan halus. Sirius mendorong kursinya dengan kasar ke samping dan berjalan mengitari meja ke arah Snape, sambil menarik tongkatnya selagi dia jalan. Snape mengeluarkan tongkatnya sendiri. Mereka sedang berhadap-hadapan, Sirius tampak pucat karena marah, Snape sedang melakukan perhitungna, matanya beralih dari ujung tongkat Sirius ke wajahnya. "Sirius!" kata Harry keras-keras, tetapi Sirius tampaknya tidak mendengar dia. "Kuperingatkan kau, Snivellus," kata Sirius, wajahnya tidak sampai satu kaki dari wajah Snape, "Aku tidak peduli kalau Dumbledore mengira kau sudah tobat, aku lebih tahu -- " "Oh, tapi kenapa kau tidak memberitahunya begitu?" bisik Snape. "Atau apakah kau takut dia mungkin tidak menganggap serius nasehat dari seorang lelaki yang telah bersembunyi di dalam rumah ibunya selama enam bulan?" "Beritahu aku, bagaimana keadaan Lucius Malfoy akhir-akhir ini? Kuduga dia senang anjing piaraannya bekerja di Hogwarts, bukan?" "Berbicara tentang anjing," kata Snape dengan lembut, "tahukah kau bahwa Lucius Malfoy mengenalimu terakhir kali kau mempertaruhkan pesiar kecil ke luar? Gagasan yang pintar, Black, membuat dirimu terlihat di atas sebuah peron stasiun yang aman ... memberimu alasan sekuat besi untuk tidak meninggalkan lubang persembunyianmu di masa mendatang, bukan?" Sirius mengangkat tongkatnya. "TIDAK!" Harry berteriak, sambil melompati meja dan mencoba berada di antara mereka. "Sirius, jangan!" "Apakah kau menyebutku pengecut?" raung Sirius, mencoba mendorong Harry, tetapi Harry tidak mau bergeming. "Ya, kurasa begitu," kata Snape. "Harry -- menyingkirlah!" bentak Sirius, sambil mendorongnya ke samping dengan tangannya yang bebas. Pintu dapur terbuka dan seluruh keluarga Weasley, ditambah Hermione, masuk, semuanya terlihat sangat gembira, dengan Mr Weasley berjalan dengan bangga di tengah-tengah mereka berpakaian piyama garis-garis yang ditutupi dengan jas hujan. "Sembuh!" dia mengumumkan dengan ceria kepada dapur secara keseluruhan. "Sepenuhnya sembuh!" Dia dan semua anggota keluarga Weasley lainnya membeku di ambang pintu, menatap ke adegan di depan mereka, yang juga terhenti di tengah-tengah, baik Sirius maupun Snape sedang memandang pintu dengan tongkat mereka saling menunjuk wajah satu sama lain dan Harry tidak bergerak di antara mereka, sebuah tangan direntangkan ke masing-masing orang, mencoba memaksa mereka berpisah. "Jenggot Merlin," kata Mr Weasley, senyum memudar dari wajahnya, "apa yang sedang terjadi di sini?" Sirius dan Snape menurunkan tongkat mereka. Harry memandang dari yang satu ke yang lain. Masing-masing mengenakan ekspresi sangat jijik, namun masuknya begitu banyak saksi yang tidak terduga tampaknya telah menyadarkan mereka. Snape mengantongi tongkatnya, berpaling dan berjalan kembali menyeberangi dapur, melewati keluarga Weasley tanpa komentar. Di pintu dia memandang balik. "Pukul enam, Senin malam, Potter." Dan dia pergi. Sirius melotot di belakangnya, tongkatnya di sampingnya. "Apa yang sudah terjadi?" tanya Mr Weasley lagi. "Tidak apa-apa, Arthur," kata Sirius, yang sedang bernapas dengan berat seolah-olah dia baru saja berlari jarak jauh. "Cuma perbincangan kecil yang ramah antara dua teman sekolah lama." Dengan apa yang tampak seperti usaha berat, dia tersenyum. "Jadi ... kau sembuh? Itu kabar yang sangat bagus, benar-benar hebat." "Ya, bukan begitu?" kata Mrs Weasley sambil menuntun suaminya maju ke sebuah kursi. "Penyembuh Smethwyck melakukan sihirnya akhirnya, menemukan sebuah penawar racun atas apapun yang ular itu punya di taringnya, dan Arthur sudah jera mencoba-coba obat Muggle, bukan begitu, sayang?" dia menambahkan, agak mengancam. "Ya, Molly, sayang," kata Mr Weasley tanpa perlawanan. Makan malam ini seharusnya ceria, dengan Mr Weasley kembali di antara mereka. Harry bisa tahu Sirius sedang berusaha membuatnya demikian, tetapi ketika ayah angkatnya tidak sedang memaksa diirnya sendiri untuk tertawa keras-keras pada lelucon-lelucon Fred dan George atau menawari semua orang makanan lagi, wajahnya kembali ke ekspresi murung dan memikirkan hal-hal yang menyedihkan. Harry dipisahkan darinya oleh Mundungus dan Mad-Eye, yang mampir untuk memberi Mr Weasley selamat. Dia ingin berbicara kepada Sirius, untuk memberitahunya dia seharusnya tidak mendengarkan sepatah katapun yang dikatakan Snape, bahwa Snape sedang menghasutnya dengan sengaja dan bahwa yang lainnya tidak menganggap Sirius seorang pengecut karena melakukan seperti yang disuruh Dumbledore dan tinggal di Grimmauld Place. Tetapi dia tidak mempunyai kesempatan untuk melakukannya, dan, sambil memandang tampang jelek di wajah Sirius, Harry terkadang bertanya-tanya apakah dia akan berani menyebutnya kalaupun dia memiliki kesempatan. Alih-alih, dia memberitahu Ron dan Hermione dengan suara rendah tentang harus mengambil pelajaran-pelajaran Occlumency dengan Snape. "Dumbledore mau kamu berhenti mendapatkan mimpi-mimpi tentang Voldemort itu," kata Hermione seketika. "Well, kamu tidak akan menyesal tidak mendapatkannya lagi, bukan?" "Pelajaran tambahan dengan Snape?" kata Ron, terdengar kaget. "Aku lebih suka dapat mimpi buruk!" Mereka harus kembali ke Hogwarts naik Bus Ksatria hari berikutnya, dikawal sekali lagi oleh Tonks dan Lupin, yang keduanya sedang makan pagi di dapur ketika Harry, Ron dan Hermione turun pagi berikutnya. Orang-orang dewasa tampaknya sedang mengadakan percakapan bisik-bisik ketika Harry membuka pintu; mereka semua memandang berkeliling dengan buru-buru dan terdiam. Setelah makan pagi tergesa-gesa, mereka semua mengenakan jaket dan scarf melawan pagi Januari yang dingin kelabu. Harry memiliki perasaan tertarik yang tidak menyenangkan di dadanya; dia tidak mau mengatakan selamat tinggal kepada Sirius. Dia memiliki perasaan buruk tentang perpisahan ini; dia tidak tahu kapan mereka akan bertemu satu sama lain lagi dan dia merasa berkewajiban mengatakan sesuatu kepada Sirius untuk menghentikannya melakukan apapun yang bodoh --Harry kuatir bahwa tuduhan kepengecutan Snape telah menusuk Sirius begitu hebat sehingga sekarang dia bahkan mungkin merencanakan beberapa perjalanan gila-gilaan keluar dari Grimmauld Place. Namun, sebelum dia bisa memikirkan apa yang harus dikatakan, Sirius telah memberinya isyarat untuk datang ke sampingnya. "Aku mau kau bawa ini," dia berkata pelan, sambil menyodorkan sebuah paket yang dibungkus sekenanya yang kurang lebih seukuran sebuah buku tulis ke dalam tangan Harry. "Apa itu?" Harry bertanya. "Suatu cara memberitahuku kalau Snape sedang menyulitkanmu. Tidak, jangan buka di sini!" kata Sirius, dengan pandangan waspada kepada Mrs Weasley, yang sedang mencoba membujuk si kembar untuk mengenakan sarung tangan rajutan tangan. "Aku ragu Molly akan menyetujui -- tapi aku mau kau menggunakannya kalau kau perlu aku, oke?" "OK," kata Harry sambil menyimpan paket itu di kantong bagian dalam jaketnya, tetapi dia tahu dia tidak akan pernah menggunakan apapun itu. Bukan dia, Harry, yang akan memikat Sirius keluar dari tempat keselamatannya, tak peduli betapa buruknya Snape memperlakukan dia dalam kelas-kelas Occlumency mereka yang akan datang. "Kalau begitu, ayo pergi," kata Sirius sambil menepuk bahu Harry dan tersenyum suram, dan sebelum Harry bisa mengatakan hal lai, mereka sedang menuju lantai atas, berhenti di depan pintu depan yang penuh rantai dan terkunci, dikelilingi oleh keluarga Weasley. "Selamat tinggal, Harry, jaga dirimu," kata Mrs Weasley sambil memeluknya. "Sampai jumpa, Harry, dan hati-hati dengan ular!" kata Mr Weasley dengan riang, sambil menjabat tangannya. "Benar -- yeah," kata Harry dengan pikiran kacau; ini kesempatan terakhirnya untuk memberitahu Sirius agar berhati-hati; dia berpaling, memandang ke wajah ayah angkatnya dan membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi sebelum dia bisa melakukannya Sirius sedang memberinya pelukan satu lengan yang singkat dan berkata dengan kasar, "Jaga dirimu, Harry." Saat berikutnya, Harry mendapati dirinya dilangsir ke luar ke udara musim dingin yang sedingin es, bersama Tonks (hari ini menyamar sebagai seorang wanita jangkung dengan rambut kelabu) yang sedang mengejarnya menuruni undakan. Pintu nomor dua belas terbanting menutup di belakang mereka. Mereka mengikuti Lupin menuruni anak-anak tangga depan. Ketika dia mencapai trotoar, Harry memandang berkeliling. Nomor dua belas sedang mengerut dengan cepat sementara rumah-rumah di kedua sisinya merentang ke samping, menjepitnya hingga keluar dari pandangan. Satu kedipan kemudian, ia sudah hilang. "Ayolah, semakin cepat kita naik bus semakin baik," kata Tonks, dan Harry mengira ada kegugupan dalam pandangan sekilas yang dilemparkannya ke sekitar alun-alun. Lupin mengulurkan lengan kanannya. BANG. Sebuah bus bertingkat tiga yang sangat ungu muncul dari udara kosong di depan mereka, hampir mengenai tiang lampu terdekat, yang melompat mundur menghindar. Seorang pemuda kurus, berjerawat, bertelinga besar yang mengenakan seragam ungu melompat turun ke trotoar dan berkata, "Selamat datang ke --" "Ya, ya, kami tahu, terima kasih," kata Tonks dengan cepat. "Naik, naik, ke atas -- " Dan dia mendorong Harry maju ke tangga, melewati kondektur, yang membelalak kepada Harry ketika dia lewat. "Itu "Arry --!" "Kalau kau meneriakkan namanya aku akan mengutuknya menjadi pingsan," gumam Tonks mengancam, sekarang melangsir Ginny dan Hermione ke depan. "Aku selalu ingin naik benda ini," kata Ron dengan gembira sambil bergabung dengan Harry di atas bus dan memandang sekeliling. Terakhir kali Harry bepergian dengan Bus Ksatria adalah sewaktu malam hari dan ketiga tingkatnya penuh dengan ranjang-ranjang berangka kuningan. Sekarang, pagi-pagi sekali, bus itu dijejali dengan beragam kursi-kursi yang tidak serasi yang dikelompokkan dengan sembarangan di sekitar jendela-jendela. Beberapa di antara kursi-kursi ini tampaknya telah jatuh ketika bus berhenti mendadak den Grimmauld Place; beberapa orang penyihir wanita dan pria masih sedang bangkit, sambil menggerutu dan tas belanjaan seseorang telah meluncur di bus itu: campuran tak menyenangkan dari telur kodok, kecoak dan krim kenari berceceran di mana-mana di atas lantai. "Tampaknya kita harus berpisah," kata Tonks dengan cepat sambil memandang berkeliling mencari kursi-kursi kosong. "Fred, George dan Ginny, kalau kalian ambil kursi-kursi itu di belakang ... Remus bisa tinggal bersama kalian." Dia, Harry, Ron dan Hermione meneruskan ke tingkat yang paling atas, di mana ada dua kursi yang tidak terpakai di bagian paling depan dan dua di belakang. Stan Shunpike, si kondektur, mengikuti Harry dan Ron dengan bersemangat ke belakang. Kepala-kepala berpaling ketika Harry lewat dan, ketika dia duduk, dia melihat semua wajah-wajah itu berkibas kembali ke depan lagi. Ketika Harry dan Ron menyerahkan kepada Stan masing-masing sebelas Sickle, bus itu berangkat lagi, sambil berayun mengerikan. Bus berderu di sekitar Grimmauld Place, naik-turun trotoar, lalu, dengan bunyi BANG hebat lagi, mereka semua terdorong ke belakang; kursi Ron berguling dan Pigwidgeon, yang berada di pangkuannya, keluar dari kandangnya dan terbang sambil mencicit dengan liar ke bagian depan bus di mana dia berkibar turun ke bahu Hermione. Harry, yang telah menghindari jatuh dengan meraih siku-siku tempat lilin, memandang keluar dari jendela: mereka sekarang ngebut di apa yang tampak seperti jalan tol. "Persis di luar Birmingham," kata Stan dengan gembira, menjawab pertanyaan Harry yang tidak ditanyakan sementara Ron berjuang bangkit dari lantai. "Kalau begitu, kau baik, "Arry? Aku lihat namamu di koran sering sekali selama musim panas, tapi bukan hal yang sangat baik. Kubilang pada Ern, kubilang, dia tidak tampak seperti orang sinting waktu kita jumpa dia, tidak bisa tahu, bukan?" Dia menyerahkan tiket kepada mereka dan terus menatap Harry dengan terpesona. Tampaknya, Stan tidak peduli betapa sintingnya seseorang, kalau mereka cukup terkenal untuk berada di koran. Bus Ksatria berayun menakutkan, melewati sebarisan mobil. Ketika melihat ke bagian depan bus, Harry melihat Hermione menutupi matanya dengan tangan, Pigwidgeon sedang berayun dengan gembira di bahunya. BANG. Kursi-kursi meluncur mundur lagi selagi Bus Ksatria melompat dari jalan tol Birmingham ke sebuah jalan perdesaan tenang yang penuh belokan-belokan tajam. Pagar tanaman di kedua sisi jalan melompat menyingkir ketika mereka berpapasan. Dari sini mereka pindah ke sebuah jalan besar di tengah sebuah kota kecil yang sibuk, lallu ke sebuah jembatan di atas jalan yang dikelilingi oleh bukit-bukit tinggi, lalu ke sebuah jalan berangin kencang di antara apartemen-apartemen tinggi, setiap kali dengan bunyi BANG yang keras. "Aku berubah pikiran," gumam Ron sambil bangkit dari lantai untuk keenam kalinya, "aku tidak akan pernah mau benda ini lagi." "Dengar, pemberhentian "Ogwarts setelah ini," kata Stan dengan ceria sambil berayun menuju mereka. "Wanita tukang perintah di depan yang naik bersama kalian, dia memberi kami tip kecil untuk memindahkan kalian ke depan antrian. Kami hanya akan menurunkan Madam Marsh dulu -- " ada suara muntah dari bawah, diikuti dengan bunyi percikan mengerikan "-- dia tidak merasa sehat." Beberapa menit kemudian, Bus Ksatria mendecit berhenti di luar sebuah bar kecil, yang menyingkir untuk menghindari tubrukan. Mereka bisa mendengar Stan mengantarkan Madam Marsh yang tak beruntung itu keluar dari bus dan gumam kelegaan teman-teman penumpangnya di tingkat dua. Bus itu bergerak lagi, menambah kecepatan, sampai -BANG. Mereka sedang melalui Hogsmeade yang bersalju. Harry melihat sekilas Hog"s Head di jalan samping, papan penanda yang bergambar kepala babi hutan yang terpotong berderit dalam angin musim dingin. Butir-butir salju mengenai jendela besar di bagian depan bus. Akhirnya mereka berhenti di luar gerbang-gerbang Hogwarts. Lupin dan Tonks membantu mereka keluar dari bus bersama barang-barang bawaan mereka, lalu turun untuk mengatakan selamat tinggal. Harry memandang sekilas ke ketiga tingkat Bus Ksatria dan melihat semua penumpangnya menatapi mereka, hidung-hidung rata pada jendela-jendela. "Kalian akan aman begitu kalian berada di halaman sekolah," kata Tonks, sambil memandang berkeliling dengan waspada ke jalan yang sepi. "Semoga semester kalian menyenangkan, OK?" "Jaga diri kalian," kata Lupin sambil menyalami mereka semua dan meraih Harry paling akhir. "Dan dengar dia merendahkan suaranya sementara yang lain saling mengucapkan selamat tinggal saat terakhir dengan Tonks, "Harry, aku tahu kamu tidak suka Snape, tapi dia Occlumens yang hebat dan kami semua -- termasuk Sirius -- mau kamu belajar melindungi dirimu sendiri, jadi kerja keraslah, oke?" "Yeah, baiklah," kata Harry dengan berat sambil memandang wajah Lupin yang berkerut sebelum waktunya. "Kalau begitu, sampai jumpa." Mereka berenam berjuang menyusuri jalan kereta licin menuju kastil, sambil menyeret koper-koper mereka. Hermione sudah berbicara tentang merajut beberapa topi peri sebelum waktu tidur. Harry memandang sekilas ke belakang ketika mereka mencapai pintu-pintu depan dari kayu ek; tetapi Bus Ksatria sudah pergi dan dia setengah berharap, mengingat apa yang akan datang malam berikutnya, bahwa dia masih di atasnya. * Harry menghabiskan sebagian besar waktunya keesokan harinya merasa takut pada malam harinya. Pelajaran Ramuan ganda di pagi harinya tidak menghilangkan kengeriannya, karena Snape sama tidak menyenangkannya seperti sebelumnya. Suasana hatinya semakin merosot akibat para anggota DA yang terus-menerus menghampirinya di koridor-koridor antara jam pelajaran, bertanya penuh harap apakah akan ada pertemuan malam itu. "Akan kuberitahu kalian dengan cara biasa kapan yang berikutnya," Harry berkata berulang-ulang, "tapi aku tidak bisa melakukannya malam ini, aku harus menghadiri -er -- perbaikan Ramuan." "Kau mengambil perbaikan Ramuan!" tanya Zacharias Smith dengan congkak, setelah memojokkan Harry di Aula Depan setelah makan siang. Demi Tuhan, kau pasti mengerikan. Snape biasanya tidak memberikan pelajaran tambahan, bukan?" Ketika Smith berjalan pergi dengan gaya ringan yang menjengkelkan, Ron melotot kepadanya. "Haruskah kukutuk dia? Aku masih bisa mengenainya dari sini," dia berkata sambil mengangkat tongkatnya dan membidik di antara tulang bahu Smith. "Lupakan," kata Harry dengan muram. "Itu yang akan dipikirkan semua orang, bukan? Bahwa aku benar-benar bod-- " "Hai, Harry," kata sebuah suara di belakangnya. Dia berpaling dan mendapati Cho berdiri di sana. "Oh," kata Harry sementara perutnya terlompat dengan tidak menyenangkan. "Hai." "Kami akan ada di perpustakaan, Harry," kata Hermione dengan tegas selagi dia menyambar Ron di atas siku dan menyeretnya pergi menuju tangga pualam. "Natalmu menyenangkan?" tanya Cho. "Yeah, tidak buruk," kata Harry. "Punyaku agak tenang," kata Cho. Untuk alasan tertentu, dia tampak agak malu. "Erm ... ada perjalanan Hogsmeade lainnya bulan depan, apakah kau melihat pengumumannya?" "Apa? Oh, tidak, aku belum memeriksa papan pengumuman sejak aku kembali." "Ya, pada Hari Valentine "Benar," kata Harry sambil bertanya-tanya kenapa dia memberitahunya hal ini. "Well, kurasa kau mau --?" "Hanya kalau kau juga mau," dia berkata dengan bersemangat. Harry menatapnya. Dia tadi akan berkata,"Kurasa kau mau tahu kapan pertemuan DA berikutnya?" tetapi tanggapannya tampaknya tidak sesuai. "Aku -- er -- " dia berkata. "Oh, tidak apa-apa kalau kau tidak mau," Cho berkata, terlihat malu. "Jangan kuatir. Aku -- sampai jumpa lagi." Dia berjalan pergi. Harry berdiri menatapnya, otaknya bekerja gila-gilaan. Lalu sesuatu menjadi jelas. "Cho! Hei -- CHO!" Dia berlari mengejarnya, mendapatinya setengah jalan menaiki tangga pualam itu. "Er -- apakah kau mau pergi ke Hogsmeade bersamaku di Hari Valentine?" "Oooh, ya!" dia berkata, merona merah padam dan tersenyum kepadanya. "Baiklah ... well ... kalau begitu itu sudah beres," kata Harry, dan merasa bahwa hari itu ternyata tidak akan merugikan sepenuhnya, dia bahkan melambung ketika menuju perpustakaan untuk menjemput Ron dan Hermione sebelum pelajaran-pelajaran sore mereka. Namun, pada pukul enam malam itu, bahkan semangat karena telah berhasil mengajak Cho Chang pergi tidak bisa meringankan perasaan mengerikan yang terus menguat bersama setiap langkah yang diambil Harry menuju kantor Snape. Dia berhenti sejenak di luar pintu ketika dia sampai, berharap dia berada di hampir semua tempat yang lain, lalu, sambil mengambil napas dalam-dalam, dia mengetuk pintu dan masuk. Ruangan penuh bayang-bayang itu dibarisi dengan rak-rak yang berisikan ratusan toples kaca yang menampung potongan-potongan berlendir binatang-binatang dan tanaman-tanaman yagn tercelup di dalam berbagai ramuan berwarna. Di salah satu sudut berdiri lemari penuh bahan ramuan yang pernah Snape tuduh Harry -- bukan tanpa alasan -- rampok. Namun, perhatian Harry tertarik kepada meja tulis, di maan sebuah baskom batu dangkal yang diukir dengan rune-rune dan simbol-simbol tergeletak dalam genangan cahaya lilin. Harry mengenalinya dengan seketika -- itu Pensieve Dumbledore. Bertanya-tanya mengapa benda itu ada di sana, dia terlompat ketika suara dingin Snape datang dari balik bayang-bayang. "Tutup pintu di belakangmu, Potter." Harry melakukan yang disuruhnya, dengan perasaan mengerikan bahwa dia sedang memenjarakan dirinya sendiri. Ketika dia berpaling kembali, Snape telah berpindah ke tempat terang dan sedang menunjuk diam-diam ke kursi di seberang meja tulisnya. Harry duduk dan begitu pula Snape, mata hitamnya yang dingin terpaku tanpa berkedip kepada Harry, ketidaksukaan tertanam dalam setiap garis di wajahnya. "Well, Potter, kau tahu kenapa kau di sini," dia berkata. "Kepala Sekolah telah memintaku mengajarimu Occlumency. Aku hanya bisa berharap bahwa kau terbukti lebih cakap pada pelajaran itu daripada pada Ramuan." "Benar," kata Harry singkat. "Ini mungkin bukan kelas biasa, Potter," kata Snape, matanya menyipit dengan dengki, "tetapi aku masih gurumu dan karena itu kau akan memanggilku "sir" atau "Profesor" sepanjang waktu." "Ya ... sir," kata Harry. Snape terus mengamatinya melalui mata yang disipitkan selama beberapa saat, lalu berkata, "Sekarang, Occlumency. Seperti yang kuberitahukan kepadamu di dapur ayah angkatmu tercinta, cabang ilmu sihir ini menyegel pikiran terhadap gangguan dan pengaruh sihir." "Dan kenapa Profesor Dumbledore mengira aku membutuhkannya, sir?" kata Harry, memandang langsung ke mata Snape dan bertanya-tanya apakah Snape akan menjawab. Snape memandang balik kepadanya sejenak dan lalu berkata dengan menghina, "Tentunya bahkan kaupun sudah bisa memahami itu sekarang, Potter? Pangeran Kegelapan memiliki keahlian tinggi dalam Legilimency -- " "Apa itu? Sir?" "Itu adalah kemampuan untuk mengeluarkan perasaan dan ingatan dari pikiran orang lain -- " "Dia bisa membaca pikiran?" kata Harry cepat-cepat, ketakutan terbesarnya telah dibenarkan. "Kau tidak mengerti kepelikan ungkapan, Potter," kata Snape, matanya yang gelap berkilauan. "Kau tidak mengerti perbedaan halus. Itu adalah salah satu kekuranganmu yang menjadikanmu pembuat ramuan yang patut disesali." Snape berhenti sejenak, tampaknya menyesapi kesenangan menghina Harry, sebelum melanjutkan. "Hanya Muggle yang berbicara tentang "membaca pikiran". Pikiran bukan sebuah buku, untuk dibuka sekehendak hati dan diperiksa sesukanya. Pemikiran tidak diukir di bagian dalam tengkorak, untuk dibaca dengan teliti oleh penyerbu. Pikiran adalah sesuatu yang rumit dan memiliki banyak lapisan, Potter -- atau setidaknya, kebanyakan pikiran begitu." Dia tersenyum mencemooh. "Namun, benar bahwa mereka yang telah menguasai Legilimency mampu, di bawah kondisi tertentu, menyelidiki ke dalam pikiran para korban mereka dan menginterpretasikan penemuan mereka dengan tepat. Contohnya, Pangeran Kegelapan hampir selalu tahu ketika seseorang sedang berbohong kepadanya. Hanya mereka yang ahli dalam Occlumency yang mampu menutup perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan mereka yang menyangkal kebohongan itu, dan dengan demikian bisa mengucapkan dusta di hadapannya tanpa diketahui." Apapun yang dikatakan Snape, Legilimency terdengar seperti membaca pikiran kepada Harry, dan dia tidak suka yang didengarnya sama sekali. "Jadi, dia bisa tahu apa yang sedang kita pikirkan sekarang? Sir?" "Pangeran Kegelapan berada dalam jarak yang cukup jauh dan dinding-dinding serta halaman Hogwarts dijaga oleh banyak mantera dan jimat kuno untuk menjamin keselamatan fisik dan mental mereka yang tinggal di dalamnya," kata Snape. "Waktu dan ruang penting dalam sihir, Potter. Kontak mata sering diperlukan sekali untuk Legilimency." "Well, kalau begitu, kenapa aku harus mempelajari Occlumency?" Snape memandangi Harry, sambil menelusuri mulutnya dengan satu jari yang panjang dan kurus. "Peraturan biasa tampaknya tidak berlaku bagimu, Potter. Kutukan yang gagal membunuhmu tampaknya telah menempa semacam hubungan antara kamu dengan Pangeran Kegelapan. Bukti menyatakan bahwa pada saat-saat, ketika pikirannya paling santai dan mudah diserang -- saat kau tertidur, contohnya -- kau berbagi pikiran dan emosi Pangeran Kegelapan. Kepala Sekolah berpikir tidak bijaksana untuk diteruskan. Beliau ingin aku mengajarimu bagaimana menutup pikiranmu pada Pangeran Kegelapan." Jantung Harry berdebar cepat lagi. Tak satupun dari ini masuk akal. "Tetapi kenapa Profesor Dumbledore mau menghentikannya?" dia bertanya mendadak. "Aku tidak begitu suka, tapi berguna, bukan? Maksudku ... aku melihat ular itu menyerang Mr Weasley dan kalau tidak, Profesor Dumbledore tidak akan bisa menyelamatkannya, bukan? Sir?" Snape menatap Harry beberapa saat, masih menelusuri mulutnya dengan jarinya. Ketika dia berbicara lagi, dilakukannya lambat-lambat dan berhati-hati, seolah-olah dia menimbang setiap kata. "Tampaknya Pangeran Kegelapan belum menyadari hubungan antara dirimu dan dirinya sampai akhir-akhir ini. Sampai sekarang tampaknya bahwa kau telah mengalami emosinya, dan berbagi pikirannya, tanpa dia tahu. Namun, penglihatan yang kau dapatkan tak lama sebelum Natal -- " "Tentang ular dan Mr Weasley?" "Jangan sela aku, Potter," kata Snape dengan suara berbahaya. "Seperti yang sedang kukatakan, penglihatan yang kau dapatkan tak lama sebelum Natal menggambarkan serangan yang begitu kuat pada pikiran-pikiran Pangeran Kegelapan -- " "Aku melihat ke dalam kepala ular itu, bukan dia!" "Kupikir aku baru saja menyuruhmu untuk tidak menyelaku, Potter?" Tetapi Harry tidak peduli kalau Snape marah; setidaknya dia tampaknya mulai mencapai dasar masalah ini; dia telah maju di kursinya sehingga, tanpa sadar, dia sedang bertengger di bagian paling tepi, tegang seolah-olah sedang bersiap untuk lari. "Bagaimana bisa aku melihat melalui mata ular itu kalau pikiran Voldemort yang kumasuki?" "Jangan sebut nama Pangeran Kegelapan!" ludah Snape. Ada keheningan tidak menyenangkan. Mereka melotot kepada satu samal lain melewati Pensieve. "Profesor Dumbledore menyebut namanya," kata Harry pelan. "Dumbledore adalah seorang penyihir yang sangat kuat," Snape bergumam. "Walaupun beliau mungkin merasa cukup aman untuk menggunakan nama itu ... kita-kita yang lain Dia menggosok lengan bawah kirinya, tampaknya dengan tidak sadar, di titik di mana Harry tahu Tanda Kegelapan terbakar ke kulitnya. "Aku hanya ingin tahu," Harry mulai lagi, memaksa suaranya kembali ke nada sopan, "kenapa -- " "Kau sepertinya telah mengunjungi pikiran ular itu karena di sanalah Pangeran Kegelapan berada pada saat tertentu itu," geram Snape. "Dia sedang merasuki ular itu pada saat itu dan dengan begitu kau bermimpi kau ada di dalamnya juga." "Dan Vol -- dia -- sadar aku ada di sana?" "Tampaknya begitu," kata Snape dengan dingin. "Bagaimana Anda tahu?" kata Harry mendesak. "Apakah ini cuma dugaan Profesor Dumbledore, atau --?" "Kusuruh kau," kata Snape, kaku di kursinya, matanya menyipit," untuk memanggilku "sir"." "Ya, sir," kata Harry tidak sabaran, "tapi bagaimana Anda tahu --?" "Cukup bahwa kami tahu," kata Snape menekan. "Poin pentingnya adalah bahwa Pangeran Kegelapan sekarang sadar bahwa kau mendapatkan akses kepada pikiran dan perasaannya. Dia juga menarik kesimpulan bahwa proses itu mungkin sekali bekerja berlawanan arah; yakni, dia sadar bahwa dia mungkin bisa memasuki pikiran dan perasaanmu sebagai balasannya -- " "Dan dia mungkin mencoba membuatku melakukan hal-hal?" tanya Harry. "Sir?" dia menambahkan dengan buru-buru. "Mungkin," kata Snape, terdengar dingin dan tidak peduli. "Yang membawa kita kembali ke Occlumency." Snape menarik keluar tongkatnya dari sebuah kantong di bagian dalam jubahnya dan Harry tegang di kursinya, tetapi Snape hanya mengangkat tongkat itu ke pelipisnya dan menempatkan ujungnya ke akar-akar berminyak rambutnya. Saat dia melepaskannya, beberapa zat keperakan keluar, merentang dari pelipisnya seperti benang halus yang tebal, yang putus ketika dia menarik tongkat itu menjauh dan jatuh dengan anggun ke dalam Pensieve, di mana benda itu berputar putih keperakan, bukan gas maupun cairan. Dua kali lagi, Snape mengangkat tongkatnya ke pelipisnya dan menempatkan zat keperakan itu ke dalam baskom batu itu, lalu, tanpa menawarkan penjelasan apapun tentang perilakunay, dia mengangkat Pensieve itu dengan hati-hati, menyimpannya ke sebuah rak menyingkir dari hadapan mereka dan kembali menghadapi Harry dengan tongkatnya dipegang siap sedia. "Berdiri dan keluarkan tongkatmu, Potter." Harry bangkit, merasa gugup. Mereka saling berhadapan dengan meja tulis itu di antara mereka. "Kau boleh menggunakan tongkatmu untuk berusaha melucuti senjataku, atau mempertahankan dirimu dengan cara apapun yang bisa kau pikirkan," kata Snape. "Apa yang akan Anda lakukan?" Harry bertanya, sambil memandang tongkat Snape dengan gelisah. "Aku akan mencoba masuk ke dalam pikiranmu," kata Snape dengan lembut. "Kita akan melihat seberapa baik kau bertahan. Aku telah diberitahu bahwa kau sudah memperlihatkan bakat melawan Kutukan Imperius. Kau akan mendapati bahwa kekuatan yang serupa dibutuhkan untuk ini ... kuatkan dirimu, sekarang. Legilimens!" Snape telah menyerang sebelum Harry siap, sebelum dia bahkan mulai memanggil kekuatan bertahan apapun. Kantor itu berdengung di depan matanya dan menghilang; gambar demi gambar berpacu di pikirannya seperti sebuah film yang berkelap-kelip begitu hidup sehingga membutakannya dari sekelilingnya. Dia berumur lima tahun, sedang menyaksikan Dudley mengendarai sepeda baru berwarna merah, dan hatinya penuh dengan kecemburuan ... dia berumur sembilan tahun, dan Ripper si bulldog sedang mengejarnya naik ke sebuah pohon dan keluarga Dursley sedang tertawa di bawah di halaman ... dia sedang duduk di bawah Topi Seleksi, dan topi itu sedang memberitahunya dia akan berhasil di Slytherin ... Hermione sedang berbaring di sayap rumah sakit, wajahnya tertutup bulu hitam tebal ... seratus Dementor menuju ke arahnya di samping danau yang gelap ... Cho Chang sedang mendekatinya di bawah mistletoe ... Tidak, kata sebuah suara di dalam kepala Harry, selagi memori Cho semakin mendekat, kau tidak akan menyaksikan itu, kau tidak akan menyaksikan itu, itu pribadi -Dia merasakan sakit menusuk di lututnya. Kantor Snape telah kembali ke penglihatannya dan dia menyadari bahwa dia telah jatuh ke lantai; salah satu lututnya terbentuk kaki meja tulis Snape dengan menyakitkan. Dia memandang kepada Snape, yang telah menurunkan tongkatnya dan sedang menggosok pergelangan tangannya. Ada bekas lecutan besar di sana, seperti bekas terbakar. "Apakah kau bermaksud menghasilkan Guna-Guna Penyengat?" tanya Snape dengan dingin. "Tidak," kata Harry dengan getir, sambil bangkit dari lantai. "Kukira begitu," kata Snape sambil mengamatinya dengan seksama. "Kau membiarkan aku masuk terlalu jauh. Kau kehilangan kendali." "Apakah Anda melihat semua yang kulihat?" Harry bertanya, tidak yakin apakah dia ingin mendengar jawabannya. "Kilasan-kilasan," kata Snape, bibirnya melengkung. "Milik siapa anjing itu?" "Bibiku Marge," Harry bergumam, sambil membenci Snape. "Well, untuk percobaan pertama itu tidak terlalu buruk," kata Snape sambil mengangkat tongkatnya sekali lagi. "Kau berhasil menghentikanku pada akhirnya, walaupun kau menghabiskan waktu dan energi dengan berteriak. Kau harus tetap fokus. Tolak aku dengan otakmu dan kau tidak akan perlu terpaksa menggunakan tongkatmu." "Aku sedang berusaha," kata Harry dengan marah, "tapi kau tidak memberitahuku bagaimana caranya!" "Tata krama, Potter," kata Snape dengan berbahaya. "Sekarang, aku mau kau menutup matamu." Harry memberinya pandangan tidak senang sebelum melakukan apa yang disuruh. Dia tidak suka gagasan berdiri di sana dengan mata tertutup sementara Snape menghadapinya, sambil membawa sebuah tongkat. "Bersihkan pikiranmu, Potter," kata suara dingin Snape. "Lepaskan semua emosi Tetapi kemarahan Harry kepada Snape terus menderu melewati nadinya seperti bisa. Lepaskan kemarahannya? Dia bisa melakukannya semudah melepaskan kakinya "Kau tidak melakukannya, Potter ... kau perlu lebih banyak disiplin daripada ini ... fokus, sekarang ... " Harry mencoba mengosongkan pikirannya, mencoba tidak berpikir, atau mengingat, atau merasakan ... "Ayo coba lagi ... pada hitungan ketiga ... satu -- dua -- tiga -- Legilimens!" Seekor naga hitam besar sedang berdiri dengan kaki belakangnya di depannya ... ayah dan ibunya sedang melambai kepadanya dari sebuah cermin sihir ... Cedric Diggory sedang terbaring di atas tanah dengan mata hampa menatapnya ... "TIDAAAAAAAK!" Harry berlutut lagi, wajahnya terbenam dalam tangannya, otaknya berpacu seolah-olah seseorang telah mencoba menariknya dari tengkoraknya. "Bangun!" kata Snape dengan tajam. "Bangun! Kau tidak berusaha, kau tidak mencoba. Kau membiarkan aku memasuki memori-memori yang kau takuti, menyerahkan senjata kepadaku!" Harry berdiri lagi, jantungnya berdebar dengan liar seolah-olah dia benar-benar baru melihat Cedric mati di pekuburan itu. Snape tampak lebih pucat daripada biasa, dan lebih marah, walaupun tidak semarah Harry. "Aku -- sedang -- berusaha," dia berkata melalui gigi-gigi yang dikertakkan. "Kusuruh kau mengosongkan dirimu dari emosi!" "Yeah? Well, kudapati itu sulit dilakukan saat ini," Harry menggeram. "Kalau begitu kau akan mendapati dirimu sebagai mangsa mudah untuk Pangeran Kegelapan!" kata Snape dengan kejam. "Orang-orang bodoh yang mengenakan hati mereka dengan bangga di lengan baju mreeka, yang tidak bisa mengendalikan emosi mereka, yang berkubang dalam ingatan-ingatan menyedihkan dan membiarkan diri mereka dihasut dengan mudah -- orang-orang lemah, dengan kata lain -- mereka tidak punya peluang melawan kekuasaannya! Dia akan memasuki pikiranmu dengan begitu mudahnya, Potter!" "Aku tidak lemah," kata Harry dengan suara rendah, kemarahan sekarang terpompa dalam dirinya sehingga dia mengira dia mungkin menyerang Snape dalam beberapa saat. "Kalau begitu buktikan! Kuasai dirimu!" ludah Snape. "Kendalikan amarahmu, disiplinkan pikiranmu! Kita akan coba lagi! Sedia, sekarang! Legilimens!" Dia sedang mengamati Paman Vernon memaku kotak surat hingga tertutup ... seratus Demetor melayang menyeberangi danau di halaman sekolah ke arahnya ... dia sedang berlari menyusuri sebuah lorong tanpa jendela bersama Mr Weasley ... mereka semakin dekat dengan pintu hitam polos di ujung koridor itu ... Harry menduga akan melewatinya ... tetapi Mr Weasley menuntunnya ke kiri, menuruni serangkaian anak tangga batu ... "AKU TAHU! AKU TAHU!" Dia bertumpu pada kaki dan tangannya lagi di lantai kantor Snape, bekas lukanya menusuk-nusuk tidak menyenangkan, tetapi suara yang baru saja keluar dari mulutnya penuh kemenangan. Dia mendorong dirinya bangkit lagi untuk mendapati Snape sedang menatapnya, tongkatnya terangkat. Tampaknya seolah-olah, kali ini, Snape telah mengangkat mantera itu sebelum Harry bahkan mencoba melawan. "Kalau begitu apa yang terjadi, Potter?" dia bertanya sambil memandang Harry dengan sungguh-sungguh. "Aku melihat -- aku ingat," Harry terengah-engah. "Aku baru saja menyadari "Menyadari apa?" tanya Snape dengan tajam. Harry tidak menjawab seketika; dia masih merasakan saat kesadaran yang mengaburkan sementara dia menggosok keningnya ... Dia telah bermimpi tentang sebuah koridor tak berjendela yang berakhir pada sebuah pintu terkunci selama berbulan-bulan, tanpa sekalipun menyadari bahwa tempat itu nyata. Sekarang, melihat memori itu lagi, dia tahu bahwa selama ini dia telah memimpikan koridor yang dilaluinya bersama Mr Weasley pada tanggal dua belas Agustus selagi mereka bergegas ke ruang sidang di Kementerian; koridor yang mengarah ke Departemen Misteri dan Mr Weasley ada di sana pada malam dia diserang oleh ular Voldemort. Dia memandang Snape. "Apa yang ada di Departemen Mister?" "Apa katamu?" Snape bertanya pelan dan Harry melihat, dengan kepuasan mendalam, bahwa Snape terkesima. "Kubilang, apa yang ada di Departemen Misteri, sir?" Harry berkata. "Dan kenapa," kata Snape lambat-lambat, "kau menanyakan hal semacam ini?" "Karena," kata Harry sambil mengamati wajah Snape dengan seksama, "koridor itu yang baru saja kulihat -- aku telah memimpikannya selama berbulan-bulan -- aku baru saja mengenaliknyaa -- koridor itu mengarah ke Departemen Misteri ... dan kukira Voldemort mau sesuatu dari -- " "Sudah kubilang padamu jangan sebut nama Pangeran Kegelapan!" Mereka saling melotot. Bekar luka Harry membara lagi, tetapi dia tidak peduli. Snape tampak gelisah; tetapi ketika dia berbicara lagi dia terdengar seolah-olah sedang mencoba tampak tenang dan tidak kuatir. "Ada banyak hal di Departemen Misteri, Potter, sedikit yang bisa kau mengerti dan tak satupun yang berkaitan denganmu. Apakah perkataanku jelas?" "Ya," Harry berkata, masih menggosok-gosok bekas lukanya yang menusuk-nusuk, yang semakin menyakitkan. "Aku mau kau kembali ke sini waktu yang sama hari Rabu. Saat itu kita akan meneruskan kerja." "Baik," kata Harry. Dia putus asa ingin keluar dari kantor Snape dan menemukan Ron dan Hermione. "Kau harus menyingkirkan dari pikiranmu semua emosi setiap malam sebelum tidur; mengosongkannya, membuatnya hampa dan tenang, kau mengerti?" "Ya," kata Harry, yang hampir tidak mendengarkan. "Dan kuperingatkan, Potter ... aku akan tahu kalau kau tidak berlatih." "Benar," Harry bergumam. Dia memungut tas sekolahnya, mengayunkannya lewat bahunya dan bergegas menuju pintu kantor. Ketika dia membukanya, dia memandang sekilas kepada Snape, yang memalingkan punggungnya kepada Harry dan sedang mengumpulkan pikiran-pikirannya sendiri keluar dari Pensieve dengan ujung tongkatnya dan meletakkan kembali dengan hati-hati ke dalam kepalanya sendiri. Harry pergi tanpa sepatah katapun, menutup pintu dengan hati-hati di belakangnya, bekas lukanya masih berdenyut menyakitkan. Harry menemukan Ron dan Hermione di perpustakaan, di mana mereka sedang mengerjalkan tumpukan terbaru pekerjaan rumah dari Umbridge. Murid-murid yang lain, hampir semuanya kelas lima, duduk di meja-meja yang diterangi lampu di dekat sana, dengan hidung dekat ke buku, pena bulu mencoret-coret dengan tergesa-gesa, sementara langit di luar jendela-jendela semakin hitam. Satu-satunya suara lain adalah decit ringan salah satu suara Madam Pince, selagi penjaga perpustakaan itu berjalan di gang-gang dengan mengancam, bernapas pada leher-leher mereka yang menyentuh buku-bukunya yang berharga. Harry merasa gemetaran; bekas lukanya masih sakit, dia merasa hampir seperti demam. Ketika dia duduk di seberang Ron dan Hermione, dia melihat pantulan dirinya di jendela seberang; dia sangat putih dan bekas lukanya tampaknya lebih jelas daripada biasa. "Bagaimana?" Hermione berbisik, dan kemudian, tampak kuatir. "Apakah kau baik-baik saja, Harry?" "Yeah ... baik ... aku tak tahu," kata Harry tidak sabaran, sambil mengerenyit ketika rasa sakit menusuk bekas lukanya lagi. "Dengar ... aku baru saja menyadari sesuatu." Dan dia memberitahu mereka apa yang baru saja dia lihat dan tarik kesimpulan. "Jadi ... jadi kau sedang mengatakan bisik Ron, selagi Madam Pince lewat, sambil mencicit sedikit, "bawa senjata itu -- benda yang sedang dikejar Kau-Tahu-Siapa -- ada di dalam Kementerian Sihir?" "Di Departemen Misteri, pasti di sana," Harry berbisik. "Aku melihat pintu itu ketika ayahmu membawaku turun ke ruang sidang untuk dengar pendapatku dan pastilah itu pintu yang sama dengan yang sedang dikawalnya ketika ular itu menggigitnya" Hermione mengeluarkan napas panjang lambat-lambat. "Tentu saja," dia berkata dengan berbisik. "Tentu saja apa?" kata Ron agak tidak sabaran. "Ron, pikirkanlah ... Sturgis Podmore sedang mencoba melalui sebuah pintu di Kementerian Sihir ... pastilah yang satu itu, terlalu banyak kebetulan!" "Bagaimana bisa Sturgis mencoba mendobrak masuk kalau dia ada di pihak kita?" kata Ron. "Well, aku tidak tahu," Hermione mengakui. "Itu sedikit aneh "Jadi apa yang ada di Departemen Misteri?" Harry bertanya kepada Ron. "Apakah ayahmu pernah menyebut apapun tentang itu?" "Aku tahu mereka menyebut orang-orang yang bekerja di sana "Yang-Tak-Boleh-Disebut"," kata Ron sambil merengut. "Karena tak seorangpun tampaknya benar-benar tahu apa yang mereka kerjakan -- tempat yang aneh untuk menyimpan senjata." "Tidak aneh sama sekali, masuk akal sekali," kata Hermione. "Kuduga pastilah sesuatu yang rahasia besar yang sedang dikembangkan Kementerian ... Harry, apakah kau yakin kau baik-baik saja?" Karena Harry baru saja menggosokkan kedua tangannya di atas keningnya seolah-olah mencoba menyetrikanya. "Yeah ... baik ... " dia berkata sambil menurunkan tangannya yang masih bergetar. "Aku hanya merasa sedikit ... aku tidak terlalu suka Occlumency." "Kurasa semua orang akan merasa gemetaran kalau pikiran mereka diserang terus-menerus," kata Hermoine bersimpati. "Lihat, mari kembali ke ruang duduk, kita akan sedikit lebih nyaman di sana." Tetapi ruang duduk padat dan penuh pekik tawa dan kegembiraan; Fred dan George sedang mendemonstrasikan barang dagangan terbaru toko lelucon mereka. "Topi Tanpa-Kepala!" teriak George, sementara Fred melambaikan sebuah topi runcing yang dihiasi dengan bulu halus merah jambu kepada murid-murid yang sedang menyaksikan. "Masing-masing dua Galleon, amati Fred, sekarang!" Fred memakaikan topi ke kepalanya sambil tersenyum. Selama sedetik dia hanya tampak agak bodoh; lalu topi maupun kepalanya hilang. Beberapa anak perempuan menjerit, tetapi semua orang yang lainnya tertawa bergemuruh. "Dan lepas lagi!" teriak George, dan tangan Fred meraba-raba sejenak di apa yang tampak seperti udara kosong di atas bahunya; lalu kepalanya muncul lagi ketika dia melepaskan topi berbulu merah jambu itu. "Kalau begitu bagaimana cara kerja topi-topi itu?" kata Hermione, teralihkan dari pekerjaan rumahnya dan mengamati Fred dan George dengan seksama. "Maksudku, jelas itu semacam Mantera Kasat Mata, tapi agak pintar bisa memperluas bidang kasat matanya melebihi batas-batas benda yang disihir ... walaupun kubayangkan mantera itu tidak akan bertahan lama." Harry tidak menjawab; dia merasa tidak enak badan. "Aku akan mengerjakan ini besok," dia bergumam sambil mendorong buku-buku yang baru dikeluarkannya dari tasnya kembali ke dalam. "Well, tulis di dalam perencana peermu kalau begitu!" kata Hermione mendorong. "Agar kau tidak lupa!" Harry dan Ron saling berpandangan ketika dia meraih ke dalam tasnya, mengeluarkan perencana itu dan membukanya dengan coba-coba. "Jangan biarkan sampai kemudian, kau si nomor dua!" caci buku itu selagi Harry menuliskan pekerjaan rumah Umbridge. Hermione tersenyum kepada buku itu. "Kukira aku akan pergi tidur," kata Harry sambil menjejalkan perencana peer itu kembali ke dalam tasnya dan membuat catatan batin untuk menjatuhkannya ke dalam api pada kesempatan pertama yang didapatkannya. Dia berjalan menyeberangi ruang duduk, mengelak dari George, yang mencoba memakaikan sebuah Topi Tanpa-Kepala kepadanya, dan mencapai tangga batu yang tenang dan sejuk menuju kamar asrama anak-anak laki-laki. Dia merasa mual lagi, seperti yang dirasakannya pada malam dia mendapatkan penglihatan tentang ular itu, tetapi berpikir bahwa kalau saja dia bisa berbaring sebentar dia akan baik-baik saja. Dia membuka pintu kamar asramanya dan sudah masuk selangkah ketika dia merasakan sakit yang begitu hebat sehingga dia mengira seseorang pasti mengiris puncak kepalanya. Dia tidak tahu di mana dia, apakah dia sedang berdiri atau berbaring, dia bahkan tidak tahu namanya sendiri. Tawa maniak berdengung di telinganya ... dia lebih gembira daripada yang dialaminya selama waktu yang amat panjang ... kegirangan, luar biasa bahagia, kemenangan ... suatu hal yang sangat bagus, sangat bagus telah terjadi ... "Harry? HARRY!" Seseorang telah memukulnya di sekitar wajah. Tawa tidak waras itu disela dengan jeritan kesakitan. Kebahagiaan merembes keluar darinya, tetapi tawa itu berlanjut ... Dia membuka matanya dan, ketika berbuat demikian, dia menjadi sadar bahwa tawa liar itu keluar dari mulutnya sendiri. Saat dia menyadari ini, tawa itu hilang; Harry terbaring terengah-engah di atas lantai, menatap langit-langit, bekas luka di keningnya berdenyut mengerikan. Ron sedang membungkuk di atasnya, terlihat sangat kuatir. "Apa yang terjadi?" dia berkata. "Aku ... tak tahu Harry terengah-engah, sambil duduk lagi. "Dia benar-benar senang ... benar-benar senang "Kau-Tahu-Siapa?" "Sesuatu yang bagus terjadi," gumam Harry. Dia gemetaran hebat seperti yang terjadi setelah melihat ular itu menyerang Mr Weasley dan merasa sangat mual. "Sesuatu yang telah dia harapkan." Kata-kata itu datang, seperti dulu di ruang ganti Gryffindor, seolah-olah seorang asing sedang mengucapkannya melalui mulut Harry, tetapi dia tahu kata-kata itu benar. Dia mengambil napas dalam-dalam, memaksa dirinya untuk tidak muntah pada Ron. Dia sangat senang Dean dan Seamus tidak ada di sini untuk menonton kali ini. "Hermione menyuruhku datang dan memeriksamu," kata Ron dengan suara rendah, sambil membantu Harry bangkit. "Dia bilang pertahananmu akan rendah saat ini, setelah Snape bermain-main dengan pikiranmu ... tetap saja, kurasa akan membantu dalam jangka panjang, bukan?" Dia memandang Harry dengan ragu selagi membantunya menuju tempat tidurnya. Harry mengangguk tanpa keyakinan dan merosot kembali ke bantalnya, sakit di sekujur tubuhnya akibat jatuh ke lantai begitu seringnya malam itu, bekas lukanya masih membara menyakitkan. Dia tidak bisa tidak merasa bahwa usaha pertamanya pada Occlumency telah melemahkan pertahanan pikirannya bukannya menguatkannya, dan dia bertanya-tanya, dengan perasaan gentar yang besar, apa yang telah terjadi yang membuat Lord Voldemort merasa paling bahagia dalam empat belas tahun ini. BAB DUA PULUH LIMA Kumbang di Teluk Pertanyaan Harry terjawab pagi berikutnya. Ketika Daily Prophet Hermione tiba dia melicinkannya, memandangnya halaman depan sejenak dan mengeluarkan pekik yang mengakibatkan semua orang di dekatnya menatapnya. "Apa?" kata Harry dan Ron bersama-sama. Sebagai jawaban dia membentangkan surat kabar itu di atas meja di depan mereka dan menunjuk ke sepuluh foto hitam-putih yang mengisi keseluruhan halaman depan, sembilan memperlihatkan wajah-wajah penyihir pria dan yang kesepuluh, wajah seorang penyihir wanita. Beberapa orang di foto-foto itu sedang tersenyum mencemooh diam-diam; yang lainnya sedang mengetuk-ngetukkan jari-jari mereka pada bingkai foto mereka, tampak kurang ajar. Tiap-tiap gambar diberi judul dengan nama dan kejahatan yang menyebabkan orang itu dikirim ke Azkaban. Antonin Dolohov, tulisan di bawah seorang penyihir pria dengan wajah panjang, pucat, berlekuk yang sedang tersenyum mengejek kepada Harry, dihukum karena pembunuhan brutal atas Gideon dan Fabian Prewett. Algernon Rookwood, judul di bawah seorang lelaki berwajah bopeng dengan rambut berminyak yang sedang bersandar pada tepi gambarnya, tampak bosan, dihukum karena membocorkan rahasia-rahasia Kementerian Sihir kepada Dia-Yang- Namanya-Tidak-Boleh-Disebut. Tetapi mata Harry tertarik pada gambar penyihir wanita itu. Wajahnya telah melompat kepadanya begitu dia melihat halaman itu. Dia memiliki rambut gelap panjang yang tampak tidak rapi dan terurai di gambar itu, walaupun Harry pernah melihatnya licin, tebal dan berkilau. Dia melotot kepadanya melalui mata yang berkelopak tebal, sebuah senyum arogan dan menghina bermain di sekitar mulutnya yang tipis. Seperti Sirius, dia mempertahankan sisa-sisa tampang yang sangat menawan, tetapi sesuatu -- mungkin Azkaban -- telah mengambil sebagian besar kecantikannya. Bellatrix Lestrange, dihukum karena penyiksaan dan membuat cacat permanen pada Frank dan Alice Longbottom. Hermione menyikut Harry dan menunjuk pada kepala berita di atas gambar-gambar itu, yang Harry, yang sedang berkonsentrasi pada Bellatrix, belum baca. PELARIAN MASSAL DARI AZKABAN KEMENTERIAN KUATIR BLACK SEDANG "MENGUMPULKAN" PARA PELAHAP MAUT LAMA "Black?" kata Harry keras-keras. "Bukan --?" "Shhh!" bisik Hermione dengan putus asa. "Jangan begitu keras -- baca saja!" Kementerian Sihir mengumumkan kemarin malam bahwa telah terjadi pelarian massal dari Azkaban. Berbicara kepada para reporter di kantor pribadinya, Cornelius Fudge, Menteri Sihir, membenarkan bahwa sepuluh tahanan pengamanan-tinggi lolos dini hari kemarin dan bahwa dia telah memberitahu Perdana Menteri Muggle mengenai sifat berbahaya dari orang-orang ini. "Kami mendapati diri kami, sayang sekali, berada dalam posisi yang sama dengan yang kami alami dua setengah tahun yang lalu ketika si pembunuh Sirius Black lolos," kata Fudge tadi malam. "Kami mengira kedua pelarian itu berhubungan. Pelolosan dengan besaran ini memberi kesan adanya bantuan dari luar, dan kita harus ingat bahwa Black, sebagai orang pertama yang pernah melarikan diri dari Azkaban, ideal bila ditempatkan untuk membantu yang lainnya mengikuti jejak langkahnya. Kami mengira mungkin sekali orang-orang ini, yang termasuk saudara sepupu Black, Bellatrix Lestrange, telah berkumpul di sekitar Black sebagai pemimpin mereka. Namun, kami sedang melakukan semua yang kami bisa untuk menangkap para kriminal ini, dan kami mohon kepada komunitas sihir untuk tetap waspada dan siap siaga. Dengan alasan apapun tak seorangpun dari orang-orang ini boleh didekati." "Itu dia, Harry," kata Ron, terlihat terperanjat. "Itulah sebabnya dia senang kemarin malam." "Aku tidak percaya ini," geram Harry, "Fudge menyalahkan pelarian itu pada Sirius?" "Pilihan apa lagi yang dia punya?" kata Hermione dengan getir. "Dia tidak bisa mengatakan, "Maaf, semuanya, Dumbledore sudah memperingatkanku ini mungkin terjadi, para penjaga Azkaban sudah bergabung dengan Lord Voldemort" -- berhenti merengek, Ron -- " dan sekarang para pendukung terburuk Voldemort juga sudah lolos." Maksudku, dia sudah menghabiskan enam bulan penuh memberitahu semua orang kau dan Dumbledore adalah pembohong, bukan begitu? Hermione membuka surat kabar itu dan mulai membaca laporan di bagian dalam sementara Harry memandang berkeliling Aula Besar. Dia tidak bisa mengerti mengapa teman-temannya tidak tampak takut atau setidaknya sedang membahas berita mengerikan di halaman depan, tetapi sangat sedikit dari mereka berlangganan surat kabar setiap hari seperti Hermione. Di sanalah mereka semua, berbincang-bincang mengenai pekerjaan rumah dan Quidditch dan siapa tahu sampah apa lagi, ketika di luar dinding-dinding ini sepuluh Pelahap Maut lagi telah meningkatkan jumlah pendukung Voldemort. Dia memandang sekilas ke meja guru. Ada cerita berbeda di sana. Dumbledore dan Profesor McGonagall sedang terbenam dalam percakapan, keduanya tampak sangat muram. Profesor Sprout menyandarkan Prophet pada sebuah botol saus tomat dan sedang membaca halaman depan dengan konsentrasi sehingga dia tidak memperhatikan tetesan ringan kuning telur ke pangkuannya dari sendoknya yang diam. Sementara itu, di ujung jauh meja itu, Profesor Umbridge sedang makan semangkuk bubur. Sekali ini mata kataknya yang menggembung tidak menyapu Aula Besar mencari-cari murid-murid yang berbuat salah. Dia merengut selagi dia menelan makanannya dan beberapa waktu sekali dia memberi pandangan dengki ke bagian meja di mana Dumbledore dan McGonagall sedang berbicara dengan sangat bersungguh-sungguh. "Ya ampun -- " kata Hermione bertanya-tanya, masih menatap surat kabar itu. "Sekarang apa?" kata Harry dengan cepat, dia merasa gelisah. "Ini ... mengerikan," kata Hermione, tampak terguncang. Dia melipat kembali halaman sepuluh surat kabar itu dan menyerahkannya kepada Harry dan Ron. KEMATIAN TRAGIS PEKERJA KEMENTERIAN SIHIR Rumah Sakit St. Mungo menjanjikan penyelidikan penuh tadi malam setelah pekerja Kementerian Sihir Broderick Bode, 49, ditemukan tewas di tempat tidurnya, tercekik sebuah tanaman pot. Para Penyembuh yang dipanggil ke tempat kejadian tidak mampu menghidupkan kembali Mr Bode, yang telah terluka dalam sebuah kecelakaan di tempat kerja beberapa minggu sebelum kematiannya. Penyembuh Miriam Strout, yang bertanggung jawab atas bangsal Mr Bode pada saat kejadian, telah diskors dengan gaji penuh dan tidak bersedia memberi komentar, tetapi seorang penyihir juru bicara di rumah sakit berkata dalam sebuah pernyataan. "St Mungo menyesal atas kematian Mr Bode sedalam-dalamnya, yang kesehatannya telah membaik dengan mantap sebelum kecelakaan tragis ini. "Kami memiliki garis pedoman yang tegas mengenai hiasan-hiasan yang diizinkan dalam bangsal-bangsal kami tetapi tampaknya Penyembuh Strout, yang sedang sibuk dalam periode Natal, mengabaikan bahaya-bahaya tanaman di meja sisi tempat tidur Mr Bode. Sementara daya bicara dan pergerakannya membaik, Penyembuh Strout mendorong Mr Bode untuk menjaga tanaman itu sendiri, tanpa menyadari bahwa itu bukan Flitterbloom tak bersalah, melainkan cangkokan Jerat Setan yang, ketika disentuh oleh Mr Bode yang sedang dalam masa penyembuhan, mencekiknya dengan seketika. "St Mungo masih belum mampu menjelaskan kehadiran tanaman itu di bangsal dan meminta penyihir wanita atau pria manapun yang memiliki informasi untuk maju ke depan." "Bode kata Ron. "Bode. Mengingatkan pada sesuatu "Kita melihatnya," Hermione berbisik. "Di St Mungo, ingat? Dia ada di tempat tidur di seberang Lockhart, cuma berbaring di sana, menatap langit-langit. Dan kita melihat Jerat Setan itu tiba. Dia -- si Penyembuh -- berkata itu adalah sebuah hadiah Natal." Harry mengingat kembali cerita itu. Suatu perasaan ngeri timbul seperti empedu dalam tenggorokannya. "Bagaimana kita bisa tidak mengenali Jerat Setan? Kita sudah pernah melihatnya sebelumnya ... kita bisa saja menghentikan ini terjadi." "Siapa yang menduga Jerat Setan akan muncul di sebuah rumah sakit menyamar sebagai sebuah tanaman pot?" kata Ron dengan tajam. "Itu bukan salah kita, siapapun yang mengirimnya kepada lelaki itulah yang patut disalahkan! Mereka pasti benar-benar tolol, mengapa mereka tidak memeriksa apa yang mereka beli?" "Oh, ayolah, Ron!" kata Hermione dengan bergetar. "Kukira tak seorangpun bisa menaruh Jerat Setan di dalam sebuah pot dan tidak sadar dia mencoba membunuh siapapun yang menyentuhnya? Ini -- ini pembunuhan ... sebuah pembunuhan yang pintar, juga ... kalau tanaman itu dikirim tanpa nama pengirim, bagaimana bisa ada yang menemukan siapa yang melakukannya?" Harry tidak sedang memikirkan Jerat Setan. Dia sedang mengingat menggunakan lift turun ke tingkat sembilan Kementerian di hari dengar pendapaptnya dan pria berwajah pucat yang masuk di tingkat Atrium. "Aku bertemu Bode," dia berkata lambat-lambat. "Aku melihatnya di Kementerian dengan ayahmu." Mulut Ron terbuka. "Aku pernah mendengar Dad berbicara mengenainya di rumah! Dia seorang Yang-Tak-Boleh-Disebut -- dia bekerja di Departemen Misteri!" Mereka saling berpandangan satu sama lain sejenak, lalu Hermione menarik surat kabar itu kembali kepadanya, menutupnya, melotot sejenak pada gambar-gambar sepuluh Pelahap Maut yang lolos di bagian depan, lalu melompat bangkit. "Mau ke mana kau?" kata Ron, kaget. "Mengirim surat," kata Hermione sambil mengayunkan tasnya ke bahunya. "Well, aku tidak tahu apakah ... tapi pantas dicoba ... dan aku satu-satunya yang bisa." "Aku benci kalau dia melakukan itu," gerutu Ron, selagi dia dan Harry bangkit dari meja dan berjalan lebih lambat keluar dari Aula Besar. "Apakah akan membunuhnya kalau memberitahu kita apa yang sedang dia rencanakan sekali saja? Dia cuma butuh sekitar sepuluh detik lagi -- hei, Hagrid!" Hagrid sedang berdiri di samping pintu-pintu ke Aula Depan, menunggu sekerumun anak-anak Ravenclaw untuk lewat. Dia masih memar berat seperti pada hari kepulangannya dari misinya kepada para raksasa dan ada luka sayat baru tepat di batang hidungnya. "Baik-baik saja, kalian berdua?" dia berkata, mencoba tersenyum tetapi hanya berhasil mengeluarkan semacam ringis kesakitan. "Apakah kau baik-baik saja, Hagrid?" tanya Harry, sambl mengikutinya selagi dia berjalan di belakang anak-anak Ravenclaw. "Baik, baik," kata Hagrid dengan sikap ringan dibuat-buat yang lemah; dia melambaikan sebuah tangan dan hampir saja membuat Profesor Vector yang tampak ketakutan, yang sedang lewat, mengalami geger otak. "Cuma sibuk, kalian tahu, hal biasa -- pelajaran-pelajaran "tuk disiapkan -- sejumlah salamander kena pembusukan sisik -- dan aku dalam masa percobaan," dia berkomat-kamit. "Kau dalam masa percobaan?" kata Ron dengan sangat keras, sehingga banyak murid yang sedang lewat melihat berkeliling dengan rasa ingin tahu. "Sori -maksudku -- kau dalam masa percobaan?" dia berbisik. "Yeah," kata Hagrid. "Tak lebih dari yang kuharapkan, sejujurnya. Kalian mungkin tak sadar, tapi inspeksi itu tidak berjalan terlalu baik, kalian tahu ... ngomong-ngomong," dia menghela napas dalam-dalam. "Sebaiknya pergi menggosok sedikit bubuk cabe lagi pada salamander-salamander itu atau ekor mereka akan lepas nanti. Sampai jumpa, Harry ... Ron Dia berjalan pergi dengan susah payah, keluar dari pintu depan dan menuruni undakan-undakan batu ke halaman sekolah yang lembab. Harry mengamatinya pergi, bertanya-tanya berapa banyak kabar buruk lagi yang tahan diterimanya. * Fakta bahwa Hagrid sekarang dalam masa percobaan menjadi pengetahuan umum dalam sekolah selama beberapa hari beriktunya, tetapi yang membuat Harry marah, hampir tak seorangpun tampak terganggu atas kabar itu; bahkan, beberapa orang, Draco Malfoy menonjol di antara mereka, tampak sungguh-sungguh gembira. Tentang kematian mengerikan seorang pegawai Departemen Misteri yang tidak dikenal di St Mungo, Harry, Ron dan Hermione tampaknya merupakan satu-satunya orang yang tahu atau peduli. Hanya ada satu topik percakapan di koridor-koridor sekarang: kesepuluh Pelahap Maut yang lolos, yang ceritanya akhirnya merembes ke seluruh sekolah dari beberapa orang yang membaca surat kabar. Rumor-rumor beterbangan bahwa beberapa dari narapidana itu telah terlihat di Hogsmeade, bahwa mereka sedang bersembunyi di Shrieking Shack dan bahwa mereka akan masuk ke dalam Hogwarts, seperti yang pernah dilakukan Sirius Black. Mereka yang berasal dari keluarga penyihir telah tumbuh besar mendengar nama-nama para Pelahap Maut ini disebut dengan ketakutan yang hampir sebesar dengan nama Voldemort; kejahatan yang telah mereka lakukan selama hari-hari kekuasaan penuh teror Voldemort sudah melegenda. Ada kerabat-kerabat dari korban-korban mereka di antara murid-murid Hogwarts, yang sekarang mendapati diri mereka obyek ketenaran yang agak mengerikan yang tidak diinginkan selagi mereka berjalan di koridor-koridor: Susan Bones, yang paman, bibi dan sepupu-sepupunya semua meninggal di tangan salah satu dari yang sepuluh itu, berkata dengan sengsara selama Herbologi bahwa dia sekarang punya gagasan bagus bagaimana rasanya menjadi Harry. "Dan aku tidak tahu bagaimana kau bisa tahan -- mengerikan," dia berkata terus terang sambil menjatuhkan jauh terlalu banyak kotoran naga pada nampan benih Buncis-Pekiknya, menyebabkan mereka menggeliat dan mencicit tidak nyaman. Benar Harry adalah subyek gumaman dan penunjukan baru di koridor-koridor akhir-akhir ini, tapi dia mengira dia mendeteksi sedikit perbedaan dalam nada suara orang-orang yang berbisik-bisik. Mereka terdengar ingin tahu bukannya bermusuhan sekarang, dan sekali atau dua kali dia yakin dia mendengar potongan percakapan yang menyarankan bahwa para pembicaranya tidak puas dengan versi Prophet tentang bagaimana dan mengapa sepuluh Pelahap Maut berhasil lolos dari benteng Azkaban. Dalam kebingungan dan ketakutan mereka, orang-orang yang ragu ini sekarang kelihatannya beralih ke satu-satunya penjelasan lain yang tersedia bagi mereka: yang telah diuraikan Harry dan Dumbledore dengan terperinci sejak tahun lalu. Bukan hanya suasana hati para murid yang telah berubah. Sekarang cukup umum menjumpai dua atau tiga guru sedang bercakap-cakap dengan bisikan rendah dan penting di koridor-koridor, yang memutuskan percakapan mereka saat mereka melihat para murid sedang mendekat. "Mereka jelas tidak bisa berbicara dengan bebas lagi di ruang guru," kata Hermione dengan suara rendah, ketika dia, Harry dan Ron melewati Profesor McGonagall, Flitwick dan Sprout yang berkerumun bersama di luar ruang kelas Jimat dan Guna-Guna suatu hari. "Tidak dengan Umbridge di sana." "Menurutmu mereka tahu sesuatu yang baru?" kata Ron sambil memandang ke belakang lewat bahunya kepada ketiga guru itu. "Kalau mereka tahu, kita tidak akan mendengarnya, bukan?" kata Harry dengan marah. "Tidak setelah Dekrit ... nomor berapa kita sekarang?" Karena pengumuman baru sudah muncul di papan pengumuman asrama pagi setelah berita pelarian Azkaban itu: DENGAN PERINTAH PENYELIDIK TINGGI HOGWARTS Para guru dengan ini dilarang memberikan murid-murid informasi apapun yang tidak berhubungan dengan pelajaran yang mereka ajarkan. Hal di atas sesuai dengan Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Enam. Tertanda: Dolores Jane Umbridge, Penyelidik Tinggi. Dekrit terakhir ini telah menjadi subyek sejumlah besar lelucon di antara murid-murid. Lee Jordan telah menunjukkan kepada Umbridge bahwa sesuai ketentuan peraturan baru itu dia tidak diizinkan menyuruh Fred dan George berhenti bermain-main dengan Buncis Meledak di belakang kelas. "Buncis Meledak tidak berhubungan dengan Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, Profesor! Itu bukan informasi yang berhubungan dengan mata pelajaran Anda!" Kali berikutnya Harry melihat Lee, punggung tangannya berdarah agak parah. Harry merekomendasikan intisari Murtlap. Harry telah mengira pelarian dari Azkaban mungkin membuat Umbridge sedikit rendah hati, bahwa dia mungkin merasa malu pada bencana yang terjadi tepat di bawah hidung Fudgenya yang tercinta. Namun, kelihatannya, hanya memperhebat hasrat membaranya untuk membuat semua aspek kehidupan di Hogwarts berada di bawah kendali pribadinya. Dia tampak bertekad setidaknya mencapai satu pemecatan sebelum waktu yang lama, dan satu-satunya pertanyaan adalah apakah Profesor Trelawney atau Hagrid yang akan pergi duluan. Setiap pelajaran Ramalan dan Pemeliharaan Satwa Gaib sekarang dilaksanakan dengan kehadiran Umbridge dan papan jepitnya. Dia mengintai di dekat api di dalam ruangan menara yang berparfum hebat itu, menyela percakapan-percakapan Profesor Trelawney yang semakin histeris dengan pertanyaan-pertanyaan sulit mengenai ornithomancy dan heptomology, bersikeras agar dia meramalkan jawaban-jawaban para murid sebelum mereka memberikannya dan menuntut agar dia memperlihatkan keahliannya pada bola kristal, daun-daun teh dan batu-batu rune secara bergantian. Harry mengira Profesor Trelawney mungkin segera gila akibat tekanan itu. Beberapa kali dia melewatinya di koridor-koridor -- yang dengan sendirinya kejadian tidak biasa karena dia biasanya tetap di ruangan menaranya -- sedang bergumam dengan liar kepada dirinya sendiri, menggoyang-goyangkan pergelangan tangannya dan melemparkan pandangan-pandangan ketakutan dari balik bahunya, dan sementara itu mengeluarkan bau sherry masak yang kuat. Kalau dia tidak begitu kuatir tentang Hagrid, dia akan merasa prihatin bagi Trelawney -- tetapi kalau salah satu dari mereka akan dikeluarkan dari pekerjaan mereka, hanya ada satu pilihan bagi Harry mengenai siapa yang harus tinggal. Sayangnya, Harry tak bisa melihat bahwa Harry memperlihatkan penampilan yang lebih baik daripada Trelawney. Walaupun dia tampaknya mengikuti nasihat Hermione dan belum memperlihatkan kepada mereka apapun yang lebih menakutkan daripada seekor Crup -- seekor makhluk yang tidak bisa dikenali dari seekor anjing terrier Jack Russell kecuali dari ekornya yang bercabang -- sejak sebelum Natal, dia juga kelihatannya sudah kehilangan keberaniannya. Dia kacau dan gelisah selama pelajaran, kehilangan alur cerita tentang apa yang sedang dikatakannya kepada kelas, menjawab pertanyaan dengan salah, dan sepanjang waktu memandang sekilas pada Umbridge dengan cemas. Dia juga lebih menjauh dengan Harry, Ron dan Hermione daripada sebelumnya, dan telah melarang mereka dengan tegas untuk mengunjunginya setelah gelap. "Kalau dia memergoki kalian, leher kita yang dipertaruhkan," dia memberitahu mereka dengan datar, dan tanpa hasrat untuk melakukan apapun yang mungkin membahayakan pekerjaannya lebih lanjut mereka berhenti berjalan ke pondoknya di malam hari. Tampaknya bagi Harry bahwa Umbridge dengan terus-menerus mencabutnya dari semua hal yang membuat hidupnya di Hogwarts pantas dijalani: kunjungan-kunjungan ke rumah Hagrid, surat-surat dari Sirius, Fireboltnya dan Quidditch. Dia membalaskan dendamnya dengan satu-satunya cara yang dia bisa -- dengan menggandakan usahanya bagi DA. Harry senang melihat bahwa mereka semua, bahkan Zacharias Smith, telah terpacu untuk bekerja lebih keras daripada sebelumnya dengan berita bahwa sepuluh Pelahap Maut lagi sekarang berkeliaran, tetapi tak seorangpun yang mengalami perbaikan lebih nyata daripada Neville. Berita bahwa para penyerang orang tuanya lolos telah menempa perubahan yang aneh dan bahkan sedikit menakutkan pada dirinya. Dia belum sekalipun menyebut perjumpaannya dengan Harry, Ron dan Hermione di bangsal tertutup di St Mungo dan, mengikuti teladannya, mereka juga diam mengenai hal itu. Dia juga belum mengatakan apa-apa tentang lolosnya Bellatrix dan teman-teman penyiksanya. Bahkan, Neville hampir tidak berbicara lagi selama pertemuan-pertemuan DA, tetapi bekerja tanpa lelah pada setiap kutukan dan kontra-kutukan baru yang telah Harry ajarkan kepada mereka, wajahnya yang bundar tegang karena konsentrasi, kelihatan tidak peduli dengan luka-luka atau kecelakaan dan bekerja lebih keras daripada siapapun yang lain di ruangan itu. Dia sekarang membaik begitu cepatnya sehingga sangat mengerikan dan ketika Harry mengajari mereka Mantera Pelindung -- suatu cara untuk menangkis kutukan-kutukan kecil sehingga memantul kepada penyerangnya -- hanya Hermione yang menguasai mantera itu lebih cepat daripada Neville. Harry akan memberikan banyak untuk bisa membuat kemajuan pada Occlumency seperti yang dibuat Neville pada pertemuan-pertemuan DA. Sesi-sesi Harry dengan Snape, yang mulanya sudah cukup buruk, tidak membaik. Sebaliknya Harry merasa dia semakin buruk dengan tiap pelajaran. Sebelum dia mulai mempelajari Occlumency, bekas lukanya pedih kadang-kadang, biasanya pada malam hari, atau mengikuti salah satu kilasan aneh pikiran atau suasana hati Voldemort yang dialaminya kadang-kadang. Namun, sekarang ini, bekas lukanya hampir tidak pernah berhenti sakit, dan dia sering merasakan kemarahan atau keriangan mendadak yang tidak berhubungan dengan apa yang sedang terjadi pada dirinya pada saat itu, yang selalu diikuti dengan denyut yang sangat menyakitkan dari bekas lukanya. Dia mendapat kesan mengerikan bahwa dia berubah pelan-pelan menjadi semacam antena yang menerima fluktuasi kecil dalam suasana hati Voldemort, dan dia yakin dia bisa menelusuri peningkatan sensitifitas ini dengan tegas dari pelajaran Occlumency pertamanya dengan Snape. Terlebih lagi, dia sekarang bermimpi tentang berjalan menyusuri koridor menuju pintu masuk ke Departemen Misteri hampir setiap hari, mimpi-mimpi yang selalu memuncak pada dirinya berdiri penuh rasa ingin di depan pintu hitam polos itu. "Mungkin sedikit mirip penyakit," kata Hermione, terlihat kuatir ketika Harry curhat kepadanya dan Ron. "Demam atau sesuatu. Harus memburuk dulu sebelum membaik." "Pelajaran dengan Snape membuatnya semakin buruk," kata Harry dengan datar. "Aku mulai muak dengan bekas lukaku yang sakit dan aku mulai bosan dengan berjalan menyusuri koridor itu setiap malam." Dia menggosok keningnya dengan marah. "Aku hanya berharap pintu itu akan terbuka, aku muak berdiri menatapnya -- " "Itu tidak lucu," kata Hermione dengan tajam. "Dumbledore tidak ingin kau mendapatkan mimpi-mimpi tentang koridor itu sama sekali, atau dia tidak akan meminta Snape mengajarimu Occlumency. Kau hanya harus bekerja sedikit lebih keras dalam pelajaranmu." "Aku sedang melakukannya!" kata Harry terluka hatinya. "Kau coba suatu waktu --Snape mencoba masuk ke dalam kepalamu -- bukan hal yang patut ditertawakan, kau tahu!" "Mungkin kata Ron lambat-lambat. "Mungkin apa?" kata Hermione, agak membentak. "Mungkin bukan salah Harry dia tidak bisa menutup pikirannya," kata Ron dengan suram. "Apa maksudmu?" kata Hermione. "Well, mungkin Snape tidak benar-benar mencoba membantu Harry Harry dan Hermione menatapnya. Ron memandang dengan suram dan penuh arti dari yang satu ke yang lain. "Mungkin," dia berkata lagi, dengan suara yang lebih rendah, "dia sebenarnya sedang berusaha membuka pikiran Harry sedikit lebih lebar ... membuatnya lebih mudah untuk Kau-Tahu-Siapa -- " "Diam, Ron," katak Hermione dengan marah. "Berapa kali kau sudah mencurigai Snape, dan kapan kau pernah benar? Dumbledore mempercayai dia, dia bekerja untuk Order, itu seharusnya sudah cukup." "Dia dulu seorang Pelahap Maut," kata Ron dengan keras kepala. "Dan kita belum pernah melihat bukti bahwa dia benar-benar berpindah sisi." "Dumbledore mempercayai dia," Hermione mengulangi. "Dan kalau kita tidak bisa mempercayai Dumbledore, kita tidak bisa percaya siapapun." * Dengan begitu banyak untuk dikhawatirkan dan begitu banyak untuk dilakukan -sejumlah mengejutkan pekerjaan rumah yang sering menahan anak-anak kelas lima tetap bekerja sampai lewat tenagh malam, sesi-sesi DA rahasia dan kelas-kelas teratur dengan Snape -- Januari tampaknya berlalu begitu cepat. Sebelum Harry sadar, Februari sudah tiba, membawa bersamanya cuaca yang lebih basah dan lebih hangat dan prospek kunjungan Hogsmeade kedua tahun itu. Harry punya sangat sedikit waktu senggang untuk bercakap-cakap dengan Cho sejak mereka setuju mengunjungi desa itu bersama-sama, tetapi mendadak mendapati dirinya menghadapi satu Hari Valentine penuh untuk dihabiskan bersamanya. Di pagi tanggal empat belas itu dia berpakaian dengan hati-hati. Dia dan Ron tiba di makan pagi tepat waktu untuk kedatangan pos burung hantu. Hedwig tidak ada di sana -- bukannya Harry mengharapkan dia -- tetapi Hermione sedang menyentak sebuah surat dari paruh seekor burung hantu cokelat yang tidak dikenal ketika mereka duduk. "Dan sudah waktunya! Kalau tidak datang hari ini dia berkata, merobek amplop dengan bersemangat dan menarik keluar sepotong kecil perkamen. Matanya bergegas dari kiri ke kanan selagi dia membaca pesan itu dan ekspresi senang membentang di wajahnya. "Dengar, Harry," dia berkata sambil memandangnya, "ini benar-benar penting. Apakah kaupikir kau bisa menemuiku di Three Broomsticks sekitar tengah hari?" "Well ... aku tak tahu," kata Harry tidak yakin. "Cho mungkin mengharapkan aku menghabiskan satu hari penuh bersamanya. Kami tidak pernah membicarakan apa yang akan kami lakukan." "Well, bawa dia bersamamu kalau harus," kata Hermione mendesak. "Tapi maukah kau datang?" "Well ... baiklah, tapi mengapa?" "Aku tidak punya waktu untuk memberitahu kalian, aku harus menjawab ini cepat-cepat." Dan dia bergegas keluar dari Aula Besar, surat itu tergenggam di satu tangan dan sepotong roti panggang di tangan lainnya. "Kau ikut?" Harry bertanya kepada Ron, tetapi dia menggelengkan kepalanya, tampak muram. "Aku tidak bisa pergi ke Hogsmeade sama sekali; Angelina mau latihan sehari penuh. Kayak itu bisa membantu; kami tim terburuk yang pernah kulihat. Kau harus melihat Sloper dan Kirke, mereka menyedihkan, bahkan lebih buruk daripada aku." Dia menghela napas dalam-dalam. "Aku tak tahu kenapa Angelina tidak mau membiarkan aku mengundurkan diri saja." "Itu karena kau bagus ketika kondisimu baik, itulah sebabnya," kata Harry dengan kesal. Dia merasa sangat sulit bersimpati pada penderitaan Ron, sementara dirinya sendiri akan memberikan hampir apapun untuk bermain di pertandingan mendatang melawan Hufflepuff. Ron tampaknya memperhatikan nada suara Harry, karena dia tidak menyebut Quidditch lagi selama makan siang, dan ada sedikit kebekuan dalam cara mereka berpamitan kepada satu sama lain beberapa saat kemudian. Ron pergi ke lapangan Quidditch dan Harry, setelah mencoba meratakan rambutnya sementara menatap bayangannya di punggung sebuah sendok teh, berjalan sendirian ke Aula Depan untuk menemui Cho, merasa sangat gelisah dan bertanya-tanya apa yang akan mereka perbincangkan. Dia sedang menunggunya agak ke samping dari pintu-pintu depan dari kayu ek, terlihat sangat cantik dengan rambutnya diikat ke belakang membentuk ekor kuda. Kaki Harry tampaknya terlalu besar bagi badannya selagi dia berjalan ke arahnya dan dia mendadak teringat akan lengannya dan bagaimana bodohnya lengan-lengan itu terlihat berayun-ayun di sisi tubuhnya. "Hai," kata Cho agak terengah-engah. "Hai," kata Harry. Mereka saling bertatapan selama beberapa saat, lalu Harry berkata, "Well -- er -kalau begitu, kita pergi?" "Oh -- ya Mereka bergabung dengan antrian orang-orang yang sedang ditandai oleh Filch, terkadang saling bertatapan satu sama lain dan menyengir dengan segan, tetapi tidak berbicara kepada satu sama lain. Harry lega ketika mereka mencapai udara segar, mendapati lebih mudah untuk berjalan bersama dalam keheningan daripada cuma berdiri di tempat terlihat canggung. Hari itu segar, berangin sepoi-sepoi dan ketika mereka melewati stadiun Quidditch Harry melihat Ron dan Ginny sekilas sedang meluncur di atas tribun dan merasakan kepedihan mengerikan bahwa dia tidak ada di atas sana bersama mereka. "Kau benar-benar merindukannya, bukan?" kata Cho. Dia memandang berkeliling dan melihatnya sedang mengamatinya. "Yeah," kata Harry sambil menghela napas. "Memang." "Ingat pertama kali kita bermain melawan satu sama lain, di tahun ketiga?" dia bertanya kepadanya. "Yeah," kata Harry sambil nyengir. "Kau terus menghadangku." "Dan Wood menyuruhmu tidak usah jadi pria sejati dan jatuhkan aku dari sapuku kalau kau harus," kata Cho sambil tersenyum mengenang. "Kudengar dia diterima oleh Pride of Portree, benarkah itu?" "Bukan, Puddlemere United; aku melihatnya di Piala Quidditch tahun lalu." "Oh, aku melihatmu di sana juga, ingat? Kita ada di tempat berkemah yang sama. Benar-benar bagus, bukan?" Subyek Piala Dunia Quidditch membawa mereka sepanjang jalan kereta dan keluar melalui gerbang. Harry hampir tidak bisa percaya betapa mudahnya berbicara dengannya -- tidak lebih sulit, kenyataannya, daripada berbicara dengan Ron dan Hermione -- dan dia baru saja mulai merasa percaya diri dan riang ketika sekelompok besar anak-anak perempuan Slytherion melewati mereka, termasuk Pansy Parkinson. "Potter dan Chang!" pekik Pansy, diikuti kikik menghina. "Urgh, Chang, aku tidak setuju dengan seleramu ... setidaknya Diggory tampan!" Anak-anak perempuan itu bergegas, sambil berbicara dan menjerit dengan banyak pandangan sekilas yang berlebihan kepada Harry dan Cho, meninggalkan keheningan akibat malu di belakang mereka. Harry tidak bisa memikirkan hal lain untuk dikatakan tentang Quidditch, dan Cho, sedikit merona, sedang mengamati kakinya. "Jadi ... ke mana kau mau pergi?" Harry bertanya ketika mereka memasuki Hogsmeade. High Street penuh dengan murid-murid yang berjalan ke sana ke mari, mengintip ke dalam toko-toko dan bermain-main bersama di trotoar. "Oh ... aku tidak keberatan," kata Cho sambil mengangkat bahu. "Um ... apakah kita melihat-lihat di toko-toko saja atau apapun?" Mereka berjalan menuju Dervish and Banges. Sebuah poster besar telah ditempelkan di jendela dan beberapa penduduk Hogsmeade sedang memandanginya. Mereka bergeser ke samping ketika Harry dan Cho mendekat dan Harry mendapati dirinya menatap sekali lagi pada gambat-gambar sepuluh Pelahap Maut yang lolos itu. Poster itu, "Dengan Perintah Menteri Sihir," menawarkan imbalan seribu Galleon kepada penyihir wanita atau pria manapun yang memiliki informasi yang menuntun pada ditangkapnya kembali salah satu dari para narapidana dalam gambar. "Aneh, bukan," kata Cho dengan suara rendah sambil menatap foto-foto para Pelahap Maut, "ingat ketiak Sirius Black itu lolos, dan ada Dementor di seluruh Hogsmeade mencarinya? Dan sekarang sepuluh Pelahap Maut berkeliaran dan tak ada Dementor di manapun ... " "Yeah," kata Harry, sambil mengalihkan matanya dari wajah Bellatrix Lestrange untuk memandang sekilas ke ujung-ujung High Street. "Yeah, itu aneh." Dia tidak menyesali tak ada Dementor di sekitar sana, tetapi sekarang setelah dipikirkannya, ketidakhadiran mereka sangat berarti. Mereka tidak hanya telah membiarkan para Pelahap Maut lolos, mereka tidak repot-repot mencari mereka ... seolah-olah mereka benar-benar di luar kendali Kementerian sekarang. Kesepuluh Pelahap Maut sedang menatap dari setiap jendela toko yang dilewatinya dan Cho. Ketika mereka lewat Scrivenshaft sudah mulai hujan; tetes-tetes air yang dingin dan berat terus mengenai wajah Harry dan belakang lehernya. "Um ... apakah kau mau minum kopi?" kata Cho ingin tahu, ketika hujan mulai turun semakin deras. "Yeah, baiklah," kata Harry sambil memandang ke sekitarnya. "Di mana?" "Oh, ada tempat yang benar-benar bagus persis di atas sini; belum pernahkah kau ke Madam Puddifoot?" dia berkata dengan cerah, sambil menuntunnya ke jalan samping dan ke dalam sebuah kedai teh kecil yang belum pernah diperhatikan Harry sebelumnya. Itu adalah tempat yang sesak dan penuh uap di mana semua hal kelihatannya dihiasi dengan jumbai-jumbai atau pita. Harry mendapatkan ingatan tak menyenangkan akan kantor Umbridge. "Manis, bukan?" kata Cho dengan gembira. "Er ... yeah," kata Harry tidak jujur. "Lihat, dia menghiasnya untuk Hari Valentine!" kata Cho sambil menunjuk sejumlah anak kecil bersayap yang berwarna keemasan yang sedang melayang-layang di atas setiap meja bundar kecil, terkadang melemparkan konfeti merah jambu ke atas para pengguna meja. "Aaah Mereka duduk di meja terakhir yang tersisa, yang berada di samping jendela buram. Roger Davis, Kapten Quidditch Ravenclaw, sedang duduk sekitar satu setengah kaki jauhnya bersama seorang gadis pirang yang cantik. Mereka sedang berpegangan tangan. Pemandangan itu membuat Harry merasa tidak nyaman, khususnya ketika, sambil memandang berkeliling di kedai teh itu, dia melihat tempat itu penuh dengan pasangan-pasangan, semuanya sedang berpegangan tangan. Mungkin Cho akan mengharapkannya untuk memegang tangannya. "Apa yang bisa kuambilkan untuk kalian, sayangku?" kata Madam Puddifoot, seorang wanita yang sangat gemuk dengan sanggul hitam berkilat, sambil menyelinap di antara meja mereka dan meja Roger Davies dengan penuh kesulitan. "Tolong dua kopi," kata Cho. Dalam waktu yang dibutuhkan kopi mereka untuk sampai, Roger Davies dan pacarnya sudah mulai berciuman melewati mangkuk gula mereka. Harry berharap mereka tidak melakukannya; dia merasa Davies sedang menciptakan standar dan Cho akan segera berharap dia ikut berlomba. Dia merasa wajahnya memanas dan mencoba menatap ke luar jendela, tetapi jendela itu begitu buram sehingga dia tidak bisa melihat jalan di luar. Untuk menunda waktu ketika dia harus memandang Cho, dia memandang langit-langit seolah-olah memeriksa catnya dan menerima segenggam konfeti di wajahnya dari anak kecil bersayap mereka yang melayang-layang. Setelah beberapa menit menyakitkan lagi, Cho menyebut Umbridge. Harry menyambar subyek itu dengan lega dan mereka melewatkan beberapa saat menyenangkan menjelek-jelekkan dia, tetapi subyek itu sudah dibahas begitu mendalam selama pertemuan-pertemuan DA sehingga tidak bertahan lama. Keheningan timbul lagi. Harry sangat sadar akan suara-suara menyedot yang datang dari meja di samping pintu dan memandang ke sekitarnya dengan liar untuk mencari sesuatu yang lain untuk dikatakan. "Er ... dengar, apakah kau mau datang bersamaku ke Three Broomsticks pada saat makan siang? Aku akan menemui Hermione Granger di sana." Cho mengangkat alisnya. "Kau akan menemui Hermione Granger? Hari ini?" "Yeah. Well, dia minta aku, jadi kukira akan kulakukan. Apakah kau mau datang bersamaku? Dia bilang tidak masalah kalau kau ikut." "Oh ... well ... baik sekali dia." Tetapi Cho tidak terdengar seolah-olah dia berpikir itu baik sama sekali. Sebaliknya, nada suaranya dingin dan mendadak dia terlihat agak menakutkan. Beberapa menit lagi berlalu dalam keheningan total, Harry minum kopinya begitu cepat sehingga dia akan segera perlu secangkir lagi. Di sebelah mereka, Roger Davies dan pacarnya kelihatannya tertempel bersama di bibir. Tangan Cho sedang tergeletak di atas meja di samping kopinya dan Harry merasakan tekanan memuncak untuk memegangnya. Lakukan saja, dia memberitahu dirinya sendiri, ketika campuran rasa panik dan bersemangat menggelora di dalam dadanya, ulurkan dan raih saja. Menakjubkan, betapa lebih sulitnya mengulurkan lengannya dua belas inci untuk menyentuhnya daripada untuk menyambar sebuah Snitch yang sedang ngebut dari udara ... Tetapi persis ketika dia menggerakkan tangannya ke depan, Cho memindahkan tangannya dari meja. Dia sekarang sedang mengamati Roger Davies mencium pacarnya dengan ekspresi agak tertarik. "Dia mengajakku keluar, kau tahu," dia berkata dengan suara pelan. "Beberapa minggu yang lalu. Roger. Namun, aku menolaknya." Harry, yang telah meraih mangkuk gula sebagai alasan untuk pergerakan mendadak ke seberang meja, tidak bisa memikirkan kenapa dia memberitahunya hal ini. Kalau dia berharap dia sedang duduk di meja sebelah sedang dicium dengan sepenuh hati oleh Roger Davies, kenapa dia setuju keluar bersama Harry? Dia tidak berkata apa-apa. Anak kecil bersayap mereka melemparkan segenggam konfeti lagi ke atas mereka; beberapa mendarat di sisa-sisa kopi dingin yang baru akan diminum Harry. "Aku datang ke sini bersama Cedric tahun lalu," kata Cho. Dalam waktu sekitar satu detik yang dibutuhkannya untuk memahami apa yang telah dikatakannya, isi tubuh Harry telah menjadi sedingin es. Dia tidak bisa percaya Cho mau membicarakan tentang Cedric sekarang, sementara pasangan-pasangan yang sedang berciuman mengelilingi mereka dan sebuah anak kecil bersayap melayang di atas kepala mereka. Suara Cho agak lebih tinggi ketika dia berbicara lagi. "Aku sudah ingin bertanya kepadamu sejak lama sekali ... apakah Cedric -- apakah dia -- menyebutku sama sekali sebelum dia mati?" Ini adalah subyek paling akhir di dunia ini yang ingin dibahas Harry, dan dia paling tidak ingin membahasnya dengan Cho. "Well -- tidak --," dia berkata pelan. "Tidak -- tidak ada waktu baginya untuk mengatakan apapun. Erm ... jadi ... apakah kau ... apakah kau menonton banyak Quidditch sewaktu liburan? Kau mendukung Tornado, benar "kan?" Suaranya terdengar pura-pura ceria dan riang. Yang membuatnya ngeri, dia melihat bahwa mata Cho penuh air mata lagi, seperti saat setelah pertemuan terakhir DA sebelum Natal. "Lihat," dia berkata dengan putus asa, sambil mencondongkan badan sehingga orang lain tidak ada yang bisa mencuri dengar, "mari kita tidak membicarakan tentang Cedric sekarang ... mari bicara tentang sesuatu yang lain." Tetapi ini, tampaknya, adalah hal yang salah untuk dikatakan. "Kukira," dia berkata, air mata bercucuran ke meja, "kukira kau akan m-m-mengerti! Aku perlu bicara tentang itu! Tentunya kau p-perlu bicara tentang itu j-juga! Maksudku, kau melihatnya terjadi, b-bukan?" Semua hal menjadi salah seperti mimpi buruk, pacar Roger Davies bahkan sudah melepaskan dirinya untuk memandang Cho yang sedang menangis. "Well -- aku sudah membicarakannya," Harry berkata dalam bisikan, "kepada Ron dan Hermione, tapi -- " "Oh, kau mau bicara dengan Hermione Granger!" dia berkata dengan nyaring, wajahnya sekarang berkilau karena air mata. Beberapa pasangan lain yang sedang berciuman berpisah untuk memandangi mereka. "Tapi kau tidak mau bicara denganku! M-mungkin paling baik kalau kita ... bayar saja dan kau pergi menemui Hermione G-Granger, seperti yang jelas sekali kau mau!" Harry menatapnya, benar-benar bingung, selagi dia meraih sebuah serbet berjumbai-jumbai dan menyeka wajahnya dengan itu. "Cho?" dia berkata dengan lemah, sambil berharap Roger mau menyambar pacarnya dan mulai menciuminya lagi untuk menghentikan gadis itu membelalak kepadanya dan Cho. "Ayolah, pergi!" dia berkata, sekarang menangis ke dalam serbet. "Aku tidak tahu kenapa kau mengajakku keluar sejak awal kalau kau akan membuat janji bertemu gadis-gadis lain persis setelah aku ... berapa banyak yang akan kau temui setelah Hermione?" "Bukan seperti itu!" kata Harry, dan dia begitu lega akhirnya mengerti mengapa Cho marah sehingga dia tertawa, yang disadarinya sepersekian detik terlambat juga sebuah kesalahan. Cho bangkit. Seluruh kedai teh itu diam dan semua orang sedang mengamati mereka sekarang. "Sampai jumpa lagi, Harry," dia berkata dengan dramatis, dan sambil tersedu sedikit dia berlari ke pintu, merenggutnya terbuka dan bergegas pergi di dalam hujan lebat. "Cho!" Harry memanggilnya, tetapi pintu sudah berayun tertutup di belakangnya dengan gemerincing merdu. Ada keheningan total di dalam kedai teh itu. Semua mata menatap Harry. Dia melemparkan sebuah Galleon ke meja, menggoyangkan konfeti merah jambu dari rambutnya, dan mengikuti Cho keluar pintu. Sekarang sedang turun hujan lebar dan Cho tidak terlihat di manapun. Dia hanya tidak mengerti apa yang telah terjadi; setengah jam yang lalu mereka baik-baik saja. "Wanita!" dia bergumam dengan marah, berjalan sambil memercikkan air di jalan yang tersiram hujan itu dengan tangannya berada di kantongnya. "Lagipula, untuk apa dia mau berbincang-bincang tentang Cedric? Kenapa dia selalu mau menyeret sebuah subyek yang membuatnya bertingkah seperti pipa air manusia?" Dia berbelok ke kanan dan mulai berlari, dan dalam beberapa menit dia sedang berbelok ke ambang pintu Three Broomsticks. Dia tahu dia terlalu awal untuk menemui Hermione, tetapi dia berpikir mungkin sekali akan ada seseorang di sini dengan siapa dia bisa menghabiskan waktu antaranya. Dia menggoyangkan rambut basahnya keluar dari matanya dan memandang berkeliling. Hagrid sedang duduk sendirian di sebuah sudut, terlihat murung. "Hai, Hagrid!" dia berkata, ketika dia telah menyelinap melalui meja-meja yang berjejalan dan menarik sebuah kursi ke sampingnya. Hagrid terlompat dan memandang ke bawah kepada Harry seolah-olah dia hampir tidak mengenalinya. Harry melihat bahwa dia sekarang punya dua luka potong baru di wajahnya dan beberapa memar baru. "Oh, kau, Harry," kata Hagrid. "Kau baik-baik saja?" "Yeah, aku baik," bohong Harry; tetapi, di sebelah Hagrid yang babak-belur dan tampak muram ini, dia merasa dia tidak punya banyak yang dikeluhkan. "Er -- apakah kau baik-baik saja?" "Aku?" kata Hagrid. "Oh yeah, aku hebat, Harry, hebat." Dia memandang ke dalam cangkir besarnya yang terbuat dari timah campuran, yang seukuran sebuah ember besar, dan menghela napas. Harry tidak tahu harus berkata apa kepadanya. Mereka duduk bersebelahan dalam diam selama beberapa saat. Lalu Hagrid berkata dengan tiba-tiba, "Dalam kapal yang sama, kau dan aku, bukan, "Arry?" "Er -- " kata Harry. "Yeah ... aku sudah bilang sebelumnya ... sama-sama orang luar, serupa," kata Hagrid sambil mengangguk dengan bijaksana. "Dan sama-sama yatim piatu. Yeah ... sama-sama yatim piatu." Dia minum seteguk besar dari cangkir besarnya. "Buat perubahan, punya keluarga yang pantas," dia berkata. "Ayahku pantas. Dan ibu dan ayahmu pantas. Kalau mereka masih hidup, hidup akan berbeda, eh?" "Yeah ... kurasa," kata Harry dengan berhati-hati. Hagrid tampaknya berada dalam suasana hati yang sangat aneh. "Keluarga," kata Hagrid dengan murung. "Apapun yang kau katakan, darah itu penting ... " Dan dia menyeka aliran kecil yang keluar dari matanya. "Hagrid," kata Harry, tak mampu menghentikan dirinya sendiri, "di mana kamu mendapatkan semua luka ini?" "Eh?" kata Hagrid, tampak terkejut. "Luka apa?" "Semua itu!" kata Harry sambil menunjuk pada wajah Hagrid. "Oh ... itu cuma benjol dan memar biasa, Harry," kata Hagrid mengelak, "aku punya pekerjaan kasar." Dia menghabiskan isi cangkir besarnya, meletakkannya kembali dan bangkit. "Sampai jumpa, Harry ... jaga dirimu." Dan dia berjalan dengan susah payah keluar dari bar itu tampak sedih, dan menghilang ke hujan yang sangat deras. Harry mengamatinya pergi, merasa sengsara. Hagrid tidak gembira dan dia sedang menyembunyikan sesuatu, tetapi dia kelihatannya bertekad untuk tidak menerima bantuan. Apa yang sedang terjadi? Tetapi sebelum Harry bisa memikirkannya lebih lanjut, dia mendengar sebuah suara memanggil namanya. "Harry! Harry, sebelah sini!" Hermoine sedang melambai kepadanya dari sisi lain ruangan itu. Dia bangkit dan berjalan ke arahnya melalui bar yang sesak itu. Dia masih beberapa meja jauhnya ketika dia menyadari bahwa Hermione tidak sendirian. Dia sedang duduk di sebuah meja dengan pasangan teman minum yang paling tidak mungkin dalam bayangannya: Luna Lovegood dan tak lain dari Rita Skeeter, mantan jurnalis di Daily Prophet dan salah satu dari orang yang paling tidak disukai Hermine di dunia. "Kau datang lebih awal!" kata Hermione, sambil berpindah untuk memberinya ruang untuk duduk. "Kukira kau bersama Cho, aku tidak menduga kau akan datang setidaknya untuk satu jam lagi!" "Cho?" kata Rita seketika, sambil berputar di tempat duduknya untuk menatap Harry lekat-lekat. "Seorang gadis?" Dia menyambar tas tangan kulit buayanya dan meraba-raba di dalamnya. "Bukan urusanmu kalau Harry bersama seratus gadis," Hermione memberitahu Rita dengan dingin. "Jadi kau bisa menyimpan itu sekarang juga." Rita baru akan mengeluarkan sebuah pena bulu hijau asam dari tasnya. Terlihat seolah-olah dia telah dipaksa menelan Getah-Bau, dia membanting tasnya hingga tertutup lagi. "Apa yang sedang kalian rencanakan?" Harry bertanya sambil duduk dan menatap dari Rita ke Luna ke Hermione. "Nona Sempurna Kecil baru saja akan memberitahuku sewaktu kau sampai," kata Rita, sambil minum seteguk besar minumannya. "Kurasa aku diperbolehkan berbicara kepadanya, bukan?" dia menyerang Hermione. "Ya, kurasa begitu," kata Hermione dengan dingin. Pengangguran tidak cocok untuk Rita. Rambut yang dulunya ditata dengan keriting-keriting rumit sekarang tergantung lemas dan tidak terawat di sekeliling wajahnya. Cat merah tua pada kukunya yang dua inci mengelupas dan ada sejumlah permata palsu yang hilang dari kacamata bersayapnya. Dia minum seteguk besar minumannya lagi dan berkata dari sudut mulutnya, "Gadis yang cantik, bukan, Harry?" "Satu kata lagi tentang kehidupan cinta Harry dan tawarannya batal dan itu sebuah janji," kata Hermione dengan kesal. "Tawaran apa?" kata Rita sambil menyeka mulutnya dengan punggung tangannya. "Kau belum menyebutkan sebuah tawaran, Nona Sopan Santun, kau cuma menyuruhku muncul. Oh, suatu hari ini Dia mengambil napas dalam-dalam dengan rasa jijik. "Ya, ya, suatu hari ini kau akan menulis lebih banyak cerita mengerikan mengenai Harry dan aku," kata Hermione tidak peduli. "Temukan orang yang peduli, bisakah?" "Mereka sudah menerbitkan banyak cerita mengerikan tentang Harry tahun ini tanpa bantuanku," kata Rita sambil memberinya pandangan menyamping dari puncak gelasnya dan menambahkan dengan bisikan kasar, "Bagaimana perasaanmu akibatnya, Harry? Dikhianati? Bingung? Tak dimengerti?" "Dia merasa marah, tentu saja," kata Hermione dengan suara keras yang jelas. "Karena dia memberitahu Menteri Sihir yang sebenarnya dan Menteri terlalu idiot untuk mempercayai dia." "Jadi kau benar-benar bertahan pada cerita itu, bukan, bahwa Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut kembali?" kata Rita sambil merendahkan gelasnya dan memberikan Harry tatapan menusuk sementara jarinya berkeliaran dengan penuh keinginan ke gesper tas buayanya. "Kau mendukung semua sampah yang telah diceritakan Dumbledore kepada semua orang tentang kembalinya Kau-Tahu-Siapa dan kau menjadi saksi tunggalnya?" "Aku bukan saksi tunggal," bentak Harry. "Juga ada sekitar selusin Pelahap Maut di sana. Mau nama-nama mereka?" "Aku akan senang sekali," kata Rita, sekarang meraba-raba ke dalam tasnya sekali lagi dan menatapnya seolah-olah Harry hal terindah di dunia yang pernah dilihatnya. "Sebuah judul berita berani yang besar: "Potter Menuduh ..." Judul kecil, "Harry Potter Mengungkapkan Nama-Nama Para Pelahap Maut yang Masih Berada di Antara Kita". Dan kemudian, di bawah sebuah gambarmu yang besar dan bagus, "Remaja terganggu yang selamat dari serangan Anda-Tahu-Siapa, Harry Potter, 15, menyebabkan kemarahan besar kemarin dengan menuduh para anggota komunitas sihir yang dihormati dan terkemuka sebagai Pelahap Maut ..."" Pena Bulu Kutip-Cepat telah berada di tangannya dan setengah jalan ke mulutnya ketika ekspresi gembira di wajahnya hilang. "Tetapi tentu saja," dia berkata sambil merendahkan pena bulu itu dan memandang Hermione dengan tajam, "Nona Sempurna Kecil tidak akan mau cerita itu di luar sana, bukan?" "Kenyataannya," kata Hermione dengan manis, "itulah persisnya apa yang diinginkan Nona Sempurna Kecil." Rita menatapnya. Begitu juga Harry. Luna, di sisi lain, bernyanyi "Weasley adalah Raja kami" sambil melamun dengan suara rendah dan mengaduk minumannya dengan bawang koktil di atas sebuah lidi. "Kau mau aku melaporkan apa yang dikatakannya tentang Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut?" Rita bertanya kepada Hermione dengan suara berbisik. "Ya, memang," kata Hermione. "Cerita sebenarnya. Semua fakta. Persis seperti yang diceritakan Harry. Dia akan memberimu semua detil, dia akan memberitahumu nama-nama para Pelahap Maut yang belum dikenali yang dilihatnya di sana, dia akan memberitahumu seperti apa tampang Voldemort sekarang -- oh, kuasai dirimu," dia menambahkan dengan merendahkan, sambil melemparkan serbet ke seberang meja, karena, ketika mendengar nama Voldemort, Rita terlompat begitu parah sehingga dia menumpahkan setengah gelas Whisky-Apinya pada dirinya sendiri. Rita mengeringkan bagian depan jas hujannya yang kotor, masih menatap Hermione. Lalu dia berkata dengan terang-terangan, "Prophet tidak akan mau mencetaknya. Kalau-kalau kau belum memperhatikan, tak seorangpun mempercayai cerita omong kosongnya. Semua orang mengira dia berkhayal. Sekarang, kalau kau membiarkan aku menulis cerita dari sudut itu -- " "Kami tidak perlu cerita lain mengenai bagaimana Harry sudah gila!" kata Hermione dengan marah. "Kami sudah punya banyak, terima kasih! Aku mau dia diberikan kesempatan untuk menceritakan yang sebenarnya!" "Tidak ada pasar untuk cerita seperti itu," kata Rita dengan dingin. "Maksudmu Prophet tidak mau mencetaknya karena Fudge tidak mengizinkan mereka," kata Hermione dengan kesal. Rita memberi Hermione pandangan dalam-dalam yang lama. Lalu, sambil mencondongkan badan menyeberangi meja ke arahnya, dia berkata dengan nada praktis, "Baiklah, Fudge sedang mengandalkan Prophet, tetapi sama saja. Mereka tidak akan mencetak sebuah cerita yang memperlihatkan Harry dalam cahaya bagus. Tak seorangpun mau membacanya. Itu melawan suasana hati publik. Pelarian Azkaban terakhir ini telah membuat orang-orang cukup kuatir. Orang-orang cuma tidak mau percaya Kau-Tahu-Siapa kembali." "Jadi Daily Prophet ada untuk memberitahu orang-orang apa yang ingin mereka dengar, begitu?" kata Hermione dengan tajam. Rita duduk tegak lagi, alisnya terangkat, dan menghabiskan minuman Whisky-Apinya. "Prophet ada untuk menjual dirinya sendiri, kau gadis bodoh," dia berkata dengan dingin. "Ayahku berpikir itu suratkabar yang mengerikan," kata Luna, masuk ke dalam percakapan itu tanpa terduga. Sambil mengisap bawang koktilnya, dia memandang Rita dengan matanya yang besar, menonjol dan agak sinting. "Dia menerbitkan cerita-cerita penting yang dikiranya perlu diketahui publik. Dia tidak peduli tentang menghasilkan uang." Rita memandang Luna dengan menghina. "Kutebak ayahmu menjalankan beberapa suratkabar desa kecil yang bodoh?" dia berkata. "Mungkin, Dua Puluh Lima Cara untuk Bergaul dengan Para Muggle dan tanggal-tanggal Obral Bawa dan Terbang berikutnya?" "Bukan," kata Luna sambil mencelupkan bawangnya kembali ke Gillywaternya, "dia editor The Quibbler." Rita mendengus begitu keras sehingga orang-orang di meja yang berdekatan memandang berkeliling dengan gelisah. ""Cerita menarik yang dikiranya perlu diketahui publik", eh?" dia berkata dengan menghina. "Aku bisa memupuki kebunku dengan isi sampah itu." "Well, ini peluangmu untuk menaikkan nadanya sedikit, bukan?" kata Hermione dengan menyenangkan. "Luna bilang ayahnya sangat senang menerima wawancara Harry. Itulah yang akan menerbitkannya." Rita menatap mereka berdua sejenak, lalu mengeluarkan batuk-batuk tawa yang keras. "The Quibbler!" dia berkata sambil terkekeh. "Kau kira orang-orang akan menganggapnya serius kalau dia diterbitkan dalam The Quibbler?" "Beberapa orang tidak," kata Hermione dengan suara datar. "Tetap versi Daily Prophet tentang pelarian Azkaban memiliki beberapa lubang menganga. Kukira banyak orang akan bertanya-tanya apakah tidak ada penjelasan yang lebih baik tentang apa yang terjadi, dan apakah tersedia cerita alternatif, bahkan kalau diterbitkan dalam sebuah -- " dia memandang sekilas ke samping kepada Luna, "dalam sebuah -- well, sebuah majalah yang tidak biasa -- kukira mereka mungkin ingin sekali membacanya." Rita tidak mengatakan apapun selama beberapa saat, tetapi memandangi Hermione dengan licik, kepalanya sedikit ke satu sisi. "Baiklah, anggap saja sejenak aku akan melakukannya," dia berkata dengan kasar. "Bayaran seperti apa yang akan kudapatkan?" "Kukira Daddy tidak benar-benar membayar orang-orang untuk menulis bagi majalah," kata Luna sambil melamun. "Mereka melakukannya karena itu kehormatan dan, tentu saja, untuk melihat nama mereka tercetak." Rita Skeeter tampak seolah-olah rasa Getah Bau begitu kuat dalam mulutnya lagi ketika dia memberondong Hermione. "Aku harus melakukan ini secara gratis?" "Well, ya," kata Hermione dengan tenang sambil minum seteguk. "Kalau tidak, seperti yang kau tahu betul, aku akan memberitahu pihak yang berkuasa bahwa kau seorang Animagus tak terdaftar. Tentu saja, Prophet mungkin memberinya cukup banyak untuk cerita orang dalam mengenai hidup di Azkaban." Rita tampak seolah-olah dia tidak ingin apapun lebih dari menyambar payung kertas yang menjulur dari minuman Hermione dan menyodokkannya ke hidungnya. "Kukira aku tak punya pilihan, bukan?" kata Rita, suaranya sedikit bergetar. Dia membuka tas buayanya sekali lagi, mengeluarkan sepotong perkamen, dan mengangkat Pena Bulu Kutip-Cepatnya. "Daddy akan senang," kata Luna dengan ceria. Sebuah otot berkedut di rahang Rita. "OK, Harry?" kata Hermione sambil berpaling kepadanya. "Siap memberitahu publik kebenarannya?" "Kurasa begitu," kata Harry sambil mengamati Rita menyeimbangkan Pena Bulu Kutip-Cepat bersiap sedia di atas perkamen di antara mereka. "Mulai tanya, kalau begitu, Rita," kata Hermione dengan tenang sambil mengambil sebuah ceri dari dasar gelasnya. BAB DUA PULUH ENAM Yang Terlihat dan Yang Tak Ter-Ramalkan Luna berkata dengan samar bahwa dia tidak tahu seberapa cepat wawancara Rita dengan Harry akan muncul di The Quibbler, bahwa ayahnya sedang mengharapkan sebuah artikel panjang yang bagus tentang penampakan Snorckack Tanduk-Kisut baru-baru ini, "-- dan tentu saja, itu akan menjadi sebuah cerita yang sangat penting, jadi Harry mungkin harus menunggu untuk edisi berikutnya," kata Luna. Harry tidak mendapati berbicara mengenai malam ketika Voldemort kembali merupakan pengalaman yang mudah. Rita telah menekannya untuk semua detil kecil dan dia telah memberikannya semua yang bisa diingatnya, tahu bahwa ini peluang besarnya untuk memberitahu dunia yang sebenarnya. Dia bertanya-tanya bagaimana orang-orang akan bereaksi kepada cerita itu. Dia menduga itu akan membenarkan pandangan banyak orang bahwa dia sepenuhnya tidak waras, bukan hanya karena ceritanya akan tampil berdampingan dengan sampah mengenai Snorkack Tanduk-Kisut. Tetapi pelarian Bellatrix dan teman-teman Pelahap Mautnya telah memberi Harry hasrat membara untuk melakukan sesuatu, berhasil ataupun tidak ... "Tak sabar melihat apa pendapat Umbridge tentang kau cerita ke publik," kata Dean, terdengar terpesona saat makan malam pada Senin malam. Seamus sedang menyendok sejumlah besar ayam dan pai daging di sisi Dean yang satu lagi, tetapi Harry tahu dia sedang mendengarkan. "Itu hal yang tepat untuk dilakukan, Harry," kata Neville, yang sedang duduk di seberangnya. Dia agak pucat, tetapi meneruskan dengan suara rendah, "Pastilah ... sulit ... membicarakannya ... bukan?" "Yeah," gumam Harry, "tapi orang-orang harus tahu apa yang bisa dilakukan Voldemort, bukan?" "Itu benar," kata Neville sambil mengangguk, "dan para Pelahap Mautnya juga ... orang-orang harus tahu ... " Neville membiarkan kalimatnya tergantung dan kembali ke kentang bakarnya. Seamus memandang ke atas, tetapi ketika dia menatap mata Harry dia memandang kembali cepat-cepat ke piringnya lagi. Setelah beberapa saat, Dean, Seamus dan Neville berangkat ke ruang duduk, meninggalkan Harry dan Hermione di meja menunggu Ron, yang belum makan malam karena latihan Quidditch. Cho Chang berjalan ke dalam Aula bersama temannya Marietta. Perut Harry bergerak mendadak tidak menyenangkan, tetapi Cho tidak memandang ke meja Gryffindor, dan duduk dengan punggung menghadapnya. "Oh, aku lupa bertanya kepadamu," kata Hermione dengan ceria, sambil memandang sekilas ke meja Ravenclaw, "apa yang terjadi pada kencanmu dengan Cho? Kenapa kau kembali begitu cepat?" "Er ... well, itu kata Harry sambil menarik sepiring remah berempah ke arahnya dan mengambil tambahan makanan, "benar-benar gagal, karena kau menyebutnya." Dan dia memberitahunya apa yang terjadi di kedai teh Madam Puddifoot. jadi kemudian," dia menyelesaikan beberapa menit kemudian, ketika potongan remah terakhir menghilang, "dia melompat bangkit, benar, dan berkata, "Sampai jumpa lagi, Harry," dan berlari keluar dari tempat itu!" Dia meletakkan sendoknay dan memandang Hermione. "Maksudku, apa artinya itu? Apa yang sedang terjadi?" Hermione memandang sekilas ke bagian belakang kepala Cho dan menghela napas. "Oh, Harry," dia berkata dengan sedih. "Well, aku minta maaf, tapi kau agak tidak bijaksana." "Aku, tidak bijaksana?" kata Harry, marah. "Satu menit kami baik-baik saja, menit berikutnya dia memberitahuku bahwa Roger Davies mengajaknya keluar dan bagaimana dia dulu pergi menciumi Cedric di kedai teh bodoh itu -- bagaimana seharusnya perasaanku tentang itu?" "Well, kau paham," kata Hermione, dengan suasana sabar seseorang yang sedang menjelaskan bahwa satu ditambah satu sama dengan dua kepada seorang balita yang terlalu emosional, "kau seharusnya tidak memberitahunya bahwa kau mau menjumpaiku di tengah-tengah kencan kalian." "Tapi, tapi," repet Harry, "tapi -- kau menyuruhku menjumpaimu pukul dua belas dan membawanya ikut serta, bagaimana aku melakukan itu tanpa memberitahunya?" "Kau seharusnya memberitahu dia dengan cara berbeda," kata Hermione, masih dengan suasana sabar yang menjengkelkan itu. "Kau seharusnya berkata benar-benar menyebalkan, tapi aku memaksamu berjanji untuk mendatangi Three Broomsticks, dan kau sebenarnya tidak mau pergi, kau lebih suka menghabiskan sepanjang hari bersamanya, tapi sayangnya kau berpikir kau benar-benar harus menemuiku dan apakah dia bersedia ikut bersamamu dan semoga saja kalian bisa menyingkir secepatnya. Dan mungkin ide bagus juga menyebutkan betapa jeleknya menurutmu aku ini," Hermione menambahkan sebagai renungan akhir. "Tapi aku tidak menganggapmu jelek," kata Harry, merasa geli. Hermione tertawa. "Harry kau lebih parah daripada Ron ... well, tidak, tidak begitu," dia menghela napas, selagi Ron sendiri datang bersusah payah ke Aula belepotan lumpur dan tampak galak. "Lihat -- kau membuat Cho marah sewaktu kau bilang kau akan menemuiku, jadi dia mencoba membuatmu cemburu. Itu caranya mencari tahu seberapa banyak kau menyukainya." "Itukah yang sedang dilakukannya?" kata Harry, ketika Ron merosot ke bangku di seberang mereka dan menarik semua piring di dalam jangkauannya ke arahnya. "Well, bukankah akan lebih mudah kalau dia tanya aku saja apakah aku lebih menyukainya daripada kamu?" "Anak-anak perempuan tidak sering menanyakan pertanyaan-pertanyaan seperti itu," kata Hermione. "Well, mereka seharusnya begitu!" kata Harry penuh tenaga. "Dengan begitu aku bisa memberitahunya aku suka dia, dan dia tidak akan perlu membuat dirinya terkenang lagi tentang meninggalnya Cedric!" "Aku tidak mengatakan apa yang dilakukannya bijaksana," kata Hermione, selagi Ginny bergabung dengan mereka, sama berlumpurnya dengan Ron dan tampak sama tidak puasnya. "Aku hanya mencoba membuatmu paham bagaimana perasaannya pada saat itu." "Kau seharusnya menulis sebuah buku," Ron memberitahu Hermione selagi dia memotong kentangnya, "menerjemahkan hal-hal gila yang dilakukan anak-anak perempuan sehingga anak-anak laki-laki bisa memahami mereka." "Yeah," kata Harry dengan kuat, sambil memandang ke meja Ravenclaw. Cho baru saja bangkit, dan, masih tidak memandangnya, dia meninggalkan Aula Besar. Merasa agak tertekan, dia memandang kembali kepada Ron dan Ginny. "Jadi, bagaimana latihan Quidditchnya?" "Mimpi buruk," kata Ron dengan suara masam. "Oh, ayolah," kata Hermione sambil memandang Ginny, "Aku yakin tidak se-- " "Ya, memang," kata Ginny. "Mengerikan. Angelina hampir menangis pada akhirnya." Ron dan Ginny keduanya pergi mandi setelah makan malam; Harry dan Hermione kembali ke ruang duduk Gryffindor yang sibuk dan tumpukan pekerjaan rumah mereka yang biasa. Harry telah berjuang dengan sebuah peta bintang baru untuk Astronomi selama setengah jam ketika Fred dan George muncul. "Ron dan Ginny tidak di sini?" tanya Fred sambil melihat sekeliling ketika dia menarik sebuah kursi, dan ketika Harry menggelengkan kepalanya, dia berkata, "Bagus. Kami menonton latihan mereka. Mereka akan dibantai. Mereka sepenuhnya sampah tanpa kita." "Ayolah, Ginny tidak buruk," kata George dengan adil sambil duduk di samping Fred. "Sebenarnya, aku tidak tahu bagaimana dia jadi sebagus itu, mengingat kita tidak pernah membiarkan dia bermain bersama kita." "Dia mendobrak gudang sapu kalian di kebun sejak umur enam tahun dan bergantian menggunakan sapu-sapu kalian waktu kalian tidak melihat," kata Hermione dari balik tumpukan buku-buku Rune Kunonya. "Oh," kata George, terlihat agak terkesan. "Well -- itu menjelaskannya." "Apakah Ron sudah menyelamatkan sebuah gol?" tanya Hermione sambil mengintip dari atas Hieroglyph dan Logogram Sihir. "Well, dia bisa melakukannya kalau dia mengira tak seorangpun sedang mengawasinya," kata Fred sambil menggulirkan matanya. "Jadi yang harus kita lakukan hanyalah meminta kerumunan untuk memalingkan punggung mereka dan saling berbincang-bincang setiap kali Quaffle naik ke ujungnya pada hari Sabtu." Dia bangkit lagi dan bergerak dengan resah ke jendela, menatap keluar ke halaman sekolah yang gelap. "Kalian tahu, Quidditch hampir merupakan satu-satunya yang membuat tempat ini patut ditinggali." Hermione memberinya pandangan keras. "Kalian akan menghadapi ujian-ujian kalian!" "Sudah kubilang padamu, kami tidak cerewet tentang NEWT," kata Fred. "Kotak Makanan Pembolos sudah siap edar, kami menemukan cara menyingkirkan bisul-bisul itu, cuma sedikit intisari Murtlap menyembuhkannya, Lee memberi kami gagasan itu." George menguap lebar-lebar dan memandang keluar dengan sedih ke langit malam yang berawan. "Aku tak tahu apakah aku bahkan ingin menonton pertandingan ini. Kalau Zacharias Smith mengalahkan kita aku mungkin harus bunuh diri." "Bunuh dia, lebih mungkin," kata Fred dengan tegas. "Itulah masalahnya dengan Quidditch," kata Hermione melamun, sekali lagi membungkuk di atas terjemahan Runenya, "menciptakan semua perasaan buruk dan ketegangan antar asrama." Dia memandang ke atas untuk mencari salinan Daftar Suku Kata Spellman-nya, dan mellihat Fred, George dan Harry semuanya menatapnya dengan ekspresi campuran jijik dan tidak percaya di wajah mereka. "Well, memang!" dia berkata tidak sabaran. "Itu cuma sebuah olahraga, bukan?" "Hermione," kata Harry sambil menggelengkan kepalanya, "kamu pandai dalam masalah perasaan dan hal-hal, tetapi kamu hanya tidak paham tentang Quidditch." "Mungkin tidak," dia berkata dengan muram, sambil kembali ke terjemahannya, "tapi setidaknya kebahagiaanku tidak tergantung pada kemampuan menjaga gawang Ron." Dan walaupun Harry lebih suka melompat dari Menara Astronomi daripada mengakui itu kepadanya, pada saat dia telah menonton pertandingan Sabtu berikutnya dia akan memberikan Galleon sebanyak apapun agar tidak peduli tentang Quidditch juga. Hal terbaik yang bisa kau katakan tentang pertandingan itu adalah bahwa pertandingan itu pendek; para penonton Gryffindor cuma harus menahan dua puluh dua detik penderitaan. Sulit mengatakan apa hal terburuknya: Harry mengira itu pertarungan yang amat ketat antara kegagalan Ron yang keempatbelas untuk menyelamatkan gawang, Sloper yang tidak mengenai Bludger tetapi menghantam Angelina di mulut dengan tongkatnya, dan Kirke yang menjerit dan jatuh ke belakang dari sapunya ketika Zacharias Smith meluncur ke arahnya sambil membawa Quaffle. Keajaibannya adalah bahwa Gryffindor hanya kalah sepuluh poin: Ginny berhasil menyambar Snitch tepat di bawah hidung Seeker Hufflepuff Summerby, sehingga skor akhir adalah dua ratus empat puluh lawan dua ratus tiga puluh. "Tangkapan bagus," Harry memberitahu Ginny sewaktu kembali ke ruang duduk, di mana suasananya menyerupai sebuah pemakaman yang amat muram. "Aku beruntung," dia mengangkat bahu. "Itu bukan Snitch yang sangat cepat dan Summerby kena flu, dia bersin dan menutup matanya pada saat yang salah. Ngomong-ngomong, begitu kau kembali ke tim -- " "Ginny, aku kena larangan seumur hidup." "Kau dilarang selama Umbridge ada di sekolah," Ginny mengoreksi dia. "Ada perbedaan. Ngomong-ngomong, begitu kau balik, kukira aku akan ikut uji coba untuk Chaser. Angelina dan Alicia akan pergi tahun depan dan lagipula aku lebih suka mencetak gol daripada mencari Snitch." Harry memandang kepada Ron, yang masih membungkuk di sebuah sudut, sambil menatap lututnya, sebotol Butterbeer tergenggam di tangannya. "Angelina masih tidak mau membiarkan dia mengundurkan diri," Ginny berkata, seolah-olah membaca pikiran Harry. "Dia bilang dia tahu Ron punya kemampuan di dalam dirinya." Harry menyukai Angelina karena keyakinan yang ditunjukkannya kepada Ron, tetapi pada saat yang sama berpikir akan lebih baik hati kalau membiarkannya meninggalkan tim. Ron telah meninggalkan lapangan mendengar nyanyian bersama menggelegar "Weasley adalah Raja kami" dinyanyikan dengan semangat besar oleh anak-anak Slytherin, yang sekarang difavoritkan memenangkan Piala Quidditch. Fred dan George berjalan ke sini. "Aku tidak sampai hati mengoloknya," kata Fred sambil memandang ke figur Ron yang kisut. "Camkan ... ketika dia tidak menangkap yang keempat belas --" Dia membuat gerakan-gerakan liar dengan lengannya seolah-olah melakukan kayuhan anjing tegak lurus. "-- well, aku akan simpan untuk pesta-pesta, eh?" Ron menyeret dirinya ke tempat tidur tidak lama setelah ini. Demi menghargai perasaannya, Harry menunggu sebentar sebelum naik ke kamar asrama sendiri, sehingga Ron bisa pura-pura tidur kalau dia mau. Memang benar, ketika Harry akhirnya memasuki kamar Ron sedang mendengkur sedikit terlalu keras untuk masuk akal. Harry naik ke ranjang sambil memikirkan pertandingan itu. Sangat memfrustrasikan menonton dari pinggir. Dia sangat terkesan pada penampilan Ginny tetapi dia tahu kalau dia bermain dia akan bisa menangkap Snitch lebih cepat ... ada saat di mana Snitch berkibaran di dekat mata kaki Kirke; kalau Ginny tidak bimbang, dia mungkin bisa menghasilkan kemenangan bagi Gryffindor. Umbridge telah duduk beberapa baris di bawah Harry dan Hermione. Sekali atau dua kali dia berpaling sambil berjongkok di tempat duduknya untuk memandangnya, mulut kataknya yang lebar merentang membentuk apa yang Harry pikir senyum gembira. Ingatan itu membuatnya merasa panas karena marah sementara dia berbaring di sana dalam kegelapan. Namun, setelah beberapa menit, dia ingat bahwa dia seharusnya mengosongkan pikirannya dari semua emosi sebelum dia tidur, seperti yang terus diperintahkan Snape pada akhir setiap pelajaran Occlumencynya. Dia mencoba selama satu atau dua saat, tetapi memikirkan Snape di atas ingatannya pada Umbridge hanya meningkatkan rasa ketidaksenangannya dan dia mendapati dirinya sendiri malah berfokus pada seberapa besar dia membenci mereka berdua. Lambat laun, dengkuran Ron menghilang, digantikan dengan suara napas dalam dan lambat. Butuh Harry waktu lebih lama untuk tertidur; tubuhnya letih, tetapi butuh otaknya waktu yang lama untuk beristirahat. Dia bermimpi bahwa Neville dan Profesor Sprout sedang berdansa waltz mengitari Ruang Kebutuhan sementara Profesor McGonagall memainkan alat musik bagpipe. Dia mengamati mereka dengan gembira selama beberapa saat, lalu memutuskan untuk pergi mencari anggota-anggota DA yang lain. Tetapi ketika dia meninggalkan ruangan itu dia mendapati dirinya menghadapi, bukan permadani dinding Barnabas si Bodoh, melainkan sebuah obor yang menyala dalam penopangnya di tembok batu. Dia memalingkan kepalanya lambat-lambat ke kiri. Di sana, di ujung jauh dari lorong tak berjendela itu, ada sebuah pintu hitam polos. Dia berjalan ke arahnya dengan perasaan bersemangat yang semakin memuncak. Dia mendapatkan perasaan teraneh bahwa kali ini dia akhirnya akan beruntung, dan menemukan cara membukanya ... dia berjarak beberapa kaki darinya, dan melihat dengan lompatan kegembiraan bahwa ada celah berkilauan cahaya biru redup di sisi kanan ... pintu itu terbuka sedikit ... dia merentangkan tangannya untuk mendorongnya lebar-lebar dan -- Ron mengeluarkan dengkur asli yang keras dan parau dan Harry terbangun mendadak dengan tangan kanan terulur di depannya dalam kegelapan, untuk membuka pintu yang ratusan mil jauhnya. Dia membiarkannya jatuh dengan perasaan campuran kecewa dan merasa bersalah. Dia tahu dia seharusnya tidak melihat pintu itu, tetapi pada saat yang sama begitu termakan rasa ingin tahu tentang apa yang ada di baliknya sehingga dia tidak bisa tidak merasa jengkel pada Ron ... kalau saja dia bisa menyimpan dengkurannya satu menit lagi. * Mereka memasuki Aula Besar untuk sarapan pada saat yang persis sama dengan pos burung hantu pada Senin pagi. Hermione bukan satu-satunya orang yang bersemangat menunggu Daily Prophet-nya untuk mendapatkan lebih banyak berita mengenai para Pelahap Maut yang lepas, yang, walaupun banyak laporan penampakan, masih belum tertangkap. Dia memberikan burung hantu pengantar sebuah Knut dan membuka lipatan surat kabar itu dengan bersemangat sementara Harry minum jus jeruk; karena dia hanya menerima sebuah catatan selama satu tahun penuh, dia yakin, ketika burung hantu pertama mendarat dengan bunyi gedebuk di hadapannya, bahwa burung itu membuat kesalahan. "Siapa yang kaucari?" dia bertanya kepada burung itu, sambil memindahkan jus jeruknya dengan lesu dari bawah paruhnya dan mencondongkan badan ke depan untuk melihat nama dan alamat penerima: Harry Potter Aula Besar Sekolah Hogwarts Sambil merengut, dia bergerak akan mengambil surat itu dari burung hantu itu, tetapi sebelum dia bisa melakukannya, tiga, empat, lima burung hantu lagi berkibaran turun ke sampingnya dan sedang berebut posisi, menginjak mentega dan menjatuhkan garam selagi masing-masing mencoba memberinya surat mereka duluan. "Apa yang sedang terjadi?"" Ron bertanya dengan heran, sementara seluruh meja Gryffindor mencondongkan badan ke depan untuk menonton dan tujuh burung hantu lagi mendarat di antara yang pertama, sambil memekik, beruhu dan mengepakkan sayap mereka. "Harry!" kata Hermione terengah-engah, sambil membenamkan tangannya ke kumpulan bulu itu dan menarik keluar seekor burung hantu pekik yang membawa sebuah paket panjang berbentuk tabung. "Kukira aku tahu apa artinya ini -- buka yang satu ini terlebih dahulu!" Harry merobek pembungkuk cokelatnya. Bergelung keluar sebuah salinan edisi Maret The Quibbler yang tergulung erat. Dia membuka gulungannya untuk melihat wajahnya sendiri menyeringai malu-malu kepadanya dari halaman depan. Dalam huruf-huruf besar merah membentang di gambar ini adalah kata-kata: BERBICARA TERUS-TERANG AKHIRNYA KEBENARAN MENGENAI DIA-YANG-NAMANYA-TIDAK-BOLEH-DISEBUT DAN MALAM AKU MELIHATNYA KEMBALI "Bagus, bukan?" kata Luna yang telah datang ke meja Gryffindor dan sekarang memaksakan dirinya ke bangku di antara Fred dan Ron. "Keluarnya kemarin, aku minta Dad mengirimkanmu sebuah salinan gratis. Kuduga semua ini," dia melambaikan sebelah tangan ke kumpulan burung hantu yang masih meraba-raba di meja di hadapan Harry, "adalah surat-surat dari para pembaca." "Itulah yang kupikir," kata Hermione dengan bersemangat. "Harry, apakah kau keberatan kalau kami --?" "Silakan saja," kata Harry, merasa agak geli. Ron dan Hermione mulai merobek amplop-amplop. "Yang satu ini dari seorang cowok yang mengira kau sinting," kata Ron sambil memandang sekilas ke suratnya. "Ah well ... " "Wanita ini merekomendasikanmu mencoba kursus bagus Mantera Guncangan di St Mungo," kata Hermione, terlihat kecewa dan lesu dalam sedetik. "Yang satu ini tampak OK," kata Harry lambat-lambat, sambil membaca sekilas sepucuk surat panjang dari seorang penyihir wanita di Paisley. "Hei, dia bilang dia percaya padaku!" "Yang satu ini tak bisa memutuskan," kata Fred, yang telah bergabung dalam pembukaan surat dengan antusias. "Bilang kau tidak terlihat sebagai orang gila, tapi dia sebenarnya tidak mau percaya Kau-Tahu-Siapa sudah kembali jadi dia tidak tahu harus berpikir apa sekarang. Astaga, betapa pemborosan perkamen." "Di sini satu lagi yang berhasil kau yakinkan, Harry!" kata Hermione dengan bersemangat. "Setelah membaca versi ceritamu, aku terpaksa mengambil kesimpulan bahwa Daily Prophet telah memperlakukanmu dengan sangat tidak adil ... walaupun aku tidak ingin berpikir bahwa Dia-Yang-Namanya-Tidak-Boleh-Disebut telah kembali, aku terpaksa menerima bahwa kau sedang mengatakan yang sebenarnya ... Oh, ini bagus sekali!" "Satu lagi yang berpikir kau menggonggong," kata Ron sambil melemparkan sebuah surat yang tergumpal lewat bahunya, tapi yang satu ini bilang kau sudah mengubahnya dan dia sekarang menganggapmu pahlawan sejati -- dia memasukan sebuah foto juga -- wow!" "Apa yang sedang berlangsung di sini?" kata sebuah suara seperti anak perempuan yang manisnya palsu. Harry memandang ke atas dengan tangan penuh amplop. Profesor Umbridge sedang berdiri di belakang Fred dan Luna, mata kataknya yang menonjol mengamati kekacauan yang dibuat burung-burung hantu dan surat-surat di atas meja di hadapan Harry. Di belakangnya dia melihat banyak murid sedang mengamati mereka lekat-lekat. "Kenapa kamu mendapatkan semua surat ini, Mr Potter?" dia bertanya lambat-lambat. "Apakah itu kejahatan sekarang?" kata Fred dengan keras. "Mendapat surat?" "Hati-hati, Mr Weasley, atau aku akan menempatkanmu dalam detensi," kata Umbridge. "Well, Mr Potter?" Harry bimbang, tapi dia tidak melihat bagaimana dia bisa mendiamkan apa yang telah dia lakukan; jelas cuma masalah waktu sebelum sebuah salinan The Quibbler menarik perhatian Umbridge. "Orang-orang menulis kepadaku karena aku memberi wawancara," kata Harry. "Tentang apa yang terjadi kepadaku Juni lalu." Untuk alasan tertentu dia memandang sekilas ke meja guru ketika dia mengatakan ini. Harry mendapatkan perasaan teraneh bahwa Dumbledore telah mengamatinya sedetik sebelumnya, tetapi ketiak dia memandang ke Kepala Sekolah dia tampak asyik dalam percakapan dengan Profesor Flitwick. "Wawancara?" ulang Umbridge, suaranya semakin lemah dan tinggi daripada sebelumnya. "Apa maksudmu?" "Maksudku seorang reporter menanyai aku pertanyaan-pertanyaan dan aku menjawabnya," kata Harry. "Ini -- " Dan dia melemparkan salinan The Quibbler itu kepadanya. Umbridge menangkapnya dan menatap ke sampulnya. Wajahnya yang pucat dan kendur berubah menjadi ungu jelek. "Kapan kamu melakukan ini?" dia bertanya, suaranya bergetar sedikit. "Akhir pekan Hogsmeade yang lalu," kata Harry. Umbridge memandangnya, menyala karena marah, majalah itu bergetar dalam jari-jarinya yang pendek gemuk. "Tidak akan ada perjalanan ke Hogsmeade lagi bagimu, Mr Potter," dia berbisik. "Betapa beraninya kau ... bagaimana kamu bisa Dia mengambil napas dalam-dalam. "Aku sudah mencoba berulang-ulang untuk mengajarimu tidak berkata bohong. Pesan itu, tampaknya, masih belum tertanam. Lima puluh poin dari Gryffindor dan seminggu detensi lagi." Dia berjalan pergi sambil menggenggam The Quibbler ke dadanya, mata banyak murid mengikutinya. Pada tengah pagi tanda-tanda besar telah dipasang di seluruh sekolah, tidak hanya di papan-papan pengumuman, tetapi juga di koridor-koridor dan ruang-ruang kelas. ATAS PERINTAH PENYELIDIK TINGGI HOGWARTS Murid-murid yang kedapatan memiliki majalah The Quibbler akan dikeluarkan. Yang di atas sesuai dengan Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Tujuh. Terlanda: Dolores Jane Umbridge, Penyelidik Tinggi Untuk alasan tertentu, setiap kali Hermione melihat salah satu tanda ini dia tersenyum senang. "Apa tepatnya yang membuat kau begitu senang?" Harry bertanya kepadanya. "Oh, Harry, tidakkah kau paham?" Hermione berkata. "Kalau dia bisa melakukan satu hal untuk menjamin bahwa semua orang di sekolah ini akan membaca wawancaramu, itu adalah melarangnya!" Dan tampaknya Hermione sangat benar. Di akhir hari itu, walaupun Harry belum melihat lebih dari secuil The Quibbler di manapun di sekolah, seluruh tempat itu tampaknya mengutip wawancara itu kepada satu sama lain. Harry mendengar mereka berbisik mengenainya ketika mereka antri di luar ruang kelas, membahasnya selama makan siang dan di akhir pelajaran, sementara Hermione bahkan melaporkan bahwa setiap pengguna kamar-kamar kecil di toilet anak perempuan telah membicarakannya ketika dia masuk ke sana sebelum Rune Kuno. "Lalu mereka melihatku, dan tentu saja mereka tahu aku kenal kamu, jadi mereka memberondongku dengan pertanyaan," Hermione memberitahu Harry, matanya bersinar-sinar, "dan Harry, kukira mereka percaya padamu, aku benar-benar mengira begitu, kukira kau akhirnya membuat mereka yakin!" Sementara itu, Profesor Umbridge berkeliaran di sekolah, menghentikan murid-murid secara acak dan menuntut mereka membalik buku-buku dan kantong mereka. Harry tahu dia sedang mencari salinan-salinan The Quibbler, tapi murid-murid beberapa langkah di depannya. Halaman-halaman yang berisikan wawancara Harry telah disihir untuk menyerupai kutipan dari buku teks kalau siapapun kecuali mereka sendiri membacanya, atau dihapus secara sihir menjadi kosong sampai mereka mau membacanya lagi. Segera saja tampaknya setiap orang di sekolah sudah membacanya. Guru-guru tentu saja dilarang menyebut wawancara itu oleh Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh enam, tetapi mereka tetap saja menemukan cara-cara menyampaikan perasaan mereka tentang itu. Profesor Sprout menghadiahkan Gryffindor dua puluh poin ketika Harry menyerahkan kepadanya sebuah kaleng penyiram air; seorang Profesor Flitwick yang tersenyum menekankan sekotak gula tikus yang mencicit kepadanya di akhir Jimat dan Guna-Guna, berkata, "Shh!" dan bergegas pergi, dan Profesor Trelawney tersedu-sedan selama Ramalan dan mengumumkan kepada kelas yang terkejut, dan Umbridge yang sangat tidak setuju, bahwa Harry tidak akan menderita kematian dini sama sekali, melainkan akan hidup sampai umur panjang, menjadi Menteri Sihir dan memiliki dua belas anak. Tetapi yang membuat Harry paling bahagia adalah Cho yang mengejarnya ketika dia sedang bergegas menuju Transfigurasi keesokan harinya. Sebelum dia tahu apa yang terjadi, tangan mereka sudah bergandengan dan dia sedang berbisik ke telinganya, "Aku benar-benar, benar-benar menyesal. Wawancara itu begitu berani ... membuatku menangis." Dia menyesal mendengar Cho bahkan meneteskan lebih banyak air mata karenanya, tetapi sangat senang mereka saling berbicara lagi, dan bahkan lebih senang ketika dia memberinya ciuman cepat di pipinya dan bergegas pergi lagi. Dan tak bisa dipercaya, begitu dia sampai di luar Transfigurasi sesuatu yang sama baiknya terjadi: Seamus keluar dari antrian untuk menghadapinya. "Aku cuma mau bilang," dia bergumam sambil memicingkan mata pada lutut kiri Harry, "Aku percaya padamu. Dan aku sudah mengirimkan sebuah salinan majalah itu kepada ibuku." Kalau ada yang lain yang dibutuhkan untuk melengkapi kebahagiaan Harry, itu adalah reaksi yang didapatkannya dari Malfoy, Crabbe dan Goyle. Dia melihat mereka dengan kepala berdekatan sore itu di perpustakaan; mereka bersama seorang anak lelaki yang tampak kurus tinggi yang Hermione bisikkan bernama Theodore Nott. Mereka memandang kepada Harry ketika dia melihat-lihat rak-rak mencari buku yang dibutuhkannya untuk Penghilangan Sebagian: Goyle menggertakkan buku-buku jarinya dengan mengancam dan Malfoy membisikkan sesuatu yang tidak diragukan bersifat jahat kepada Goyle. Harry tahu benar kenapa mereka bertingkah seperti ini: dia telah menyebut semua ayah mereka sebagai Pelahap Maut. "Dan bagian terbaiknya," bisik Hermione dengan gembira, ketika mereka meninggalkan perpustakaan, "adalah mereka tidak bisa membantahmu, karena mereka tidak bisa mengakui mereka telah membaca artikel itu!" Sebagai puncaknya, Luna memberitahunya sewaktu makan malam bahwa tidak ada edisi The Quibbler yang pernah terjual lebih cepat. "Dad mencetak ulang!" dia memberitahu Harry, matanya membelalak dengan bersemangat. "Dia tidak bisa mempercayainya, dia bilang orang-orang tampaknya lebih tertarik dengan ini daripada dengan Snorckack Tanduk-Kisut!" Harry menjadi pahlawan di ruang duduk Gryffindor malam itu. Dengan berani, Fred dan George menempatkan Mantera Pembesar ke sampul depan The Quibbler dan menggantunkannya di dinding, sehingga kepala raksasa Harry memandang ke bawah ke kegiatan mereka, terkadang mengatakan hal-hal seperti "KEMENTERIAN ADALAH ORANG-ORANG BODOH" dan "MAKAN KOTORAN, UMBRIDGE" dengan suara menggelegar. Hermione tidak menganggap ini lucu; dia bilang mengganggu konsentrasinya, dan dia akhirnya pergi tidur lebih awal karena kesal. Harry harus mengakui bahwa poster itu tidak lucu lagi setelah satu atau dua jam, terutama ketika mantera bicaranya mulai hilang, sehingga dia hanya meneriakkan kata-kata tidak berkaitan seperti "KOTORAN" dan "UMBRIDGE" pada interval-interval yang lebih sering dengan suara yang semakin meninggi. Kenyataannya, itu mulai membuat kepalanya sakit dan bekas lukanya mulai menusuk-nusuk tidak menyenangkan lagi. Yang membuat banyak orang yang sedang duduk di sekitar, yang memintanya mengulangi kembali wawancaranya untuk kesekian puluh kalinya, mengeluh kecewa, dia mengumumkan bahwa dia juga butuh istirahat awal. Kamar asrama kosong ketika dia sampai di sana. Dia menyandarkan keningnya sejenak di kaca jendela yang sejuk di samping tempat tidurnya; rasanya nyaman pada bekas lukanya. Lalu dia berganti pakaian dan naik ke tempat tidur, sambil berharap sakit kepalanya pergi. Dia juga merasa sedikit mual. Dia berguling ke samping, menutup matanya, dan jatuh tertidur hampir seketika ... Dia sedang berdiri di sebuah ruangan gelap bertirai yang diterangi sebuah tempat lilin bercabang. Tangannya tergenggam ke punggung sebuah kursi di depannya. Tangan itu berjari-jari panjang dan putih seakan-akan belum melihat sinar matahari selama bertahun-tahun dan tampak seperti laba-laba pucat besar di beludru gelap kursi itu. Di balik kursi, dalam genangan cahaya yang sampai ke lantai di samping lilin-lilin itu, berlutut seorang lelaki berjubah hitam. "Aku telah diberi nasehat jelek, tampaknya," kata Harry, dengan suara tinggi dan dingin yang bergetar dengan kemarahan. "Tuan, saya memohon pengampunan Anda," lelaki yang sedang berlutut di lantai itu berteriak dengan parau. Bagian belakang kepalanya berkilauan dalam cahaya lilin. Dia kelihatannya sedang gemetaran. "Aku tidak menyalahkanmu, Rookwood," kata Harry dengan suara dingin, kejam itu. Dia melepaskan pegangannya dari kursi dan berjalan mengitarinya, mendekati lelaki yang sedang gemetar ketakutan di lantai, sampai di berdiri tepat di hadapannya dalam kegelapan, memandang ke bawh dari ketinggian yang jauh melebih biasanya. "Kau yakin dengan fakta-faktamu, Rookwood?" tanya Harry. "Ya, Tuanku, ya ... Lagi--lagipula aku dulu bekerja di Departemen itu "Avery memberitahuku Bode akan bisa mengambilnya." "Bode takkan pernah mengambilnya, Tuan ... Bode pasti akan tahu dia tidak bisa ... tak diragukan lagi, itulah sebabnya dia melawan begitu keras terhadap Kutukan Imperius Malfoy ... " "Berdiri, Rookwood," bisik Harry. Lelaki yang sedang berlutut itu hampir jatuh dalam ketergesaannya menurut. Wajahnya bopeng; bekas luka itu tampak dalam cahaya lilin. Dia terus bongkok sedikit ketika berdiri, seolah-olah setengah membungkuk, dan dia memandang wajah Harry dengan ngeri. "Kau sudah melakukan sesuatu yang bagus dengan memberitahuku hal ini," kata Harry. "Baiklah ... aku sudah menghabiskan berbulan-bulan pada rencana-rencana tak berhasil, tampaknya ... tapi tidak masalah ... kita mulai lagi, dari sekarang. Kau mendapatkan rasa terima kasih Lord Voldemort, Rookwood "Tuanku ... ya, Tuanku," Rookwood terengah-engah, suaranya serak karena lega. "Aku akan butuh bantuanmu. Aku akan butuh semua informasi yang bisa kau berikan kepadaku." "Tentu saja, Tuanku, tentu saja ... apapun "Baiklah ... kau boleh pergi. Suruh Avery menghadapku." Rookwood bergegas mundur, sambil membungkuk, dan menghilang melalui sebuah pintu. Ditinggalkan sendirian di ruangan gelap itu, Harry berpaling ke dinding. Sebuah cermin retak, ternoda usia bergantung di dinding dalam bayangan. Harry bergerak ke arahnya. Bayangannya semakin besar dan jelas dalam kegelapan ... sebuah wajah yang lebih putih daripada tengkorak ... mata besar dengan celah untuk anak mata ... "TIDAAAAAAAAAK!" "Apa?" jerit sebuah suara di dekatnya. Harry memukul-mukul ke sekitarnya dengan hebat, menjadi terkait ke kelambu dan jatuh dari tempat tidurnya. Selama beberapa detik dia tidak tahu di mana dia berada, dia yakin dia akan melihat wajah putih mirip tengkorak itu menatapnya dari balik kegelapan lagi, lalu sangat dekat dengannya suara Ron berkata, "Bisakah kau berhenti bertingkah seperti maniak agar aku bisa mengeluarkanmu dari sini!" Ron merenggut kelambu hingga terpisah dan Harry menatap kepadanya dalam cahaya bulan, berbaring telentang pada punggungnya, bekas lukanya membara menyakitkan. Ron terlihat seakan-akan dia baru saja bersiap-siap untuk tidur; satu lengan keluar dari jubahnya. "Apakah seseorang diserang lagi?" tanya Ron sambil menarik Harry bangkit dengan kasar. "Apakah Dad? Apakah ular itu?" "Tidak -- semua orang baik-baik saja -- " Harry terengah-engah, keningnya terasa seolah-olah terbakar. "Well ... Avery tidak ... dia sedang dalam masalah ... dia memberinya informasi yang salah ... Voldemort benar-benar marah." Harry mengerang dan merosot, sambil gemetaran, ke atas ranjangnya, sambil menggosok bekas lukanya. "Tapi Rookwood akan membantunya sekarang ... dia sudah berada di jalan yang benar lagi "Apa yang sedang kau bicarakan?" kata Ron, terdengar takut. "Apakah maksudmu ... apakah kau baru saja melihat Kau-Tahu-Siapa?" "Aku menjadi Kau-Tahu-Siapa," kata Harry, dan dia merentangkan tangannya dalam kegelapan dan mengangkatnya ke wajahnya, untuk memeriksa bahwa tangan itu tidak lagi putih seperti mayat dan berjari-jari panjang. "Dia bersama Rookwood, dia salah satu Pelahap Maut yang lolos dari Azkaban, ingat? Rookwood baru saja memberitahunya Bode tidak akan bisa melakukannya." "Melakukan apa?" "Mengambil sesuatu ... dia bilang Bode pasti tahu dia tidak akan bisa melakukannya ... Bode di bawah Kutukan Imperius ... kupikir katanya ayah Malfoy yang menempatkan kutukan itu kepadanya." "Bode disihir untuk mengambil sesuatau?" Ron berkata. "Tapi -- Harry, itu pastilah -- "Senjata itum" Harry menyelesaikan kalimat itu baginya. "Aku tahu." Pintu kamar asrama terbuka, Dean dan Seamus masuk. Harry mengayunkan kakinya kembali ke tempat tidur. Dia tidak ingin terlihat seolah-olah sesuatu yang aneh baru saja terjadi, mengingat Seamus baru saja berhenti berpikir Harry seorang yang sinting. "Apakah kau mengatakan," gumam Ron sambil menempatkan kepalanya dekat ke kepala Harry sambil berpura-pura minum air dari kendi di meja sisi tempat tidurnya, "bahwa kau menjadi Kau-Tahu-Siapa?" "Yeah," kata Harry pelan. Ron minum seteguk besar air yang tidak perlu; Harry melihatnya tumpah dari dagunya ke dadanya. "Harry," dia berkata, selagi Dean dan Seamus bergerak ke sana ke mari dengan bising, menarik lepas jubah mereka dan berbincang-bincang, "kamu harus memberitahu -- " "Aku tidak harus memberitahu siapapun," kata Harry singkat. "Aku tidak akan melihatnya sama sekali kalau aku bisa melakukan Occlumency. Aku seharusnya belajar menutup hal-hal ini. Itulah yang mereka inginkan." "Mereka" maksudnya Dumbledore. Dia naik kembali ke ranjangnya dan berguling ke samping dengan punggung menghadap Ron dan setelah beberapa saat dia mendengar kasur Ron berderak ketika dia juga berbaring. Bekas luka Harry mulai membara; dia menggigit bantalnya keras-keras untuk menghentikan dirinya mengeluarkan suara. Di suatu tempat, dia tahu, Avery sedang dihukum. * Harry dan Ron menunggu sampai waktu istirahat keesokan harinya untuk memberitahu Hermione apa persisnya yang telah terjadi; mereka ingin memastikan mereka tidak terdengar yang lain. Sambil berdiri di sudut mereka yang biasa di halaman yang sejuk dan berangin itu, Harry memberitahunya semua detil mimpi itu yang bisa diingatnya. Ketika dia selesai, Hermione tidak berkata apa-apa sama sekali selama beberapa saat, tetapi menatap dengan semacam intensitas menyakitkan kepada Fred dan George, yang keduanya tidak berkepala dan sedang menjual topi-topi sihir mereka dari balik jubah mereka di sisi lain halaman. "Jadi itulah sebabnya mereka membunuhnya," dia berkata pelan, sambil menarik pandangannya dari Fred dan George akhirnya. "Saat Bode mencoba mencuri senjata ini, sesuatu yang aneh terjadi padanya. Kukira pasti ada mantera-mantera pertahanan padanya, atau di sekitarnya, untuk menghentikan orang-orang menyentuhnya. Itulah sebabnya dia berada di St Mungo, otaknya jadi aneh dan dia tidak bisa berbicara. Tapi ingat apa yang diberitahu Penyembuh itu kepada kita? Dia sedang pulih. Dan mereka tidak bisa mengambil resiko dia semakin sehat, bukan begitu? Maksudku, guncangan dari apapun yagn terjadi ketika dia menyentuh senjata itu mungkin mengangkat Kutukan Imperiusnya. Begitu dia mendapatkan kembali suaranya, dia akan menjelaskan apa yang sedang dilakukannya, bukan? Mereka akan tahu dia dikirim untuk mencuri senjata itu. Tentu saja, mudah bagi Lucius Malfoy menempatkan kutukan kepadanya. Tak pernah keluar dari Kementerian, dia itu?" "Dia bahkan berkeliaran hari itu ketika aku menghadiri dengar pendapatku," kata Harry. "Di -- tunggu dulu dia berkata lambat-lambat. "Dia ada di koridor Departemen Misteri hari itu! Ayahmu bilang dia mungkin sedang mencoba menyelinap turun dan mencari tahu apa yang terjadi di dengar pendapatku, tapi bagaimana kalau -- " "Sturgis!" Hermione menarik napas cepat, terlihat seperti disambar petir. "Maaf?" kata Ron, tampak bingung. "Sturgis Podmore --" kata Hermione terengah-engah, "ditangkap karena mencoba melewati sebuah pintu! Lucius Malfoy pasti mendapatkan dia juga! Aku bertaruh dia melakukannya pada hari kau melihatnya di sana, Harry. Sturgis memiliki Jubah Gaib Moody, benar "kan? Jadi, bagaimana kalau dia sedang berdiri berjaga-jaga di samping pintu itu, tidak tampak oleh mata, dan Malfoy mendengarnya bergerak -- atau menebak ada seseorang di sana -- atau hanya melakukan Kutukan Imperius untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada pengawal di sana? Jadi, ketika Sturgis memiliki kesempatan berikutnya -- mungkin saat gilirannya tugas jaga lagi -- dia mencoba masuk ke Departemen itu untuk mencuri senjata itu bagi Voldemort -- Ron, diamlah -- tapi dia tertangkap dan dikirim ke Azkaban Dia memandang Harry. "Dan sekarang Rookwood sudah memberitahu Voldemort bagaimana mendapatkan senjata itu?" "Aku tidak mendengar semua percakapannya, tapi kedengarannya seprti itu," kata Harry. "Rookwood dulu bekerja di sana ... mungkin Voldemort akan mengirim Rookwood untuk melakukannya?" Hermione mengangguk, tampaknya masih terbenam dalam pikirannya. Lalu, agak mendadak, dia berkata, "Tapi kau seharusnya tidak melihat ini semua, Harry." "Apa?" dia berkata, terkejut. "Kau seharusnya mempelajari sekarang bagaimana menutup pikiranmu terhadap hal-hal semacam ini," kata Hermione, mendadak tegas. "Aku tahu," kata Harry. "Tapi -- " "Well, kukira kita harus mencoba melupakan apa yang kaulihat," kata Hermione dengan tegas. "Dan kau seharusnya memberi lebih banyak usaha pada Occlumencymu dari sekarang." Harry begitu marah kepadanya sehingga dia tidak berbicara kepadanya sepanjang hari itu, yang terbukti merupakan hari yang buruk.Saat orang-orang tidak sedang membicarakan para Pelahap Maut yang lolos di koridor-koridor, mereka menertawakan penampilan bukan main Gryffindor dalam pertandingan melawan Hufflepuff; anak-anak Slytherin menyanyikan "Weasley adalah Raja kami" begitu kerasnya dan seringnya sehingga pada saat senja hari Filch telah melarangnya di koridor-koridor hanya karena kesal. Minggu itu tidak membaik selagi berjalan terus. Harry menerima dua lagi "D" dalam Ramuan; dia masih gelisah bahwa Hagrid mungkin dipecat; dan dia masih tidak bisa menghentikan dirinya memikirkan mimpi di mana dia menjadi Voldemort -walaupun dia tidak mengungkitnya lagi dengan Ron dan Hermione; dia tidak ingin dimarahi lagi oleh Hermione. Dia sangat berharap bahwa dia bisa berbicara kepada Sirius mengenainya, tetapi itu tidak mungkin, jadi dia mencoba mendorong masalah itu ke bagian belakang pikirannya. Sayangnya, bagian belakang pikirannya tidak lagi merupakan tempat aman seperti dulu. "Bangun, Potter." Beberapa minggu setelah mimpinya tentang Rookwood, Harry bisa ditemui, lagi-lagi, berlutut di lantai kantor Snape, mencoba menjernihkan kepalanya. Dia baru saja dipaksa, lagi-lagi, mengulangi rentetan ingatan-ingatan sangat awal yang tidak pernah disadarinya masih dimilikinya, sebagian besar berkaitan dengan penghinaan yang diakibatkan Dudley dan kelompoknya kepadanya di sekolah dasar. "Ingatan terakhir itu," kata Snape. "Apa itu?" "Aku tidak tahu," kata Harry sambil bangkit dengan letih. Dia mendapati semakin sulit menguraikan ingatan-ingatan terpisah dari serbuan gambar dan suara yang terus dipanggil Snape. "Maksud Anda di mana sepupuku mencoba membuatku berdiri di toilet?" "Tidak," kata Snape lembut. "Maksudku seorang lelaki yang sedang berlutut di tengah sebuah ruangan yang digelapkan ... " "Itu ... bukan apa-apa," kata Harry. Mata gelap Snape menusuk ke dalam mata Harry. Teringat apa yang dikatakan Snape tentang kontak mata penting untuk Legilimency, Harry berkedip dan melihat ke arah lain. "Bagaimana lelaki itu dan ruangan itu masuk ke kepalamu, Potter?" kata Snape. "Itu --" kata Harry, melihat ke segala tempat kecuali kepada Snape, "itu -- cuma mimpi yang kudapat." "Mimpi?" ulang Snape. Ada jeda di mana Harry menatap terpaku ke sebuah kodok mati besar yang tertahan dalam setoples cairan ungu. "Kamu tahu kenapa kita ada di sini, bukan, Potter?" kata Snape dengan suara rendah berbahaya. "Kau tahu kenapa aku menghabiskan malam-malamku untuk pekerjaan membosankan ini?" "Ya," kata Harry kaku. "Ingatkan aku kenapa kita ada di sini, Potter." "Supaya aku bisa mempelajari Occlumency," kata Harry, sekarang melotot kepada seekor belut mati. "Tepat, Potter. Dan walaupun otakmu mungkin dangkal -- " Harry memandang balik kepada Snape, sambil membencinya, "-- kukira setelah dua bulan pelajaran kau mungkin membuat sedikit kemajuan. Berapa banyak mimpi lain tentang Pangeran Kegelapan yang kau dapatkan?" "Cuma yang satu itu," bohong Harry. "Mungkin," kata Snape, matanya yang gelap dan dingin menyipit sedikit, "mungkin kamu sebenarnya menikmati mendapatkan penglihatan-penglihatan dan mimpi-mimpi ini, Potter. Mungkin membuatmu merasa istimewa -- penting?" "Tidak, tidak begitu," kata Harry, rahangnya menegang dan jari-jarinya mencengkeram pegangan tongkatnya erat-erat. "Begitupun sama saja, Potter," kata Snape dengan dingin, "karena kamu tidak istimewa ataupun penting, dan bukan urusanmu mencari tahu apa yang sedang dikatakan Pangeran Kegelapan kepada para Pelahap Mautnya." "Bukan -- itu pekerjaan Anda, bukan?" Harry memberondongnya. Dia tidak bermaksud mengatakannya; itu meledak keluar darinya dalam amarahnya. Selama waktu yang lama mereka saling bertatapan, Harry yakin dia sudah terlalu jauh. Tapi ada ekspresi aneh, hampir seperti puas di wajah Snape saat dia menjawab. "Ya, Potter," dia berkata, matanya berkilat-kilat. "Itu pekerjaanku. Sekarang, kalau kau siap, kita akan mulai lagi." Dia mengangkat tongkatnya. "Satu -- dua -- tiga -- Legilimens!" Seratus Dementor menukik ke arah Harry menyeberangi danau di halaman sekolah ... dia menegangkan wajahnya berkonsentrasi ... mereka semakin mendekat ... dia bisa melihat lubang-lubang hitam di bawah kerudung mereka ... tapi dia juga bisa melihat Snape berdiri di depannya, matanya terpaku ke wajah Harry, bergumam dengan suara rendah ... dan entah bagaimana, Snape semakin jelas, dan Dementor-Dementor itu semakin pudar ... Harry mengangkat tongkatnya sendiri. "Protego!" Snape terhuyung-huyung -- tongkatnya terbang ke atas, menjauh dari Harry -- dan tiba-tiba pikiran Harry penuh dengan ingatan-ingatan yang bukan miliknya: seorang lelaki berhidung bengkok sedang berteriak kepada seorang wanita yang gemetar ketakutan, sementara seorang anak lelaki kecil berambut gelap menangis di sudut ... seorang remaja berambut berminyak duduk sendirian di sebuah kamar tidur yang gelap, menunjuk tongkatnya ke langit-langit, menembak jatuh lalat-lalat ... seorang gadis tertawa ketika seorang anak laki-laki kurus mencoba menaiki sebuah sapu yang melawan. "CUKUP!" Harry merasa seolahh-olah dia telah didorong keras-keras di dada, dia terhuyung-huyung beberapa langkah mundur, mengenai beberapa rak yang menutupi dinding Snape dan mendengar sesuatu retak. Snape sedikit gemetar, dan wajahnya sangat putih. Bagian belakang jubah Harry lembab. Salah satu toples di belakangnya telah pecah ketika dia jatuh menimpanya, benda berlendir yang diawetkan di dalamnya berputar dalam ramuannya yang semakin surut. "Reparo," desis Snape, dan seketika toples itu tersegel lagi dengan sendirinya. "Well, Potter ... itu jelas perbaikan Sambil agak terengah-engah, Snape meluruskan Pensieve di mana dia menyimpan lagi beberapa pikirannya sebelum mulai pelajaran, hampir seolah-olah dia sedang memeriksa mereka masih ada di sana. "Aku tidak ingat menyuruhmu menggunakan Mantera Pelindung ... tapi tidak diragukan lagi itu efektif Harry tidak berbicara, dia merasa bahwa mengatakan apapun bisa berbahaya. Dia yakin dia baru saja masuk ke ingatan Snape, bahwa dia baru saja melihat adegan-adegan dari masa kecil Snape. Mengerikan berpikir bahwa anak kecil yang menangis itu ketika dia menyaksikan orang tuanya berteriak sebenarnya berdiri di depannya dengan kebencian sedemikian rupa di matanya. "Ayo coba lagi," kata Snape. Harry merasakan getaran rasa takut, dia akan membayar untuk apa yang baru terjadi, dia yakin itu. Mereka pindah kembali ke posisi dengan meja tulis di antara mereka, Harry merasa dia akan mendapati jauh lebih sulit mengosongkan pikirannya kali ini. "Pada hitungan ketiga, kalau begitu," kata Snape sambil mengangkat tongkatnya sekali lagi. "Satu -- dua --" Harry tidak punya waktu untuk mempersiapkan diri dan mencoba mengosongkan pikirannya sebelum Snape berteriak, "Legilimens!" Dia meluncur cepat menyusuri koridor menuju Departemen Misteri, melewati dinding-dinding batu kosong, melewati obor-obor -- pintu hitam polos itu semakin besar; dia bergerak begitu cepat sehingga dia akan bertubrukan dengan pintu itu, dia berjarak beberapa kaki darinya dan dia bisa melihat celah cahaya biru redup itu -Pintu terayun membuka! Dia melewatinya akhirnya, di dalamnya sebuah ruangan melingkar yang berdinidng hitam dan berlantai hitam, diterangi dengan lilin-lilin berapi biru, dan ada lebih banyak pintu di sekelilingnya -- dia perlu meneruskan -tapi pintu mana yang harus diambilnya -- ? "POTTER!" Harry membuka matanya. Dia berbaring pada punggungnya lagi tanpa ingatan sampai di sana; dia juga terengah-engah seolah-olah dia benar-benar telah berlari sepanjang koridor Departemen Misteri, benar-benar berlari cepat melewati pintu hitam itu dan menemukan ruangan melingkar itu. "Jelaskan!" kata Snape, yang berdiri di atasnya, tampak marah. "Aku tak tahu apa yang terjadi," kata Harry sejujurnya, sambil berdiri. Ada benjol di bagian belakang kepalanya dari tempat dia menghantam tanah dan dia merasa demam. "Aku belum pernah melihat itu sebelumnya. Maksudku, sudah kuberitahu Anda, aku pernah bermimpi tentang pintu itu ... tapi belum pernah terbuka sebelumnya." "Kau tidak bekerja cukup keras!" Untuk alasan tertentu, Snape tampak bahkan lebih marah daripada dua menit yang lalu, ketika Harry telah melihat ke dalam ingatan gurunya. "Kau malas dan ceroboh, Potter, tidak heran bahwa Pangeran Kegelapan -- " "Bisakah Anda memberitahuku sesuatu, sir?" kata Harry sambil membara lagi. "Kenapa Anda memanggil Voldemort Pangeran Kegelapan? Aku hanya pernah mendengar para Pelahap Maut memanggilnya begitu." Snape membuka mulutnya untuk membentak -- dan seorang wanita menjerit dari suatu tempat di luar ruangan itu. Kepala Snape tersentak ke atas; dia sedang menatap langit-langit. "Apa --?" dia bergumam. Harry bisa mendengar keributan teredam yang datang dari apa yang dipikirnya mungkin Aula Depan. Snape memandang kepadanya sambil merengut. "Apakah kau melihat apapun yang tidak biasa ketika menuju ke bawah sini, Potter?" Harry menggelengkan kepalanya. Di suatu tempat di atas mereka, wanita itu menjerit lagi. Snape berjalan ke pintu kantornya, tongkatnya masih dipegang siap siaga, dan keluar dari pandangan. Harry bimbang sejenak, lalu mengikuti. Jeritan itu memang datang dari Aula Depan; semakin keras ketika Harry berlari menuju undakan-undakan batu yang naik ke atas dari ruang bawah tanah. Ketika dia mencapai puncaknya dia mendapati Aula Depan penuh sesak; murid-murid telah datang membanjiri keluar dari Aula Besar, di mana makan malam masih berlangsung, untuk melihat apa yang sedang terjadi; yang lainnya menjejalkan diri mereka ke tangga pualam. Harry mendorong ke depan melewati sekumpulan anak-anak Slytherin yang tinggi dan melihat bahwa para penonton telah membentuk lingkaran besar, beberapa di antaranya tampak terguncang, yang lainnya bahkan ketakutan. Profesor McGonagall tepat di seberang Harry di sisi lain Aula; dia tampak seolah-olah apa yang sedang disaksikannya membuatnya sedikit mual. Profesor Trelawney sedang berdiri di tengah Aula Depan dengan tongkatnya di satu tangan dan sebuah botol sherry kosong di tangan lainnya, tampaknya benar-benar sinting. Rambutnya menjulur di ujungnya, kacamatanya miring sehingga satu mata lebih diperbesar daripada yang lain; syal dan scarfnya yang tak terjumlah mengekor serampangan dari bahunya, memberi kesan bahwa dia mulai tidak waras. Dua koper besar tergeletak di lantai di sebelahnya, salah satunya terbalik; tampak sekali seolah-olah koper itu telah dilemparkan menuruni tangga setelah dia. Profesor Trelawney sedang menatap, tampaknya ketakutan, pada sesuatu yang tak bisa dilihat Harry tapi tampaknya berdiri di kaki tangga. "Tidak!" dia berteriak. "TIDAK! Ini tidak mungkin terjadi ... tidak mungkin ... aku menolak menerimanya!" "Anda tidak menyadari ini akan terjadi?" kata sebuah suara seperti anak perempuan, terdengar geli tak berperasaan, dan Harry, sambil pindah sedikit ke kanan, melihat bahwa penglihatan mengerikan Trelawney tak lain dari Profesor Umbridge. "Walaupun Anda tidak mampu meramalkan bahkan cuaca besok, Anda tentunya telah sadar bahwa penampilan menyedihkan Anda selama inspeksi-inspeksiku, dan kurangnya perbaikan, akan membuat tak bisa dihindari bahwa Anda dipecat?" "Kau -- t-tidak bisa!" lolong Profesor Trelawney, air mata mengalir menuruni wajahnya dari balik lensanya yang besar, "kau t-tidak bisa memecatku! Aku sudah b-berada di sini enam belas tahun! H-Hogwarts adalah r-rumahku!" "Dulu rumahmu," kata Profesor Umbridge, dan Harry jijik melihat kesenangan merentang wajahnya yang mirip katak selagi dia mengamati Profesor Trelawney merosot, sambil tersedu-sedu tidak terkendali, ke atas salah satu kopernya, "sampai sejam yang lalu, ketika Menteri Sihir menandatangani balasan Perintah Pemecatanmu. Sekarang berbaik hatilah enyahkan dirimu dari Aula ini. Anda membuat kami malu." Tetapi dia berdiri dan mengamati, dengan ekspresi menikmati yang bahagia, ketika Profesor Trelawney menggigil dan mengerang, berayun maju mundur di kopernya dalam serangan kesedihan yang hebat. Harry mendengar sedu-sedan teredam di sebelah kirinya dan memandang ke sekeliling. Lavender dan Parvati keduanya sedang menangis diam-diam, lengan mereka saling melingkari satu sama lain. Lalu dia mendengar langkah-langkah kaki. Profesor McGonagall telah menjauh dari para penonton, berjalan langsung ke arah Profesor Trelawney dan menepuk-nepuk punggungnya dengan tegas selagi menarik sebuah saputangan besar dari dalam jubahnya. "Sudah, sudah, Sybill ... tenanglah ... tiup hidungmu pada ini ... tidak seburuk yang kau kira, sekarang ... kamu tidak akan harus meninggalkan Hogwarts "Oh benarkah, Profesor McGonagall?" kata Umbridge dengan suara mematikan, sambi mundur beberapa langkah. "Dan kekuasaan Anda untuk pernyataan itu adalah ...?" "Itu adalah kekuasaanku," kata sebuah suara dalam. Pintu-pintu depan dari kayu ek telah terayun membuka. Para murid di sampingnya berlari menyingkir ketika Dumbledore muncul di pintu masuk. Apa yang telah dilakukannya di halaman sekolah Harry tidak bisa membayangkannya, tetapi ada sesuatu yang mengesankan tentang penampakannya di ambang pintu dalam malam berkabut yang aneh. Meninggalkan pintu terbuka lebar dia berjalan maju melalui lingkaran penonton ke arah Profesor Trelawney, yang penuh air mata dan gemetaran, di atas kopernya, Profesor McGonagall di sampingnya. "Anda, Profesor Dumbledore?" kata Umbridge dengan tawa kecil yang tidak menyenangkan. "Aku takut Anda tidak mengerti kedudukannya. Aku punya di sini -- " dia menarik sebuah gulungan perkamen dari dalam jubahnya "-- sebuah Perintah Pemecatan yang ditandatangani oleh diriku sendiri dan Menteri Sihir. Di bawah ketentuan-ketentuan Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Tiga, Penyelidik Tinggi Hogwarts memiliki kekuasaan untuk menginspeksi, menempatkan masa percobaan dan memecat guru manapun yang beliau -- maksudnya, aku -- rasa tidak berkinerja sesuai standar yang diperlukan oleh Kementerian Sihir. Aku telah memutuskan bahwa Profesor Trelawney tidak cukup baik. Aku telah memberhentikannya." Demi keterkejutan besar Harry, Dumbledore terus tersenyum. Dia memandang kepada Profesor Trelawney, yang masih tersedu-sedu dan batuk-batuk di atas kopernya, dan berkata, "Anda sangat benar, tentu saja, Profesor Umbridge. Sebagai Penyelidik Tinggi Anda memiliki semua hak untuk memberhentikan guru-guruku. Akan tetapi, Anda tidak memiliki kekuasaan untuk mengusir mereka dari kastil. Aku takut," dia melanjutkan, dengan membungkuk kecil yang sopan, "bahwa kekuasaan melakukan itu masih ada pada Kepala Sekolah, dan harapanku adalah bahwa Profesor Trelawney terus tinggal di Hogwarts." Mendengar ini, Profesor Trelawney mengeluarkan tawa kecil liar di mana sedu-sedannya hampir tidak tersembunyi. "Tidak -- tidak, aku akan p--pergi, Dumbledore! Aku ak--akan -- meninggalkan Hogwarts dan -- mencari peruntunganku di tempat lain -- " "Tidak," kata Dumbledore dengan tajam. "Adalah harapanku bahwa kau tetap tinggal, Sybill." Dia berpaling kepada Profesor McGonagall. "Bisakah kuminta Anda menemani Sybill kembali ke atas, Profesor McGonagall?" "Tentu saja," kata McGonagall. "Berdirilah, Sybill Profesor Sprout bergegas maju keluar dari kerumunan dan memegang lengan Profesor Trelawney yang satunya lagi. Bersama-sama, mereka menuntunnya melewati Umbridge dan menaiki tangga pualam. Profesor Flitwick berlari-lari kecil mengikuti mereka, tongkatnya diulurkan didepannya; dia mencicit "Locomotor koper!" dan barang-barang bawaan Profesor Trelawney naik ke udara dan menaiki tangga mengikutinya, Profesor Flitiwick berada di belakang. Profesor Umbridge sedang berdiri tak bergerak, sambil menatap Dumbledore, yang terus tersenyum ramah. "Dan apa," dia berkata, dengan bisikan yang terdengar di seluruh Aula Depan, "yang akan Anda lakukan dengannya setelah aku menunjuk seorang guru Ramalan yang baru yang perlu tempat tinggalnya?" "Oh, itu tidak akan menjadi masalah," kata Dumbledore dengan menyenangkan. "Anda paham, aku sudah menemukan seorang guru Ramalan yang baru untuk kita, dan dia lebih suka tempat tinggal di lantai dasar." "Anda menemukan --?" kata Umbridge melengking. "Anda menemukan? Bolehkah kuingatkan Anda, Dumbledore, bahwa di bawah Dekrit Pendirikan Nomor Dua Puluh Dua -- " "Kementerian memiliki hak untuk menunjuk kandidat yang sesuai hanya -- dan hanya jika -- Kepala Sekolah tidak mampu menemukan seorang," kata Dumbledore. "Dan aku senang mengatakan bahwa pada kesempatan ini aku telah berhasil. Bolehkah kuperkenalkan kalian?" Dia berpaling untuk menghadap pintu-pintu depan, yang sedang dialiri kabut malam. Harry mendengar kuku-kuku binatang. Ada gumaman terguncang di sekitar Aula dan mereka yang terdekat dengan pintu buru-buru pindah lebih jauh lagi ke belakang, beberapa di antara mereka tersandung dalam ketergesaan mereka membuka jalan untuk si pendatang baru. Melalui kabut datang sebuah wajah yang pernah dilihat Harry sekali sebelumnya di malam gelap berbahaya di dalam Hutan Terlarang: rambut pirang putih dan mata biru mengejutkan; kepala dan badan seorang pria disatukan ke tubuh seekor kuda. "Ini Firenze," kata Dumbledore dengan gembira kepada Umbridge yang seperti tersambar petir. "Kukira Anda akan mendapati dia cocok." BAB DUA PULUH TUJUH Centaur dan si Pengadu "Aku bertaruh sekarang kamu berharap kamu belum melepaskan Ramalan, bukan, Hermione?" tanya Parvati sambil tersenyum mengejek. Saat itu waktu makan pagi, dua hari setelah pemecatan Profesor Trelwaney, dan Parvati sedang melentikkan bulu matanya di sekeliling tongkatnya dan memeriksa hasilnya pada punggung sendoknya. Mereka akan mengikuti pelajaran pertama mereka dengan Firenze pagi itu. "Tidak juga," kata Hermione tidak acuh, yang sedang membaca Daily Prophet. "Aku tak pernah benar-benar suka kuda." Dia membalik satu halaman surat kabar itu dan membaca sepintas isinya. "Dia bukan kuda, dia centaur!" kata Lavender, terdengar terguncang. "Centaur yang tampan Parvati menghela napas. "Bagaimanapun, dia masih punya empat kaki," kata Hermione dengan tenang. Ngomong-ngomong kukira kalian berdua merasa terganggu karena Trelawney sudah pergi?" "Memang!" Lavender meyakinkan dia. "Kami naik ke kantornya untuk menemuinya, kami membawakannya beberapa bunga bakung -- bukan yang berbunyi seperti yang dimiliki Sprout, yang indah." "Bagaimana dia?" tanya Harry. "Tidak begitu baik, wanita malang," kata Lavender penuh simpati. "Dia sedang menangis dan berkata dia lebih suka meninggalkan kastil untuk selamanya daripada tinggal di sini tempat Umbridge berada, dan aku tidak menyalahkannya, Umbridge bersikap mengerikan kepadanya, bukan?" "Aku punya perasaan Umbridge baru saja mulai bersikap mengerikan," kata Hermione dengan muram. "Tidak mungkin," kata Ron, yang sedang makan sepiring besar telur dan daging asin. "Dia tidak bisa lebih buruk daripada yang sudah-sudah." "Kau camkan kata-kataku, dia akan mau balas dendam pada Dumbledore karena menunjuk seorang guru baru tanpa berunding dengannya," kata Hermione sambil menutup surat kabarnya. "Terutama setengah manusia lagi. Kau lihat tampang di wajahnya ketika dia melihat Firenze." Setelah makan pagi Hermione berangkat ke kelas Arithmancy-nya sementara Harry dan Ron mengikuti Parvati dan Lavender ke Aula Depan, menuju Ramalan. "Apa kita tidak akan naik ke Menara Utara?" tanya Ron, tampak bingung, selagi Parcati melewati tangga pualam. Parvati memandangnya dengan menghina lewat bahunya. "Bagaimana kau mengharapkan Firenze menaiki tangga itu? Kita di ruang kelas sebelas sekarang, ada di papan pengumuman kemarin." Ruang kelas sebelas ada di lantai dasar di koridor yang berawal dari Aula Depan pada sisi di seberang Aula Besar. Harry tahu itu salah satu dari ruang-ruang kelas yang tidak pernah digunakan secara teratur, dan karena itu memiliki rasa sedikit tak terpelihara dari sebuah lemari atau ruang penyimpanan. Ketika dia memasukinya di belakang Ron, dan mendapati dirinya berada di tengah sebuah tanah terbuka di tengah hutan, dia tertegun sejenak. "Apa --?" Lantai ruang kelas itu telah menjadi berlumut seperti musim semi dan pohon-pohon tumbuh di atasnya; ranting-ranting berdaunnya berkibasan di langit-langit dan jendela-jendela, sehingga ruangan itu penuh dengan berkas-berkas miring cahaya hijau lembut berbayang-bayang. Murid-murid yang sudah tiba sedang duduk di lantai bertanah dengan punggung mereka bersandar pada batang pohon atau batu besar, lengan-lengan dibelitkan sekitar lutut mereka atau dilipat rapat di dada mereka, dan semuanya terlihat agak gugup. Di tengah-tengah tempat terbuka itu, di mana tidak ada pohon, berdiri Firenze. "Harry Potter," dia berkata sambil mengulurkan sebuah tangan ketika Harry masuk. "Er -- hai," kata Harry sambil bersalaman dengan centaur itu, yang mengamatinya tanpa berkedip melalui mata biru mengherankan itu tetapi tidak tersenyum. "Er -senang berjumpa dengan Anda." "Dan kamu," kata centaur itu sambil mencondongkan kepala pirang putihnya. "Sudah diramalkan bahwa kita akan bertemu lagi." Harry memperhatikan bahwa ada bayangan memar berbentuk tapal kuda di dada Firenze. Ketika dia berpaling untuk bergabung dengan sisa kelas yang lainnya di lantai, dia melihat bahwa mereka semuanya memandangnya dengan kagum, tampaknya sangat terkesan bahwa dia berbincang-bincang dengan Firenze, yang sepertinya mereka anggap menakutkan. Ketika pintu tertutup dan murid terakhir telah duduk di sebuah tunggul pohon di samping keranjang sampah, Firenze memberi isyarat ke sekeliling ruangan. "Profesor Dumbledore telah berbaik hati menata ruang kelas ini untuk kita," kata Firenze, ketika semua orang sudah tenang, "dengan meniru habitat alamiku. Aku akan lebih suka mengajar kalian di Hutan Terlarang yang adalah -- sampai Senin -rumahku ... tetapi itu tidak lagi mungkin." "Tolong -- er -- sir -- " kata Parvati dengan terengah-engah, sambil mengangkat tangannya, "-- kenapa tidak? Kami pernah ke sana dengan Hagrid, kami tidak takut!" "Bukan pertanyaan tentang keberanian kalian," kata Firenze, "melainkan kedudukanku. Aku tidak bisa kembali ke Hutan. Kawananku sudah membuangku." "Kawanan?" kata Lavender dengan suara bingung, dan Harry tahu dia sedang berpikir tentang sapi-sapi. "Apa -- oh!" Pemahaman tampak di wajahnya. "Ada lebih banyak lagi dari kaummu!," dia berkata, tercengang. "Apakah Hagrid membiakkan kalian, seperti Thestral?" tanya Dean dengan bersemangat. Firenze memalingkan kepalanya lambat-lambat untuk menghadap Dean, yang tampaknya menyadari seketika bahwa dia telah mengatakan sesuatu yang sangat menyinggung. "Aku tidak bermaksud -- maksudku -- maaf," dia menyelesaikan dengan suara berbisik." "Centaur bukan pelayan atau mainan manusia," kata Firenze pelan-pelan. Ada jeda, lalu Parvati mengangkat tangannya lagi. "Tolong, sir ... kenapa para centaur yang lain membuang Anda?" "Karena aku setuju bekerja untuk Profesor Dumbledore," kata Firenze. "Mereka memandang ini sebagai pengkhianatan kaum kami." Harry ingat bagaimana, hampir empat tahun yang lalu, centaur Bane berteriak kepada Firenze karena mengizinkan Harry menaiki punggungnya demi keselamatan; dia telah memanggilnya "bagal biasa". Dia bertanya-tanya apakah Bane yang telah menendang Firenze di dada. "Mari kita mulai," kata Firenze. Dia melambaikan ekor panjangnya, mengangkat tangannya ke kanopi berdaun di atas kepala, lalu menurunkannya pelan-pelan, dan selagi dia berbuat demikian, cahaya di ruangan itu mengecil, sehingga mereka sekarang kelihatannya sedang duduk di suatu tempat terbuka di hutan dalam cahaya temaram, dan bintang-bintang bermunculan di langit-langit. Ada bunyi oooh dan helaan napas dan Ron berkata dengan jelas, "Astaga!" "Berbaring di lantai," kata Firenze dengan suara tenangnya, "dan amati langit. Di sini tertulis, untuk mereka yang bisa melihatnya, peruntungan dari ras-ras kita." Harry merentangkan badannya dan memandang ke atas ke langit-langit. Sebuah bintang merah berkelap-kelip berkedip kepadanya dari atas. "Aku tahu bahwa kalian telah mempelajari nama-nama planet dan bulan-bulan mereka dalam Astronomi," kata suara tenang Firenze, "dan bahwa kalian telah memetakan pergerakan bintang-bintang di langit. Para centaur telah menyingkap misteri pergerakan-pergerakan ini selama berabad-abad. Penemuan-penemuan kami mengajarkan kami bahwa masa depan bisa dilihat sekilas pada langit di atas kita -- " "Profesor Trelawney melakukan astrologi dengan kami!" kata Parvati dengan bersemangat, sambil mengangkat tangannya di depannya sehingga terulur di udara selagi dia berbaring. "Mars menyebabkan kecelakaan dan luka bakar dan hal-hal seperti itu, dan saat dia membuat sudut pada Saturnus, seperti sekarang -- " dia menarik sudut kanan di udara di atasnya "-- itu artinya orang-orang harus ekstra hati-hati sewaktu menangani benda-benda yang panas -- " "Itu," kata Firenze dengan tenang, "adalah omong kosong manusia." Tangan Parvati jatuh lunglai ke sampingnya. "Luka-luka sepele, kecelakaan-kecelakaan kecil manusia," kata Firenze selagi kukunya berdebam di lantai berlumut itu. "Ini tidak lebih berarti daripada pergerakan semut bagi alam semesta yang luas, dan tidak dipengaruhi oleh gerak-gerik planet." "Profesor Trelawney -- " mulai Parvati, dengan suara terluka dan tidak senang. "-- adalah seorang manusia," kata Firenze dengan sederhana. "Dan oleh karena itu terhalang pandangannya dan terbelenggu oleh batasan-batasan kaum kalian." Harry memalingkan kepalanya sedikit untuk memandang Parvati. Dia tampak sangat tersinggung, seperti juga beberapa orang yang di sekitarnya. "Sybill Trelawney mungkin Melihat, aku tidak tahu," terus Firenze, dan Harry mendengar kibasan ekornya lagi selagi dia berjalan ke sana ke mari di hadapan mereka, "tetapi dia membuang waktunya, sebagian besar, pada omong kosong yang menyanjung diri sendiri yang manusia sebut meramal keberuntungan. Namun, aku berada di sini untuk menjelaskan kebijaksanaan para centaur, yang tidak bersifat pribadi dan tidak memihak. Kami mengamati langit untuk mencari pasang-surutnya kejahatan atau perubahan yang terkadang tertanda di sana. Mungkin butuh waktu sepuluh tahun untuk meyakini apa yang sedang kami lihat." Firenze menunjuk ke bintang merah yang tepat di atas Harry. "Pada dekade-dekade terdahulu, tanda-tandanya adalah bahwa kaum penyihir sedang melalui sesuatu yang tidak lebih dari ketenangan singkat di antara dua perang. Mars, pembawa peperangan, bersinar cemerlang di atas kita, memberi kesan bahwa pertarungan itu pasti akan segera pecah lagi. Seberapa cepat, para centaur mungkin berusaha meramalkan dengan membakar rempah-rempah dan daun-daun tertentu, dengan pengamatan asap dan api ... " Itu adalah pelajaran paling tidak biasa yang pernah dihadiri Harry. Mereka memang membakar daun sage dan mallowsweet di sana di lantai ruang kelas, dan Firenze menyuruh mereka untuk mencari bentuk-bentuk dan simbol-simbol tertentu asap yang berbau tajam itu, tetapi dia tampaknya sama sekali tidak peduli tak satupun dari mereka bisa melihat tanda-tanda yang dia lukiskan, sambil memberitahu mereka bahwa manusia hampir tidak pernah pandai dalam hal ini, bahwa butuh waktu bertahun-tahun bagi centaur untuk menjadi kompeten, dan menyelesaikan dengan memberitahu mereka bahwa, lagipula, menempatkan terlalu banyak kepercayaan pada hal-hal seperti ini bodoh, karena bahkan para centaur terkadang membacanya dengan salah. Dia tidak seperti guru manusia manapun yang pernah dimiliki Harry. Prioritasnya sepertinya bukan mengajari mereka apa yang diketahuinya, tetapi lebih pada menekankan kepada mereka bahwa tak sesuatupun, bahkan tidak juga pengetahuan para centaur, yang bebas dari kesalahan. " Dia tidak pasti pada apapun, bukan?" kata Ron dengan suara rendah, selagi mereka memadamkan api mallowsweet mereka. "Maksudku, aku bisa terima beberapa detil lagi tentang perang ini yang akan kita hadapi, bukan begitu?" Bel berdering tepat di luar pintu ruang kelas dan semua orang terlompat; Harry telah sepenuhnya lupa mereka masih di dalam kastil, dan sangat yakin bahwa dia benar-benar berada di Hutan. Kelas itu berbaris keluar, tampak sedikit bingung. Harry dan Ron baru akan mengikuti mereka ketika Firenze berseru, "Harry Potter, tolong, sepatah kata." Harry berpaling. Centaur itu maju sedikit ke arahnya. Ron bimbang. "Kamu boleh tinggal," Firenze memberitahunya. "Tapi tolong tutup pintunya." Ron buru-buru mematuhi. "Harry Potter, kamu teman Hagrid, bukan?" kata si centaur. "Ya," kata Harry. "Kalau begitu berikan peringatan dariku kepadanya. Usahanya tidak berhasil. Dia lebih baik meninggalkannya." "Usahanya tidak berhasil?" Harry mengulangi dengan hampa. "Dan dia lebih baik meninggalkannya," kata Firenze sambil mengangguk. "Aku mau memperingatkan Hagrid sendiri, tetapi aku terbuang -- tidak bijaksana bagiku pergi terlalu dekat Hutan sekarang -- Hagrid sudah punya cukup masalah, tanpa pertarungan centaur." "Tapi -- apa yang sedang Hagrid coba lakukan?" kata Harry dengan gugup. Firenze mengamati Harry dengan tenang. "Hagrid baru-baru ini berjasa besar kepadaku," kata Firenze, "dan dia telah mendapatkan rasa hormatku sejak lama karena kepedulian yang diperlihatkannya kepada semua makhluk hidup. Aku tidak akan membocorkan rahasianya. Tetapi dia harus disadarkan. Usahanya tidak berhasil. Beritahu dia, Harry Potter. Selamat siang untukmu." * Kebahagiaan yang telah dirasakan Harry akibat wawancara The Quibbler itu telah lama menguap. Sementara Maret yang membosankan mengabur menjadi April yang berangin kencang, hidupnya sepertinya telah menjadi serangkaian kekuatiran dan masalah lagi. Umbridge terus menghadiri pelajaran-pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib, sehingga sangat sulit untuk menghantarkan peringatan Firenze kepada Hagrid. Akhirnya, Harry berhasil dengan berpura-pura dia kehilangan salinan Hewan-Hewan Menakjubkan dan Di Mana Menemukan Mereka, dan kembali lagi sehabis kelas suatu hari. Ketika dia mengulangi kata-kata Firenze, Hagrid menatapnya sejenak melalui matanya yang menggembung dan menghitam, tampaknya terpana. Lalu dia tampak menguasai diri. "Pria baik, Firenze," dia berkata dengan kasar, "tapi dia tak tahu apa yang sedang dibicarakannya tentang ini. Usahanya baik-baik saja." "Hagrid, apa yang sedang kau rencanakan?" tanya Harry dengan serius. "Karena kau harus berhati-hati, Umbridge sudah memecat Trelawney dan, kalau kau tanya aku, dia akan jalan terus. Kalau kau melakukan apapun yang seharusnya tidak kau lakukan, kau akan -- " "Ada hal-hal yang lebih penting daripada pertahankan pekerjaan," kata Hagrid, walaupun tangannya bergetar sedikit ketika dia mengatakan ini dan sebaskom penuh kotoran Knarl jatuh ke lantai. "Jangan kuatir tentang aku, Harry, pergi saja sekarang, begitu anak yang baik." Harry tidak punya pilihan kecuali meninggalkan Hagrid menyapu kotoran di lantainya, tetapi dia merasa sangat putus asa ketika dia berjalan kembali ke kastil dengan susah payah. Sementara itu, seperti yang terus-menerus diingatkan semua guru dan Hermione, OWl semakin mendekat. Semua anak kelas lima menderita stres sampai tingkat tertentu, tetapi Hannah Abbot menjadi yang pertama yang menerima Minuman Penenang dari Madam Pomfrey setelah dia mendadak menangis selama Herbologi dan tersedu-sedu bahwa dia terlalu bodoh untuk ikut ujian dan mau meninggalkan sekolah sekarang. Kalau bukan karena pelajaran-pelajaran DA, Harry berpikir dia pasti akan sangat tidak bahagia. Dia kadang-kadang merasa dia hidup demi jam-jam yang dihabiskannya di Ruang Kebutuhkan, bekerja keras tetapi sepenuhnya bersenang-senang pada saat yang sama, menggembung dengan rasa bangga ketika dia memandang berkeliling kepada teman-teman anggota DAnya dan melihat seberapa jauh mereka telah berhasil. Memang, Harry terkadang bertanya-tanya bagaimana Umbridge akan bereaksi saat semua anggota DA menerima "Outstanding" dalam OWL Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam mereka. Mereka akhirnya mulai melakukan Patronus, yang sangat ingin dilatih semua orang, walaupun, seperti yang terus diingatkan Harry pada mereka, menghasilkan Patronus di tengah ruang kelas yang terang benderang saat mereka tidak berada di bawah ancaman berbeda dari menghasilkannya ketika berhadapan dengan sesuatu seperti Dementor. "Oh, jangan merusak kesenangan," kata Cho dengan ceria, sambil mengamati Patronusnya yang berbentuk angsa keperakan membumbung di sekeliling Ruang Kebutuhan selama pelajaran terakhir mereka sebelum Paskah. "Mereka begitu cantik!" "Mereka tidak seharusnya cantik, mereka seharusnya melindungimu," kata Harry dengan sabar. "Apa yang benar-benar kita butuhkan adalah Boggart atau sesuatu; begitulah caraku belajar, aku harus menyihir Patronus sementara Boggart itu berpura-pura menjadi Dementoe -- " "Tapi itu akan benar-benar menakutkan!" kata Lavender, yang sedang menembakkan kepulan asap keperakan dari ujung tongkatnya. "Dan aku masih -- tidak bisa -- melakukannya!" dia menambahkan dengan marah. Neville juga mengalami kesulitan. Wajahnya tegang karena konsentrasi, tetapi hanya gumpalan asap keperakan yang lemah yang keluar dari ujung tongkatnya. "Kau harus memikirkan sesuatu yang menyenangkan," Harry mengingatkannya. "Aku sedang mencoba," kata Neville dengan sengsara, yang sedang berusaha demikian keras sehingga wajahnya yang bundar bahkan berkilat karena keringat. "Harry, kukira aku bisa!" teriak Seamus, yang telah dibawa ke pertemuan DA pertamanya oleh Dean. "Lihat -- ah -- sudah hilang ... tapi itu jelas sesuatu yang berbulu, Harry!" Patronus Hermione, berang-berang perak berkilau, sedang melompat-lompat di sekelilingnya. "Mereka agak bagus, bukan?" dia berkata sambil memandanginya dengan sayang. Pintu Ruang Kebutuhan membuka, dan menutup. Harry berpaling untuk melihat siapa yang masuk, tetapi tampaknya tidak ada siapapun di sana. Beberapa saat kemudian barulah dia sadar bahwa orang-orang di dekat pintu telah terdiam. Hal berikutnya yang dia tahu, sesuatu sedang menyentak jubahnya di suatu tempat dekat lutut. Dia memandang ke bawah dan melihat, yang membuatnya sangat heran, Dobby si per-rumah sedang memandangnya dari bawah delapan topi wolnya yang biasa. "Hai, Dobby!" dia berkata. "Apa yang sedang -- Ada apa?" Mata peri itu melebar karena ngeri dan dia sedang gemetaran. Para anggota DA yang terdekat dengan Harry telah terdiam; semua orang di ruangan itu sedang mengawasi Dobby. Beberapa Patronus yang telah berhasil disihir orang-orang mengabur menjadi kabut perak, meninggalkan ruangan itu terlihat lebih gelap daripada sebelumnya. "Harry Potter, sir cicit peri itu, gemetaran dari kepala ke kaki, "Harry Potter, sir ... Dobby telah datang untuk memperingatkan Anda ... tetapi para peri-rumah sudah diperingatkan jangan memberitahu ... " Dia berlari dengan kepala duluan ke dinding. Harry, yang telah mengalami beberapa kebiasaan Dobby menghukum diri sendiri, bergerak meraihnya, tetapi Dobby hanya memantul dari batu, tertahan oleh delapan topinya. Hermione dan beberapa anak perempuan lain mengeluarkan pekik ketakutan dan simpati. "Apa yang terjadi, Dobby?" Harry bertanya sambil meraih lengan kecil peri itu dan memegangnya menjauh dari apapun yang mungkin dicarinya untuk melukai dirinya sendiri. "Harry Potter ... wanita itu ... wanita itu Dobby memukul dirinya sendiri keras-keras di hidung dengan kepalan tangannya yang bebas. Harry meraih itu juga. "Siapa "wanita itu?", Dobby?" Tetapi dia berpikir dia tahu; tentu hanya ada satu "wanita" yang bisa mengakibatkan ketakutan seperti itu pada Dobby? Peri itu memandangnya, agak juling, dan menggerakkan mulutnya tanpa suara. "Umbridge?" tanya Harry, terkejut. Dobby mengangguk, lalu mencoba menghantamkan kepalanya ke lutut Harry. Harry memegang dengan jarak selengan. "Kenapa dengan dia? Dobby -- dia belum tahu tentang ini -- tentang kami -- tentang DA?" Dia membaca jawabannya di wajah panik peri itu. Tangannya dipegang erat-erat oleh Harry, peri itu mencoba menendang dirinya sendiri dan jatuh ke lantai. "Apakah dia akan datang?" Harry bertanya pelan. Dobby mengeluarkan lolongan, dan mulai menghantamkan kakinya yang telanjang keras-keras ke lantai. "Ya, Harry Potter, ya!" Harry meluruskan diri dan memandang berkeliling kepada orang-orang yang tidak bergerak dan ketakutan yang sedang memandangi peri yang memberontak itu. "APA YANG SEDANG KALIAN TUNGGU?" Harry berteriak. "LARI!" Mereka semua berlari menuju pintu keluar seketika, membentuk kerumunan di pintu, lalu orang-orang lewat dengan cepat. Harry bisa mendengar mereka berlari cepat menyusuri koridor-koridor dan berharap mereka cukup sadar untuk tidak mencoba pergi sepanjang jalan ke asrama mereka. Waktu itu baru pukul sembilan kurang sepuluh; kalau saja mereka mengungsi ke perpustakaan atau Kandang Burung Hantu, yang keduanya lebih dekat -- "Harry, ayolah!" jerit Hermione dari tengah kumpulan orang yang sekarang sedang berjuang keluar. Dia menarik Dobby, yang masih mencoba membuat dirinya sendiri luka parah, dan lari bersama peri itu di lengannya untuk bergabung ke bagian belakang antrian. "Dobby -- ini perintah -- turun kembali ke dapur bersama para peri lain dan, kalau dia bertanya kepadamu apakah kau memperingatkan aku, bohong dan bilang tidak!" kata Harry. "Dan kularang kau melukai dirimu sendiri!" dia menambahkan sambil menjatuhkan peri itu ketika dia akhirnya sampai di ambang pintu dan membanting pintu di belakangnya. "Terima kasih, Harry Potter!" cicit Dobby, dan dia berlari pergi. Harry memandang sekilas ke kiri dan ke kanan, yang lainnya semua sedang bergerak begitu cepat sehingga dia hanya melihat kilasan-kilasan tumit yang berlarian di kedua ujung koridor itu sebelum mereka menghilang; dia mulai berlari ke kanan; ada kamar mandi anak laki-laki di depan, dia bisa berpura-pura dia ada di sana sepanjang waktu kalau saja dia bisa mencapainya -- "AAARGH!" Sesuatu mengenainya di sekitar mata kaki dan dia jatuh dengan menakjubkan, tergelincir sejauh enam kaki sebelum berhenti. Seseorang di belakangnya sedang tertawa. Dia berguling dan melihat Malfoy tersembunyi di sebuah relung di bawah vas jelek berbentuk naga. "Kutukan Menjegal, Potter!" dia berkata. "Hei Profesor -- PROFESOR! Aku dapat satu!" Umbridge datang terburu-buru mengitari sudut yang jauh, terangah-engah tetapi tersenyum senang. "Itu dia!" dia berkata kegirangan ketika melihat Harry di atas lantai. "Bagus sekali, Draco, bagus sekali, oh, sangat bagus -- lima puluh poin untuk Slytherin! Aku akan membawanya dari sini ... berdiri, Potter!" Harry bangkit, sambil melotot kepada mereka berdua. Dia belum pernah melihat Umbridge tampak begitu senang. Umbridge meraih lengannya dengan genggaman seperti catok dan berpaling, sambil tersenyum lebar, kepada Malfoy. "Kau pergilah dan lihat apakah kau bisa mengumpulkan lebih banyak lagi dari mereka, Draco," dia berkata. "Beritahu yang lain untuk mencari di perpustakaan --siapapun yang kehabisan napas -- periksa kamar mandi, Miss Parkinson bisa memeriksa kamar mandi anak perempuan -- pergilah -- dan kau," dia menambahkan dengan suaranya yang paling lembut, paling berbahaya, ketika Malfoy berjalan pergi, "kau bisa ikut bersamaku ke kantor Kepala Sekolah, Potter." Mereka sampai ke gargoyle batu itu dalam beberapa menit. Harry bertanya-tanya berapa banyak lagi yang telah tertangkap. Dia memikirkan Ron -- Mrs Weasley akan membunuhnya -- dan bagaimana perasaan Hermione kalau dia dikeluarkan sebelum dia bisa mengambil OWLnya. Dan itu pertemuan pertama Neville ... dan Neville sudah semakin bagus ... "Kumbang Berdesing," nyanyi Umbridge; gargoyle batu itu melompat ke samping, tembok di belakangnya terbelah membuka, dan mereka menaiki tangga batu bergerak. Mereka sampai di pintu terpelitur dengan pengetuk pintu griffin, tetapi Umbridge tidak repot-repot mengetuk, dia berjalan langsung ke dalam, masih memegang Harry erat-erat. Kantor itu penuh orang. Dumbledore sedang duduk di balik meja tulisnya, ekspresinya tenang, ujung jari-jarinya yang panjang bersatu. Profesor McGonagall berdiri kaku di sampingnya, wajahnya sangat tegang. Cornelius Fudge, Menteri Sihir, sedang berayun-ayun ke depan dan ke belakang pada jari kakinya di samping api, tampaknya sangat senang dengan keadaan itu; Kingsley Shacklebolt dan seorang penyihir pria yang tampak kuat dengan rambut liat sangat pendek yang tidak dikenali Harry, ditempatkan pada kedua sisi pintu seperti pengawal, dan bentuk berkacamata dan berbintik-bintik Percy Weasley menunggu dengan bersemangat di samping tembok, sebuah pena bulu dan segulung perkamen berat di tangannya, tampaknya siap sedia untuk mencatat. Potret-potret para kepala sekolah pria dan wanita yang lama tidak pura-pura tidur malam ini. Mereka semua waspada dan serius, mengamati apa yang sedang terjadi di bawah mereka. Ketika Harry masuk, beberapa melintas ke bingkai tetangganya dan berbisik penting ke telinga tetangganya. Harry membebaskan dirinya dari cengkeraman Umbridge ketika pintu terayun menutup di belakang mereka. Cornelius Fudge sedang melotot kepadanya dengan semacam kepuasan keji di wajahnya. "Well," dia berkata. "Well, well, well Harry menjawab dengan pandangan tidak suka terhebat yang bisa dikerahkannya. Jantungnya berdebar gila-gilaan di dalam tubuhnya, tetapi otaknya anehnya tenang dan jernih. "Dia sedang menuju kembali ke Menara Gryffindor," kata Umbridge. Ada semangat tidak pantas dalam suaranya, rasa senang tak berperasaan seperti yang Harry dengar selagi dia menyaksikan Profesor Trelawney luruh akibat penderitaan di Aula Depan. "Bocah Malfoy itu menyudutkannya." "Benarkah?" kata Fudge penuh penghargaan. "Aku harus ingat untuk memberitahu Lucius. Well, Potter ... kuduga kau tahu kenapa kau ada di sini?" Harry benar-benar bermaksud untuk menanggapi dengan sebuah "ya" menantang; mulutnya sudah terbuka dan kata itu setengah terbentuk ketika dia melihat wajah Dumbledore. Dumbledore tidak sedang memandang langsung kepada Harry -matanya terpaku ke sebuah titik tepat melewati bahunya -- tetapi selagi Harry menatapnya, dia menggelengkan kepalanya sepersekian inci ke tiap sisi. Harry berganti arah di tengah kata. "Ye--tidak." "Maaf?" kata Fudge. "Tidak," kata Harry dengan tegas. "Kau tidak tahu kenapa kau ada di sini?" "Tidak," kata Harry. Fudge memandang dengan ragu dari Harry ke Profesor Umbridge. Harry mengambil kesempatan dari ketidak perhatiannya sementara itu untuk mencuri pandang lagi cepat-cepat kepada Dumbledore, yang memberi karpet anggukan terkecil dan sedikit kedipan. "Jadi kau tidak punya gagasan," kata Fudge, dengan suara yang jelas sarat dengan sindiran, "kenapa Profesor Umbridge membawamu ke kantor ini? Kau tidak sadar bahwa kau telah melanggar peraturan sekolah?" "Peraturan sekolah?" kata Harry. "Tidak." "Atau Dekrit Kementerian?" ganti Fudge dengan marah. "Tidak setahuku," kata Harry dengan lunak. Jantungnya masih berdebar sangat cepat. Hampir cukup berharga menceritakan kebohongan-kebohongan ini untuk menyaksikan tekanan darah Fudge meningkat, tetapi dia tidak bisa melihat bagaimana dia akan lolos; kalai seseorang telah mengisiki Umbridge tentang DA dengan begitu dia, si pemimpin, sama saja mengepaki kopernya sekarang juga. "Jadi, merupakan kabar baru bagimu, bukan," kata Fudge, suaranya sekarang penuh amarah, "bahwa sebuah organisasi murid yang ilegal telah ditemukan di dalam sekolah ini?" "Ya, benar," kata Harry, sambil menampilkan tampang terkejut tak bersalah yang tidak meyakinkan di wajahnya. "Kukira, Menteri," kata Umbridge dengan licin dari sampingnya, "kita akan membuat kemajuan yang lebih baik kalau aku menjemput informan kita." "Ya, ya, lakukanlah," kata Fudge sambil mengangguk, dan dia memandang dengan dengki kepada Dumbledore ketika Umbridge meninggalkan ruangan itu. "Tak ada yang melebihi seorang saksi yang bagus, bukan, Dumbledore?" "Tidak sama sekali, Cornelius," kata Dumbledore dengan murung, sambil mencondongkan kepalanya. Ada penantian beberapa menit, sementara tak seorangpun saling memandang, lalu Harry mendengar pintu membuka di belakangnya. Umbridge bergerak melewatinya ke dalam ruangan, sambil memegang bahu teman Cho yang berambut keriting, Marietta, yang sedang menyembunyikan wajahnya dengan tangannya. "Jangan takut, sayang, jangan takut," kata Profesor Umbridge dengan lembut sambil menepuk punggungnya, "tidak apa-apa sekarang. Kau sudah melakukan hal yang benar. Menteri sangat senang kepadamu. Dia akan memberitahu ibumu betapa anak yang baik kau ini." "Ibu Marietta, Menteri," dia menambahkan sambil memandang Fudge, "adalah Madam Edgecombe dari Departemen Transportasi Sihir, kantor Jaringan Floo -- dia telah membantu kami mengawasi api-api Hogwarts, Anda tahu." "Sangat bagus! Sangat bagus!" kata Fudge sepenuh hati. "Anak seperti ibunya, eh? Well, ayolah sekarang, sayang, lihat ke atas, jangan malu, ayo dengar apa yang kau --gargoyle berderap!" Ketika Marietta mengangkat kepalanya, Fudge melompat mundur karena terguncang, hampir mendarat di api. Dia mengutuk, dan menginjak tepi jubahnya yang mulia berasap. Marietta meratap dan menarik leher jubahnya hingga ke matanya, tetapi tidak sebelum semua orang melihat bahwa wajahnya menjadi jelek mengerikan karena serangkaian bisul ungu yang letaknya berdekatan yang telah membentang melewati hidung dan pipinya untuk membentuk kata "PENGADU". "Jangan pedulikan bintik-bintik itu sekarang, sayang," kata Umbridge tidak sabaran, "jauhkan saja jubahmu dari mulutmu dan beritahu Menteri -- " Tapi Marietta mengeluarkan ratapan teredam lagi dan menggelengkan kepalanya dengan hebat. "Oh, baiklah, kau gadis bodoh, aku yang akan memberitahunya," sambar Umbridge. Dia memasang senyum memuakkannya kembali ke wajahnya dan berkata, "Well, Menteri, Miss Edgecombe di sini datang ke kantorku tidak lama setelah makan malam pada malam ini dan memberitahuku dia punya sesuatu untuk diberitahukan kepadaku. Dia berkata bahwa kalau aku pergi ke sebuah ruangan rahasia di lantai ketujuh, yang kadang-kadang dikenal sebagai Ruang Kebutuhan, aku akan menemukan sesuatu yang menguntungkanku. Aku menanyainya sedikit lebih lanjut dan dia mengakui bahwa ada semacam pertemuan di sana.Sayangnya, pada titik ini guna-guna ini," dia melambai dengan tidak sabar ke wajah Marietta yang tersembunyi, "bekerja dan ketika melihat wajahnya di cerminku anak perempuan ini menjadi terlalu tertekan untuk memberitahuku lebih banyak lagi." "Well, sekarang," kata Fudge sambil menatap Marietta dengan apa yang jelas dibayangkannya tampang baik hati dan kebapakan, "kamu sangat berani, sauang, datang memberitahu Profesor Umbridge. "Kau melakukan hal yang tepat. "Sekarang, maukah kau memberitahuku apa yang terjadi pada pertemuan ini? Apa tujuannya? Siapa yang ada di sana?" Tetapi Marietta tidak mau berbicara; dia hanya menggelengkan kepalanya lagi, matanya terbelalak dan ketakutan. "Tidakkah kita punya kontra-kutukan untuk ini?" Fudge bertanya kepada Umbridge dengan tidak sabar, sambil memberi isyarat ke wajah Marietta. "Sehingga dia bisa berbicara dengan bebas?" "Saya belum berhasil menemukannya," Umbridge mengakui sambil enggan, dan Harry merasakan gelombang rasa bangga atas kemampuan mengutuk Hermione. "Tapi tidak masalah kalau dia tidak mau berbicara, aku bisa mengambil alih ceritanya dari sini." "Anda akan ingat, Menteri, bahwa saya mengirimkan sebuah laporan kepada Anda di bulan Oktober bahwa Potter telah bertemu dengan sejumlah teman sekolahnya di Hog"s Head di Hogsmeade -- " "Dan bukti apa yang kau punya tentang itu?" sela Profesor McGonagall. "Aku punya kesaksian dari Willy Widdershins, Minerva, yang kebetulan berada di bar itu pada saat itu. Dia memakai perban tebal, memang benar, tetapi pendengarannya tidak terganggu," kata Umbridge puas diri. "Dia mendengar setiap patah kata yang diucapkan Potter dan bergegas langsung ke sekolah untuk melapor kepadaku -- " "Oh, jadi itulah sebabnya dia tidak diadili karena menyebabkan semua toilet muntah itu!" kata Profesor McGonagall sambil mengangkat alisnya. "Pemahaman yang amat menarik ke dalam sistem keadilan kita!" "Korupsi terang-terangan!" raung potret penyihir pria gemuk berhidung merah di tembok di belakang meja tulis Dumbledore. "Kementerian tidak membuat kesepakatan dengan kriminal kelas teri di masaku, tidak tuan, tidak!" "Terima kasih, Fortescue, itu sudah cukup," kata Dumbledore dengan lembut. "Tujuan pertemuan Potter dengan murid-murid ini," lanjut Profesor Umbridge, "adalah untuk membujuk mereka bergabung dengan sebuah perkumpulan ilegal, yang sasarannya adalah untuk mempelajari mantera-mantera dan kutukan-kutukan yang telah Kementerian putuskan tidak pantas untuk usia sekolah -- " "Kukira kau akan mendapati bahwa kau salah di sana, Dolores," kata Dumbledore pelan, sambil memandangnya melewati kacamata setengah bulannya yang bertengger di tengah hidungnya yang bengkok. Harry menatapnya. Dia tidak mengerti bagaimana Dumbledore akan meloloskannya dari yang satu ini; kalau Willy Widdershins memang mendengar setiap patah kata yang diucapkannya di Hog"s Head tidak ada cara untuk berkelit. "Oho!" kata Fudge sambil berayun-ayun pada bola kakinya lagi. "Ya, ayo dengar cerita omong kosong terakhir yang diciptakan untuk menarik Potter keluar dari masalah! Teruskan, kalau begitu, Dumbledore, teruskan -- Willy Widdershins berbohong, bukan? Atau kembar identik Potter yang berada di Hog"s Head hari itu? Atau ada penjelasan sederhana yang biasa yang melibatkan pengembalian waktu, orang mati yang kembali hidup dan sejumlah Dementor tidak tampak?" Percy Weasley tertawa sepenuh hati. "Oh, sangat bagus, Menteri, sangat bagus!" Harry bisa saja menendangnya. Lalu dia melihat, yang membuatnya heran, bahwa Dumbledore juga sedang tersenyum lembut. "Cornelius, aku tidak membantah -- dan begitu juga, aku yakin, Harry -- bahwa dia berada di Hog"s Head pada hari itu, atau bahwa dia sedang mencoba merekrut murid-murid ke perkumpulan Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Aku hanya menunjukkan bahwa Dolores salah dalam mengesankan bahwa perkumpulan seperti itu, pada saat itu, ilegal. Kalau Anda ingat, Dekrit Kementerian yang melarang semua perkumpulan murid-murid tidak berlaku sampai dua hari setelah pertemuan Hogsmeade Harry, jadi dia tidak melanggar peraturan apapun sama sekali di Hog"s Head." Percy terlihat seolah-olah dia telah terhantam di wajah oleh sesuatu yang berat. Fudge tetap tak bergerak di tengah ayunannya, mulutnya terbuka. Umbridge pulih terlebih dahulu. "Itu semua sangat bagus, Kepala Sekolah," dia berkata sambil tersenyum manis, "tetapi kita semua sekarang hampir enam bulan dari saat pengenalan Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Empat. Kalau pertemuan pertama tidak ilegal, semua yang terjadi sejak itu pasti ilegal." "Well," kata Dumbledore sambil mengamatinya dengan ketertarikan sopan lewat puncak jari-jarinya yang saling bertaut, "tentu saja akan begitu, kalau mereka memang meneruskan setelah Dekrit itu berlaku. Apakah Anda punya bukti apapun bahwa pertemuan semacam ini berlanjut?" Ketika Dumbledore berbicara, Harry mendengar bunyi gemerisik di belakangnya dan mengira Kingsley membisikkan sesuatu. Dia juga bisa bersumpah bahwa dia merasakan sesuatu bersentuhan dengan sisi tubuhnya, sesuatu yang lembut seperti aliran udara atau sayap burung, tetapi ketika memandang ke bawah dia tidak melihat apapun di sana. "Bukti?" ulang Umbridge, dengan senyum mirip katak yang mengerikan itu. "Tidakkah Anda mendengarkan, Dumbledore? Menurutmu kenapa Miss Edgecombe ada di sini?" "Oh, bisakah dia memberitahu kita tentang pertemuan selama enam bulan?" kata Dumbledore sambil mengangkat kepalanya. "Aku mendapat kesan bahwa dia hanya melaporkan sebuah pertemuan malam ini." "Miss Edgecombe," kata Umbridge seketika," beritahu kami berapa lama pertemuan-pertemuan ini telah berlangsung, sayang. Kau bisa hanya mengangguk atau menggelengkan kepalamu. Aku yakin itu tidak akan membuat bintik-bintiknya semakin parah. Apakah sudah berlangsung secara teratur selama enam bulan terakhir ini?" Harry merasakan jungkir balik yang mengerikan di perutnya. Ini dia, mereka sudah mengenai bukti tak terbantah yang tidak akan bisa dikesampingkan bahkan oleh Dumbledore. "Anggukkan atau gelengkan kepalamu saja, sayang," Umbridge berkata membujuk kepada Marietta, "ayolah, sekarang, itu tidak akan mengaktifkan kembali kutukannya." Semua orang di ruangan itu sedang memandangi bagian atas wajah Marietta. Hanya matanya yang tampak dari antara jubah yang ditarik ke atas dan poninya yang keriting. Mungkin tipuan cahaya api, tapi matanya anehnya terlihat hampa. Dan kemudian -- yang membuat Harry benar-benar heran -- Marietta menggelengkan kepalanya. Umbridge memandang cepat-cepat kepada Fudge, lalu kembali kepada Marietta. "Kukira kau tidak mengerti pertanyaannya, bukan, sayang? Aku bertanya apakah kau telah menghadiri pertemuan-pertemuanini selama enam bulan terakhir ini? Benar, bukan?" Lagi-lagi, Marietta menggelengkan kepalanya. "Apa maksudmu dengan menggelengkan kepalamu, sayang?" kata Umbridge dengan suara marah. "Aku akan berpikir maksudnya sangat jelas," kata Profesor McGonagall dengan kasar, "tidak ada pertemuan rahasia selama enam bulan terakhir ini. Apakah itu benar, Miss Edgecombe?" Marietta mengangguk. "Tapi ada pertemuan malam ini!" kata Umbridge dengan marah. "Ada pertemua, Miss Edgecombe, kau memberitahuku mengenainya, di Ruang Kebutuhkan! Dan Potter adalah pemimpinnya, bukan, Potter mengaturnya, Potter -- kenapa kau menggelengkan kepalamu, nak?" "Well, biasanya kalau seseorang menggelengkan kepala mereka," kata McGonagall dengan dingin, "itu artinya "tidak". Jadi kecuali Miss Edgecombe sedang menggunakan semacam bahasa isyarat yang belum dikenal manusia -- " Profesor Umbridge meraih Marietta, menariknya untuk menghadapinya dan mulai mengguncangkannya dengan sangat keras. Sepersekian detik kemudian Dumbledore bangkit, tongkatnya terangkat; Kingsley bergerak maju dan Umbridge melompat mundur dari Marietta, sambil melambaikan tangannya di udara seolah-olah terbakar. "Aku tidak bisa mengizinkanmu menganiaya murid-muridku, Dolores," kata Dumbledore dan, untuk pertama kalinya, dia tampak marah. "Anda harus menenangkan diri Anda, Madam Umbridge," kata Kingsley dengan suaranya yang dalam dan lambat-lambat. "Anda tidak mau kena masalah sekarang." "Tidak," kata Umbridge terengah-engah, sambil memandang ke atas ke figur menjulang Kingsley. "Maksudku, ya -- kau benar, Shacklebolt -- aku -- aku lupa diri." Marietta sedang berdiri tepat di mana Umbridge melepaskannya. Dia tampak tidak bingung oleh serangan mendadak Umbridge, ataupun lega karena dilepaskan; dia masih mencengkeram jubahnya hingga ke matanya yang anehnya hampa dan sedang menatap tepat di hadapannya. Suatu kecurigaan mendadak, yang dihubungkan dengan bisikan Kingsley dan benda yang dirasakannya melewatinya, timbul di pikiran Harry. "Dolores," kata Fudge, dengan suasana mencoba membereskan sesuatu untuk seterusnya, "pertemuan malam ini -- yang kita tahu jelas-jelas terjadi -- " "Ya," kata Umbridge sambil menguasai dirinya, "ya ... well, Miss Edgecombe mengisikiku dan aku maju seketika ke lantai tujuh, ditemani oleh murid-murid tepercaya tertentu, untuk menangkap basah mereka yang berada di pertemuan itu. Namun, kelihatannya mereka sudah diberitahu terlebih dahulu akan kedatanganku, karena ketika kami mencapai lantai tujuh mereka sedang berlarian ke segala arah. Namun, tidak masalah. Aku punya semua nama mereka di sini, Miss Parkinson berlari ke Ruang Kebutuhan untuk melihat apakah mereka meninggalkan sesuatu. Kami perlu bukti dan ruangan itu menyediakan." Dan yang membuat Harry ngeri, dia menarik keluar dari kantongnya daftar nama-nama yang dipasang di dinding Ruang Kebutuhan dan menyerahkannya kepada Fudge. "Saat aku melihat nama Potter di daftar itu, aku tahu apa yang sedang kita hadapi," dia berkata dengan lembut. "Bagus sekali," kata Fudge, senyum membentang di wajahnya, "bagus sekali, Dolores. Dan ... sambar geledek Dia memandang Dumbledore, yang masih berdiri di samping Marietta, tongkatnya terpegang kendur di tangannya. "Lihat dengan apa mereka namai diri mereka?" kata Fudge pelan. "Dumbledore"s Army." Dumbledore mengulurkan tangan dan mengambil potongan perkamen itu dari Fudge. Dia memandang judul yang ditulis oleh Hermione berbulan-bulan sebelumnya dan sejenak tampak tidak mampu berbicara. Lalu sambil memandang ke atas, dia tersenyum. "Well, permainan sudah usai," dia berkata dengan sederhana. "Apakah kamu mau pengakuan tertulis dariku, Cornelius -- atau apakah sebuah pernyataan di depan saksi-saksi ini sudah memadai?" Harry melihat McGonagall dan Kingsley saling berpandangan. Ada ketakutan di wajah keduanya. Dia tidka mengerti apa yang sedang terjadi, dan tampaknya Fudge juga begitu. "Pernyataan?" kata Fudge lambat-lambat. "Apa -- aku tidak --?" "Dumbledore"s Army -- Tentara Dumbledore, Cornelius," kata Dumbledore, masih tersenyum sementara dia melambaikan daftar nama-nama itu di depan wajah Fudge. "Bukan Tentara Potter. Tentara Dumbledore." "Tapi -- tapi -- " Pemahaman berkobar mendadak di wajah Fudge. Dia mundur selangkah dengan ngeri, menjerit, dan melompat keluar dari api lagi. "Kamu?" dia berbisik, menginjak jubahnya yang menyala lagi. "Itu benar," kata Dumbledore dengan menyenangkan. "Kau mengatur ini?" "Memang," kata Dumbledore. "Kau merekrut murid-murid ini untuk -- untuk jadi tentaramu?" "Malam ini seharusnya menjadi pertemuan pertama," kata Dumbledore sambil mengangguk. "Hanya untuk melihat apakah mereka akan tertarik bergabung denganku. Aku lihat sekarang bahwa merupakan suatu kesalahan mengundang Miss Edgecombe, tentu saja." Marietta mengangguk. Fudge memandang darinya ke Dumbledore, dadanya menggembung. "Kalau begitu kau memang membuat rencana melawanku!" dia berteriak. "Itu benar," kata Dumbledore dengan ceria. "TIDAK!" teriak Harry. Kingsley memberinya pandangan memperingatkan sekilas, McGonagall membelalakkan matanya mengancam, tetapi mendadak Harry sadar apa yang akan dilakukan Dumbledore, dan dia tidak bisa membiarkannya terjadi. "Tidak -- Profesor Dumbledore --!" "Diamlah, Harry, atau aku takut kau harus meninggalkan kantorku," kata Dumbledore dengan tenang. "Ya, diam, Potter!" bentak Fudge, yang masih melotot kepada Dumbledore dengan semacam kesenangan yang mengerikan. "Well, well, well -- aku datang ke sini malam ini berharap untuk mengeluarkan Potter dan alih-alih -- " "Alih-alih kau bisa menangkapku," kata Dumbledore sambil tersenyum. "Seperti kehilangan satu Knut dan menemukan sebuah Galleon, bukan?" "Weasley!" teriak Fudge, sekarang nyata-nyata gemetar karena senang, "Weasley, sudahkah kau menuliskannya semua, semua yang dikatakannya, pengakuannya, sudah kau dapatkan?" "Ya, sir, kukira begitu, sir!" kata Percy dengan bersemangat, yang hidungnya terkena muncratan tinta dari kecepatan mencatatnya. "Bagian mengenai bagaimana dia mencoba membangun tentara melawan Kementerian, bagaimana dia bekerja untuk menggoyahkanku?" "Ya, sir, aku sudah dapat, ya!" kata Percy, sambil memeriksa catatannya dengan gembira. "Sangat bagus, kalau begitu," kata Fudge, sekarang berseri-seri karena senang, "perbanyak catatanmu, Weasley, dan kirimkan sebuah salinan ke Daily Prophet seketika. Kalau kita mengirim seekor burung hantu cepat kita seharusnya bisa masuk edisi pagi!" Percy berlari dari ruangan ke ruangan, membanting pintu di belakangnya, dan Fudge berpaling kembali kepada Dumbledore. "Anda sekarang akan dikawal kembali ke Kementerian, di mana Anda akan dituntut secara formal, lalu dikirim ke Azkaban untuk menanti persidangan!" "Ah," kata Dumbledore dengan lembut, "ya. Ya, kukira kita mungkin mengenai rintangan kecil itu. "Rintangan?" kata Fudge, suaranya masih bergetar dengan kegembiraan. "Aku tidak melihat ada rintangan, Dumbledore!" "Well," kata Dumbledore dengan nada minta maaf, "aku takut aku melihatnya." "Oh, benarkah?" "Well -- hanya saja kau tampaknya bekerja di bawah khayalan bahwa aku akan -apa ungkapannya? -- ikut dengan tenang. Aku takut aku tidak akan ikut dengan tenang sama sekali, Cornelius. Aku sama sekali tidak punya niat dikirim ke Azkaban. Aku bisa meloloskan diri, tentu saja -- tapi betapa itu pemborosan waktu, dan terus terang, aku bisa memikirkan segudang hal yang lebih suka kulakukan." Wajah Umbridge menjadi semakin memerah; dia terlihat seolah-olah sedang dipenuhi air mendidih. Fudge menatap Dumbledore dengan ekspresi sangat tolol di wajahnya, seolah-olah dia baru saja dibuat tertegun oleh hantaman tiba-tiba dan tidak mempercayai itu terjadi. Dia mengeluarkan suara tercekik kecil, lalu memandang berkeliling kepada Kingsley dan lelaki berambut pendek kelabu itu, yang satu-satunya dari semua orang di ruangan itu yang tetap diam sampai sejauh ini. Yang terakhir memberi Fudge anggukan meyakinkan dan bergerak maju sedikit, menjauh dari dinding. Harry melihat tangannya bergerak, hampir sepintas lalu, menuju kantongnya. "Jangan bodoh, Dawlish," kata Dumbledore dengan baik hati. "Aku yakin kau seorang Auror yang baik -- aku tampaknya teringat bahwa kau mendapat "Outstanding" dalam semua NEWTmu -- tapi kalau kau berusaha untuk -- er -membawaku dengan paksa, aku akan harus melukaimu." Lelaki yang dipanggil Dawlish berkedip agak bodoh. Dia memandang Fudge lagi, tetapi kali ini tampaknya mengharapkan sebuah petunjuk tentang apa yang dilakukan berikutnya. "Jadi," ejek Fudge, sambil memulihkan dirinya, "kamu berniat melawan Dawlish, Shacklebolt, Dolores dan diriku sendiri seorang diri, bukan begitu, Dumbledore?" "Jenggot Merlin, tidak," kata Dumbledore sambil tersenyum, "tidak kecuali Anda cukup bodoh untuk memaksaku melakukannya." "Dia tidak akan seorang diri!" kata Profesor McGonagall keras-keras, sambil membenamkan tangannya ke dalam jubahnya. "Oh ya, Minerva!" kata Dumbledore dengan tajam. "Hogwarts membutuhkanmu!" "Sudah cukup dengan sampah ini!" kata Fudge sambil menarik keluar tongkatnya sendiri. "Dawlish! Shacklebolt! Bawa dia!" Secercah cahaya perak menyala di ruangan itu; ada bunyi letusan seperti tembakan dan lantai bergetar; sebuah tangan menarik leher Harry dan memaksanya turun ke lantai ketika berkas perak kedua menyala; beberapa potret menjerit, Fawkes memekik dan awan debu memenuhi udara. Terbatuk-batuk dalam debu itu, Harry melihat sebuah figur gelap jatuh ke lantai dengan bunyi debam di depannya; ada jeritan dan bunyi gedebuk dan seseorang berteriak, "Tidak!"; lalu ada suara kaca pecah, langkah-langkah kaki bergumul dengan hebat, sebuah erangan ... dan hening. Harry berjuang untuk melihat siapa yang setengah mencekiknya dan melihat Profesor McGonagall meringkuk di sampingnya; dia telah memaksa baik Harry maupun Marietta keluar dari bahaya. Debu masih melayang turun dengan lembut di udara ke atas mereka. Sambil terengah-engah sedikit, Harry melihat sebuah figur yang sangat tinggi bergerak ke arah mereka. "Apakah kalian baik-baik saja?" Dumbledore bertanya. "Ya!" kata Profesor McGonagall, sambil bangkit dan menyeret Harry dan Marietta bersamanya. Debu sudah mulai menghilang. Kehancuran di kantor itu timbul ke dalam pandangan: meja Dumbledore telah terbalik, semua meja berkaki panjang telah terguling ke lantai; instrumen-instrumen peraknya berkeping-keping. Fudge, Umbridge, Kingsley dan Dawlish terbaring tidak bergerak di lantai. Fawkes si phoenix membumbung membentuk lingkaran lebar di atas mereka, sambil menyanyi dengan lembut. "Sayangnya, aku harus mengguna-gunai Kingsley juga, atau akan terlihat sangat mencurigakan," kata Dumbledore dengan suara rendah."Dia luar biasa cepat mengerti, mengubah ingatan Miss Edgecombe seperti itu ketika semua orang sedang melihat ke arah yang lain -- sampaikan terima kasih kepadanya, bisakah kamu, Minerva?" "Sekarang, mereka semua akan terbangun sangat segera dan paling baik kalau mereka tidak tahu bahwa kita punya waktu untuk berkomunikasi -- kalian harus bertindak seolah-olah belum ada waktu yang berlalu, seolah-olah mereka hanya terhantam ke lantai, mereka tidak akan ingat -- " "Ke mana kau akan pergi, Dumbledore?" bisik Profesor McGonagall. "Grimmauld Place?" "Oh tidak," kata Dumbledore dengan senyum muram, "Aku tidak akan pergi bersembunyi. Fudge segera akan berharap dia tidak pernah mengeluarkanku dari Hogwarts, aku berjanji kepadamu." "Profesor Dumbledore Harry mulai. Dia tidak tahu apa yang harus dikatakan terlebih dahulu: betapa menyesalnya dia bahwa dia memulai DA sejak awal dan menyebabkan semua masalah ini, atau betapa buruknya perasaannya karena Dumbledore akan pergi untuk menyelamatkannya dari pengeluaran? Tetapi Dumbledore menyelanya sebelum dia bisa mengatakan sepatah katapun lagi. "Dengarkan aku, Harry," dia berkata dengan mendesak. "Kamu harus mempelajari Occlumency sekeras yang kamu bisa, apakah kamu mengerti? Lakukan semua yang disuruh Profesor Snape dan berlatihlah secara khusus setiap malam sebelum tidur sehingga kamu bisa menutup pikiranmu dari mimpi-mimpi buruk -- kamu akan mengerti sebabnya segera, tapi kamu harus berjanji kepadaku --" Lelaki yang dipanggil Dawlish bergerak. Dumbledore meraih pergelangan tangann Harry. "Ingat -- tutup pikiranmu --" Tetapi selagi jari-jari Dumbledore menutup pada kulit Harry, rasa sakit menusuk ke bekas luka di keningnya dan dia merasakan kembali keinginan mengerikan seperti ular untuk menyerang Dumbledore, untuk menggigitnya, untuk melukainya -- "-- kamu akan mengerti," bisik Dumbledore. Fawkes mengitari kantor itu dan menukik rendah ke atasnya. Dumbledore melepaskan Harry, mengangkat tangannya dan mencengkeram ekor keemasan panjang phoenix itu. Ada kilatan api dan mereka berdua sudah hilang. "Di mana dia?" teriak Fudge, sambil mendorong dirinya sendiri bangkit dari lantai. "Di mana dia?" "Aku tidak tahu!" teriak Kingsley, juga melompat bangkit. "Well, dia tidak mungkin ber-Disapparate!" jerit Umbridge. "Kau tidak bisa melakukannya dari dalam sekolah ini -- " "Tangga!" jerit Dawlish, dan dia menghempaskan dirinya ke pintu, merenggutnya hingga terbuka dan menghilang, diikuti dari dekat oleh Kingsley dan Umbridge. Fudge bimbang, lalu bangkit pelan-pelan, sambil menyeka debu dari bagian depan tubuhnya. Ada keheningan panjang dan menyakitkan. "Well, Minerva," kata Fudge dengan kejam, sambil meluruskan lengan bajunya yang robek, "aku takut ini akhir dari temanmu Dumbledore." "Kau kira begitu, bukan?" kata Profesor McGonagall dengan menghina. Fudge tampaknya tidak mendengarnya. Dia sedang memandang berkeliling pada kantor yang pecah belah itu. Beberapa potret mendesis kepadanya; satu aatu dua bahkan membuat isyarat tangan tidak sopan. "Kau sebaiknya membawa yang dua itu ke tempat tidur," kata Fudge sambil memandang kembali ke Profesor McGonagall dengan anggukan membubarkan kepada Harry dan Marietta. Profesor McGonagall tidak berkata apa-apa, tetapi membawa Harry dan Marietta ke pintu. Selagi pintu itu berayun menutup di belakang mereka, Harry mendengar suara Phineas Nigellus. "Anda tahu, Menteri, aku tidak sependapat dengan Dumbledore dalam banyak hal ... tapi Anda tidak bisa menyangkal dia memiliki gaya ... " BAB DUA PULUH DELAPAN Memori Terburuk Snape ATAS PERINTAH MENTERI SIHIR Dolores Jane Umbridge (Penyelidik Tinggi) telah menggantikan Albus Dumbledore sebagai Kepala Sekolah Sihir Hogwarts. Yang di atas sesuai edngan Dekrti Pendidikan Nomor Dua Puluh Delapan. Tertanda: Cornelius Oswald Fudge, Menteri Sihir Pengumuman itu telah dipasang di seluruh sekolah dalam semalam, tetapi tidak menjelaskan bagaimana setiap orang di sekolah tampaknya tahu bahwa Dumbledore telah mengatasi dua Auror, Penyelidik Tinggi, Menteri Sihir dan Asisten Juniornya untuk meloloskan diri. Tak peduli ke manapun Harry pergi di dalam kastil, topik pembicaraan tunggal adalah pelarian Dumbledore, dan walaupun beberapa detil mungkin telah menjadi miring dalam penceritaan ulang (Harry tidak sengaja mendengar seorang anak perempuan kelas dua meyakinkan yang lain bahwa Fudge sekarang sedang terbaring di St Mungo dengan labu sebagai kepalanya) mengejutkan betapa akuratnya sisa informasi mereka. Semua orang tahu, contohnya, bahwa Harry dan Marietta adalah satu-satunya murid yang menyaksikan adegan di kantor Dumbledore dan, karena Marietta sekarang ada di sayap rumah sakit, Harry mendapati dirinya diserbu dengan permintaan untuk memberi keterangan langsung. "Dumbledore akan kembali sebelum waktu yang lama," kata Ernie Macmillan dengan yakin pada perjalanan kembali dari Herbologi, setelah mendengarkan dengan seksama pada cerita Harry. "Mereka tidak bisa menyingkirkannya di tahun kedua kita dan mereka tidak akan bisa melakukannya kali ini. Rahib Gemuk memberitahuku -- " dia merendahkan suaranya seperti bersekongkol, sehingga Harry, Ron dan Hermione harus mencondongkan badan lebih dekat untuk mendengarnya "-- bahwa Umbridge mencoba kembali ke kantornya kemarin malam setelah mereka menggeledah kastil dan halaman sekolah mencarinya. Tak bisa melewati gargoyle. Kantor Kepala sudah menyegel sendiri melawannya." Ernie tersenyum menyeringai. "Tampaknya, dia marah besar." "Oh, kuduga dia benar-benar mengkhayalkan dirinya duduk di atas sana di kantor Kepala," kata Hermione dengan keji, ketika mereka berjalan menaiki undakan- undakan batu ke dalam Aula Depan. "Berkuasa atas semua guru yang lain, si bodoh yang sombong, gila kekuasaan -- " "Sekarang, apakah kau benar-benar mau menyelesaikan kalimat itu, Granger?" Draco malfoy telah menyelinap dari balik pintu, diikuti dari dekat oleh Crabbe dan Goyle. Wajahnya yang pucat dan runcing berseri-seri dengan kedengkian. "Kutakut aku harus mengurangi beberapa poin dari Gryffindor dan Hufflepuff," dia berkata dengan suara dipanjang-panjangkan. "Cuma para guru yang bisa mengurangi poin dari asrama, Malfoy," kata Ernie seketika. "Yeah, kami prefek juga, ingat?" bentak Ron. "Aku tahu prefek tidak bisa mengurangi poin, Raja Weasel (Musang)," ejek Malfoy. Crabbe dan Goyle terkikik-kikik. "Tapi anggota-anggota Regu Penyelidik -- " "Apa?" kata Hermione dengan tajam. "Regu Penyelidik, Granger," kata Malfoy sambil menunjuk ke sebuah "I" perak kecil di jubahnya persis di bawah lencana prefeknya. "Sekumpulan murid-murid terpilih yang bersikap mendukung Menteri Sihir, dipilih sendiri oleh Profesor Umbridge. Ngomong-ngomong, anggota-anggota Regu Penyelidik punya kekuasaan untuk mengurangi poin ... jadi, Granger, aku akan ambil lima darimu karena bersikap kasar tentang Kepala Sekolah kita yang baru. Macmillan, lima karena membantahku. Lima karena aku tidak suka kamu, Potter. Weasley, kemejamu tidak dimasukkan, jadi aku akan ambil lima lagi untuk itu. Oh yeah, aku lupa, kau seorang Darah-Lumpur, Granger, jadi potong sepuluh karena itu." Ron menarik keluar tongkatnya, tetapi Hermione mendorongnya sambil berbisik, "Jangan!" "Gerakan bijaksana, Granger," bisik Malfoy. "Kepala Sekolah Baru, masa-masa baru ... baik-baiklah sekarang, Potty ... Raja Weasel Sambil tertawa sepenuh hati, dia berjalan pergi bersama Crabbe dan Goyle. "Dia menggertak," kata Ernie, tampak terkejut. "Dia tidak bisa diizinkan mengurangi poin ... itu menggelikan ... akan sepenuhnya merusak sistem prefek." Tetapi Harry, Ron dan Hermione telah berpaling dengan otomatis ke jam-jam pasir raksasa yang ditempatkan di relung dinding di belakang mereka, yang mencatat poin-poin asrama. Gryffindor dan Ravenclaw saling kejar-kejaran memimpin pada pagi hari itu. Bahkan selagi mereka mengamati, batu-batu terbang ke atas, mengurangi jumlah di bagian yang lebih rendah. Kenyataannya, satu-satunya jam pasir yang tampaknya tidak berubah adalah milik Slytherin yang berisi zamrud. "Sudah memperhatikannya, bukan?" kata suara Fred. Dia dan George baru saja menuruni tangga pualam dan bergabung dengan Harry, Ron, Hermione dan Ernie di depan jam-jam pasir. "Malfoy baru mengurangi kami semua sekitar lima puluh poin," kata Harry dengan marah, ketika mereka melihat beberapa batu lagi terbang ke atas dari jam pasir Gryffindor. "Yeah, Montague mencoba mengerjai kami waktu istirahat," kata George. "Apa maksudmu "mencoba"?" kata Ron dengan cepat. "Dia tak pernah bisa mengeluarkan semua perkataanya," kata Fred, " karena fakta bahwa kami memaksanya dengan kepala duluan ke dalam Lemari Penghilang di lantai satu." Hermione tampak sangat terguncang. "Tapi kalian akan dapat masalah besar!" "Tidak sampai Montague muncul kembali, dan itu mungkin butuh waktu berminggu-minggu, aku tak tahu ke mana kami mengirimnya," kata Fred dengan tenang. "Lagipula ... kami sudah memutuskan kami tak peduli lagi kena masalah." "Pernahkah kalian peduli?" tanya Hermione. "Tentu saja," kata George. "Belum pernah dikeluarkan, bukan?" "Kami selalu tahu di mana menarik batasnya," kata Fred. "Kami mungkin lewat sedikit kadang-kadang," kata George. "Tapi kami selalu berhenti saat hampir menyebabkan kekacauan benar-benar," kata Fred. "Tapi sekarang?" kata Ron coba-coba. "Well, sekarang -- " kata George. "-- dengan perginya Dumbledore -- " kata Fred. "-- menurut kami sedikit kekacauan -- " kata George. "-- persis yang patut diterima Kepala Sekolah baru kita tersayang," kata Fred. "Kalian tidak boleh!" bisik Hermione. "Kalian benar-benar tidak boleh! Dia akan senang punya alasan untuk mengeluarkan kalian!" "Kau tidak mengerti, bukan, Hermione?" kata Fred sambil tersenyum kepadanya. "Kami tidak peduli lagi tentang tetap di sekolah. Kami akan berjalan keluar sekarang juga kalau kami tidak bertekad melakukan bagian kami untuk Dumbledore terlebih dahulu. Jadi, ngomong-ngomong," dia memeriksa jam tangannya, "tahap satu baru akan dimulai. Aku akan masuk ke Aula Besar untuk makan siang, kalau aku jadi kalian, dengan begitu, para guru akan melihat bahwa kalian tidak mungkin ada kaitannya dengan itu." "Ada kaitan dengan apa?" kata Hermione dengan cemas. "Kau akan lihat," kata George. "Bergegaslah sekarang." Fred dan George berpaling pergi dan menghilang ke kerumunan besar yang sedang menuruni tangga menuju makan siang. Tampak sangat bingung, Ernie menggumamkan sesuatu tentang pekerjaan rumah Transfigurasi yang belum selesai dan bergegas pergi. "Kukira kita harus pergi dari sini, kalian tahu," kata Hermione dengan gugup. "Untuk jaga-jaga." "Yeah, baiklah," kata Ron, dan mereka bertiga bergerak menuju pintu-pintu Aula Besar, tetapi Harry belum lagi melihat langit-langit siang itu yang dilintasi awan-awan putih ketika seseorang menepuk bahunya dan, sambil berpaling, dia mendapati dirinya hampir bersentuhan hidung dengan Filch, si penjaga sekolah. Dia buru-buru mundur beberapa langkah; Filch paling baik dipandang dari kejauhan. "Kepala Sekolah ingin menemuimu, Potter," dia mengerling. "Aku tidak melakukannya," kata Harry dengan bodoh, sambil memikirkan apapun yang sedang direncanakan Fred dan George. Rahang Filch bergoyang karena tawa diam-diam. "Kesadaran berbuat salah, eh?" dia mendesah. "Ikut aku." Harry memandang balik kepada Ron dan Hermione, yang keduanya tampak kuatir. Dia mengangkat bahu, dan mengikuti Filch kembali ke Aula Depan, melawan arus masuk murid-murid yang lapar. Filch kelihatannya berada dalam suasana hati yang sangat baik; dia bersenandung dengan suara rendah selagi mereka menaiki tangga pualam. Ketika mereka mencapai puncak tangga pertama dia berkata, "Keadaan sedang berubah di sekitar sini, Potter." "Sudah kuperhatikan," kata Harry dengan dingin. "Benar ... aku sudah memberitahu Dumbledore selama bertahun-tahun dia terlalu lunak dengan kalian semua," kata Filch, sambil terkekeh keji. "Kalian mahkluk buas kecil yang kotor takkan pernah menjatuhkan Peluru Bau kalau kalian tahu aku punya kekuasaan untuk mencambuk kalian sampai lecet, bukan begitu? Tak seorangpun akan berpikir tentang melemparkan Frisbee Bertaring di koridor kalau aku bisa menggantung kalian pada mata kaki di kantorku, bukan? Tapi saat Dekrit Pendidikan Nomor Dua Puluh Sembilan masuk, Potter, aku akan diizinkan melakukan semua itu ... dan dia sudah meminta Menteri menandatangani perintah pengusiran Peeves ... oh, keadaan akan sangat berbeda di sekitar sini dengan dia yang memimpin. Umbridge tampaknya telah berbuat apa saja untuk menarik Filch ke sisinya, Harry berpikir, dan yang terburuk adalah bahwa dia mungkin akan terbukti sebagai senjata penting; pengetahuannya tentang jalan-jalan rahasia sekolah itu dan tempat-tempat persembunyian mungkin hanya kalah oleh si kembar Weasley. "Di sinilah kita," dia berkata, sambil melirik kepada Harry ketika dia mengetuk tiga kali ke pintu Profesor Umbridge dan mendorongnya membuka. "Bocah Potter menemui Anda, Ma"am." Kantor Umbridge, begitu akrab bagi Harry dari banyak detensinya, sama seperti biasa kecuali balok kayu besar yang tergeletak di depan meja tulisnya di mana huruf-huruf keemasan mengeja kata : KEPALA SEKOLAH. Juga, Fireboltnya dan Sapu Bersih Fred dan George, yang dilihatnya dengan perih, dirantai dan digembok ke sebuah pasak besi kokoh di dinding di belakang meja tulis. Umbridge sedang duduk di belakang meja, sibuk mencorat-coret pada beberapa perkamen merah jambunya, tetapi dia memandang ke atas dan tersenyum lebar saat mereka masuk. "Terima kasih, Argus," dia berkata dengan manis. "Tidak sama sekali, Ma"am, tidak sama sekali," kata Filch sambil membungkuk serendah yang diperbolehkan rematiknya, dan keluar dengan berjalan mundur. "Duduk," kata Umbridge dengan kasar, sambil menunjuk ke sebuah kursi. Harry duduk. Dia terus mencorat-coret beberapa saat. Harry mengamati beberapa anak kucing jelek itu melompat-lompat mengitari plakat-plakat di atas kepalanya, bertanya-tanya kengerian apa yang disimpannya untuk dirinya. "Well, sekarang," dia berkata akhirnya, sambil meletakkan pena bulunya dan mengamatinya dengan puas diri, seperti seekor katak yang baru akan menelan seekor lalat yang mengandung banyak air. "Apa yang ingin kamu minum?" "Apa?" kata Harry, sangat yakin dia salah dengar. "Minum, Mr Potter," dia berkata, masih tersenyum semakin lebar. Teh? Kopi? Jus labu?" Ketika dia menyebut setiap minuman itu, dia melambaikan tongkatnya yang pendek, dan secangkir atau segelas minuman itu muncul di atas meja tulisnya. "Tak ada, terima kasih," kata Harry. "Aku ingin kamu minum bersamaku," dia berkata, suaranya menjadi manis berbahaya. "Pilih satu." "Baik ... teh kalau begitu," kata Harry sambil mengangkat bahu. Dia bangkit dan membuat pertunjukan hebat dengan menambahkan susu sambil memunggunginya. Dia lalu buru-buru mengitari meja membawanya, sambil tersenyum dengan cara manis yang menyeramkan. "Ini," dia berkata sambil menyerahkannya. "Minum sebelum jadi dingin, mau "kan? Well, sekarang, Mr Potter ... kukira kita harus berbincang-bincang sebentar, setelah kejadian menyedihkan kemarin malam." Harry tidak berkata apa-apa. Umbridge duduk kembali ke kursinya dan menunggu. Ketika beberapa saat yang panjang telah berlalu dalam keheningan, dia berkata dengan riang, "Kamu tidak minum!" Harry mengangkat cangkir ke bibirnya dan kemudian, sama mendadaknya, merendahkannya. Salah satu anak kucing mengerikan di belakang Umbridge memiliki mata biru bundar persis seperti mata sihir Mad-Eye Moody dan baru saja terpikir oleh Harry apa yang akan dikatakan Mad-Eye kalau dia mendengar Harry minum apapun yang ditawarkan musuh yang sudah dikenalnya. "Ada apa?" kata Umbridge, yang masih mengamatinya dengan seksama. "Apakah kamu mau gula?" "Tidak," kata Harry. Dia mengangkat cangkir itu ke bibirnya lagi dan pura-pura meneguk, walaupun menjaga mulutnya tertutup rapat. Senyum Umbridge melebar. "Bagus," dia berbisik. "Sangat bagus. Kalau begitu sekarang Dia mencondongkan badan ke depan sedikit. "Di mana Albus Dumbledore?" "Tak punya gambaran," kata Harry cepat. "Minumlah, minumlah," dia berkata, masih tersenyum. "Sekarang, Mr Potter, kita jangan bermain kekanak-kanakan. Aku tahu bahwa kau tahu ke mana dia pergi. Kamu dan Dumbledore sudah berkomplot bersama sejak awal. Pertimbangkan kedudukanmu, Mr Potter ... " "Aku tidak tahu di mana dia," Harry mengulangi. Dia pura-pura minum lagi. Umbridge sedang mengamatinya lekat-lekat. "Baiklah," dia berkata, walaupun dia tampak tidak senang. "Kalau begitu, kau akan berbaik hati memberitahuku tentang keberadaan Sirius Black." Perut Harry jungkir balik dan tangannya yang sedang memegang cangkir teh bergetar sehingga cangkir itu berderak dalam piringnya. Dia memiringkan cangkir ke mulutnya dengan bibir ditekan rapat, sehingga sejumlah cairan panas itu menetes turun ke jubahnya. "Aku tidak tahu," dia berkata, sedikit terlalu cepat. "Mr Potter," kata Umbridge, "izinkan aku mengingatkanmu bahwa aku yang hampir menangkap kriminal Black itu di api Gryffindor di bulan Oktober. Aku tahu benar kamulah yang sedang ditemuinya dan kalau aku punya buktia apapun tak satupun dari kalian masih berkeliaran hari ini, aku berjanji padamu. Kuulangi, Mr Potter ... di mana Sirius Black?" "Tak punya gambaran," kata Harry keras-keras. "Tak punya petunjuk." Mereka saling berpandangan begitu lama sehingga Harry merasa matanya berair. Lalu Umbridge bangkit. "Baiklah, Mr Potter, aku akan percaya kata-katamu kali ini, tapi kuperingatkan: kekuatan Kementerian ada di belakangku. Semua saluran komunikasi ke dalam dan ke luar sekolah ini sedang diawasi. Alat Pengatur Jaringan Floo sedang mengawasi semua api di Hogwarts -- kecuali apiku sendiri, tentu saja. Regu Penyelidikku membuka dan membaca semua pos burung hantu yang masuk dan keluar kastil. Dan Mr Filch mengamati semua jalan rahasia di dalam dan luar kastil. Kalau aku menemukan secuil bukti ... " BOOM!" Lantai kantor itu bergetar, Umbridge bergeser ke samping sambil mencengkeram meja tulisnya untuk mendapat dukungan, dan tampak terguncang. "Apa yang --?" Dia sedang menatap ke pintu. Harry mengambil kesempatan itu untuk mengosongkan cangkir tehnya yang hampir penuh ke vas bunga kering terdekat. Dia bisa mendengar orang-orang berlarian dan menjerit beberapa lantai di bawah. "Kembali ke makan siangmu, Potter!" teriak Umbridge sambil mengangkat tongkatnya dan bergegas keluar dari kantor. Harry memberinya permulaan beberapa detik, lalu bergegas mengikutinya untuk melihat apa sumber semua kegaduhan itu. Tidak sulit ditemukan. Satu lantai di bawah, terjadi kekacauan hebat. Seseorang (dan Harry punya ide cerdas siapa) telah menyalakan apa yang tampak seperti sekotak besar kembang api sihir. Naga-naga yang terbuat seluruhnya dari bunga-bunga api hijau dan emas membumbung ke sana ke mari di koridor-koridor, mengeluarkan letusan-letusan api keras dan bunyi keras ketika mereka lewat; kembang api Catherine wheel merah jambu terang berdiameter lima kaki berdesing membahayakan di udara seperti begitu banyak piring terbang; roket-roket berekor panjang dari bintang-bintang perak cemerlang memantul ke dinding-dinding; bunga-bunga api menuliskan kata-kata sumpah serapah di tengah udara dengan sendirinya; petasan-petasan meledak seperti ranjau ke manapun Harry memandang, dan bukannya terbakar sampai habis, menghilang dari pandangan atau mendesis berhenti, keajaiban pembuatan kembang ini tampaknya menambah energi dan momentum semakin lama ditontonnya. Filch dan Umbridge sedang berdiri, tampaknya terpaku dalam kengerian, di tengah tangga. Selagi Harry menonton, salah satu Catherine wheel yang lebih besar kelihatannya memutuskan yang dibutuhkannya adalah lebih banyak ruang untuk manuver; dia berputar ke arash Umbridge dan Filch dengan bunyi "wheeeeeeeeee" menyeramkan. Mereka berdua menjerit ketakutan dan menunduk, dan kembang api itu membumbung lurus keluar dari jendela di belakang mereka dan menyeberangi halaman sekolah. Sementara itu, beberapa naga dan seekor kelelawar ungu besar yang mengeluarkan asap dengan tidak menyenangkan mengambil peluang dari pintu yang terbuka di ujung koridor dan lolos ke lantai kedua. "Cepat, Filch, cepat!" pekik Umbridge, "mereka akan ada di seluruh sekolah kecuali kita melakukan sesuatu -- Stupefy!" Seberkas sinar merah meluncur keluar dari ujung tongkatnya dan mengenai salah satu roket itu. Bukannya membeku di udara, roket itu meledak dengan kekuatan sedemikian ruap sehingga melubangi sebuah lukisan seorang penyihir wanita yang tampak basah di tengah sebuah padang; dia lari tepat pada waktunya, muncul kembali beberapa detik kemudian ke dalam lukisan berikutnya, di mana sejumlah penyihir pria yang sedang bermain kartu berdiri terburu-buru untuk memberinya tempat. "Jangan Bekukan mereka, Filch!" teriak Umbridge dengan marah, seolah-olah itu sihiran Filch. "Anda benar, Kepala Sekolah!" desah Filch, yang sebagai seorang Squib tidak lebih mungkin Membekukan kembang api itu daripada menelannya. Dia bergegas ke lemari terdekat, menarik keluar sebuah sapu dan mulai memukul kembang api di udara, dalam beberapa detik kepala sapu itu menyala. Harry sudah melihat cukup banyak; sambil tertawa, dia menunduk rendah, berlari ke sebuah pintu yang dia tahu tersembunyi di belakang sebuah permadani dinding agak jauh di koridor itu dan menyelinap melaluinya untuk mendapati Fred dan George bersembunyi tepat di belakangnya, mendengarkan jeritan-jeritan dan suara bergetar Umbridge dan Filch dengan tawa tertahan. "Mengesankan," Harry berkata pelan, sambil menyeringai. "Sangat mengesankan ... kalian akan membuat Dr Filibuster bangkrut, tidak masalah ... " "Semoga," bisik George sambil menyeka air mata tawa dari wajahnya. "Oh, kuharap dia mencoba Menghilangkan mereka selanjutnya ... mereka akan berlipat sepuluh kali setiap kali kau coba." Kembang api itu terus menyala dan menyebar ke seluruh sekolah sore itu. Walaupun menyebabkan banyak gangguan, terutama petasan-petasan itu, guru-guru yang lain tampaknya tidak terlalu keberatan. "Sayang, sayang," kata Profesor McGonagall dengan sengit, ketika salah satu naga membumbung di sekitar ruang kelasnya, mengeluarkan bunyi keras dan menghembuskan nyala api. "Miss Brown, maukah kamu berlari kepada Kepala Sekolah dan memberitahu beliau bahwa kita punya kembang api yang lolos di ruangan kelas kita?" Hasilnya adalah Profesor Umbridge menghabiskan sore pertamanya sebagai Kepala Sekolah berlarian di seluruh sekolah menjawab panggilan-panggilan dari guru-guru yang lain, yang tak seorangpun tampaknya bisa mengenyahkan kembang api dari ruangan mereka tanpa dia. Saat bel akhir berbunyi dan mereka menuju Menara Gryffindor dengan tas-tas mereka, Harry melihat, dengan kepuasan mendalam, Umbridge yang kusut dan hitam akibat jelaga berjalan terhuyung-huyung dengan wajah berkeringat dari ruang kelas Profesor Flitwick. "Terima kasih banyak, Profesor!" kata Profesor Flitwick dengan suara kecil mencicitnya. "Aku bisa saja mengenyahkan bunga-bunga api itu sendiri, tentu saja, tapi aku tidak yakin aku memiliki kuasanya atau tidak." Sambil tersenyum, dia menutup pintu ruang kelasnya di hadapannya. Fred dan George menjadi pahlawan malam itu di ruang duduk Gryffindor. Bahkan Hermione berjuang melalui kerumunan yang bersemangat untuk menyelamati mereka. "Kembang api itu sangat bagus," dia berkata memuji. "Trims," kata George, terlihat terkejut sekaligus senang. "Api-Gila Desing-Keras Weasley. Satu-satunya masalah adalah, kami menggunakan seluruh stok kami, kami harus mulai dari awal lagi sekarang." "Namun setimpal," kata Fred, yang sedang menerima pesanan dari anak-anak Gryffindor yang menuntut dengan ramai. "Kalau kamu mau menambahkan namamu ke daftar tunggu, Hermione, lima Galleon untuk kotak Kobaran Dasar dan dua puluh untuk yang mewah Hermione kembali ke meja tempat Harry dan Ron duduk menatapi tas-tas sekolah mereka seolah-olah berharap pekerjaan rumah mereka akan melompat keluar dan mulai bekerja sendiri. "Oh, kenapa kita tidak libur semalam?" kata Hermione dengan ceria, ketika sebuah roket Weasley berekor perak meluncur melewati jendela. "Lagipula, libur Paskah mulai pada hari Jumat, kita akan punya banyak waktu saat itu ... " "Apakah kau merasa baik-baik saja?" Ron bertanya sambil menatapnya dengan tidak percaya. "Sekarang setelah kau sebut," kata Hermione dengan gembira, "tahukah kamu ... aku kira aku sedang merasa agak ... memberontak." Harry masih bisa mendengar letusan dari jauh petasan-petasan yang lolos ketika dia dan Ron pergi tidur sejam kemudian; dan ketika dia melepaskan pakaian sebuah bunga api melayang melewati menara itu, masih mengeja kata "JUGA" dengan pasti. Dia naik ke tempat tidur sambil menguap. Dengan kacamata dilepas, kembang api yang terkadang melewati jendela telah menjadi buram, tampak seperti awan yang berkilau, indah dan misterius di langit yang hitam. Dia berpaling ke samping, bertanya-tanya bagaimana perasaan Umbridge tentang hari pertamanya dalam pekerjaan Dumbledore, dan bagaimana Fudge akan bereaksi saat dia mendengar bahwa sekolah itu telah menghabiskan sebagian besar hari dalam keadaan kacau sekali. Sambil tersenyum kepada dirinya sendiri, Harry menutup matanya ... Desing dan letusan kembang api yang lolos di halaman sekolah tampaknya semakin jauh ... atau mungkin dia hanya menjauh dari mereka ... Dia telah jatuh tepat di koridor yang menuju ke Departemen Misteri. Dia semakin cepat ke pintu hitam polos itu ... biarkan terbuka ... biarkan terbuka ... Pintu itu terbuka. Dia berada di dalam ruangan melingkar yang dibarisi dengan pintu-pintu ... dia menyeberanginya, menempatkan tangannya pada sebuah pintu yang identik dan mengayunkannya ke dalam ... Sekarang dia berada di sebuah ruangan persegi panjang yang penuh dengan bunyi klik mekanis yang aneh. Ada berkas-berkas cahaya yang menari-nari di dinding tetapi dia tidak berhenti untuk menyelidiki ... dia harus terus ... Ada pintu di ujung yang jauh ... pintu itu juga terbuka dengan sentuhannya ... Dan sekarang dia berada di sebuah ruangan bercahaya suram dan lebar seperti sebuah gereja, penuh dengan berbaris-baris rak yang menjulang, masing-masing sarat akan bola-bola kaca kecil berdebu ... sekarang jantung Harry berdebar cepat karena kegembiraan ... dia tahu ke mana harus pergi ... dia lari ke depan, tetapi langkah-langkah kakinya tidak menimbulkan suara dalam ruangan besar yang sepi itu ... Ada sesuatu dalam ruangan ini yang sangat, sangat dia inginkan ... Sesuatu yang diinginkannya ... atau yang diinginkan orang lain ... Bekas lukanya sakit ... BANG! Harry terbangun segera, bingung dan marah. Kamar asrama yang gelap itu penuh dengan suara tawa. "Keren!" kata Seamus, yang berbayang-bayang di jendela. "Kukira salah satu Catherine wheel mengenai roket dan sepertinya mereka bersatu, datang dan lihatlah!" Harry mendengar Ron dan Dean keluar dari tempat tidur untuk mendapatkan pandangan yang lebih baik. Dia berbaring tak bergerak sementara rasa sakit di bekas luka mereda dan kekecewaan melandanya. Dia merasa seolah-olah hadiah yang sangat menakjubkan telah dirampas darinya pada saat-saat paling akhir ... dia sudah begitu dekat waktu itu. Babi-babi kecil merah jambu berkilauan dan bersayap perak sekarang membumbung melewati jendela-jendela Menara Gryffindor. Harry berbaring dan mendengarkan sorak-sorai senang anak-anak Gryffindor di kamar asrama di bawah mereka. Perutnya menyentak memualkan ketika dia ingat dia harus ikut Occlumency malam berikutnya. * Harry menghabiskan keesokan harinya ketakutan apa yang akan dikatakan Snape kalau dia tahu seberapa jauh ke dalam Departemen Misteri yang telah dimasuki Harry selama mimpi terakhirnya. Dengan dorongan rasa bersalah dia menyadari kalau dia belum berlatih Occlumency sekalipun sejak pelajaran terakhir mereka: ada terlalu banyak yang terjadi sejak kepergian Dumbledore; dia yakin dia tidak akan bisa mengosongkan kepalanya walaupun kalau dicobanya. Namun, dia ragu apakah Snape akan menerima alasan itu. Dia mencoba latihan kecil saat terakhir ketika kelas berlangsung pada hari itu, tetapi tidak ada gunanya. Hermione terus bertanya kepadanya apa yang salah kapanpun dia terdiam sambil berusaha menyingkirkan semua pikiran dan emosi dari dirinya dan, lagipula, saat terakhir untuk mengosongkan otaknya bukanlah ketika guru-guru sedang menanyakan pertanyaan-pertanyaan mengulang kepada kelas. Pasrah untuk yang terburuk, dia berangkat ke kantor Snape setelah makan malam. Namun, saat tengah menyeberangi Aula Depan, Cho bergegas mendatanginya. "Sebelah sini," kata Harry, senang mendapatkan alasan untuk menunda pertemuannya dengan Snape, dan memberi isyarat kepadanya untuk menyeberangi ke sudut Aula Depan tempat jam-jam pasir berada. Jam Gryffindor sekarang hampir kosong. "Apakah kau baik-baik saja? Umbridge belum bertanya-tanya tentang DA kepadamu, bukan?" "Oh, tidak," kata Cho buru-buru. "Tidak, hanya saja ... well, aku cuma mau bilang ... Harry, aku tak pernah mimpi Marietta akan mengadu ... " "Yeah, well," kata Harry dengan suasana hati tidak tentu. Dia memang merasa Cho bisa saja memilih teman-temannya dengan sedikit lebih berhati-hati; merupakan penghiburan kecil bahwa yang terakhir didengarnya, Marietta masih di sayap rumah sakit dan Madam Pomfrey belum bisa membuat perbaikan sedikitpun pada jerawatnya. "Dia sebenarnya orang yang menyenangkan," kata Cho. "Dia cuma membuat kesalahan -- " Harry memandangnya dengan tidak percaya. "Seorang yang menyenangkan yang membuat kesalahan? Dia mengkhianati kita semua, termasuk kamu!" "Well ... kita semua lolos, bukan?" kata Cho memohon. "Kau tahu, ibunya bekerja di Kementerian, benar-benar sulit baginya --" "Ayah Ron bekerja di Kementerian juga!" Harry berkata dengan marah. "Dan kalau- kalau kau belum memperhatikan, dia tidak punya kata pengadu tertulis di wajahnya -- " "Itu tipuan Hermione Granger yang benar-benar mengerikan," kata Cho dengan garang. "Dia seharusnya memberitahu kami dia sudah memberi kutukan pada daftar itu -- " "Kukira itu ide yang sangat cemerlang," kata Harry dengan dingin. Cho merona dan matanya semakin terang. "Oh ya, aku lupa -- tentu saja, itu ide Hermione tersayang -- " "Jangan mulai menangis lagi," kata Harry memperingatkan. "Aku tidak akan!" dia berteriak. "Yeah ... well ... bagus," dia berkata. "Aku sudah punya cukup masalah saat ini." "Pergi urus masalahmu kalau begitu!" Cho berkata dengan marah sambil berbalik dan pergi. Sambil mengomel, Harry menuruni tangga ke ruang bawah tanah Snape dan, walaupun dia tahu dari pengalaman betapa jauh lebih mudahnya bagi Snape untuk memasuki pikirannya kalau dia tiba dengan marah dan benci, dia tidak berhasil tidak memikirkan beberapa hal lagi yang seharusnya dikatakannya kepada Cho tentang temannya Marietta sebelum mencapai pintu ruang bawah tanah itu. "Kamu terlambat, Potter," kata Snape dengan dingin, ketika Harry menutup pintu di belakangnya. Snape sedang berdiri memunggungi Harry, memindahkan, seperti biasa, pikiran-pikiran tertentunya dan menempatkan dengan hati-hati di dalam Pensieve Dumbledore. Dia menjatuhkan untaian perak terakhir ke dalam baskom batu itu dan berpaling menghadap Harry. "Jadi," dia berkata. "Apakah kau sudah berlatih?" "Ya," Harry berbohong, sambil memandang dengan waspada ke salah satu kaki meja tulis Snape. "Well, kita akan segera tahu, bukan?" kata Snape dengan licin. "Keluarkan tongkat, Potter." Harry pindah ke posisi biasanya, menghadap Snape dengan meja tulis di antara mereka. Jantungnya berdebar cepat dengan kemarahan kepada Cho dan kecemasan seberapa banyak yang akan didapatkan Snape dari pikirannya. "Pada hitungan ketiga, kalau begitu," kata Snape dengan malas "Satu -- dua -- " Pintu kantor Snape terbanting membuka dan Draco Malfoy bergegas masuk. "Profesor Snape, sir -- oh -- sori --" Malfoy sedang melihat pada Snape dan Harry dengan terkejut. "Tidak apa-apa, Draco," kata Snape sambil menurunkan tongkatnya. "Potter ada di sini untuk pelajaran perbaikan Ramuan." Harry belum melihat Malfoy begitu berseri-seri sejak Umbridge muncul untuk menginspeksi Hagrid. "Aku tidak tahu," dia berkata sambil mengerling kepada Harry, yang tahu wajahnya membara. Dia akan memberikan banyak hal untuk bisa meneriakkan yang sebenarnya kepada Malfoy -- atau, lebih baik lagi, untuk menghantamnya dengan sebuah kutukan yang bagus. "Well, Draco, ada apa?" tanya Snape. "Profesor Umbridge, sir -- beliau butuh bantuan Anda," kata Malfoy. "Mereka menemukan Montague, sir, dia muncul terjejal ke dalam sebuah toilet di lantai empat." "Bagaimana dia masuk ke sana?" tuntut Snape. "Saya tidak tahu, sir, dia agak bingung." "Baiklah, baiklah. Potter," kata Snape, "kita akan melanjutkan pelajaran ini besok malam." Dia berpaling dan berjalan pergi dari kantornya, Malfoy berkata tanpa bersuara, "Pelajaran perbaikan Ramuan?" kepada Harry di balik punggung Snape sebelum mengikutinya. Dengan menggelegak, Harry menyimpan kembali tongkatnya ke bagian dalam jubahnya dan bergerak akan meninggalkan ruangan. Setidaknya dia punya dua puluh empat jam lagi untuk berlatih; dia tahu dia seharusnya merasa berterima kasih untuk kelolosan yang nyaris itu, walaupun sulit bahwa datangnya dengan pengorbanan yaitu Malfoy menceritakan ke seluruh sekolah bahwa dia perlu pelajaran perbaikan Ramuan. Dia sampai ke pintu kantor ketika dia melihatnya: seberkas cahaya bergetar yang menari-nari di ambang pintu. Dia berhenti, dan berdiri menatapnya, teringat akan sesuatu ... lalu dia ingat: cahaya yang agak mirip dengan inilah yang dilihatnya dalam mimpinya kemarin malam, cahaya di ruangan kedua yang dilewatinya dalam perjalanannya di Departemen Misteri. Dia berpaling. Cahaya itu berasal dari Pensieve yang terletak di atas meja tulis Snape. Isi seputih mutiaranya surut dan berputar di dalam. Pikiran-pikiran Snape ... hal-hal yang tak diinginkannya dilihat Harry kalau dia mendobrak pertahanan Snape secara tidak sengaaja ... Harry memandangi Pensieve itu, keingintahuan menggembung di dalam dirinya ... apa yang begitu ingin disembunyikan Snape dari Harry? Cahaya keperakan itu bergetar di dinding ... Harry maju dua langkah ke meja, sambil berpikir keras. Mungkinkah informasi tentang Departemen Misteri yang diputuskan Snape untuk ditahan darinya? Harry memandang lewat bahunya, jantungnya sekarang berdebar lebih keras dan lebih cepat dari sebelumnya. Berapa lama yang dibutuhkan Snape untuk melepaskan Montague dari toilet itu? Apakah dia akan datang langsung ke kantornya setelah itu, atau menemani Montague ke sayap rumah sakit? Tentunya yang terakhir ... Montague adalah Kapten tim Quidditch Slytherin, Snape akan mau memastikan dia baik-baik saja. Harry berjalan beberapa kaki lagi ke Pensieve dan berdiri di atasnya, memandang ke dalamnya. Dia bimbang, mendengarkan, lalu mengeluarkan tongkatnya lagi. Kantor dan koridor di belakangnya sepenuhnya hening. Dia memberi isi Pensieve tusukan kecil dengan ujung tongkatnya. Benda keperakan di dalamnya mulai berputar sangat cepat. Harry mencondongkan badan ke depan ke atasnya dan melihat benda itu sudah menjadi bening. Dia, sekali lagi, sedang melihat ke dalam sebuah ruangan seolah-olah melalui sebuah jendela melingkar di langit-langit ... nyatanya, kecuali dia sangat salah, dia sedang memandang ke dalam Aula Besar. Napasnya bahkan berkabut di permukaan pikiran Snape ... otaknya sepertinya berada di ruang terlupakan ... gila kalau dia melakukan hal yang dia sangat tergoda melakukannya ... dia gemetaran ... Snape bisa kembali setiap saat ... tetapi Harry memikirkan kemarahan Cho, atau wajah mengejek Malfoy, dan keberanian sembrono menyambarnya. Dia menarik napas dalam, dan mencemplungkan wajahnya ke permukaan pikiran Snape. Seketika, lantai itu bergerak mendadak, menjatuhkan Harry kepala duluan ke dalam Pensieve ... Dia jatuh melalui kegelapan dingin, berputar-putar dengan hebat ketika berlangsung, dan kemudian -Dia sedang berdiri di tengah Aula Besar, tetapi keempat meja asrama hilang. Alih-alih, ada lebih dari seratus meja yang lebih kecil, semuanya menghadap ke arah yang sama, di masing-masing meja duduk seorang murid, kepala terbungkuk rendah, menulis di atas sebuah gulungan perkamen. Satu-satunya suaran adalah gesekan pena bulu dan gemerisik kadang-kadang saat seseorang menyesuaikan perkamennya. Jelas itu saat ujian. Matahari bersinar melalui jendela-jendela tinggi ke kepala-kepala terbungkuk itu, yang berkilau coklat dan tembaga dan keemasan dalam sinar yang terang. Harry memandang sekeliling dengan hati-hati. Snape pasti ada di sini di suatu tempat ... ini ingatannya ... Dan di sanalah dia, di sebuah meja tepat di belakang Harry. Harry menatap. Snape remaja memiliki tampang kurus, pucat, seperti sebuah tanaman yang disimpan di tempat gelap. Rambutnya lemas dan berminyak dan terkulai ke meja, hidungnya yang bengkok hampir mencapai setengah inci dari permukaan perkamen selagi dia menulis. Harry bergerak berkeliling ke belakang Snape dan membaca judul kertas ujian itu: PERTAHANAN TERHADAP ILMU HITAM --ORDINARY WIZARDING LEVEL. Jadi Snape pasti berumur lima belas atau enam belas, sekitar umur Harry sendiri. Tangannya melayang ke perkame; dia telah menulis setidaknya satu kaki lebih banyak daripada tetangga terdekatnya, dan walau begitu tulisannya sangat kecil dan terjejal. "Lima menit lagi!" Suara itu membuat Harry terlompat. Sambil berpaling, dia melihat puncak kepala Profesor Flitwick bergerak di antara meja-meja agak jauh sedikit. Profesor Flitwick sedang berjalan melewati seorang anak laki-laki dengan rambut hitam tidak rapi ... rambut hitam yang sangat tidak rapi ... Harry bergerak begitu cepat sehingga, kalau dia berwujud padat, dia akan membuat meja-meja melayang. Alih-alih, dia tampaknya meluncur, seperti mimpi, menyeberangi dua gang dan menyusuri gang ketiga. Bagian belakang kepala anak laki-laki berambut hitam itu semakin dekat dan ... dia sedang meluruskan diri sekarang, meletakkan pena bulunya, menarik gulungan perkamennya ke arahnya untuk membaca ulang apa yang telah ditulisnya. Harry berhenti di depan meja dan memandang kepada ayahnya yang berumur lima belas tahun. Kegembiraan meledak di dasar perutnya: seolah-olah dia sedang memandangi dirinya sendiri kecuali dengan kesalahan yang disengaja. Mata James coklat, hidungnya sedikit lebih panjang daripada hidung Harry dan tidak ada bekas luka di keningnya, tetapi mereka memiliki wajah kurus yang sama, mulut yang sama, alis yang sama; rambut James berdiri di bagian belakang persis seperti rambut Harry, tangannya bisa saja jadi tangan Harry dan Harry bisa tahu bahwa, saat James berdiri, mereka hanya selisih satu inci pada tinggi masing-masing. James menguap lebar dan memberantakkan rambutnya, membuatnya lebih kacau dari sebelumnya. Lalu, dengan pandangan sekilas kepada Profesor Fltiwick, dia berpaling di tempat duduknya dan menyeringai kepada seorang anak laki-laki yagn duduk empat kursi di belakangnya. Dengan guncangan kegembiraan lain, Harry melihat Sirius mengacungkan jempol kepada James. Sirius sedang bermalas-malas di kursinya dengan seenaknya, memiringkannya ke belakang pada kedua kakinya. Dia sangat tampan; rambutnya yang hitam jatuh ke matanya dengan keluwesan biasa yang tidak akan bisa dicapai James maupun Harry, dan seorang anak perempuan yang duduk di belakangnya sedang memandangnya dengan penuh harap, walaupun tampaknya dia tidak memperhatikan. Dan dua tempat duduk dari gadis ini -- perut Harry menggeliat menyenangkan lagi -- adalah Remus Lupin. Dia tampak agak pucat dan lesu (apakah bulan purnama mendekat?) dan asyik dengan ujian: ketika dia membaca ulang jawaban-jawabannya, dia menggaruk dagunay dengan ujung pena bulunya, sambil merengut sedikit. Jadi itu berarti Wormtail pasti juga di suatu tempat di sekitar sini ... dan benar juga, Harry melihatnya dalam beberapa detik: seorang anak laki-laki kecil berambut tikut dengan hidung mendongak. Wormtail tampak cemas; dia sedang mengunyak kuku tangannya, menatap kertasnya, menggores tanah dengan jari kakinya. Beberapa waktu sekali dia menatap sekilas penuh harap ke kertas tetangganya. Harry memandang Wormtail sejenak, lalu kembali kepada James, yang sekarang sedang menggambar-gambar ke potongan perkamen sisanya. Dia telah menggambar sebuah Snitch dan sekarang sedang menjiplak huruf-huruf "L.E." Apa artinya itu? "Mohon letakkan pena bulu!" cicit Profesor Flitwick. "Itu artinya kamu juga, Stebbins! Tolong tetap duduk selagi aku mengumpulkan perkamen kalian! Accio!" Lebih dari seratus gulungan perkamen meluncur ke udara dan ke dalam lengan Profesor Flitwick yang dibentangkan, menjatuhkannya ke belakang. Beberapa orang tertawa. Sejumlah murid di meja depan bangkit, memegang Profesor Flitwick di bawah siku dan mengangkatnya berdiri lagi. "Terima kasih ... terima kasih," Profesor Flitwick terengah-engah. "Baiklah, semuanya, kalian boleh pergi!" Harry memandang kepada ayahnya, yang telah buru-buru mencoret "L.E." yang telah ditulisnya, melompat bangkit, menjejalkan pena bulu dan kertas ujiannya ke dalam tasnya, yang diayunkannya ke punggungnya, dan berdiri menunggu Sirius bergabung dengannya. Harry memandang berkeliling dan melihat sekilas Snape agak jauh sedikit, berpindah di antara meja-meja menuju pintu ke Aula Depan, masih asyik dengan kertas ujiannya sendiri. Berbahu bundar tetapi kurus, dia berjalan dengan cara gugup yang mengingatkan pada laba-laba, dan rambutnya yang berminyak menutupi wajahnya. Sekelompok gadis-gadis yang sedang mengobrol memisahkan Snape dari James, Sirus dan Lupin, dan dengan menempatkan dirinya di tengah mereka, Harry berhasil menjaga Snape dalam pandangan sementara menegangkan telinganya untuk menangkap suara-suara James dan teman-temannya. "Apakah kau suka pertanyaan nomor sepuluh, Moony?" tanya Sirius ketika mereka muncul ke Aula Depan. "Suka sekali," kata Lupin cepat. "Berikan lima tanda untuk mengenali manusia serigala. Pertanyaan yang bagus sekali." "Apakah menurutmu kamu berhasil mendapatkan semua tanda itu?" kata James dengan nada perhatian pura-pura. "Kukira begitu," kata Lupin dengan serius, selagi mereka bergabung dengan kerumunan yang berdesak-desakan di sekitar pintu-pintu depan bersemangat untuk keluar ke halaman sekolah yang disinari matahari. "Satu: dia sedang duduk di atas kursiku. Dua: dia sedang memakai pakaianku. Tiga: namanya Remus Lupin. Wormtail satu-satunya yang tidak tertawa. "Aku dapat bentuk moncongnya, anak matanya dan ekor yang berjumbai," dia berkata dengan cemas, "tapi aku tidak bisa memikirkan apa lagi -- " "Seberapa pandirnya kamu, Wormtail?" kata James dengan tidak sabar. "Kamu berlarian dengan seekor manusia serigala sekali sebulan -- " "Rendahkan suara kalian," pinta Lupin. Harry memandang dengan cemas ke belakangnya lagi. Snape tetap berada di dekat, masih terbenam dalam pertanyaan-pertanyaan ujiannya -- tetapi ini memori Snape dan Harry yakin bahwa kalau Snape memilih untuk berkeliaran ke arah lain sekali berada di luar pada halaman sekolah, dia, Harry, tidak akan bisa mengikuti James lagi. Akan tetapi, demi kelegaan hebatnya, Snape mengikuti, masih membaca dengan rajin kertas ujian dan tampaknya tidak punya gambaran tetap ke mana dia pergi. Dengan menjaga jarak sedikit di depannya, Harry berhasil mempertahankan pengamatan seksama terhadap James dan yang lainnya. "Well, kukira kertas itu mudah sekali," dia mendengar Sirius berkata. "Aku akan terkejut kalau aku tidak mendapatkan "Outstanding" setidaknya." "Aku juga," kata James. Dia meletakkan tangannya ke dalam kantongnya dan mengeluarkan sebuah Golden Snitch yang meronta-ronta. "Dari mana kau dapat itu?" "Curi," kata James dengan biasa. Dia mulai bermain-main dengan Snitch itu, membiarkannya terbang sejauh satu kaki sebelum meraihnya lagi; refleksnya sangat baik. Wormtail menyaksikannya dengan kagum. Mereka berhenti di naungan pohon beech yang sama di tepi danau tempat Harry, Ron dan Hermione suatu ketika menghabiskan hari Minggu sambil menyelesaikan pekerjaan rumah mereka, dan melemparkan diri ke atas rumput. Harry memandang lewat bahunya lagi dan melihat, demi kegembiraannya, bahwa Snape telah menempati rumput di bayangan padat serumpun semak-semak. Dia terbenam dalam kertas OWL itu seperti sebelumnya, yang membuat Harry bebas duduk di rumput di antara pohon dan semak-semak dan mengamati empat orang di bawah pohon. Sinar matahari menyilaukan di permukaan danau yang tenang, yang di pinggirannya duduk sekelompok gadis-gadis yang sedang tertawa, dengan sepatu dan kaus kaki yang dilepaskan, sedang menyejukkan kaki mereka di air. Lupin telah menarik keluar sebuah buku dan sedang membaca. Sirius memandang ke sekitar kepada murid-murid yang sedang ramai di rumput, tampak agak congkak dan bosan, tetapi sangat tampan. James masih bermain-main dengan Snitch itu, membiarkannya meluncur semakin jauh, hampir lolos tetapi selalu menangkapnya pada detik terakhir. Wormtail sedang mengamatinya dengan mulut terbuka. Setiap kali James membuat penangkapan yang susah, Wormtail menarik napas cepat dan berterpuk tangan. Setelah lima menit begini, Harry bertanya-tanya kenapa James tidak menyuruh Wormtail untuk menguasai dirinya sendiri, tetapi James tampaknya menikmati perhatian itu. Harry memperhatikan bahwa ayahnya punya kebiasaan memberantakkan rambutnya seolah-olahnya mencegahnya jadi terlalu rapi, dan dia juga terus memandangi gadis-gadis di tepi air. "Simpan itu, bisakah," kata Sirius akhirnya, ketika James membuat penangkapan akhir dan Wormtail bersorak, "sebelum Wormtail ngompol karena senang." Wormtail sedikit merona merah jambu, tetapi James nyengir. "Kalau itu mengganggumu," dia berkata, sambil menjejalkan Snitch kembali ke kantongnya. Harry mendapat kesan jelas bahwa Sirius adalah satu-satunya orang yang membuat James mau berhenti pamer. "Aku bosan," kata Sirius. "Kuharap bulan purnama." "Kau bisa saja," kata Lupin dengan murung dari balik bukunya. "Kita masih punya Transfigurasi, kalau kau bosan kau bisa mengujiku. Ini dan dia mengulurkan bukunya. Tetapi Sirius mendengus. "Aku tidak perlu melihat sampah itu, aku tahu semuanya." "Ini akan membuatmu bersemangat, Padfoot," kata James pelan. "Lihat siapa itu Kepala Sirius berpaling. Dia menjadi sangat diam, seperti seekor anjing yang telah mencium bau seekor kelinci. "Bagus sekali," dia berkata dengan pelan. "Snivellus." Harry berpaling untuk melihat apa yang sedang dipandangai Sirius. Snape berdiri lagi, dan sedang menyimpan kertas OWL ke dalam tasnya. Ketika dia meninggalkan bayang-bayang dari semak-semak dan berjalan menyeberangi rumput, Sirius dan James berdiri. Lupin dan Wormtail tetap duduk. Lupin masih memandangi bukunya, walaupun matanya tidak bergerak dan sebuah garis cemberut samar timbul di antara alisnya; Wormtail sedang memandang dari Sirius dan James kepada Snape dengan tampang penantian teramat sangat di wajahnya. "Baik-baik saja, Snivellus?" kata James keras-keras. Snape bereaksi begitu cepat seolah-olah dia telah mengharapkan serangan: sambil menjatuhkan tasnya, dia membenamkan tangannya ke dalam jubahnya dan tongkatnya setengah di udara saat James berteriak, "Expelliarmus!" Tongkat Snape terbang empat meter ke udara dan jatuh dengan bunyi gedebuk kecil ke rumput di belakangnya. Sirius mengeluarkan tawa menyalak. "Impedimenta!" dia berkata, sambil menunjuk tongkatnya kepada Snape, yang terjatuh saat hendak menuju tongkatnya sendiri yang jatuh. Murid-murid di sekitar telah berpaling untuk menonton. Beberapa di antara mereka bangkit dan mendekat. Sebagian tampak gelisah, yang lainnya terhibur. Snape terbaring terengah-engah di tanah. James dan Sirius maju ke arahnya, tongkat dinaikkan, James sambil memandang sekilas lewat bahunya kepada gadis-gadis di pinggir air ketika dia pergi. Wormtail sekarang bangkit, menonton dengan lapar, menyamping mengitari Lupin untuk mendapatkan pandangan yang lebih bagus. "Bagaimana ujiannya, Snivelly?" kata James. "Aku mengawasinya, hidungnya mengenai perkamen," kata Sirius dengan keji. "Akan ada noda-noda minyak di atasnya, mereka tidak akan bisa membaca sepatah katapun." Beberapa orang tertawa; Snape jelas tidak populer. Wormtail terkikik melengking. Snape mencoba bangkit, tetapi guna-guna itu masih menguasainya; dia berjuang, seolah-olah terikat tali yang tak tampak. "Kau -- tunggu," dia terengah-engah, sambil menatap James dengan ekspresi kebencian murni, "kau -- tunggu!" "Tunggu apa?" kata Sirius dengan tenang. "Apa yang akan kau lakukan, Snivelly, menyeka hidung pada kami?" Snape mengeluarkan sejumlah campuran sumpah serapah dan guna-guna, tetapi dengan tongkatnya sepuluh kaki jauhnya tidak ada yang terjadi. "Cuci mulutmu," kata James dengan dingin. "Scorugify!" Gelembung-gelembung sabun merah jambu mengalir keluar dari mulut Snape seketika; buihnya menutupi bibirnya, membuatnya tak bisa bicara, mencekiknya -"Tinggalkan dia SENDIRI!" James dan Sirius memandang berkeliling. Tangan James yang bebas segera melompat ke rambutnya. Itu adalah salah satu gadis dari tepi danau. Dia memiliki rambut merah gelap yang tebal yang jatuh ke bahunya, dan mata berbentuk almond berwarna hijau cemerlang -mata Harry. Ibu Harry. "Baik-baik saja, Evans?" kata James, dan nada suaranya mendadak menyenangkan, lebih dalam, lebih dewasa. "Tinggalkan dia sendiri," Lily mengulangi. Dia sedang memandang James dengan setiap tanda ketidaksukaan yang hebat. "Apa yang sudah dilakukannya kepadamu?" "Well," kata James, tampaknya tidak tergesa-gesa sampai ke intinya, "lebih kepada fakta bahwa dia ada, kalau kau tahu apa yang kumaksud ... " Banyak murid-murid di sekitar tertawa, termasuk Sirius dan Wormtail, tetapi Lupin, tampaknya masih asyik dengan bukunya, tidak tertawa, dan tidak juga Lily. "Kau kira kau lucu," dia berkata dengan dingin. "Tapi kau hanya kain rombengan arogan dan penggertak, Potter. Tinggalkan dia sendiri." "Akan kulakukan kalau kau keluar bersamaku, Evans," kata James cepat. "Ayolah ... keluar denganku dan aku tidak akan menggunakan tongkat pada Snivelly tua lagi." Di belakangnya, Kutukan Perintang sudah mulai hilang. Snape mulai meraih tongkatnya yang jatuh, sambil meludahkan buih-buih sabun ketika dia merangkak. "Aku tidak akan keluar denganmu kalau pilihannya antara kamu dan cumi-cumi raksasa," kata Lily. "Sial, Prongs," kata Sirius cepat, dan berpaling kembali kepada Snape. "OI!" Tetapi terlambat; Snape telah mengarahkan tongkatnya lurus kepada James; ada kilasan cahaya dan sebuah luka menganga timbul di samping wajah Snape, memercikkan darah ke jubahnya. James berputar: kilasan cahaya kedua beberapa saat kemudian, Snape sedang bergantungan terbalik di udara, jubahnya jatuh ke kepalanya memperlihatkan kaki-kaki kurus dan pucat, serta sepasang celana dalam yang mulai kelabu. Banyak orang di kerumunan kecil itu bersorak; Sirius, James dan Wormtail tertawa bergemuruh. Lily, yang ekspresi marahnya telah berkedut sebentar seolah-olah dia akan tersenyum, berkata, "Turunkan dia!" "Tentu saja," kata James dan dia menyentakkan tongkatnya ke atas; Snape jatuh menjadi tumpukan kisut di atas tanah. Sambli membebaskan dirinya sendiri dari jubahnya dia bangkit dengan cepat, dengan tongkat di atas, tetapi Sirius berkata, "Petrificus Totalus!" dan Snape terjungkal lagi, sekaku papan. "TINGGALKAN DIA SENDIRI!" Lily berteriak. Dia mengeluarkan tongkatnya sendiri sekarang. James dan Sirius memandang tongkat itu dengan waspada. "Ah, Evans, jangan buat aku mengguna-gunai kamu," kata James dengan bersemangat. "Kalau begitu, lepaskan kutukan darinya!" James menghela napas dalam-dalam, lalu berpaling kepada Snape dan menggumamkan kontra-kutukannya. "Itu dia," dia berkat, ketika Snape berjuang bangkit. "Kamu beruntung Evans ada di sini, Snivellus -- " "Aku tidak butuh bantuak dari Darah-Lumpur kotor sepertinya!" Lily berkedip. "Baik," dia berkata dengan tenang. "Aku tidak akan mengganggumu lagi di kemudian hari. Dan aku akan mencuci celanamu kalau aku jadi kau, Snivellus." "Minta maaf pada Evans!" James meraung kepada Snape, tongkatnya menunjuk mengancam kepadanya. "Aku tidak mau kau membuatnya minta maaf," Lily berteriak, memberondong James. "Kau sama buruknya dengan dia." "Apa?" pekik James. "Aku TIDAK AKAN PERNAH memanggilmu seorang -- kau-tahu-apa!" "Memberantakkan rambutmu karena kau kira terlihat keren tampak seperti kamu baru saja turun dari sapumu, pamer dengan Snitch bodoh itu, berjalan di koridor dan mengguna-gunai siapa saja yang menjengkelkanmu hanya karena kamu bisa -- aku terkejut sapumu bisa naik dari tanah dengan kepala besarmu di atasnya. Kamu membuatku MUAK." Dia berpaling dan bergegas pergi. "Evans!" James berteriak kepadanya. "Hei, EVANS!" Tetapi dia tidak memandang balik. "Ada apa dengannya?" kata James, sambil mencoba dan gagal terlihat seolah-olah itu hanya pertanyaan asal-asalan yang tidak penting baginya. "Kalau kubaca yang tersirat, aku akan bilang dia mengira kau agak congkak, sobat," kata Sirius. "Benar," kata James, yang sekarang tampak marah, "benar -- " Ada kilasan cahaya lain, dan Snape sekali lagi bergantung terbalik di udara. "Siapa yang mau melihatku melepaskan celanan Snivelly?" Tetapi apakah James benar-benar melepaskan celana Snivelly, Harry tak pernah tahu. Sebuah tangan telah mengetat di lengan atasnya, menutup dengan cengkeraman seperti jepit. Sambil mengerenyit, Harry memandang berkeliling untuk melihat siapa yang memegangnya, dan melihat, dengan getaran kengerian, seorang Snape dewasa berdiri tepat di sampingnya, pucat karena marah. "Bersenang-senang?" Harry merasakan dirinya terangkat ke udara; siang musim panas itu menguap di sekitarnya; dia sedang melayang naik melalui kegelapan sedingin es, tangan Snape masih erat di lengan atasnya. Lalu, dengan perasaan menukik seolah-olah dia telah dibalikkan dengan kepala di bawah di udara, kakinya mengenai lantai batu ruang bawah tanah Snape dan dia berdiri lagi di samping Pensieve di atas meja tulis Snape di dalam ruang kerja berbayang-bayang guru Ramuan yang sekarang. "Jadi -- " kata Snape sambil mencengkeram lengan Harry begitu eratnya sehingga tangan Harry mulai terasa mati rasa. "Jadi ... kamu bersenang-senang, Potter?" "T--tidak," kata Harry sambil mencoba membebaskan lengannya. Menakutkan. Bibir Snape gemetaran, wajahnya putih, giginya tampak jelas. "Pria menawan, ayahmu, bukan begitu?" kata Snape sambil mengguncang Harry begitu kerasnya sehingga kacamatanya meluncur turun di hidungnya. "Aku -- tidak -- " Snape melemparkan Harry menjauh dengan segala kekuatannya. Harry jatuh dengan keras ke lantai ruang bawah tanah itu. "Kamu tidak akan mengulangi apa yang kau lihat kepada siapapun!" Snape berteriak. "Tidak," kata Harry, sambil bangkit sejauh mungkin dari Snape. "Tidak, tentu saja aku -- " "Keluar, keluar, aku tidak mau melihatmu di kantor ini lagi!" Dan ketika Harry bergegas menuju pintu, setoples kecoak mati meledak di atas kepalanya. Dia merenggut pintu hingga terbuka dan berlari cepat menyusuri koridor, hanya berhentik ketika dia telah menempatkan tiga lantai di antara dirinya dan Snape. Di sana dia bersandar pada dinidng, terengah-engah, dan mengosok lengannya yang memar. Dia tidak berhasrat sama sekali untuk kembali ke Menara Gryffindor begitu cepat, atau untuk memberitahu Ron dan Hermione apa yang baru dilihatnya. Apa yang membuat Harry merasa begitu ngeri dan tidak senang bukanlah diteriaki atau dilempari toples-toples; dia tahu bagaimana rasanya dipermalukan di tengah lingkaran penonton, tahu persis bagaimana perasaan Snape ketika ayahnya mengejeknya, dan menilai dari apa yang baru dilihatnya, ayahnya dulu sama sombongnya seperti yang selalu diberitahu Snape kepadanya. BAB DUA PULUH SEMBILAN Bimbingan Karir "Tapi kenapa kamu tidak ikut pelajaran Occlumency lagi?" tanya Hermione sambil merengut. "Sudah kubilang padamu," Harry bergumam. "Snape menganggap aku bisa meneruskan sendiri sekarang setelah aku paham dasar-dasarnya." "Jadi kamu sudah berhenti mendapatkan mimpi-mimpi aneh?" kata Hermione dengan skeptis. "Kurang lebih," kata Harry tanpa memandangnya. "Well, kukira Snape seharusnya tidak berhenti sampai kamu sepenuhnya yakin kamu bisa mengendalikan mimpi-mimpi itu!" kata Hermione dengan marah. "Harry, kukira kau harus pergi menemuinya kembali dan meminta -- " "Tidak," kata Harry penuh tenaga. "Hentikan saja, Hermione, OK?" Saat itu adalah hari pertama liburan Paskah dan Hermione, seperti kebiasaannya, telah menghabiskan sebagian besar waktu itu menggambar jadwal mengulang pelajaran bagi mereka bertiga. Harry dan Ron membiarkannya melakukan itu; lebih mudah daripada berdebat dengannya dan, siapa tahu, jadwal itu mungkin berguna. Ron kaget sewaktu mendapati hanya enam minggu lagi hingga ujian mereka. "Bagaimana itu bisa mengguncangmu?" Hermione menuntut, selagi dia mengetuk setiap petak kecil pada jadwal Ron dengan tongkatnya sehingga menyala dengan warna berbeda-beda menurut mata pelajarannya. "Aku tak tahu," kata Ron, "ada banyak yang terjadi." "Well, ini dia," dia berkata sambil menyerahkan jadwalnya kepadanya, "kalau kau mengikuti itu seharusnya kamu baik-baik saja." Ron memandangnya dengan murung, tetapi kemudian menjadi cerah. "Kau memberiku satu malam libur setiap minggu!" "Itu untuk latihan Quidditch," kata Hermiona. Senyum itu memudar dari wajah Ron. "Apa gunanya?" dia berkata dengan hampa. "Kita punya peluang memenangkan Piala Quidditch tahun ini sebesar peluang Dad untuk jadi Menteri Sihir." Hermione tidak berkata apa-apa; diai sedang memandang Harry, yang sedang menatap dinding di seberang ruang duduk dengan hampa sementara Crookshanks mencakar tangannya, mencoba mendapatkan garukan di telinga. "Ada apa, Harry?" "Apa?" dia berkata cepat. "Tidak ada apa-apa." Dia meraih salinan Teori Sihir Pertahanannya dan pura-pura mencari sesuatu di indeks. Crookshanks menyerah kepadanya dan menyelinap ke bawah kursi Hermione. "Aku bertemu Cho tadi," kata Hermione coba-coba. "Dia juga tampak benar-benar merana ... apakah kalian berdua bersiteru lagi?" "Ap-- oh, yeah, memang," kata Harry sambil meraih alasan itu dengan berterima kasih. "Tentang apa?" "Temannya yang pengadu, Marietta," kata Harry. "Yeah, well, aku tidak menyalahkanmu!" kata Ron dengan marah, sambil meletakkan jadwal mengulang pelajarannya. "Kalau bukan karena dia ... " Ron mengomel panjang lebar tentang Marietta Edgecombe, yang Harry dapati membantu; yang harus dia lakukan hanyalah tampak marah, mengangguk dan berkata "Yeah" dan "Itu benar" setiap kali Ron menarik napas, meninggalkan pikirannya bebas untuk diam, bahkan lebih menyengsarakan, pada apa yang telah dilihatnya di Pensieve. Dia merasa seakan-akan memori itu sedang memakannya dari dalam. Dia sudah begitu pasti orang tuanya adalah orang-orang yang menakjubkan sehingga dia tidak pernah mengalami kesulitan sedikitpun untuk tidak mempercayai fitnah yang dibuat Snape pada karakter ayahnya. Bukankah orang-orang seperti Hagrid dan Sirius memberitahu Harry betapa menakjubkannya ayahnya dulu? (Yeah, well, lihat seperti apa Sirius sendiri, kata sebuah suara mengomel di dalam kepala Harry ... dia sama buruknya, bukan?) Ya, dia pernah sekali tak sengaja mendengar Profesor McGonagall berkata bahwa ayahnya dan Sirius adalah pembuat keonaran di sekolah, tetapi dia menggambarkan mereka sebagai pendahulu si kembar Weasley, dan Harry tidak bisa membayangkan Fred dan George menggantung seseorang terbalik demi kesenangan ... tidak kecuali mereka benar-benar membenci orang itu ... mungkin Malfoy, atau seseorang yang benar-benar pantas mendapatkannya ... Harry mencoba berargumen bahwa Snape pantas mendapatkan apa yang dideritanya di tangan James; tetapi bukankah Lily bertanya, "Apa yang sudah dilakukannya kepadamu?" Dan bukankah James menjawab, "Lebih kepada fakta bahwa dia ada, kalau kau tahu apa yang kumaksud." Bukankah James memulainya hanya karena Sirius bilang dia bosan? Harry ingat Lupin bilang di Grimmauld Place dulu bahwa Dumbledore menjadikannya prefek dengan harapan bahwa dia akan bisa melaksanakan sedikit kendali atas James dan Sirius ... tetapi di dalam Pensieve, dia duduk di sana dan membiarkan semuanya terjadi ... Harry terus mengingatkan dirinya sendiri bahwa Lily telah campur tangan; ibunya dulu baik. Namun, ingatan atas tampang di wajahnya ketika dia berteriak kepada James mengganggunya sebanyak yang lainnya; dia jelas-jelas membenci James, dan Harry sama sekali tidak mengerti bagaimana mereka bisa menikah akhirnya. Sekali atau dua kali dia bahkan bertanya-tanya apakah James memaksanya menikah ... Selama hampir lima tahun pikiran tentang ayahnya menjadi sumber penghiburan, inspirasi. Kapanpun seseorang memberitahunya bahwa dia mirip James, dia berseri-seri dengan rasa bangga di dalam. Dan sekarang ... sekarang dia merasa dingin dan sengsara memikirkannya. Udara semakin berangin, lebih cerah dan lebih hangat ketika liburan Paskah lewat, tetapi Harry, bersama anak-anak kelas lima dan tujuh lainnya, terperangkap di dalam, mengulang pelajaran, berjalan tak tentu arah dari dan ke perpustakaan. Harry berpura-pura suasana hatinya yang buruk tak punya sebab lain kecuali ujian yang semakin mendekat, dan karena teman-teman Gryffindornya juga muak belajar, alasannya tidak diragukan. "Harry, aku sedang bicara kepadamu, bisakah kau dengar aku?" "Hah?" Dia memandang berkeliling. Ginny Weasley, tampak sangat keanginan, telah bergabung dengannya di meja perpustakaan tempat dia duduk sendirian. Saat itu Minggu malam: Hermione telah kembali ke Menara Gryffindor untuk mengulang Rune Kuno, dan Ron latihan Quidditch. "Oh, hai," kata Harry sambil menarik buku-bukunya ke arahnya. "Kenapa kamu tidak latihan?" "Sudah berakhir," kata Ginny. "Ron harus membawa Jack Sloper ke sayap rumah sakit." "Kenapa?" "Well, kami tidak yakin, tapi kami pikir dia menghantam dirinya sendiri dengan tongkatnya." Dia menghela napas berat. "Ngomong-ngomong ... sebuah paket baru saja tiba, baru lewat proses penyaringan Umbridge yang baru." Dia mengangkat sebuah kotak yang terbungkus kertas coklat ke atas meja; jelas sudah dibuka pembungkusnya dan dibungkus kembali dengan sembarangan. Ada catatan tertulis di atasnya dengan tinta merah, terbaca: Telah Diinspeksi dan Melalui Penyelidik Tinggi Hogwarts. "Telur Paskah dari Mum," kata Ginny. "Ini satu untukmu ... ini dia." Dia menyerahkan sebuah telur cokelat yang bagus yang dihiasi dengan Snitch-Snitch kecil beku dan, menurut paketnya, mengandung sekantong Kumbang Berdesing. Harry memandangnya sejenak, lalu, demi kengeriannya, merasakan sebuah gumpalan naik ke tenggorokannya. "Apakah kamu baik-baik saja, Harry?" Ginny bertanya pelan. "Yeah, baik," kata Harry dengan kasar. Gumpalan di tenggorokannya terasa sakit. Dia tidak mengerti mengapa sebutir telur Paskah membuatnya merasa begini. "Kamu tampaknya benar-benar murung akhir-akhir ini," Ginny bersikeras. "Kau tahu, aku yakin kalau saja kamu bicara kepada Cho ... " "Aku bukan ingin bicara dengan Cho," kata Harry kasar. "Kalau begitu, siapa?" tanya Ginny sambil mengamatinya dengan seksama. "Aku Dia memandang sekeliling untuk memastikan tak seorangpun sedang mendengarkan. Madam Pince berada beberapa rak jauhnya, sedang mencap setumpuk buku untuk Hannah Abbott yang tampak kalut. "Aku berharap aku bisa bicara dengan Sirius," dia bergumam. "Tapi aku tahu aku tak bisa." Ginny terus mengamatinya sambil berpikir. Lebih untuk memberi dirinya sesuatu untuk dilakukan daripada karena dia ingin, Harry membuka bungkusan telur Paskahnya, memecah sepotong besar dan meletakkannya ke dalam mulutnya. "Well," kata Ginny lambat-lambat, makan sepotong telur juga, "kalau kau benar-benar ingin bicara dengan Sirius, kukira kita bisa memikirkan suatu cara untuk melakukannya." "Ayolah," kata Harry dengan hampa, "Dengan Umbridge mengawasi api dan membaca semua surat kita?" "Masalahnya tentang tumbuh bersama Fred dan George," kata Ginny sambil berpikir, "adalah kamu sepertinya mulai berpikir apapun mungkin kalau kamu punya cukup keberanian." Harry memandangnya. Mungkin pengaruh cokelat -- Lupin selalu menasehati makan sedikit setelah perjumpaan dengan Dementor -- atau hanya karena dia akhirnya mengatakan keras-keras harapan yang telah membara di dalam dirinya selama seminggu, tetapi dia merasa sedikit lebih memiliki harapan. "MENURUT KALIAN APA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN?" "Oh sial," bisik Ginny sambil melompat bangkit. "Aku lupa --" Madam Pince sedang menukik kepada mereka, wajahnya yang keriput berubah bentuk karena marah. "Cokelat di perpustakaan!" dia menjerit. "Keluar -- keluar -- KELUAR!" Dan sambil melambaikan tongkatnya, dia menyebabkan buku-buku, tas dan botol tinta Harry mengejarnya dan Ginny dari perpustakaan, memukul mereka berulang-ulang di kepala saat mereka lari. * Seolah-olah ingin menggarisbawahi pentingnya ujian-ujian mereka yang akan datang, setumpuk pamflet, brosur dan pengumuman mengenai berbagai karir penyihir tampak di meja-meja di Menara Gryffindor tak lama sebelum akhir liburan, bersama pengumuman lain di papan, yang terbaca: Semua murid-murid kelas lima diharuskan menghadiri pertemuan singkat dengan Para Kepala Asrama mereka selama minggu pertama semester musim panas untuk membahas karir masa depan mereka. Waktu perjanjian perseorangan di daftar berikut. Harry memandang ke daftar itu dan mendapati bahwa dia diharapkan berada di kantor Profesor McGonagall pada pukul dua tiga puluh pada hari Senin, yang berarti bolos sebagian besar dari pelajaran Ramalan. Dia dan anak-anak kelas lima lainnya menghabiskan sebagian akhir minggu terakhir dari liburan Paskah membaca semua informasi karir yang telah ditinggalkan di sana untuk mereka baca dengan teliti. "Well, aku tidak suka Menyembuhkan," kata Ron pada malam terakhir liburan. Dia terbenam dalam sebuah brosur yang memiliki lambang tulang dan tongkat yang disilangkan dari St Mungo di depannya. "Katanya di sini kamu perlu setidaknya "E" pada tingkat NEWT dalam Ramuan, Herbologi, Transfigurasi, Jimat dan Guna-Guna dan Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Maksudku ... astaga ... tak ingin banyak, bukan begitu?" "Well, itu pekerjaan yang menuntut tanggung jawab besar, bukan?" kata Hermione dengan melamun. Dia sedang membaca dengan rajin sebuah brosur merah jambu terang dan jingga yang berjudul, "JADI MENURUTMU KAMU INGIN BEKERJA DALAM HUBUNGAN MUGGLE ?" "Kamu tampaknya tidak butuh banyak kecakapan untuk berhubungann dengan para Muggle; yang mereka inginkan hanyalah sebuah OWL dalam Telaah Muggle: Yang jauh lebih penting adalah antusiasme, kesabaran dan sifat suka kesenangan Anda!" "Kamu perlu lebih dari sifat suka kesenangan untuk berhubungan dengan pamanku," kata Harry dengan muram. "Tahu kapan untuk menunduk, lebih tepatnya." Dia tengah membaca sebuah pamflet tentang perbankan penyihir. "Dengarkan ini: Apakah Anda sedang mencari sebuah karir menantang yang melibatkan perjalanan, petualangan dan bonus harta karun dalam jumlah besar yang berhubungan dengan bahaya? Kalau begitu pertimbangan kedudukan dengan Bank Penyihir Gringotts, yang sekarang sedang merekrut para Pehilang Kutukan untuk kesempatan-kesempatan menggetarkan di luar negeri ... Namun, mereka mau Arithmancy; kamu bisa melakukannya, Hermione!" "Aku tidak terlalu suka perbankan," kata Hermione dengan samar, sekarang terbenam dalam: "APAKAH KAMU PUNYA APA YANG DIBUTUHKAN UNTUK MELATIH TRO LL KEAMANAN?" "Hei," kata sebuah suara di telinga Harry. Dia memandang ke sekitar, Fred dan George telah datang untuk bergabung dengan mereka. "Ginny sudah bilang kepada kami tentang kamu," kata Fred sambil merentangkan kakinya ke atas meja di depan mereka dan menyebabkan beberapa buklet tentang karir dengan Kementerian Sihir meluncur ke lantai. "Dia bilang kamu perlu bicara dengan Sirius?" "Apa?" kata Hermione dengan tajam, menghentikan gerakannya yang tengah memungut "BUATLAH LETUPAN DI DEPARTEMEN KECELAKAAN DAN BENCANA SIH IR". "Yeah kata Harry, mencoba terdengar biasa, "yeah, kukira aku ingin --" "Jangan bersikap menggelikan begitu," kata Hermione sambil meluruskan diri dan memandangnya seolah-olah dia tidak percaya yang dilihatnya. "Dengan Umbridge meraba-raba di dalam api dan menggeledak semua burung hantu?" "Well, kami pikir kami bisa menemukan cara melewati itu," kata George sambil merentangkan badan dan tersenyum. "Masalah sederhana tentang membuat pengalihan. Sekarang, kalian mungkin sudah memperhatikan bahwa kami agak tenang di garis depan keonaran selama liburan Paskah?" "Apa gunanya, kami bertanya kepada diri sendiri, mengganggu waktu senang-senang?" terus Fred. "Tak ada gunanya sama sekali, kami jawab sendiri. Dan tentu saja, kami juga akan mengacaukan pengulangan pelajaran orang-orang, yang merupakan hal terakhir yang ingin kami lakukan." Dia memberi Hermione anggukan kecil pura-pura suci. Hermione tampak agak terkejut akan perhatian ini. "Tetapi bisnis seperti biasa mulai besok," Fred meneruskan dengan cepat. "Dan kalau kami akan menyebabkan sedikit keributan, kenapa tidak melakukannya sehingga Harry bisa berbincang-bincang dengan Sirius?" "Ya, tapi tetap saja," kata Hermione, dengan suasana menjelaskan sesuatu yang sangat sederhana kepada seseorang yang sangat bodoh, "kalaupun kalian memang membuat pengalihan, bagaimana Harry akan berbicara kepadanya?" "Kantor Umbridge," kata Harry pelan. Dia telah memikirkan tentangnya selama dua minggu dan tidak bisa mendapatkan alternatif lain. Umbridge sendiri telah memberitahunya bahwa satu-satunya api yang tidak sedang dijaga adalah apinya sendiri. "Apakah -- kamu -- gila?" kata Hermione dengan suara berbisik. Ron telah merendahkan brosurnya tentang pekerjaan-pekerjaan dalam Perdagangan Jamur Olahan dan sedang menonton percakapan itu dengan waspada. "Kukira tidak," kata Harry sambil mengangkat bahu. "Dan bagaimana kamu akan pergi ke sana sejak awal?" Harry siap untuk pertanyaan ini. "Pisau Sirius," katanya. "Maaf?" "Dua Natal sebelumnya Sirius memberiku sebuah pisau yang akan membuka kunci apapun," kata Harry. "Jadi kalaupun dia menyihir pintu supaya Alohomora tidak bisa bekerja, yang kuyakin sudah dilakukannya -- " "Bagaimana pendapatmu tentang ini?" Hermione menuntut kepada Ron, dan Harry mau tak mau teringat Mrs Weasley yang memohon kepada suaminya saat makan malam pertama Harry di Grimmauld Place. "Aku tak tahu," kata Ron, tampak gelisah diminta memberi pendapat. "Kalau Harry mau melakukannya, terserah dia, bukan?" "Bicara seperti teman sejati dan seorang Weasley," kata Fred sambil menepuk punggun Ron keras-keras. "Baik, kalau begitu. Kami berpikir akan melakukannya besok, persis setelah pelajaran, karena seharusnya mengakibatkan dampak maksimum kalau semua orang ada di koridor-koridor -- Harry, kami akan melakukannya di suatu tempat di sayap timur, menariknya menjauh dari kantornya sendiri -- kurasa kita seharusnya bisa menjamin kamu, apa, dua puluh menit?" dia berkata sambil memandang George. "Mudah," kata George. "Pengalihan seperti apa?" tanya Ron. "Kamu akan lihat, dik," kata Fred, ketika dia dan George bangkit lagi. "Setidaknya, kamu akan kalau kamu berjalan ke koridor Gregory si Penjilat sekitar jam lima besok." * Harry bangun sangat pagi keesokan harinya, merasa hampir secemas pagi dengar pendapatnya di Kementerian Sihir. Bukan hanya prospek tentang mendobrak masuk ke dalam kantor Umbridge dan menggunakan apinya untuk berbicara kepada Sirius yang membuatnya merasa gugup, walaupun itu jelas sudah cukup buruk; hari ini juga kebetulan pertama kalinya Harry akan berada di dekat Snape sejak Snape mengusirnya dari kantornya. Setelah berbaring di tempat tidur sejenak sambil memikirkan hari yang akan dihadapi, Harry bangkit dengan sangat pelan dan bergerak menyeberang ke jendela di samping tempat tidur Neville. Tepat di hadapannya, Harry bisa melihat pohon beech menjulang yang di bawahnya ayahnya pernah sekali menyiksa Snape. Dia tidak yakin apa yang mungkin dikatakan Sirius kepadanya yang akan menebus apa yang telah dilihatnya di dalam Pensiece, tetapi dia putus asa untuk mendengar keterangan Sirius sendiri tentang apa yang telah terjadi, untuk mengetahui faktor-faktor yang meringankan yang mungkin ada, alasan apapun untuk semua perilaku ayahnya ... Sesuatu meraih perhatian Harry: pergerakan di tepi Hutan Terlarang. Harry memicingkan mata ke sinar matahari dan melihat Hagrid muncul dari antara pepohonan. Dia tampak pincang. Selagi Harry menyaksikan, Hagrid terhuyung-huyung ke pintu kabinnya dan menghilang ke dalamnya. Harry mengamati kabin itu selama beberapa menit. Hagrid tidak muncul lagi, tetapi asap bergelung dari cerobong asap, jadi Hagrid tidak mungkin terluka begitu parah yang membuatnya tidak mampu membuat api. Harry berpaling dari jendela, menuju kembali ke kopernya dan mulai berpakaian. Dengan prospek mendobrak masuk ke dalam kantor Umbridge di depannya, Harry tidak pernah mengharapkan hari itu menjadi hari yang tenang, tetapi dia belum mempertimbangkan usaha Hermione yang hampir terus-menerus untuk membujuknya tidak melakukan apa yang direncanakannya pada pukul lima. Untuk pertama kalinya, Hermione setidaknya sama tidak perhatiannya kepada Profesor Binns dalam Sejarah Sihir seperti Harry dan Ron, menjaga aliran peringatan berbisik-bisik yang Harry coba sangat keras untuk abaikan. dan kalau dia menangkapmu di sana, selain dikeluarkan, dia akan bisa menebak kamu telah berbicara kepada Snuffles dan kali ini kuduga dia akan memaksamu minum Veritaserum dan menjawab pertanyaan-pertanyaannya ... " "Hermione," kata Ron dengan suara rendah dan marah, "apakah kau akan berhenti menyuruh Harry membatalkannya dan mendengarkan Binns, atau apakah aku harus membuat catatan sendiri?" "Kamu mencatat sekali-kali, tidak akan membunuhmu!" Pada saat mereka mencapai ruang bawah tanah, baik Harry maupun Ron tidak berbicara kepada Hermione. Tanpa dihalangi, dia mengambil kesempatan dari diamnya mereka untuk terus memberi peringatan mengerikan, semuanya diucapkan dengan berbisik dalam desis penuh semangat yang membuat Seamus menghabiskan lima menit penuh memeriksa kualinya mencari kebocoran. Sementara itu, Snape tampaknya telah memutuskan untuk bertingkah seolah-olah Harry tidak tampak. Harry, tentu saja, sudah sangat kenal taktik ini, karena itu salah satu kesukaan Paman Vernon, dan secara keseluruhan berterima kasih dia tidak menderita sesuatu yang lebih buruk. Nyatanya, dibandingkan dengan apa yang biasanya harus ditahannya dari Snape dalam bentuk ejekan dan kata-kata menghina, dia mendapati pendekatan baru ini semacam perbaikan, dan senang mendapati bahwa saat ditinggalkan sendiri, dia bisa membuat Minuman Penyegar dengan sangat mudah. Di akhir pelajaran dia menyendok sedikit ramuan itu ke dalam sebuah tabung, menyumbatnya dengan gabus dan membawanya ke meja Snape untuk dinilai, sambil merasa bahwa dia akhirnya mungkin mendapatkan setidaknya sebuah "E". Dia baru saja berpaling ketika dia mendengar suara bantingan. Malfoy tertawa senang. Harry berpaling. Contoh ramuannya tergeletak berkeping-keping di atas lantai dan Snape sedang mengamatinya dengan pandangan senang. "Whoops," dia berkata dengan lembut. "Angka nol lagi, kalau begitu, Potter." Harry terlalu marah untuk berbicara. Dia berjalan kembali ke kualinya, bermaksud mengisi tabung lain dan memaksa Snape menilainya, tetapi demi kengeriannya melihat bahwa sisa isinya sudah menghilang. "Maafkan aku!" kata Hermione, dengan tangan menutupi mulutnya. "Aku benar-benar minta maaf, Harry. Kukira kamu sudah selesai, jadi kubersihkan!" Harry tidak bisa memaksa dirinya menjawab. Saat bel berdering, dia bergegas keluar dari ruang bawah tanah tanpa pandangan sekilas ke belakang, dan memastikan dia menemukan tempat duduk di antara Neville dan Seamus saat makan siang sehingga Hermione tidak bisa mulai mengomel kepadanya tentang menggunakan kantor Umbridge. Dia berada dalam suasana hati yang begitu buruk pada saat dia sampai ke Ramalan sehingga dia lupa sama sekali pada perjanjian karirnya dengan Profesor McGonagall, hanya teringat saat Ron bertanya kepadanya kenapa dia tidak berada di kantornya. Dia bergegas kembali ke atas dan tiba kehabisan napas, hanya beberapa menit terlambat. "Maaf, Profesor," dia terengah-engah, selagi menutup pintu."Saya lupa." "Tak masalah, Potter," katanya dengan cepat, tetapi ketika dia berbicara, seseorang lain mendengus di sudut. Harry memandang sekeliling. Profesor Umbridge sedang duduk di sana, sebuah papan jepit ada di atas lututnya, sebuah pita kecil berjumbai-jumbai mengitari lehernya dan senyum kecil mengerikan di wajahnya. "Duduklah, Potter," kata Profesor McGonagall dengan pendek. Tangannya bergetar sedikit ketika dia mengocok banyak pamflet yang mengotori mejanya. Harry duduk memunggungi Umbridge dan berbuat sebisanya untuk berpura-pura dia tidak bisa mendengar gesekan pena bulunya ke papan jepit. "Well, Potter, pertemuan ini adalah untuk membicarakan gagasan-gagasan karir apapun yang mungkin kamu miliki, dan untuk membantumu memutuskan pelajaran mana yang harus kamu lanjutkan di tahun keenam dan ketujuh," kata Profesor McGonagall. "Apakah kamu sudah punya pemikiran apapun tentang apa yang ingin kamu lakukan setelah meninggalkan Hogwarts?" "Er -- " kata Harry. Dia mendapati suara gesekan dari belakangnya sangat mengganggu. "Ya?" Profesor McGonagall mendesak Harry. "Well, aku berpikir tentang, mungkin, menjadi seorang Auror," Harry bergumam. "Kamu perlu nilai-nilai tertinggi untuk itu," kata Profesor McGonagall sambil mengeluarkan sebuah brosur gelap kecil dari bawah tumpukan di meja tulisnya dan membukanya. "Aku lihat mereka minta minimal lima NEWT, dan tak satupun nilai di bawah "Exceeds Expectations" (Melebihi Harapan". Lalu kamu diharuskan melalui serangkaian uji karakter dan bakat di Kantor Auror. Itu jalur karir yang sulit, Potter, mereka hanya mengambil yang terbaik. Kenyataannya, kukira tak seorangpun mengambilnya tiga tahun terakhir ini." Pada saat ini, Profesor Umbridge batuk kecil sekali, seolah-olah dia sedang mencoba melihat seberapa pelan dia bisa melakukannya. Profesor McGonagall mengabaikannya. "Kurasa kamu pasti mau tahu mata pelajaran apa yang harus kamu ambil?" dia melanjutkan sambil berbicara sedikit lebih keras dari sebelumnya. "Ya," kata Harry. "Kurasa Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam?" "Tentu saja," kata Profesor McGonagall singkat. "Aku juga akan menyarankan -- " Profesor Umbridge batuk lagi, sedikit lebih terdengar kali ini. Profesor McGonagall menutup matanya sebentar, membukanya lagi, dan meneruskan seolah-olah tidak ada yang terjadi. "Aku juga akan menyarankan Transfigurasi, karena para Auror sering perlu mengUbah atau meng-Ubah-Balik dalam pekerjaan mereka. Dan aku harus memberitahumu sekarang, Potter, bahwa aku tidak menerima murid-murid ke dalam kelas NEWTku kecuali mereka meraih "Exceeds Expectations" atau lebih tinggi di Ordinary Wizarding Level. Aku akan bilang rata-ratamu adalah "Acceptable" pada saat ini, jadi kamu perlu bekerja keras sebelum ujian agar punya peluang untuk melanjutkan. Lalu kamu harus mengikuti Jimat dan Guna-Guna, selalu berguna, dan Ramuan. Ya, Potter, Ramuan," dia menambahkan, dengan kerjab senyum terkecil. "Racun dan penawar racun adalah mata pelajaran penting bagi Auror. Dan aku harus memberitahumu bahwa Profesor Snape sepenuhnya menolak menerima murid yang mendapat apapun selain "Outstanding" dalam OWL mereka, jadi --" Profesor Umbridge mengeluarkan batuk paling nyatanya. "Bisakah kutawarkan obat batuk kepada Anda, Dolores?" Profesor McGonagall bertanya dengan kaku, tanpa memandang Profesor Umbridge. "Oh, tidak, terima kasih banyak," kata Umbridge dengan tawa simpul yang sangat dibenci Harry. "Aku hanya ingin tahu apakah aku bisa menyela sedikit saja, Minerva." "Aku berani bilang Anda dapati Anda bisa," kata Profesor McGonagall melalui gigi-gigi yang digertakkan. "Aku hanya bertanya-tanya apakah Mr Potter punya watak yang sesuai untuk seorang Auror?" kata Profesor Umbridge dengan manis. "Begitukah?" kata Profesor McGonagall dengan sombong. "Well, Potter," dia meneruskan, seolah-olah tidak ada gangguan, "kalau kamu serius dengan ambisi ini, aku akan menasehati kamu untuk berkonsentrasi keras membuat Transfigurasi dan Ramuanmu memenuhi syarat. Aku lihat Profesor Flitwick telah memberimu nilai antara "Acceptable" dan "Exceeds Expectations" selama dua tahun terakhir, jadi kemampuan Manteramu tampaknya memuaskan. Mengenai Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, nilai-nilaimu secara umum tinggi, Profesor Lupin secara khusus berpikir kamu -- apakah Anda yakin Anda tidak mau obat batuk, Dolores?" "Oh, tidak perlu, terima kasih, Minerva," Profesor Umbridge tersenyum simpul, walaupun dia baru saja terbatuk-batuk paling keras. "Aku hanya prihatin bahwa Anda belum mendapatkan nilai-nilai terakhir Harry dalam Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam di hadapan Anda. Aku sangat yakin aku sudah menyelipkan sebuah catatan." "Apa, benda ini?" kata Profesor McGonagall dengan nada berubah, ketika dia menarik sehelai perkamen merah jambu dari antara halaman-halaman di folder Harry. Dia memandangnya sekilas, alisnya sedikit terangkat, lalu meletakkannya kembali ke dalam folder tanpa komentar. "Ya, seperti yang kukatakan, Potter, Profesor Lupin berpikir kamu memperlihatkan bakat yang jelas untuk mata pelajaran itu, dan terang saja untuk seorang Auror -- " "Tidakkah Anda memahami catatanku, Minerva?" tanya Profesor Umbridge dengan nada semanis madu, lupa untuk batuk. "Tentu saja aku paham," kata Profesor McGonagall, gigi-giginya digertakkan begitu erat sehingga kata-kata yang keluar sedikit teredam. "Well, kalau begitu, aku bingung ... kutakut aku kurang mengerti bagaimana Anda bisa memberi Mr Potter harapan palsu bahwa -- " "Harapan palsu?" ulang Profesor McGonagall, masih menolak memandang Profesor Umbridge. "Dia telah mencapai nilai-nilai tinggi di dalam semua ujian Pertahanan Terhadap Ilmu Hitamnya -- " "Aku benar-benar menyesal harus membantah Anda, Minerva, tetapi seperti yang akan Anda lihat dari catatan saya, Harry mendapatkan hasil-hasil yang sangat buruk dalam kelasnya bersamaku -- " "Aku seharusnya membuat maksudku lebih jelas," kata Profesor McGonagall, akhirnya berpaling untuk memandang Umbridge langsung ke matanya. "Dia telah mencapai nilai-nilai tinggi di dalam semua ujian Pertahanan Terhadap Ilmu Hitamnya yang disusun oleh guru yang kompeten." Senyum Profesor Umbridge menghilang sama mendadaknya seperti bola lampu yang pecah. Dia duduk kembali ke kursinya, membalik satu halaman di papan jepitnya dan mulai mencoret-coret dengan sangat cepat, matanya yang menonjol bergulir dari sisi ke sisi. Profesor McGonagall berpaling kembali kepada Harry, lubang hidungnya yang tipis mengembang, matanya membara. "Ada pertanyaan, Potter?" "Ya," kata Harry. "Seperti apa uji karakter dan bakat yang dilakukan Kementerian, kalau seseorang mendapatkan cukup NEWT?" "Well, kamu akan perlu memperlihatkan kemampuan bereaksi dengan baik terhadap tekanan dan seterusnya," kata Profesor McGonagall, "ketahanan dan dedikasi, karena latihan Auror butuh tiga tahun lagi, tanpa menyebut keahlian yang sangat tinggi dalam Pertahanan praktis. Artinay banyak belajar lagi bahkan setelah kamu meninggalkan sekolah, jadi kecuali kamu siap untuk -- " "Aku kira kamu juga akan mendapati," kata Umbridge, suaranya sangat dingin sekarang, "bahwa Kementerian melihat ke dalam catatan mereka yang melamar untuk menjadi Auror. Catatan kriminal mereka." "-- kecuali kamu siap mengikuti lebih banyak ujian lagi setelah Hogwarts, kamu seharusnya benar-benar melihat ke yang lainnya -- " "Yang berarti bahwa bocah ini punya peluang menjadi seorang Auror sebanyak peluang Dumbledore kembali ke seolah ini." "Kesempatan yang sangat bagus, kalau begitu," kata Professor McGonagall. "Potter punya catatan kriminal," kata Umbridge keras-keras. "Potter telah dibebaskan dari semua tuduhan," kata McGonagall, bahkan lebih keras. Profesor Umbridge berdiri. Dia begitu pendek sehingga ini tidak membuat banyak perbedaan, tetapi tingkah lakunya yang cerewet dan tersenyum simpul telah digantikan dengan kemarahan keras yang membuat wajahnya yang lebar dan kendur tampak menyeramkan dengan aneh. "Potter tidak punya peluang apapun untuk menjadi Auror!" Profesor McGonagall bangkit juga, dan dalam kasusnya gerakannya lebih mengesankan; dia menjulang tinggi pada Profesor Umbridge. "Potter," dia berkata dengan nada nyaring, "Aku akan membantumu menjadi seorang Auror walaupun kalau itu hal terakhir yang kulakukan! Kalau aku harus melatihmu setiap malam, aku akan memastikan kamu mencapai hasil yang diperlukan!" "Menteri Sihir tidak akan pernah mempekerjakan Harry Potter!" kata Umbridge, suaranya meningkat dengan marah. "Mungkin sudah ada Menteri Sihir yang baru pada saat Potter siap bergabung!" teriak Profesor McGonagall. "Aha!" jerit Profesor Umbridge, sambil menunjuk sebuah jari gemuk pendek kepada McGonagall. "Ya! Ya, ya, ya! Tentu saja! Itulah yang Anda inginkan, bukan, Minerva McGonagall? Anda ingin Cornelius Fudge digantikan oleh Albus Dumbledore! Anda pikir Anda akan berada di tempatku, bukan: Menteri Muda Senior untuk Menteri Sihir dan Kepala Sekolah!" "Anda mengoceh," kata Profesor McGonagall, dengan sangat menghina. "Potter, itu akhir konsultasi karir kita." Harry mengayunkan tasnya melewati bahunya dan bergegas keluar dari ruangan, tidak berani memandang Profesor Umbridge. Dia bisa mendengarnya dan Profesor McGonagall terus berteriak satu sama lain sepanjang jalan kembali di koridor. Profesor Umbridge masih bernapas seolah-olah dia baru saja lomba lari saat dia berjalan ke dalam pelajaraan Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam mereka sore itu. "Aku harap kamu sudah berpikir lebih baik tentang apa yang sedang kamu rencanakan, Harry," Hermione berbisik, saat mereka telah membuka buku mereka ke "Bab Tiga Puluh Empat, Tanpa Pembalasan Dendam dan Negosiasi". "Umbridge kelihatannya sudah berada dalam suasana hati yang benar-benar buruk ... " Beberapa waktu sekali Umbridge melayangkan pandangan tajam kepada Harry, yang tetap menundukkan kepalanya, menatap ke Teori Sihir Pertahanan, matanya tidak fokus, sambil berpikir ... Dia bisa membayangkan reaksi Profesor McGonagall kalau dia tertangkap mencuri masuk ke dalam kantor Profesor Umbridge hanya beberapa jam setelah dia menjaminya ... tidak ada yang menghentikannya untuk kembali saja ke Menara Gryffindor dan berharap bahwa di suatu masa selama liburan musim panas berikutnya dia akan punya peluang untuk bertanya kepada Sirius tentang adegan yang telah disaksikannya di dalam Pensieve ... tak ada, kecuali bahwa pikiran mengambil langkah bijaksana ini membuatnya merasa seolah-olah sebuah beban timah telah jatuh ke dalam perutnya ... dan lalu ada masalah Fred dan George, yang pengalihannya sudah direncanakan, tanpa menyebut pisau yang telah diberikan Sirius kepadanya, yang sekarang berada di dalam tas sekolahnya bersama dengan Jubah Gaib tua ayahnya. Tetapi faktanya tetap bahwa kalau dia tertangkap ... "Dumbledore mengorbankan dirinya sendiri untuk mempertahankan kamu di sekolah, Harry!" bisik Hermione, sambil mengangkat bukunya untuk menyembunyikan wajahnya dari Umbridge. "Dan kalau kamu diusir hari ini semuanya akan sia-sia!" Dia bisa membatalkan rencana itu dan hanya belajar hidup dengan memori tentang apa yang telah dilakukan ayahnya di suatu hari musim panas lebih dari dua puluh tahun yang lalu ... Dan kemudian dia ingat Sirius di dalam api di atas dalam ruang duduk Gryffindor Kau lebih tidak mirip ayahmu dari yang kukira ... resiko yang akan membuatnya menyenangkan bagi James ... Tetapi apakah dia ingin menjadi mirip ayahnya lagi? "Harry, jangan lakukan, tolong jangan lakukan!" Hermione berkata dengan nada menderita ketika bel berdering di akhir pelajaran. Dia tidak menjawab, dia tidak tahu apa yang harus dilakukan. Ron tampaknya bertekad untuk tidak memberikan pendapatnya maupun nasehatnya; dia tidak mau memandang Harry, walaupun saat Hermione membuka mulutnya untuk mencoba membujuk Harry lagi, dia berkata dengan suara rendah, "Hentikan, OK? Dia bisa memutuskan sendiri." Jantung Harry berdebar sangat keras ketika dia meninggalkan ruangan kelas. Dia tengah berada di koridor di luar ketika dia mendengar suara pengalihan yang tidak salah lagi meledak di kejauhan. Ada jeritan dan pekik bergema dari suatu tempat di atas mereka, orang-orang yang sedang keluar dari ruang-ruang kelas di sekitar Harry berhenti di tempat dan memandang ke atas ke langit-langit dengan takut -- Umbridge menghambur keluar dari ruang kelasnya secepat kaki pendeknya bisa membawanya. Sambil menarik keluar tongkatnya, dia bergegas ke arah berlawanan: sekarang atau tidak sama sekali. "Harry -- tolong!" Hermione memohon dengan lemah. Tetapi dia telah memutuskan; sambil mengangkat tasnya lebih kokoh ke bahunya, dia mulai berlari, melewati murid-murid yang sekarang bergegas ke arah berlawanan untuk melihat tentang apa semua keributan di sayap timur. Harry mencapai koridor ke kantor Umbridge dan mendapatinya sepi. Sambil berlari di belakang sebuah baju zirah besar yang ketopongnya berderit berputar untuk mengamatinya, dia menarik tasnya membuka, meraih pisau Sirius dan mengenakan Jubah Gaib. Dia lalu berjalan lambat-lambat dan hati-hati keluar dari balik baju zirah itu dan menyusuri koridor sampai dia mencapai pintu Umbridge. Dia memasukkan bilah pisau sihir itu ke dalam celah di sekitar pintu dan menggerakkannya dengan lembut ke atas dan ke bawah, lalu menariknya. Ada bunyi klik kecil dan pintu berayun terbuka. Dia menunduk masuk ke dalam kantor itu, menutup pintunya cepat-cepat di belakangnya dan memandang berkeliling. Tak ada yang bergerak kecuali anak-anak kucing mengerikan yang masih berkeliaran di plakat-plakat di dinding di tas sapu-sapu yang disita. Harry melepaskan Jubahnya dan, sambil berjalan ke perapian, menemukan apa yang sedang dicarinya dalam beberapa detik: sebuah kotak kecil yang mengandung bubuk Floo yang berkilauan. Dia meringkuk di depan jerji kosong, tangannya gemetaran. Dia belum pernah melakukan ini sebelumnya, walaupun dia pikir dia tahu bagaimana kerjanya. Sambil mengulurkan kepalanya ke dalam perapian, dia mengambil sejumput besar bubuk itu dan menjatuhkannya ke atas batang-batang kayu yang ditumpuk rapi di bawahnya. Batang-batang kayu itu meledak seketika menjadi nyala api zamrud. "Nomor duabelas, Grimmauld Place!" Harry berkata dengan keras dan jelas. Itu adalah salah satu sensasi paling aneh yang pernah dialaminya. Dia pernah bepergian dengan bubuk Floo sebelumnya, tentu saja, tetapi saat itu seluruh tubuhnya yang berputar-putar di dalam nyala api melalui jaringan perapian penyihir yang terentang di negara itu. Kali ini, lututnya tetap kokoh di atas lantai dingin kantor Umbridge, dan hanya kepalanya yang menderu cepat di api zamrud itu ... Dan kemudian, sama mendadaknya seperti dimulainya, perputaran itu berhenti. Merasa agak mual dan seakan-akan dia memakai selendang yang amat panas di sekitar kepalanya, Harry membuka matanya untuk mendapati bahwa dia sedang memandang keluar dari perapian dapur pada meja kayu panjang, tempat seorang lelaki duduk membaca sepotong perkamen dengan tekun. "Sirius?" Lelaki itu terlompat dan memandang berkeliling. Bukan Sirius, melainkan Lupin. "Harry!"" dia berkata, tampak sangat terguncang. "Apa yang sedang kamu -- apa yang terjadi, apakah semuanya baik-baik saja?" "Yeah," kata Harry. "Aku hanya ingin tahu -- maksudku, aku hanya ingin -berbincang-bincang dengan Sirius." "Aku akan memanggilnya," kata Lupin sambil bangkit, masih tampak bingung, "dia naik ke atas untuk mencari Kreacher, tampaknya dia bersembunyi di loteng lagi ... " Dan Harry melihat Lupin bergegas keluar dari dapur. Sekarang dia ditinggalkan dengan tidak ada yang bisa dilihat kecuali kaki kursi dan meja. Dia bertanya-tanya kenapa Sirius belum pernah menyebutkan betapa sangat tidak nyamannya berbicara dari api; lututnya sudah berkeberatan dengan menyakitkan pada kontak yang lama dengan lantai batu keras Umbridge. Lupin kembali dengan Sirius di belakangnya beberapa saat kemudian. "Ada apa?" kata Sirius dengan mendesak, sambil meyapukan rambut gelap panjangnya keluar dari matanya dan turun ke depan api, sehingga dia dan Harry sama tinggi. Lupin berlutut juga, tampak sangat prihatin. "Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu butuh bantuan?" "Tidak," kata Harry, "tidak seperti itu ... aku cuma mau bicara ... tentang ayahku." Mereka saling bertukar pandangan sangat terkejut, tetapi Harry tidak punya waktu untuk merasa canggung atau malu; lututnya semakin sakit setiap detiknya dan dia menduga lima menit sudah berlalu dari permulaan pengalihan itu; George cuma menjamin dia dua puluh menit. Karena itu dia segera terbenam ke dalam cerita tentang apa yang telah dilihatnya di dalam Pensieve. Ketika dia sudah selesai, baik Sirius maupun Lupin tidak berbicara selama beberapa saat. Lalu Lupin berkata dengan pelan, "Aku tidak ingin kamu menilai ayahmu dari apa yang kamu lihat di sana, Harry. Dia baru berumur lima belas -- " "Aku lima belas tahun!" kata Harry dengan panas. "Lihat, Harry," kata Sirius menentramkan, "James dan Sirius saling benci dari saat mereka memandang satu sama lain, cuma salah satu hal seperti itu, kamu bisa mengerti itu, bukan? Kukira James adalah segala yang ingin Snape inginkan -- dia populer, dia pandai dalam Quidditch -- bagus dalam hampir semua hal. Dan Snape hanya orang aneh yang sangat gemar Ilmu Hitam, dan James -- apapun yang lain yang mungkin tampak bagimu, Harry -- selalu membenci Ilmu Hitam." "Yeah," kata Harry, "tapi dia menyerang Snape tanpa alasan yang baik, hanya karena -- well, hanya karena kau bilang kamu bosan," dia menyelesaikan, dengan sedikit nada minta maaf dalam suaranya. "Aku tidak bangga tentang itu," kata Sirius cepat-cepat. Lupin memandang ke samping kepada Sirius, lalu berkata, "Lihat, Harry, apa yang harus kamu mengerti adalah bahwa ayahmu dan Sirius adalah yang terbaik di sekolah apapun yang mereka kerjakan -- semua orang menganggap mereka sangat keren -kalau mereka kadang-kadang agak terbawa -- " "Kalau kami kadang-kadang jadi bajingan kecil yang arogan, maksudmu," kata Sirius. Lupin tersenyum. "Dia terus memberantakkan rambutnya," kata Harry dengan suara sedih. Sirius dan Lupin tertawa. "Aku lupa dia dulu melakukan itu," kata Sirius penuh kasih sayang. "Apakah dia bermain-main dengan Snitch?" kata Lupin dengan bersemangat. "Yeah," kata Harry sambil mengamati dengan tak mengerti ketika Sirius dan Lupin tersenyum mengenang. "Well ... kukira dia agak idiot." "Tentu saja dia agak idiot!" kata Sirius menguatkan, "kami semua idiot! Well --Moony tidak begitu," dia berkata dengan adil, sambil memandang Lupin. Tetapi Lupin menggelengkan kepalanya. "Pernahkah aku menyuruh kalian membiarkan Snape?" dia berkata. "Pernahkah aku punya keberanian memberitahu kalian aku berpikir kalian keterlaluan?" "Yeah, well," kata Sirius, "kamu membuat kami terkadang merasa malu pada diri kami sendiri ... itu sesuatu "Dan," kata Harry dengan keras kepala, bertekad untuk mengatakan semua hal yang berada dalam pikirannya sekarang setelah dia di sini, "dia terus memandangi gadis-gadis di tepi danau, berharap mereka mengamatinya!" "Oh, well, dia selalu bertingkah bodoh kapanpun Lily ada di dekat," kata Sirius sambil mengangkat bahu, "dia tidak bisa menghentikan dirinya sendiri pamer kapanpun berada di dekatnya." "Bagaimana dia bisa menikahinya?" Harry bertanya dengan sengsara. "Dia membencinya!" "Tidak, tidak begitu," kata Sirius. "Dia mulai keluar dengannya di tahun ketujuh," kata Lupin. "Setelah James mengempiskan kepalanya sedikit," kata Sirius. "Dan berhenti mengguna-gunai orang cuma demi kesenangan," kata Lupin. "Bahkan Snape?" kata Harry. "Well," kata Lupin lambat-lambat, "Snape itu kasus khusus. Maksudku, dia tidak pernah ketinggalkan kesempatan untuk mengutuk James jadi kamu tidak benar-benar bisa mengharap James menerima itu begitu saja, bukan?" "Dan ibuku menerima hal itu?" "Sejujurnya, dia tidak tahu terlalu banyak tentang hal itu," kata Sirius. "Maksudku, James tidak membawa Snape pada kencan-kencan bersamanya dan mengutuknya di depan dia, bukan?" Sirius merengut kepada Harry, yang masih tampak tidak yakin. "Lihat," dia berkata, "ayahmu adalah teman terbaik yang pernah kumiliki dan dia orang yang baik. Banyak orang menjadi idiot pada usia lima belas. Dia tumbuh meninggalkannya." "Yeah, OK," kata Harry dengan berat. "Aku hanya tidak pernah mengira aku akan merasa prihatin kepada Snape." "Sekarang setelah kamu sebut," kata Lupin, dengan lekuk lemah di antara alisnya, "bagaimana Snape bereaksi saat dia mendapati kamu melihat semua ini?" "Dia memberitahuku dia tidak akan pernah mengajariku Occlumency lagi," kata Harry tidak peduli, "seperti itu sebuah kekecewaan be-- " "Dia APA?" teriak Sirius, mengakibatkan Harry terlompat dan menghirup semulut penuh abu. "Apakah kamu serius, Harry?" kata Lupin cepat-cepat. "Dia berhenti memberikan kamu pelajaran?" "Yeah," kata Harry, terkejut pada apa yang dianggapnya reaksi berlebihan. "Tapi tidak apa-apa, aku tidak peduli, agak melegakan seju-- " "Aku akan pergi ke sana untuk berbicara kepada Snape!" kata Sirius penuh tenaga, dan dia benar-benar akan berdiri, tetapi Lupin merenggutnya turun lagi. "Kalau ada yang akan memberitahu Snape itu adalah aku!" dia berkata dengan tegas. "Tapi Harry, pertama-tama, kamu harus kembali kepada Snape dan memberitahunya bahwa dengan alasan apapun dia tidak boleh berhenti memberikan pelajaran kepadamu -- saat Dumbledore dengar -- " "Aku tidak bisa menyuruhnya seperti itu, dia akan membunuhku!" kata Harry, marah besar. "Kalian tidak melihatnya saat kami keluar dari Pensieve -- " "Harry, tidak ada yang begitu penting seperti kamu mempelajari Occlumency!" kata Lupin dengan keras. "Apakah kamu paham? Tidak ada!" "OK, OK," kata Harry, sepenuhnya tidak sabar, tanpa menyebut jengkel. "Aku akan ... aku akan mencoba mengatakan sesuatu kepadanya ... tetapi tidak akan --" Dia terdiam. Dia bisa mendengar langkah-langkah kaki di kejauhan. "Apakah itu Kreacher yang turun?" "Bukan," kata Sirius sambil memandang sekilas ke belakangnya. "Pastilah seseorang dari ujungmu." Jantung Harry melompati beberapa detakan. "Aku sebaiknya pergi!" dia berkata terburu-buru dan menarik kepalanya ke belakang keluar dari api Grimmauld Place. Selama beberapa saat kepalanya tampaknya berputar di atas bahunya, lalu dia mendapati dirinya berlutut di depan api Umbridge dan mengawasi nyala api zamrud itu berkelap-kelip dan mati. "Cepat, cepat!" dia mendengar sebuah suara mendesah bergumam tepat di luar pintu kantor. "Ah, dia meninggalkannya terbuka -- " Harry menukik mengambil Jubah Gaib dan baru berhasil menariknya menutupi dirinya sendiri ketika Filch mendadak masuk ke dalam kantor. Dia tampak benar-benar senang tentang sesuatu dan sedang berbicara kepada dirinya sendiri dengan terburu-buru selagi dia menyeberangi ruangan, menarik sebuah lagi di meja tulis Umbridge dan mulai menggeledah kertas-kertas di dalamnya. "Persetujuan untuk Mencambuk ... Persetujuan untuk Mencambuk ... aku bisa melakukannya akhirnya ... mereka patut mendapatkannya selama bertahun-tahun Dia menarik keluar sepotong perkamen, menciumnya, lalu berjalan dengan cepat kembali keluar dari pintu, sambil mencengkeramnya ke dadanya. Harry melompat bangkit dan, memastikan dia membawa tasnya dan bahwa Jubah Gaib sepenuhnya menutupi dia, dia merenggut membuka pintu kantor itu dan bergegas keluar dari kantor mengikuti Filch, yang sedang berjalan terpincang-pincang lebih cepat dari yang pernah dilihat Harry. Satu lantai di bawah kantor Umbridge, Harry berpikir sudah aman untuk menjadi tampak lagi. Dia menarik lepas Jubah itu, menjejalkannya ke dalam tasnya dan bergegas terus. Ada banyak teriakan dan pergerakan yang datang dari Aula Depan. Dia berlari menuruni tangga pualam dan mendapati apa yang tampak seperti sebagian besar isi sekolah berkumpul di sana. Persis seperti malam saat Trelawney dipecat. Murid-murid sedang berdiri mengitari dinding-dinding dalam lingkaran besar (beberapa di antara mereka, Harry perhatikan, tertutup dalam zat yang tampak sangat mirip dengan Getah Bau); guru-guru dan hantu-hantu juga ada dalam kerumunan itu. Yang tampak menonjol di antara para penonton adalah para anggota Regu Penyelidik, yang semuanya tampak luar biasa puas diri, dan Peeves, yang sedang melayang di atas kepala, memandang ke bawah kepada Fred dan George yang berdiri di tengah lantai dengan tampang tak salah lagi dua orang yang baru saja tersudutkan. "Jadi!" kata Umbridge penuh kemenangan. Harry menyadari dia sedang berdiri hanya beberapa anak tangga di depannya, sekali lagi memandang ke mangsanya. "Jadi -- kalian pikir lucu mengubah koridor sekolah menjadi rawa-rawa, begitu?" "Cukup lucu, yeah," kata Fred sambil memandang ke atas kepadanya tanpa tanda ketakutan terkecilpun. Filch menyikut mencari jalan lebih mendekat kepada Umbridge, hampir menangis karena bahagia. "Aku sudah dapat formulir itu, Kepala Sekolah," dia berkata dengan parau, sambil melambaikan potongan perkamen yang baru dilihat Harry diambilnya dari meja tulisnya. "Aku sudah dapat formulir itu dan aku punya cemeti yang sedang sedang menunggu ... oh, biarkan aku melakukannya sekarang "Sangat bagus, Argus," dia berkata. "Kalian berdua," dia melanjutkan sambil memandang kepada Fred dan George, "akan belajar apa yang terjadi kepada para pembuat keonaran di sekolahku." "Kau tahu apa?" kata Fred. "Kukira tidak." Dia berpaling kepada saudara kembarnya. "George," kata Fred, "kukira kita sudah terlalu tua untuk pendidikan penuh waktu." "Yeah, aku sendiri merasa begitu," kata George dengan ringan. "Waktunya menguji bakat kita di dunia nyata, bagaimana menurutmu?" tanya Fred. "Tentu saja," kata George. Dan sebelum Umbridge bisa mengucapkan sepatah kata, mereka mengangkat tongkat mereka dan berkata bersamaan. "Accio sapu!" Harry mendengar suara benturan keras di suatu tempat di kejauhan. Sambil memandang ke sebelah kirinya, dia menunduk tepat waktu. Sapu Fred dan George, salah satunya masih diekori rantai berat dan pasak besi yang Umbridge pasangkan ke dinding, sedang meluncur cepat di koridor menuju para pemilik mereka; sapu-sapu itu belok kiri, melintas menuruni tangga dan berhenti tepat di depan si kembar, rantainya bergemerincing dengan keras di atas lantai batu. "Kami tidak akan berjumpa Anda lagi," Fred memberitahu Profesor Umbridge, sambil mengayunkan kakinya melewati sapunya. "Yeah, tak usah repot terus berhubungan," kata George sambil menaiki sapunya sendiri. Fred memandang berkeliling kepada murid-murid yang berkumpul, kepada kerumunan yang diam dan menonton dengan seksama. "Kalau ada yang ingin membeli Rawa-Rawa Portabel, seperti yang diperlihatkan di atas, datang ke Diagon Alley nomor sembilan puluh tiga -- Weasley"s Wizarding Wheezes," dia berkata dengan suara keras. "Toko baru kami!" "Diskon khusus untuk murid-murid Hogwarts yang bersumpah mereka akan menggunakan produk-produk kami untuk menyingkirkan kelelawar tua ini," tambah George sambil menunjuk kepada Profesor Umbridge. "HENTIKAN MEREKA," pekik Umbridge, tetapi terlambat. Ketika Regu Penyelidik mendekat, Fred dan George lepas landas dari lantai, meluncur lima belas kaki ke udara, pasak besi itu berayun berbahaya di bawah. Fred memandang ke seberang aula kepada hantu jail yang sedang melayang setingkat dengannya di atas kerumunan. "Berikan kepadanya neraka dari kami, Peeves." Dan Peeves, yang Harry belum pernah lihat menerima perintah dari seorang murid sebelumnya, menyapukan topinya yang berlonceng dari kepalanya dan bangkit untuk memberi hormat selagi Fred dan George berputar menerima tepuk tangan bergemuruh dari murid-murid di bawah dan ngebut keluar dari pintu-pintu depan yang terbuka ke matahari terbenam yang agung. BAB TIGA PULUH Grawp Cerita terbangnya Fred dan George ke kebebasan diceritakan kembali begitu seringnya selama beberapa hari berikutnya sehingga Harry bisa tahu itu segera menjadi bahan untuk legenda Hogwarts: di dalam seminggu, bahkan mereka yang menjadi saksi mata setengah yakin mereka telah melihat si kembar menukik melepaskan bom kepada Umbridge dari atas sapu mereka dan melemparinya dengan Bom Kotoran sebelum meluncur keluar dari pintu-pintu. Segera setelah kepergian mereka ada gelombang besar perbincangan tentang meniru mereka. Harry sering mendengar murid-murid mengatakan hal-hal seperti, "Jujur saja suatu hari aku ingin melompat ke sapuku dan meninggalkan tempat ini," atau, "Satu pelajaran seperti itu lagi dan aku mungkin melakukan Weasley." Fred dan George telah memastikan tak seorangpun akan melupakan mereka terlalu segera. Untuk satu hal, mereka tidak meninggalkan instruksi bagaimana menghilangkan rawa-rawa yang sekarang memenuhi koridor di lantai lima di sayap timur. Umbridge dan Filch telah diamati mencoba cara-cara berbeda menghilangkannya tetapi tak berhasil. Akhirnya daerah itu diberi tali dan Filch, sambil menggertakkan gigi-giginya dengan marah, diberi tugas menyeberangkan murid-murid ke ruang-ruang kelas mereka. Harry yakin bahwa guru-guru seperti McGonagall atau Flitwick bisa saja menghilangkan rawa-rawa itu dalam sekejab tetapi, seperti kasus Api-Gila Desing-Keras Fred dan George, mereka tampaknya lebih suka menyaksikan Umbridge berjuang. Lalu ada dua lubang besar berbentuk sapu di pintu kantor Umbridge, tempat Sapu Bersih Fred dan George menghantamnya untuk bergabung kembali dengan tuan mereka. Filch memasang sebuah pintu baru dan memindahkan Firebolt Harry ke ruang bawah tanah di mana, menurut rumor, Umbridge menempatkan satu troll keamanan yang bersenjata untuk menjaganya. Akan tetapi, masalahnya jauh dari selesai. Terinspirasi oleh teladan Fred dan George, sejumlah besar murid sekarang berlomba-lomba mendapatkan posisi Ketua-Pembuat-Keonaran yang baru kosong. Walaupun ada pintu baru, seseorang berhasil menyelinapkan seekor Niffler bermoncong berbulu ke dalam kantor Umbridge, yang segera merobek-robek tempat itu dalam pencariannya atas benda-benda bersinar, melompat ke atas Umbridge pada saat dia masuk dan mencoba menggerogoti cincin-cincin dari jari-jarinya yang gemuk pendek. Bom Kotoran dan Peluru Baru dijatuhkan begitu seringnya di koridor-koridor sehingga menjadi gaya baru bagi murid-murid untuk melakukan Mantera Kepala Gelembung pada diri mereka sendiri sebelum meniggalkan pelajaran, yang menjamin mereka memiliki pasokan udara segar, walaupun memberi mereka semua penampilan aneh seperti mengenakan mangkok ikan mas terbalik di atas kepala mereka. Filch berpatroli di koridor-koridor dengan sebuah cemeti kuda siap di tangannya, putus asa untuk menangkap pembuat kesalahan, tetapi masalahnya adalah sekarang ada terlalu banyak sehingga dia tidak pernah tahu harus berpaling ke mana. Regu Penyelidik mencoba membantunya, tetapi hal-hal aneh terus terjadi kepada para anggotanya. Warrington dari tim Quidditch Slytherin melapor ke sayap rumah sakit dengan keluhan kulit mengerikan yang membuatnya terlihat seolah-olah dia dilapisi dengan serpih jagung; Pansy Parkinson, demi kesenangan Hermione, ketinggalan semua pelajarannya pada hari berikutnya karena dia tumbuh tanduk. Sementara itu, menjadi jelas berapa banyak Kotak Makanan Pembolos yang berhasil dijual Fred dan George sebelum meninggalkan Hogwarts. Umbridge cuma perlumemasuki ruang kelasnya agar murid-murid yang berkumpul di sana pingsan, muntah, mengalami demam berbahaya atau mengeluarkan darah dari kedua lubang hidung. Sambil berteriak karena marah dan frustrasi, dia mencoba menelusuri gejala-gejala misterius itu sampai ke sumbernya, tetapi murid-murid memberitahunya dengan keras kepala bahwa mereka menderita "Umbridge-itis". Setelah memasukkan empat kelas berturut-turut ke dalam detensi dan gagal menemukan rahasia mereka, dia terpaksa menyerah dan membiarkan murid-murid yang berdarah, pingsan, berkeringat dan muntah meninggalkan kelasnya dalam kumpulan-kumpulan. Tetapi bahkan para pemakai Kotak Makanan tidak bisa bersaing dengan tuan kekacauan, Peeves, yang tampaknya telah mengambil kata-kata perpisahan Fred jauh di dalam hati. Sambil terkekeh gila, dia membumbung di sekolah, membalikkan meja-meja, keluar dari papan-papan tulis, menjatuhkan patung-patung dan vas-vas; dua kali dia mengunci Mrs Norris di dalam sebuah baju zirah, dari mana dia diselamatkan, sambil melolong keras-keras, oleh penjaga sekolah yang marah besar. Peeves membanting lentera-lentera dan memadamkan lilin-lilin, melempar-lemparkan obor-obor menyala di atas kepala murid-murid yang menjerit, menyebabkan gundukan perkamen yang ditumpuk rapi jatuh ke dalam api atau keluar dari jendela; membanjiri lantai kedua saat dia menarik lepas semua keran di kamar mandi, menjatuhkan sekantong tarantula di tengah Aula Besar pada waktu makan pagi dan, kapanpun dia ingin beristirahat, menghabiskan waktu berjam-jam melayang-layang mengikuti Umbridge dan meleletkan lidah keras-keras setiap kali dia berbicara. Tak seorangpun dari staf kecuali Filch yang kelihatan menyibukkan diri membantunya. Bahkan, seminggu setelah kepergian Fred dan George Harry menyaksikan Profesor McGonagall berjalan tepat melewati Peeves, yang sedang bertekad mengendurkan sebuah kandil kristal, dan bisa bersumpah dia mendengarnya memberitahu hantu jail itu dari sudut mulutnya, "Lepasnya dari sisi yang lain." Untuk mengakhiri masalah, Montague masih belum sembuh dari persinggahannya di toilet; dia tetap bingung dan kehilangan arah dan orang tuanya terlihat suatu Selasa pagi berjalan ke jalan kereta depan sekolah, tampak sangat marah. "Haruskah kita bilang sesuatu?" kata Hermione dengan suara kuatir, sambil menekankan pipinya pada jendela Jimat dan Guna-Guna sehingga dia bisa melihat Mr dan Mrs Montague berjalan cepat-cepat ke dalam. "Tentang apa yang terjadi kepadanya? Kalau-kalau bisa membantuk Madam Pomfrey menyembuhkannya?" "Tentu saja tidak, dia akan sembuh," kata Ron tidak peduli. "Lagipula, semakin banyak masalah bagi Umbridge, bukan?" kata Harry dengan suara puas. Dia dan Ron mengetuk cangkir-cangkir teh yang seharusnya mereka sihir dengan tongkat mereka. Cangkir Harry tumbuh empat kaki yang sangat pendek yang tidak bisa mencapai meja dan menggeliat tanpa guna di tengah udara. Cangkir Ron tumbuh empat kaki panjang yang sangat kurus yang mengangkat cangkir itu dari meja dengan kesulitan besar, bergetar selama beberapa detik, lalu melipat, menyebabkan cangkir itu retak menjadi dua. "Reparo," kata Hermione cepat, memperbaiki cangkir Ron dengan satu lambaian tongkatnya. "Itu semua sangat baik, tapi bagaimana kalau Montague cedera permanen?" "Siapa yang peduli?" kata Ron dengan kesal, sementara cangkir tehnya berdiri seperti mabuk lagi, bergetar keras di bagian lutut. "Montague seharusnya tidak mencoba mengambil semua poin itu dari Gryffindor, bukan? Kalau kamu mau menguatirkan seseorang, Hermione, kuatirkan aku!" "Kamu?" dia berkata, sambil menangkap cangkir tehnya ketika benda itu berlari-lari dengan gembira menyeberangi meja dengan empat kaki kecil yang kokoh dan berpola dedalu, serta menempatkannya kembali ke hadapannya. "Kenapa aku harus mengkhawatirkan kamu?" "Saat surat Mum yang berikutnya akhirnya lewati proses penyaringan Umbridge," kata Ron dengan getir, sekarang memegang cangkirnya sementara kaki-kaki rapuh cangkir itu mencoba menyokong beratnya dengan lemah, "Aku akan berada dalam masalah besar. Aku tidak akan terkejut kalau dia mengirim Howler lagi." "Tapi -- " "Akan jadi salahku Fred dan George pergi, kau tunggu saja," kata Ron dengan murung. "Dia akan bilang aku seharusnya mencegah mereka pergi, aku seharusnya menangkap ujung sapu mereka dan bergantung atau apapun ... yeah, akan jadi salahku." "Well, kalau dia memang mengatakannya itu sangat tidak adil, kamu tidak bisa melakukan apapun! Tapi aku yakin dia tidak akan berbuat begitu, maksudku, kalau benar mereka sudah punya toko di Diagon Alley, mereka pasti sudah merencanakan ini sejak lama." "Yeah, tapi itu hal lain, bagaimana mereka bisa punya toko?" kata Ron, sambil menghantam cangkirnya begitu keras dengan tongkatnya sehingga kaki-kakinya roboh lagi dan cangkir itu tergeletak sambil berkedut di depannya. "Agak mencurigakan, bukan? Mereka akan butuh banyak Galleon agar bisa membiayai sewa sebuah tempat di Diagon Alley. Dia akan mau tahu apa yang telah mereka lakukan, agar memiliki emas semacam itu." "Well, ya, itu terpikir olehku juga," kata Hermione, sambil membiarkan cangkir tehnya berlari kecil dalam bentuk lingkaran-lingkaran kecil yang rapi mengitari cangkir Harry, yang kaki-kaki kecil gemuk pendeknya masih tidak mampu menyentuh permukaan meja, "Aku sudah bertanya-tanya apakah Mundungus membujuk mereka untuk menjual barang-barang curian atau sesuatu yang buruk." "Dia tidak melakukannya," kata Harry. "Bagaimana kamu tahu?" kata Ron dan Hermione bersamaan. "Karena -- " Harry bimbang, tetapi saat pengakuan akhirnya sudah tiba. Tak ada kebaikan yang bisa didapat dengan berdiam diri kalau itu berarti siapapun mencurigai bahwa Fred dan George adalah kriminal. "Karena mereka dapat emas itu dari aku. Aku memberikan kepada mereka hasil kemenangan Triwizardku Juni lalu." Ada keheningan akibat guncangan, lalu cangkir teh Hermione berlari kecil tepat ke tepi meja dan terbanting ke atas lantai. "Oh, Harry, kau tidak melakukannya!" dia berkata. "Ya, memang," kata Harry memberontak. "Dan aku juga tidak menyesalinya. Aku tidak butuh emas itu dan mereka akan pandai menjalankan sebuah toko lelucon." "Tapi ini bagus sekali!" kata Ron, terlihat tergetar. "Semua salahmu, Harry -- Mum tidak bisa menyalahkanku sama sekali! Bolehkah kuberitahu dia?" "Yeah, kurasa sebaiknya begitu," kata Harry dengan hampa, "terutama kalau dia mengira mereka menerima kuali-kuali curian atau sesuatu." Hermione tidak berkata apa-apa selama sisa pelajaran itu, tetapi Harry punya kecurigaan cerdas bahwa pertahanan dirinya akan retak sebelum waktu yang lama. Jelas saja, begitu mereka meninggalkan kastil untuk istirahat dan sedang berdiri di sinar matahari bulan Mei yang lemah, dia memandang Harry dengan mata berkaca-kaca dan membuka mulutnya dengan hawa penuh tekad. Harry menyelanya sebelum dia bahkan mulai. "Tidak ada gunanya mengomeli aku, sudah terjadi," dia berkata dengan tegas. "Fred dan George sudah dapat emasnya -- menghabiskan banyak bagiannya juga, dari kedengarannya -- dan aku tidak bisa mengambilnya kembali dari mereka dan aku tidak mau. Jadi simpan napasmu, Hermione. "Aku tidak akan mengatakan apa-apa tentang Fred dan George!" dia berkata dengan suara terluka. Ron mendengus tidak percaya dan Hermione memandangnya dengan sangat tidak senang. "Tidak, memang tidak!" dia berkata dengan marah. "Nyatanya, aku akan bertanya kepada Harry kapan dia akan kembali menemui Snape dan meminta pelajaran Occlumency lagi!" Hati Harry merosot. Setelah mereka membahas habis kepergian dramatis Fred dan George, yang diakui makan waktu berjam-jam, Ron dan Hermione ingin mendengar kabar dari Sirius. Karena Harry tidak menceritakan kepada mereka alasan dia ingin berbicara kepada Sirius dari awalnya, sulit memikirkan apa yang harus diceritakan kepada mereka; akhirnya dia berkata, dengan sejujurnya, bahwa Sirius ingin Harry meneruskan pelajaran-pelajaran Occlumency lagi. Dia telah menyesali ini sejak saat itu; Hermione tidak mau membiarkan subyek itu dan terus kembali kepadanya pada saat yang paling tidak diharapkan Harry. "Kamu tidak bisa memberitahuku kamu sudah berhenti mendapatkan mimpi-mimpi aneh," Hermione berkata sekarang, "karena Ron bilang kepadaku kamu bergumam dalam tidurmu lagi tadi malam." Harry memberi Ron pandangan marah. Ron punya rasa hormat untuk terlihat malu pada dirinya sendiri. "Kau cuma bergumam sedikit," dia komat-kamit dengan nada minta maaf. "Sesuatu tentang "sedikit lagi"." "Aku mimpi aku sedang menonton kalian main Quidditch," Harry berbohong dengan kejam. "Aku sedang mencoba membuatmu merentangkan tangan sedikit lebih jauh lagi untuk meraih Quaffle." Telinga Ron menjadi merah. Harry merasakan semacam kesenangan balas dendam; tentu saja dia tidak memimpikan sesuatu semacam itu. Tadi malam, dia sekali lagi melakukan perjalanan di koridor Departemen Misteri. Dia telah melalui ruangan melingkar itu, lalu ruangan yang penuh bunyi klik dan lampu menari-nari, sampai dia mendapati dirinya sendiri lagi-lagi berada di dalam ruangan besar yang penuh dengan rak-rak yang di atasnya terletak bola-bola kaca berdebu. Dia telah bergegas terus menuju baris sembilan puluh tujuh, belok kiri dan berlari menyusurinya ... mungkin saat itu dia berbicara keras-keras ... sedikit lagi ... karena dia merasa dirinya yang sadar berjuang untuk bangun ... dan sebelum dia mencapai ujung barisan, dia mendapati dirinya sendiri berbaring di tempat tidur lagi, memandang ke atas ke kanopi tiang empatnya. "Kamu memang berusaha menghalangi pikiranmu, bukan?" kata Hermione, sambil memandang Harry dengan mata bermanik-manik. "Kamu terus melakukan Occlumencymu?" "Tentu saja," kata Harry, mencoba terdengar seolah-olah pertanyaan ini menghina, tetapi tidak memandang matanya. Sebenarnya dia sangat ingin tahu tentang apa yang tersembunyi di ruangan yang penuh dengan bola-bola berdebu itu, sehingga dia ingin sekali mimpi-mimpi itu berlanjut. Masalahnya adalah kurang dari sebulan lagi ujian tiba dan setiap waktu luang dicurahkan untuk mengulang pelajaran, pikirannya sepertinya begitu jenuh akan informasi saat dia pergi tidur sehingga dia mendapati sangat sulit untuk tidur sama sekali; dan saat tertidur, otaknya yang bekerja terlalu keras menghadiahkannya kebanyakan waktu dengan mimpi-mimpi bodoh tentang ujian. Dia juga mencurigai bahwa bagian itu dari pikirannya -- bagian yang sering berbicara dengan suara Hermione -- sekarang merasa bersalah berkeliaran di koridor yang berakhir pada pintu hitam itu, dan mencoba membangunkannya sebelum dia bisa mencapai akhir perjalanan. "Kau tahu," kata Ron, yang telinganya masih merah menyala, "kalau Montague tidak sembuh sebelum Slytherin main dengan Hufflepuff, kita mungkin punya peluang memenangkan Piala." "Yeah, kurasa begitu," kata Harry, senang dengan perubahan subyek. "Maksudku, kita sudah menang sekali, kalah sekali -- kalau Slytherin kalah dari Hufflepuff Sabtu besok --" "Yeah, itu benar," kata Harry, tidak tahu lagi apa yang sedang disetujuinya. Cho Chang baru saja berjalan menyeberangi halaman, bertekad tidak memandangnya. * Pertandingan akhir musim Quidditch, Gryffindor lawan Ravenclaw, akan berlangsung pada akhir pekan terakhir di bulan Mei. Walaupun Slytherin telah dikalahkan dengan selisih angka sedikit oleh Hufflepuff pada pertandingan terakhir mereka, anak-anak Gryffindor tidak berani mengharapkan kemenangan, terutama karena (walaupun tentu saja tak seorangpun mengatakannya kepadanya) catatan penyelamatan gol Ron yang bukan main. Namun, dia tampaknya telah menemukan optimisme baru. "Maksudku, aku tidak bisa lebih parah lagi, bukan?" dia memberitahu Harry dan Hermione dengan murung lewat makan pagi di pagi hari pertandingan itu. "Tak ada ruginya, bukan?" "Kau tahu," kata Hermione, ketika dia dan Harry berjalan ke lapangan beberapa waktu kemudian di tengah kerumunan yang sangat bersemangat, "kukira Ron mungkin lebih baik tanpa Fred dan George di sekitarnya. Mereka tidak pernah benar-benar memberinya banyak kepercayaan diri." Luna Lovegood menyusul mereka dengan apa yang tampak seperti seekor elang hidup bertengger di atas kepalanya. "Oh, ampun, aku lupa!" kata Hermione sambil mengamati elang itu mengepak-ngepakkan sayapnya selagi Luna berjalan dengan tenang melewati sekumpulan anak-anak Slytherin yang terkekeh-kekeh dan menunjuk-nunjuk. "Cho akan main, bukan?" Harry, yang belum melupakan ini, hanya menggerutu setuju. Mereka menemukan tempat duduk di barisan paling atas tribun-tribun itu. Hari itu cerah dan menyenangkan, Ron tidak bisa mengharapkan yang lebih baik, dan Harry mendapati dirinya sendiri berharap walaupun hanya ada kemungkinan kecil bahwa Ron tidak akan memberikan anak-anak Slytherin alasan untuk bernyanyi "Weasley adalah Raja kami" lagi. Lee Jordan, yang sangat kehilangan semangat sejak Fred dan George pergi, sedang memberi komentar seperti biasa. Ketika tim-tim itu meluncur keluar ke lapangan dia menyebut para pemain dengan semangat yang kurang dari biasanya. Bradley ... Davies ... Chang," katanya, dan Harry merasakan perutnya melakukan, tidak seperti salto ke belakang, lebih mirip gerakan lemah tiba-tiba saat Cho berjalan keluar ke lapangan, rambut hitamnya yang berkilau berkibas dalam angin sepoi-sepoi. Dia tidak yakin lagi apa yang dia inginkan terjadi, kecuali bahwa dia tidak bisa tahan lebih banyak pertengkaran lagi. Bahkan melihatnya berbincang-bincang dengan asyik kepada Roger Davies ketika mereka bersiap-siap menaiki sapu mereka hanya mengakibatkan sedikit kecemburuan baginya. "Dan mereka berangkat!" kata Lee. "Dan Davies segera mengambil Quaffle, Kapten Ravenclaw Davies dengan Quaffle, dia mengelak dari Johnson, dia mengelak dari Bell, dia juga mengelak dari Spinnet ... dia langsung menuju gawang! Dia akan menembak -- dan -- dan -- " Lee menyumpah-nyumpah dengan sangat keras. "Dan dia mencetak nilai." Harry dan Hermione mengerang dengan anak-anak Gryffindor yang lain. Bisa diramalkan, mengerikannya, anak-anak Slytherin di sisi lain tribun itu mulai bernyanyi: "Weasley tak bisa menyelamatkan apapun. Dia tak bisa memblokir sebuah gawang "Harry," kata sebuah suara parau di telinga Harry. "Hermione Harry memandang berkeliling dan melihat wajah besar berjenggot Hagrid muncul di antara tempat-tempat duduk. Tampaknya, dia telah menyelinap di sepanjang barisan di belakang, karena anak-anak kelas satu dan kelas dua yang baru saja dilewatinya memiliki tampang kusut dan gepeng. Untuk alasan-alasan tertentu, Hagrid membungkuk rendah seolah-olah khawatir tidak ingin terlihat, walaupun dia masih setidaknya empat kaki lebih tinggi daripada semua orang yang lainnya. "Dengar," dia berbisik, "bisakah kalian ikut bersamaku? Sekarang? Selagi semua orang menonton pertandingan?" "Er ... tak bisakah menunggu, Hagrid?" tanya Harry. "Sampai pertandingan usai?" "Tidak," kata Hagrid. "Tidak, Harry, harus sekarang ... selagi semua orang melihat ke arah yang lain ... tolong?" Hidung Hagrid meneteskan darah dengan lembut. Kedua matanya menghitam. Harry belum pernah melihatnya sedekat ini sejak dia kembali ke sekolah; dia tampak benar-benar sedih. "Tentu," kata Harry seketika, "tentu kami akan ikut." Dia dan Hermione berjalan menyamping di barisan tempat duduk mereka, menyebabkan banyak gerutuan di antara murid-murid yang harus berdiri untuk mereka. Orang-orang di baris Hagrid tidak mengeluh, hanya mencoba membuat diri mereka sekecil mungkin. "Aku hargai ini, kalian berdua, benar-benar kuhargai," kata Hagrid ketika mereka mencapai tangga. Dia terus memandang berkeliling dengan gugup ketika mereka turun ke halaman di bawah. "Aku cuma harap dia tidak perhatikan kita pergi." "Maksudmu Umbridge?" kata Harry. "Tidak akan, dia punya seluruh Regu Penyelidik duduk bersamanya, tidakkah kau lihat? Dia pasti menduga akan ada masalah di pertandingan." "Yeah, well, sedikit masalah tidak akan merugikan," kata Hagrid, sambil berhenti sejenak untuk mengintip ke sekitar tepi tribun untuk memastikan bentangan halaman di antara tempat itu dan kabinnya sepi. "Beri kita lebih banyak waktu." "Ada apa, Hagrid?" kata Hermione, sambil memandang ke atas kepadanya dengan ekspresi kuatir di wajahnya selagi mereka bergegas menyeberangi rumput menuju tepi Hutan Terlarang. "Kalian -- kalian akan lihat bentar lagi," kata Hagrid, sambil memandang lewat bahunya ketika gemuruh besar timbul dari tribun di belakang mereka. "Hei -- apakah seseorang baru saja mencetak nilai?" "Pastilah Ravenclaw," kata Harry dengan berat. "Bagus ... bagus kata Hagrid tanpa perhatian. "Itu bagus Mereka harus berlari-lari kecil untuk mengikutinya ketika dia berjalan menyeberangi halaman, sambil memandang berkeliling dengan setiap langkahnya. Saat mereka mencapai kabinnya, Hermione berbelok dengan otomatis ke kiri menuju pintu depan. Namun, Hagrid berjalan lurus melewatinya ke dalam bayang-bayang pepohonan di bagian paling tepi Hutan, tempat dia memungut sebuah busur silang yang tersandar ke sebuah pohon. Saat dia menyadari mereka tidak lagi bersamanya, dia berpaling. "Kita akan masuk ke sini," katanya sambil menggoyangkan kepalanya yang berewokan ke belakang. "Ke dalam Hutan?" kata Hermione, bingung. "Yeah," kata Hagrid. "Ayolah sekarang, cepat, sebelum kita terlihat!" Harry dan Hermione saling berpandangan, lalu menunduk ke naungan pepohonan di belakang Hagrid, yang sudah berjalan menjauh dari mereka ke dalam tempat gelap yang hijau, busur silangnya di lengannya. Harry dan Hermione berlari untuk mengejarnya. "Hagrid, kenapa kamu bersenjata?" kata Harry. "Cuma jaga-jaga," kata Hagrid sambil mengangkat bahunya yang besar. "Kamu tidak membawa busur silangmu hari ketika kamu memperlihatkan Thestral kepada kami," kata Hermione takut-takut. "Tidak, well, kita tidak pergi begitu jauh ke dalam waktu itu," kata Hagrid. "Dan lagipula, itu sebelum Firenze meninggalkan Hutan, bukan?" "Kenapa kepergian Firenze membuat perbedaan?" tanya Hermione ingin tahu. "Kar"na centaur-centaur lain marah kepadaku, itu sebabnya," kata Hagrid pelan, sambil memandang sekilas ke sekitar. "Mereka dulu -- well, kau tak bisa sebut mereka ramah -- tapi kita baik-baik saja. Tak suka bergaul, tapi selalu muncul kalau aku mau bicara. Tidak lagi." Dia menghela napas dalam-dalam. "Firenze bilang mereka marah karena dia pergi bekerja untuk Dumbledore," Harry berkata, sambil tersandung sebuah akar yang menonjol karena dia sibuk mengamati raut muka Hagrid. "Yeah," kata Hagrid dengan berat. "Well, marah tidak cocok. Benar-benar ngamuk. Kalau aku tidak ikut campur, mereka pasti sudah tendang Firenze sampai mati -- " "Mereka menyerang dia?" kata Hermione, terdengar terguncang. "Yep," kata Hagrid kasar, sambil memaksakan jalan melalui beberapa ranting yang tergantung rendah. "Setengah kawanannya di atasnya." "Dan kamu menghentikannya?" kata Harry, terkejut dan terkesan. "Sendirian?" "Tentu saja, tak bisa diam dan menonton mereka bunuh dia, bukan?" kata Hagrid. "Beruntung aku sedang lewat, benar-benar ... dan aku pikir Firenze mungkin ingat itu sebelum dia mulai mengirimi aku peringatan bodoh!" dia menambahkan dengan panas dan tak terduga. Harry dan Hermione saling berpandangan, terkejut, tetapi Hagrid yang sedang merengut, tidak bicara panjang lebar. "Ngomong-ngomong," katanya, sambil bernapas sedikit lebih berat daripada biasa, "sejak saat itu para centaur yang lain marah besar kepadaku, dan masalahnya adalah mereka punya banyak pengaruh di dalam Hutan ... makhluk terpintar di sini." "Dan itukah sebabnya kita di sini, Hagrid?" tanya Hermione. "Para centaur?" "Ah, tidak," kata Hagrid sambil menggelengkan kepalanya tak karuan, "tidak, bukan mereka. Well, tentu saja, mereka bisa memperumit masalah, yeah ... tapi kalian akan lihat apa yang kumaksud sebentar lagi." Dengan nota yang tak bisa dimengerti ini dia terdiam dan maju ke depan sedikit, mengambil satu langkah setiap tiga langkah mereka, sehingga mereka mengalami kesulitan besar mengikutinya. Jalan setapak semakin ditumbuhi rumput-rumput dan pohon-pohon tumbuh begitu berdekatan ketika mereka berjalan semakin jauh ke dalam Hutan sehingga tempat itu gelap seperti senja hari. Mereka segera sudah jauh melewati tempat terbuka tempat Hagrid memperlihatkan Thestral kepada mereka, tetapi Harry tidak merasakan tidak tenang sampai Hagrid melangkah tanpa terduga ke luar jalan setapak dan mulai pergi melewati pohon-pohon menuju jantung Hutan yang gelap. "Hagrid!" kata Harry, sambil berjuang melalui duri-duri yang terkait rapat, yang telah Hagrid langkahi dengan mudah, dan ingat dengan jelas apa yang terjadi kepadanya pada kesempatan lain dia melangkah keluar dari jalan setapak Hutan. "Ke mana kita akan pergi?" "Dikit lagi," kata Hagrid melewati bahunya. "Ayo, Harry ... kita harus terus bersama sekarang." Merupakan perjuangan berat untuk mengikuti Hagrid, dengan ranting-ranting dan semak belukar penuh duri yang Harry lewati dengan mudah seolah-olah itu sarang laba-laba, tetapi merobek jubah Harry dan Hermione, sering menjerat mereka dengan begitu parah sehingga mereka harus berhenti beberapa menit untuk membebaskan diri sendiri. Lengan dan kaki Harry segera tertutup dengan luka sayat dan luka gores kecil. Mereka begitu dalam di Hutan sekarang sehingga kadang-kadang Harry hanya bisa melihat Hagrid di kegelapan sebagai bentuk gelap besar di depannya. Suara apapun sepertinya mengancam dalam keheningan teredam itu. Patahnya ranting menggema keras dan desir pergerakan terkecil, walaupun mungkin dibuat oleh seekor burung pipit yang tidak bersalah, menyebabkan Harry mengintip ke kegelapan mencari pelakunya. Terpikir olehnya bahwa dia belum pernah sampai sejauh ini ke dalam Hutan tanpa bertemu sejenis makhluk; ketidakhadiran mereka dianggapnya agak kurang menyenangkan. "Hagrid, bolehkah kami menyalakan tongkat kami?" kata Hermione pelan. "Er ... baiklah," Hagrid berbisik kembali. "Nyatanya --" Dia berhenti tiba-tiba dan berpaling: Hermione berjalan tepat kepadanya dan terhantam jatuh ke belakang. Harry menangkapnya tepat sebelum dia mengenai dasar Hutan. "Mungkin kita sebaiknya berhenti sejenak, jadi aku bisa ... memberi keterangan kepada kalian," kata Hagrid. "Sebelum kita pergi ke sana." "Bagus!" kata Hermione, ketika Harry membantunya berdiri kembali. Mereka berdua bergumam "Lumos!" dan ujung-ujung tongkat mereka menyala. Wajah Hagrid melayang dalam kegelapan dengan cahaya dua sinar yang berkelap-kelip dan Harry melihat lagi bahwa dia tampak gugup dan sedih. "Benar," kata Hagrid. "Well ... lihat ... masalahnya adalah Dia mengambil napas dalam-dalam. "Well, ada peluang bagus aku akan dipecat setiap saat," dia berkata. Harry dan Hermione saling berpandangan satu sama lain, lalu kembali kepadanya. "Tapi kamu sudah bertahan selama ini -- " Hermione berkata mencoba-coba. "Apa yang membuatmu mengira -- " "Umbridge menganggap aku yang meletakkan Niffler itu di kantornya." "Dan benarkah?" kata Harry, sebelum dia bisa menghentikan dirinya sendiri. "Tidak, tentu saja bukan!" kata Hagrid tidak senang. "Cuma sesuatu yang berhubungan dengan satwa gaib dan dia pikir ada kaitannya denganku. Kalian tahu dia sudah mencari-cari kesempatan menyingkirkanku sejak aku kembali. Aku tidak mau pergi, tentu saja, tapi kalau bukan karena ... well ... keadaan khusus yang akan kujelaskan kepada kalian, aku akan pergi sekarang juga, sebelum dia punya peluang melakukannya di depan seluruh sekolah, seperti yang dilakukannya dengan Trelawney." Harry dan Hermione keduanya membuat suara protes, tetapi Hagrid mengesampingkan mereka dengan satu lambaian salah satu tangannya yang besar. "Bukan akhir dunia, aku akan bisa membantu Dumbledore begitu aku keluar dari sini, aku bisa berguna bagi Order. Dan kalian semua punya Grubbly-Plank, kalian -kalian akan lewat ujian dengan baik ... " Suaranya bergetar dan pecah. "Jangan kuatirkan aku," dia berkata buru-buru, ketika Hermione bergerak akan menepuk lengannya. Dia menarik sapu tangan berbintiknya yang besar dari kantong mantelnya dan menyeka matanya dengan itu. "Lihat,a ku tidak akan memberitahu kalian semua ini sama sekali kalau tidak harus. Ngerti, kalau aku pergi ... well, aku tak bisa pergi tanpa ... tanpa beritahu seseorang ... karena aku -- aku akan butuh kalian berdua membantuku. Dan Ron, kalau dia bersedia." "Tentu saja kami akan membantumu," kata Harry seketika. "Apa yang kamu ingin kami lakukan?" Hagrid mendengus keras dan menepuk bahu Harry tanpa bicara dengan kekuatan sedemikian rupa sehingga Harry terjatuh ke samping ke sebuah pohon. "Aku tahu kalian akan bilang ya," kata Hagrid ke dalam sapu tangannya, "tapi aku takkan ... pernah ... lupa ... well ... ayo ... sedikit lebih jauh lagi lewat sini ... perhatikan diri kalian, sekarang, itu ada jelatang ... " Mereka berjalan dalam keheningan selama lima belas menit lagi; Harry telah membuka mulutnya untuk bertanya berapa jauh lagi mereka akan pergi saat Hagrid melemparkan lengan kanannya untuk memberi tanda bahwa mereka harus berhenti. "Benar-benar mudah," dia berkata dengan lembut. "Sangat tenang, sekarang Mereka berjalan lambat-lambat maju dan Harry melihat bahwa mereka sedang menghadapi sebuah gundukan tanah yang besar hampir setinggi Hagrid sehingga dia berpikir, dengan sentakan ketakutan, pastilah sarang binatang besar. Pohon-pohon telah direnggut dari akarnya di sekitar gundukan itu, sehingga terletak pada petak tanah kosong yang dikelilingi dengan tumpukan batang dan cabang pohon yang membentuk semacam pagar barikade, di belakangnya Harry, Hermione dan Hagrid sekarang berdiri. "Sedang tidur," bisik Hagrid. Benar juga, Harry bisa mendengar deru berirama dari kejauhan yang kedengaran seperti sepasang paru-paur besar sedang bekerja. Dia memandang sekilas ke samping kepada Hermione, yang sedang menatap gundukan itu dengan mulut sedikit terbuka. Dia tampak benar-benar ketakutan. "Hagrid," Hermione berkata dalam bisikan yang hampir tidak terdengar melewati suara makhluk yang sedang tidur itu, "siapa dia?" Harry merasa ini pertanyaan yang ganjil ... "Apa itu?" adalah yang direncanakannya ingin ditanyakannya. "Hagrid, kau bilang kepada kami -- " kata Hermione, tongkatnya sekarang bergetar di tangannya, "kau bilang pada kami tak satupun dari mereka ingin datang!" Harry memandang darinya kepada Hagrid dan kemudian, ketika dia menyadarinya, dia memandang kembali ke gundukan itu dengan tarikan napas kecil penuh kengerian. Gundukan tanah itu, yang bisa saja dia, Hermione dan Hagrid berdiri di atasnya dengan mudah, sedang bergerak lambat-lamba naik-turun sejalan dengan napas dalam mendengkur. Itu bukan gundukan sama sekali. Itu adalah punggung menikung dari apa yang jelas-jelas -- "Well -- tidak -- dia tidak mau datang," kata Hagrid, terdengar putus asa. "Tapi aku harus membawanya, Hermione, aku harus!" "Tapi kenapa?" tanya Hermione, yang terdengar seolah-olah dia ingin menangis. "Kenapa -- apa -- oh, Hagrid!" "Aku tahu kalau aku membawanya kembali," kata Hagrid, dia sendiri terdengar hampir menangis, "dan -- dan mengajarinya beberapa tata krama -- aku akan bisa membawanya keluar dan perlihatkan pada semua orang dia tak berbahaya!" "Tak berbahaya!" kata Hermione dengan melengking, dan Hagrid membuat suara menyuruh diam dengan kalut menggunakan tangannya ketika makhluk besar di hadapan mereka mendengkur keras-keras dan bergeser dalam tidurnya. "Dia sudah melukaimu sepanjang waktu ini, bukan? Itu sebabnya kamu mendapatkan semua luka ini!" "Dia tidak tahu kekuatannya sendiri!" kata Hagrid dengan bersungguh-sungguh. "Dan dia semakin baik, dia tidak terlalu melawan lagi -- " "Jadi, ini sebabnya kamu butuh dua bulan untuk pulang!" kata Hermione dengan perhatian teralih. "Oh, Hagrid, kenapa kamu membawanya pulang kalau dia tidak mau datang? Tidakkah dia akan lebih bahagia dengan orang-orangnya sendiri?" "Mereka semua mengganggunya, Hermione, kar"na dia begitu kecil!" kata Hagrid. "Kecil?" kata Hermione. "Kecil?" "Hermione, aku tidak bisa meninggalkannya," kata Hagrid, air mata sekarang bercucuran menuruni wajahnya yang lebam ke jenggotnya. "Paham -- dia adikku!" Hermione hanya menatapnya, mulutnya terbuka. "Hagrid, saat kau bilang "adik"," kata Harry lambat-lambat, "apakah maksudmu --?" "Well -- adik lain ayah," Hagrid memperbaiki. "Tampaknya ibuku ikut raksasa lain waktu dia tinggalkan ayahku, dan dia pergi dan dapat Grawp ini -- " "Grawp?" kata Harry. "Yeah ... well, seperti itulah kedengarannya saat dia sebut namanya," kata Hagrid dengan cemas. "Dia tidak bisa banyak bahasa Inggris ... aku sudcah coba ajari dia ... ngomong-ngomong, wanita itu tampaknya tidak suka dia lebih dari aku. Paham, dengan raksasa wanita, yang dihitung adalah menghasilkan anak-anak yang besar, dan dia selalu agak ke sisi kerdil bagi raksasa -- cuma enam belas kaki (± 5 meter) --" "Oh, ya, kecil!" kata Hermione, dengan semacam sindiran histeris. "Kecil sekali!" "Dia sedang ditendangi oleh mereka semua -- aku cuma tak bisa tinggalkan dia -- " "Apakah Madame Maxime mau membawanya pulang?" tanya Harry. "Dia -- well, dia bisa lihat sangat penting bagiku," kata Hagrid sambil memuntirkan tangannya yang besar. "Tapi -- tapi dia jadi bosan kepadanya setelah beberapa waktu, harus kuakui ... jadi kami berpisah di perjalanan pulang ... walau dia janji tidak akan beritahu siapapun ... " "Bagaimana kamu bisa membawanya pulang tanpa diperhatikan siapapun?" kata Harry. "Well, itulah sebabnya butuh waktu begitu lama, paham," kata Hagrid. "Cuma bisa bepergian waktu malam lewat daerah liar dan sebagainya. Tentu, dia bisa jalan cukup baik kalau dia mau, tapi dia terus mau kembali." "Oh, Hagrid, kenapa kamu tidak membiarkannya!" kata Hermione, sambil merosot ke sebuah pohon yang terenggut dan membenamkan wajahnya di dalam tangannya. "Kau pikir apa yang akan kau lakukan dengan seorang raksasa bengis yang bahkan tidak mau berada di sini?" "Well, sekarang -- "bengis" -- itu agak keras," kata Hagrid, masih memuntirkan tangannya dengan gelisah. "Aku akui dia mungkin menyerangku beberapa kali waktu dia dalam suasana hati yang buruk, tapi dia semakin baik, jauh lebih baik, tenang." "Kalau begitu, untuk apa tali-tali itu?" Harry bertanya. Dia baru saja memperhatikan tali-tali tebal mirip anak pohon yang merentang dari sekitar batang-batang pepohonan di dekatnya ke tempat Grawp terbaring bergelung di atas tanah dengan punggung menghadap mereka. "Kamu harus mengikatnya?" kata Hermione dengan lemah. "Well ... yeah kata Hagrid, tampak cemas. "Ngerti -- seperti yang kubilang -- dia tidak benar-benar tahu kekuatannya sendiri." Harry mengerti sekarang kenapa ada kekurangan makhluk hidup lain yang mencurigakan di bagian Hutan yang ini. "Jadi, apa yang kamu ingin Harry dan Ron dan aku lakukan?" Hermione bertanya dengan gelisah. "Jaga dia," kata Hagrid dengan parau. "Setelah aku pergi." Harry dan Hermione saling berpandangan dengan sengsara, Harry menyadari dengan perasaan tidak enak bahwa dia sudah berjanji kepada Hagrid bahwa dia akan melakukan apapun yang dimintanya. "Apa -- apa saja yang dimaksud dengan itu, tepatnya?" Hermione bertanya. "Bukan makanan atau apapun!" kata Hagrid dengan bersemangat. "Dia bisa dapatkan makanannya sendiri, tak masalah. Burung dan ruda dan sebagainya ... bukan, teman yang dia butuhkan. Kalau saja aku tahu seseorang akan terus berusaha bantu dia sedikit ... mengajari dia, kalian tahu Harry tidak berkata apa-apa, tetapi berpaling untuk memandang bentuk raksasa yang sedang tertidur di tanah di depan mereka. Tidak seperti Hagrid, yang hanya tampak seperti seorang manusia yang berukuran terlalu besar, Grawp tampak berbentuk aneh. Apa yang Harry anggap batu besar berlumur di sebelah kiri gundukan tanah besar itu sekarang dikenalinya sebagai kepala Grawp. Perbandingannya jauh lebih besar kepada tubuhnya daripada kepala manusia, dan hampir bulan sempurna dan tertutup padat dengan rambut keriting yang lebat berwarna pakis. Pinggiran sebelah telinga besar berdaging tampak di puncak kepala itiu, yang tampaknya berada, agak mirip dengan kepala Paman Vernon, langsung di atas bahu dengan sedikit atau tanpa leher di antaranya. Punggungnya, di baah apa yang tampak seperti baju luar kecoklatan yang kotor yang terbuat dari kulit binatang yang dijahit kasar, sangat lebar; dan selagi Grawp tidur, punggung itu tampaknya menegang pada keliman kasar kulit binatang itu. Kaki-kakinya tergelung di bawah badan. Harry bisa melihat tapak-tapak dari kaki besar, kotor, telanjang seperti kereta luncur, saling bertumpuk di dasar Hutan yang bertanah. "Kamu mau kami mengajari dia," Harry berkata dengan suara lemah. Dia sekarang mengerti apa arti peringatan Firenze. Usahnya tidak berhasil. Dia lebih baik meninggalkannya. Tentu saja, centaur-centaur yang lain yang tinggal di Hutan pasti mendengar usaha tanpa hasil Hagrid untuk mengajari Grawp bahasa Inggris. "Yeah -- bahkan kalau kalian bicara dengannya sedikit saja," kata Hagrid dengan berharap. "Kar"na kupikir, kalau dia bisa bicara dengan orang-orang, dia akan lebih ngerti bahwa kita semua sebenarnya suka dia, dan mau dia tinggal." Harry memandang Hermione, yang mengintip balik kepadanya dari antara jari-jari yang menutupi wajahnya. "Agak membuat kau berharap kita punya Norbert kembali, bukan?" dia berkata, dan Hermione tertawa dengan gemetar. "Kalau begitu, kalian akan melakukannya?" kata Hagrid, yang tampaknya tidak mendengar apa yang baru dikatakan Harry. "Well kata Harry, sudah terikat janjinya. "Kami akan coba, Hagrid." "Aku tahu aku bisa andalkan kalian, Harry," Hagrid berkata, sambi tersenyum dengan mata sangat berair dan menyeka matanya dengan sapu tangannya lagi. "Dan aku tak mau kalian berusaha terlalu keras ... aku tahu kalian harus ikut ujian ... kalau kalian bisa menyelinap ke sini dalam Jubah Gaib mungkin sekali seminggu dan berbincang-bincang sedikit dengannya. Kalau begitu, aku akan bangunkan dia -perkenalkan kalian -- " "Ap--jangan!" kata Hermione sambil melompat bangkit. "Hagrid, jangan, jangan bangunkan dia, benar-benar, kami tidak perlu -- " Tetapi Hagrid sudah melangkahi batang pohon besar di depan mereka dan sedang menuju Grawp. Ketika dia sekitar sepuluh kaki jauhnya, dia mengangkat sebuah cabang pohong panjang yang patah dari tanah, tersenyum meyakinkan melewati bahunya kepada Harry dan Hermione, lalu menyodok Grawp keras-keras di tengah punggung dengan ujung cabang pohon itu. Raksasa itu meraung menggema di Hutan yang hening; burung-burung di puncak pepohonan di atas kepala naik sambil mencicit-cicit dari tempat bertengger mereka dan membumbung pergi. Sementara itu, di hadapan Harry dan Hermione, raksasa Grawp sedang bangkit dari tanah, yang bergetar ketika dia menempatkan tangan yang besar ke atasnya untuk mendorong dirinya sendiri ke lututnya. Dia memalingkan kepalanya untuk melihat siapa dan apa yang telah mengganggunya. "Baik-baik saja, Grawpy?" kata Hagrid, dengan suara ceria dibuat-buat, sambil mundur dengan cabang pohon panjang itu terangkat, siap menyodok Grawp lagi. "Tidur nyenyak, eh?" Harry dan Hermione mundur sejauh mungkin sambil masih menjaga raksasa itu di dalam penglihatan mereka. Grawp berlutut di antara dua pohon yang belum dia tarik akarnya. Mereka memandang ke atas ke wajahnya yang besar mengejutkan yang menyerupai bulan purnama kelabu dalam kegelapan tempat terbuka itu. Seolah-olah fitur-fiturnya telah diukir pada sebuah bola batu besar. Hidungnya gemuk pendek dan tak terbentuk, mulutnya miring dan penuh gigi-gigi kuning berbentuk tidak serasi seukuran setengah batu bata; matanya, kecil untuk standar raksasa, berwarna coklat kehijauan seperti lumpur dan sekarang setengah tertutup akibat ngantuk. Grawp mengangkat buku-buku jari kotor, masing-masing sebesar bola kriket, ke matanya, menggosoknya kuat-kuat, lalu, tanpa peringatan, mendorong dirinya bangkit dengan kecepatan dan ketangkasan mengejutkan. "Oh astaga!" Harry mendengar Hermione mencicit, ketakutan, di sampingnya. Pohon-pohon tempat menambat ujung-ujung tali yang mengitari pergelangan tangan dan mata kaki Grawp berkeriut tidak menyenangkan. Dia, seperti yang dibilang Hagrid, setidaknya setinggi enam belas kaki. Sambil memandang dengan mata muram ke sekitar, Grawp membentangkan sebuah tangan seukuran payung pantai, menyambar sebuah sarang burung dari ranting-ranting atas sebatang pohon pinus yang menjulang dan membalikkannya dengan raungan tidak senang yang jelas karena tidak ada burung di dalamnya; telur-telur berjatuhan seperti granat ke tanah dan Hagrid melemparkan lengannya menutupi kepalanya untuk melindungi dirinya sendiri. "Ngomong-ngomong, Grawpy," teriak Hagrid, sambil memandang ke atas dengan gelisah kalau-kalau ada telur jatuh lagi, "Aku sudah membawa beberapa teman untuk menemuimu. Ingat, aku bilang mungkin kulakukan? Ingat, waktu kubilang aku mungkin harus pergi dalam perjalanan kecil dan tinggalkan mereka untuk menjagamu sebentar? Ingat itu, Grawpy?" Tetapi Grawp hanya meraung rendah lagi; sulit mengatakan apakah dia mendengarkan Hagrid atau apakah dia bahkan mengenali suara yang Hagrid buat sebagai perkataan. Dia sekarang meraih puncak pohon pinus dan sedang menariknya ke arahnya, jelas hanya demi kesenangan melihat seberapa jauh pohon itu akan melontar kembali saat dia melepaskan. "Sekarang, Grawpy, jangan lakukan itu!" teriak Hagrid. "Begitulah akhirnya kamu tarik semua pohon lainnya -- " Dan benar juga, Harry bisa melihat tanah di sekitar akar pohon mulai retak. "Aku punya teman untukmu!" Hagrid berteriak. "Teman, ngerti! Lihat ke bawah, kau badut besar, aku bawa beberapa teman untukmu!" "Oh, Hagrid, jangan," erang Hermione, tetapi Hagrid sudah mengangkat cabang pohon itu lagi dan menusuk tajam ke lutut Grawp. Raksasa itu melepaskan puncak pohon, yang berayun berbahaya dan membanjiri Hagrid dengan hujan jarum pinus, dan memandang ke bawah. "Ini," kata Hagrid, sambil bergegas ke tempat Harry dan Hermione berdiri, "adalah Harry, Grawp! Harry Potter! Dia mungkin datang mengunjungimu kalau aku harus pergi, paham?" Raksasa itu baru menyadari bahwa Harry dan Hermione ada di sana. Mereka mengamati, dengan gentar, ketika dia merendahkan kepalanya yang besar sehingga dia bisa menatap mereka dengan mata muram. "Dan ini Hermione, lihat? Her--" Hagrid bimbang. Sambil berpaling kepada Hermione, dia berkata, "Apakah kau keberatan kalau dia memanggilmu Hermy, Hermione? Cuma saja itu nama yang sulit diingatnya." "Tidak, tidak sama sekali," cicit Hermione. "Ini Hermy, Grawp! Dan dia akan datang juga! Bukankah itu bagus? Eh? Dua teman untukmu -- GRAWPY, JANGAN!" Tangan Grawp telah lepas entah dari mana ke arah Hermione; Harry meraihnya dan menariknya mundur ke belakang pohon, sehingga kepalan Grawp menggores batang pohon tetapi menutup di udara kosong. "ANAK NAKAL, GRAWPY!" mereka mendengar Hagrid menjerit, selagi Hermione bergantung kepada Harry di belakang pohon, gemetaran dan merengek. "ANAK YANG SANGAT NAKAL! KAU TIDAK SAMBAR -- ADUH!" Harry menjulurkan kepalanya dari sisi batang pohon dan melihat Hagrid terbaring telentang, tangannya di atas hidungnya. Grawp, tampaknya kehilangan kehilangan minat, telah meluruskan diri lagi dan sekali lagi sibuk menarik pohon pinus itu sejauh yang bisa dilakukan. "Baik," kata Hagrid dengan serak, sambil bangkit dengan satu tangan menjepit hidung yang berdarah dan yang lainnya mengenggam busur silangnya, "well ... di sana kalian ... kalian sudah jumpa dia dan -- dan sekarang dia akan kenal kalian waktu kalian kembali. Yeah ... well Dia memandang kepada Grawp, yang sekarang sedang menarik pohon pinus itu kembali dengan ekspresi senang di wajah mirip batunya; akar-akarnya berderit ketika dia merenggutnya dari tanah. "Well, kurasa itu cukup untuk satu hari," kata Hagrid. "Well -- er -- kita akan kembali sekarang, oke?" Harry dan Hermione mengangguk. Hagrid memanggul busur silangnya lagi dan, masih menjepit hidungnya, memimpin jalan kembali ke pepohonan. Tak seorangpun bicara selama beberapa waktu, bahkan tidak juga ketika mereka mendengar bunyi tubrukan di kejauhan yang berarti Grawp telah menarik pohon pinus itu akhirnya. Wajah Hermione pucat dan kaku. Harry tidak bisa memikirkan satu hal pun untuk dikatakan. Apa yang akan terjadi saat seseorang mengetahui bahwa Hagrid telah menyembunyikan Grawp di Hutan Terlarang? Dan dia telah berjanji bahwa dia, Ron dan Hermione akan meneruskan usaha-usaha Hagrid yang sama sekali tidak berguna untuk membudayakan raksasa itu. Bagaimana bisa Hagrid, bahkan dengan kapasitas besarnya untuk menipu dirinya sendiri bahwa monster-monster bertaring tidak berbahaya dan patut dicintai, mengelabui dirinya sendiri bahwa Grawp akan pernah bisa bercampur dengan manusia? "Tunggu dulu," kata Hagrid tiba-tiba, persis ketika Harry dan Hermione sedang berjuang melewati sepetak rumput tebal di belakangnya. Dia menarik sebuah anak panah dari tabung di bahunya dan memasangnya ke busur silang. Harry dan Hermione mengangkat tongkat mereka; sekarang setelah mereka berhenti berjalan, mereka juga bisa mendengar pergerakan di dekat sana. "Oh, astaga," kata Hagrid pelan. "Kukira kami sudah memberitahumu, Hagrid," kata suara lelaki yang dalam, "bahwa kamu tidak lagi disambut di sini?" Badan telanjang seorang lelaki sejenak tampak melayang ke arah mereka melalui cahaya hijau berbintik-bintik; lalu mereka melihat bahwa pinggulnya tergabung dengan mulus ke tubuh kecoklatan seekor kuda. Centaur ini memiliki wajah yang angkuh dan bertulang pipi tinggi, serta rambut hitam panjang. Seperti Hagrid, dia bersenjata; sebuah tabung busur penuh anak panah dan sebuah busur panjang terselempang di bahunya. "Bagaimana keadaanmu, Magorian?" kata Hagrid dengan waspada. Pohon-pohon di belakang centaur itu berdesir dan empat atau lima centaur lagi muncul di belakangnya. Harry mengenali yang berbadan hitam dan berjanggut sebagai Bane, yang telah ditemuinya hampir empat tahun yang lalu di malam yang sama dengan pertemuannya dengan Firenze. Bane tidak memberi tanda dia pernah melihat Harry sebelumnya. "Jadi," katanya, dengan nada suara keji di suaranya, sebelum berpaling segera kepada Magorian. "Kita setuju, kukira, apa yang akan kita lakukan kalau manusia ini pernah memperlihatkan wajahnya lagi di dalam Hutan?" ""Manusia ini" sekarang, aku ini?" kata Hagrid dengan tersinggung. "Cuma kar"na menghentikan kalian semua melakukan pembunuhan?" "Kamu seharusnya tidak turut campur, Hagrid," kata Magorian. "Cara kami bukanlah cara kalian, begitu pula hukum kami. Firenze telah mengkhianati dan mencemarkan kami." "Aku tak tahu bagaimana kalian mengaturnya," kata Hagrid dengan tidak sabar. "Dia tidak melakukan apapun kecuali membantu Albus Dumbledore -- " "Firenze telah memasuki pelayanan kepada manusia," kata centaur kelabu dengan wajah keras yang bergaris dalam. "Pelayanan!" kata Hagrid dengan pedas. "Dia sedang membantu Dumbledore itu saja "Dia menjajakan pengetahuan dan rahasia kami di antara manusia," kata Magorian dengan pelan. "Tak bisa kembali lagi dari aib seperti ini." "Kalau kau bilang begitu," kata Hagrid, sambil mengangkat bahu, "tapi aku pribadi menganggap kalian membuat kesalahan besar -- " "Begitu juga kamu, manusia," kata Bane, "kembali ke dalam Hutan kami setelah kami memperingatkan kamu -- " "Sekarang, kalian dengarkan aku," kata Hagrid dengan marah. "Aku akan dapat lebih sedikit dari Hutan "kami", kalau sama untuk kalian. Bukan tergantung kalian siapa yang datang dan pergi di sini -- " "Juga tidak kamu, Hagrid," kata Magorian dengan licin. "Aku akan membiarkanmu lewat hari ini karena kami ditemani oleh anak-anak mudamu -- " "Mereka bukan miliknya!" sela Bane dengan menghina. "Murid-murid, Magorian, dari sekolah! Mereka mungkin sudah mendapatkan untung dari ajaran Firenze si pengkhianat itu." "Walaupun begitu," kata Magorian dengan tenang, "pembantaian anak-anak adalah kejahatan mengerikan -- kami tidak menyentuh yang masih lugu. Hari ini, Hagrid, kamu lewat. Mulai sekarang, menjauhlah dari tempat ini. Kamu hehilangan persahabatan para centaur saat kamu membantu si pengkhianat Firenze lolos dari kami." "Aku takkan terusir keluar dari Hutan oleh sekelompok bagal tua seperti kalian!" kata Hagrid keras-keras. "Hagrid," kata Hermione dengan suara bernada tinggi dan ketakutan, ketika baik Bane maupun centaur kelabu itu mengais-ngais di tanah, "ayo pergi, kumohon ayo pergi!" Hagrid bergerak maju, tetapi busur silangnya masih terangkat dan matanya masih terpaku dengan mengancam kepada Magorian. "Kami tahu apa yang sedang kamu jaga di Hutan, Hagrid!" Magorian berseru kepada mereka, ketika para centaur menyelinap keluar dari pandangan. "Dan toleransi kami sudah menyusut!" Hagrid berpaling dan dari penampilannya sangat ingin berjalan lurus kembali menuju Magorian. "Kalian akan mentoleransinya selama dia di sini, Hutan ini juga miliknya seperti milik kalian!" dia berteriak, sementara Harry dan Hermione mendorong sekuat tenaga pada mantel tikus mondok Hagrid dalam usaha untuk menjaganya terus berjalan maju. Masih merengut, dia memandang ke bawah; ekspresinya berubah menjadi agak terkejut melihat mereka berdua mendorongnya; dia tampaknya tidak merasakannya. "Tenanglah, kalian berdua," dia berkata, sambil berpaling untuk berjalan terus sementara mereka terengah-engah mengikuti di belakangnya. "Bagal tua sialan, eh?" "Hagrid," kata Hermione terengah-engah, sambil melewati petak jelatang yang telah mereka lewati di jalan masuk, "kalau para centaur tidak mau manusia di dalam Hutan, tampaknya Harry dan aku tidak akan bisa -- " "Ah, kau dengar apa yang mereka bilang," kata Hagrid dengan tidak karuan, "mereka tidak akan melukai yang kecil - maksudku, anak-anak. Lagipula, kita tidak bisa membiarkan diri kita diperintah oleh kelompok itu." "Usaha bagus," Harry bergumam kepada Hermione, yang tampak kecewa. Akhirnya mereka bergabung dengan jalan setapak dan, setelah sepuluh menit lagi, pohon-pohon mulai merenggang; mereka bisa melihat petak-petak langit biru cerah lagi dan, di kejauhan, suara sorak dan teriakan yang jelas. "Apakah itu gol lagi?" tanya Hagrid, sambil berhenti sejenak di naungan pohon-pohon ketika stadiun Quidditch tampak. "Atau menurut kalian pertandingan sudah usai?" "Aku tidak tahu," kata Hermione dengan sengsara. Harry melihat bahwa dia tampak awut-awutan; rambutnya penuh ranting dan daun, jubahnya robek di beberapa tempat dan ada sejumlah goresan di wajah dan lengannya. Dia tahu dia sendiri pasti tidak tampak jauh lebih baik. "Kukira sudah berakhir, kalian tahu!" kalian Hagrid, masih memicingkan mata ke stadium. "Lihat - orang-orang sudah keluar - kalau kalian berdua bergegas kalian akan bisa bercampur dengan kerumunan dan tak seorangpun akan tahu kalian tidak di sana!" "Gagasan bagus," kata Harry. "Well ... kalau begitu, sampai jumpa lagi, Hagrid." "Aku tidak percaya padanya," kata Hermione dengan suara yang sangat tidak mantap, saat mereka di luar jangkauan pendengaran Hagrid. "Aku tidak percaya padanya. Aku benar-benar tidak percaya padanya." "Tenang," kata Harry. "Tenang!" dia berkata lekas-lekas. "Seorang raksasa! Seorang raksasa di dalam Hutan! Dan kita harus memberinya pelajaran bahasa Inggris! Selalu mengasumsikan, tentu saja, kita bisa melewati kawanan centaur pembunuh sewaktu masuk dan keluar! Aku -- tidak -- percaya -- padanya!" "Kita belum harus melakukan apapun!" Harry mencoba meyakinkannya dengan suara pelan, selagi mereka bergabung dengan sekelompok anak-anak Hufflepuff yang sedang mengoceh stream yang menuju balik ke kastil. "Dia tidak meminta kita melakukan apapun kecuali dia dipecat dan itu mungkin bahkan tidak terjadi." "Oh, ayolah, Harry!" kata Hermione dengan marah, diam di tempat sehingga orang-orang di belakangnya harus berbelok untuk menghindarinya. "Tentu saja dia akan dipecat dan, sejujurnya, setelah apa yang baru saja kita lihat, siapa yang bisa menyalahkan Umbridge?" Ada jeda sementara Harry melotot kepadanya, dan matanya terisi pelan-pelan dengan air mata. "Kamu tidak bersungguh-sungguh," kata Harry pelan. "Tidak ... well ... baiklah ... memang tidak," dia berkata, sambil menyeka matanya dengan marah. "Tetapi kenapa dia harus membuat hidup begitu sulit bagi dirinya sendiri -- bagi kita?" "Aku tak tahu -- " "Weasley adalah Raja kami, Weasley adalah Raja kami, Dia tidak membiarkan Quaffle masuk, Weasley adalah Raja kami ... " "Dan aku berharap mereka berhenti menyanyikan lagu bodoh itu," kata Hermione dengan sengsara, "Apa mereka belum cukup senang?" Serombongan besar murid sedang bergerak menaiki halaman yang miring dari lapangan.. "Oh, ayo masuk sebelum kita harus bertemu dengan anak-anak Slytherin," kata Hermione. "Weasley bisa selamatkan apapun, Dia tak pernah tinggalakn satu gawangpun, Itulah sebabnya anak-anak Gryffindor semua bernyanyi: Weasley adalah Raja kami." "Hermione kata Harry lambat-lambat. Lagu itu semakin keras, tetapi asalnya bukan dari kerumunan anak-anak Slytherin yang memakai warna hija dan perak, melainkan dari kumpulan berwarna merah dan emas yang bergerak lambat-lambat menuju kastil, sambil mengangkat sebuah figur tunggal di atas banyak bahunya. "Weasley adalah Raja kami, Weasley adalah Raja kami, Dia tidak membiarkan Quaffle masuk, Weasley adalah Raja kami ... " "Tidak?" kata Hermione dengan suara berbisik. "YA!" kata Harry keras-keras. "HARRY! HERMIONE!" jerit Ron, sambil melambaikan Piala Quidditch perak itu di udara dan terlihat hampir tidak bisa mengendalikan diri. "KITA MELAKUKANNYA! KITA MENANG!" Mereka tersenyum kepadanya ketika dia lewat. Ada hiruk-pikuk kacau di pintu depan kastil dan kepala Ron terbentur agak parah ke rangka pintu, tetapi tak seorangpun tampaknya mau menurunkannya. Masih bernyanyi, kerumunan itu menyelinap masuk ke dalam Aula Besar dan keluar dari pandangan. Harry dan Hermione memandangi mereka pergi, sambil tersenyum, sampai untaian terakhir yang menggema dari "Weasley adalah Raja kami" menghilang. Lalu mereka berpaling kepada satu sama lain, senyum mereka memudar. "Kita simpan berita kita sampai besok, oke?" kata Harry. "Ya, baiklah," kata Hermione dengan letih. "Aku tidak terburu-buru." Mereka menaiki undakan-undakan itu bersama-sama. Di pintu depan keduanya memandang ke belakang secara naluriah ke Hutan Terlarang. Harry tidak yakin apakah itu khayalannya, tetapi dia agak berpikir bahwa dia melihat sekumpulan kecil burung-burung naik ke udara di atas puncak pohon di kejauhan, hampir seolah-olah pohon tempat mereka membuat sarang baru saja ditarik dari akarnya. BAB TIGA PULUH SATU OWL Perasaan gembira Ron karena membantu Gryffindor memperoleh Piala Quidditch sedemikian rupa sehingga dia tidak bisa tenang keesokan harinya. Yang ingin dilakukannya hanyalah membicarakan pertandingan itu, jadi Harry dan Hermione mendapati sangat sulit menemukan pembukaan untuk menyebut tentang Grawp. Bukannya mereka mencoba sangat keras; tak seorangpun benar-benar ingin menjadi orang yang membawa Ron kembali ke kenyataan dengan cara yang cukup brutal ini. Karena itu adalah hari yang cerah dan hangat, mereka membujuknya untuk bergabung dengan mereka mengulangi pelajaran di bawah pohon beech di tepi danau, di mana mereka memiliki lebih sedikit kemungkinan terdengar orang lain daripada di ruang duduk. Awalnya Ron tidak benar-benar menyetujui gagasan ini -- dia sungguh-sungguh menikmati ditepuk punggungnya oleh semua anak Gryffindor yang berjalan melewati kursinya, tanpa menyebut riuh-rendah terkadang-kadang dari "Weasley adalah Raja kami" -- tapi setelah beberapa saat dia setuju bahwa sedikit udara segar mungkin baik untuknya. Mereka membentangkan buku-buku mereka di naungan pohon itu dan duduk sementara Ron membicarakan penyelamatan pertamanya di pertandingan untuk yang rasanya berlusin kalinya. "Well, maksudmu, aku sudah membiarkan satu kali dari Davies, jadi aku sama sekali tidak merasa percaya diri, tapi aku tak tahu, saat Bradley datang ke arahku, entah dari mana, kupikir -- kamu bisa melakukan ini! Dan aku punya sekitar satu detik untuk memutuskan ke mana harus terbang, kalian tahu, karena dia kelihatannya sedang membidik gawang kanan -- sebelah kananku, tentu saja, sebelah kiri dia -- tapi aku punya perasaan aneh bahwa dia sedang melakukan gerak tipu, dan jadi aku mengambil resiko dan terbang ke kiri -- sebelah kanan dia, maksudku -- dan -- well -kalian lihat apa yang terjadi," dia mengakhiri dengan rendah hati, sambil menyapukan rambutnya ke belakang tanpa perlu sehingga rambutnya tampak tersapu angin dan sambil memandang berkeliling untuk melihat apakah orang-orang yang terdekat dengan mereka -- sekelompok anak-anak kelas tiga Hufflepuff yang sedang bergosip - - telah mendengarnya. "Dan kemudian, saat Chambers datang ke arahku sekitar lima menit kemudian -- Apa?" Ron bertanya, berhenti di tengah kalimat saat melihat tampang Harry. "Kenapa kau nyengir?" "Tidak," kata Harry cepat, dan melihat ke bawah ke catatan Transfigurasinya, mencoba mengatur wajahnya. Sejujurnya Ron baru saja mengingatkan Harry pada seorang pemain Quidditch Gryffindor lain yang pernah duduk sambil mengusutkan rambutnya di bawah pohon yang sama ini. "Aku cuma senang kita menang, itu saja." "Yeah," kata Ron lambat-lambat, menerima kata-kata itu dengan senang, "kita menang. Apakah kamu lihat tampang Cho saat Ginny dapat Snitch tepat di bawah hidungnya?" "Kukira dia menangis, bukan?" kata Harry dengan getir. "Well, yeah -- walaupun lebih karena marah daripada apapun Ron merengut sedikit. "Tapi kamu melihat dia melemparkan sapunya waktu dia kembali ke tanah, bukan?" "Er -- " kata Harry. "Well, sebenarnya ... tidak, Ron," kata Hermione dengan helaan napas berat, sambil meletakkan bukunya dan memandangnya dengan pandangan minta maaf. "Sebenarnya, bagian pertandingan yang Harry dan aku tonton hanyalah gol pertama Davies." Rambut Ron yang dikusutkan dengan hati-hati tampaknya layu karena kecewa. "Kalian tidak nonton?" dia berkata dengan lemah, sambil memandang dari yang satu ke yang lain. "Kalian tidak melihatku membuat penyelamatan-penyelamatan itu?" "Well -- tidak," kata Hermione, sambil mengulurkan sebelah tangan menentramkan. "Tapi Ron, kami tidak mau pergi -- kami harus!" "Yeah?" kata Ron, yang wajahnya semakin merah. "Bagaimana bisa?" "Gara-gara Hagrid," kata Harry. "Dia memutuskan untuk memberitahu kami kenapa dia penuh luka sejak dia kembali dari para raksasa. Dia mau kami pergi ke dalam Hutan bersamanya, kami tidak punya pilihan, kau tahu bagaimana dia. Ngomong-ngomong Ceritanya dikisahkan dalam lima menit, pada akhirnya kemarahan Ron digantikan dengan tampang sama sekali tidak percaya. "Dia membawa satu kembali dan menyembunyikannya di Hutan?" "Yep," kata Harry dengan murung. "Tidak," kata Ron, seolah-olah dengan mengatakan ini dia bisa membuatnya tidak benar. "Tidak, tidak mungkin." "Well, sudah dilakukannya," kata Hermione dengan tegas. "Grawp sekitar enam belas kaki tingginya, suka merenggut pohon-pohon pinus setinggi dua puluh kaki, dan mengenalku," dia mendengus, "sebagai Hermy." Ron tertawa gugup. "Dan Hagrid mau kita ...?" "Mengajarinya bahasa Inggris, yeah," kata Harry. "Dia sudah kehilangan akal," kata Ron dengan suara hampir terpesona. "Ya," kata Hermione dengan jengkel, sambil membalik satu halaman Tranfigurasi Menengah dan melotot pada serangkaian diagram yang memperlihatkan seekor burung hantu berubah menjadi sepasang kaca mata opera. "Ya, aku mulai mengira begitu. Tapi, sayangnya, dia membuat Harry dan aku berjanji." "Well, kalian cuma harus mengingkari janji kalian, itu saja," kata Ron dengan tegas. "Maksudku, ayolah, kita akan menghadapi ujian dan kita sejauh ini -- " dia mengangkat tangannya untuk memperlihatkan jempol dan telunjuk yang hampir bersentuhan "-dari dikeluarkan. Dan lagipula ... ingat Norbert? Ingat Aragog? Pernahkah kita mendapat sesuatu yang baik dari berbgaul dengan teman-teman monster Hagrid yang manapun juga?" "Aku tahu, hanya saja -- kami berjanji," kata Hermione dengan suara kecil. Ron melicinkan rambutnya hingga rata lagi, tampak berpikir keras. "Well," dia menghela napas, "Hagrid belum dipecat, bukan? Dia sudah bertahan begini lama, mungkin dia akan bertahan sampai akhir semester dan kita tidak harus pergi dekat-dekat Grawp sama sekali." * Halaman sekolah berkilauan dalam sinar matahari seolah-olah baru dicat, langit tanpa awan tersenyum pada dirinya sendiri di danau yang berpendaran dengan tenang; halaman hijau seperti satin berdesir terkadang-kadang karena angin sepoi-sepoi. Bulan Juni telah tiba, tetapi bagi anak-anak kelas lima ini hanya berarti satu hal: OWL mereka sudah tiba akhirnya. Guru-guru mereka tidak lagi memberikan mereka pekerjaan rumah; pelajaran-pelajaran dicurahkan untuk mengulangi topik-topik yang dipikir para guru paling mungkin keluar di ujian. Atmosfer tergesa-gesa dan penuh tujuan menyingkirkan hampir semua hal kecuali OWL dari pikiran Harry, walaupun dia terkadang bertanya-tanya selama pelajaran Ramuan apakah Lupin telah memberitahu Snape bahwa dia harus terus memberikan Harry pelajaran Occlumency. Kalau sudah, maka Snape telah mengabaikan Lupin seperti dia sekarang mengabaikan Harry. Ini sangat sesuai bagi Harry, dia sangat sibuk dan cukup tegang tanpa kelas-kelas tambahan denga Snape, dan demi kelegaannya Hermione terlalu disibukkan hari-hari ini untuk menganggunya tentang Occlumency, dia menghabiskan banyak waktu bergumam kepada dirinya sendiri, dan belum menggeletakkan pakaian peri lainnya selama berhari-hari. Dia bukan satu-satunya orang yang bertingkah aneh ketika OWL semakin mendekat. Ernie Macmillan telah mengembangkan kebiasaan menjengkelkan menginterogasi orang-orang tentang latihan mengulang pelajaran mereka. "Berapa jam menurutmu yang kalian lakukan dalam sehari?" dia menuntut Harry dan Ron ketika mereka berbaris di luar Herbologi, dengan kilat aneh di matanya. "Aku tak tahu," kata Ron. "Beberapa." "Lebih atau kurang dari delapan?" "Kurang, kurasa," kata Ron, tampak sedikit kuatir. "Aku delapan," kata Ernie, sambil menggembungkan dadanya. "Delapan atau sembilan. Aku memasukkan satu jam sebelum sarapan setiap hari. Delapan adalah rata-rataku. Aku bisa melakukan sepuluh di akhir minggu yang baik. Aku melakukan sembilan setengah di hari Senin. Tidak begitu bagus di hari Selasa -- cuma tujuh seperempat. Lalu di hari Rabu -- " Harry sangat berterima kasih bahwa Profesor Sprout mengantarkan mereka ke rumah kaca tiga pada titik itu, memaksa Ernie meninggalkan ceritanya. Sementara itu, Draco Malfoy telah menemukan cara lain untuk menimbulkan rasa panik. "Tentu saja, bukan apa yang kalian ketahui," dia terdengar berbicara kepada Crabbe dan Goyle keras-keras di luar Ramuan beberapa hari sebelum ujian dimulai, "melainkan siapa yang kalian kenal. Sekarang, Ayah akrab dengan kepala Penguasa Ujian Penyihir -- Griselda Marchbanks tua itu -- kami pernah mengundangnya untuk makan malam dan segalanya ... " "Apakah menurut kalian itu benar?" Hermione berbisik gelisah kepada Harry dan Ron. "Tak ada yang bisa kita lakukan mengenai itu kalau benar," kata Ron dengan murung. "Kukira tidak benar," kata Neville pelan dari belakang mereka. "Karena Griselda Marchbanks adalah teman nenekku, dan dia belum pernah menyebut keluarga Malfoy." "Seperti apa dia, Neville?" tanya Hermione seketika. "Apakah dia keras?" "Sedikit mirip Nenek, sebenarnya," kata Neville dengan suara lemah. "Walau begitu, mengenalnya tidak akan merugikan peluangmu, bukan?" Ron memberitahunya dengan membesarkan hati. "Oh, kukira itu tidak akan membuat perbedaan apapun," kata Neville, lebih menderita lagi. "Gran selalu memberitahu Profesor Marchbanks aku tidak sepandai ayahku ... well ... kalian lihat seperti apa dia di St Mungo." Neville menatap lekat-lekat ke lantai. Harry, Ron dan Hermione saling berpandangan, tetapi tidak tahu apa yang harus dikatakan. Itu pertama kalinya Neville mengakui bahwa mereka pernah bertemu di rumah sakit penyihir itu. Sementara itu, perdagangan pasar gelap yang tumbuh subur yang menjual alat-alat bantu konsentrasi, ketangkasan mental dan kesiap-siagaan telah muncul di antara murid-murid kelas lima dan tujuh. Harry dan Ron sangat tergoda oleh botol Cairan Otak Baruffio yang ditawarkan kepada mereka oleh anak kelas enam Ravenclaw Eddie Carmichael, yang bersumpah benda itu satu-satunya yang bertanggung jawab atas sembilan OWL "Outstanding" yang diperolehnya musim panas sebelumnya dan menawarkan satu pint penuh (sekitar setengah liter) hanya dua belas Galleon. Ron meyakinkan Harry dia akan membayar bagiannya begitu dia meninggalkan Hogwarts dan mendapatkan pekerjaan, tetapi sebelum mereka bisa menyelesaikan transaksi itu, Hermione telah menyita botol itu dari Carmichael dan menuang isinya ke toilet. "Hermione, kami mau membeli itu!" teriak Ron. "Jangan bodoh," dia membentak. "Kalian sekalian saja mengambil cakar naga bubuk Harold Dingle dan kena juga." "Dingle punya cakar naga bubuk?" kata Ron bersemangat. "Tidak lagi," kata Hermione. "Aku menyita itu juga. Tak satupun dari benda-benda ini benar-benar manjur, kalian tahu." "Cakar naga bubuk bisa!" kata Ron. "Benda itu seharusnya sangat hebat, benar-benar memberi otakmu dorongan, kau akan jadi sangat pintar selama beberapa jam --Hermione, biarkan aku dapat sejumput, ayolah, tidak ada ruginya -- " "Benda ini bisa," kata Hermione muram. "Aku sudah memeriksanya, dan sebenarnya adalah kotoran Doxy yang dikeringkan." Informasi ini menyingkirkan hasrat Harry dan Ron untuk obat perangsang otak. Mereka menerima jadwal ujian mereka dan detil-detil prosedur OWL pada pelajaran Transfigurasi mereka yang berikutnya. "Seperti yang bisa kalian lihat," Profesor McGonagall memberitahu kelas ketika mereka menyalin tanggal dan waktu ujian mereka dari papan tulis, "OWL kalian terentang selama dua minggu berturut-turut. Kalian akan mengikuti ujian tertulis di pagi hari dan praktek di sore hari. Ujian praktek Astronomi kalian, tentu saja, akan berlangsung di malam hari. "Sekarang, aku harus memperingatkan kalian bahwa mantera-mantera anti menyontek yang paling keras telah dikerahkan pada kertas-kertas ujian kalian. Pena Bulu Menjawab-Otomatis dilarang di aula ujian, begitu juga Remembrall, Manset Penjiplak Yang-Bisa-Dilepaskan dan Tinta Pengkoreksi-Sendiri. Setiap tahun, aku kuatir harus mengatakannya, tampaknya terdapat sedikitnya seorang murid yang mengira dia bisa menghindari peraturan-peraturan Penguasa Ujian Penyihir. Aku hanya bisa berharap bahwa bukan seseorang dari Gryffindor. Kepala Sekolah kita yang baru -- " Profesor McGonagall mengucapkan kata itu dengan tampang persis seperti Bibi Petunia saat dia ingin mengenyahkan kotoran bandel "-- telah meminta Kepala Asrama untuk memberitahu murid-murid mereka bahwa menyontek akan dihukum seberat-beratnya -- karena, tentu saja, hasil ujian kalian akan mencerminkan kekuasaan baru Kepala Sekolah pada sekolah ini -- " Profesor McGonagall menghela napas sedikit; Harry melihat lubang hidungnya mengembang. "-- bagaimanapun, itu bukan alasan untuk tidak mengerjakan yang terbaik. Kalian harus memikirkan masa depan kalian sendiri." "Permisi, Profesor," kata Hermione, tangannya di udara, "kapan kami akan mengetahui hasil ujian kami?" "Burung hantu akan dikirim kepada kalian suatu waktu di bulan Juli," kata Profesor McGonagall. "Bagus sekali," kata Dean Thomas dengan bisikan yang terdengar jelas, "jadi kami tidak harus mengkhawatirkannya sampai liburan." Harry membayangkan duduk di kamar tidurnya di Privet Drive selama waktu enam minggu, menunggu hasil OWLnya. Well, dia berpikir tanpa minat, setidaknya dia akan yakin ada satu pos musim panas itu. Ujian pertama mereka, Teori Jimat dan Guna-Guna, dijadwalkan untuk Senin pagi. Harry setuju menguji Hermione setelah makan siang di hari Minggu, tetapi menyesalinya hampir seketika; Hermione sangat gelisah dan terus merenggut kembali buku itu darinya untuk memeriksa bahwa dia memberi jawaban yang sepenuhnya benar, akhirnya menghantam Harry keras di hidungnya dengan tepi tajam Pencapaian dalam Membuat Mantera. "Kenapa kamu tidak melakukannya sendiri?" Harry berkata dengan tegas, sambil menyerahkan buku itu kembali kepadanya, dengan mata berair. Sementara itu, Ron sedang membaca catatan dua tahun Jimat dan Guna-Guna dengan jair-jarinya di telinganya, bibirnya bergerak tanpa suara; Seamus Finnigan sedang berbaring telentang di atas lantai, membacakan definisi Mantera Substantif sementara Dean memeriksanya pada Buku Mantera Standar, Tingkat 5; dan Parvati serta Lavender, yang sedang berlatih Mantera Penggerak dasar, sedang membuat tempat pensil mereka berlomba mengitari tepi meja. Makan malam tidak terlalu dipermasalahkan malam itu. Harry dan Ron tidak banyak bicara, tetapi makan dengan lahap, setelah belajar keras sepanjang hari. Hermione, di sisi lain, terus meletakkan pisau dan garpunya dan merogoh ke bawah meja mencari tasnya, dari mana dia akan menyambar sebuah buku untuk memeriksa beberapa fakta atau gambar. Ron baru saja memberitahunya bahwa dia harus makan makanan yang pantas atau dia tidak akan tidur malam itu, saat garpunya tergelincir dari jari-jarinya yang lemah dan mendarat dengan denting keras ke atas piringnya. "Oh, astaga," dia berkata dengan lemah, sambil menatap ke Aula Depan. "Apakah itu mereka? Apakah itu para pengujinya?" Harry dan Ron berpaling di bangku mereka. Melalui pintu-pintu ke Aula Besar mereka bisa melihat Umbridge berdiri bersama sekelompok kecil penyihir wanita dan pria yang tampak kuno. Umbridge, Harry senang melihatnya, tampak agak gugup. "Haruskah kita pergi dan melihat lebih seksama?" kata Ron. Harry dan Hermione mengangguk dan mereka bergegas menuju pintu-pintu ganda ke Aula Depan, memperlambat saat mereka melangkahi ambang pintu untuk berjalan dengan tenang melewati para penguji. Harry mengira Profesor Marchbanks pastilah penyihir wanita kecil bungkuk dengan wajah begitu berkerut sehingga tampaknya seolah-olah diselubungi sarang laba-laba; Umbridge sedang berbicara kepadanya dengan sikap berbeda. Profesor Marchbanks tampaknya sedikit tuli; dia menjawab Profesor Umbridge dengan sangat keras mengingat mereka hanya berjarak satu kaki jauhnya. "Perjalanannya baik-baik saja, perjalanan baik-baik saja, kami sudah melakukannya banyak kali sebelumnya!" dia berkata dengan tidak sabar. "Sekarang, aku belum mendengar dari Dumbledore akhir-akhir ini!" dia menambahkan, sambil mengintai ke sekitar Aula seolah-olah berharap Dumbledore mungkin tiba-tiba muncul dari sebuah lemari sapu. "Tak ada gagasan di mana dia, kurasa?" "Tidak sama sekali," kata Umbridge, sambil memberi pandangan dengki kepada Harry, Ron dan Hermione, yang sekarang sedang berlama-lama di sekitar kaki tangga karena Ron berpura-pura mengikat tali sepatunya. "Tapi saya berani bilang Menteri Sihir akan menemukan jejaknya segera mungkin." "Aku meragukannya," teriak Profesor Marchbanks yang kecil, "tidak kalau Dumbledore tidak mau ditemukan! Aku seharusnya tahu ... mengujinya sendiri dalam Transfigurasi serta Jimat dan Guna-Guna waktu dia mengikuti NEWTnya ... melakukan hal-hal dengan tongkat yang belum pernah kulihat sebelumnya." "Ya ... well kata Profesor Umbridge selagi Harry, Ron dan Hermione menyeret kaki mereka menaiki tangga pualam selambat yang mereka berani lakukan, "mari saya perlihatkan kepada Anda ruang guru. Saya berani bilang Anda pasti ingin secangkir teh setelah perjalanan Anda." Malam itu kurang menyenangkan. Semua orang sedang mencoba melakukan pengulangan pelajaran di menit terakhir tetapi tak seorangpun kelihatannya mendapat banyak kemajuan. Harry pergi tidur awal tetapi kemudian berbaring terjaga selama rasanya berjam-jam. Dia ingin konsultasi karirnya dan pernyataan marah McGonagall bahwa dia akan membantunya menjadi seorang Auror kalaupun itu hal terakhir yang dilakukannya. Dia berharap telah mengutarakan ambisi yang lebih mungkin tercapai sekarang setelah masa ujian tiba. Dia tahu dia bukan satu-satunya yang berbaring terjaga, tetapi tak seorangpun yang lainnya di kamar asrama itu berbicara dan akhirnya, satu per satu, mereka tertidur. Tak satupun dari anak-anak kelas lima berbicara banyak saat sarapan pagi pagi berikutnya. Parvati sedang berlatih mantera-mantera sambil berbisik sementara tempat garam di depannya bergetar; Hermione sedang membaca ulang Pencapaian dalam Membuat Mantera begitu cepatnya sehingga matanya tampak kabur; dan Neville terus menjatuhkan pisau dan garpunya dan menyenggol selai jeruk. Begitu makan pagi usai, anak-anak kelas lima dan tujuh bergerak ramai-ramai ke sekitar Aula Depan sementara murid-murid lain pergi menghadiri pelajaran; lalu, pada pukul sembilan setengah, mereka dipanggil maju kelas demi kelas untuk memasuki kembali Aula Besar, yang telah diatur ulang persis seperti yang telah dilihat Harry di dalam Pensieve saat ayahnya, Sirius dan Snape mengikuti OWL mereka; keempat meja asrama telah dipindahkan dan digantikan dengan banyak meja untuk satu orang, semuanya menghadap ke ujung meja guru dari Aula tempat Profesor McGonagall berdiri menghadapi mereka. Saat mereka semua sudah duduk dan tenang, dia berkata, "Kalian boleh mulai," dan membalikkan sebuah jam pasir besar di atas meja tulis di sampingnya, yang di atasnya juga terdapat pena-pena bulu cadangan, botol-botol tinta dan gulungan-gulungan perkamen. Harry membalikkan kertasnya, jantungnya berdebar keras -- tiga baris di sebelah kanannya dan empat tempat duduk di depan Hermione sudah menulis tergesa-gesa -dan merendahkan matanya ke pertanyaan pertama: a) Berikan mantera dan b) gambarkan pergerakan tongkat yang dibutuhkan untuk membuat benda-benda terbang. Harry mendapat ingatan sekejab sebuah tongkat yang membumbung tinggi ke udara dan mendarat keras ke atas tengkorak tebal troll ... sambil tersenyum sedikit, dia membungkuk ke atas kertas dan mulai menulis. * "Well, tidak terlalu buruk, bukan?" tanya Hermione dengan cemas di Aula Depan dua jam kemudian, masih menggenggam kertas ujian. "Aku tidak yakin aku sudah berbuat yang terbaik pada Mantera Jenaka, aku kehabisan waktu. Apakah kalian memasukkan mantera pembalik untuk cegukan? Aku tidak yakin apakah harus melakukannya, rasanya terlalu berlebihan -- dan pada pertanyaan dua puluh tiga -- " "Hermione," kata Ron dengan keras, "kita sudah membahas ini sebelumnya ... kita tidak akan mendiskusikan setiap ujian setelahnya, sudah cukup buruk mengerjakannya sekali." Anak-anak kelas lima makan siang dengan sisa sekolah (keempat meja asrama telah muncul kembali untuk jam makan siang), lalu mereka berbaris ke ruangan kecil di samping Aula Besar, tempat mereka harus menunggu sampai dipanggil untuk ujian praktek mereka. Ketika kelompok-kelompok kecil dari murid-murid dipanggil maju dengan urutan alfabetis, mereka yang ditinggal menggumamkan mantera-mantera dan berlatih gerakan-gerakan tongkat, terkadang tak sengaja menyodok satu sama lain di punggung atau mata. Nama Hermione dipanggil. Sambil gemetaran, dia meninggalkan ruangan bersama Anthony Goldstein, Gregory Goyle dan Daphne Greengrass. Murid-murid yang sudah diuji tidak kembali setelahnya, jadi Harry dan Ron tidak punya gambaran bagaimana hasil yang dicapaiHermione. "Dia akan baik-baik saja, ingat dia dapat seratus dua belas persen pada salah satu ujian Jimat dan Guna-Guna kita?" kata Ron. Sepuluh menit kemudian, Profesor Flitwick memanggil, "Parkinson, Pansy -- Patil, Padma -- Patil, Parvati -- Potter, Harry." "Semoga sukses," kata Ron pelan. Harry berjalan masuk ke dalam Aula Besar, sambil mencengkeram tongkatnya begitu erat sehingga tangannya bergetar. "Profesor Tofty bebas, Potter," cicit Profesor Flitwick, yang sedang berdiri persis di bagian dalam pintu. Dia menunjukkan Harry ke arah penguji yang tampak seperti yang tertua dan terbotak yang sedang duduk di belakang sebuah meja kecil di sudut jauh, dekat Profesor Marchbanks, yang sedang menguji Draco Malfoy. "Potter, bukan?" kata Profesor Tofty sambil memeriksa catatannya dan mengintip dari atas kacamata jepitnya kepada Harry ketika dia mendekat. "Potter yang terkenal?" Dari sudut matanya, Harry jelas-jelas melihat Malfoy melemparkan pandangan tajam kepadanya; gelas anggur yang sedang dibuat Malfoy melayang jatuh ke lantai dan terbanting pecah. Harry tidak bisa menahan untuk nyengir; Profesor Tofty tersenyum balik kepadanya dengan membesarkan hati. "Begitulah," dia berkata dengan suara tua bergetar, "tak perlu gugup. Sekarang, kalau aku bisa memintamu mengambil cangkir telur ini dan membuatnya berguling untukku." Secara keseluruhan, Harry mengira jalannya cukup baik. Mantera Melayangnya jelas jauh lebih baik daripada milik Malfoy, walaupun dia berharap dia tidak mencampuradukkan Mantera Pengubah Warna dan Pertumbuhan, sehingga tikus yang seharusnya dia ubah menjadi jingga menggembung mengejutkan dan seukuran luak sebelum Harry bisa meralat kesalahannya. Dia senang Hermione tidak berada di Aula saat itu dan lalai menyebutkannya kepadanya setelah itu. Namun dia bisa memberitahu Ron; Ron telah menyebabkan sebuah piring makan malam berubah menjadi sebuah jamur besar dan tidak punya gambaran bagaimana itu terjadi. Tidak ada waktu untuk bersantai malam itu, mereka langsung ke ruang duduk setelah makan malam dan membenamkan diri mereka dalam pengulangan pelajaran untuk Transfigurasi hari berikutnya; Harry pergi tidur dengan kepala berdengung penuh akan model dan teori mantera yang rumit. Dia lupa definisi Mantera Pengganti ketika ujian tertulisnya keesokan paginya tetapi berpikir prakteknya bisa jauh lebih buruk. Setidaknya dia berhasil mengHilangkan keseluruhan iguananya, sementara Hannah Abbot yang malam sepenuhnya kacau di meja berikutnya dan entah bagaimana berhasil menggandakan musangnya menjadi sekumpulan flamingo, menyebabkan ujian dihentikan selama sepuluh menit sementara burung-burung itu ditangkap dan dibawa keluar Aula. Mereka mengikuti ujian Herbologi di hari Rabu (selain gigitan kecil dari Geranium Bertaring, Harry merasa dia mendapatkan hasil yang cukup baik); dan kemudian, di hari Kamis, Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam. Di sini, untuk pertama kalinya, Harry merasa yakin dia lulus. Dia tidak punya masalah apapun dengan pertanyaan-pertanyaan tertulis dan merasakan kesenangan khusus, selama ujian praktek, memperlihatkan kontra-kutukan dan mantera-mantera pertahanan tepat di hadapan Umbridge, yang sedang menonton dengan tenang dari dekat pintu-pintu ke Aula Depan. "Oh, bravo!" teriak Profesor Tofty, yang sedang menguji Harry lagi, saat Harry mempertunjukkan mantera pengenyah Boggart. "Memang sangat bagus! Well, kukira itu saja, Potter ... kecuali Dia mencondongkan badan ke depan sedikit. "Kudengar, dari temanku tersayang Tiberius Ogden, bahwa kamu bisa menghasilkan Patronus? Untuk nilai tambahan ...?" Harry mengangkat tongkatnya, memandang langsung kepada Umbridge dan membayangkannya dipecat. "Expecto patronum!" Kijang peraknya muncul dari ujung tongkatnya dan berlari di Aula. Semua penguji memandang berkeliling untuk menonton kemajuannya dan saat dia larut menjadi kabut perak Profesor Tofty menepuk tangannya yang penuh urat dan bengkok dengan antusias. "Bagus sekali!" katanya. "Sangat bagus, Potter, kamu boleh pergi!" Ketika Harry melewati Umbridge di samping pintu, mata mereka beradu. Ada senyum tak menyenangkan di sekitar mulutnya yang lebar dan kendur, tetapi dia tidak peduli. Kecuali dia sangat keliru (dan dia tidak berencana memberitahu siapapun, kalau-kalau memang begitu), dia baru saja menerima sebuah OWL "Outstanding". Pada hari Jumat, Harry dan Ron libur sehari sementara Hermione mengikuti ujian Runo Kunonya, dan karena mereka punya dua hari penuh di akhir minggu mereka memperbolehkan diri sendiri waktu bebas dari pengulangan pelajaran. Mereka meregangkan tubuh dan menguap di samping jendela terbuka, yang melaluinya sedang berhembus udara musim panas yang hangat selagi mereka bermain catur sihir. Harry bisa melihat Hagrid di kejauhan, mengajar sebuah kelas di tepi hutan. Dia sedang mencoba menebak makhluk apa yang sedang mereka periksa -- pikirnya pastilah unicorn, karena anak-anak lelaki tampaknya berdiri agak di belakang -- ketika lubang potret terbuka dan Hermione merangkak naik, tampaknya tidak senang. "Bagaimana Rune?" kata Ron sambil menguap dan meregangkan badan. "Aku salah menerjemahkan ehwaz," kata Hermione dengan marah. "Artinya persekutuan, bukan pertahanan; aku mencampuradukkan dengan eihwaz." "Ah well," kata Ron dengan malas, "itu hanya satu kesalahan, bukan, kamu masih bisa dapat -- " "Oh, diamlah!" kata Hermione dengan marah. "Mungkin satu kesalahan itu yang membuat perbedaan antara lulus dan gagal. Dan terlebih lagi, seseorang memasukkan Niffler lagi ke dalam kantor Umbridge. Aku tidak tahu bagaimana mereka melewati pintu baru itu, tapi aku baru saja lewat sana dan Umbridge sedang menjerit keras sekali -- dari suaranya, makhluk itu mencoba mengigit kakinya -- " "Bagus," kata Harry dan Ron bersama-sama. "Tidak bagus!" kata Hermione dengan garang. "Dia mengira Hagrid yang melakukannya, ingat? Dan kita tidak mau Hagrid diusir!" "Dia sedang mengajar saat ini, Umbridge tidak bisa menyalahkannya," kata Harry sambil memberi isyarat keluar jendela. "Oh, kamu kadang-kadang begitu naif, Harry. Kamu benar-benar berpikir Umbridge akan menunggu bukti?" kata Hermione, yang kelihatannya bertekad berada dalam kemarahan memuncak, dan dia berjalan cepat menuju kamar anak perempuan, membanting pintu di belakangnya. "Betapa gadis menyenangkan yang bertemperamen manis," kata Ron dengan sangat pelan, sambil menyolok ratunya maju untuk memukuli salah satu menteri Harry. Suasana hati Hermione yang buruk bertahan hampir sepanjang akhir minggu itu, walaupun Harry dan Ron mendapati cukup mudah mengabaikannya karena mereka menghabiskan sebagian besar hari Sabtu dan Minggu mengulangi pelajaran untuk ujian Ramuan di hari Senin, ujian yang paling tidak ditunggu Harry -- dan yang dia yakin akan menjadi kejatuhan bagi ambisinya menjadi seorang Auror. Benar juga, dia mendapati ujian tertulisnya sulit, walaupun dia berpikir dia mungkin mendapat nilai penuh pada pertanyaan tentang Ramuan Polijus; dia bisa menggambarkan pengaruhnya dengan akurat, karena telah meminumnya secara ilegal di tahun keduanya. Ujian praktek di sore hari tidak semengerikan yang diduganya. Dengan ketidakhadiran Snape, dia mendapati bahwa dia jauh lebih santai daripada biasanya ketika membuat ramuan. Neville, yang duduk sangat dekat dengan Harry, juga tampak lebih gembira daripada yang pernah dilihat Harry selama kelas Ramuan. Ketika Profesor Marchbanks berkata, "Tolong menjauh dari kuali kalian, ujian sudah usai," Harry menyumbat tabung contohnya sambil merasa dia mungkin tidak mencapai nilai bagus tetapi dia telah, dengan keberuntungan, menghindari kegagalan. "Hanya empat ujian lagi," kata Parvati Patil dengan letih ketika mereka menuju ke ruang duduk Gryffindor lagi. "Hanya!" kata Hermione dengan panas. "Aku punya Arithmancydan itu mungkin mata pelajaran yang tersulit!" Tak seorangpun cukup bodoh untuk membentak balik, jadi dia tidak bisa menyalurkan ketidaksenangannya kepada salah satu dari mereka dan akhirnya menurunkan ke melarang beberapa anak kelas satu terkikik-kikik terlalu keras di ruang duduk. Harry bertekad mengerjakan sebaik mungkin di ujian Pemeliharaan Satwa Gaib di hari Selasa sehingga tidak mengecewakan Hagrid. Ujian praktek bertempat di sore hari di halaman sekolah tepi Hutan Terlarang, tempat murid-murid diharuskan mengidentifikasi dengan tepat Knarl yang tersembunyi di antara selusin landak (caranya adalah dengan menawarkan mereka semua susu secara bergantian: Knarl, makhluk yang sangat pencuriga yang bulunya dibuat pena bulu dengan banyak sifat sihir, umumnya mengamuk pada apa yang mereka lihat sebagai usaha untuk meracuni mereka); lalu memperlihatkan cara penanganan yang tepat dari seekor Bowtruckle; memberi makan dan membersihkan seekor Kepiting Api tanpa mengalami luka bakar yang serius; dan memilih, dari banyak pilihan makanan, makanan yang akan mereka berikan kepada unicorn yang sakit. Harry bisa melihat Hagrid menonton dengan cemas dari jendela kabinnya. Saat penguji Harry, seorang penyihir wanita agak gemuk kali ini, tersenyum kepadanya dan memberitahunya dia boleh pergi, Harry memberi Hagrid acungan jempol cepat sebelum menuju ke kastil kembali. Ujian teori Astronomi di hari Rabu pagi berjalan cukup baik. Harry tidak yakin dia mendapatkan nama-nama semua bulan Jupiter dengan benar, tetapi setidaknya pasti bahwa tak satupun dari mereka yang ditinggali tikus. Mereka harus menunggu hingga malam untuk ujian praktek Astronomi mereka, alih-alih sore itu dicurahkan untuk Ramalan. Bahkan dengan standar Harry yang rendah pada Ramalan, ujian itu berlangsung dengan sangat buruk. Dia sama saja berusaha melihat gambar-gambar bergerak di permukaan meja bukannya di bola kristal yang dengan bandelnya hampa; dia sama sekali tidak mampu saat membaca daun teh, berkata tampaknya seolah-olah Profesor Marchbanks dalam waktu dekat akan bertemu dengan seorang asing yang bundar, berkulit gelap dan basah, dan mengakhiri seluruh kegagalan itu dengan mencampuradukkan garis kehidupan dan garis kepala di telapak tangannya dan memberitahunya bahwa dia seharusnya sudah mati Selasa sebelumnya. "Well, kita selalu akan gagal di yang satu itu," kata Ron dengan murung saat mereka menaiki tangga pualam. Dia baru saja membuat Harry merasa lebih baik dengan memberitahunya bagaimana dia memberitahu pengujinya secara mendetil tentang lelaki jelek dengan kutil di hidungnya di dalam bola kristalnya, hanya untuk melihat ke atas dan menyadari dia telah melukiskan pantulan pengujinya. "Kita seharusnya tidak mengambil mata pelajaran bodoh itu sejak awal," kata Harry. "Walau begitu, setidaknya kita bisa melepaskannya sekarang." "Yeah," kata Harry. "Tidak lagi berpura-pura kita peduli apa yang terjadi saat Jupiter dan Uranus menjadi terlalu bersahabat." "Dan dari sekarang, aku tidak peduli kalau daun tehku mengeja mati, Ron, mati -aku hanya akan membuang mereka ke tempat sampah di mana mereka seharusnya berada." Harry tertawa persis ketika Hermione datang sambil berlari di belakang mereka. Dia berhenti tertawa seketika, kalau-kalau hal itu menjengkelkannya. "Well, kukira aku melalui Arithmancy dengan baik," katanya, dan Harry dan Ron keduanya menghela napas lega. "Cukup waktu untuk melihat sekilas ke peta bintang kita sebelum makan malam, lalu ... " Saat mereka mencapai puncak Menara Astronomi pada pukul sebelas, mereka mendapati malam yang sempurna untuk memandang bintang, tanpa awan dan tenang. Halaman sekolah bermandikan cahaya bulan keperakan dan ada sedikit angin dingin di udara. Masing-masing dari mereka memasang teleskopnya dan, saat Profesor Marchbanks memberi aba-aba, mulai mengisi peta bintang kosong yang telah diberikan kepada mereka. Profesor Marchbanks dan Tofty berjalan di antara mereka, mengawasi ketika mereka memasukkan kedudukan tepat bintang-bintang dan planet-planet yang sedang mereka amati. Semuanya hening kecuali gersik perkamen, keriut teleskop yang kadang-kadang timbul saat disesuaikan di atas penopangnya, dan bunyi coretan banyak pena bulu. Setengah jam berlalu, kemudian satu jam, petak-petak kecil cahaya emas yang dipantulkan di atas tanah di bawah mulai menghilang ketika lampu-lampu di jendela-jendela kastil dipadamkan. Namun, selagi Harry melengkapi konstelasi Orion pada petanya, pintu-pintu depan kastil terbuka tepat di bawah tempatnya berdiri, sehingga cahaya tumpah melewati undakan-undakan batu sedikit ke halaman. Harry memandang sekilas ke bawah ketika dia membuat sedikit penyesuaian pada kedudukan teleskopnya dan melihat lima atau enam bayangan yang diperpanjang bergerak di atas rumput yang disinari dengan terang sebelum pintu-pintu itu berayun menutup dan halaman sekali lagi menjadi lautan kegelapan. Harry menempatkan matanya kembali ke teleskopnya dan memfokuskannya kembali, sekarang memeriksa Venus. Dia memandang ke bawah ke petanya untuk memasukkan planet itu ke sana, tetapi sesuatu mengalihkan perhatiannya, menghentikannya dengan pena bulu tertahan di atas perkamen, dia memicingkan mata ke bawah ke halaman sekolah yang berbayang-bayang dan melihat enam figur berjalan di halaman. Kalau mereka tidak bergerak, dan cahaya bulan tidak membingkai puncak kepala mereka, mereka tidak akan terbedakan dari tanah gelap tempat mereka berjalan. Bahkan dari jarak sejauh ini, Harry memiliki perasaan aneh dia mengenali cara jalan yang terpendek dari mereka, yang tampaknya memimpin kelompok itu. Dia tidak bisa memikirkan kenapa Umbridge berjalan-jalan di luar setelah tengah malam, terlebih lagi ditemani oleh lima orang lainnya. Lalu seseorang batuk di belakangnya, dan dia ingat bahwa dia sedang mengikuti sebuah ujian. Dia sudah lupa kedudukan Venus. Sambil menjejalkan matanya ke teleskop, dia menemukannya lagi dan sekali lagi akan memasukkannya ke dalam petanya saat, waspada terhadap suara aneh apapun, dia mendengar bunyi ketukan di kejauhan yang menggema melalui halaman yang sepi, diikuti dengan segera oleh gonggongan seekor anjing besar. Dia melihat ke atas, jantungnya berdetak keras. Ada cahaya di jendela-jendela Hagrid dan orang-orang yang dia amati menyeberangi halaman sekarang membentuk siluet di jendela-jendela itu. Pintu terbuka dan dia melihat dengan jelas enam figur yang tampak menyolok berjalan melewati ambang pintu. Pintu tertutup lagi dan ada keheningan. Harry merasa tidak tenang. Dia memandang sekilas ke sekitarnya untuk melihat apakah Ron dan Hermione memperhatikan apa yang telah diperhatikannya, tetapi Profesor Marchbanks berjalan ke belakangnya pada saat itu dan, tidak ingin tampak seolah-olah dia mencuri pandang ke pekerjaan orang lain, Harry buru-buru membungkuk ke atas peta bintangnya dan berpura-pura menambahkan catatan kepadanya sementara sebenarnya mengintip dari atas tempat itu ke kabin Hagrid. Figur-figur itu sekaranng sedang bergerak menyeberangi jendela-jendela kabin, sementara menghalangi cahayanya. Dia bisa merasakan mata Profesor Marchbanks di balik lehernya dan menekankan matanya lagi ke teleskopnya, menatap ke atas kepada bulan walaupun dia sudah menandai kedudukannya sejam yang lalu, tetapi ketika Profesor Marchbanks bergerak terus dia mendengar raungan dari kabin di kejauhan yang menggema melalui kegelapan tepat ke puncak Menara Astronomi. Beberapa orang di sekeliling Harry berkelit dari balik teleskop mereka dan mengintip ke arah kabin Hagrid. Profesor Tofty mengeluarkan batuk kecil yang kering lagi. "Coba konsentrasi sekarang, anak-anak," dia berkata dengan lembut. Kebanyakan orang kembali kepada teleskop mereka. Harry memandang ke sebelah kirinya. Hermione sedang menatap lekat-lekat ke kabin Hagrid. "Ahem -- dua puluh menit lagi," kata Profesor Tofty. Hermione terlompat dan kembali seketika ke peta bintangnya; Harry memandang ke bawah kepada petanya sendiri dan memperhatikan bahwa dia salah memberi label Venus sebagai Mars. Dia membungkuk untuk mengoreksinya. Ada bunyi letusan keras dari tanah. Beberapa orang berteriak "Aduh!" saat mereka menyodok wajah mereka sendiri dengan ujung teleskop mereka karena terburu-buru untuk melihat apa yang sedang terjadi di bawah. Pintu Hagrid telah terbuka mendadak dan dari cahaya yang membanjiri keluar dari kabin itu mereka melihatnya dengan sangat jelas sebagai figur besar yang sedang meraung dan mengepalkan tinjunya, dikelilingi oleh enam orang, yang semuanya, dinilai dari alur kecil cahaya merah yang sedang mereka pancarkan ke arahnya, tampaknya berusaha mem-Bekukannya. "Tidak!" teriak Hermione. "Sayangku!" kata Profesor Tofty dengan suara tersinggung. "Ini ujian!" Tetapi tak seorangpun memberi perhatian sedikitpun lagi pada peta bintang mereka. Pancaran sinar merah masih beterbangan di samping kabin Hagrid, namun entah bagaimana tampaknya memantul darinya; dia masih tegak dan masih, sejauh yang bisa dilihat Harry, melawan. Jeritan dan teriakan menggema menyeberangi halaman; seorang lelaki berteriak, "Berbuatlah yang pantas, Hagrid!" Hagrid meraung, "Pantas apanya, kau takkan membawakan seperti ini, Dawlish!" Harry bisa melihat garis bentuk Fang yang kecil, yang sedang berusaha membela Hagrid, melompat berulang-ulang kepada para penyihir yang mengelilinginya sampai sebuah Mantera Pembeku mengenainya dan dia jatuh ke tanah. Hagrid mengeluarkan lolong kemarahan, mengangkat pelakunya dari tanah dan melemparkannya; pria itu terbang sejauh kelihatannya sepuluh kaki dan tidak bangun lagi. Hermione menghela napas keras, kedua tangan menutupi mulutnya; Harry memandang kepada Ron dan melihat bahwa dia juga tampak takut. Tak seorangpun dari mereka pernah melihat Hagrid marah besar sebelumnya. "Lihat!" cicit Parvati, yang sedang bersandar pada tembok dan menunjuk ke kaki kastil tempat pintu-pintu depan terbuka lagi; lebih banyak cahaya jatuh ke halaman yang gelap dan sebuah bayangan hitam panjang tunggal sekarang berdesir menyeberangi halaman. "Sekarang, benar-benar!" kata Profesor Tofty dengan cemas. "Cuma enam belas menit lagi yang tersisa, kalian tahu!" Tetapi tak seorangpun memberinya perhatian sedikitpun: mereka sedang mengamati orang yang sekarang berlari cepat ke arah pertarungan di samping kabin Hagrid. "Beraninya kamu!" figur itu berteriak selagi berlari. "Beraninya kamu!" "Itu McGonagall!" bisik Hermione. "Tinggalkan dia sendiri! Sendiri, kataku!" kata suara Profesor McGonagall melalui kegelapan. "Atas dasar apa kalian menyerangnya? Dia tidak melakukan apapun, apapun yang membenarkan -- " Hermione, Parvati dan Lavender semuanya menjerit. Figur-figur di sekeliling kabin telah menembakkan tidak kurang dari empat Pembeku kepada Profesor McGonagall. Di tengah jalan antara kabin dan kastil sinar-sinar merah itu menghantamnya; sejenak dia tampak bercahaya dan berkilauan merah mengerikan, lalu dia terangkat dari kakinya, mendarat keras di punggungnya, dan tidak bergerak lagi. "Gargoyle melompat!" teriak Profesor Tofty, yang juga kelihatannya telah melupakan ujian sama sekali. "Tak ada peringatan apapun! Perilaku yang keterlaluan!" "PENGECUT!" teriak Hagrid; suaranya terbawa jelas hingga ke puncak menara, dan beberapa lampu berkelap-kelip di bagian dalam kastil. "PENGECUT SIALAN! RASAKAN ITU -- DAN ITU --" "Oh astaga -- " bisik Hermione. Hagrid memberi dua pukulan besar pada para penyerangnya yang terdekat; dinilai dari kejatuhan mereka yang segera, mereka terpukul hingga pingsan. Harry melihat Hagrid membungkuk, dan mengira dia akhirnya dikalahkan sebuah mantera. Tetapi, sebaliknya, saat berikutnya Hagrid berdiri lagi dengan apa yang tampak seperti karung di punggungnya -- lalu Harry sadar bahwa tubuh Fang yang lemah dipanggul di bahunya. "Tangkap dia, tangkap dia!" jerit Umbridge, tetapi pembantunya yang tersisa tampaknya sangat enggan masuk ke dalam jangkauan kepalan tangan Hagrid; memang, dia sedang mundur begitu cepatnya sehingga dia tersandung salah satu rekannya yang tidak sadar dan terjatuh. Hagrid telah berpaling dan mulai berlari dengan Fang masih bergantung di sekeliling lehernya. Umbridge mengirikan Mantera Pembeku terakhir mengejarnya tetapi meleset; dan Hagrid, sambil berlari dengan kecepatan penuh menuju gerbang-gerbang di kejauhan, menghilang dari ke dalam kegelapan. Ada keheningan menggetaran selama beberapa menit ketika semua orang menatap dengan mulut terbuka ke halaman. Lalu suara Profesor Tofty berkata dengan lemah, "Um ... lima menit lagi, semuanya." Walaupun dia hanya mengisi dua pertiga petanya, Harry putus asa ingin ujian itu berakhir. Saat akhirnya terjadi dia, Ron dan Hermione menjejalkan paksa teleskop mereka dengan sembarangan kembali ke tempatnya dan berlari menuruni tangga spiral. Tak seorangpun dari para murid yang pergi tidur; mereka semua berbicara keras-keras dan penuh semangat di kaki tangga tentang apa yang telah mereka saksikan. "Wanita jahat itu!" Hermione terengah-engah, tampaknya mengalami kesulitan berbicara karena marah. "Mencoba menyelinap pada Hagrid di malam buta!" "Dia jelas ingin menghindari tontonan lain seperti Trelawney," kata Ernie Macmillan dengan bijaksana, sambil menjejalkan diri untuk bergabung dengan mereka. "Hagrid bertindak hebat, bukan?" kata Ron, yang tampak lebih gelisah daripada terkesan. "Bagaimana semua mantera itu bisa memantul darinya?" "Pastilah darah raksasanya," kata Hermione dengan bergetar. "Sangat sulit memBekukan seorang raksasa, mereka seperti troll, benar-benar kuat ... tapi Profesor McGonagall yang malang ... empat Pembeku tepat di dada dan dia tidak muda lagi, bukan?" " Mengerikan, mengerikan," kata Ernie, sambil menggelengkan kepalanya dengan angkuh. "Well, aku akan pergi tidur. Malam, semuanya." Orang-orang di sekitar mereka menjauh, masih berbicara dengan bersemangat tentang apa yang baru saja mereka lihat. "Setidaknya mereka tidak bisa membawa Hagrid ke Azkaban," kata Ron. "Kurasa dia akan bergabung dengan Dumbledore, bukan begitu?" "Kurasa begitu," kata Hermione, yang tampak ingin menangis. "Oh, ini mengerikan, aku benar-benar mengira Dumbledore akan kembali sebelum waktu yang lama, tetapi sekarang kita juga kehilangan Hagrid." Mereka berjalan kembali ke ruang duduk Gryffindor dan mendapatinya penuh. Keributan di halaman sekolah telah membuat beberapa orang terjaga, yang bergegas membangunkan teman-teman mereka. Seamus dan Dean, yang tiba sebelum Harry, Ron dan Hermione, sekarang sedang menceritakan kepada semua orang apa yang telah mereka lihat dan dengar dari puncak Menara Astronomi. "Tetapi mengapa memecat Hagrid sekarang?" tanya Angelina Johnson, sambil menggelengkan kepalanya. "Tidak seperti Trelawney, dia mengajar jauh lebih baik dari biasanya tahun ini!" "Umbridge benci setengah-manusia," kata Hermione dengan getir, sambil menjatuhkan diri ke sebuah kursi berlengan. "Dia selalu berusaha mengeluarkan Hagrid." "Dan dia mengira Hagrid memasukkan Niffler ke dalam kantornya," seru Katie Bell. "Oh, astaga," kata Lee Jordan sambil menutup mulutnya. "Akulah yang memasukkan Niffler ke dalam kantornya. Fred dan George meninggalkan beberapa ekor kepadaku; aku melayangkan mereka melalui jendelanya." "Dia akan memecatnya bagaimanapun," kata Dean. "Hagrid terlalu dekat dengan Dumbledore." "Itu benar," kata Harry sambil merosot ke sebuah kursi berlengan di samping kursi Hermione. "Aku hanya berharap Profesor McGonagall baik-baik saja," kata Lavender bercucuran air mata. "Mereka membawanya kembali ke kastil, kami menonton melalui jendela asrama," kata Colin Creevey. "Dia tidak tampak begitu baik." "Madam Pomfrey akan menyembuhkannya," kata Alicia Spinnet dengan tegas. "Dia belum pernah gagal." Hampir jam empat di pagi hari sebelum ruang duduk kosong. Harry merasa terjaga penuh; gambar Hagrid yang berlari cepat ke dalam kegelapan menghantuinya; dia begitu marah kepada Umbridge sehingga dia tidak bisa memikirkan hukuman yang cukup kejam untuknya, walaupun saran Ron menjadikannya makanan untuk sekotak Skrewt Ujung-Meletup yang kelaparan ada gunanya. Dia jatuh tertidur sambil merenungkan balas dendam mengerikan dan bangkit dari tempat tidur tiga jam kemudian sambil merasa jelas-jelas tidak tentram. Ujian terakhir mereka, Sejarah Sihir, tidak akan berlangsung sampai sore itu. Harry sangat ingin kembali tidur setelah sarapan, tetapi dia telah mengharapkan pagi itu untuk mengulang pelajaran di menit terakhir, jadi alih-alih dia duduk dengan kepalanya di tangannya di samping jendela ruang duduk, sambil mencoba keras tidak tertidur ketika dia membaca beberapa bagian dari tumpukan catatan setinggi tiga setengah kaki yang telah dipinjamkan Hermione kepadanya. Anak-anak kelas lima memasuki Aula Besar pada pukul dua dan mengambil tempat mereka di depan kertas ujian mereka yang menghadap ke bawah. Harry merasa letih sekali. Dia hanya ingin ini berakhir, sehingga dia bisa pergi dan tidur; lalu besok, dia dan Ron akan turun ke lapangan Quidditch -- dia akan terbang dengan sapu Ron -dan menikmati kebebasan mereka dari mengulang pelajaran. "Balikkan kertas-kertas kalian," kata Profesor Marchbanks dari depan Aula, sambil membalikkan jam pasir raksasa. "Kalian boleh mulai." Harry menatap lekat-lekat pertanyaan pertama. Beberapa detik kemudian barulah dia sadar bahwa dia belum mencerna satu katapun; ada seekor kumbang yang mendengung dengan mengalihkan perhatian di salah satu jendela yang tinggi. Lambat-lambat, dengan berbelit-belit, dia akhirnya mulai menulis jawaban. Dia mendapati sangat sulit mengingat nama-nama dan terus salah pada tanggal-tanggal. Dia melompati pertanyaan empat (Menurutmu, apakah undang-undang tongkat memberi kontribusi, atau menuntun ke pengendalian yang lebih baik dari, kerusuhan goblin di abad kedelapan belas?), sambil berpikir bahwa dia akan kembali kepadanya kalau dia punya waktu di akhir. Dia mencoba pertanyaan lima (Bagaimana Undang-Undang Kerahasiaan dilanggar di tahun 1749 dan patokan apa yang diperkenalkan untuk mencegah terjadinya kembali?) tetapi punya kecurigaan mengganggu bahwa dia melewatkan beberapa poin penting; dia punya perasaan para vampir masuk ke suatu tempat di dalam ceritanya. Dia mencari pertanyaan yang pasti bisa dijawabnya dan matanya turun ke nomor sepuluh : Gambarkan keadaan yang menuntun pada pembentukan Konfederasi Penyihir Internasional dan jelaskan mengapa para penyihir Liechtenstein menolak bergabung. Aku tahu ini, Harry berpikir, walaupun otaknya terasa tumpul dan hampa. Dia bisa membayangkan sebuah judul, dengan tulisan tangan Hermione: Pembentukan Konfederasi Penyihir Internasional ... dia baru saja membaca catatan itu pagi ini. Dia mulai menulis, sambil melihat ke atas sekali-kali untuk memeriksa jam pasir besar di atas meja tulis di samping Profesor Marchbanks. Dia duduk tepat di belakang Parvati Patil, yang rambut gelap panjangnya jatuh ke punggung kursinya. Sekali atau dua kali dia mendapati dirinya sendiri menatap ke cahaya keemasan kecil yang berkilau saat dia menggerakkan kepalanya sedikit, dan harus memberi kepalanya sedikit goyangan untuk menjernihkannya. ... Ketua Tertinggi pertama dari Konfederasi Penyihir Internasional adalah Pierre Bonaccord, tetapi penunjukkannya ditentang oleh komunitas sihir Liechtenstein, karena -Di sekeliling Harry pena-pena bulu mengores perkamen seperti tikus-tikus yang berlarian dan membuat liang. Matahari sangat panas di bagian belakang kepalanya. Apa yang telah dilakukan Bonaccord untuk melukai perasaan para penyihir Liechtenstein? Harry punya perasaan ada hubungannya dengan para troll ... dia memandang dengan hampa ke bagian belakang kepala Parvati lagi. Kalau saja dia bisa melakukan Legilimency dan membuka jendela di belakang kepalanya dan melihat ada apa tentang troll yang menyebabkan perpecahaan antara Pierre Bonaccord dan Liechtenstein ... Harry menutup matanya dan mengubur wajahnya di dalam tangannya, sehingga pijar merah kelopak matanya menjadi gelap dan sejuk. Bonaccord ingin menghentikan perburuan troll dan memberi para troll hak-hak ... tetapi Liechtenstein memiliki masalah dengan satu suku troll gunung yang luar biasa kejam ... itu dia. Dia membuka matanya; matanya pedih dan berair ketika melihat perkamen putih terang. Lambat-lambat, dia menulis dua baris tentang para troll, lalu membaca apa yang telah dibuatnya sedemikan jauh. Tampaknya tidak begitu informatif atau mendetil, namun dia yakin catatan Hermione tentang Konfederasi telah berlanjut hingga berhalaman-halaman. Dia menutup matanya lagi, mencoba melihat mereka, mencoba mengingat ... Konfederasi telah bertemu untuk pertama kalinya di Prancis, ya, dia sudah menulis itu Para goblin telah berusaha hadir dan diusir ... dia juga sudah menulis itu ... Dan tak seorangpun dari Liechtenstein mau datang ... Pikir, dia menyuruh dirinya sendiri, wajahnya di dalam tangannya, sementara di sekelilingnya pena bulu menggoreskan jawaban tanpa henti dan pasir mengucur melalui jam pasir di depan ... Dia sedang berjalan menyusuri koridor gelap yang sejuk ke Departemen Misteri lagi, berjalan dengan langkah tegas dan penuh tujuan, terkadang berlari, bertekad untuk mencapai tujuannya pada akhirnya ... pintu hitam itu berayun membuka untuknya seperti biasa, dan di sinilah dia di dalam ruangan melingkar dengan banyak pintu ... Lurus menyeberangi lantai batu dan melewati pintu kedua ... petak-petak cahaya menari-nari di dinding dan lantai dan bunyi detik mekanis aneh itu, tetapi tak ada waktu untuk menjelajah, dia harus bergegas ... Dia berlari kecil beberapai kaki terakhir ke pintu ketiga, yang terayun membuka persis seperti yang lainnya ... Sekali lagi dia berada di dalam sebuah ruangan seukuran katedral yang penuh dengan rak-rak dan bola-bola kaca ... jantungnya sekarang berdebar sangat cepat ... dia akan sampai ke sana kali ini ... saat dia mencapai nomor sembilan puluh tujuh dia berbelok ke kiri dan bergegas menyusuri lorong di antara dua baris ... Tetapi ada sebuah bentuk di atas lantai di bagian terujung, sebuah bentuk hitam yang sedang bergerak di atas lantai seperti seekor binatang yang terluka ... perut Harry mengerut karena takut ... karena bersemangat ... Sebuah suara keluar dari mulutnya sendiri, suara tinggi, dingin yang tak memiliki kebaikan manusia ... "Ambilkan untukku ... turunkan, sekarang ... aku tidak bisa menyentuhnya ... tapi kamu bisa." Bentuk hitam di atas lantai bergerak sedikit. Harry melihat sebuah tangan putih berjari panjang yang mengenggam sebuah tongkat naik di ujung lengannya sendiri ... mendengar suara tinggi, dingin yang berkata "Crucio!" Lelaki di atas lantai itu mengeluarkan jerit kesakitan, mencoba berdiri tetapi terjatuh kembali, sambil merintih. Harry sedang tertawa. Dia mengangkat tongkatnya, kutukan terangkat dan figur itu mengerang dan menjadi tak bergerak. "Lord Voldemort sedang menunggu." Dengan sangat lambat, lengannya bergetar, lelaki di atas tanah mengangkat bahunya beberapa inci dan menaikkan kepalanya. Wajahnya berlumuran darah dan cekung, mengerenyit kesakitan tetapi kaku menantang. "Kau akan harus membunuhku," bisik Sirius. "Tak diragukan lagi pada akhirnya akan kulakukan," kata suara dingin itu. "Tapi mulanya kamu akan mengambilnya untukku, Black ... kamu kira kamu sudah merasakah sakit sejauh ini? Pikir lagi ... kira punya waktu berjam-jam dan tak seorangpun yang akan mendengarmu berteriak ... " Tetapi seseorang menjerit saat Voldemort menurunkan tongkatnya lagi; seseorang berteriak dan jatuh ke samping dari sebuah meja tulis yang panas ke atas lantai batu yang dingin; Harry bangun ketika dia mengenai tanah, masih berteriak, bekas lukanya terbakar, ketika Aula Besar riuh-rendah di sekitarnya. BAB TIGA PULUH DUA Keluar dari Api "Aku tidak akan pergi ... aku tidak butuh sayap rumah sakit ... aku tidak mau" Dia sedang meracau selagi mencoba melepaskan diri dari Profesor Tofty, yang sedang memandang Harry dengan penuh kekuatiran setelah membantunya keluar ke Aula Depan dengan tatapan murid-murid di sekeliling mereka. "Aku -- aku baik-baik saja, sir," Harry tergagap, sambil menyeka keringat dari wajahnya. "Benar ... aku cuma tertidur ... dapat mimpi buruk "Tekanan ujian!" kata penyihir pria tua itu dengan bersimpati, sambil menepuk bahu Harry dengan gemetaran. "Hal itu terjadi, anak muda, terjadi! Seakrang, minum air yang menyejukkan, dan mungkin kamu akan siap kembali ke Aula Besar? Ujian hampir usai, tapi kamu mungkin bisa menyelesaikan jawaban terakhirmu dengan baik?" "Ya," kata Harry dengan liar. "Maksudku ... tidak ... aku sudah melakukan -melakukan sejauh yang kubisa, kukira ... " "Sangat bagus, sangat bagus," kata penyihir tua itu. "Aku akan pergi mengumpulkan kertas ujianmu dan kusarankan kamu pergi dan berbaring." "Saya akan melakukannya," kata Harry sambil mengangguk penuh semangat. "Terima kasih banyak." Begitu tumit orang tua itu menghilang dari ambang pintu ke dalam Aula Besar, Harry berlari menaiki tangga pualam, menderu cepat menyusuri koridor-koridor begitu cepatnya sehingga potret-potret yang dia lalui menggumamkan celaan, menaiki lebih banyak tangga lagi, dan akhirnya masuk seperti topan melalui pintu-pintu ganda sayap rumah sakit, mengakibatkan Madam Pomfrey -- yang sedang menyendokkan sedikit cairan biru terang ke dalam mulut Montague yang terbuka -- menjerit takut. "Potter, kamu pikir apa yang sedang kamu lakukan?" "Saya perlu bertemu Profesor McGonagall," Harry terengah-engah, napasnya merobek-robek paru-parunya. "Sekarang ... penting!" "Beliau tidak ada di sini, Potter," kata Madam Pomfrey dengan sedih. "Beliau ditransfer ke St Mungo pagi ini. Empat Mantera Pembeku langsung ke dada pada usianya? Ajaib mereka tidak membunuhnya." "Dia ... pergi?" kata Harry, terguncang. Bel berdering tepat di luar kamar asrama dan dia mendengar kegaduhan biasa dari murid-murid di kejauhan yang mulai membanjir keluar ke koridor-koridor di atas dan di bawahnya. Dia tetap tidak bergerak, sambil memandang Madam Pomfrey. Teror tumbuh di dalam dirinya. Tak seorangpun tertinggal untuk diberitahu. Dumbledore telah pergi, Hagrid telah pergi, tetapi dia selalu mengharapkan Profesor McGonagall akan berada di sana, lekas marah dan tidak luwes, mungkin, tetapi selalu dapat diandalkan kehadirannya ... "Aku tidak terkejut kamu terguncang, Potter," kata Madam Pomfrey, dengan semacam persetujuan dashyat di wajahnya. "Seolah-olah salah satu dari mereka akan bisa Membekukan Minerva McGonagall saat berhadapan langsung di bawah sinar matahari! Kepengecutan, itulah namanya ... kepengecutan yang patut dibenci ... kalau aku tidak kuatir apa yang akan terjadi dengan kalian para murid tanpa diriku, aku akan mengundurkan diri sebagai protes." "Ya," kata Harry dengan hampa. Dia berputar dan berjalan tak tentu arah dari sayap rumah sakit ke koridor yang penuh sesak di mana dia berdiri, dikelilingi kerumunan, rasa panik mengembang di dalam dirinya seperti gas beracun sehingga kepalanya berputar dan dia tidak bisa memikirkan apa yang harus dilakukan ... Ron dan Hermione, kata sebuah suara di dalam kepalanya. Dia berlari lagi, sambil mendorong murid-murid menyingkir dari jalannya, tak memperhatikan protes marah mereka. Dia berlari cepat kembali menuruni dua lantai dan berada di puncak tangga pualam ketika dia melihat mereka bergegas ke arahnya. "Harry!" kata Hermione seketika, sambil terlihat sangat ketakutan. "Apa yang terjadi? Apakah kamu baik-baik saja? Apakah kamu sakit?" "Ke mana kamu?" tuntut Ron. "Ikut aku," Harry berkata dengan cepat. "Ayolah, aku harus memberitahu kalian sesuatu." Dia menuntun mereka menyusuri koridor lantai pertama, mengintip melalui ambang-ambang pintu, dan akhirnya menemukan sebuah ruang kelas kosong ke mana dia masuk, menutup pintu di belakang Ron dan Hermione saat mereka berada di dalam, dan bersandar ke pintu itu, menghadap mereka. "Voldemort menangkap Sirius." "Apa?" "Bagaimana kamu --?" "Aku lihat. Baru saja. Waktu aku tertidur saat ujian." "Tapi -- tapi di mana? Bagaimana?" kata Hermione, wajahnya putih. "Aku tak tahu bagaimana," kata Harry. "Tapi aku tahu persis di mana. Ada sebuah ruangan di Departemen Misteri yang penuh dengan rak-rak yang berisikan bola-bola kaca kecil ini dan mereka ada di ujung baris sembilan puluh tujuh ... dia berusaha menggunakan Sirius untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya dari dalam sana ... dia sedang menyiksanya ... bilang dia akan mengakhirinya dengan membunuhnya!" Harry mendapati suaranya bergetar, begitu pula lututnya. Dia pindah ke sebuah meja dan duduk di atasnya, sambil mencoba menguasai dirinya sendiri. "Bagaimana kita akan pergi ke sana?" dia bertanya kepada mereka. Ada keheningan sejenak. Lalu Ron berkata, "P-pergi ke sana?" "Pergi ke Departemen Misteri, sehingga kita bisa menyelamatkan Sirius!" Harry berkata keras-keras. "Tapi -- Harry kata Ron dengan lemah. "Apa? Apa?" kata Harry. Dia tidak mengerti mengapa mereka berdua menatapnya dengan mulut terbuka seolah-olah dia sedang meminta mereka melakukan sesuatu yang tidak masuk akal. "Harry," kata Hermione dengan suara agak ketakutan, "er ... bagaimana ... bagaimana Voldemort masuk ke dalam Kementerian Sihir tanpa ada yang menyadari dia ada di sana?" "Bagaimana aku tahu?" teriak Harry. "Pertanyaannya adalah bagaimana kita akan masuk ke dalam sana!" "Tapi ... Harry, pikirkan ini," kata Hermione, sambil maju selangkah ke arahnya, "saat ini pukul lima sore ... Kementerian Sihir pastilah penuh pekerja ... bagaimana Voldemort dan Sirius bisa masuk tanpa terlihat? Harry ... mereka mungkin dua penyihir yang paling dicari-cari di dunia ... menurutmu mereka bisa masuk ke dalam sebuah gedung yang penuh dengan Auror tanpa terdeteksi?" "Aku tak tahu, Voldemort menggunakan Jubah Gaib atau sesuatu!" Harry berteriak. "Lagipula, Departemen Misteri selalu sepenuhnya kosong kapanpun aku berada di -- " "Kamu belum pernah berada di sana, Harry," kata Hermione pelan. "Kamu memimpikan tempat itu, itu saja." "Itu bukan mimpi biasa!" Harry berteriak ke wajahnya, sambil berdiri dan maju selangkah mendekat kepadanya.Dia ingin mengguncangnya. "Kalau begitu bagaimana kamu menjelaskan ayah Ron, tentang apa semua itu, bagaimana aku tahu apa yang terjadi kepadanya?" "Dia benar juga," kata Ron pelan, sambil memandang Hermione. "Tapi ini hanya -- hanya begitu tidak mungkin," kata Hermione dengan putus asa. "Harry, bagaimana Voldemort bisa menangkap Sirius kalau dia berada di Grimmauld Place sepanjang waktu?" "Sirius mungkin tidak tahan dan cuma ingin sedikit udara segar," kata Ron, terdengar kuatir. "Dia dari dulu sangat ingin keluar dari rumah itu -- " "Tapi kenapa," Hermione bertahan, "kenapa Voldemort mau menggunakan Sirius untuk mengambil senjata itu, atau apapun benda itu?" "Aku tak tahu, mungkin ada banyak alasan!" Harry menjerit kepadanya. "Mungkin Sirius hanyalah seseorang yang Voldemort tidak peduli jika terluka -- " "Kalian tahu apa, aku baru saja terpikir sesuatu," kata Ron dengan suara berbisik. "Adik Sirius adalah seorang Pelahap Maut, bukan? Mungkin dia memberitahu Sirius rahasia bagaimana mengambil senjata itu!" "Yeah -- dan itulah sebabnya Dumbledore sangat ingin menahan Sirius terkurung sepanjang waktu!" kata Harry. "Lihat, aku menyesal," jerit Hermione, "tapi tak satupun dari kalian masuk akal, dan kita tidak punya bukti untuk ini, tak ada bukti Voldemort dan Sirius bahkan ada di sana -- " "Hermione, Harry melihat mereka!" kata Ron, memberondongnya. "OK," katanya, tampak takut namun bertekad, "aku cuma harus mengatakan ini --" "Apa?" "Kamu ... ini bukan kritik, Harry! Tapi kamu memang ... semacam ... maksudku -tidakkah menurutmu kamu punya sedikit -- hal tentang menyelamatkan orang!" katanya. Harry melotot kepadanya. "Dan apa artinya itu, "hal tentang menyelamatkan orang"?" "Well ... kamu dia tampak lebih gelisah dari sebelumnya. "Maksudku ... tahun lalu, contohnya ... di danau ... saat Turnamen ... kamu seharusnya tidak ... maksudku, kamu tidak perlu menyelamatkan gadis kecil Delacour itu ... kamu agak ... terbawa Sebuah gelombang kemarahan panas membara menyapu badan Harry, bagaimana bisa dia mengingatkannya pada kesalahan itu sekarang? "Maksudku, kamu hebat dan sebagainya," kata Hermione cepat-cepat, tampak benar-benar ngeri melihat tampang Harry, "semua orang mengira itu hal yang mengagumkan untuk dilakukan -- " "Lucu," kata Harry melalui gigi-gigi yang digertakkan, "karena aku jelas-jelas ingat Ron berkata aku membuang waktu bertindak sebagai pahlawan ... apakah menurutmu ini seperti yang waktu itu? Kaurasa aku ingin bertindak sebagai pahlawan lagi?" "Tidak, tidak, tidak!" kata Hermione, terlihat kaget. "Itu bukan yang kumaksud sama sekali!" "Well, keluarkan apa yang ingin kau katakan, karena kita sedang membuang waktu di sini!" Harry berteriak. "Aku sedang mencoba mengatakan -- Voldemort mengenalmu, Harry! Dia membawa Ginny turun ke dalam Kamar Rahasia untuk memikatmu ke sana, hal-hal seperti itulah yang dilakukannya, dia tahu kamu adalah -- jenis orang yang akan pergi menolong Sirius! Bagaimana kalau dia cuma mencoba membuat kamu masuk ke dalam Departemen Mist--?" "Hermione, tidak masalah apakah dia melakukannya untuk membuatku ke sana atau tidak -- mereka sudah membawa McGonagall ke St Mungo, tak seorangpun dari Order tersisa di Hogwarts yang bisa kita beritahu, dan kalau kita tidak pergi, Sirius mati!" "Tapi Harry -- bagaimana kalau mimpimu -- cuma itu, sebuah mimpi?" Harry mengeluarkan raungan frustrasi. Hermione bahkan melangkah mundur darinya, tampak kuatir. "Kau tidak mengerti!" Harry berteriak kepadanya, "Aku tidak sedang mimpi buruk, aku tidak hanya bermimpi! Menurutmu semua Occlumency itu untuk apa, menurutmu kenapa Dumbledore ingin mencegahku melihat hal-hal ini? Karena memang NYATA, Hermione -- Sirius terperangkap, aku sudah melihatnya. Voldemort menangkapnya, dan tak seorangpun yang tahu, dan itu berarti kita satu-satunya yang bisa menyelamatkannya, dan kalau kamu tidak mau melakukannya, baik, tapi aku akan pergi, paham? Dan kalau aku ingat dengan benar, kau tidak punya masalah dengan hal menyelamatkan orang-ku waktu kamu yang kuselamatkan dari Dementor, atau -- " dia memberondong Ron "-- waktu adikmu yang kuselamatkan dari Basilisk -- " "Aku tak pernah bilang aku punya masalah!" kata Ron dengan panas. "Tapi Harry, kamu baru saja bilang," kata Hermione dengan garang, "Dumbledore mau kamu belajar menghalangi hal-hal ini dari pikiranmu, kalau kamu mengerjakan Occlumency dengan semestinya kamu tidak akan pernah melihat ini -- " "KALAU KAUKIRA AKU AKAN BERTINDAK SEOLAH- OLAH AKU TIDAK MELIHAT -- " "Sirius bilang kepadamu tak ada yang lebih penting daripada kamu belajar menutupp pikiranmu!" "WELL, KUDUGA DIA AKAN MENGATAKAN SESUATU YANG BERBEDA KALAU D IA TAHU APA YANG BARU SAJA AKU --" Pintu ruang kelas membuka. Harry, Ron dan Hermione berputar cepat. Ginny berjalan masuk, terlihat ingin tahu, diikuti dari dekat oleh Luna, yang seperti biasa tampak seolah-olah dia melintas masuk tanpa disengaja. "Hai," kata Ginny dengan tidak yakin. "Kami mengenali suara Harry. Apa yang sedang kamu teriakkan?" "Tak usah peduli," kata Harry dengan kasar. Ginny mengangkat alisnya. "Tidak perlu berbicara dengan nada begitu kepadaku," dia berkata dengan dingin, "aku hanya ingin tahu apakah aku bisa membantu." "Well, kamu tidak bisa," kata Harry singkat. "Kau agak kasar, kau tahu," kata Luna dengan tenang. Harry menyumpah dan berpaling. Hal terakhir yang diinginkannya sekarang adalah percakapan dengan Luna Lovegood. "Tunggu," kata Hermione tiba-tiba. "Tunggu ... Harry, mereka bisa membantu." Harry dan Ron memandangnya. "Dengar," dia berkata dengan mendesak, "Harry, kita perlu memastikan apakah Sirius benar-benar telah meninggalkan Markas Besar." "Aku sudah bilang, aku lihat -- " "Harry, aku mohon padamu, tolong!" kata Hermione dengan putus asa. "Tolong periksa saja bahwa Sirius tidak ada di rumah sebelum kita menyerbu ke London. Kalau kita mendapati dia tidak ada di sana, aku bersumpah aku tidak akan mencoba menghentikanmu. Aku akan ikut, aku akan m-melakukan apapun yang diperlukan untuk mencoba menyelamatkannya." "Sirius sedang disiksa SEKARANG!" teriak Harry. "Kita tidak punya waktu untuk dibuang." "Tapi kalau ini tipuan Voldemort, Harry, kita harus periksa, kita harus." "Bagaimana?" Harry menuntut. "Bagaimana kita akan memeriksanya?" "Kita harus menggunakan api Umbridge dan lihat apakah kita bisa menghubunginya," kata Hermione, yang tampak benar-benar ngeri memikirkan itu. "Kita akan menarik Umbridge pergi lagi, tapi kita butuh pengintai, dan di situlah kita bisa menggunakan Ginny dan Luna." Walaupun jelas sedang berjuang memahami apa yang sedang terjadi, Ginny berkata segera, "Yeah, kami akan melakukannya," dan Luna berkata, "Waktu kau bilang "Sirius", apakah kau sedang membicarakan Stubby Boardman?" Tak seorangpun menjawabnya. "OK," Harry berkata dengan agresif kepada Hermione, "OK, kalau kamu bisa memikirkan suatu cara melakukan ini dengan cepat, aku ikut, kalau tidak aku akan pergi ke Departemen Misteri sekarang juga." "Departemen Misteri?" kata Luna, tampak agak terkejut. "Tapi bagaimana kamu akan pergi ke sana?" Lagi-lagi, Harry mengabaikannya. "Benar," kata Hermione, sambil memuntirkan tangannya bersamaan dan berjalan bolak-balik di antara meja-meja. "Benar ... well ... salah satu dari kita harus pergi mencari Umbridge dan -- dan mengirimnya ke arah yang salah, menjauhkannya dari kantornya. Mereka bisa bilang padanya -- aku tidak tahu -- bahwa Peeves sedang melakukan sesuatu yang mengerikan seperti biasa." "Aku akan melakukannya," kata Ron seketika. "Aku akan memberitahunya Peeves sedang menghancurkan departemen Transfigurasi atau sesuatu, letaknya bermil-mil dari kantornya. Kalau dipikir-pikir, aku mungkin bisa membujuk Peeves untuk melakukannya kalau aku bertemu dengannya di jalan." Tanda keseriusan keadaan itu adalah Hermione tidak keberatan menghancurkan departemen Transfigurasi. "OK," katanya, alisanya mengerut sementara dia terus berjalan. "Sekarang, kita perlu menjauhkan murid-murid dari kantornya saat kita mendobrak masuk, atau beberapa anak Slytherin pasti akan pergi mengisikinya." "Luna dan aku bisa berdiri di kedua ujung koridor," kata Ginny dengan segera, "dan memperingatkan orang-orang untuk tidak ke sana karena seseorang melepaskan banyak Gas Pencekik." Hermione tampak terkejut pada kesiapan Ginny menciptakan kebohongan ini; Ginny mengangkat bahu dan berkata, "Fred dan George merencanakan melakukannya sebelum mereka pergi." "OK," kata Hermione. "Well kalau begitu, Harry, kamu dan aku akan berada di bawah Jubah Gaib dan kita akan menyelinap masuk ke dalam kantor dan kamu bisa berbicara kepada Sirius -- " "Dia tidak ada di sana, Hermione!" "Maksudku, kamu bisa -- bisa memeriksa apakah Sirius ada di rumah atau tidak sementara aku berjaga-jaga, kukira kamu seharusnya tidak berada di dalam sana sendirian, Lee sudah membuktikan jendela-jendelanya adalah titik lemah, dengan mengirimkan Niffler-Niffler itu melaluinya." Walaupun melalui kemarahan dan ketidaksabarannya, Harry mengenali tawaran Hermione untuk menemaninya ke dalam kantor Umbridge sebagai tanda solidaritas dan kesetiaan. "Aku ... OK, trims," dia bergumam. "Benar, well, kalaupun kita melakukan semua itu, kukira kita tidak akan bisa mengambil lebih dari lima menit," kata Hermione, tampak lega bahwa Harry kelihatannya menerima rencana itu, "tidak dengan Filch dan Regu Penyelidik sialan itu berkeliaran." "Lima menit cukup," kata Harry. "Ayolah, ayo pergi -- " "Sekarang?" kata Hermione, tampak terguncang. "Tentu saja sekarang!" kata Harry dengan marah. "Menurutmu apa, kita akan menunggu sampai sehabis makan malam atau apa? Hermione, Sirius sedang disiksa tepat saat ini!" "Aku -- oh, baiklah," dia berkata dengan putus asa. "Kamu pergi ambil Jubah Gaib dan kami akan menemuimu di ujung koridor Umbridge, OK?" Harry tidak menjawab, melainkan berlari cepat keluar dari ruangan itu dan mulai berjuang melewati kerumunan yang ramai di luar. Dua lantai di atas dia bertemu Seamus dan Dean, yang menegurnya dengan riang dan memberitahunya mereka merencanakan perayaan akhir ujian dari senja hingga fajar di ruang duduk. Harry hampir tidak mendengar mereka. Dia bersusah payah melewati lubang potret sementara mereka masih mendebatkan berapa banyak Butterbeer pasar gelap yang akan mereka butuhkan dan sedang memanjat keluar, Jubah Gaib dan pisau Sirius aman di dalam tasnya, sebelum mereka memperhatikan dia telah meninggalkan mereka. "Harry, apakah kamu mau memasukkan beberapa Galleon? Harold Dingle mengira dia bisa menjual sedikit Whisky-Api kepada kami -- " Tetapi Harry sudah berlari menyusuri koridor kembali, dan beberapa menit kemudian sedang melompati sedikit anak tangga terakhir untuk bergabung dengan Ron, Hermione, Ginny dan Luna, yang berkerumun bersama di ujung koridor Umbridge. "Dapat," dia terengah-engah. "Kalau begitu, siap pergi?" "Baiklah," bisik Hermione ketika sekelompok anak-anak kelas enam yang berbicara keras-keras melewati mereka. "Jadi Ron -- kamu pergi membawa Umbridge menjauh ... Ginny, Luna, kalau kalian bisa mulai mengeluarkan orang-orang dari koridor ... Harry dan aku akan mengambil Jubah dan menunggu sampai keadaan aman ... " Ron berjalan pergi, rambut merah terangnya tampak jelas hingga ke ujung lorong; sementara itu kepala Ginny yang sama menyalanya tampak di antara murid-murid yang berdesak-desakan yang mengelilingi mereka di arah yang berlawanan, diikuti oleh kepala pirang Luna. "Ke mari," gumam Hermione, sambil menarik pergelangan tangan Harry dan menariknya kembali ke celah tempat kepala batu jelek seorang penyihir pria abad pertengahan berdiri bergumam kepada dirinya sendiri di atas sebuah tiang. "Apakah -apakah kamu yakin kamu baik-baik saja, Harry? Kamu masih sangat pucat." "Aku baik," dia berkata singkat, sambil menarik Jubah Gaib keluar dari tasnya. Sejujurnya, bekas lukanya sakit, tetapi begitu parah sehingga dia berpikir Voldemort belum memberi Sirius pukulan mematikan; jauh lebih sakit dari ini waktu Voldemort menghukum Avery ... "Ini," katanya; dia melemparkan Jubah Gaib menutupi mereka berdua dan mereka berdiri sambil mendengarkan dengan hati-hati pada gumaman Latin patung di depan mereka. "Kalian tidak boleh datang ke sini!" Ginny sedang berseru kepada kerumunan. "Tidak, maaf, kalian harus berputar ke tangga putar, seseorang melepaskan Gas Pencekik di sekitar sini -- " Mereka bisa mendengar orang-orang mengeluh; satu suara masam berkata, "aku tidak melihat ada gas." "Itu karena tidak berwarna," kata Ginny dengan suara putus asa yang meyakinkan, "tapi kalau kamu mau berjalan melewatinya, teruskan, dengan begitu kami akan punya tubuhmu sebagai bukti untuk idiot berikutnya yang tidak percaya pada kami." Lambat laun, kerumunan menipis. Berita tentang Gas Pencekik tampaknya telah menyebar; orang-orang tidak berdatangan ke arah sini lagi. Saat akhirnya daerah sekitar kosong, Hermione berkata pelan, "Kukira hanya sebaik itulah yang bisa kita dapat, Harry -- ayolah, mari lakukan." Mereka bergerak maju, diselubungi Jubah. Luna sedang berdiri memunggungi mereka di ujung jauh koridor. Ketika mereka melewati Ginny, Hermione berbisik, "Bagus ... jangan lupa tandanya." "Tanda apa?" gumam Harry, ketika mereka mendekati pintu Umbridge. "Nyanyian keras "Weasley adalah Raja kami" kalau mereka melihat Umbridge datang," jawab Hermione, ketika Harry memasukkan bilah pisau Sirius ke celah antara pintu dan dinding. Kunci berbunyi membuka dan mereka memasuki kantor itu. Anak-anak kucing yang mengilat sedang mandi sinar matahari petang yang menghangatkan plakat mereka, tetapi selain itu kantor itu hening dan tidak berpenghuni seperti kali terakhir. Hermione menghela napas lega. "Kukira dia mungkin telah menambahkan pengamanan tambahan setelah Niffler kedua itu." Mereka menarik lepas Jubah itu; Hermione bergegas ke jendela dan berdiri di luar pandangan, sambil mengintip ke bawah ke halaman sekolah dengan tongkatnya dikeluarkan. Harry berlari ke perapian, menyambar pot bubuk Floo dan melemparkan sejumput ke dalam kisi, menyebabkan nyala api zamrud timbul di sana. Dia berlutut cepat-cepat, memasukkan kepalanya ke dalam api yang menari-nari dan berteriak, "Grimmauld Place nomor dua belas!" Kepalanya mulai berputar seolah-olah dia baru saja turun permainan di udara walaupun lututnya terus tertahan di lantai kantor yang dingin. Dia terus memicingkan matanya melawan abu yang berputar dan saat putarannya berhenti dia membuka mata dan mendapati dirinya memandang ke dapur panjang yang dingin dari Grimmauld Place. Tak seorangpun ada di sana. Dia sudah menduga ini, namun belum siap menghadapi gelombang campuran rasa ngeri dan panik yang tampaknya meledak di perutnya saat melihat ruangan yang sepi itu. "Sirius?" dia berteriak. "Sirius, apakah kamu di sana?" Suaranya menggema di ruangan itu, tetapi tidak ada jawaban kecuali bunyi decit kecil di sebelah kanan api. "Siapa di sana?" dia berseru, sambil bertanya-tanya apakah itu cuma seekor tikus. Kreacher si peri-rumah bergerak pelan ke dalam pandangan. Dia terlihat sangat senang tentang sesuatu, walaupun dia tampaknya baru saja mengalami luka mengerikan di kedua tangannya, yang diperban berat. "Kepala bocah Potter itu ada di dalam api," Kreacher memberitahu dapur yang kosong itu, sambil mencuri pandang aneh penuh kemenangan sembunyi-sembunyi kepada Harry. "Untuk apa dia datang, Kreacher ingin tahu?" "Di mana Sirius, Kreacher?" Harry menuntut. Peri-rumah itu tertawa kecil menciut-ciut. "Tuan sudah keluar, Harry Potter." "Ke mana dia pergi? Ke mana dia pergi, Kreacher?" Kreacher hanya terkekeh. "Kuperingatkan kamu!" kata Harry, sepenuhnya sadar bahwa jangkauannya untuk memberikan hukuman kepada Kreacher hampir tidak ada dalam kedudukan ini. "Bagaimana dengan Lupin? Mad-Eye? Salah satu dari mereka, apakah ada yang di sana?" "Tak seorangpun di sini kecuali Kreacher!" kata peri itu dengan senang, dan sambil berpaling dari Harry dia mulai berjalan lambat-lambat menuju pintu di ujung dapur. "Kreacher pikir dia akan bincang-bincang sedikit dengan nyonyanya sekarang, ya, dia lama tidak punya kesempatan, tuan Kreacher telah menjauhkannya darinya -- " "Ke mana Sirius pergi?" Harry berteriak kepada peri itu. "Kreacher, apakah dia pergi ke Departemen Misteri?" Kreacher berhenti di tengah jalan. Harry hanya bisa melihat belakang kepala botaknya melalui lautan kaki kursi di hadapannya. "Tuan tidak memberitahu Kreacher malang ke mana dia pergi," kata peri itu pelan. "Tapi kamu tahu!" teriak Harry. "Bukankah begitu? Kamu tahu di mana dia!" Ada keheningan sejenak, lalu peri itu mengeluarkan kekeh terkerasnya. "Tuan tidak akan kembali dari Departemen Misteri!" dia berkata dengan senang. "Kreacher dan nyonyanya akan sendirian lagi!" Dan dia bergegas maju dan menghilang melalui pintu ke aula. "Kau --!" Tetapi sebelum dia bisa mengutarakan kutukan atau hinaan tunggal, Harry merasakan rasa sakit hebat di puncak kepalanya; dia menghirup banyak abu dan, sambil tercekik, mendapati dirinya diseret ke belakang melalui nyala api, sampai mendadak dengan mengerikan dia sedang menatap ke wajah pucat lebwa Profesor Umbridge yang telah menyeretnya ke belakang keluar dari api dan sekarang sedang membengkokkan lehernya sejauh yang bisa dilakukan, seolah-olah dia akan merobek tenggorokan Harry. "Kau kira," dia berbisik, sambil membengkokkan leher Harry ke belakang lebih jauh lagi, sehingga dia sekarang memandang ke atas ke langit-langit, "bahwa setelah dua Niffler aku akan membiarkan satu lagi makhluk busuk pencari sampah memasuki kantorku tanpa sepengetahuanku? Aku punya Mantera Pendeteksi Tersembunyi ditempatkan di sekeliling ambang pintuku setelah yang terakhir masuk, kau bocah bodoh. Ambil tongkatnya," dia menghardik seseorang yang tidak bisa dilihat, dan Harry merasa sebuah tangan meraba-raba di bagian dalam kantong dada jubahnya dan mengeluarkan tongkat itu. "Miliknya juga." Harry mendengar bunyi decit di dekat pintu dan tahu bahwa tongkat Hermione juga baru saja diambil paksa darinya. "Aku mau tahu kenapa kalian ada di dalam kantorku," kata Umbridge, sambil menggoyangkan kepalan yang mencengkeram rambut Harry sehingga dia sempoyongan. "Aku sedang -- mencoba mengambil Fireboltku!" Harry berkata dengan parau. "Pembohong." Dia mengguncangkan kepalanya lagi. "Fireboltmu ada di bawah penjagaan ketat di ruang bawah tanah, seperti yang kau tahu benar, Potter. Kamu memasukkan kepalamu ke dalam apiku. Dengan siapa kamu berkomunikasi?" "Tak seorangpun -- " kata Harry, sambil mencoba menarik lepas darinya. Dia merasakan beberapa rambutnya berpisah dari kepalanya. "Pembohong!" teriak Umbridge. Dia melemparkannya menjauh dan Harry terbanting ke meja tulis. Sekarang dia bisa melihat Hermione ditahan pada dinding oleh Millicent Bulstrode. Malfoy sedang bersandar di ambang jendela, sambil tersenyum menyeringai selagi dia melemparkan tongkat Harry ke udara dengan satu tangan dan menangkapnya kembali. Ada kegaduhan di luar dan beberapa anak Slytherin yang besar-besar masuk, masing-masing sambil mencengkeram Ron, Ginny, Luna dan -- yang membuat Harry bingung -- Neville, yang terperangkap dalam pegangan mencekik Crabbe dan tampak berada dalam bahaya mati lemas segera. Mereka berempat semuanya disumpal mulutnya. "Dapat mereka semua," kata Warrington, sambil mendorong Ron dengan kasar maju ke dalam ruangan. "Yang satu itu," dia menyodokkan satu jari gemuk kepada Neville, "mencoba menghentikanku mengambil dia," dia menunjuk kepada Ginny, yang sedang berusaha menendang tulang kering anak perempuan Slytherin bertubuh besar yang sedang memeganginya, "jadi kubawa serta juga." "Bagus, bagus," kata Umbridge, sambil mengamati pergumulan Ginny. "Well, tampaknya seakan-akan Hogwarts akan segera menjadi daerah bebas-Weasley, bukan?" Malfoy tertawa keras-keras dan seperti penjilat. Umbridge memberinya senyum lebar puas diri dan menempati sebuah kursi berlengan yang diselimuti kain, sambil berkedip kepada para tangkapannya seperti seekor katak di atas bedeng bunga. "Jadi, Potter," katanya. "Kamu menempatkan pengintai di sekitar kantorku dan kamu mengirim badut ini," dia mengangguk kepada Ron -- Malfoy tertawa lebih keras lagi -"untuk memberitahuku hantu jail sedang membuat kekacauan di departemen Transfigurasi padahal aku tahu persis bahwa dia sedang sibuk melumuri tinta ke lensa-lensa semua teleskop sekolah -- Mr Filch baru saja memberitahuku. "Jelas, sangat penting bagimu untuk berbicara kepada seseorang. Apakah Albus Dumbledore? Atau keturunan campuran itu, Hagrid? Aku ragu Minerva McGonagall, kudengar dia masih terlalu sakit untuk berbicara kepada siapapun." Malfoy dan beberapa anggota Regu Penyelidik yang lainnya tertawa lagi mendengar itu. Harry mendapati dirinya begitu penuh amarah dan kebencian sehingga dia gemetaran. "Bukan urusanmu kepada siapa aku berbicara," dia menggeram. Wajah Umbridge yang kendur tampak mengencang. "Baiklah," dia berkata dengan suaranya yang paling berbahaya dan pura-pura manis. "Sangat baik, Mr Potter ... aku menawarkan kepadamu peluang untuk memberitahuku dengan bebas. Kamu menolak. Aku tidak punya pilihan kecuali memaksamu. Draco -jemput Profesor Snape." Malfoy menyimpan tongkat Harry ke bagian dalam jubahnya dan meninggalkan ruangan itu sambil tersenyum menyeringai, tetapi Harry hampir tidak memperhatikan. Dia baru saja menyadari sesuatu; dia tidak bisa percaya dia begitu bodoh hingga melupakannya. Dia telah mengira bahwa semua anggota Order, semua yang bisa membantunya menyelamatkan Sirius, telah pergi -- tetapi dia salah. Masih ada seorang anggota Order of Phoenix di Hogwarts -- Snape. Ada keheningan di kantor itu kecuali gerakan gelisah dan decit sepatu yang dihasilkan dari usaha anak-anak Slytherin untuk menjaga Ron dan yang lainnya di bawah kendali. Bibir Ron berdarah ke atas karpet Umbridge selagi dia berjuang melawan Warrington; Ginny masih berusaha menginjak kaki anak perempuan kelas enam yang mencengkeram erat kedua lengan atasnya; Neville berubah semakin ungu di bagian wajah selagi menarik lengan-lengan Crabbe; dan Hermione sedang mencoba, dengan sia-sia, untuk melemparkan Millicent Bulstrode menjauh darinya. Namun, Luna berdiri dengan lemah di sisi penangkapnya, sambil menatap dengan tidak jelas keluar jendela seolah-olah agak bosan dengan kejadian itu. Harry memandang balik kepada Umbridge, yang sedang mengamatinya dengan seksama. Dia sengaja menjaga wajahnya tetap tenang dan hampa ketika langkah-langkah kaki di koridor di luar dan Draco Malfoy memasuki ruangan, diikuti dari dekat oleh Snape. "Anda ingin menjumpaiku, Kepala Sekolah?" kata Snape, sambil memandang berkeliling kepada semua pasangan murid yang sedang bergumul dengan ekspresi sama sekali tidak peduli. "Ah, Profesor Snape," kata Umbridge, sambil tersenyum lebar dan berdiri lagi. "Ya, saya ingin botol Veritaserum yang lain, tolong, secepat yang Anda bisa." "Anda mengambil botol terakhir saya untuk menginterogasi Potter," katanya sambil memandangnya dengan dingin melalui tirai rambut hitamnya yang berminyak. "Tentunya Anda tidak menggunakannya semua? Saya memberitahu Anda bahwa tiga tetes sudah cukup." Umbridge merona. "Anda bisa membuat lagi, bukan?" katanya, suaranya menjadi semakin manis seperti anak perempuan seperti yang selalu terjadi saat dia marah besar. "Tentu saja," kata Snape, bibirnya melengkung. "Butuh siklus bulan penuh untuk matang, jadi aku seharusnya sudah menyiapkan untuk Anda dalam waktu sekitar satu bulan." "Satu bulan?" keluh Umbridge, sambil menggembung mirip katak. "Satu bulan? Tapi aku butuh malam ini, Snape! Aku baru saja mendapati Potter menggunakan apiku untuk berkomunikasi dengan seseorang atau beberapa orang yang tidak dikenal!" "Benarkah?" kata Snape, sambil memperlihatkan tanda ketertarikan pertamanya yang lemah ketika dia memandang berkeliling kepada Harry. "Well, tidak mengejutkanku. Potter tidak pernah memperlihatkan banyak kecenderungan untuk mengikuti peraturan-peraturan sekolah." Matanya yang gelap dan dingin menusuk ke dalam mata Harry, yang beradu pandang dengannya tanpa berkedip, sambil berkonsentrasi keras pada apa yang telah dilihatnya di dalam mimpinya, menghendaki Snape membacanya di dalam pikirannya, memahaminya ... "Aku ingin menginterogasinya!" ulang Umbridge dengan marah, dan Snape mengalihakan pandangan dari Harry kembali kepada wajahnya yang bergetar karena marah. "Aku ingin Anda menyediakan untukku sebuah ramuan yang akan memaksanya menceritakan yang sebenarnya kepadaku!" "Saya sudah memberitahu Anda," kata Snape dengan licin, "bahwa saya tidak punya stok Veritaserum lagi. Kecuali Anda ingin meracuni Potter -- dan kuyakinkan Anda saya akan memberikan simpati terbesar kepada Anda kalau Anda melakukannya -saya tidak bisa membantu Anda. Satu-satunya masalah adalah kebanyakan bisa bereaksi terlalu cepat untuk memberi korban banyak waktu untuk menceritakan kebenaran." Snape memandang kembali kepada Harry, yang menatapnya, sangat ingin berkomunkasi tanpa kata-kata. Voldemort menangkap Sirius di dalam Departemen Misteri, dia berpikir dengan putus asa. Voldemort menangkap Sirius -"Kamu berada dalam masa percobaan!" jerit Profesor Umbridge, dan Snape memandang balik kepadanya, alisnya sedikit terangkat. "Kamu sengaja bersikap tidak membantu! Aku mengharapkan yang lebih baik, Lucius Malfoy selalu memuji- mujimu! Sekarang keluar dari kantorku!" Snape membungkuk menyindir dan berbalik untuk pergi. Harry tahu kesempatan terakhirnya untuk memberitahu Order apa yang sedang terjadi sedang berjalan keluar dari pintu. "Dia menangkap Padfoot!" teriaknya. "Dia menangkap Padfoot di tempat itu disembunyikan!" Snape berhenti dengan tangannya di atas pegangan pintu Umbridge. "Padfoot?" jerit Profesor Umbridge, sambil memandang dengan bersemangat dari Harry kepada Snape. "Apa itu Padfoot? Di mana itu disembunyikan? Apa yang dia maksudkan, Snape?" Snape memandang kepada Harry. Wajahnya tidak dapat diduga. Harry tidak bisa bilang apakah dia mengerti atau tidak, tetapi dia tidak berani berbicara lebih jelas lagi di hadapan Umbridge. "Aku tidak punya gambaran," kata Snape dengan dingin. "Potter, kalau aku mau omong kosong diteriakkan kepadaku aku akan memberimu Minuman Mengoceh. Dan Crabbe, longgarkan peganganmu sedikit. Kalau Longbottom mati lemas artinya banyak pekerjaan membuat laporan yang melelahkan dan aku takut aku akan harus menyebutkannya pada referensimu kalau kamu pernah melamar kerja." Dia menutup pintu di belakangnya dengan bantingan, meninggalkan Harry dalam penderitaan yang lebih parah daripada sebelumnya: Snape adalah harapan terakhirnya. Dia memandang kepada Umbridge, yang tampaknya merasakan hal yang sama, dadanya naik-turun dengan kemarahan dan frustrasi. "Baiklah," katanya, dan dia menarik tongkatnya keluar. "Sangat baik ... aku tidak punya pilihan lain ... ini lebih dari masalah disiplin sekolah ... ini masalah keamanan Kementerian ... ya ... ya Dia kelihatannya sedang meyakinkan dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu. Dia sedang memindahkan berat tubuhnya dengan gugup dari satu kaki ke kaki lain, sambil menatap Harry, memukul-mukulkan tongkatnya pada telapak tangannya yang kosong dan bernapas dengan berat. Selagi Harry memperhatikannya, dia merasa tidak berdaya tanpa tongkatnya sendiri. "Kamu memaksaku, Potter ... aku tidak mau," kata Umbridge, masih bergerak tidak tenang di tempat, "tapi kadang-kadang keadaan membenarkan penggunannya ... aku yakin Menteri akan mengerti bahwa aku tidak punya pilihan." Malfoy mengamatinya dengan ekspresi lapar di wajahnya. "Kutukan Cruciatus seharusnya bisa mengendurkan lidahmu," kata Umbridge pelan. "Tidak!" jerit Hermione. "Profesor Umbridge -- itu ilegal!" Tetapi Umbridge tidak memperhatikan. Ada tampang kejam, bersemangat, tidak sabar di wajahnya yang belum pernah dilihat Harry sebelumnya. Dia mengangkat tongkatnya. "Menteri tidak akan mau Anda melanggar hukum, Profesor Umbridge!" jerit Hermione. "Apa yang tidak diketahui Cornelius tidak akan melukainya," kata Umbridge, yang sekarang sedikit terengah-engah selagi dia menunjuk tongkatnya ke bagian-bagian tubuh Harry yang berbeda-beda secara bergantian, tampaknya mencoba memutuskan di mana akan memberikan rasa sakit terbesar. "Dia tidak pernah tahu aku memerintahkan Dementor mengejar Potter musim panas lalu, tapi tetap saja dia senang diberikan kesempatan untuk mengeluarkannya dari sekolah." "Anda yang melakukannya?" Harry terkesiap. "Anda mengirim Dementor mengejarku?" "Seseorang harus bertindak," bisik Umbridge, selagi tongkatnya diam sambil menunjuk tepat ke kening Harry. "Mereka semua mengoceh tentang mendiamkan kamu dengan suatu cara -- mendiskreditkan kamu -- tapi aku satu-satunya yang benar-benar melakukan sesuatu ... hanya saja kamu berkelit dari yang satu itu, bukan, Potter? Namun tidak hari ini, tidak sekarang -- " Dan sambil mengambil napas dalam, dia menjerit, "Cruc-- " "TIDAK!" teriak Hermione dengan suara pecah dari belakang Millicent Bulstrode. "Tidak -- Harry -- kita harus memberitahunya!" "Tidak mau!" jerit Harry sambli menatap bagian kecil Hermione yang bisa dilihatnya. "Kita harus, Harry, atau dia akan tetap memaksanya keluar darimu, apa ... apa gunanya?" Dan Hermione mulai menangis dengan lemah ke punggung jubah Millicent Bulstrode. Millicent segera berhenti mencoba menggencetnya ke dinding dan mengelak darinya sambil terlihat jijik. "Well, well, well!" kata Umbridge, tampak penuh kemenangan. "Nona Kecil Tanya-Semua akan memberi kita beberapa jawaban. Ayolah kalau begitu, nak, ayo!" "Er -- my -- nee -- jangan!" teriak Ron melalui sumbat mulutnya. Ginny sedang menatap Hermione seolah-olah dia belum pernah melihatnya sebelumnya. Neville, masih bernapas dengan tercekik, juga sedang menatapnya. Tetapi Harry baru saja memperhatikan sesuatu. Walaupun Hermione sedang terisak-isak dengan putus asa ke dalam tangannya, tidak ada bekas air mata. "Aku -- aku minta maaf, semuanya," kata Hermione. "Tapi -- aku tidak bisa menahannya -- " "Itu benar, itu benar, nak!" kata Umbridge sambil meraih pundak Hermione, mendorongnya ke kursi kain yang ditinggalkan dan mencondongkan badan ke atasnya. "Kalau begitu sekarang ... dengan siapa Potter berkomunikasi baru saja?" "Well," Hermione menelan ludah, "well, dia sedang mencoba berbicara kepada Profesor Dumbledore." Ron membeku, matanya lebar; Ginny berhenti mencoba menginjak jari kaki penangkapnya yang dari Slytherin; dan bahkan Luna tampak agak terkejut. Untung saja, perhatian Umbridge dan antek-anteknya terfokus terlalu khusus pada Hermione untuk memperhatikan tanda-tanda mencurigakan ini. "Dumbledore?" kata Umbridge dengan bersemangat. "Kalau begitu, kamu tahu di mana Dumbledore?" "Well ... tidak!" Hermione tersedu sedan. "Kami sudah mencoba Leaky Cauldron di Diagon Alley dan Three Broomsticks dan bahkan Hog"s Head -- " "Gadis idiot -- Dumbledore tidak akan duduk di sebuah bar saat seluruh Kementerian sedang mencarinya!" teriak Umbridge, kekecewaan terukir di setiap garis kendur wajahnya. "Tapi -- tapi kami perlu memberitahunya sesuatu yang penting!" rengek Hermione, sambil memegang tangannya lebih erat lagi ke wajahnya, yang Harry tahu, bukan karena sedih, tetapi untuk menyamarkan tidak adanya air mata. "Ya?" kata Umbridge dengan serbuan kembali semangat yang mendadak. "Apa yang ingin kalian beritahukan kepadanya?" "Kami ... kami ingin memberitahunya itu sudah s-siap!" Hermione tercekik. "Apa yang siap?" tuntut Umbridge, dan sekarang dia mencengkeram bahu Hermione lagi dan mengguncangnya sedikit. "Apa yang siap, nak?" "Sen ... senjata itu," kata Hermione. "Senjata? Senjata?" kata Umbridge, dan matanya tampaknya meletus karena bersemangat. "Kalian telah mengembangkan semacam metode perlawanan? Sebuah senjata yang bisa kalian gunakan untuk melawan Kementerian? Atas perintah Profesor Dumbledore, tentu saja?" "Y-y-ya," Hermione terengah-engah, "tetapi dia harus pergi sebelum siap dan se-se-sekarang kami sudah menyelesaikannya untuknya, dan kami tidak b-b-bisa menemukannya u-u-untuk memberitahunya!" "Senjata seperti apa?" kata Umbridge dengan kasar, tangannya yang gemuk pendek masih erat di bahu Hermione. "Kami tidak b-b-benar-benar mengerti," kata Hermione, sambil terisak keras. "Kami h-h-hanya melakukan apa yang P-P-Profesor Dumbledore suruh l-l-lakukan." Umbridge meluruskan diri, tampak gembira. "Bawa aku ke senjata itu," katanya. "Aku tidak mau memperlihatkan kepada ... mereka," kata Hermione dengan nyaring, sambil memandang berkeliling kepada anak-anak Slytherin melalui jari-jarinya. "Kamu tidak boleh membuat persyaratan," kata Profesor Umbridge dengan kasar. "Baik," kata Hermione, sekarang tersedu-sedu ke dalam tangannya lagi. "Baik ... biarkan mereka melihatnya, kuharap mereka menggunakannya kepadamu! Nyatanya, aku berharap kamu mengundang banyak orang untuk datang melihat! It -- itu akan pantas kamu dapatkan -- oj, aku akan senang kalau se -- seluruh sekolah tahu di mana letaknya, dan bagaimana m-menggunakannya, dan kemudian kalau kamu membuat salah satu dari mereka marah mereka akan bisa m-mengatasimu!" Kata-kata ini punya pengaruh kuat pada Umbridge: dia memandang sekilas dan penuh curiga kepada Regu Penyelidiknya, matanya yang menonjol diam sebentar pada Malfoy, yang terlalu lambat menyamarkan tampang bersemangat dan rakus yang muncul di wajahnya. Umbridge menatap Hermione lagi agak lama, lalu berkata dengan apa yang jelas dipikirnya suara keibuan. "Baiklah, sayang, cuma kau dan aku ... dan kita akan bawa Potter juga, baik? Bangkitlah, sekarang." "Profesor," kata Malfoy dengan bersemangat, "Profesor Umbridge, kukira beberapa dari Regu harus ikut bersama Anda untuk menjaga -- " "Aku seorang pejabat Kementerian yang berijazah penuh, Malfoy, apakah kamu benar-benar mengira aku tidak bisa menangani dua remaja tak bertongkat sendirian?" tanya Umbridge dengan tajam. "Bagaimanapun, kedengarannya senjata ini bukan sesuatu yang harus dilihat anak-anak sekolah. Kamu akan tetap di sini sampai aku kembali dan memastikan tak seorangpun dari yang ini -- " dia memberi isyarat kepada Ron, Ginny, Neville dan Luna "-- lolos." "Baiklah," kata Malfoy, tampak dongkol dan kecewa. "Dan kalian berdua bisa pergi di depanku dan memperlihatkan jalannya kepadaku," kata Umbridge, sambil menunjuk kepada Harry dan Hermione dengan tongkatnya. "Pimpin jalannya." BAB TIGA PULUH TIGA Perlawanan dan Pelarian Harry tidak punya gambaran apa yang sedang direncanakan Hermione, atau bahkan apakah dia punya rencana. Dia berjalan setengah langkah di belakangnya ketika mereka menyusuri koridor di luar kantor Umbridge, tahu akan terlihat sangat mencurigakan kalau dia tampak tidak tahu ke mana mereka akan pergi. Dia tidak berani mencoba berbicara kepadanya; Umbridge berjalan begitu dekat di belakang mereka sehingga dia bisa mendengar napas marahnya. Hermione memimpin jalan menuruni tangga ke Aula Depan. Hiruk-pikuk suara bising dan denting alat-alat makan pada piring bergema keluar dari pintu-pintu ganda ke Aula Besar -- tampaknya luar biasa begi Harry bahwa dua puluh kaki jauhnya orang-orang sedang menikmati makan malam, merayakan akhir ujian, tidak peduli akan dunia ... Hermione berjalan lurus keluar dari pintu depan dari kayu ek dan menuruni undakan-undakan batu ke udara sore yang sejuk. Matahari sedang turun ke puncak pepohonan di Hutan Terlarang sekarang, dan selagi Hermione berjalan cepat-cepat dengan maksud tertentu menyeberangi rumput -- Umbridge berlari-lari kecil untuk menjaga jarak -- bayangan-bayangan gelap panjang pepohonan itu beriak di rumput di belakang mereka seperti jubah. "Disembunyikan di gubuk Hagrid, bukan?" kata Umbridge dengan bersemangat ke telinga Harry. "Tentu saja tidak," kata Hermione dengan pedas. "Hagrid mungkin melepaskannya dengan tidak sengaja." "Ya," kata Umbridge, yang kegembiraannya tampaknya meningkat. "Ya, dia pasti berbuat begitu, tentu saja, si kasar keturunan campuran yang besar itu." Dia tertawa. Harry merasakan desakan kuat untuk berputar dan mencengkeram tenggorokannya, tetapi menahan diri. Bekas lukanya berdenyut di udara sore yang lembut tetapi belum membara panas seklai, seperti yang diketahuinya akan terjadi kalau Voldemort telah berniat membunuh. "Kalau begitu ... di mana?" tanya Umbridge, dengan isyarat ketidakyakinan di suaranya ketika Hermione terus berjalan menuju Hutan. "Di dalam sana, tentu saja," kata Hermione sambil menunjuk ke pepohonan gelap. "Harus berada di suatu tempat yang tidak akan ditemukan murid-murid secara tidak sengaja, bukankah begitu?" "Tentu saja," kata Umbridge, walaupun dia terdengar sedikit gelisah sekarang. "Tentu saja ... baiklah, kalau begitu ... kalian berdua tetap di depanku." "Kalau begitu, bolehkah kami pegang tongkat Anda, kalau kami akan pergi duluan?" Harry bertanya kepadanya. "Tidak, kukira tidak, Mr Potter," kata Umbridge dengan manis, sambil menyodok punggungnya dengan tongkat itu. "Aku kuatir Kementerian lebih menghargai nyawaku daripada nyawa kalian." Ketika mereka mencapai tempat teduh yang sejuk dari perpohonan pertama, Harry mencoba memandang mata Hermione; berjalan ke dalam Hutan tanpa tongkat baginya kelihatan lebih gila-gilaan daripada apapun yang pernah mereka lakukan sejauh ini pada malam ini. Akan tetapi, Hermione hanya memandang sekilas kepada Umbridge dengan merendahkan dan berjalan lurus ke pepohonan, bergerak dengan kecepatan sedemikan rupa sehingga Umbridge, dengan kakinya yang lebih pendek, mengalami kesulitan menjaga jarak. "Apakah sangat jauh masuknya?" Umbridge bertanya, ketika jubahnya robek pada sebuah duri. "Oh ya," kata Hermione, "ya, tersembunyi dengan baik." Perasaan waswas Harry meningkat. Hermione tidak mengambil jalan setapak yang mereka ikuti untuk mengunjungi Grawp, melainkan yang satunya yang dia ikuti tiga tahun yang lalu menuju sarang monster Aragog. Hermione tidak bersamanya pada kesempatan itu; dia ragu Hermione punya gambaran bahaya apa yang berada di ujungnya. "Er -- apakah kau yakin ini jalan yang benar?" dia bertanya kepadanya dengan tajam. "Oh ya," Hermione berkata dengan suara tegas, sambil menghantam semak belukar dengan apa yang dianggapnya bunyi bising yang sama sekali tidak perlu. Di belakang mereka, Umbridge tersandung sebuah pohon muda yang tumbang. Tak satupun dari mereka berhenti untuk membantunya bangkit lagi; Hermione hanya berjalan terus, sambil berseru dengan keras lewat bahunya, "Sedikit lebih masuk lagi!" "Hermione, turunkan suaramu," Harry bergumam, sambil bergegas untuk mengejarnya. "Apapun bisa mendengarkan di sini -- " "Aku mau kita terdengar," dia menjawab pelan, selagi Umbridge berlari kecil dengan ribut mengejar mereka. "Kau akan paham ... " Mereka berjalan terus selama waktu yang kelihatannya lama, sampai mereka sekali lagi berada begitu dalam di Hutan sehingga kanopi pohon yang rimbun menghalangi sinar matahari. Harry memiliki perasaan yang pernah dirasakannya sebelumnya di Hutan, bahwa mereka sedang diawasi mata-mata tak terlihat. "Seberapa jauh lagi?" tuntut Umbridge dengan marah dari belakang mereka. "Tidak jauh sekarang!" teriak Hermione, ketika mereka keluar ke tempat terbuka yang suram dan lembab. "Cuma sedikit -- " Sebuah anak panah melayang di udara dan mendarat dengan bunyi gedebuk mengancam di pohon persis di atas kepalanya. Udara mendadak penuh suara kuku binatang; Harry bisa merasakan dasar Hutan itu bergetar; Umbridge menjerit kecil dan mendorongnya ke depannya seperti perisai -- Harry merenggut dirinya bebas darinya dan berpaling. Sekitar lima puluh centaur bermunculan dari tiap sisi, busur mereka terangkat dan terisi, menunjuk kepada Harry, Hermione dan Umbridge. Mereka mundur pelan-pelan ke tengah tempat terbuka itu, Umbridge sambil mengeluarkan rengek kengerian kecil. Harry memandang ke samping kepada Hermione. Dia tersenyum penuh kemenangan. "Siapa kalian?" kata sebuah suara. Harry memandang ke kiri. Centaur bertubuh cokelat yang dipanggil Magorian sedang berjalan ke arah mereka keluar dari lingkaran: busurnya, seperti busur yang lainnya, terangkat. Di sebelah kanan Harry, Umbridge masih merengek-rengek, tongkatnya gemetaran hebat sementara dia menunjuknya ke centaur yang maju itu. "Aku bertanya kepada kalian siapa kalian, manusia," kata Magorian dengan kasar. "Aku Dolores Umbridge!" kata Umbridge dengan suara ketakutan bernada tinggi. "Menteri Muda Senior bagi Menteri Sihir dan Kepala Sekolah serta Penyelidik Tinggi Hogwarts!" "Kau berasal dari Kementerian Sihir?" kata Magorian, sementara banyak centaur di lingkaran yang mengitari bergeser dengan resah. "Itu benar!" kata Umbridge, dengan suara yang bahkan lebih tinggi, "jadi berhati-hatilah! Dengan hukum yang disahkan Departemen Peraturan dan Pengendalian Makhluk-Makhluk Sihir, serangan apapun oleh keturunan campuran seperti dirimu kepada seorang manusia -- " "Kau panggil kami apa?" teriak centaur hitam yang tampak liar, yang Harry kenali sebagai Bane. Ada banyak gumaman marah dan pengetatan tali busur di sekitar mereka. "Jangan panggil mereka begitu!" Hermione berkata dengan marah, tetapi Umbridge tampaknya tidak mendengarnya. Masih menunjuk tongkatnya yang bergetar ke Magorian, dia meneruskan, "Hukum Lima Belas "B" menyatakan dengan jelas bahwa "serangan apapun oleh makhluk sihir yang dianggap memiliki kecerdasan mendekati manusia, dan oleh karena itu dipertimbangkan bertanggung jawab atas tindakan-tindakannya -- " ""Kecerdasan mendekati manusia"?" ulang Magorian, sementara Bane dan beberapa yang lain meraung marah dan mencakar tanah. "Kami menganggap itu penghinaan besar, manusia! Kecerdasan kami, untungnya, jauh melebihi kecerdasanmu sendiri." "Apa yang sedang kalian lakukan di Hutan kami?" teriak centaur kelabu berwajah keras yang telah dilihat Harry dan Hermione di perjalanan terakhir mereka ke dalam Hutan. "Kenapa kalian ada di sini?" "Hutan kalian?" kata Umbridge, gemetaran sekarang tidak hanya karena takut tetapi juga, tampaknya, karena marah. "Aku akan mengingatkan kalian bahwa kalian tinggal di sini hanya karena Menteri Sihir mengizinkan kalian menempati area-area tanah tertentu -- " Sebuah anak panah terbang begitu dekat kepalanya sehingga mengenai rambut tikusnya ketika lewat: dia mengeluarkan jeritan memekakkan dan melemparkan tangannya ke atas kepalanya, sementara beberapa centaur meneriakkan persetujuan mereka dan yang lainnya tertawa kasar. Suara tawa mereka yang liar dan meringkik menggema di sekitar tempat terbuka yang pencahayaannya suram itu dan penampakan kuku-kuku mereka yang mencakar-cakar sangat mengerikan. "Hutan siapa sekarang, manusia?" teriak Bane. "Keturunan campuran kotor!" dia menjerit, tangannya masih erat di atas kepalanya. "Makhluk buas! Binatang tak terkendali!" "Diamlah!" teriak Hermione, tetapi terlambat: Umbridge menunjuk tongkatnya kepada Magorian dan menjerit, "Incarcerous!" Tali-tali melayang keluar dari udara seperti ular-ular tebal, membelitkan diri dengan ketat mengitari badan centaur itu dan menjerat lengannya: dia berteriak marah dan bertumpu pada kaki belakangnya, mencoba membebaskan diri, sementara centaur-centaur yang lain menyerbu. Harry menyambar Hermione dan menariknya ke tanah; wajah di bawah di dasar Hutan, dia mengenal saat kengerian ketika kuku-kuku binatang berderap di sekitarnya, tetapi centaur-centaur itu melompati dan mengitari mereka, sambil berteriak dan menjerit marah. "Tidaaaaak!" dia mendengar Umbridge memekik. "Tidaaaaaak ... aku Menteri Muda Senior ... kalian tidak bisa -- Lepaskan tangan kalian dariku, kalian binatang ... tidaaaak!" Harry melihat kilatan cahaya merah dan tahu dia telah mencoba Membekukan salah satu dari mereka; lalu Umbridge menjerit sangat keras. Sambil mengangkat kepalanya beberapa inci, Harry melihat bahwa Umbridge telah dicengkeram dari belakang oleh Bane dan diangkat tinggi-tinggi ke udara, menggeliat dan menjerit ketakutan. Tongkatnya jatuh dari tangannya ke tanah, dan jantung Harry terlompat. Kalau saja dia bisa meraihnya -Tetapi ketika dia mengulurkan sebelah tangan ke arahnya, sebuah kuku centaur turun ke tongkat itu dan mematahkannya menjadi dua. "Sekarang!" raung sebuah suara di telinga Harry dan sebuah lengan berbulu lebat turun dari udara kosong dan menyeretnya ke atas. Hermione juga telah ditarik bangkit. Melewati punggung dan kepala para centaur yang berwarna-warni, Harry melihat Umbridge dibawa pergi melewati pepohonan oleh Bane. Sambil menjerit tanpa henti, suaranya semakin redup sampai mereka tak lagi bisa mendengarnya melebihi derap langkah kuku-kuku di sekitar mereka. "Dan ini?" kata centaur kelabu berwajah keras yang sedang memegang Hermione. "Mereka masih kecil," kata sebuah suara lambat-lambat dan muram dari belakang Harry. "Kita tidak menyerang anak-anak." "Mereka membawa dia ke sini, Ronan," balas centaur yang memegang Harry begitu erat. "Dan mereka tidak begitu kecil ... dia hampir mencapai kedewasaan, yang satu ini." Dia menggoyangkan Harry pada leher jubahnya. "Tolong," kata Hermione terengah-engah, "tolong, jangan serang kami, kami tidak berpikiran sepertinya, kami bukan pegawai Kementerian Sihir! Kami cuma datang ke sini karena kami berharap kalian akan menyingkirkan dia dari kami." Harry tahu seketika, dari tampang di wajah centaur kelabu yang memegang Hermione, bahwa dia telah membuat kesalahan besar dengan mengatakan ini. Centaur kelabu itu menggoyangkan kepalanya ke belakang, kaki belakangnya menyentak dengan marah, dan berteriak, "Kau lihat, Ronan? Mereka sudah punya keangkuhan kaum mereka! Jadi kami harus melakukan pekerjaan kotor kalian, bukan, gadis manusia? Kami harus bertindak sebagai pelayan kalian, mengenyahkan musuh-musuh kalian seperti anjing setia?" "Tidak!" kata Hermione dengan cicit ketakutan. "Tolong -- aku tidak bermaksud begitu! Aku hanya berharap kalian akan bisa -- menolong kami -- " Tetapi dia tampaknya beralih dari buruk ke lebih buruk. "Kami tidak menolong manusia!" bentak centaur yang sedang memegang Harry, mengetatkan cengkeramannya dan menaikkan kaki depannya sedikit pada saat yang sama, sehingga kaki Harry meninggalkan tanah sejenak. "Kami sebuah ras yang terpisah dan bangga menjadi begitu. Kami tidak akan mengizinkan kalian berjalan dari sini, sambil membual bahwa kami melakukan perintah kalian!" "Kami tidak akan mengatakan sesuatu seperti itu!" Harry berteriak. "Kami tahu kalian tidak melakukan apa yang kalian lakukan karena kami mau kalian -- " Tetapi tampaknya tak seorangpun mendengarkan dia. Seekor centaur berjanggut di bagian belakang kerumunan berteriak, "Mereka datang tanpa diminta, mereka harus membayar konsekuensinya!" Raungan persetujuan menyambut kata-kata ini dan seekor centaur berwarna cokelat kelabu berteriak, "Mereka bisa bergabung dengan wanita itu!" "Kalian bilang kalian tidak melukai yang tak bersalah!" teriak Hermione, air mata asli mengalir menuruni wajahnya sekarang. "Kami tidak melakukan apapun untuk melukai kalian, kami tidak menggunakan tongkat ataupun ancaman, kami cuma mau kembali ke sekolah, tolong biarkan kami kembali -- " "Kami tidak semua seperti pengkhianat Firenze, gadis manusia!" teriak centaur kelabu itu, disambut lebih banyak ringkik persetujuan dari teman-temannya. "Mungkin kau kira kamu kuda cantik yang bisa bicara? Kami adalah orang-orang kuno yang tidak akan menerima penyerangan dan penghinaan penyihir! Kami tidak mengenali hukum kalina, kami tidak mengakui kelebihan kalian, kami -- " Tetapi mereka tidak mendengar apa lagi para centaur itu, karena pada saat itu datang suara hantaman di tepi tempat terbuka itu begitu kerasnya sehingga mereka semua, Harry, Hermione dan sekitar lima puluh centaur yang mengisi tempat terbuka itu, memandang berkeliling. Centaur Harry membiarkannya jatuh ke tanah lagi ketika tangannya terbang ke busur dan tabung anak panahnya. Hermione juga telah dijatuhkan, dan Harry bergegas ke arahnya ketiak dua batang pohon tebal terkuak mengerikan dan bentuk dashyat Grawp si raksasa muncul di celahnya. Para centaur yang terdekat dengannya mundur ke belakang; tempat terbuka itu sekarang menjadi hutan busur dan anak panah yang menunggu ditembakkan, semuanya mengarah ke atas ke wajah kelabu besar yang sekarang terbayang di atas mereka persis dari bawah kanopi ranting tebal. Mulut Grawp yang miring terbuka bodoh, mereka bisa melihat gigi-gigi kuningnya yang mirip batu bata berkilauan dalam cahaya temaram, matanya yang berwarna lumpur menyipit ketika dia memicingkannya ke makhluk-mahkluk di kakinya.Tali-tali putus mengekor dari kedua mata kakinya. Dia membuka mulutnya lebih lebar lagi. "Hagger." Harry tidak tahu apa artinya "hagger", atau dari bahasa apa itu, dia juga tidak terlalu peduli; dia sedang mengamati kaki Grawp, yang hampir sepanjang seluruh badan Harry. Hermione mencengkeram lengannya erat-erat, para centaur diam, menatap ke atas kepada raksasa itu, yang kepala bundar besarnya bergerak dari sisi ke sisi selagi dia terus memandangi mereka seolah-olah sedang mencari sesuatu yang telah dijatuhkannya. "Hagger!" dia berkata lagi, lebih bertubi-tubi. "Pergi dari sini, raksasa!" seru Magorian. "Kau tidak diterima di antara kami!" Kata-kata ini tampaknya tidak menimbulkan kesan apapun pada Grawp. Dia membungkuk sedikit (lengan para centaur menegang pada busur mereka), lalu berteriak, "HAGGER!" Beberapa centaur tampak kuatir sekarang. Namun, Hermione menarik napas cepat. "Harry!" dia berbisik. "Kukira dia sedang mencoba mengatakan "Hagrid!" Persis pada saat ini Grawp melihat mereka, satu-satunya manusia di lautan centaur. Dia merendahkan kepalanya sekitar satu kaki lagi, sambil menatap mereka lekat-lekat. Harry bisa merasakan Hermione gemetaran ketika Grawp membuka mulutnya lebar-lebar lagi dan berkata, dengan suara yang dalam dan bergemuruh, "Hermy." "Ya ampun," kata Hermione sambil mencengkeram lengan Harry begitu eratnya sehingga mati rasa dan terlihat seolah-olah dia akan pingsan, "dia -- dia ingat!" "HERMY!" raung Grawp. "DI MANA HAGGER?" "Aku tidak tahu!" cicit Hermione, ketakutan. "Maafkan aku, Grawp, aku tidak tahu!" "GRAWP MAU HAGGER!" Salah satu tangan besar raksasa itu menjulur ke bawah. Hermione mengeluarkan jeritan sungguh-sungguh, berlari mundur beberapa langkah dan terjatuh. Tanpa tongkat, Harry menguatkan diri untuk memukul, menendang, menggigit ataupun apapun lagi yang harus dilakukannya ketika tangan itu menukik ke arahnya dan menjatuhkan seekor centaur seputih salju. Itulah yang ditunggu-tunggu para centaur -- jari-jari terulur Grawp berada satu kaki dari Harry ketika lima puluh anak panah membumbung di udara ke raksasa itu, menghujani wajahnya yang besar, menyebabkan dia melolong kesakitan dan marah dan menegakkan diri, sambil menggosok wajahnya dengan tangannya yang besar, mematahkan tangkai-tangkai anak panah tetapi memaksa mata anak panah semakin dalam. Dia menjerit dan menyentakkan kakinya yang besar dan para centaur berhamburan menghindari, butiran-butiran darah Grawp sebesar kerikil menghujani Harry ketika dia menarik Hermione bangkit dan mereka berdua berlari secepat mungkin mencari perlindungan ke pepohonan. Begitu berada di sana mereka memandang ke belakang; Grawp sedang meraih-raih dengan membabi-buta kepada para centaur sementara darah mengalir menuruni wajahnya; mereka mundur dengan kacau, berderap pergi melalui pepohonan di sisi lain tempat terbuka iru. Harry dan Hermione menyaksikan Grawp meraung marah sekali lagi dan mengejar mereka, menghantam lebih banyak pohon lagi ke samping selagi dia lewat. "Oh tidak," kata Hermione, gemetar begitu hebar sehingga lututnya lemas. "Oh, itu mengerikan. Dan dia bisa membunuh mereka semua." "Aku tidak begitu cerewet tentang itu, sejujurnya," kata Harry dengan getir. Suara-suara derap para centaur dan raksasa yang melakukan kesalahan besar itu semakin redup. Selagi Harry mendengarkannya, bekas lukanya berdenyut hebat lagi dan gelombang kengerian melandanya. Mereka telah membuang begitu banyak waktu -- mereka bahkan semakin jauh dari menyelamatkan Sirius dibandingkan dengan ketika dia mendapatkan penglihatan itu. Bukan hanya Harry berhasil menghilangkan tongkatnya tetapi mereka juga tertahan di tengah Hutan Terlarang tanpa sarana transportasi sama sekali. "Rencana cerdik," dia memarahi Hermione karena harus melepaskan sebagian amarahnya. "Rencana yang benar-benar cerdik. Ke mana kita pergi dari sini?" "Kita perlu kembali ke kastil," kata Hermione dengan lemah. "Pada saat kita melakukannya, Sirius mungkin sudah mati!" kata Harry sambil menendang pohon di dekatnya dengan marah. Ocehan bernada tinggi berasal dari atas kepala dan dia memandang ke atas dan melihat Bowtruckle marah yang mengacungkan jari-jari seperti ranting kepadanya. "Well, kita tidak bisa melakukan apa-apa tanpa tongkat," kata Hermione putus asa, sambil menyeret dirinya bangkit lagi. "Ngomong-ngomong, Harry, tepatnya bagaimana rencanamu untuk sampai ke London?" "Yeah, kami baru saja bertanya-tanya tentang itu," kata sebuah suara akrab dari belakangnya. Harry dan Hermione bergerak mendekat secara naluriah dan mengintip ke pepohonan. Ron muncul dalam pandangan, diikuti dari dekat oleh Ginny, Neville dan Luna. Mereka semua tampak terluka sedikit -- ada beberapa goresan panjang sepanjang pipi Ginny; sebuah benjolan ungu membengkak di atas mata kanan Neville; bibir Ron berdarah lebih parah dari sebelumnya -- tetapi semuanya terlihat agak puas diri. "Jadi," kata Ron sambil mendorong ke samping sebuah ranting yang bergantung rendah dan mengulurkan tongkat Harry, "punya ide?" "Bagaimana kalian lolos?" tanya Harry heran, sambil mengambil tongkatnya dari Ron. "Beberapa Pembeku, sebuah Mantera Pelucut Senjata, Neville menghasilkan Mantera Perintang yang bagus," kata Ron dengan ringan, sekarang menyerahkan kembali tongkat Hermione juga. "Tapi Ginny yang terbaik, dia dapat Malfoy -- Guna-Guna Hantu Kelelawar -- hebat, seluruh wajahnya tertutup benda-benda besar berkepak-kepak. Ngomong-ngomong, kami lihat kalian dari jendela menuju ke dalam Hutan dan mengikuti. Apa yang sudah kalian perbuat dengan Umbridge?" "Dia dibawa pergi," kata Harry. "Oleh sekawanan centaur." "Dan mereka meninggalkan kalian?" tanya Ginny, tampak heran. "Tidak, mereka dikejar oleh Grawp," kata Harry. "Siapa Grawp?" Luna bertanya dengan berminat. "Adik Hagrid," kata Ron cepat. "Ngomong-ngomong, jangan pedulikan itu sekarang. Harry, apa yang kau temukan di dalam api? Apakah Kau-Tahu-Siapa dapat Sirius atau --?" "Ya," kata Harry, ketika bekas lukanya menusuk sakit lagi, "dan aku yakin Sirius masih hidup, tapi aku tidak punya gambaran bagaimana kita akan sampai ke sana untuk menolongnya." Mereka semua terdiam, tampak agak takut; masalah yang mereka hadapi tampaknya tak bisa diatasi. "Well, kita harus terbang, bukan?" kata Luna, dengan suara terdekat dengan tak berkhayal yang pernah Harry dengar digunakannya. "OK," kata Harry dengan kesal, sambil memberondongnya. "Pertama-tama, "kita" tidak akan melakukan apa-apa kalau kau melibatkan dirimu ke dalamnya, dan yang kedua, Ron satu-satunya yang punya sapu yang tidak sedang dikawal oleh troll penjaga, jadi -- " "Aku punya sapu!" kata Ginny. "Yeah, tapi kau tidak ikut," kata Ron dengan marah. "Maaf, tapi aku peduli apa yang terjadi pada Sirius sebesar dirimu!" kata Ginny, rahangnya tegang sehingga kemiripannya dengan Fred dan George mendadak tampak jelas. "Kau terlalu -- " Harry mulai, tetapi Ginny berkata dengan garang, "Aku tiga tahun lebih tua darimu ketika kau bertarung dengan Kau-Tahu-Siapa karena Batu Bertuah, dan berkat aku Malfoy terperangkap di kantor Umrbridge dengan hantu-hantu melayang raksasa menyerangnya -- " "Yeah, tapi -- " "Kami semua ada di dalam DA bersama-sama," kata Neville pelan. "Itu semua seharusnya tentang melawan Kau-Tahu-Siapa, bukan? Dan ini kesempatan pertama yang kita miliki untuk melakukan sesuatu yang nyata -- atau apakah itu hanya permainan atau apa?" "Tidak -- tentu saja bukan -- " kata Harry tidak sabaran. "Kalau begitu kami harus ikut juga," kata Neville dengan sederhana. "Kami mau membantu." "Itu benar," kata Luna sambil tersenyum gembira. Mata Harry berjumpa mata Ron. Dia tahu Ron sedang memikirkan persis yang dipikirkannya: kalau dia bisa memilih para anggota DA manapun, selain dirinya sendiri, Ron dan Hermione, untuk bergabung dengannya dalam usaha menyelamatkan Sirius, dia tidak akan memilih Ginny, Neville atau Luna. "Well, lagipula, tidak masalah," kata Harry melalui gigi-gigi yang dikertakkan, "karena kami masih belum tahu bagaimana pergi ke sana -- " "Kukira kita sudah membereskan itu," kata Luna menjengkelkan. "Kita terbang!" "Lihat," kata Ron, hampir tidak menahan amarahnya, "kau mungkin bisa terbang tanpa sapu tapi kami-kami yang lain tidak bisa menumbuhkan sayap kapanpun kami - "Ada cara-cara terbang selain dengan sapu," kata Luna dengan tenang. "Kurasa kita akan naik ke punggung Kacky Snorgle atau apapun itu?" Ron menuntut. "Snorckack Tanduk-Kisut tidak terbang," kata Luna dengan suara bermartabat, "tapi mereka bisa, dan Hagrid bilang mereka sangat pandai menemukan tempat-tempat yang dicari para penunggangnya." Harry berputar. Berdiri di antara dua pohon, mata putih mereka berkilau mengerikan, adalah dua Thestral, sedang mengamati percakapan bisik-bisik itu seolah-olah mereka mengerti setiap patah kata. "Ya!" dia berbisik sambil bergerak ke arah mereka. Mereka menggoyangkan kepala reptil mereka, melemparkan ke belakang surai hitam panjang, dan Harry mengulurkan tangannya dengan bersemangat dan menepuk-nepuk leher bersinar yang terdekat; bagaimana bisa dia pernah menganggap mereka jelek? "Apakah benda kuda sinting itu?" kata Ron dengan tidak yakin, sambil menatap ke sebuah titik sedikit ke kiri dari Thestral yang sedang ditepuk Harry. "Yang tak bisa kau lihat kecuali kau menyaksikan seseorang mati?" "Yeah," kata Harry. "Berapa banyak?" "Cuma dua." "Well, kita perlu tiga," kata Hermione, yang masih tampak sedikit terguncacng, tetapi tetap saja bertekad. "Empat, Hermione," kata Ginny sambil merengut. "Sebenarnya, kukira kita berenam," kata Luna dengan tenang, sambil menghitung. "Jangan bodoh, kita tidak bisa semuanya pergi!" kata Harry dengan marah. "Lihat, kalian bertiga -- " dia menunjuk kepada Neville, Ginny dan Luna, "kalian tidak terlibat dalam ini, kalian tidak -- " Mereka meledak protes. Bekas lukanya menusuk lebih menyakitkan lagi. Setiap saat yang mereka tunda berharga, dia tidak punya waktu untuk berdebat. "OK, baik, pilihan kalian," dia berkata dengan kasar, "tapi kecuali kita bisa menemukan lebih banyak Thestral kalian tidak akan bisa -- " "Oh, banyak yang akan datang," kata Ginny dengan pasti, yang seperti Ron sedang memicingkan mata ke arah yang salah, tampaknya di bawah kesan bahwa dia sedang memandangi kuda-kuda itu. "Apa yang membuatmu mengira begitu?" "Karena, kalau-kalau kau belum memperhatikan, kamu dan Hermione penuh darah," dia berkata dengan tenang, "dan kita tahu Hagrid memikat Thestral dengan daging mentah. Itu mungkin sebabnya yang dua ini muncul dari awal." Harry merasakan tarikan lembut di jubahnya pada saat itu dan saat memandang ke bawah melihat Thestral terdekat sedang menjilati lengan bajunya, yang lembab dengan darah Grawp. "OK, kalau begitu," dia berkata, ide bagus timbul, "Ron dan aku akan mengambil yang dua ini dan pergi duluan, dan Hermione bisa tinggal di sini bersama kalian bertiga dan dia akan menarik lebih banyak Thestral -- " "Aku tidak akan tinggal di belakang!" kata Hermione dengan marah. "Tidak perlu," kata Luna sambil tersenyum ."Lihat, sekarang datang lebih banyak lagi ... kalian berdua pasti sangat bau Harry berpaling: tak kurang dari enam atau tujuh Thestral sedang berjalan melalui pepohonan, sayap-sayap kasar mereka yang besar terlipat erat ke tubuh mereka, mata mereka berkilauan dalam kegelapan. Dia tidak punya alasan sekarang. "Baiklah," dia berkata dengan marah, "pilih satu dan naiki, kalau begitu." BAB TIGA PULUH EMPAT Departemen Misteri Harry membelitkan tangannya erat-erat ke surai halus Thestral terdekat, menempatkan sebelah kaki ke tunggul di dekatnya dan berjuang dengan canggung naik ke punggung kuda itu. Dia tidak keberatan, melainkan memutarkan kepalanya, memperlihatkan taring-taringnya, dan berusaha melanjutkan penjilatan bersemangat ke jubahnya. Harry menemukan ada cara menyangkutkan lututnya ke belakang sendi sayap yang membuatnya merasa lebih aman, lalu memandang berkeliling kepada yang lainnya. Neville telah mengangkat dirinya ke punggung Thestral berikutnya dan sekarang sedang berusaha mengayunkan sebelah kaki yang pendek melewati punggung makhluk itu. Luna sudah di tempat, duduk menyamping dan mengatur jubahnya seolah-olah dia melakukan ini setiap hari. Namun, Ron, Hermione dan Ginny masih berdiri tak bergerak di tempat, dengan mulut ternganga dan menatap. "Apa?" dia berkata. "Bagaimana kami harus naik?" kata Ron dengan lemah. "Kalau kami tidak bisa melihat benda-benda ini?" "Oh, mudah," kata Luna sambil meluncur dari Thestralnya dan berjalan cepat ke arahnya, Hermione dan Ginny. "Kemarilah ... " "Ini gila," Ron bergumam, sambil memindahkan tangannya yang bebas dengan giat ke leher kudanya. "Gila ... kalau saja aku bisa melihatnya --" "Kau sebaiknya berharap dia tetap tidak tampak," kata Harry dengan muram. "Kalau begitu, kita semua siap?" Mereka semua mengangguk dan dia melihat lima pasang lutut mengetat dari balik jubah mereka. "OK Dia memandang ke bawah ke bagian belakang kepala hitam berkilat Thestralnya dan menelan ludah. "Kementerian Sihir, pintu masuk pengunjung, London, kalau begitu," dia berkata dengan tidak yakin. "Er ... kalau kamu tahu ... ke mana harus pergi Sejenak Thestral Harry tidak melakukan apapun sama sekali; lalu, dengan gerakan menyapu yang hampir menjatuhkannya, sayap-sayap di kedua sisi membentang; kuda itu meringkuk lambat-lambat, lalu meluncur ke atas begitu cepat dan begitu curam sehingga Harry harus mencengkeramkan lengan dan kakinya dengan erat pada kuda itu agar tidak meluncur mundur lewat pantatnya yang kurus. Dia menutup matanya dan menekankan wajahnya ke surai halus kuda itu sementara mereka melalui ranting-ranting puncak pepohonan dan membumbung ke luar ke sinar matahari senja semerah darah. Harry mengira dia belum pernah bergerak begitu cepat: Thestral itu melintas di atas kastil, sayap-sayapnya yang lebar hampir tidak mengepak, udara sejuk menampar wajah Harry; matanya dipicingkan melawan angin yang menderu, dia memandang berkeliling dan melihat kelima temannya membumbung di belakangnya, masing-masing dari mereka membungkuk serendah mungkin ke leher Thestral mereka untuk melindungi diri mereka dari aliran udaranya. Mereka ada di atas halaman sekolah Hogwarts, mereka telah melewati Hogsmeade; Harry bisa melihat pegunungan dan lembah di bawah mereka. Ketika sinar matahari mulai menghilang, Harry melihat sekumpulan kecil cahaya ketika mereka melewati lebih banyak desa, lalu sebuah jalan berliku di mana sebuah mobil tunggal sedang pulang melalui perbukitan ... "Ini aneh!" Harry hampir tidak mendengar Ron berteriak dari suatu tempat di belakangnya dan dia membayangkan bagaimana rasanya ngebut pada ketinggian ini tanpa pendukung yang kasat mata. Senja tiba: langit berubah menjadi ungu kehitaman yang ringan dengan bintang-bintang perak kecil, dan segera saja hanya cahaya dari kota-kota kecil Muggle memberi mereka eptunjuk seberapa jauh mereka dari tanah, atau seberapa cepat mereka bergerak. Lengan Harry terbeliti erat ke sekitar leher kudanya selagi dia memintanya pergi lebih cepat lagi. Berapa banyak waktu yang telah lewat sejak dia melihat Sirius terbaring di lantai Departemen Misteri? Berapa lama lagi Sirius akan mampu menahan Voldemort? Yang Harry tahu dengan pasti hanyalah bahwa ayah angkatnya belum melakukan yang diinginkan Voldemort, juga dia belum meninggal, karena dia yakin bahwa hasilnya akan mengakibatkan dia merasakan kegembiraan Voldemort atau kemarahannya mengalir ke tubuhnya sendiri, membuat bekas lukanya membara menyakitkan seperti yang terjadi pada malam Mr Weasley diserang. Mereka terus terbang melalui kegelapan yang semakin pekat; wajah Harry terasa kaku dan dingin, kakinya mati rasa akibat mencengkeram sisi tubuh Thestral itu begitu erat, tetapi dia tidak berani menggeser posisinya kalau-kalau dia tergelincir ... dia tuli akibat deru bergemuruh udara di telinganya, dan mulutnya kering dan beku akibat udara malam yang dingin. Dia telah kehilangan rasa berapa jauh mereka pergi; semua keyakinannya ada pada binatang di bawahnya, yang masih melintas dengan tujuan tertentu melalui malam, hampir tidak mengepakkan selagi dia ngebut ke depan terus. Kalau mereka terlambat ... Dia masih hidup, dia masih melawan, aku bisa merasakannya ... Kalau Voldemort memutuskan Sirius tidak akan menyerah ... Aku akan tahu ... Perut Harry tersentak; kepala Thestral itu mendadak mengarah ke tanah dan dia bahkan meluncur ke depan beberapa inci di sepanjang lehernya. Mereka turun akhirnya ... dia mengira mendengar sebuah pekik di belakangnya dan berputar dengan berbahaya, tetapi tidak bisa melihat tanda-tanda tubuh jatuh ... mungkin mereka semua mengalami guncangan dari pergantian arah itu, seperti dirinya. Dan sekarang sinar-sinar jingga cemerlang semakin besar dan bulat di segala sisi; mereka bisa melihat puncak gedung-gedung, aliran lampu-lampu seperti mata serangga yang berkilauan, petak-petak kuning pucat yang merupakan jendela-jendela. Dengan sangat mendadak, kelihatannya, mereka meluncur dengan cepat menuju trotoar; Harry mencengkeram Thestral dengan setiap tenaganya, menguatkan diri untuk hantaman mendadak, tetapi kuda itu menyentuh tanah yang gelap seringan bayangan dan Harry meluncur dari punggungnya, memandang sekeliling ke jalan tempat tong sampah yang kepenuhan itu masih berdiri dekat kotak telepon rusak, keduanya kehilangan warnan dalam cahaya jingga terang dari lampu-lampu jalan. Ron mendarat di dekat situ dan segera turun dari Thestralnya ke atas trotoar. "Takkan pernah lagi," dia berkata, sambil berjuang untuk bangkit. Dia bergerak akan menjauh dari Thestralnya, tetapi, karena tidak bisa melihatnya, bertubrukan dengan kaki belakangnya dan hampir terjatuh lagi. "Takkan pernah, takkan pernah lagi ... itu yang terburuk -- " Hermione dan Ginny mendarat di kedua sisinya: keduanya meluncur turun dari tunggangan mereka sedikit lebih anggun daripada Ron, walaupun dengan ekspresi lega yang sama karena kembali ke tanah yang kokoh; Neville melompat turun, gemetaran; dan Luna turun dengan tenang. "Kalau begitu, ke mana kita pergi dari sini?" dia bertanya kepada Harry dengan suara berminat yang sopan, seolah-olah ini semua hanyalah tamasya yang menarik. "Ke sana," dia berkata. Dia memberikan Thestralnya tepukan cepat berterima kasih, lalu memimpin jalan cepat-cepat ke kotak telepon rusak itu dan membuka pintunya. "Masuklah!" dia mendesak yang lainnya, ketika mereka bimbang. Ron dan Ginny berjalan cepat ke dalam dengan patuh; Hermione, Neville dan Luna menyelinap masuk setelah mereka; Harry memandang sekilas sekali lagi kepada Thestral-Thestral itu, yang sekarang mengais-ngais mencari sisa-sisa makanan busuk di dalam tong sampah, lalu memaksakan dirinya ke dalam kotak mengikuti Luna. "Siapapun yang paling dekat dengan alat penerima, putar enam dua empat empat dua!" dia berkata. Ron melakukannya, lengannya bengkok dengan aneh untuk meraih pemutarnya; ketika alat itu berputar kembali ke tempat suara wanita yang tenang terdengar di dalam kotak itu. "Selamat datang ke Kementerian Sihir. Mohon sebutkan nama dan urusan Anda." "Harry Potter, Ron Weasley, Hermione Granger," Harry berkata dengan sangat cepat, "Ginny Weasley, Neville Longbottom, Luna Lovegood ... kami ke sini untuk menyelamatkan seseorang, kecuali Menterimu bisa melakukannya terlebih dahulu!" "Terima kasih," kata suara wanita tenang itu. "Para pengunjung, harap ambil lencana-lencana itu dan sematkan ke bagian depan jubah kalian." Setengah lusin lencana meluncur keluar dari luncuran logam tempat koin-koin kembalian biasanya muncul. Hermione mengambilnya dan menyerahkan tanpa suara kepada Harry lewat kepala Ginnya; dia memandang sekilas ke yang teratas, Harry Potter, Misi Penyelamatan. "Para pengunjung Kementerian, Anda sekalian diharuskan melalui pemeriksaan dan menyerahkan tongkat Anda untuk diregistrasi di meja keamanan, yang terletak di ujung jauh dari Atrium." "Baik!" kata Harry keras-keras, ketika bekas lukanya berdenyut lagi. "Sekarang bisakah kita bergerak?" Lantai kotak telepon bergetar dan trotoar naik melewati jendela-jendela kacanya; Thestral yang sedang mengais-ngais sampah bergeser ke luar dari penglihatan; kegelapan menutupi kepala mereka dan dengan suara menggerinda yang menjemukan mereka merosot ke kedalamanan Kementerian Sihir. Secuil cahaya keemasan mengenai kaki mereka dan, semakin lebar, naik ke badan mereka. Harry membengkokkan lututnya dan memegang tongkatnya sesiaga mungkin dalam kondisi terjejal seperti itu ketika dia mengintip lewat kaca untuk melihat apakah ada yang sedang menunggu mereka di Atrium, tetapi tampaknya tempat itu benar-benar kosong. Cahayanya lebih suram daripada saat siang hari, tidak ada api menyala di perapian yang terpasang di dinding, tetapi ketika lift itu berhenti dengan lancar dia melihat bahwa simbol-simbol keemasan terus berputar berkelok-kelok di langit-langit biru gelap. "Kementerian Sihir mengharapkan Anda melalui hari yang menyenangkan," kata suara wanita itu. Pintu kotak telepon terbuka; Harry jatuh keluar, diikuti segera oleh Neville dan Luna. Satu-satunya suara di Atrium adalah deru air yang mantap dari air mancur keemasan, di mana pancaran-pancaran dari tongkat penyihir wanita dan pria, ujung anak panah centaur, puncak topi goblin dan telinga-telinga peri rumah terus menyembur ke kolam yang mengelilinginya. "Ayo," kata Harry pelan dan mereka berenam berlari cepat menyusuri aula, Harry memimpin, melewati air mancur menuju meja tulis tempat penyihir penjaga yang menimbang tongkat Harry dulu duduk, dan yang sekarang kosong. Harry merasa yakin seharusnya ada penjaga keamanan di sana, yakin bahwa ketidakhadiran mereka adalah tanda tak mengenakkan, dan firasat tidak enaknya semakin meningkat ketika mereka melewati gerbang-gerbang keemasan ke lift. Dia menekan tombol "turun" terdekat dan sebuah lift hampir segera berdentang masuk ke dalam penglihatan, jeruji-jeruji keemasannya bergeser memisah dengan bunyi kelontang hebat yang menggema dan mereka bergegas masuk. Harry menusuk tombol angka sembilan; jeruji-jeruji itu menutup dengan bunyi hantaman dan lift mulai menurun, sambil bergemerincing dan berderak. Harry tidak sadar betapa ributnya lift di hari kedatangannya bersama Mr Weasley; dia yakin hiruk-pikuk itu akan menyiagakan semua penjaga keamanan di dalam gedung itu, tetapi ketika lift berhenti, suara wanita tenang itu berkata, "Departemen Misteri," dan jeruji-jeruji bergeser membuka. Mereka melangkah keluar ke koridor di mana tak ada yang bergerak kecuali obor-obor terdekat, yang berkelap-kelip akibat aliran udara dari lift. Harry berpaling ke pintu hitam polos itu. Setelah berbulan-bulan memimpikannya, dia ada di sini akhirnya. "Ayo pergi," dia berbisik, dan memimpin jalan menyusuri koridor itu, Luna tepat di belakangnya, memandang sekeliling dengan mulut sedikit terbuka. "OK, dengar," kata Harry sambil berhenti lagi dua meter dari pintu itu. "Mungkin ... mungkin beberapa orang harus tinggal di sini sebagai -- sebagai pengintai, dan -- " "Dan bagaimana kami akan memberitahumu ada yang datang?" tanya Ginny, alisnya terangkat. "Kamu bisa saja satu mil jauhnya." "Kami ikut denganmu, Harry," kata Neville. "Ayo terus," kata Ron dengan tegas. Harry masih tidak ingin membawa mereka semua bersamanya, tetapi tampaknya dia tidak punya pilihan. Dia berpaling untuk menghadap pintu itu dan berjalan maju ... persis seperti di dalam mimpinya, pintu itu mengayun terbuka dan dia berjalan cepat melewati ambang pintu, yang lainnya mengikuti. Mereka berdiri di atas sebuah ruangan melingkar yang besar. Segala hal di sini hitam termasuk lantai dan langit-langit; pintu-pintu hitam identik, tanpa tanda dan tanpa pegangan terletak pada jarak-jarak tertentu mengelilingi dinding-dinding yang hitam, diselang-seling dengan cabang-cabang lilin yang nyala apinya membara biru; cahaya dingin, berkilauan terpantul di lantai pualam berkilat membuatnya tampak seolah-olah ada air gelap di bawahnya. "Seseorang tutup pintunya," Harry bergumam. Dia menyesal memberikan perintah ini begitu Neville mematuhinya. Tanpa celah panjang yang meneruskan cahaya dari koridor yang diterangi obor di belakang mereka, tempat itu menjadi begitu gelap sehingga sejenak satu-satunya hal yang bisa mereka lihat hanyalah kumpulan nyala api biru yang bergetar di dinding dan pantulannya yang remang-remang di atas lantai. Di dalam mimpi-mimpinya, Harry selalu berjalan dengan tujuan tertentu menyeberangi ruangan ini ke pintu yang langsung berada di seberang pintu masuknya dan berjalan terus. Tetapi ada sekitar selusin pintu di sini. Persis ketika dia sedang memandangi pintu-pintu di seberangnya, mencoba memutuskan mana yang benar, ada suara gemuruh hebat dan lilin-lilin mulai bergerak ke samping. Dinding melingkar itu sedang berputar. Hermione meraih lengan Harry seolah-olah takut lantai mungkin bergerak juga, tetapi tidak. Selama beberapa detik, nyala api biru di sekeliling mereka menjadi buram menyerupai deretan neon selagi dinding semakin cepat berputar; lalu, sama mendadaknya dengan mulanya, gemuruh itu berhenti dan semuanya menjadi diam sekali lagi. Mata Harry membara dengan garis-garis biru; hanya itu yang bisa dilihatnya. "Tentang apa itu tadi?" bisik Ron dengan takut. "Kukira itu untuk menghentikan kita mengetahui dari pintu mana kita masuk," kata Ginny dengan suara berbisik. Harry sadar seketika bahwa dia benar: dia tidak bisa mengenali pintu keluar daripada menemukan seekor semut di lantai hitam pekat itu; dan pintu yang merekakan untuk maju bisa jadi salah satu dari selusin pintu yang mengelilingi mereka. Bagaimana kita akan keluar kembali?" kata Neville dengan perasaan tidak enak. "Well, itu tidak masalah sekarang," kata Harry dengan bertenaga, sambil berkedip untuk menghapus garis-garis biru dari penglihatannya, dan menggenggam tongkatnya lebih erat dari sebelumnya, "kita tidak perlu keluar sampai kita menemukan Sirius -- " "Tapi jangan berseru memanggilnya!" Hermione berkata dengan mendesak; tetapi Harry belum pernah lebih tidak memerlukan nasehatnya, nalurinya adalah untuk tak bersuara sebisa mungkin. "Kalau begitu, ke mana kita pergi, Harry?" Ron bertanya. "Aku tidak -- " Harry mulai. Dia menelan ludah. "Di dalam mimpi-mimpi itu aku melewati pintu di ujung koridor dari lift ke sebuah ruangan gelap -- itu ruangan ini -dan lalu aku melewati pintu lainnya ke sebuah ruangan yang seperti ... berkilauan. Kita harus mencoba beberapa pintu," dia berkata dengan tergesa-gesa, "aku akan tahu jalan yang benar saat aku melihatnya. Ayo." Dia berjalan cepat lurus ke pintu yang sekarang di hadapannya, yang lainnya mengikuti dari dekat di belakangnya, meletakkan tangan kirinya pada permukaannya yang dingin dan berkilat, mengangkat tongkatnya siap untuk menyerang sewaktu pintu itu terbuka, dan mendorongnya. Pintu itu berayun membuka dengan mudah. Setelah kegelapan di ruangan pertama, lampu-lampu yang bergantung rendah pada rantai-rantai keemasan dari langit-langit memberi kesan bahwa ruangan persegi panjang ini jauh lebih terang, walaupun tidak ada lampu-lampu berkelap-kelip dan berkilauan seperti yang dilihat Harry di dalam mimpi-mimpinya. Tempat itu kosong kecuali beberapa meja tulis dan, di bagian paling tengah ruangan itu, sebuah tangki gelap besar berisikan cairan hijau dalam, cukup besar untuk direnangi mereka semua; sejumlah benda seputih mutiara sedang melayang-layang berkeliling dengan malas di dalamnya. "Benda apa itu?" bisik Ron. "Tak tahu," kata Harry. "Apakah itu ikan?" bisik Ginny. "Aquavirius Maggots!" kata Luna dengan bersemangat. "Dad bilang Kementerian sedang membiakkan -- " "Bukan," k ata Hermione. Dia terdengar aneh. Dia bergerak maju untuk melihat melalui bagian samping tangki. "Itu otak." "Otak?" "Ya ... aku ingin tahu apa yang sedang mereka lakukan dengan semua otak itu?" Harry bergabung dengannya di samping tangki. Benar juga, tidak mungkin salah sekarang setelah dia melihat dari dekat. Berkilauan mengerikan, mereka melayang masuk dan keluar dari pandangan di dalam cairan hijau itu, terlihat seperti kembang kol yang berlendir. "Ayo keluar dari sini," kata Harry. "Ini tidak benar, kita harus mencoba pintu lain." "Ada pintu-pintu di sini juga," kata Ron sambil menunjuk ke sekeliling dinding. Jantung Harry merosot; seberapa besar tempat ini? "Dalam mimpiku aku lewat ruangan gelap itu ke dalam ruangan kedua," dia berkata. "Kukira kita harus kembali dan mencoba dari sana." Jadi mereka bergegas kembali ke ruangan melingkar yang gelap itu; bentuk remang-remang dari semua otak itu sekarang berenang-renang di depan mata Harry menggantikan nyala-nyala lilin biru. "Tunggu!" kata Hermione dengan tajam, ketika Luna bergerak akan menutup pintu ruangan otak di belakang mereka. "Flagrate!" Dia menggambar dengan tongkatnya di tengah udara dan sebuah tanda "X" menyala timbul di pintu. Begitu pintu berbunyi menutup di belakang mereka ada gemuruh hebat, dan sekali lagi dinding mulai berputar sangat cepat, tetapi sekarang ada tanga buram merah-emas yang besar di antara warna biru redup dan, ketika semuanya diam lagi, tanda silang menyala itu masih terbakar, memperlihatkan pintu yang telah mereka coba. "Pemikiran bagus," kata Harry. "OK, mari coba yang satu ini -- " Lagi-lagi, dia berjalan langsung ke pintu di hadapannya dan mendorongnya terbuka, tongkatnya masih terangkat, yang lainnya mengikuti dia. Ruangan ini lebih besar dari yang sebelumnya, bercahaya suram dan berbentuk persegi, dan di tengahnya mencekung, membentuk sebuah lubang batu besar sedalam sekitar dua puluh kaki. Mereka sedang berdiri di deretan paling puncak dari apa yang tampak seperti bangku-bangku batu yang terdapat di sekeliling ruangan itu dan menurun dengan langkah-langkah curam seperti sebuah amphitheater, atau ruang sidang tempat Harry disidang oleh Wizengamot. Akan tetapi, alih-alih sebuah kursi berantai, ada mimbar batu yang ditinggikan di pusat lubang itu, di atasnya terdapat sebuah atap melengkung dari batu yang tampak begitu kuno, retak dan remuk sehingga Harry heran benda itu masih berdiri. Tanpa didukung dinding-dinding di sekitarnya, pada tap melengkung itu bergantung sebuah tirai atau tudung hitam yang compang-camping yang, walaupun udara dingin di sekitar tak bergerak, sedang berkibar sedikit seolah-olah baru saja disentuh. "Siapa di sana?" kata Harry sambil melompat turun ke atas bangku di bawah. Tidak ada suara yang menjawab, tetapi tudung itu terus berkibar dan bergoyang. "Hati-hati!" bisik Hermione. Harry bersusah payah menuruni bangku-bangku itu satu per satu sampai dia mencapai dasar batu lubang cekung itu. Langkah-langkah kakinya bergema kuat selagi dia berjalan lambat-lambat menuju mimbar. Atap melengkung tirus itu tampak jauh lebih tinggi dari tempatnya berdiri sekarang daripada ketika dia memandang ke bawah ke arahnya dari atas. Tudung itu masih bergoyang dengan lembut, seolah-olah seseorang baru saja melewatinya. "Sirius?" Harry berucap lagi, tetapi lebih pelan sekarang karena dia sudah lebih dekat. Dia memiliki perasaan teraneh bahwa ada seseorang yang berdiri tepat di belakang tudung itu di sisi lain atap melengkung. Sambil mencengkeram tongkatnya dengan sangat erat, dia berjalan miring mengitari mimbar, tetapi tak ada seorangpun di sana; yang bisa dilihat hanyalah sisi lain tudung hitam compang-camping itu. "Ayo pergi," seru Hermione dari tengah tangga batu. "Ini tidak benar, Harry, ayolah, ayo pergi." Dia terdengar takut, jauh lebih takut daripada saat di ruangan tempat semua otak itu berenang, walau begitu Harry berpikir atap melengkung itu memiliki sejenis keindahan, walaupun sudah tua. Tudung yang berdesir lembut menggugah rasa ingin tahunya; dia merasakan kehendak kuat untuk memanjat ke mimbar dan berjalan melaluinya. "Harry, ayo pergi, OK?" kata Hermione lebih kuat. "OK," dia berkata, tetapi tidak bergerak. Dia baru saja mendengar sesuatu. Ada bisikan lemah, suara-suara gumaman yang berasal dari sisi lain tudung itu. "Apa yang kau bilang?" dia berkata, dengan sangat keras, sehingga kata-katanya menggema ke sekitar bangku-bangku batu itu. "Tak seorangpun berbicara, Harry!" kata Hermione, sekarang bergerak lebih mendekat kepadanya. "Seseorang sedang berbisik di belakang sana," dia berkata, sambil bergerak menjauh dari jangkauannya dan terus merengut ke tudung itu. "Kamukah itu, Ron?" "Aku di sini, sobat," kata Ron sambil muncul dari sisi lain atap melengkung itu. "Tak bisakah yang lainnya mendengarnya?" Harry menuntut, karena bisikan dan gumaman itu semakin kuat, tanpa benar-benar bermaksud meletakkannya di sana, dia mendapati kakinya ada di atas mimbar. "Aku juga bisa mendengar mereka," bisik Luna sambil bergabung dengan mereka dari sisi lain atap melengkung itu dan menatap tudung yang bergoyang. "Ada orang-orang di dalam sana!" "Apa maksudmu, "di dalam sana"?" tuntut Hermione, sambil melompat turun dari anak tangga terakhir dan terdengar jauh lebih marah daripada seharusnya, "tidak ada yang "di dalam sana", itu cuma atap melengkung, tidak ada ruangan untuk siapapun berada di sana. Harry, hentikan, pergilah dari sana -- " Dia mencengkeram lengannya dan menarik, tetapi Harry bertahan. "Harry, kita seharusnya ada di sini untuk Sirius!" dia berkata dengan suara tegang bernada tinggi. "Sirius," Harry mengulangi, masih memandang dengan terpesona ke tudung yang terus bergoyang itu. "Yeah ... " Sesuatu akhirnya kembali ke tempat di dalam otaknya; Sirius, ditangkap, diikat dan disiksa, dan dia sedang memandangi atap melengkung ini ... Dia mundur beberapa langkah dari mimbar itu dan merenggutkan matanya dari tudung. "Ayo pergi," dia berkata. "Itulah yang sedang kucoba -- well, ayolah, kalau begitu!" kata Hermione, dan dia memimpin jalan kembali mengitari mimbar. Di sisi lain, Ginny dan Neville sedang menatap tudung itu juga, tampaknya terpesona. Tanpa bicara, Hermione memegang lengan Ginny, Ron menyambar lengan Neville, dan mereka membawa keduanya dengan tegas kembali ke bangku terendah dan merangkak sepanjang jalan kembali ke pintu. "Menurutmu atap melengkung itu apa?" Harry bertanya kepada Hermione ketika mereka sampai kembali ke ruangan melingkar yang gelap itu. "Aku tidak tahu, tapi apapun itu, itu berbahaya," dia berkata dengan tegas, lagi-lagi menggoreskan tanda silang menyala di pintu. Sekali lagi, dinding berputar dan diam lagi. Harry mendekati pintu lain dengan sembarangan dan mendorongnya. Pintu itu tidak bergerak. "Ada yang salah?" kata Hermione. "Pintunya ... terkunci kata Harry, sambil mengempaskan berat badannya ke pintu, tetapi pintu tidak bergeming. "Kalau begitu, ini dia, bukan?" kata Ron dengan bersemangat, sambil bergabung dengan Harry dalam usaha membuka paksa pintu itu. "Pasti!" "Menyingkirlah!" kata Hermione dengan tajam. Dia menunjuk tongkatnya ke tempat di mana ada pengunci pada pintu biasa dan berkata, "Alohomora!" Tak ada yang terjadi. "Pisau Sirius!" kata Harry. Dia menariknya keluar dari bagian dalam jubahnya dan menyelipkannya ke dalam celah di antara pintu dan dinding. Yang lainnya mengamati dengan bersemangat ketika dia menelusurkannya dari atas ke bawah, menariknya dan lalu mengayunkan bahunya lagi ke pintu. Pintu itu tetap tertutup rapat seperti sebelumnya. Terlebih lagi, saat Harry melihat ke bawah ke pisaunya, dia melihat bilahnya sudah melebur. "Benar, kita akan tinggalkan ruangan itu," kata Hermione memutuskan. "Tapi bagaimana kalau yang satu itu?" kata Ron, sambil menatapnya dengan campuran ketakutan dan keinginan. "Tidak mungkin, Harry bisa melewati semua pintu itu dalam mimpinya," kata Hermione, sambil menandai pintu itu dengan tanda silang menyala lain sementara Harry menyimpan kembali pegangan pisau Sirius yang sekarang tak berguna ke dalam kantongnya. "Kalian tahu apa yang mungkin berada di dalam sana?" kata Luna dengan bersemangat, ketika dinding mulai berputar lagi. "Sesuatu yang mengerikan, tak diragukan lagi," kata Hermione dengan suara rendah dan Neville mengeluarkan tawa kecil yang gugup. Dinding berhenti dan Harry, dengan perasaan putus asa yang semakin meningkat, mendorong pintu berikutnya hingga terbuka. "Ini dia!" Dia tahu seketika dari cahaya indah, menari-nari, berkilau bagai berlian. Ketika mata Harry menjadi terbiasa dengan kilau cemerlang itu, dia melihat jam-jam bersinar dari setiap permukaan, besar dan kecil, jam kakek dan jam kereta, bergantungan di ruang antara rak-rak buku atau berada di atas meja-meja tulis yang berada di ruangan itu, sehingga suara detik sibuk, terus-menerus mengisi tempat itu seperti ribuan langkah kaki kecil yang berderap. Sumber cahaya menari-nari secemerlang berlian itu adalah sebuah toples kristal menjulang yang berdiri di ujung jauh dari ruangan itu. "Lewat sini!" Jantung Harry berdebar hebat sekarang setelah dia tahu mereka ada di jalan yang benar; dia memimpin jalan menyusuri ruang sempit di antara barisan meja tulis, menuju, seperti yang dilakukannya dalam mimpinya, sumber cahaya itu, toples kristal yang hampir setinggi dirinya yang terletak di atas sebuah meja tulis dan tampak penuh angin yang berombak dan berkilauan. "Oh, lihat!" kata Ginny, ketika mereka mendekat, sambil menunjuk ke pusat toples itu. Melayang-layang di arus berkilauan di dalamnya adalah sebuah telur kecil secemerlang permata. Ketika telur itu naik di dalam toples, dia retak membuka dan sebuah burung kolibri muncul, yang dibara ke puncak toples itu, tetapi ketika burung itu jatuh di dalam cairan itu bulunya menjadi kusut dan lembab lagi, dan pada saat dia dibawa ke dasar toples dia telah tertutup sekali lagi di dalam telurnya. "Jalan terus!" kata Harry dengan tajam, karena Ginny menunjukkan tanda-tanda ingin berhenti dan menonton kemajuan telur itu kembali menjadi buurng. "Kau berlengah-lengah cukup lama di dekat lengkungan tua itu!" dia berkata dengan jengkel, tetapi mengikutinya melewati toples itu ke satu-satunya pintu di belakangnya. "Ini dia," Harry berkata lagi, dan jantungnya sekarang berdebar begitu keras dan cepat sehingga dia merasa pasti mengganggu ucapannya, "lewat sini -- " Dia memandang sekilas kepada mereka semua; mereka sudah mengeluarkan tongkat mereka dan mendadak tampak serius dan cemas. Dia memandang kembali ke pintu dan mendorongnya. Pintu itu mengayun terbuka. Mereka ada di sana, mereka telah menemukan tempatnya: tinggi seperti gereja dan penuh dengan rak-rak menjulang yang berisikan bola-bola kaca kecil berdebu. Bola-bola itu berkilauan dengan redup dalam cahaya yang berasal dari tempat lilin yang dipasang pada jarak-jarak tertentu di sepanjang rak. Seperti di ruang melingkar di belakang mereka, nyala api lilin-lilin itu membara biru. Ruangan itu sangat dingin. Harry berjalan maju dan mengintip ke salah satu gang penuh bayang-bayang di antara dua barisan rak. Dia tidak bisa mendengar apapun atau melihat tanda pergerakan terkecilpun. "Kau bilang baris sembilan puluh tujuh," bisik Hermione. "Yeah," bisik Harry, sambil memandang ke atas pada ujung barisan terdekat. Di bawah lilin-lilin bersinar biru yang menjulur dari barisan itu berkilauan angka perak lima puluh tiga. "Kita harus pergi ke kanan, kukira," bisik Hermione, sambil memicingkan mata ke baris berikutnya. "Ya ... itu lima puluh empat "Siaga dengan tongkat kalian," Harry berkata dengan lembut. Mereka berjalan maju lambat-lambat, sambil memandang sekilas ke belakang mereka selagi menyusuri lorong-lorong panjang yang terdiri atas rak-rak, yang ujung-ujung semakin jauhnya hampir berada dalam kegelapan total. Label-label kecil menguning telah dipasang di bawah setiap bola kaca di atas rak. Beberapa di antaranya memiliki pendar aneh yang berubah-ubah, yang lainnya pudar dan gelap di dalamnya seperti bola lampu yang rusak. Mereka melewati baris delapan puluh empat ... delapan puluh lima ... Harry mendengarkan kuat-kuat mencari suara pergerakan terkecil, tetapi Sirius mungkin disumbat mulutnya sekarang, atau tidak sadar ... atau, kata sebuah suara tak diminta di dalam kepalanya, dia mungkin sudah mati ... Aku pasti merasakannya, dia memberitahu dirinya sendiri, jantungnya sekarang memukul-mukul jakunnya, aku pasti sudah tahu ... "Sembilan puluh tujuh!" bisik Hermione. Mereka berdiri berkumpul di ujung barisan, memandang ke lorong di sampingnya. Tak seorangpun ada di sana. "Dia tepat di ujung," kata Harry, yang mulutnya telah menjadi sedikit kering. "Kalian tidak bisa melihat dengan jelas dari sini." Dan dia memimpin mereka di antara baris-baris menjulang bola-bola kaca, beberapa di antaranya berpendar lembut ketika mereka lewat ... "Dia seharusnya di dekat sini," bisik Harry, yakin bahwa setiap langkah akan membawa ke penglihatannya bentuk Sirius dengan pakaian compang-camping di atas lantai yang semakin gelap. "Di suatu tempat di sini ... benar-benar dekat "Harry?" kata Hermione ingin melihat reaksinya, tetapi dia tidak ingin menanggapi. Mulutnya sangat kering. "Di suatu tempat di sekitar ... sini dia berkata. Mereka telah mencapai akhir barisan dan muncul ke dalam cahaya lilin yang lebih redup lagi. Tak ada seorangpun di sana. Yang ada hanyalah keheningan yang menggema dan penuh debu. "Dia mungkin Harry berbisik dengan parau, sambil mengintip ke lorong berikutnya. "Atau mungkin Dia bergegas melihat ke lorong satunya setelah itu. "Harry?" kata Hermione lagi. "Apa?" bentaknya. "Ku ... kukira Sirius tidak ada di sini." Tak seorangpun berbicara. Harry tidak mau memandang satupun dari mereka. Dia merasa mual. Dia tidak mengerti mengapa Sirius tidak ada di sini. Dia harus berada di sini. Di sinilah dia, Harry, telah melihatnya ... Dia berlari ke ruang di ujung barisan-barisan, menatapi baris-baris itu. Satu demi satu gang kosong bekerjap lewat. Dia berlari ke arah yang lainnya, melewati teman-temannya yang memandangi. Tidak ada tanda Sirius di manapun, maupun petunjuk pergumulan apapun. "Harry?" Ron memanggil. "Apa?" Dia tidak ingin mendengar apa yang harus dikatakan Ron; tidak ingin mendengar Ron memberitahunya bahwa dia bodoh atau menyarankan bahwa mereka harus kembali ke Hogwarts, tetapi panas menjalar naik di wajahnya dan dia merasa seolah-olah dia ingin bersembunyi di bawah sini di dalam kegelapan untuk waktu yang lama sebelum menghadapi terangnya Atrium di atas dan pandangan-pandangan menuduh yang lainnya ... "Sudahkah kau melihat ini?" kata Ron. "Apa?" kata Harry, tetapi dengan bersemangat kali ini -- pastilah sebuah tanda bahwa Sirius tadi ada di sini, sebuah petunjuk. Dia berjalan kembali ke tempat mereka semuanya berdiri, sedikit lebih jauh dari baris sembilan puluh tujuh, tetapi tidak menemukan apa-apa kecuali Ron yang menatap ke salah satu bola kaca berdebu di rak. "Apa?" Harry mengulangi dengan murung. "Ada -- ada namamu di atasnya," kata Ron. Harry bergeser sedikit mendekat. Ron sedang menunjuk ke salah satu bola kaca kecil yang berpendar dengan cahaya dalam yang redup, walaupun bola itu sangat berdebu dan tampaknya belum tersentuk selama bertahun-tahun. "Namaku?" kata Harry dengan hampa. Dia melangkah maju. Tidak setinggi Ron, dia harus menjulurkan lehernya untuk membaca label kekuningan yang ditempelkan ke rak tepat di bawah bola kaca berdebu itu. Dalam tulisan seperti laba-laba tertulis sebuah tanggal sekitar enam belas tahun sebelumnya, dan di bawah itu: S.P.T kepada A.P.W.B.D Pangeran Kegelapan dan (?) Harry Potter Harry menatapnya. "Apa itu?" Ron bertanya, terdengar heran. "Kenapa namamu ada di bawah sini?" Dia memandang sekilas ke label-label lain di rak itu. "Aku tidak ada di sini," dia berkata, terdengar bingung. "Tak satupun dari kami ada di sini." "Harry, kukira kau seharusnya tidak menyentuhnya," kata Hermione dengan tajam, ketika dia mengulurkan tangannya. "Kenapa tidak?" dia berkata. "Berkaitan denganku, "kan?" "Jangan, Harry," kata Neville tiba-tiba. Harry memandangnya. Wajah bundar Neville berkilat sedikit karena keringat. Dia tampak seolah-olah tidak bisa menerima ketegangan lagi. "Ada namaku di atasnya," kata Harry. Dan merasa sedikit sembrono, dia menutupkan jari-jarinya ke sekitar permukaan bola berdebu itu. Dia telah mengharapkan bola itu terasa dingin, tetapi tidak. Sebaliknya, terasa seolah-olah telah tergeletak dalam sinar matahari selama berjam-jam, seolah-olah cahaya berpendar dari dalamnya menghangatkannya. Menduga, bahkan mengharapkan, bahwa sesuatu yang dramatis akan terjadi, sesuatu yang mengasyikkan yang mungkin membuat perjalanan panjang dan berbahaya mereka berharga pada akhirnya, Harry mengangkat bola kaca itu dari raknya dan menatapnya. Tak ada yang terjadi sama sekali. Yang lainnya bergesert mendekati Harry, menatap bola itu ketika dia menyekanya dari debu yang terkumpul. Dan kemudian, tepat dari belakang mereka, sebuah suara yang dipanjang-panjangkan berbicara. "Sangat bagus, Potter. Sekarang berpalinglah, baik-baik dan lambat, dan berikan itu kepadaku." BAB TIGA PULUH LIMA Di Balik Tudung Bentuk-bentuk hitam bermunculan dari udara kosong di sekeliling mereka, menghalangi jalan mereka di kiri dan di kanan; mata-mata berkilatan melalui celah di kerudung, selusin ujung tongkat yang menyala diarahkan langsung ke jantung mereka; Ginny terkesiap ngeri. "Kepadaku, Potter," ulang suara Lucius Malfoy yang dipanjang-panjangkan selagi dia mengulurkan tangannya, dengan telapak tangan menghadap ke atas. Isi tubuh Harry jungkir balik memualkan. Mereka terperangkap, dan musuh menang dalam jumlah dua banding satu. "Kepadaku," kata Malfoy lagi. "Di mana Sirius?" Harry berkata. Beberapa Pelahap Maut tertawa; suara perempuan yang parau dari tengah figur-figur berbayang-bayang di sebelah kiri Harry berkata penuh kemenangan, "Pangeran Kegelapan selalu tahu!" "Selalu," gema Malfoy dengan lembut. "Sekarang, berikan ramalannya kepadaku, Potter." "Aku mau tahu di mana Sirius!" "Aku mau tahu di mana Sirius!" tiru wanita di sebelah kirinya. Dia dan teman-teman Pelahap Mautnya telah mendekat sehingga mereka hanya satu kaki dari Harry dan yang lainnya, cahaya dari tongkat mereka menyilaukan mata Harry. "Kalian menangkapnya," kata Harry, sambil mengabaikan rasa panik yang meningkat di dadanya, ketakutan yang telah dilawannya sejak mereka memasuki baris sembilan puluh tujuh. "Dia di sini. Aku tahu itu." "Bayi kecil itu terbangun ketakutan dan mengira apa yang dimimpikannya benar," kata wanita itu dengan suara bayi mengejek yang mengerikan. Harry merasa Ron bergerak di sampingnya. "Jangan lakukan apapun," Harry bergumam. "Belum lagi -- " Wanita yang telah mengejeknya mengeluarkan tawa menjerit. "Kalian dengar dia? Kalian dengar dia? Memberikan instruksi kepada anak-anak lain seolah-olah dia berpikir untuk bertarung dengan kita!" "Oh, kamu tidak kenal Potter sebaik aku, Bellatrix," kata Malfoy dengan lembut. "Dia punya kelemahan besar terhadap sifat kepahlawanan; Pangeran Kegelapan mengerti hal ini tentang dia. Sekarang berikan ramalannya kepadaku, Potter." "Aku tahu Sirius ada di sini," kata Harry, walaupun rasa panik menyebabkan dadanya tertarik dan dia merasa seolah-olah dia tidak bisa bernapas dengan baik. "Aku tahu kalian menangkapnya!" Lebih banyak lagi Pelahap Maut yang tertawa, walaupun wanita itu tertawa paling keras. "Sudah waktunya kamu belajar perbedaan antara kehidupan dan mimpi, Potter," kata Malfoy. "Sekarang berikan ramalannya kepadaku, atau kami mulai menggunakan tongkat." "Kalau begitu, teruskan," kata Harry, sambil mengangkat tongkatnya sendiri setinggi dada. Ketika dia berbuat demikian, lima tongkat milik Ron, Hermione, Neville, Ginny dan Luna naik di kedua sisinya. Simpul di perut Harry menegang. Kalau Sirius benar-benar tidak berada di sini, dia telah memimpin teman-temannya pada kematian mereka tanpa alasan sama sekali ... Tetapi para Pelahap Maut tidak menyerang. "Serahkan ramalan itu dan tak seorangpun perlu terluka," kata Malfoy dengan dingin. Giliran Harry yang tertawa. "Yeah, benar!" katanya. "Kuberikan kepadamu benda ini -- ramalan, bukan? Dan kamu hanya akan membiarkan kami pulang, begitu?" Kata-kata itu baru saja keluar dari mulutnya ketika Pelahap Maut wanita itu menjerit: "Accio rama-- " Harry siap menghadapinya: dia berteriak "Protego!" sebelum wanita itu menyelesaikan manteranya, dan walaupun bola kaca itu meluncur ke tepi jari-jarinya dia berhasil mempertahankannya. "Oh, dia tahu cara bermain, bayi kecil mungil Potter," katanya, matanya yang gila menatap melalui celah kerudungnya. "Sangat bagus, kalau begitu --" "KUBILANGPADAMU, JANGAN!" Lucius Malfoy meraung kepada wanita itu. "Kalau kamu membantingnya --!" Pikiran Harry berpacu. Para Pelahap Maut menginginkan bola kaca berdebu ini. Dia tidak berminat padanya. Dia cuma ingin mengeluarkan mereka semua dari ini hidup-hidup, memastikan tak seorangpun dari teman-temannya membayar harga mahal untuk kebodohannya ... Wanita itu melangkah maju, menjauh dari teman-temannya, dan menarik lepas kerudungnya. Azkaban telah mencekungkan wajah Bellatrix Lestrange, membuatnya kurus kering dan mirip tengkorak, tetapi wajah itu penuh kilau fanatik yang hebat. "Kamu butuh bujukan lagi?" katanya, dadanya naik turun dengan cepat. "Baiklah -ambil yang terkecil," dia memerintahkan para Pelahap Maut di sampingnya. "Biarkan dia menyaksikan selagi kita menyiksa gadis kecil itu. Aku akan melakukannya." Harry merasakan yang lainnya mendekat ke sekeliling Ginny; dia melangkah ke samping sehingga dia tepat di depannya, ramalan itu dipegang ke dadanya. "Kamu harus membanting ini kalau kamu ingin menyerang salah satu dari kami," dia memberitahu Bellatrix. "Kukira bosmu tidak akan terlalu senang kalau kamu pulang tanpa benda itu, bukan?" Bellatrix tidak bergerak; dia hanya menatapnya, ujung lidahnya membasahi mulutnya yang tipis. "Jadi," kata Harry, "ngomong-ngomong, ramalan seperti apa yang sedang kita bicarakan?" Dia tidak bisa memikirkan apa yang harus dilakukan kecuali terus berbicara. Lengan Neville tertekan pada lengannya, dan dia bisa merasakannya gemetaran; dia bisa merasakan napas cepat salah satu dari yang lainnya di belakang kepalanya. Dia berharap mereka semua sedang berpikir keras tentang cara-cara keluar dari ini, karena pikirannya kosong. "Ramalan seperti apa?" ulang Bellatrix, seringai memudar dari wajahnya. "Kau bercanda, Harry Potter." "Tidak, tidak sedang bercanda," kata Harry, matanya beralih dari satu Pelahap Maut ke Pelahap Maut lainnya, mencari titik lemah, ruang tempat mereka bisa lolos. "Kenapa Voldemort menginginkannya?" Beberapa Pelahap Maut mendesis pelan. "Kau berani menyebutkan namanya?" bisik Bellatrix. "Yeah," kata Harry, sambil mempertahankan genggaman eratnya pada bola kaca itu, mengharapkan usaha lain untuk menyihirnya dari dirinya. "Yeah, aku tidak punya masalah mengatakan Vol-- " "Tutup mulutmu!" Bellatrix menjerit. "Kau berani mneyebutkan namanya dengan bibirmu yang tak berharga, kau berani menodainya dengan lidah darah-campuranmu, kau berani -- " "Kau tahu dia juga berdarah-campuran?" kata Harry sembarangan. Hermione mengerang kecil di telinganya. "Voldemort? Yeah, ibunya seorang penyihir wanita tetapi ayahnya Muggle -- atau apakah dia memberitahu kalian semua dia berdarah-murni?" "STUPEF--" "TIDAK!" Seberkas sinar merah meluncur dari ujung tongkat Bellatrix Lestrange, tetapi Malfoy membelokkannya; manteranya menyebabkan mantera Bellatrix mengenai rak satu kaki di sebelah kiri Harry dan beberapa bola kaca di sana pecah. Dua figur, seputih mutiara seperti hantu, berubah-ubah seperti asap, membentangkan diri dari pecahan-pecahan kaca di atas lantai dan masing-masing mulai berbicara; suara mereka salng berlomba, sehingga hanya potongan-potongan dari apa yang sedang mereka katakan yang bisa terdengar melampaui teriakan Malfoy dan Bellatrix. pada saat titik balik matahari akan datang yang baru kata figur seorang lelaki tua berjanggut. "JANGAN MENYERANG! KITA BUTUH RAMALAN ITU!" "Dia berani -- dia berani --" jerit Bellatrix tidak karuan, "dia berdiri di sana -keturunan campuran yang kotor -- " "TUNGGU SAMPAI KITA DAPATKAN RAMALANNYA!" bentak Malfoy. dan tak satupun akan datang setelah kata figur seorang wanita muda. Kedua figur yang muncul dari bola-bola yang pecah telah melebur ke udara kosong. Tak ada yang tersisa dari mereka atau rumah mereka terdahulu kecuali pecahan-pecahan kaca di atas lantai. Namun, mereka telah memberi Harry gagasan. Masalahnya adalah menyampaikannya kepada yang lainnya. "Kalian belum memberitahuku apa yang begitu istimewa tentang ramalan yang seharusnya kuserahkan ini," dia berkata, mengulur waktu. Dia menggerakkan kakinya lambat-lambat ke samping, mencari-cari kaki orang lain. "Jangan main-main dengan kami, Potter," kata Malfoy. "Aku tidak sedang main-main," kata Harry, setengah pikirannya pada percakapan itu, setengah lagi pada kakinya yang berkeliaran. Dan kemudian dia menemukan jari kaki orang lain dan menginjaknya. Tarikan napas tajam di belakangnya memberitahunya bahwa jari-jari itu milik Hermione. "Apa?" Hermione berbisik. "Dumbledore tak pernah memberitahumu alasan kamu memiliki bekas luka itu tersembunyi di dalam Departemen Misteri?" Malfoy mencemooh. "Aku -- apa?" kata Harry. Dan sejenak dia lupa akan rencananya. "Kenapa dengan bekas lukaku?" "Apa?" bisik Hermione lebih mendesak di belakangnya. "Mungkinkah ini?" terdengar senang penuh kedengkian; beberapa Pelahap Maut tertawa lagi, dan di balik tawa mereka, Harry berdesis kepada Hermione, menggerakkan bibirnya sesedikit mungkin, "Banting rak --" "Dumbledore tak pernah bilang kepadamu?" Malfoy mengulangi. "Well, ini menjelaskan mengapa kamu tidak datang lebih awal, Potter, Pangeran Kegelapan bertanya-tanya mengapa -- " "-- waktu aku bilang sekarang -- " "-- kamu tidak datang sambil berlari ketika beliau memperlihatkan tempat persembunyiannya kepadamu di dalam mimpi-mimpimu. Beliau mengira keingintahuan alamiah akan membuatmu mau mendengar perkataan setepat-tepatnya "Begitukah?" kata Harry. Di belakangnya dia merasakan bukannya mendengar Hermione menyampaikan pesannya kepada yang lainnya dan dia terus berbicara, untuk mengalihkan perhatian para Pelahap Maut. "Jadi dia mau aku datang mengambilnya, bukan begitu? Kenapa" "Kenapa?" Malfoy terdengar sangat senang. "Karena satu-satunya orang yang diizinkan mengambil ramalan dari Departemen Misteri, Potter, adalah mereka yang ditulis dalam ramalan itu, seperti yang Pangeran Kegelapan temukan saat beliau mencoba menggunakan orang-orang lainnya untuk mencurinya bagi beliau." "Dan mengapa dia mau mencuri ramalan mengenai aku?" "Mengenai kalian berdua, Potter, mengenai kalian berdua ... tidakkah kamu pernah bertanya-tanya mengapa Pangeran Kegelapan mencoba membunuhmu saat bayi?" Harry menatap ke lubang mata tempat mata kelabu Malfoy mengkilat. Apakah ramalan ini alasan orang tua Harry mati, alasan dia membawa bekas luka berbentuk sambaran kilat? Apakah jawaban ini semua tergenggam di dalam tangannya?" "Seseorang membuat ramalan tentang Voldemort dan aku?" dia berkata pelan, sambil menatap kepada Lucius Malfoy, jari-jarinya mengetat pada bola kaca hangat di dalam tangannya. Benda itu hampir tidak lebih besar daripada sebuah Snitch dan masih kasar karena debu. "Dan dia membuatku datang dan mengambilnya? Kenapa dia tidak bisa datang dan mengambilnya sendiri?" "Mengambilnya sendiri?" jerit Bellatrix, melampaui tawa sinting. "Pangeran Kegelapan, berjalan ke dalam Kementerian Sihir, saat mereka semua begitu manisnya mengabaikan kembalinya beliau? Pangeran Kegelapan, menampakkan diri kepada para Auror, padahal saat itu mereka sedang membuang waktu mereka pada sepupuku tersayang?" "Jadi, dia menyuruh kalian melakukan pekerjaan kotor baginya, bukan?" kata Harry. "Seperti dia mencoba membuat Sturgis mencurinya -- dan Bode?" "Sangat bagus, Potter, sangat bagus kata Malfoy lambat-lambat. "Tapi Pangeran Kegelapan tahu kamu tidak bod-- " "SEKARANG!" jerit Harry. Lima suara berbeda di belakangnya berteriak, "REDUCIO!" Lima kutukan melayang ke lima arah berbeda dan rak-rak di seberang mereka meledak saat kutukan itu mengenainya; susunan menjulang itu berayun ketika seratus bola kaca meletus pecah, figur-figur seputih mutiara membentang ke udara dan melayang di sana, suara mereka menggema dari siapa yang tahu masa lalu mana yang sudah lama mati dari antara hujan kaca yang terbanting dan serpih-serpih kayu yang sekarang menghujani lantai -"LARI!" Harry berteriak, sementara rak-rak itu berayun berbahaya dan lebih banyak bola kaca lagi mulai berjatuhan dari atas. Dia meraih segenggam jubah Hermione dan menyeretnya maju, sambil menempatkan satu lengan di atas kepalanya selagi potongan-potongan rak dan pecahan-pecahan kaca menghujani mereka. Seorang Pelahap Maut menerjang maju melalui awan debu dan Harry menyikutnya keras-keras di wajah yang bertopeng; mereka semuanya menjerit, ada teriakan kesakitan, dan bunyi hantaman bergemuruh ketika rak-rak itu saling menjatuhi, secara aneh menggemakan potongan-potongan para Penglihat yang dilepaskan dari bola-bola mereka -- Harry mendapati jalan di depan bebas dan melihat Ron, Ginny dan Luna berlari cepat melewatinya, lengan-lengan mereka di atas kepala; sesuatu yang berat membentur sisi wajahnya tetapi dia hanya menundukkan kepalanya dan berlari cepat ke depan; sebuah tangan menangkapnya di bahu; dia mendengar Hermione berteriak, "Stupefy!" Tangan itu melepaskannya seketika -Mereka berada di ujung baris sembilan puluh tujuh; Harry berbelok ke kanan dan mulai berlari cepat dengan bersemangat; dia bisa mendengar langkah-langkah kaki tepat di belakang mereka dan suara Hermione yang mendesak Neville untuk terus; tepat di depan, pintu tempat mereka masuk terbuka; Harry bisa melihat cahaya berkelap-kelip toples itu; dia melalui ambang pintu dengan cepat, ramalan itu masih tergenggam erat dan aman di tangannya, dan menunggu yang lainnya menderu cepat melalui ambang pintu sebelum membanting pintu di belakang mereka -- "Colloportus!" Hermione terengah-engah dan pintu itu menyegel sendiri dengan bunyi yang aneh. "Di mana -- di mana yang lainnya?" Harry terkesiap. Dia mengira Ron, Luna dan Ginny ada di depan mereka, bahwa mereka akan menunggu di dalam ruangan ini, tetapi tak seorangpun di sana. "Mereka pasti salah jalan!" bisik Hermione, dengan rasa ngeri di wajahnya. "Dengar!" bisik Neville. Langkah-langkah kaki dan teriakan-teriakan menggema dari balik pintu yang baru saja mereka segel; Harry meletakkan telinganya dekat ke pintu untuk mendengarkan dan mendengar Lucius Malfoy meraung, "Tinggalkan Nott, tinggalkan dia, kataku -luka-lukanya tidak ada apa-apanya bagi Pangeran Kegelapan dibandingkan dengan kehilangan ramalan itu. Jugson, kembali ke sini, kita perlu pengaturan! Kita akan dibagi ke dalam pasangan-pasangan dan mencari, dan jangan lupa, bersikap lembut pada Potter sampai kita dapat ramalan itu, kalian bisa membunuh yang lainnya kalau perlu -- Bellatrix, Rodolphus, kalian ambil yang kiri; Crabbe, Rabastan, pergi ke kanan -- Jugson, Dolohov, pintu tepat di depan -- Macnair dan Avery, lewat sini --Rookwood, sebelah sana -- Mulciber, ikut aku!" "Apa yang harus kita lakukan?" Hermione bertanya kepada Harry, gemetaran dari kepala hingga kaki. "Well, sebagai permulaan, kita tidak berdiri di sini menunggu mereka menemukan kita," kata Harry. "Ayo pergi dari pintu ini." Mereka berlari sepelan yang mereka bisa, melewati toples berkilau tempat telur kecil itu menetas dan utuh kembali, menuju pintu keluar ke lorong melingkar di ujung jauh ruangan itu. Mereka hampir sampai di sana saat Harry mendengar sesuatu yang besar dan berat menubruk pintu yang telah Hermione sihir tertutup. "Berdiri di samping!" kata sebuah suara kasar. "Alohomora!" Ketika pintu itu melayang terbuka, Harry, Hermione dan Neville menukik ke bawah meja-meja. Mereka bisa melihat bagian bawah jubah-jubah kedua Pelahap Maut semakin mendekat, kaki-kaki mereka bergerak dengan cepat. "Mereka mungkin berlari langsung ke aula," kata suara kasar itu. "Periksa ke bawah meja-meja," kata yang lain. Harry melihat lutut-lutut para Pelahap Maut membengkok; sambil menjulurkan tongkatnya dari bawah meja, dia berteriak, "STUPEFY!" Seberkas sinar merah mengenai Pelahap Maut terdekat, dia jatuh ke belakang ke sebuah jam besar dan menjatuhkannya, namun, Pelahap Maut kedua, melompat ke samping untuk menghindari mantera Harry dan menunjuk tongkatnya sendiri kepada Hermione, yang sedang merangkak keluar dari bawah meja untuk mendapatkan bidikan yang lebih baik. "Avada -- " Harry meluncur menyeberangi lantai dan menarik Pelahap Maut itu di sekitar lutut, menyebabkannya tumbang dan bidikannya miring. Neville membalikkan sebuah meja karena ingin untuk membantu; dan sambil menunjuk tongkatnya dengan liar kepada pasangan yang sedang bergumul itu, dia berteriak: "EXPELLIARMUS!" Tongkat Harry maupun tongkat Pelahap Maut itu melayang dari tangan mereka dan membumbung ke belakang ke arah pintu masuk ke Aula Ramalan; keduanya berjuang bangkit dan mengejar tongkat-tongkat itu, si Pelahap Maut di depan, Harry dekat ke tumitnya, dan Neville di belakang, jelas ketakutan atas apa yang telah dia lakukan. "Menyingkirlah, Harry!" jerit Neville, jelas bertekad untuk memperbaiki kerusakan. Harry melemparkan dirinya sendiri ke samping ketika Neville membidik lagi dan berteriak: "STUPEFY!" Pancaran sinar merah melayang tepat di atas bahu si Pelahap Maut dan mengenai lemari berpintu kaca di dinding yang penuh dengan jam-jam pasir berbagai bentuk; lemari itu jatuh ke lantai dan terbuka, kaca-kaca melayang ke mana-mana, melambung kembali ke dinding, sepenuhnya diperbaiki, lalu jatuh lagi, dan pecah -Pelahap Maut itu telah menyambar tongkatnya, yang tergeletak di atas lantai di samping toples berkilauan itu. Harry menunduk ke belakang meja lain ketika lelaki itu berpaling; topengnya telah tergeser sehingga dia tidak bisa melihat. Dia merenggutnya hingga lepas dengan tangannya yang bebas dan berteriak: "STUP--" "STUPEFY!" jerit Hermione, yang baru saja mengejar mereka. Pancaran sinar merah mengenai si Pelahap Maut di tengah dadanya: dia membeku, lengannya masih terangkat, tongkatnya jatuh ke lantai dengan bunyi keras dan dia roboh ke belakang ke arah toples itu. Harry menduga akan mendengar bunyi hantaman, bahwa lelaki itu akan membentur kaca padat dan tergelincir ke lantai, tetapi alih-alih, kepalanya terbenam melalui permukaan toples seolah-olah benda itu bukan apa-apa melainkan sebuah gelembung sabun dan dia terdiam, telentang di atas meja, dengan kepalanya tergeletak di dalam toples yang penuh angin berkilauan itu. "Accio tongkat!" jerit Hermione. Tongkat Harry melayang dari sebuah sudut gelap ke dalam tangannya dan dia melemparkannya kepada Harry. "Trims," katanya. "Baik, ayo keluar dari --" "Awas!" kata Neville, ketakutan. Dia sedang menatap kepala si Pelahap Maut di dalam toples. Mereka bertiga semuanya mengangkat tongkat mereka lagi, tetapi tak seorangpun dari mereka menyerang: mereka semuanya sedang menatap, dengan mulut terbuka, terkejut, pada apa yang sedang terjadi pada kepala pria itu. Kepala itu mengerut sangat cepat, semakin botak, rambut hitam dan jenggot pendeknya tertarik masuk ke dalam tengkoraknya; pipinya menjadi licin, tengkoraknya bundar dan tertutup rambut-rambut halus mirip buah persik ... Sebuah kepala bayi sekarang terletak mengerikan di atas leher gemuk berotot Pelahap Maut itu selagi dia berjuang untuk bangkit lagi; tetapi bahkan saat mereka menonton, dengan mulut mereka terbuka, kepala itu mulai menggembung ke ukuran sebelumnya lagi; rambut hitam tebal mulai tumbuh dari kepala dan dagunya ... "Itu Waktu," kata Hermione dengan suara terpesona. "Waktu Si Pelahap Maut menggelengkan kepala jeleknya lagi, mencoba menjernihkannya, tetapi sebelum dia bisa menguasai diri kepala itu mengerut kembali ke keadaan bayi sekali lagi ... Ada teriakan dari sebuah ruangan di dekat situ, lalu bunyi benturan dan jeritan. "RON?" Harry menjerit, sambil berpaling cepat dari perubahan mengerikan yang sedang berlangsung di hadapan mereka. "GINNY? LUNA?" "Harry!" Hermione menjerit. Pelahap Maut itu telah menarik kepalanya keluar dari toples. Penampilannya sangat aneh, kepala bayinya yang kecil menangis keras-keras sementara lengannya yang gemuk memukul-mukul dengan berbahaya ke segala arah, hampir mengenai Harry, yang menunduk. Harry mengangkat tongkatnya tetapi herannya Hermione menyambar tangannya. "Kau tidak boleh melukai seorang bayi!" Tidak ada waktu untuk mendebatkan poin itu; Harry bisa mendengar lebih banyak langkah kaki yang semakin keras dari Aula Ramalan dan tahu, terlambat, bahwa dia seharusnya tidak berteriak dan memberitahukan kedudukan mereka. "Ayo!" katanya, dan sambil meninggalkan Pelahap Maut berkepala bayi yang jelek itu terhuyung-huyung di belakang mereka berangkat menuju pintu yang terbuka di ujung lain ruangan itu, yang menuntun kembali ke lorong hitam itu. Mereka telah berlari setengah jalan ke arahnya saat Harry melihat melalui pintu yang terbuka dua lagi Pelahap Maut berlari menyeberangi ruangan hitam itu menuju mereke; sambil berbelok ke kiri, dia masuk ke dalam sebuah kantor kecil yang gelap dan kacau dan membanting pintu di belakang mereka. "Collo-- " mulai Hermione, tetapi sebelum dia bisa menyelesaikan mantera itu pintu telah terdobrak membuka dan kedua Pelahap Maut itu masuk dengan cepat . Dengan jeritan kemenangan, keduanya berteriak: "IMPEDIMENTA!" Harry, Hermione dan Neville semuanya terhantam mundur; Neville terlempar melampaui meja dan menghilang dari pandangan; Hermione terbanting ke sebuah lemari buku dan segera terbanjiri buku-buku berat yang berjatuhan; bagian belakang kepala Harry menghantam dinding batu di belakangnya, sinar-sinar kecil meledak di depan matanya dan sejenak dia terlalu pusing dan bingung untuk bereaksi. "KITA DAPAT DIA!" teriak Pelahap Maut yang terdekat dengan Harry. "DI DALAM SEBUAH KANTOR--" "Silencio!" jerit Hermione dan suara lelaki itu menghilang. Dia terus menggerakkan mulutnya melalui lubang di topengnya, tetapi tidak ada suara yang muncul. Dia didorong ke samping oleh teman Pelahap Mautnya. "Petrificus Totalus!" teriak Harry, ketika Pelahap Maut kedua itu mengangkat tongkatnya. Lengan dan kakinya berbunyi bersamaan dan dia jatuh ke depan, dengan wajah di bawah ke atas permadani di kaki Harry, kaku seperti papan dan tidak bisa bergerak. "Bagus, Ha-- " Tetapi Pelahap Maut yang baru saja dibuat bisu oleh Hermione melakukan gerakan menyayat tiba-tiba dengan tongkatnya; seberkas apa yang terlihat seperti nyala api ungu lewat tepat di dada Hermione. Dia mengeluarkan bunyi "Oh" kecil seolah-olah terkejut dan roboh ke lantai, tempat dia terbaring tidak bergerak. "HERMIONE!" Harry jatuh berlutut di sampingnya selagi Neville merangkak cepat ke arahnya dari bawah meja, tongkatnya dipegang di hadapannya. Pelahap Maut itu menendang keras-keras kepala Neville ketika dia muncul -- kakinya mematahkan tongkat Neville menjadi dua dan mengenai wajahnya. Neville mengeluarkan lolong kesakitan dan mundur, sambil mengenggam mulut dan hidungnya. Harry berputar, tongkatnya sendiri dipegang tinggi-tinggi, dan melihat bahwa si Pelahap Maut telah merenggutkan topengnya hingga lepas dan sedang menunjuk tongkatnya tepat kepada Harry, yang mengenali wajah panjang, pucat, terpelintir itu dari Daily Prophet: Antonin Dolohov, penyihir yang membunuh keluarga Prewett. Dolohov menyeringai. Dengan tangannya yang bebas, dia menunjuk dari ramalan yang masih tergenggam di tangan Harry, kepada dirinya sendiri, lalu kepada Hermione. Walaupun dia tidak lagi bisa berbicara, maksudnya tidak mungkin lebih jelas lagi. Berikan ramalannya kepadaku, atau kamu akan mengalami yang sama ,sepertinya ... "Seperti kamu tidak akan membunuh kami semua, begitu aku menyerahkannya!" kata Harry. Deru kepanikan di dalam dirinya menghalanginya berpikir dengan benar: dia meletakkan satu tangan ke bahu Hermione, yang masih hangat, walaupun tidak berani memandangnya dengan sepantasnya. Jangan biarkan dia mati, jangan biarkan dia mati, salahku kalau dia mati... "Ababun yang kau lakukan, Harry," kata Neville dengan sengit dari bawah meja, sambil menurunkan tangannya untuk memperlihatkan hidung yang jelas patah dan darah bercucuran ke mulut dan dagunya, "jagan berikan kepadanya!" Lalu ada bunyi benturan di luar pintu dan Dolohov melihat lewat bahunya -Pelahap Maut berkepala bayi itu muncul di ambang pintu, kepalanya menangis, tinjunya yang besar masih memukul-mukul tak terkendali pada semua hal di sekitarnya. Harry meraih peluangnya: "PETRIFICUS TOTALUS!" Mantera itu mengenai Dolohov sebelum dia bisa menghadangnya dan dia roboh ke depan melintang di atas temannya, mereka berdua kaku seperti papan dan tidak bisa bergerak seincipun. "Hermione," Harry berkata seketika, sambil mengguncangkannya selagi Pelahap Maut berkepala bayi menghilang dari pandangan lagi. "Hermione, bangun ... " "Aba yang dilakukannya kebadanya?" kata Neville, sambil merangkak keluar dari bawah meja untuk berlutut ke sisinya yang lain, darah mengucur dari hidungnya yang membengkak cepat. "Aku tak tahu Neville meraba-raba pergelangan tangan Hermione. "Idu ada deyut, Harry, adu yakin itu." Gelombang kelegaan yang begitu kuat menyapu diri Harry sehingga sejenak dia merasa kepalanya ringan. "Dia masih hidup?" "Yeah, dudira begitu." Ada jeda sementara Harry mendengarkan lekat-lekat mencari suara langkah kaki lagi, tetapi yang bisa didengarnya hanya rengekan Pelahap Maut berkepala bayi itu di ruangan berikutnya. "Neville, kita tidak jauh dari pintu keluar," Harry berbisik, "kita persis di sebelah ruangan melingkar itu ... kalau saja kita bisa menyeberangkan kalian dan menemukan pintu yang benar sebelum para Pelahap Maut lain datang, aku yakin kamu bisa membawa Hermione ke koridor dan ke dalam lift ... lalu kalian bisa menemukan seseorang ... menghidupkan tanda bahaya "Dan aba yang akan kabu lakukan?" kata Neville, sambil menyeka hidungnya yang berdarah dengan lengan bajunya dan merengut kepada Harry. "Aku harus menemukan yang lainnya," kata Harry. "Well, adu akan menjari mereka besamamu," kata Neville dengan tegas. "Tapi Hermione -- " "Kida akan bawa dia besama kida," kata Neville tegas. "Adu akan bawa dia -- kabu lebih pandai betarung degan bereka daripada adu -- " Dia berdiri dan menyambar salah satu lengan Hermione, sambil melotot kepada Harry, yang ragu-ragu, lalu meraih lengan yang lain dan membantu mengangkat Hermione yang lemah dari bahu Neville. "Tunggu," kata Harry, sambil merenggut tongkat Hermione dari lantai dan mendorongnya ke tangan Neville, "kamu sebaiknya mengambil ini." Neville menendang ke samping pecahan-pecahan tongkatnya sendiri selagi mereka berjalan lambat-lambat ke pintu. "Nenekku akan membunuhku," kata Neville dengan parau, darah memercik dari hidungnya selagi dia berbicara, "idu dongkad laba ayahku." Harry menjulurkan kepalanya keluar dari pintu dan memandang ke sekitar dengan hati-hati. Si Pelahap Maut berkepala bayi sedang menjerit-jerit dan memukul-mukul benda-benda, menjatuhkan jam-jam besar dan membalikkan meja-meja, sambil menangis dan kebingungan, sementara lemari berpintu kaca yang Harry curigai sekarang mengandung Pembalik Waktu terus jatuh, pecah dan memperbaiki sendiri di dinding di belakang mereka. "Dia tidak akan pernah memperhatikan kita," bisiknya. "Ayolah ... tetapdekat ke belakangku ... " Mereka berjalan pelan-pelan keluar dari kantor itu dan kembali menuju pintu ke lorong hitam itu, yang sekarang tampaknya sepenuhnya ditinggalkan. Mereka berjalan beberapa langkah ke depan, Neville terhuyung-huyung sedikit karena berat Hermione; pintu Ruang Waktu berayun menutup di belakang mereka dan dinding-dinding mulai berputar sekali lagi. Hantaman baru-baru ini pada belakang kepala Harry tampaknya menggoyahkannya; dia menyipitkan matanya, sambil berayun sedikit, sampai dinding-dinding berhenti bergerak lagi. Dengan hati mencelos, Harry melihat bahwa tanda-tanda silang menyala yang dibuat Hermione telah menghilang dari pintu-pintu. "Jadi ke arah mana menurutmu--?" Tetapi sebelum mereka bisa membuat keputusan ke arah mana harus dicoba, sebuah pintu di kanan mereka membuka dan tiga orang jatuh keluar darinya. "Ron!" teriak Harry dengan parau, sambil berlari ke arah mereka. "Ginny -- apakah kalian baik --?" "Harry," kata Ron, sambil terkikik lemah, tiba-tiba maju, sambil menyambar bagian depan jubah Harry dan menatap kepadanya dengan mata tidak fokus, "di sana kamu ... ha ha ha ... kamu tampak lucu, Harry ... kamu berantakan sekali Wajah Ron sangat putih dan sesuatu yang gelap mengucur dari sudut mulutnya. Saat berikutnya lututnya roboh, tetapi dia masih mencengkeram bagian depan jubah Harry, sehingga Harry tertarik menjadi bungkuk. "Ginny?" Harry berkata dengan takut. "Apa yang terjadi?" Tetapi Ginny menggelengkan kepalanya dan meluncur dari tembok ke posisi duduk, sambil terengah-engah dan memegang mata kakinya. "Kukira mata kakinya retak, aku mendengar bunyi patah," bisik Luna, yang sedang membungkuk ke atasnya dan dia sendiri tampak tidak terluka. "Empat dari mereka mengejar kami ke sebuah ruangan gelap yang penuh planet; tempat itu sangat aneh, kadang-kadang kami hanya melayang di kegelapan -- " "Harry, kami melihat Uranus dari dekat!" kata Ron, masih terkikik lemah. "Ngerti, Harry? Kami melihat Uranus -- ha ha ha -- " Sebuah gelembung darah timbul di sudut mulut Ron dan pecah. "-- bagaimanapun, salah satu dari mereka menyambar kaki Ginny, aku menggunakan Kutukan Pengecil dan meledakkan Pluto di hadapannya, tetapi ... " Luna memberi isyarat tanpa harapan kepada Ginny, yang sedang bernapas dengan lemah, matanya masih tertutup. "Dan bagaimana dengan Ron?" kata Harry dengan takut, ketika Ron terus terkikik, masih bergantungan di bagian depan jubah Harry. "Aku tidak tahu dengan apa mereka menyerang dia," kata Luna dengan sedih, "tapi dia jadi agak aneh, aku hampir tidak bisa membawanya sama sekali." "Harry," kata Ron, sambil menarik telinga Harry ke mulutnya dan masih terkikik-kikik dengan lemah, "kau tahu siapa anak perempuan ini, Harry? Dia Loony ... Loony Lovegood ... ha ha ha." "Kita harus keluar dari sini," kata Harry dengan tegas. "Luna, bisakah kamu bantu Ginny?" "Ya," kata Luna, sambil menusukkan tongkatnya ke balik telinganya untuk disimpan, lalu meletakkan satu lengan melingkari pinggul Ginny dan menariknya bangkit. "Cuma mata kakiku, aku bisa melakukannya sendiri!" kata Ginny dengan tidak sabar, tetapi saat berikutnya dia tumbang ke samping dan meraih Luna untuk mendapat dukungan. Harry menarik lengan Ron melewati bahunya seperti, berbulan-bulan yang lalu, dia menarik lengan Dudley. Dia memandang berkeliling: mereka punya peluang satu banding dua belas untuk mendapatkan pintu keluar yang tepat pada kali pertama -Dia menghela Ron ke arah sebuah pintu, mereka berada beberapa kaki darinya saat pintu lain di seberang aula membuka dan tiga Pelahap Maut bergegas masuk, dipimpin oleh Bellatrix Lestrange. "Di sana mereka!" dia menjerit. Mantera-mantera Pembeku meluncur dari seberang ruangan: Harry menyeruduk melalui pintu di depan, menghempaskan Ron dari dirinya dengan sembarangan dan menunduk untuk membantu Neville masuk bersama Hermione: mereka semua melewati ambang pintu tepat waktunya untuk membanting pintu terhadap Bellatrix. "Colloportus!" teriak Harry, dan dia mendengar tiga tubuh menabrak pintu di sisi lain. "Tidak masalah!" kata suara seorang lelaki. "Ada cara-cara lain untuk masuk -KAMI DAPATKAN MEREKA, MEREKA ADA DI SINI!" Harry berputar; mereka kembali ke Ruangan Otak dan, benar juga, ada pintu-pintu di sekeliling dinding. Dia bisa mendengar langkah-langkah kaki di aula di belakang mereka ketika lebih banyak lagi Pelahap Maut datang sambil berlari untuk bergabung dengan yang pertama. "Luna -- Neville -- bantu aku!" Mereka bertiga berlari mengitari ruangan, sambil menyegel pintu-pintu; Harry menubruk sebuah meja dan terguling ke atasnya karena terburu-buru mendekati pintu berikutnya. "Colloportus!" Ada bunyi langkah-langkah kaki yang berlarian di balik pintu-pintu, beberapa waktu sekali tubuh berat lain akan menabrakkan diri pada salah satu pintu, sehingga pintu itu berkeriut dan bergetar; Luna dan Neville sedang menyihir pintu-pintu di sepanjang dinding di seberang -- kemudian, ketika Harry mencapai bagian paling puncak ruangan itu, dia mendengar Luna menjerit. "Collo-- aaaaaaaaargh Dia berpaling tepat waktunya untuk melihat Luna melayang di udara, lima Pelahap Maut menyerbu ke dalam ruangan melalui pintu yang tidak sempat dijangkaunya; Luna menghantam sebuah meja, meluncur di permukaannya dan ke atas lantai di sisi lain tempat dia terbaring telentang, sekaku Hermione. "Tangkap Potter!" jerit Bellatrix, dan dia berlari ke arahnya; Harry mengelakkannya dan berlari cepat ke sisi ruangan lainnya; dia aman selama mereka mengira mereka mungkin mengenai ramalan itu -- "Hei!" kata Ron, yang terhuyung-huyung bangkit dan sekarang sedang sempoyongan seperti mabuk ke arah Harry, sambil terkikik. "Hei Harry, ada otak di dalam sini, ha ha ha, bukankah itu lucu, Harry?" "Ron, menyingkirlah, tunduk -- " Tetapi Ron sudah menunjuk tongkatnya ke tangki. "Jujur saja, Harry, itu semua otak -- lihat -- Accio otak!" Adegan itu tampaknya terhenti sebentar. Harry, Ginny dan Neville serta setiap Pelahap Maut berpaling untuk mengamati bagian atas tangki itu ketika sebuah otak meluncur keluar dari cairan hijau itu seperti seekor ikan yang melompat: sejenak kelihatannya tertahan di udara, lalu membumbung ke arah Ron, sambil berputar, dan apa yang tampak seperti pita-pita gambar yang bergerak melayang dari otak itu, terurai seperti gulungan-gulungan film -"Ha ha ha, Harry, lihat itu -- " kata Ron, sambil menyaksikannya memuntahkan isi perutnya yang menyolok, "Harry kemari dan sentuhlah, aku yakin pasti aneh -- " "RON, JANGAN!" Harry tidak tahu apa yang akan terjadi kalau Ron menyentuh tentakel-tentakel pikiran yang sekarang melayang di belakang otak itu, tetapi dia yakin pasti bukan sesuatu yang bagus. Dia berlari maju tetapi Ron sudah menangkap otak itu ke dalam tangannya yang terentang. Saat menyentuh kulitnya, tentakel-tentakel itu mulai membelitkan diri ke sekeliling lengan Ron seperti tali. "Harry, lihat apa yang terjadi -- Tidak -- tidak -- aku tidak suka -- tidak, hentikan -hentikan -- " Tetapi pita-pita tipis itu berputar mengelilingi dada Ron sekarang; dia menyentak dan menariknya sementara otak itu merapat kepadanya seperti tubuh gurita. "Diffindo!" jerit Harry, berusaha memutuskan antena-antena yang membelitkan diri dengan ketat di sekeliling Ron di hadapannya, tetapi antena-antena itu tidak bisa patah. Ron terjatuh, masih memukul-mukul pengikatnya. "Harry, benda itu akan mencekiknya!" jerit Ginny, tak bisa bergerak karena mata kakinya yang retak di atas lantai -- lalu seberkas sinar merah melayang dari tongkat salah satu Pelahap Maut dan mengenainya tepat di wajah. Dia jatuh ke samping dan terbaring di sana tidak sadarkan diri. "STUBEFY!" teriak Neville, sambil berputar dan melambaikan tongkat Hermione kepada Pelahap Maut yang mendekat, "STUBEFY, STUBEFY!" Tetapi tak ada yang terjadi. Salah satu Pelahap Maut menembakkan Mantera Pembekunya sendiri kepada Neville; meleset beberapa inci. Harry dan Neville sekarang hanya dua orang yang tersisa untuk melawan lima Pelahap Maut, dua di antaranya mengirimkan aliran sinar perak seperti anak panah yang meleset tetapi meninggalkan lubang-lubang di dinding di belakang mereka. Harry lari ketika Bellatrix Lestrange mengejarnya: sambil memegang ramalan itu tinggi-tinggi di atas kepalanya, dia berlari cepat kembali ke sisi ruangan yang lain; yang bisa dia pikirkan hanyalah menarik para Pelahap Maut menjauh dari yang lainnya. Tampaknya berhasil; mereka mengejarnya, sambil membuat kursi-kursi dan meja-meja melayang tetapip tidak berani menyihir dia kalau-kalau mereka merusak ramalan itu, dan dia berlari melalui satu-satunya pintu yang masih terbuka, pintu tempat para Pelahap Maut itu sendiri datang, dalam hati berdoa bahwa Neville akan tetap bersama Ron dan menemukan suatu cara untuk melepaskan dia. Dia lari beberapa kaki ke sebuah ruangan baru dan merasakan lantai menghilang -Dia jatuh di anak tangga batu yang curam satu demi satu, sambil terpelanting di setiap deret sampai akhirnya, dengan hantaman keras yang membuatnya terkejut, dia mendarat telentang di lubang cekung tempat atap batu melengkung berdiri di atas mimbarnya. Seluruh ruangan itu berdering dengan tawa para Pelahap Maut: dia memandang ke atas dan melihat lima yang tadi berada di dalam Ruangan Otak turun ke arahnya, sementara banyak lagi muncul dari ambang pintu lain dan mulai melompat dari bangku ke bangku ke arahnya. Harry bangkit walaupun kakinya gemetaran begitu hebatnya sehingga hampir tidak bisa menyokong dirinya: ramalan itu ajaibnya masih belum pecah di tangan kirinya, tongkatnya tergenggam erat di tangan kanan. Dia mundur, sambil memandang berkeliling, mencoba menjaga semua Pelahap Maut di dalam penglihatannya. Bagian belakang kakinya mengenai sesuatu yang padat: dia telah mencapai mimbar tempat atap melengkung itu berada. Dia memanjat ke belakang ke atas mimbar itu. Para Pelahap Maut semuanya berhenti, sambil menatapnya. Beberapa terengah-engah sekeras dirinya. Salah satunya berdarah hebat, Dolohov, yang bebas dari Kutukan Pengikat-Tubuh, sedang mengerling, tongkatnya menunjuk tepat ke wajah Harry. "Potter, perlombaanmu sudah dijalani," kata Lucius Malfoy dengan suara dipanjang-panjangkan, sambil menarik lepas topengnya, "sekarang serahkan ramalannya kepadaku seperti anak baik." "Biarkan -- biarkan yang lainnya pergi, dan aku akan memberikannya kepadamu!" kata Harry dengan putus asa. Beberapa Pelahap Maut tertawa. "Kamu tidak berada dalam posisi untuk tawar-menawar, Potter," kata Lucius Malfoy, wajahnya yang pucat merona karena senang. "Kamu lihat, kami bersepuluh dan kamu hanya sendiri ... atau apakah Dumbledore tak pernah mengajarmu cara menghitung?" "Dia tidak seddiri!" teriak sebuah suara dari atas mereka. "Dia masih bunya adu!" Hati Harry mencelos: Neville sedang berjuang menuruni bangku-bangku batu ke arah mereka, tongkat Hermoine tergenggam erat di tangannya yang gemetaran. "Neville -- jangan -- kembali kepada Ron -- " "STUBEFY!" Neville berteriak lagi, sambil menunjuk tongkatnya kepada tiap-tiap Pelahap Maut secara bergantian. "STUBEFY! STUBE-- " Salah satu Pelahap Maut yang terbesar meraih Neville dari belakang, menjepit lengannya ke sisi tubuhnya. Dia meronta dan menendang; beberapa Pelahap Maut tertawa. "Longbottom, bukan?" ejek Lucius Malfoy. "Well, nenekmu sudah biasa kehilangan anggota keluarga akibat kami ... kematianmu tidak akan jadi guncangan besar." "Longbottom?" ulang Bellatrix, dan sebuah senyuman yang sangat jahat menerangi wajahnya yang cekung. "Kenapa, aku sudah mendapat kesenangan bertemu orang tuamu, nak." "ADU TAHU KAU DUDAH!" raung Neville, dan dia melawan cengkeraman penangkapnya begitu keras sehingga Pelahap Maut itu berteriak, "Seserorang Bekukan dia!" "Tidak, tidak, tidak," kata Bellatrix. Dia tampak sangat gembira, penuh kesenangan ketika dia memandang sekilas kepada Harry, lalu kembali kepada Neville. "Tidak, mari lihat seberapa lama Longbottom tahan sebelum dia gila seperti orang tuanya ... kecuali Potter mau memberikan ramalan itu kepada kita." "JAGAN BERIKAN PADA BEREKA!" raung Neville, yang tampaknya lupa diri, menendang dan menggeliat ketika Bellatrix mendekat kepadanya dan penangkapnya dengan tongkat terangkat. "JAGAN BERIKAN PADA BEREKA, HARRY!" Bellatrix mengangkat tongkatnya. "Crucio!" Neville menjerit, kakinya terangkat naik ke dadanya sehingga Pelahap Maut yang sedang memegangnya sejenak hilang keseimbangan. Pelahap Maut itu menjatuhkannya dan dia jatuh ke lantai, sambil menggeliat dan menjerit kesakitan. "Itu hanya awalnya!" kata Bellatrix, sambil mengangkat tongkatnya sehingga jeritan Neville berhenti dan dia berbaring terisak-isak di kakinya. Bellatrix berpaling dan menatap Harry. "Sekarang, Potter, berikan ramalan itu kepada kami, atau saksikan teman kecilmu mati dengan cara yang keras!" Harry tidak harus berpikir; tidak ada pilihan. Ramalan itu panas karena tangannya yang menggenggamnya ketika dia mengulurkannya. Malfoy melompat maju untuk mengambilnya. Lalu, tinggi di atas mereka, dua pintu lagi terbuka dan lima orang berlari cepat ke dalam ruangan: Sirius, Lupin, Moody, Tonks dan Kingsley. Malfoy berpaling, dan mengangkat tongkatnya, tetapi Tonks sudah mengirimkan Mantera Pembeku tepat kepadanya. Harry tidak menunggu untuk melihat apakah mantera itu kena, melainkan menukik turun dari mimbar menyingkir. Para Pelahap Maut sepenuhnya teralihkan perhatiannya oleh kemunculan anggota-anggota Order, yang sekarang menghujani mantera-mantera kepada mereka selagi mereka melompat dari tiap undakan menuju lantai cekung itu. Melalui tubuh-tubuh yang berlarian, kilasan-kilasan cahaya, Harry bisa melihat Neville merangkak. Dia mengelakkan pancaran sinar merah lainnya dan menjatuhkan dirinya ke tanah untuk meraih Neville. "Apakah kamu baik-baik saja?" teriaknya, ketika mantera lain membumbung beberapa inci di atas kepala mereka. "Ya," kata Neville, sambil berusaha bangkit. "Dan Ron?" "Kukira dia baik -- dia masih betarung degan otak idu waktu adu pegi -- " Lantai batu di antara mereka meledak ketika sebuah mantera menghantamnya, meninggalkan sebuah lubang di tempat tangan Neville berada beberapa detik sebelumnya; keduanya berjuang menjauh dari titik itu, lalu sebuah lengan gemuk keluar entah dari mana, menyambar Harry di sekitar leher dan menariknya berdiri tegak, sehingga jari-jari kakinya hampir tidak mengenai lantai. "Berikan kepadaku," geram sebuah suara di telinganya, "berikan ramalannya kepadaku -- " Lelaki itu menekan batang tenggorok Harry begitu ketatnya sehingga dia tidak bisa bernapas. Melalui mata yang berair dia melihat Sirius sedang berduel dengan seorang Pelahap Maut sekitar sepuluh kaki jauhnya; Kingsley sedang melawan dua orang seketika; Tonks, masih setengah jalan di antara bangku-bangku berderet itu, sedang menembakkan mantera-mantera kepada Bellatrix -- tak seorangpun tampaknya menyadari bahwa Harry sedang sekarat. Dia membalikkan tongkatnya ke belakang ke arah samping lelaki itu, tetapi tidak punya napas untuk mengucapkan mantera, dan tangan lelaki itu yang bebas sedang meraba-raba ke tangan Harry yang sedang memegang ramalan -- "AARGH!" Neville telah menerjang entah dari mana; tak mampu mengucapkan mantera dengan jelas, dia menusukkan tongkat Hermione keras-keras ke lubang mata topeng si Pelahap Maut. Lelaki itu melepaskan Harry seketika dengan lolongan kesakitan. Harry berputar untuk menghadapnya dan terengah-engah mengucapkan: "STUPEFY!" Pelahap Maut itu jatuh ke belakang dan topengnya terlepas: itu Macnair, calon pembunuh Buckbeak, salah satu matanya sekarang bengkak dan merah darah. "Trims!" Harry berkata kepada Neville, sambil menariknya ke samping ketika Sirius dan Pelahap Mautnya tiba-tiba lewat, sedang berduel begitu hebatnya sehingga tongkat-tongkat mereka tampak buram; lalu kaki Harry menyentuh sesuatu yang bundar dan keras dan dia tergelincir. Sejenak dia mengira dia menjatuhkan ramalan itu, tetapi kemudian dia melihat mata sihir Moody berputar menjauh di lantai. Pemiliknya sedang terbaring, berdarah di kepala, dan penyerangnya sekarang menuju Harry dan Neville: Dolohov, wajahnya yang panjang dan pucat miring karena senang. "Tarantallegra!" dia berteriak, tongkatnya menunjuk Neville, yang kakinya segera bergerak dalam semacam tarian menghentak gila-gilaan, membuatnya kehilangan keseimbangan dan menjadikannya terjatuh ke lantai lagi. "Sekarang, Potter -- " Dia membuat gerakan yang sama dengan tongkatnya seperti yang dipergunakannya kepada Hermione persis ketika Harry menjerit, "Protege!" Harry merasakan sesuatu melintasi wajahnya seperti pisau tumpul; tenaganya menjatuhkannya ke samping dan dia jatuh ke atas kaki Neville yang menyentak-nyentak, tetapi Mantera Pelindung itu menghentikan yang terburuk dari mantera itu. Dolohov mengangkat tongkatnya lagi. "Accio ramal—" Sirius telah meluncur cepat entah dari mana, membentur Dolohov dengan bahunya dan membuatnya melayang menjauh. Ramalan itu sekali lagi melayang ke ujung jari-jari Harry tetapi dia berhasil mempertahankannya. Sekarang Sirius dan Dolohov sedang berduel, tongkat-tongkat mereka berkilat seperti pedang, bunga-bunga api melayang dari ujung tongkat mereka -- Dolohov menarik mundur tongkatnya untuk membuat gerakan menyayat yang sama seperti yang dipergunakannya kepada Harry dan Hermione. Sambil melompat bangkit, Harry menjerit, "Petrificus Totalus!" Sekali lagi, lengan-lengan Dolohov berbunyi bersamaan dan dia terjatuh ke belakang, mendarat dengan hantaman keras di punggungnya. "Bagus!" teriak Sirius, sambil memaksa kepala Harry turun ketika sepasang Mantera Pembeku terbang ke arah mereka. "Sekarang aku mau kau keluar dari -- " Mereka berdua menunduk lagi; sebuah pancaran sinar hijau hampir mengenai Sirius. Di seberang ruangan Harry melihat Tonks jatuh dari tengah tangga batu, tubuhnya yang lemah roboh dari bangku batu dan Bellatrix, penuh kemenangan, berlari kembali ke arah kegaduhan itu. "Harry, bawa ramalannya, bawa Neville dan larilah!" Sirius berteriak, sambil berlari untuk menemui Bellatrix. Harry tidak melihat apa yang terjadi berikutnya: Kingsley berayun di depan penglihatannya, sedang bertarung dengan Rookwood yang penuh bopeng dan tidak lagi bertopeng; pancaran sinar hijau lain melayang di atas kepala Harry ketika dia meluncur ke arah Neville -"Bisakah kau berdiri?" dia berteriak ke telinga Neville, sementara kaki Neville menyentak dan berkedut tak terkendali. "Letakkan lenganmu di sekeliling leherku -- " Neville melakukannya -- Harry menghela -- kaki Neville masih melayang ke segala arah, kaki-kaki itu tidak bisa menyokongnya, dan kemudian, entah dari mana, seorang pria menerjang mereka: keduanya jatuh ke belakang, kaki Neville melambai-lambai dengan liar seperti kaki kumbang yang terbalik, Harry dengan lengan kiri dinaikkan tinggi-tinggi di udara mencoba menyelamatkan bola kaca kecil itu dari bantingan. "Ramalan itu, berikan kepadaku ramalan itu, Potter!" bentak suara Lucius Malfoy di telinganya, dan Harry merasakan ujung tongkat Harry menekan keras di antara tulang iganya. "Tidak -- lepaskan -- aku ... Neville -- tangkap!" Harry melemparkan ramalan itu di lantai, Neville memutar dirinya di punggung dan menangkap bola itu ke dadanya. Malfoy menunjuk tongkatnya kepada Neville, tetapi Harry menusukkan tongkatnya sendiri ke belakang lewat bahunya dan berteriak, "Impedimenta!" Malfoy terbanting dari punggungnya. Ketika Harry berjuang bangkit lagi dia memandang berkeliling dan melihat Malfoy menghantam mimbar tempat Sirius dan Bellatrix sekarang berduel. Malfoy mengarahkan tongkatnya kepada Harry and Neville lagi, tetapi sebelum dia bisa menarik napas untuk menyerang, Lupin telah melompat ke antara mereka. "Harry, kumpulkan yang lainnya dan PERGI!" Harry meraih Neville di bagian bahu jubahnya dan mencoba mengangkatnya ke deretan pertama anak tangga batu; kaki Neville berkedut dan menggelepar dan tidak mau menyokong berat tubuhnya; Harry menghela lagi dengan segenap kekuatan yang dimilikinya dan mereka memanjat satu anak tangga lagi -Sebuah mantera mengenai bangku batu di tumit Harry; bangku itu remuk dan dia terjatuh ke anak tangga di bawah. Neville merosot ke tanah, kakinya masih menggelepar dan memukul-mukul, dan dia menjejalkan ramalan itu ke dalam kantongnya. "Ayolah!" kata Harry dengan putus asa, sambil menarik jubah Neville. "Coba dorong dengan kakimu -- " Dia menghela lagi dan jubah Neville robek di bagian keliman sebelah kiri-- bola kaca kecil itu jatuh dari kantongnya dan, sebelum salah satu dari mereka bisa menangkapnya, salah satu kaki Neville yang menggelepar menendangnya: benda itu terbang sekitar sepuluh kaki ke samping kanan mereka dan terbanting di anak tangga di bawah mereka. Selagi mereka berdua menatap tempat pecahnya, terkejut akan apa yang terjadi, sebuah figur seputih mutiara dengan mata yang sanagt diperbesar muncul ke udara, tak diperhatikan oleh siapapun kecuali mereka ... Harry bisa melihat mulutnya bergerak, tetapi dalam semua keributan dan teriakan serta jeritan di sekeliling mereka, tak satu katapun dari mantera itu yang bisa terdengar. Figur itu berhenti berbicara dan melarut jadi hilang. "Harry, maab!" teriak Neville, wajahnya sedih sementara kakinya terus menggelepar. "Adu sagat mejesal, Harry, adu tak bemaksud -- " "Tidak masalah!" Harry berteriak. "Coba saja berdiri, ayo keluar dari -- " "Dubbledore!" kata Neville, wajahnya yang berkeringat mendadak beralih, menatap melalui bahu Harry. "Apa?" "DUBBLEDORE!" Harry berpaling untuk melihat ke tempat yang sedang dipandangi Neville. Tepat di atas mereka, terbingkai di ambang pintu dari Ruangan Otak, berdiri Albus Dumbledore, tongkatnya di atas, wajahnya putih dan marah. Harry merasakan semacam desakan muatan listrik melalui setiap partikel tubuhnya -- mereka selamat. Dumbledore bergegas menuruni anak-anak tangga melewati Neville dan Harry, yang tidak berpikir untuk pergi lagi. Dumbledore sudah berada di kaki tangga ketika para Pelahap Maut terdekat menyadari dia ada di sana dan berteriak kepada yang lainnya. Salah satu Pelahap Maut lari, berjuang seperti monyet menaiki anak-anak tangga batu di seberang. Mantera Dumbledore menariknya balik begitu mudahnya dan tanpa susah payah seolah-olah dia mengaitnya dengan kawat yang tidak tampak -Hanya satu pasang yang masih bertarung, tampaknya tidak sadar akan orang yang baru tiba. Harry melihat Sirius mengelak dari pancaran sinar merah Bellatrix: dia menertawai Bellatrix. "Ayolah, kamu bisa melakukan lebih baik dari itu!" dia berteriak, suaranya menggema di sekitar ruangan besar itu. Pancaran sinar kedua mengenainya tepat di dada. Tawa belum menghilang dari wajahnya, tetapi matanya melebar karena terguncang. Harry melepaskan Neville, walaupun dia tidak sadar melakukannya. Dia melompat menuruni anak-anak tangga itu lagi, sambil menarik keluar tongkatnya, ketika Dumbledore juga berpaling ke arah mimbar. Kelihatannya Sirius butuh waktu yang sangat lama untuk jatuh: tubuhnya melengkung dengan anggun selagi dia merosot ke belakang melalui tudung compang-camping yang tergantung di atap melengkung itu. Harry melihat tampak ketakutan bercampur terkejut di wajah ayah angkatnya yang lelah, yang dulu tampan ketika dia jatuh melewati ambang pintu kuno itu dan menghilang ke belakang tudung, yang berkibar sejenak seolah-olah dalam angin kencang, lalu kembali ke tempatnya. Harry mendengar jerit kemenangan Bellatrix Lestrange, tetapi tahu itu tidak berarti apa-apa -- Sirius hanya terjatuh ke bawah atap melengkung itu, dia akan muncul kembali dari sisi lainnya setiap saat ... Tetapi Sirius tidak muncul kembali. "SIRIUS!" Harry menjerit. "SIRIUS!" Dia telah mencapai lantai, napasnya terengah-engah membakar dirinya. Sirius pastilah hanya di belakang tirai, dia, Harry, akan menariknya keluar kembali ... Tetapi ketika dia mencapai tanah dan berlari cepat menuju mimbar, Lupin menangkap Harry di sekitar dada, menahannya kembali. "Tidak ada yang bisa kamu lakukan, Harry -- " "Kejar dia, selamatkan dia, dia baru saja lewat!" "-- sudah terlambat, Harry." "Kita masih bisa menjangkaunya -- " Harry berjuang keras dan ganas, tetapi Lupin tidak mau melepaskan. "Tidak ada yang bisa kamu lakukan, Harry ... tidak ada ... dia sudah pergi." BAB TIGA PULUH ENAM Satu-Satunya Yang Pernah Ditakuti Dia "Dia belum pergi!" Harry berteriak. Dia tidak percaya; dia tidak mau mempercayainya; walau begitu dia melawan Lupin dengan setiap kekuatan yang dimilikinya. Lupin tidak mengerti; orang-orang bersemubunyi di balik tirai itu; Harry telah mendengar mereka berbisik-bisik pada saat pertama kali dia memasuki ruangan itu. Sirius sedang bersembunyi, hanya menghilang dari pandangan. "SIRUS!" dia berteriak. "SIRIUS!" "Dia tidak bisa kembali, Harry," kata Lupin, suaranya berubah selagi dia berjuang menahan Harry. "Dia tidak bisa kembali, karena dia sudah m-- " "DIA -- BELUM -- MARI!" raung Harry. "SIRIUS!" Ada pergerakan yang sedang berlangsung di sekitar mereka, kesibukan yang tak menentu, kilatan-kilatan mantera lagi. Bagi Harry itu adalah kebisingan tak berarti, kutukan-kutukan tertangkis yang melayang melewati mereka tidak berarti, tak ada yang berarti kecuali bahwa Lupin harus berhenti berpura-pura bahwa Sirius -- yang sedang berdiri beberapa kaki dari mereka di belakang tirai tua itu -- tidak akan muncul setiap saat, menggoyangkan rambut gelapnya ke belakang dan bersemangat untuk memasuki kembali pertarungan itu. Lupin menyeret Harry menjauh dari mimbar itu. Harry, yang masih menatap ke atap melengkung itu, merasa marah kepada Sirius sekarang karena membuatnya menunggu. Tetapi beberapa bagian dari dirinya sadar, bahkan saat dia berjuang untuk lepas dari Lupin, bahwa Sirius belum pernah membuatnya menunggu sebelumnya ... Sirius telah mempertaruhkan semuanya, selalu begitu, untuk melihat Harry, untuk membantunya ... kalau Sirius tidak muncul kembali dari atap melengkung itu saat Harry berteriak memanggilnya seolah-olah hidupnya tergantung pada itu, satu-satunya penjelasan yang mungkin adalah bahwa dia tidak bisa kembali ... bahwa dia memang benar-benar ... Dumbledore telah mengumpulkan sebagian besar Pelahap Maut yang tersisa di tengah ruangan, kelihatannya tak dapat bergerak karena tali-tali yang tak kasat mata; Mad-Eye Moody telah merangkak menyeberangi ruangan ke tempat Tonks terbaring, dan sedang berusaha membangunkannya, di belakang mimbar masih ada kilatan-kilatan cahaya, gerutuan dan teriakan-teriakan -- Kingsley telah lari ke depan untuk meneruskan duel Sirius dengan Bellatrix. "Harry?" Neville telah meluncur menuruni bangku-bangku batu satu per satu ke tempat di mana Harry berdiri. Harry tidak lagi berjuang melawan Lupin, yang meskipun begitu tetap mempertahankan cengkeraman pencegahan di lengannya. "Harry ... adu idut sedih kata Neville. Kaki-kakinya masih menari-nari tak terkendali. "Abakah ladi-ladi itu -- abakah Sirius Black -- temanmu?" Harry mengangguk. "Ini," kata Lupin pelan, dan sambil menunjuk tongkatnya ke kaki Neville dia berkata, "Finite." Mantera itu terangkat: kaki Neville terjatuh kembali ke lantai dan tetap diam. Wajah Lupin pucat. "Ayo -- ayo cari yang lainnya. Di mana mereka semua, Neville?" Lupin berpaling dari atap melengkung itu ketika dia berbicara. Kedengarannya seakan-akan setiap kata membuatnya kesakitan. "Bereka sebua ada di beladang sana," kata Neville. "Sebuah otak serang Ron tabi adu rasa dia baid-baid saja -- dan Herbione bingsan, tabi dami bisa rasakan denyud nadi -- " Ada bunyi letusan keras dan jeritan dari belakang mimbar. Harry melihat Kingsley menghantam tanah sambil berteriak kesakitan. Bellatrix Lestrange telah berbalik dan lari selagi Dumbledore melambai-lambai ke sekeliling. Dia mengarahkan sebuah mantera kepadanya tetapi Bellatrix menangkisnya; dia setengah jalan menaiki anak-anak tangga itu sekarang. "Harry -- jangan!" teriak Lupin, tetapi Harry sudah merenggut lengannya dari pegangan Lupin yang mengendor. "DIA MEMBUNUH SIRIUS!" teriak Harry. "DIA MEMBUNUHNYA. AKAN KUBUNUH DIA!" Dan Harry pergi, berjuang menaiki bangku-bangku batu itu; orang-orang berteriak di belakangnya tetapi dia tidak peguli. Tepi jubah Bellatrix melambai-lambai keluar dari pandangan di depannya dan mereka kembali ke ruangan tempat otak-otak itu berenang-renang ... Bellatrix mengarahkan sebuah kutukan lewat bahunya. Tangki itu naik ke udara dan roboh. Harry dibanjiri ramuan berbau busuk di dalamnya: otak-otak itu tergelincir dan meluncur ke atasnya dan mulai memutar tentakel-tantakel panjang berwarna mereka, tapi dia berteriak, "Wingardium Leviosa!" dan mereka terbang menjauh darinya ke udara. Sambil tergelincir dan meluncur, dia berlari menuju pintu; dia melompati Luna, yang sedang mengerang di lantai, melewati Ginny, yang berkata, "Harry -- apa --?", melewati Ron, yang terkikik-kikik dengan lemah, dan Hermione, yang masih pingsan. Dia merenggut pintu hingga terbuka ke dalam aula hitam melingkar dan melihat Bellatrix menghilang melalui sebuah pintu di sisi lain ruangan itu; di belakangnya adalah koridor yang mengarah kembali ke lift. Harry berlari, tetapi Bellatrix telah membanting pintu di belakangnya dan dinding-dinding sudah berputar. Sekali lagi, dia dikelilingi oleh kilatan-kilatan cahaya biru dari tempat lilin yang sedang berputar. "Di mana pintu keluarnya?" dia berteriak dengan putus asa, ketika dinding itu berhenti lagi. "Di mana jalan keluarnya?" Ruangan itu tampaknya telah menunggu dia bertanya. Pintu yang tepat di belakangnya membuka dan koridor menuju lift membentang di hadapannya, diterangi obor dan kosong. Dia berlari ... Dia bisa mendengar lift bergemerincing di depan; dia berlari cepat menyusuri lorong, berayun membelok di sudut dan menghantamkan tinjunya ke tombol untuk memanggil lift kedua. Lift itu berkerincing dan berbunyi keras semakin rendah; jeruji-jerujinya bergeser membuka dan Harry berlari ke dalam, sekarang memukul tombol yang bertandakan "Atrium". Pintu-pintu bergeser menutup dan dia naik ... Dia memaksa keluar dari lift sebelum jeruji-jeruji terbuka penuh dan memandang berkeliling. Bellatrix hampir di lift telepon di ujung lain aula itu, tetapi dia memandang ke belakang ketika Harry berlari cepat ke arahnya dan mengarahkan mantera lain kepadanya. Harry mengelak di belakang Air Mancur Persaudaraan Sihir: mantera itu meluncur melewatinya dan mengenai gerbang-gerbang emas tempa di ujung lain Atrium sehingga gerbang-gerbang itu berdering seperti bel. Tidak ada bunyi langkah kaki lagi. Bellatrix telah berhenti berlari. Harry meringkuk di belakang patung-patung, sambil mendengarkan. "Keluarlah, keluarlah, Harry kecil!" dia memanggilnya dengan suara bayi ejekan, yang menggema di lantai kayu terpelitur. "Kalau begitu, untuk apa kamu mengejarku? Kukira kamu ada di sini untuk membalaskan dendam sepupuku tersayang!" "Memang!" teriak Harry, dan sejumlah hantu Harry tampaknya ikut berseru Memang! Memang! Memang ke seluruh ruangan itu. "Aaaaaah ... apakah kamu sayang kepadanya, bayi Potter kecil?" Kebencian naik di dalam diri Harry seperti yang belum pernah dikenalnya; dia mengayunkan dirinya sendiri keluar dari balik air mancur dan berteriak, "Crucio!" Bellatrix menjerit: mantera itu telah membuatnya terjatuh, tetapi dia tidak menggeliat dan berteriak kesakitan seperti Neville -- dia sudah bangkit kembali, terengah-engah, tak lagi tertawa. Harry menghindar ke belakang air mancur keemasan itu lagi. Mantera balasannya mengenai kepala penyihir pria tampan itu, yang meledak dan mendarat dua puluh kaki jauhnya, mengukirkan goresan-goresan panjang di lantai kayu. "Belum pernah menggunakan Kutukan Tak Termaafkan sebelumnya, bukan, nak?" dia berteriak. Dia telah meninggalkan suara bayinya sekarang. "Kau harus bersungguh-sungguh, Potter! Kau harus benar-benar mau menyebabkan rasa sakit -menikmatinya -- kemarahan pada tempatnya tidak akan melukaiku untuk waktu yang lama -- akan kuperlihatkan kepadamu bagaimana caranya. Aku akan memberimu pelajaran -- " Harry sedang berjalan miring mengitari air mancur ini ke sisi lain ketika Bellatrix berteriak, "Crucio!" dan dia terpaksa menunduk lagi ketika lengan centaur, yang memegang busurnya, lepas dan mendarat dengan bunyi keras di atas lantai dekat dengan kepala penyihir keemasan itu. "Potter, kau tak bisa menang melawanku!" dia berteriak. Harry bisa mendengarnya bergerak ke kanan, mencoba mendapatkan bidikan jelas. Dia mundur mengitari patung menjauh darinya, meringkuk di belakang kaki centaur, kepalanya sama tinggi dengan kepala peri-rumah. "Aku dulu dan masih pelayan Pangeran Kegelapan yang paling setia. Aku belajar Ilmu Hitam darinya, dan aku tahu mantera-mantera dengan kekuatan yang kau, bocah kecil menyedihakan, takkan pernah bisa berharap untuk menyaingi -- " "Stupefy!" teriak Harry. Dia telah berjalan miring ke kanan ke tempat goblin berdiri tersenyum kepada penyihir pria yang sekarang tak berkepala dan membidik ke punggung Bellatrix ketika dia mengintip ke sekeliling air mancur. Bellatrix bereaksi begitu cepat sehingga Harry hampir tidak punya waktu untuk menunduk. "Protego!" Pancaran cahaya merah, Mantera Pembekunya sendiri, melambung kembali kepadanya. Harry berjuang kembali ke balik air mancur dan salah satu telinga goblin melayang menyeberangi ruangan. "Potter, aku akan memberimu satu kesempatan!" teriak Bellatrix. "Berikan kepadaku ramalan itu -- gulingkan ke arahku sekarang -- dan aku mungkin membiarkanmu hidup!" "Well, kau harus membunuhku, karena ramalannya sudah hilang!" Harry meraung dan, ketika dia meneriakkannya, rasa sakit membara di keningnya; bekas lukanya terbakar lagi, dan dia merasakan desakan kemarahan yang sama sekali tidak terkait dengan kemarahannya sendiri. "Dan dia tahu!" kata Harry, dengan tawa sinting untuk menandingi tawa Bellatrix. "Sobat lamamu tercinta Voldemort tahu ramalan itu sudah hilang! Dia tidak akan senang kepadamu, bukan?" "Apa? Apa maksudmu?" dia menjerit, dan untuk pertama kalinya ada ketakutan dalam suaranya. "Ramalan itu terbanting saat aku mencoba membuat Neville naik anak-anak tangga itu! Kalau begitu, menurutmu apa yang akan dikatakan Voldemort tentang itu?" Bekas lukanya membara dan panas ... rasa sakitnya membuat matanya berair ... "PEMBOHONG!" Bellatrix berteriak, tetapi Harry bisa mendengar kengerian di balik kemarahan itu sekarang. "KAU MEMILIKINYA, POTTER, DAN KAU AKAN MEMBERIKANNYA KEPADAKU! Accio ramalan! ACCIO RAMALAN!" Harry tertawa lagi karena dia tahu itu akan membuatnya marah; rasa sakit yang bertambah di kepalanya begitu parah sehingga dia mengira tengkoraknya mungkin meledak. Dia melambaikan tangannya yang kosong dari balik goblin bertelinga satu dan menariknya kembali cepat-cepat ketika Bellatrix mengirim pancaran sinar hijau yang lain melayang ke arahnya. "Tak ada apa-apa di sana!" dia berteriak. "Tak ada yang bisa dipanggil! Ramalan itu pecah dan tak seorangpun mendengar apa katanya, beritahu bosmu itu!" "Tidak!" dia menjerit. "Tidak benar, kau bohong! TUAN, AKU BERUSAHA, AKU BERUSAHA -- JANGAN HUKUM AKU --" "Jangan buang napasmu!" teriak Harry, matanya dipicingkan melawan rasa sakit di bekas lukanya, sekarang lebih mengerikan daripada sebelumnya. "Dia tidak bisa mendengarmu dari sini!" "Tak bisakah aku, Potter?" kata sebuah suara tinggi dan dingin. Harry membuka matanya. Tinggi, kurus dan berkerudung hitam, wajahnya yang mengerikan mirip ular putih dan cekung, mata-mata dengan anak mata berbentuk celah menatap ... Lord Voldemort telah muncul di tengah aula, tongkatnya menunjuk kepada Harry yang berdiri membeku, tidak mampu bergerak. "Jadi, kamu membanting ramalanku?" kata Voldemort dengan lembut sambil menatap Harry dengan mata merah tak berbelas kasihan itu. "Tidak, Bella, dia tidak berbohong ... aku melihat kebenaran memandangku dari dalam pikirannya yang tak berharga ... berbulan-bulan persiapan, berbulan-bulan usaha ... dan para Pelahap Mautku telah membiarkan Harry Potter menghalangiku lagi ... " "Tuan, aku sangat menyesal, aku tidak tahu, aku sedang bertarung dengan Black si Animagus!" Bellatrixi terisak-isak, sambil menjatuhkan dirinya sendiri ke kaki Voldemort selagi dia berjalan lambat-lambat mendekat. "Tuan, Anda harus tahu -- " "Diamlah, Bella," kata Voldemort dengan berbahaya. "Aku akan berurusan denganmu sebentar lagi. Apakah menurutmu aku memasuki Kementerian Sihir untuk mendengar kau tersedu-sedan meminta maaf?" "Tapi Tuan -- dia ada di sini -- dia di bawah -- " Voldemort tidak mengacuhkan. "Aku tak punya hal lain untuk diucapkan kepadamu, Potter," dia berkata pelah. "Kau sudah membuatku kesal terlalu sering, sudah terlalu lama. AVADA KEDAVRA!" Harry bahkan tidak membuka mulutnya untuk melawan; pikirannya kosong, tongkatnya menunjuk ke lantai tanpa guna. Tetapi patung keemasan penyihir pria tak berkepala di air mancur itu telah menjadi hidup, melompat dari pedestalnya untuk mendarat dengan bunyi keras di lantai antara Harry dan Voldemort. Mantera itu hanya sepintas mengenai dadanya selagi patung itu merentangkan lengannya untuk melindungi Harry. "Apa --?" teriak Voldemort sambil memandang berkeliling. Dan kemudian dia berbisik, "Dumbledore!" Harry memandang ke belakangnya, jantungnya berdebar keras. Dumbledore sedang berdiri di depan gerbang-gerbang keemasan itu. Voldemort mengangkat tongkatnya dan pancaran cahaya hijau lain mengarah ke Dumbledore, yang berpaling dan hilang bersama kibasan jubahnya. Detik berikutnya, dia sudah muncul kembali di belakang Voldemort dan melambaikan tongkatnya ke sisa-sisa air mancur itu. Patung-patung lain menjadi hidup. Patung penyihir wanita lari ke Bellatrix, yang menjerit dan mengirim mantera-mantera yang memberkas tanpa guna ke dadanya, sebelum patung itu menukik ke arahnya, menjepitnya ke lantai. Sementara itu, goblin dan peri-rumah berlari tergesa-gesa menuju perapian-perapian yang ditempatkan di sepanjang dinding dan centaur berlengan satu berderap ke Voldemort, yang menghilang dan muncul kembali di samping kolam. Patung tak berkepala itu mendorong Harry mundur, menjauh dari pertarungan, ketika Dumbledore maju ke arah Voldemort dan centaur keemasan itu berlari mengitari mereka berdua. "Datang ke sini malam ini adalah tindakan yang bodoh, Tom," kata Dumbledore dengan tenang. "Para Auror sedang dalam perjalanan -- " "Pada saat itu aku sudah pergi, dan kau sudah mati!" ludah Voldemort. Dia mengirimkan kutukan pembunuh lain kepada Dumbledore tetapi meleset, alih-alih malah mengenai meja penjaga keamanan, yang meledak terbakar. Dumbledore mengibaskan tongkatnya sendiri: kekuatan mantera yang keluar darinya sedemikian rupa sehingga Harry, walaupun dilindungi oleh pengawal keemasannya, merasakan rambutnya berdiri tegak ketika mantera itu lewat dan kali ini Voldemort terpaksa menyihir sebuah perisai perak berkilauan dari udara untuk menangkisnya. Mantera itu, apapun itu, tidak mengakibatkan kerusakan yang tampak pada perisai, walaupun nada yang dalam seperti gong bergema darinya -- suara yang anehnya mengerikan. "Kau tidak ingin membunuhku, Dumbledore?" seru Voldemort, matanya yang merah tua menyipit dari puncak perisai itu. "Di atas kebrutalan semacam ini, bukan?" "Kita berdua tahu bahwa ada cara-cara lain untuk menghancurkan seseorang, Tom," Dumbledore berkata dengan tenang, sambil terus berjalan ke arah Voldemort seolah-olah dia tidak memiliki rasa takut di dunia ini, seolah-olah tak ada yang telah terjadi untuk menyela jalan-jalannya menyusuri aula. "Hanya mengambil hidupmu tidak akan membuatku puas, aku akui -- " "Tak ada yang lebih buruk daripada kematian, Dumbledore!" bentak Voldemort. "Kau sangat salah," kata Dumbledore, masih mendekat kepada Voldemort dan berbicara dengan ringan seakan-akan mereka sedang membahas masalah itu sambil minum. Harry merasa takut melihatnya berjalan terus, tanpa pertahanan, tanpa perisai; dia ingin meneriakkan peringatan, tapi pengawal tak berkepalanya terus memaksanya mundur menuju dinding, menghalangi semua usahanya untuk keluar dari belakangnya. "Memang, kegagalanmu memahami bahwa ada hal-hal yang jauh lebih buruk daripada kematian selalu menjadi kelemahan terbesarmu -- " Pancaran sinar hijau lain melayang dari balik perisai perak itu. Kali ini centaur bertangan satu, yang berderap ke hadapan Dumbledore, yang menerima ledakan dan hancur menjadi seratus keping, tapi sebelum pecahan-pecahan itu bahkan mengenai lantai, Dumbledore telah menarik tongkatnya dan melambaikannya seolah-olah mengacungkan cemeti. Sebuah nyala api tipis panjang melayang dari ujungnya; membelitkan dirinya mengelilingi Voldemort, perisai dan semuanya. Sejenak, tampaknya Dumbledore telah menang, tetapi kemudian tali berapi itu berubah menjadi seekor ular, yang melepaskan pegangannya pada Voldemort seketika dan berpaling, sambil mendesis marah, untuk menghadapi Dumbledore. Voldemort menghilan; ular itu bertumpu pada ekornya di lantai, siap menyerang. Ada ledakan nyala api di udara di atas Dumbledore persis ketika Voldemort muncul kembali, berdiri di pedestal di tengah kolam tempat baru-baru ini lima patung berdiri. "Awas!" Harry menjerit. Tetapi bahkan saat dia menjerit, pancaran sinar hijau lain melayang kepada Dumbledore dari tongkat Voldemort dan ular itu menyerang. Fawkes menukik turun ke hadapan Dumbledore, membuka paruhnya lebar-lebar dan menelan pancaran sinar hijau itu seluruhnya: dia meledak menjadi nyala api dan jatuh ke lantai, kecil, keriput dan tak bisa terbang. Pada saat yang sama, Dumbledore mengacungkan tongkatnya dalam suatu gerakan panjang dan luwes -- ular itu, yang sesaat lagi akan membenamkan taringnya ke tubuhnya, melayang tinggi di udara dan menghilang menjadi segumpal asap gelap; dan air di kolam naik dan menutupi Voldemort seperti kepompong kaca yang mencair. Selama beberapa detik Voldemort hanya tampak sebagai figur gelap, beriak, tanpa wajah, berkelap-kelip dan kabur di atas pedestal, jelas sedang berjuang mengenyahkan zat mencekik itu. Lalu dia hilang dan air jatuh dengan bunyi keras kembalike kolamnya, tumpah dengan liar lewat sisi-sisinya, membanjiri lantai berpelitur. "TUAN!" jerit Bellatrix. Yakin sudah berakhir, yakin Voldemort sudah memutuskan untuk melarikan diri, Harry bergerak lari dari balik pengawal patungnya, tetapi Dumbledore berteriak: "Tetap di tempatmu, Harry!" Untuk pertama kalinya, Dumbledore terdengar ketakutan. Harry tidak mengerti kenapa: aula itu kosong kecuali diri mereka sendiri, Bellatrix yang tersedu-sedu masih terperangkap di bawah patung penyihir wanita, dan Fawkes di bayi phoenix sedang berkaok dengan lemah di atas lantai. Lalu bekas luka Harry meledak terbuka dan dia tahu dia sudah mati: rasa sakitnya di luar bayangan, rasa sakit tak tertahankan. Dia menghilang dari aula itu, dia terkunci dalam belitan seekor makhluk bermata merah, begitu eratnya terikat sehingga Harry tidak tahu di mana tubuhnya berakhir dan tubuh makhluk itu dimulai: mereka melebur bersama, terikat oleh rasa sakit, dan tidak ada jalan keluar. Dan saat makhluk itu berbicara, dia menggunakan mulut Harry, sehingga dalam penderitaannya dia merasakan rahangnya bergerak. "Bunuh aku sekarang, Dumbledore Buta dan sekarat, setiap bagian tubuhnya menjerit minta dilepaskan, Harry merasakan makhluk itu menggunakannya lagi. "Kalau kematian bukan apa-apa, Dumbledore, bunuh bocah ini Biarkan rasa sakitnya berhenti, pikir Harry ... biarkan dia membunuh kami ... hentikanlah, Dumbledore ... kematian bukan apa-apa dibandingkan dengan ini ... Dan aku akan melihat Sirius lagi ... Dan selagi hati Harry penuh dengan emosi, belitan makhluk itu mengendur, rasa sakitnya hilang; Harry sedang berbaring dengan muka di bawah di atas lantai, kacamatanya hilang, gemetaran seolah-olah dia berbaring di atas es, bukan kayu ... Dan ada suara-suara yang menggema di aula itu, lebih banyak suara daripada yang seharusnya ... Harry membuka matanya, melihat kacamatanya tergeletak di tumit patung tak berkepala yang telah menjaganya, tetapai sekarang terbaring telentang, retak dan tak bergerak. Dia mengenakannya dan mengangkat kepalanya sedikit untuk mendapati hidung bengkok Dumbledore beberapa inci dari hidungnya sendiri. Kau baik-baik saja, Harry?" "Ya," kata Harry, gemetaran begitu hebat sehingga dia tidak bisa menahan kepalanya dengan benar. "Yeah -- di mana Voldemort, di mana -- siapa semua -- apa Atrium penuh dengan orang; lantai memantulkan lidah-lidah api hijau yang telah menyala di semua perapian di sepanjang dinding; dan aliran penyihir wanita dan pria yang muncul dari mereka. Ketika Dumbledore menariknya bangkit kembali, Harry melihat patung-patung emas kecil peri-rumah dan goblin itu, memimpin Cornelius Fudge yang tampak tercengang maju. "Dia ada di sini!" teriak seorang lelaki berjubah merah tua dengan rambut diekor kuda, yang sedang menunjuk ke tumpukan puing keemasan di sisi lain aula itu, tempat Bellatrix terbaring terperangkap hanya beberapa saat sebelumnya. "Aku melihatnya, Mr Fudge, aku bersumpah itu Kau-Tahu-Siapa, dia menarik seorang wanita dan ber-Disapparate!" "Aku tahu, Williamson, aku tahu, aku melihatnya juga!" repet Fudge, yang sedang mengenakan piyama di bawah mantel garis-garisnya dan terengah-engah seolah-olah dia baru saja lari bermil-mil. "Jenggot Merlin -- di sini -- di sini! -- di Kementerian Sihir -- surga agung di atas -- tampaknya tidak mungkin -- astaga -- bagaimana mungkin --?" "Kalau Anda turun ke Departemen Misteri, Cornelius," kata Dumbledore -tampaknya puas bahwa Harry tidak apa-apa, dan berjalan maju sehingga para pendatang baru sadar dia ada di sana untuk pertama kalinya (beberapa di antara mereka mengangkat tongkat mereka; yang lainnya hanya tampak heran; patung-patung peri dan goblin bertepuk tangan dan Fudge terlompat sehingga kakinya yang mengenakan selop meninggalkan lantai) "-- Anda akan menemukan beberapa Pelahap Maut yang lolos terkurung di Kamar Kematian, terikat oleh Kutukan Anti-Disapparate dan menanti keputusanmu atas apa yang harus dilakukan kepada mereka. "Dumbledore!" Fudge terengah-engah, dari sampingnya dengan heran. "Kau -- di sini -- aku -- aku -- " Dia memandang dengan liar ke sekitar kepada para Auror yang telah dibawanya besertanya dan tidak mungkin lebih jelas lagi bahwa dia setengah berniat untuk berteriak, "Tangkap dia!" "Cornelius, aku siap bertarung dengan orang-orangmu -- dan menang, lagi!" kata Dumbledore dengan suara menggelegar. "Tapi beberapa menit yang lalu Anda melihat bukti, dengan matamu sendiri, bahwa aku telah menceritakan yang sebenarnya kepadamu selama setahun. Lord Voldemort telah kembali, Anda telah mengejar orang yang salah selama dua belas bulan, dan sudah waktunya -- Anda mendengarkan akal sehat!" "Aku -- tidak -- well -- " gertak Fudge sambil memandang berkeliling seolah-olah berharap seseorang akan memberitahunya apa yang harus dilakukan. Ketika tak seorangpun melakukannya, dia berkata, "Baiklah -- Dawlish! Turun ke Departemen Misteri dan lihat ... Dumbledore, kau -- kau harus memberitahuku persisnya -- Air Mancur Persaudaraan Sihir -- apa yang terjadi?" dia menambahkan dengan semacam rengekan, sambil memandang sekeliling ke lantai, di mana sisa-sisa patung penyihir wanita, penyihir pria dan centaur itu sekarang tergeletak terpencar. "Kita bisa membahas itu setelah aku mengirim Harry kembali ke Hogwarts," kata Dumbledore. "Harry -- Harry Potter?" Fudge berputar dan menatap Harry, yang masih berdiri di dinding di samping patung jatuh yang telah menjaganya selama duel Dumbledore dan Voldemort. "Dia -- di sini?" kata Fudge, sambil membelalak kepada Harry. "Kenapa -- ada apa ini semua?" "Aku akan menjelaskan semuanya," ulang Dumbledore, "saat Harry sudah kembali ke sekolah." Dia berjalan menjauh dari kolam ke tempat kepala penyihir pria itu tergeletak di lantai. Dia menunjuk tongkatnya dan bergumam, "Portus." Kepala itu berkilau biru dan bergetar dengan bising di lantai kayu selama beberapa detik, lalu menjadi diam sekali lagi. "Sekarang pahami ini, Dumbledore!" kata Fudge, ketika Dumbledore memungut kepala itu dan berjalan kembali kepada Harry sambil membawanya. "Kamu belum mendapat pengesahan untuk Portkey itu! Kau tak bisa melakukan hal seperti itu tepat di hadapan Menteri Sihir, kau -- kau -- " Suaranya terputus-putus ketika Dumbledore mengamatinya dengan berkuasa lewat kacamata setengah bulannya. "Anda akan memberikan perintah untuk memberhentikan Dolores Umbridge dari Hogwarts," kata Dumbledore. "Anda akan menyuruh para Auror Anda untuk berhenti mencari guru Pemeliharaan Satwa Gaibku supaya dia bisa kembali bekerja. Aku akan memberi Anda Dumbledore menarik sebuah jam dengan dua belas jarum dari kantongnya dan mengamatinya setengah jam waktuku malam ini, di mana kukira kita akan lebih dari bisa mengungkap poin-poin penting tentang apa yang telah terjadi di sini. Setelah itu, aku perlu kembali ke sekolahku. Kalau Anda butuh bantuan lagi dariku Anda, tentu saja, akan diterima dengan senang hati untuk menghubungi ke Hogwarts. Surat-surat yang dialamatkan kepada Kepala Sekolah akan sampai ke tanganku." Fudge membelalak lebih parah dari sebelumnya, mulutnya terbuka dan wajahnya yang bundar semakin merah jambu di bawah rambut kelabunya yang kusut. "Aku -- kamu -- " Dumbledore memalingkan punggungnya kepadanya. "Ambil Portkey ini, Harry." Dia mengulurkan kepala patung keemasan itu dan Harry menempatkan tangannya di atasnya, tidak peduli apa yang dilakukannya setelah itu atau ke mana dia pergi. "Aku akan menemuimu dalam setengah jam," kata Dumbledore pelan. "Satu ... dua ... tiga Harry merasakan sensasi yang sudah dikenalkan seperti sebuah kail disentakkan ke balik pusarnya. Lantai kayu berpelitur itu menghilang dari bawah kakinya; Atrium, Fudge dan Dumbledore semua telah hilang dan dia terbang maju dalam putaran cahaya dan suara ... BAB TIGA PULUH TUJUH Ramalan yang Hilang Kaki Harry mengenai tanah padat; lututnya melengkung sedikit dan kepala penyihir pria keemasan itu jatuh dengan bunyi bergema ke atas lantai. Dia memandang berkeliling dan melihat bahwa dia telah tiba di kantor Dumbledore. Semuanya tampaknya telah memperbaiki diri sendiri selama ketidakhadiran Kepala Sekolah. Instrumen-instrumen perak yang halus itu berada sekali lagi di atas meja-meja berkaki kurus panjang, mengeluarkan asap dan menderu tenang. Potret-potret para kepala sekolah sedang tidur di bingkai mereka, kepala mereka tersandar ke belakang ke kursi berlengan atau terhadap tepi lukisan. Harry memandang melalui jendela. Ada garis hijau pucat yang mengagumkan di sepanjang cakrawala: fajar sedang menyingsing. Keheningan dan ketiadaan gerakan, hanya dipecahkan sekali-kali oleh dengkur atau dengus terkadang potret yang sedang tidur, tidak mampu ditanggungnya. Kalau sekitarnya bisa mencerminkan perasaan di dalam dirinya, lukisan-lukisan itu akan menjerit kesakitan. Dia berjalan berkeliling kantor tenang dan indah itu, sambil bernapas dengan cepat, mencoba tidak berpikir. Tetapi dia harus berpikir ... tidak ada jalan keluar ... Salahnya Sirius mati; semuanya salahnya. Kalau dia, Harry, tidak cukup bodoh untuk jatuh pada tipuan Voldemort, kalau dia tidak begitu yakin bahwa apa yang telah dilihatnya dalam mimpinya nyata, kalau saja dia membuka pikirannya pada kemungkinan bahwa Voldemort, seperti yang dikatakan Hermione, sedang bertumpu pada kesukaan Harry berperan jadi pahlawan ... Tak tertahankan, dia tidak akan memikirkannya, dia tidak bisa menerimanya ... ada kehampaan mengerikan di dalam dirinya yang tidak ingin dirasakan atau diperiksanya, suatu lubang gelap tempat Sirius dulu berada, tempat Sirius menghilang; dia tidak ingin harus berada sendirian di ruang besar yang hening itu, dia tidak bisa menerimanya -Sebuah lukisan di belakangnya mendengkur keras, dan sebuah suara tenang berkata, "Ah ... Harry Potter Phineas Nigellus menguap panjang, sambil merentangkan lengannya selagi dia mengamati Harry lewat matanya yang sipit dan licik. "Dan apa yang membawamu ke sini pagi-pagi begini?" kata Phineas akhirnya. "Kantor ini seharusnya terlarang untuk semua orang kecuali Kepala Sekolah yang berhak. Atau apakah Dumbledore mengirimmu ke sini? Oh, jangan bilang padaku ... " Dia menguap lebar menggetarkan lagi. "Pesan lain untuk cucu buyutku yang tidak berharga?" Harry tidak bisa berbicara. Phineas Nigellus tidak tahu bahwa Sirius sudah mati, tetapi Harry tidak bisa memberitahunya. Mengatakannya keras-keras akan membuatnya final, mutlak, tak bisa ditebus lagi. Beberapa potret lagi telah bergerak sekarang. Ketakutan diinterogasi membuat Harry berjalan menyeberangi ruangan dan meraih kenop pintu. Kenop itu tidak mau berputar. Dia terkunci. "Kuharap ini berarti," kata penyihir pria gemuk berhidung merah yang tergantung di dinding di belakang meja tulis Kepala Sekolah, "bahwa Dumbledore akan segera kembali di antara kita?" Harry berpaling. Penyihir pria itu sedang mengamatinya dengan penuh minat. Harry mengangguk. Dia menarik kenop pintu di belakang punggungnya lagi, tetapi tetap tak bisa digerakkan. "Oh bagus," kata penyihir itu. "Sangat membosankan tanpa dia, benar-benar sangat membosankan." Dia duduk di atas kursi mirip tahta tempat dia dilukis dan tersenyum ramah kepada Harry. "Dumbledore sangat memujimu, seperti yang kuyakin kau ketahui," dia berkata dengan senang. "Oh ya. Sangat menghargaimu." Rasa bersalah mengisi seluruh dada Harry seperti parasit besar yang berat, yang sekarang menggeliat-geliut. Harry tidak bisa menerima ini, dia tidak tahan lagi menjadi dirinya sendiri ... dia belum pernah merasa terperangkap di dalam kepala dan tubuhnya sendiri, tak pernah berharap begitu dalamnya bahwa dia bisa menjadi orang lain; siapapun, yang lain ... Perapian kosong itu meledak dengan nyala api hijau zamrud, membuat Harry melompat menjauh dari pintu, menatap lelaki yang berputar di bagian dalam kisi. Ketika bentuk Dumbledore yang tinggi membentang dari api, para penyihir pria dan wanita di dinding-dinding yang mengelilingi tersentak bangun, banyak dari mereka mengeluarkan jerit penyambutan. "Terima kasih," kata Dumbledore dengan lembut. Mulanya dia tidak memandang Harry, melainkan berjalan ke tempat bertengger di samping pintu dan menarik, dari bagian dalam kantong jubahnya, Fawkes yang kecil, jelek, tak berbulu, yang ditempatkannya dengan lembut ke atas nampan abu halus di bawah tonggak keemasan tempat Fawkes yang telah dewasa biasanya berdiri. "Well, Harry," kata Dumbledore, akhirnya berpaling dari burung bayi itu, "kamu akan senang mendengar bahwa tak satupun dari teman-temanmu sesama murid yang akan menderita luka permanen dari kejadian malam ini." Harry mencoba mengatakan, "Bagus," tetapi tidak ada suara yang keluar. Tampaknya bagi dia Dumbledore sedang mengingatkannya atas jumlah kerusakan yang telah dia sebabkan, dan walaupun Dumbledore sekali ini memandang langsung kepadanya, dan walaupun ekspresinya baik hati bukannya menuduh, Harry tidak sanggup beradu pandang dengannya. "Madam Pomfrey sedang merawat semua orang," kata Dumbledore. "Nymphadora Tonks mungkin perlu menghabiskan sedikit waktu di St Mungo, tetapi tampaknya dia akan sembuh total." Harry puas dengan mengangguk kepada karpet, yang semakin cerah karena langit di luar semakin pucat. Dia yakin semua potret di sekeliling ruangan itu sedang mendengarkan dengan seksama pada setiap kata yang diucapkan Dumbledore, bertanya-tanya dari mana Dumbledore dan Harry, dan mengapa ada yang luka. "Aku tahu bagaimana perasaanmu, Harry," kata Dumbledore dengan sangat pelan. "Tidak, Anda tidak tahu," kata Harry, dan suaranya mendadak keras dan kuat; amarah membara memuncak dalam dirinya; Dumbledore tidak tahu apa-apa tentang perasaannya. "Kau lihat, Dumbledore?" kata Phineas Nigellus dengan licik. "Jangan pernah mencoba mengerti para murid. Mereka membencinya. Mereka jauh lebih suka disalah mengerti dengan tragis, berkubang dalam mengasihani diri sendiri, bersusah hati dalam -- " "Itu cukup, Phineas," kata Dumbledore. Harry memalingkan punggungnya kepada Dumbledore dan memandang penuh tekad keluar jendela. Dia bisa melihat stadium Quidditch di kejauhan. Sirius pernah muncul di sana sekali, menyamar sebagai anjing hitam lusuh, sehingga dia bisa menonton Harry bermain ... dia mungkin datang untuk melihat apakah Harry sebagus James dulu ... Harry tak pernah bertanya kepadany ... "Tak usah malu atas apa yang sedang kamu rasakan, Harry," kata suara Dumbledore. "Sebaliknya ... kenyataan bahwa kamu bisa merasakan sakit seperti ini adalah kekuatanmu yang terbesar." Harry merasakan amarah membara itu menjilat isi tubuhnya, menyala dalam kehampaan mengerikan, mengisinya dengan hasrat untuk melukai Dumbledore karena ketenangannya dan kata-kata kosongnya. "Kekuatanku yang terbesar, begitu?" kata Harry, suaranya bergetar selagi dia menatap keluar ke stadium Quidditch, tak lagi melihatnya. "Anda tidak punya gambaran ... Anda tidak tahu "Apa yang tidak kutahu?" tanya Dumbledore tenang. Itu sudah terlalu berlebihan. Harry berpaling, gemetaran karena marah. "Aku tidak mau membicarakan bagaimana perasaanku, oke?" "Harry, penderitaan seperti ini membuktikan kamu masih manusia! Rasa sakit ini bagian dari menjadi manusia -- " "KALAU BEGITU -- AKU -- TIDAK -- MAU -- JADI -- MANUSIA!" Harry meraung, dan dia meraih instrumen perak halus dari meja berkaki kurus panjang di sampingnya dan melemparkannya ke seberang ruangan, benda itu pecah menjadi seratus kepingan kecil menghantam dinding. Beberapa lukisan mengeluarkan jeritan marah dan ketakutan, dan potret Armando Dippet berkata, "Yang benar!" "AKU TIDAK PEDULI!" Harry menjerit kepada mereka, sambil menyambar sebuah lunaskop dan melemparkannya ke dalam perapian. "AKU SUDAH MUAK, AKU SUDAH CUKUP MELIHAT, AKU MAU KELUAR, AKU MAU ITU BERAKHIR, AKU TIDAK PEDULI LAGI --" Dia meraih meja tepat instrumen perak itu berada tadi dan melemparkan itu juga. Meja itu patah di atas lantai dan kaki-kakinya berguling ke arah yang berbeda-beda. "Kamu memang peduli," kata Dumbledore. Dia tidak bergeming atau membuat satu gerakanpun untuk menghentikan Harry menghancurkan kantornya. Ekspresinya tenang, hampir tidak acuh. "Kamu terlalu peduli sehingga kamu merasa seolah-olah kamu akan berdarah hingga mati karena rasa sakitnya." "AKU -- TIDAK!" Harry menjerit, begitu kerasnya sehingga dia takut tenggorokannya mungkin robek, dan selama sedetik dia ingin menyerang Dumbledore dan mematahkannya juga; menghancurkan wajah tua yang tenang itu, mengguncangnya, melukainya, membuatnya merasakan bagian kecil kengerian di dalam dirinya sendiri. "Oh, ya, kamu peduli," kata Dumbledore, lebih tenang lagi. "Kamu sekarang sudah kehilangan ibumu, ayahmu, dan hal terdekat dengan orang tua yang pernah kau kenal. Tentu saja kamu peduli." "ANDA TIDAK TAHU BAGAIMANA PERASAANKU!" Harry meraung. "ANDA -- BERDIRI DI SANA -- ANDA --" Tetapi kata-kata tak lagi cukup, membanting benda-benda tidak lagi membantu; dia ingin berlari, dia ingin terus berlari dan tak pernah memandang ke belakang, dia ingin berada di suatu tempat sehingga dia tidak bisa melihat mata biru cerah itu menatapnya, wajah tua tenang yang menimbulkan kebencian itu. Dia berbalik dan berlari ke pintu, meraih kenop pintu lagi dan merenggutnya membuka. Tetapi pintu itu tidak mau membuka. Harry berpaling kembali kepada Dumbledore. "Biarkan aku keluar," katanya. Dia gemetaran dari kepala hingga kaki. "Tidak," kata Dumbledore, sederhana. Selama beberapa detik mereka saling berpandangan. "Biarkan aku keluar," Harry berkata lagi. "Tidak," Dumbledore mengulangi. "Kalau Anda tidak -- kalau Anda menahan saya di sini -- kalau Anda tidak membiarkan aku -- " "Dengan segala cara teruskan menghancurkan barang-barang milikku," kata Dumbledore dengan tenang. "Aku berani bilang aku punya terlalu banyak." Dia berjalan mengitari mejanya dan duduk di belakangnya, sambil mengamati Harry. "Biarkan aku keluar," Harry berkata lagi, dengan suara yang dingin dan hampir setenang suara Dumbledore. "Tidak sampai aku mengatakan yang harus kukatakan," kata Dumbledore. "Apakah Anda -- apakah Anda kira aku mau --apakah Anda kira aku -AKU TIDAK PEDULI APA YANG HARUS ANDA KATAKAN!" Harry meraung. "Aku tidak ingin mendengar apapun yang harus Anda katakan!" "Kamu akan mendengarkan," kata Dumbledore dengan mantap. "Karena kamu belum semarah kepadaku seperti yang seharusnya. Kalau kamu menyerangku, seperti yang kutahu hampir kau lakukan, aku akan sepenuhnya pantas menerimanya." "Apa yang sedang Anda bicarakan --?" "Karena kesalahankulah Sirius meninggal," kata Dumbledore dengan jelas. "Atau seharusnya kukatakan, hampir seluruhnya salahku -- aku tidak akan begitu arogan untuk mengklaim tanggung jawab atas keseluruhannya. Sirius adalah lelaki yang berani, pintar dan enerjik, dan lelaki seperti ini biasanya tidak puas duduk di rumah dalam persembunyian saat mereka percaya orang lain sedang berada dalam bahaya. Walaupun begitu, kamu seharusnya tidak pernah percaya sekejabpun bahwa kamu perlu pergi ke Departemen Misteri malam ini. Kalau aku bersikap terbuka kepadamu, Harry, seperti yang seharusnya kulakukan, kamu sudah akan tahu sejak lama bahwa Voldemort mungkin mencoba memikatmu ke Departemen Misteri, dan kamu tidak akan pernah tertipu untuk pergi ke sana malam ini. Dan Sirius tidak akan pernah datang mengejarmu. Kesalahannya berada pada diriku, dan pada diriku sendiri." Harry masih berdiri dengan tangan di kenop pintu tetapi tidak menyadarinya. Dia sedang menatap Dumbledore, hampir tidak bernapas, mendengarkan namun hampir tidak mengerti apa yang sedang didengarnya. "Silakan duduk," kata Dumbledore. Itu bukan perintah, melainkan permohonan. Harry bimbang, lalu berjalan lambat-lambat menyeberangi ruangan yang sekarang diceceri gigi-gigi perak dan potongan-potongan kayu, dan mengambil tempat duduk yang menghadap meja tulis Dumbledore. "Apakah saya harus memahami," kata Phineas Nigellus lambat-lambat dari samping kiri Harry, "bahwa cucu buyut saya -- anggota keluarga Black yang terakhir -- sudah mati?" "Ya, Phineas," kata Dumbledore. "Aku tak percaya," kata Phineas dengan kasar. Harry memalingkan kepalanya tepat waktu untuk melihat Phineas bergegas keluar dari potretnya dan tahu dia telah pergi mengunjungi lukisannya yang lain di Grimmauld Place. Dia mungkin akan berjalan dari potret ke potret, memanggil Sirius di seluruh rumah itu ... "Harry, aku berhutang penjelasan kepadamu," kata Dumbledore. "Penjelasan tentang kesalahan-kesalahan seorang tua. Karena aku paham sekarang apa yang telah kulakukan, dan yang tak kulakukan, sehubungan denganmu, memikul semua tanda kelemahan akibat usia. Orang muda tidak tahu bagaimana pikiran dan perasaan orang tua. Tetapi orang tua bersalah kalau mereka lupa bagaimana rasanya menjadi orang muda ... dan tampaknya aku telah lupa, akhir-akhir ini Matahari sedang terbit sekarang; ada lingkaran jingga menyilaukan yang tampak dari atas pegunungan dan langit di atasnya tak berwarna dan cemerlang. Sinar itu jatuh pada Dumbledore, ke atas warna perak alis dan janggutnya, ke atas garis-garis yang terukir dalam di wajahnya. "Aku menebak, lima belas tahun yang lalu," kata Dumbledore, "saat kulihat bekas luka di keningmu, kemungkinan artinya. Aku menebak bahwa itu mungkin tanda suatu hubungan yang ditempa antara kamu dan Voldemort." "Anda telah memberitahuku tentang ini sebelumnya, Profesor," kata Harry dengan terus terang. Dia tidak peduli bersikap kasar. Dia tidak peduli tentang apapun lagi. "Ya," kata Dumbledore dengan nada minta maaf. "Ya, tapi kau paham -- penting dimulai dengan bekas lukamu. Karena menjadi jelas, tak lama setelah kamu bergabung kembali dengan dunia sihir, bahwa aku benar, dan bahwa bekas lukamu memberimu peringatan saat Voldemort berada di dekatmu, atau merasakan emosi yang kuat." "Aku tahu," kata Harry dengan letih. "Dan kemampuanmu ini -- untuk mendeteksi kehadiran Voldemort, bahkan saat dia menyamar, dan untuk mengetahui apa yang sedang dirasakannya saat emosinya bangkit -- telah menjadi semakin nyata semenjak Voldemort kembali ke tubuhnya sendiri dan kekuatannya yang sepenuhnya." Harry tidak repot-repot mengangguk. Dia sudah tahu semua ini. "Baru-baru ini," kata Dumbledore, "aku menjadi kuatir bahwa Voldemort mungkin menyadari hubungan antara kalian ada. Benar juga, tiba waktunya ketika kamu memasuki ingatan dan pikirannya begitu jauh sehingga dia merasakan kehadiranmu. Aku sedang berbicara, tentu saja, tentang malam ketika kamu menyaksikan penyerangan atas Mr Weasley." "Yeah, Snape bilang padaku," Harry bergumam. "Profesor Snape, Harry," Dumbledore mengkoreksinya dengan pelan. "Tetapi tidakkah kamu bertanya-tanya mengapa bukan aku yang menjelaskannya kepadamu? Mengapa aku tidak mengajarimu Occlumency? Mengapa aku tidak sedikitpun memandangmu selama berbulan-bulan?" Harry memandang ke atas. Dia sekarang bisa melihat bahwa Dumbledore terlihat sedih dan letih. "Yeah," Harry berkomat-kamit. "Yeah, aku bertanya-tanya." "Kau paham," Dumbledore meneruskan, "aku percaya tidak akan lama sebelum Voldemort berusaha memaksakan jalannya ke dalam pikiranmu, memanipulasi dan menyesatkan pemikiranmu, dan aku tidak ingin memberinya lebih banyak dorongan untuk melakukan hal ini. Aku yakin bahwa kalau dia menyadari bahwa hubungan kita lebih dekat -- atau pernah lebih dekat -- daripada kepala sekolah dan murid, dia akan meraih peluangnya untuk menggunakanmu sebagai alat memata-mataiku. Aku takut penggunaan yang akan dilakukannya kepadamu, kemungkinan bahwa dia mungkin mencoba merasukimu. Harry, aku percaya aku benar berpikir bahwa Voldemort akan menggunakanmu dengan cara demikian. Pada kesempatan-kesempatan langka saat kita berhubungan dekat, kukira aku melihat bayangannya bergerak dari balik matamu Harry ingat perasaan bahwa seekor ular yang tertidur telah bangkit dalam dirinya, siap menyerang, pada saat-saat ketika dia dan Dumbledore beradu pandang. "Maksud Voldemort untuk merasukimu, seperti yang diperlihatkannya malam ini, bukanlah kehancuranku. Melainkan kehancuranmu. Dia berharap, saat dia merasukimu dalam waktu singkat beberapa waktu yang lalu, bahwa aku akan mengorbankanmu dengan harapan membunuhnya. Jadi kau paham, aku telah mencoba, dengan menjauhkan diriku sendiri darimu, untuk melindungimu, Harry. Kesalahan seorang lelaki tua ... " Dia menghela napas dalam-dalam. Harry membiarkan kata-kata itu membanjirinya. Dia akan sangat tertarik mengetahui semua ini beberapa bulan yang lalu, tetapi sekarang tidak berarti dibandingkan dengan jurang menganga di dalam dirinya yang merupakan kehilangan Sirius; tak satupun yang berarti ... "Sirius memberitahuku kamu merasakan Voldemort terbangun di dalam dirimu malam itu saat kamu mendapatkan penglihatan tentang penyerangan Arthur Weasley. Aku tahu seketika bahwa ketakutanku yang terbesar benar: Voldemort telah menyadari dia bisa menggunakanmu. Dalam usaha untuk mempersenjataimu melawan serangan-serangan Voldemort pada pikiranmu, aku mengatur pelajaran-pelajaran Occlumency dengan Profesor Snape." Dia berhenti sejenak. Harry mengamati sinar matahari, yang sekarang bergeser lambat-lambat menyusuri permukaan terpelitur meja tulis Dumbledore, menerangi sebuah pot tinta perak dan sebuah pena bulu merah tua yang indah. Harry bisa tahu bahwa potret-potret di sekeliling mereka bangun dan mendengarkan dengan penuh perhatian pada penjelasan Dumbledore; dia bisa mendengar desir jubah yang terkadang-kadang ada, bunyi dehem kecil. Phineas Nigellus masih belum kembali ... "Profesor Snape menemukan," Dumbledore melanjutkan, "bahwa kamu telah memimpikan pintu ke Departemen Misteri selama berbulan-bulan. Voldemort, tentu saja, terobsesi akan kemungkinan mendengar ramalan itu sejak dia mendapatkan kembali tubuhnya; dan selagi dia diam di pintu itu, begitu juga kamu, walaupun kamu tidak tahu apa artinya itu. "Dan kemudian kamu melihat Rookwood, yang bekerja di Departemen Misteri sebelum penahanannya, memberitahu Voldemort apa yang telah kami ketahui sejak awal -- bahwa ramalan-ramalan yang disimpan di Kementerian Sihir dilindungi dengan hebat. Hanya orang-orang yang diacu pada ramalan itu yang bisa mengangkatnya dari rak-rak tanpa menderita kegilaan: dalam hal ini, Voldemort sendiri harus memasuki Kementerian Sihir, dan mengambil resiko memperlihatkan dirinya sendiri akhirnya -- atau kamu harus mengambilnya bagi dia. Menjadi masalah yang lebih mendesak lagi bahwa kamu harus menguasai Occlumency." "Tapi tidak kulakukan," gumam Harry. Dia mengatakannya keras-keras untuk mencoba meringankan beban rasa bersalah yang berat di dalam dirinya: sebuah pengakuan pastilah melegakan sedikti tekanan mengerikan yang sedang menekan jantungnya. "Aku tidak berlatih, aku tidak repot-repot, aku bisa saja menghentikan diriku sendiri mendapatkan mimpi-mimpi itu, Hermione terus menyuruhku melakukannya, kalau aku lakukan dia tidak akan pernah bisa memperlihatkan kepadaku ke mana harus pergi, dan -- Sirius tidak akan -- Sirius tidak akan --" Sesuatu meledak di dalam kepala Harry: kebutuhan untuk membenarkan diri sendiri, untuk menjelaskan -"Aku mencoba memeriksa apakah dia benar-benar sudah menangkap Sirius, aku pergi ke kantor Umbridge, aku berbicara kepada Kreacher di dalam api dan dia bilang Sirius tidak ada di sana, dia bilang dia sudah pergi!" "Kreacher berbohong," kata Dumbledore dengan tenang. "Kamu bukan tuannya, dia bisa berbohong kepadamu bahkan tanpa perlu menghukum dirinya sendiri. Kreacher menginginkan kamu pergi ke Kementerian Sihir." "Dia -- dia sengaja mengirimku?" "Oh ya. Kreacher, aku takut, telah melayani lebih dari satu tuan selama berbulan-bulan." "Bagaimana?" kata Harry dengan hampa. "Dia belum keluar dari Grimmauld Place selama bertahun-tahun." "Kreacher meraih peluangnya tak lama sebelum Natal," kata Dumbledore, "saat Sirius, tampaknya, berteriak kepadanya agar "keluar". Dia menerima kata-kata Sirius, dan menafsirkan ini sebagai perintah untuk meninggalkan rumah. Dia pergi ke satu-satunya anggota keluarga Black yang masih dihormatinya ... sepupu Black Narcissa, saudara perempuan Bellatrix dan istri Lucius Malfoy." "Bagaimana Anda tahu semua ini?" Harry berkata. Jantungnya berdebar sangat cepat. Dia merasa mual. Dia ingat menguatirkan ketidakhadiran Kreacher yang aneh selama Natal, ingat dia muncul lagi di loteng ... "Kreacher memberitahuku tadi malam," kata Dumbledore. "Kau paham, saat kamu memberikan Profesor Snape peringatan tersembunyi itu, dia menyadari bahwa kamu telah mendapat penglihatan tentang Sirius terperangkap di bagian dalam Departemen Misteri. Dia, seperti kamu, mencoba menghubungi Sirius seketika. Aku seharusnya menjelaskan bahwa para anggota Order of Phoenix punya metode-metode komunikasi yang lebih dapat diandalkan daripada api di kantor Dolores Umbridge. Profesor Snape mendapati bahwa Sirius masih hidup dan selamat di Grimmauld Place. "Namun, saat kalian tidak kembali dari perjalanan kalian ke dalam Hutan bersama Dolores Umbridge, Profesor Snape menjadi kuatir bahwa kamu masih percaya Sirius ditahan oleh Lord Voldemort. Dia menyiagakan anggota-anggota Order tertentu seketika." Dumbledore menghela napas dalam dan meneruskan, "Alastor Moody, Nymphadora Tonks, Kingsley Shacklebolt dan Remus Lupin berada di Markas Besar saat dia melakukan kontak. Semuanya seketika setuju untuk pergi menolongmu. Profesor Snape meminta Sirius tetap tinggal, karena dia butuh seseorang untuk tetap di Markas Besar untuk memberitahuku apa yang telah terjadi, karena aku akan berada di sana setiap saat. Sementara itu dia, Profesor Snape, berniat mencari kalian di Hutan. "Tetapi Sirius tidak mau tetap tinggal sementara yang lainnya pergi mencarimu. Dia menyerahkan kepada Kreacher tugas memberitahuku apa yang terjadi. Dan begitulah saat aku tiba di Grimmauld Place tak lama setelah mereka semua pergi ke Kementeria, peri itulah yang memberitahuku -- sambil tertawa keras-keras -- ke mana Sirius pergi." "Dia tertawa?" kata Harry dengan suara hampa. "Oh, ya," kata Dumbledore. "Kau paham, Kreacher tidak bisa mengkhianati kita sepenuhnya. Dia bukan Penjaga Rahasia Order, dia tidak bisa memberikan kepada keluarga Malfoy keberadaan kita, atau memberitahu mereka rencana-rencana rahasia Order yang terlarang baginya untuk diungkapkan. Dia terikat pada sihir kaumnya, yakni dia tidak boleh menentang perintah langsung dari tuannya, Sirius. Tetapi dia memberikan Narcissa sejenis informasi yang sangat berharga bagi Voldemort, namun pastilah tampak terlalu sepele bagi Sirius untuk melarang dia mengulanginya." "Seperti apa?" kata Harry. "Seperti fakta bahwa orang yang paling Sirius pedulikan di dunia adalah kamu," kata Dumbledore pelan. "Seperti fakta bahwa kamu semakin menganggap Sirius sebagai campuran ayah dan kakak. Voldemort sudah tahu, tentu saja, bahwa Sirius ada dalam Order, dan bahwa kamu tahu di mana dia -- tetapi informasi Kreacher membuatnya sadar bahwa satu-satunya orang yang akan kau selamatkan dengan cara apapun adalah Sirius Black." Bibir Harry dingin dan mati rasa. "Jadi ... waktu aku bertanya kepada Kreacher apakah Sirius ada di sana tadi malam "Keluarga Malfoy -- tak diragukan lagi atas perintah Voldemort -- telah memberitahunya dia harus menemukan cara menjauhkan Sirius begitu kamu mendapat penglihatan tentang Sirius yang disiksa. Dengan begitu, kalau kamu memutuskan untuk memeriksa apakah Sirius ada di rumah atau tidak, Kreacher akan bisa berpura-pura dia tidak ada. Kreacher melukai Buckbeak si Hippogriff kemarin, dan, pada saat kamu menampakkan diri di dalam api, Sirius ada di atas sedang merawatnya." Tampaknya ada sangat sedikit udara di paru-paru Harry; napasnya cepat dan dangkal. "Dan Kreacher memberitahu Anda semua ini ... dan tertawa?" dia berkata dengan parau. "Dia tidak ingin memberitahuku," kata Dumbledore. "Tetapi aku sendiri cukup menguasai Legilimens untuk tahu saat aku dibohongi dan aku -- membujuknya -untuk memberitahuku cerita selengkapnya, sebelum aku pergi ke Departemen Misteri." "Dan," bisik Harry, tangannya bergelung menjadi kepalan dingin di lututnya, "dan Hermione terus menyuruh kami bersikap baik kepadanya -- " "Dia sangat benar, Harry," kata Dumbledore. "Aku memperingatkan Sirius saat kami mengambil Grimmauld Place nomor dua belas sebagai Markas Besar kami bahwa Kreacher harus diperlakukan dengan kebaikan dan rasa hormat. Aku juga memberitahunya bahwa Kreacher bisa berbahaya bagi kami. Aku berpikir Sirius tidak menganggapku serius, atau dia tidak pernah melihat Kreacher sebagai makhluk dengan perasaan sehalus perasaan manusia -- " "Anda jangan salahkan -- Anda jangan -- bicara -- tentang Sirius seperti -- " napas Harry tertarik, dia tidak bisa mengeluarkan kata-kata dengan benar; tetapi kemarahan yang telah reda sejenak menyala lagi di dalam dirinya: dia tidak akan membiarkan Dumbledore mengkritik Sirius. "Kreacher -- si busuk -- pembohong -- dia pantas -- " "Kreacher adalah sebagaimana dirinya dibuat oleh para penyihir, Harry," kata Dumbledore. "Ya, dia harus dikasihani. Keberadaannya sama sengsaranya dengan temanmu Dobby. Dia terpaksa melakukan perintah Sirius, karena Sirius anggota terakhir keluarga yang memperbudaknya, tetapi dia tidak merasakan kesetiaan sejati kepadanya. Dan apapun kesalahan Kreacher, harus diakui bahwa Sirius tidak melakukan apa-apa untuk membuat nasib Kreacher lebih mudah -- " "JANGAN BICARA TENTANG SIRIUS SEPERTI ITU!" Harry berteriak. Dia berdiri lagi, marah besar, siap menyerang Dumbledore, yang jelas tidak memahami Sirius sama sekali, betapa beraninya dia, betapa besar penderitaannya ... "Bagaimana dengan Snape?" Harry menyerang. "Anda tidak membicarakan dia, bukan? Waktu aku memberitahunya Voldemort menangkap Sirius dia hanya mengejekku seperti biasa -- " "Harry, kamu tahu Profesor Snape tidak punya pilihan kecuali berpura-pura tidak menganggapmu serius di hadapan Dolores Umbridge," kata Dumbledore dengan mantap, "tetapi seperti yang telah kujelaskan, dia memberitahu Order sesegera mungkin tentang apa yang telah kamu katakan. Dialah yang menyimpulkan ke mana kalian pergi ketika kalian tidak kembali dari Hutan. Dia juga yang memberi Profesor Umbridge Veritaserum palsu saat dia mencoba memaksamu memberitahu dirinya tentang keberadaan Sirius." Harry tidak menghiraukan ini; dia merasakan kepuasan liar dengan menyalahkan Snape, tampaknya memudahkan perasaan bersalahnya sendiri yang mengerikan, dan dia ingin mendengar Dumbledore menyetujuinya. "Snape -- Snape -- m - menghasut Sirius tentang tinggal di rumah -- dia menjadikan Sirius seorang pengecut -- " "Sirius jauh terlalu tua dan pintar untuk membiarkan ejekan lemah seperti ini melukainya," kata Dumbledore. "Snape berhenti memberiku pelajaran Occlumency!" Harry menggeram. "Dia melemparkanku dari kantornya!" "Aku sadar akan hal itu," kata Dumbledore dengan berat. "Aku sudah bilang bahwa salahanku tidak mengajarimu sendiri, walaupun aku yakin, pada saat itu, bahwa tak ada yang bisa lebih berbahaya daripada membuka pikiranmu lebih jauh lagi kepada Voldemort di hadapanku -- " "Snape membuatnya lebih parah, bekas lukaku selalu lebih sakit setelah pelajaran darinya -- " Harry ingat pendapat Ron tentang masalah itu dan meneruskan "-bagaimana Anda tahu dia tidak sedang mencoba melunakkanku bagi Voldemort, membuatnya lebih mudah bagi dia untuk masuk ke dalam -- " "Aku percaya pada Severus Snape," kata Dumbledore singkat. "Tapi aku lupa -kesalahan lain dari orang tua -- bahwa beberapa luka terlalu dalam untuk disembuhkan. Kukira Profesor Snape bisa mengatasi perasaannya tentang ayahmu -Aku salah." "Tapi itu tidak mengapa, bukan?" jerit Harry, mengabaikan wajah-wajah tersinggung dan gumaman-gumaman tidak setuju dari potret-potret di dinding. "Tidak mengapa bagi Snape untuk membenci ayahku, tetapi Sirius tidak boleh membenci Kreacher?" "Sirius tidak membenci Kreacher," kata Dumbledore. "Dia menganggapnya sebagai pelayan yang tak bernilai untuk diperhatikan. Ketidakpedulian dan pengabaian sering lebih menyakitkan daripada ketidaksukaan sekaligus ... air mancur yang kita hancurkan malam ini menceritakan kebohongan. Kita para penyihir telah salah memperlakukan dan berlaku kejam kepada teman-teman kita terlalu lama, dan kita sekarang menuai ganjaran kita." "JADI SIRIUS PANTAS MENDAPATKANNYA, BEGITU?" Harry menjerit. "Aku tidak mengatakan itu, maupun kamu tidak akan pernah mendengarku mengatakannya," Dumbledore menjawab dengan pelan. "Sirius bukan lelaki yang kejam, dia baik hati kepada para peri-rumah secara umum. Dia tidak punya rasa cinta bagi Kreacher, karena Kreacher adalah pengingat hidup kepada rumah yang dibenci Sirius." "Yeah, dia memang membencinya!" kata Harry, suaranya bergetar, sambil memalingkan punggungnya kepada Dumbledore dan berjalan pergi. Matahari terang di dalam ruangan itu sekarang dan mata-mata semua potret mengikutinya selagi dia berjalan, tanpa menyadari apa yang sedang dilakukannya, tanpa melihat kantor itu sama sekali. "Anda membuatnya tetap terkurung di dalam rumah itu dan dia membencinya, itulah sebabnya dia ingin keluar tadi malam -- " "Aku sedang berusaha menjaga Sirius tetap hidup," kata Dumbledore pelan. "Orang tidak suka dikurung!" Harry berkata dengan marah besar, memberondongnya. "Anda melakukannya kepadaku sepanjang musim panas lalu -- " Dumbledore menutup matanya dan membenamkan wajahnya ke dalam tangannya yang berjari-jari panjang. Harry mengamatinya, tetapi tanda keletihan, atau kesediah, atau apapun itu yang tidak biasanya dari Dumbledore, tidak melunakkannya. Sebaliknya, dia bahkan merasa lebih marah bahwa Dumbledore memperlihatkan tanda-tanda kelemahan. Dia tidak punya urusan menjadi lemah saat Harry mau marah-marah dan menyerangnya. Dumbledore menurunkan tangannya dan mengamati Harry melalui kacamata setengah bulannya. "Sudah waktunya," katanya, "bagiku memberitahumu apa yang seharusnya sudah kuberitahukan lima tahun yang lalu, Harry. Silakan duduk. Aku akan memberitahumu segalanya. Aku hanya minta sedikit kesabaran. Kamu akan punya peluangmu marah-marah kepadaku -- melakukan apapun yang kau inginkan -- saat aku selesai. Aku tidak akan menghentikanmu." Harry melotot kepadanya sejenak, lalu melemparkan dirinya kembali ke kursi di seberang Dumbledore dan menunggu. Dumbledore menatap sejenak ke halaman sekolah yang disinari matahari di luar jendela, lalu memandang balik kepada Harry dan berkata, "Lima tahun yang lalu kamu tiba di Hogwarts, Harry, selamat dan utuh, seperti yang kurencanakan dan kuinginkan. Well -- tidak seluruhnya utuh. Kamu telah menderita. Aku tahu kamu akan menderita saat kutinggalkan kamu di ambang pintu bibi dan pamanmu. Aku tahu aku sedang menghukummu untuk sepuluh tahun yang kelam dan sulit." Dia berhenti sejenak. Harry tidak mengatakan apa-apa. "Kamu mungkin bertanya -- dan dengan alasan yang bagus -- mengapa harus begitu. Mengapa keluarga penyihir tidak mengambilmu? Banyak yang akan melakukannya lebih dari senang hati, akan merasa terhormat dan senang membesarkanmu sebagai anak. "Jawabanku adalah bahwa prioritasku adalah menjagamu tetap hidup. Kamu berada dalam bahaya yang lebih besar daripada yang pernah disadari mungkin oleh siapapun kecuali aku. Voldemort telah dikalahkan beberapa jam sebelumnya, tetapi para pendukungnya -- dan banyak dari mereka hampir sama mengerikannya seperti dia -masih berkeliaran, marah, putus asa dan ganas. Dan aku juga harus membuat keputusanku dengan mempertimbangkan tahun-tahun yang akan datang. Apakah aku percaya Voldemort telah hilang selamanya? Tidak. Aku tidak tahu apakah sepuluh, dua puluh atau lima puluh tahun sebelum dia kembali, tetapi aku yakin dia akan melakukannya, dan aku juga yakin, mengenalnya seperti yang kulakukan, bahwa dia tidak akan tenang sebelum dia membunuhmu. "Aku tahu bahwa pengetahuan Voldemort tentang sihir mungkin lebih luas daripada penyihir manapun yang masih hidup. Aku tahu bahwa bahkan mantera-mantera dan jimat-jimat pelindungku yang paling rumit dan kuat tidak akan tak terkalahkan kalau dia kembali pada kekuatan penuh. "Tetapi aku juga tahu di mana kelemahan Voldemort. Dan begitulah kubuat keputusanku. Kamu akan dilindungi dengan sihir kuno yang dia tahu, yang dia benci, dan karena itu, selalu diremehkannya -- demi kerugiannya. Aku berbicara, tentu saja, tentang fakta bahwa ibumu mati karena menyelamatkanmu. Dia memberimu perlindungan yang melekat yang tak pernah diduganya, suatu perlindungan yang mengalir ke dalam nadimu sampai hari ini. Oleh karena itu, aku menempatkan keyakinanku pada darah ibumu. Aku mengantarkanmu kepada kakaknya, satu-satunya keluarganya yang tersisa." "Dia tidak mencintaiku," kata Harry seketika. "Dia tidak peduli sedikitpun -- " "Tetapi dia mengambilmu," Dumbledore memotongnya. "Dia mungkin mengambilmu dengan enggan, dengan marah, dengan tidak rela, dengan getir, namun tetap saja dia mengambilmu, dan dengan melakukan ini, dia menyegel mantera yang kutempatkan pada dirimu. Pengorbanan ibumu membuat ikatan darah perisai terkuat yang bisa kuberikan kepadamu." "Aku masih tidak -- " "Sementara kamu masih bisa menyebut tempat darah ibumu tinggal sebagai rumah, di sana kamu tidak akan bisa disentuh atau dicelakakan oleh Voldemort. Dia telah menumpahkan darah ibumu, tetapi darah itu hidup di dalam dirimu dan kakaknya. Darahnya menjadi perlindunganmu. Kamu hanya perlu kembali ke sana sekali setahun, tetapi selama kamu masih bisa menyebutnya rumah, selama kamu di sana dia tidak bisa melukaimu. Bibimu tahun ini. Aku menjelaskan apa yang telah kulakukan dalam surat yang kutinggalkan, bersama dirimu, di ambang pintunya. Dia tahu bahwa memberimu kamu tempat tinggal mungkin telah menjagamu tetap hidup selama lima belas tahun terakhir ini." "Tunggu," kata Harry. "Tunggu sebentar." Dia duduk tegak di kursinya, sambil menatap Dumbledore. "Anda mengirim Howler itu. Anda menyuruhnya ingat -- itu suara Anda -- " "Kupikir," kata Dumbledore, sambil mencondongkan badannya sedikit, "dia mungkin perlu diingatkan akan perjanjian yang telah disegelnya dengan mengambilmu. Kuduga serangan Dementor itu mungkin telah membangkitkan dia atas bahaya memilikimu sebagai anak asuh." "Memang," kata Harry pelan. "Well -- pamanku lebih daripada dia. Paman ingin mengusirku ke luar, tetapi setelah Howler itu datang dia -- dia bilang aku harus tinggal." Dia menatap lantai sejenak, lalu berkata, "Tapi apa hubungannya ini dengan -- " Dia tidak bisa mengatakan nama Sirius. "Lima tahun yang lalu," lanjut Dumbledore, seolah-olah dia belum berhenti dari ceritanya, "kamu tiba di Hogwarts, tidak sebahagia maupun sesehat yang kuinginkan, mungkin, namun hidup dan sehat. Kamu bukan pangeran kecil yang dimanjakan, melainkan anak laki-laki normal seperti yang bisa kuharapkan pada keadaan-keadaan tertentu. Maka sejauh itu, rencanaku berjalan lancar. "Dan kemudian ... well, kamu akan ingat kejadian-kejadian di tahun pertamamu di Hogwarts sama jelasnya seperti aku. Kamu bangkit dengan menakjubkan terhadap tantangan yang menghadangmu dan lebih cepat -- jauh lebih cepat -- daripada yang kusangka, kamu menemukan dirimu berhadapan dengan Voldemort. Kamu selamat lagi. Kamu melakukan lebih banyak. Kamu menunda kembalinya dia pada kekuasaan dan kekuatan penuh. Kamu bertarung pada pertarungan seorang laki-laki. Aku ... lebih bangga kepadamu daripada yang bisa kukatakan. "Namun ada cacat di rencanaku yang hebat ini," kata Dumbledore. "Cacat yang jelas yang aku tahu, bahkan saat itu, mungkin menjadi penyebab kegagalan semuanya. Dan walau begitu, mengetahui betap pentingnya rencanaku harus berhasil, aku memberitahu diriku sendiri bahwa aku tidak akan mengizinkan cacat ini merusaknya. Aku sendiri bisa menghindarkan ini, jadi aku sendiri harus kuat. Dan di sinilah ujian pertamaku, ketika kamu berbaring di sayap rumah sakit, lemah dari perjuanganmu dengan Voldemort." "Saya tidak mengerti apa yang sedang Anda katakan," kata Harry. "Tidakkah kamu ingat bertanya kepadaku, ketika kamu berbaring di sayap rumah sakit, mengapa Voldemort mencoba membunuhmu saat kamu masih bayi?" Harry mengangguk. "Haruskah kuberitahu kamu saat itu?" Harry menatap ke dalam mata biru itu dan tidak berkata apa-apa, tetapi jantungnya berpacu lagi. "Kamu belum melihat cacat di dalam rencanaku? Tidak ... mungkin tidak. Well, seperti yang kau tahu, aku memutuskan tidak menjawabmu. Sebelas tahun, kuberitahu diriku sendiri, jauh terlalu muda untuk tahu. Aku tidak pernah berniat memberitahumu saat kamu berusia sebelas tahun. Pengetahuan itu akan terlalu berlebihan pada umur semuda itu. "Aku seharusnya mengenali tanda-tanda bahaya saat itu. Aku seharusnya bertanya pada diriku sendiri mengapa aku tidak merasa lebih terganggu bahwa kamu sudah menanyakan pertanyaan yang kutahu, suatu hari, harus kuberikan jawaban mengerikan. Aku seharusnya mengenali bahwa aku terlalu senang untuk berpikir bahwa aku tidak harus melakukannya pada hari ini ... KAMU jauh terlalu muda, jauh terlalu muda. "Dan begitulah kita memasuki tahun keduamu di Hogwarts. Dan sekali lagi kamu bertemu tantangan-tantangan yang bahkan belum pernah dihadapi para penyihir dewasa: sekali lagi kamu meloloskan dirimu di luar mimpi-mimpi terliarku. Namun, kamu tidak bertanya kepadaku lagi, mengapa Voldemort meninggalkan bekas luka itu padamu. Kita membahas bekas lukamu, oh ya ... kita sangat, sangat dekat dengan subyek itu. Mengapa aku tidak memberitahumu semuanya?" "Well, tampaknya bagiku umur dua belas hampir tidak lebih baik daripada sebelas untuk menerima informasi semacam ini. Aku membiarkanmu meninggalkanku, berlumuran darah, letih tetapi gembira, dan kalau aku merasakan tusukan ketidak tenangan bahwa aku seharusnya, mungkin, telah memberitahumu saat itu, rasa itu cepat dilenyapkan. Kamu masih terlalu muda, kau paham, dan aku tidak sanggup membuat diriku merusak malam kemenangan itu ... "Kau lihat, Harry? Apakah kamu melihat cacat di dalam rencanaku yang brilian sekarang? Aku jatuh ke dalam perangkap yang telah kuramalkan, yang telah kuberitahu diriku sendiri bisa kuhindari, yang harus kuhindari." "Saya tidak -- " "Aku terlalu peduli kepadamu," kata Dumbledore singkat. "Aku lebih mempedulikan kebahagiaanmu daripada dirimu mengetahui yang sebenarnya, lebih mempedulikan ketenangan pikiranmu daripada rencanaku, lebih mempedulikan hidupmu daripada hidup orang-orang lain yang mungkin hilang kalau rencana itu gagal. Dengan kata lain, aku bertindak persis seperti yang diharapkan Voldemort, tindakan orang-orang bodoh yang mencintai. "Apakah ada pembelaan? Aku menantang siapapun yang telah mengawasimu seperti yang kulakukan -- dan aku telah mengawasimu lebih seksama daripada yang bisa kau bayangkan -- tidak ingin menjauhkan lebih banyak penderitaan darimu daripada yang telah kamu derita. Apa peduliku kalau orang-orang dan makhluk-makhluk tak bernama dan tak berwajah dibantai di masa depan yang tidak jelas, kalau di sini dan sekarang kamu hidup, dan sehat, dan bahagia? Aku tak pernah mimpi bahwa aku akan mendapatkan orang semacam ini di tanganku. "Kita memasuki tahun ketigamu. Aku memandang dari jauh ketika kamu berjuang melawan Dementor, ketika kamu menemukan Sirius, mengetahui siapa dia dan menyelamatkannya. Haruskah kuberitahu kamu saat itu, pada sat ketiak kamu telah menyambar ayah angkatmu dari rahang Kementerian dengan penuh kemenangan? Tetapi sekarang, pada usia tiga belas tahun, alasanku sudah hampir habis. Kamu mungkin muda, tetapi kamu telah membuktikan kamu istimewa. Kesadaranku tidak tenang, Harry. Aku tahu waktunya pasti akan segera tiba ... "Tetapi kamu keluar dari labirin itu tahun lalu, setelah menyaksikan Cedric Diggory mati, setelah dirimu sendiri begitu nyaris lolos dari kematian ... dan aku tidak memberitahumu, walaupun aku tahu, sekarang Voldemort telah kembali, aku harus segera melakukannya. Dan sekarang, malam ini, aku tahu kamu telah lama siap untuk pengetahuan yang telah kusimpan darimu begitu lama, karena kamu membuktikan bahwa aku seharusnya menempatkan beban itu kepadamu sebelum ini. Satu-satunya pembelaanku hanyalah ini: aku telah menyaksikanmu berjuang di bawah beban yang lebih berat daripada murid manapun yang pernah melewati sekolah ini dan aku tidak bisa membuat diriku menambah beban lain -- beban yang terbesar dari semuanya." Harry menunggu, tetapi Dumbledore tidak berbicara. "Saya masih tidak paham." "Voldemort mencoba membunuhmu saat kamu masih kecil karena sebuah ramalan yang dibuat tak lama sebelum kelahiranmu. Dia tahu ramalan itu telah dibuat, walaupun dia tidak tahu isi selengkapnya. Dia bergerak untuk membunuhmu saat kamu masih bayi, percaya bahwa dia sedang memenuhi syarat-syarat ramalan itu. Dia mendapati, demi kerugiannya, bahwa dia salah, saat kutukan yang dimaksudkan untuk membunuhmu menyerang balik. Dan demikianlah, sejak dia kembali ke tubuhnya, dan khususnya sejak kelolosanmu yang luar biasa dari dirinya tahun lalu, dia telah bertekad untuk mendengar ramalan itu secara keseluruhan. Inilah senjata yang telah dicarinya begitu tekun sejak kembalinya dia: pengetahuan tentang cara menghancurkanmu." Matahari telah terbit sepenuhnya sekarang: kantor Dumbledore bermandikan sinarnya. Lemari kaca tempat diletakkannya pedang Godric Gryffindor berpendar putih dan buram, pecahan-pecahan instrumen yagn telah Harry lempar ke lantai berkilauan seperti titik hujan, bayi Fawkes membuat bunyi ceguk halus di sarang abunya. "Ramalan itu pecah," Harry berkata dengan hampa. "Aku sedang menarik Neville menaiki bangku-bangku di - ruangan tempat atap melengkung itu, dan aku merobek jubahnya dan ramalan itu jatuh ... " "Benda yang pecah itu hanyalah catatan ramalan yang disimpan oleh Departemen Misteri. Tetapi ramalan itu dibuat untuk seseorang, dan orang itu memiliki cara mengingatnya kembali dengan sempurna." "Siapa yang mendengarnya?" tanya Harry, walaupun dia mengira dia sudah tahu jawabannya. "Aku," kata Dumbledore. "Di suatu malam yang dingin dan basah enam belas tahun yang lalu, di sebuah ruangan di atas bar di penginapan Hog"s Head. Aku pergi ke sana untuk menemui seorang pelamar untuk jabatan guru Ramalan, walaupun melawan kehendakku membiarkan mata pelajaran Ramalan diteruskan sama sekali. Namun, si pelamar merupakan cucu buyut dari seorang Penglihat yang sangat terkenal dan sangat berbakat dan kukira merupakan kesopanan biasa untuk menemuinya. Aku kecewa. Kelihatannya bagiku dia sendiri tidak punya sedikitpun karunia itu. Aku memberitahunya, dengan sopan kuharap, bahwa kukira dia tidak akan cocok untuk jabatan itu. Aku berpaling untuk pergi." Dumbledore bangkit dan berjalan melewati Harry ke lemari hitam yang terletak di samping tempat bertengger Fawkes. Dia membungkuk, menggeser sebuah pengait dan mengambil dari dalamnya baskom batu yang dangkal, yang terukir dengan rune-rune di sekeliling tepinya, yang di dalamnya Harry telah melihat ayahnya menyiksa Snape. Dumbledore berjalan kembali ke meja tulis, menempatkan Pensieve di atasnya, dan mengangkat tongkatnya ke pelipisnya sendiri. Dari situ, dia menarik untaian-untaian pikiran keperakan sehalus jaring laba-laba yang lengket pada tongkat itu dan menempatkannya ke dalam baskom. Dia duduk kembali di balik meja tulisnya dan menonton pikirannya berputar dan hanyut di dalam Pensieve sejenak. Lalu, dengan helaan napas, dia mengangkat tongkatnya dan menusuk zat keperakan itu dengan ujungnya. Sebuah figur keluar darinya, mengenakan syal-syal, matanya diperbesar ke ukuran sangat besar di balik kacamatanya, dan dia berputar lambat-lambat, kakinya di dalam baskom. Tetapi saat Sybill Trelawney berbicara, bukan dalam suara ringan dan mistiknya yang biasa, melainkan dalam nada-nada kasar dan parau yang pernah Harry dengar digunakannya sekali sebelumnya: "Seseorang dengan kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Kegelapan mendekat ... lahir dari mereka yang telah lolos darinya tiga kali, lahir ketika bulan ketujuh mati ... dan Pangeran Kegelapan akan menandainya sebagai lawannya yang setara, tetapi dia akan memiliki kekuatan yang tak dikenal Pangeran Kegelapan ... dan yang seorang harus mati di tangan yang lainnya karena tak satupun bisa hidup sementara yang lain selamat ... seseorang dengan kekuatan untuk menaklukkan Pangeran Kegelapan akan lahir ketika bulan ketujuh mati ... " Profesor Trelawney yang berputar lambat-lambat terbenam kembali ke dalam zat perak di bawah dan menghilang. Keheningan di dalam kantor itu mutlak. Baik Dumbledore maupun Harry maupun potret-potret tidak ada yang membuat suara. Bahkan Fawkes telah terdiam. "Profesor Dumbledore?" Harry berkata dengan sangat pelan, karena Dumbledore, masih menatap Pensieve, kelihatannya sepenuhnya terbenam dalam pikirannya. "Apakah ... itu berarti ... apa artinya itu?" "Artinya," kata Dumbledore, "bahwa orang yang memiliki satu-satunya peluang untuk menaklukkan Lord Voldemort selamanya dilahirkan pada akhir bulan Juli, hampir enam belas tahun yang lalu. Anak laki-laki ini akan lahir dari orang tua yang telah lolos dari Voldemort tiga kali." Harry merasa seolah-olah sesuatu mendekat kepadanya. Napasnya kelihatannya sulit lagi. "Maksudnya -- aku?" Dumbledore mengamatinya sejenak melalui kacamatanya. "Hal yang aneh, Harry," dia berkata dengan lembut, "adalah mungkin sama sekali bukan kamu yang dimaksud. Ramalan Sybill bisa berlaku untuk dua anak laki-laki penyihir, keduanya lahir di akhir bulan Juli tahun itu, keduanya memiliki orang tua di dalam Order of Phoenix, kedua pasang orang tua itu telah lolos dari Voldemort tiga kali. Yang seorang, tentu saja, adalah kamu. Yang satunya lagi adalah Neville Longbottom." "Tapi kalau begitu ... tapi kalau begitu, kenapa namaku yang ada di ramalan itu dan bukan nama Neville?" "Catatan resminya diberi label ulang setelah penyerangan Voldemort kepadamu saat kecil," kata Dumbledore. "Tampaknya jelas bagi si penjaga Aula Ramalan bahwa Voldemort hanya akan mencoba membunuhmu karena dia tahu kamulah yang ditunjuk oleh Sybill." "Kalau begitu -- mungkin bukan aku?" kata Harry. "Aku takut," kata Dumbledore lambat-lambat, terlihat seolah-olah setiap kata membutuhkan tenaga besar darinya, "bahwa tak ada keraguan lagi kamulah orangnya." "Tapi kata Anda -- Neville juga lahir di akhir bulan Juli -- dan ibu dan ayahnya -- " "Kamu melupakan bagian berikutnya dari ramalan itu, hal akhir yang mengidentifikasikan anak laki-laki yang bisa mengalahkan Voldemort ... Voldemort sendiri akan menandainya sebagai lawan yang setara. Dan begitulah yang dilakukannya, Harry. Dia memilihmu, bukan Neville. Dia memberimu bekas luka yang terbukti karunia sekaligus kutukan." "Tetapi dia mungkin salah pilih!" kata Harry. "Dia mungkin telah menandai orang yang salah!" "Dia memilih anak laki-laki yang dipikirnya paling mungkin berbahaya baginya," kata Dumbledore. "Dan perhatikan ini, Harry: dia memilih, bukan yang berdarah-murni (yang, menurut keyakinannya, satu-satunya jenis penyihir yang pantas ada atau dikenal) melainkan yang berdarah-campuran, seperti dirinya sendiri. Dia melihat dirinya sendiri di dalam dirimu sebelum dia bahkan melihatmu, dan dengan menandaimu dengan bekas luka itu, dia tidak membunuhmu, seperti yang ingin dilakukannya, tetapi memberimu kekuatan, dan masa depan, yang menyebabkan kamu bisa lolos darinya bukan sekali, melainkan empat kali sampai sejauh ini -sesuatu yang tidak pernah dicapai orang tuamu, maupun orang tua Neville." "Kalau begitu, mengapa dia melakukannya?" kata Harry, yang merasa kebas dan kedinginan. "Mengapa dia mencoba membunuhku saat bayi? Dia seharusnya menunggu untuk melihat apakah Neville atau aku tampak lebih berbahaya ketika kami lebih besar dan mencoba membunuh siapapun saat itu -- " "Memang, itu mungkin jalan yang lebih praktis," kata Dumbledore, "kecuali bahwa informasi Voldemort tentang ramalan itu tidak lengkap. Penginapan Hog"s Head, yang Sybill pilih karena murahnya, telah lama menarik, haruskah kita bilang, klien-klien yang lebih menarik daripada Three Broomsticks. Seperti yang kamu dan teman-temanmu temukan sendiri, dan aku juga malam itu, di tempat itu tidak pernah aman untuk mengasumsikan kamu tidak sedang dicuri dengar. Tentu saja, aku tak pernah mimpi, saat aku berangkat untuk menemui Sybill Trelawnye, bahwa aku akan mendengar apapun yang bernilai untuk dicuri dengar. Keberuntungan tunggalku -kita -- adalah bahwa si penguping terdeteksi tak lama setelah ramalannya dimulai dan dilempar keluar dari gedung itu." "Jadi dia hanya mendengar --?" "Dia hanya mendengar permulaannya, bagian yang meramalkan kelahiran seorang anak laki-laki di bulan Juli kepada orang tua yang telah tiga kali menghadapi Voldemort. Akibatnya, dia tidak bisa memperingatkan tuannya bahwa menyerangmu akan beresiko memindahkan kekuatan kepadamu, dan menandaimu sebagai lawannya yang setara. Jadi Voldemort tak pernah tahu bahwa mungkin berbahaya menyerangmu, bahwa mungkin bijaksana untuk menunggu, tahu lebih banyak. Dia tidak tahu bahwa kau akan punya kekuatan yang tidak dikenal Pangeran Kegelapan -- " "Tapi aku tidak punya!" kata Harry, dengan suara tercekik. "Aku tidak punya kekuatan yang tak dimilikinya, aku tidak bisa bertarung seperti dia malam ini, aku tidak bisa merasuki orang atau -- atau membunuh mereka -- " "Ada sebuah ruangan di dalam Departemen Misteri," sela Dumbledore, "yang terkunci sepanjang waktu. Ruangan itu mengandung sebuah kekuatan yang lebih ajaib dan lebih mengerikan daripada kematian, daripada kecerdasan manusia, daripada kekuatan alam. Kekuatan itu juga, mungkin, yang paling misterius dari banyak subyek penelitian yang ada di sana. Kekuatan yang terkandung dalam ruangan itulah yang kamu miliki dalam jumlah sedemikian rupa dan yang tidak dimiliki Voldemort sama sekali. Kekuatan itu membawamu menyelamatkan Sirius malam ini. Kekuatan itu juga menyelamatkanmu dari perasukan oleh Voldemort, karena dia tidak tahan berada di dalam tubuh yang begitu penuh kekuatan yang dibencinya. Pada akhirnya, tidak masalah kalau kamu tidak bisa menutup pikiranmu. Hatimulah yang menyelamatkanmu." Harry menutup matanya. Kalau dia tidak pergi untuk menyelamatkan Sirius, Sirius tidak akan mati ... Lebih untuk menunda saat dia harus memikirkan Sirius lagi, Harry bertanya, tanpa banyak peduli tentang jawabannya, "Akhir ramalan itu ... sesuatu mengenai ... tak satupun bisa hidup sementara yang lainnya selamat," kata Dumbledore. "Jadi," kata Harry, sambil mengeruk kata-kata itu dari apa yang terasa seperti sumur dalam keputusasaan dalam dirinya, "jadi apakah itu berarti bahwa ... salah seorang dari kami harus membunuh yang seorang lagi ... pada akhirnya?" "Ya," kata Dumbledore. Untuk waktu yang lama, tak seorangpun dari mereka berbicara. Di suatu tempat jauh dari dinding-dinding kantor itu, Harry bisa mendengar suara-suara, murid-murid yang menuju ke Aula Besar untuk makan pagi lebih awal, mungkin. Tampaknya tidak mungkin bahwa ada orang-orang di dunia yang masih menginginkan makanan, yang tertawa, yang tidak tahu maupun peduli bahwa Sirius Black sudah pergi untuk selamanya. Sirius tampaknya sudah sejuta mil jauhnya; bahkan sekarang suatu bagian diri Harry masih percaya bahwa kalau saja dia menarik tudung itu, dia akan menemukan Sirius memandang balik kepadanya, menyambutnya, mungkin, dengan tawanya yang mirip gonggongan ... "Kurasa aku berhutang penjelasan lain kepadamu, Harry," kata Dumbledore dengan bimbang. "Kamu, mungkin, bertanya-tanya mengapa aku tak pernah memilihmu sebagai prefek? Aku harus mengaku ... bahwa aku berpikir ... kamu sudah punya cukup tanggung jawab." Harry memandang kepadanya dan melihat sebutir air mata menetes menuruni wajah Dumbledore ke dalam janggut perak panjangnya. BAB TIGA PULUH DELAPAN Perang Kedua Dimulai DIA YANG NAMANYA TIDAK BOLEH DISEBUT KEMBALI "Dalam sebuah pernyataan singkat pada hari Jumat malam, Menteri Sihir Cornelius Fudge membenarkan bahwa Dia Yang Namanya Tidak Boleh Disebut telah kembali ke negara ini dan sekali lagi telah aktif. ""Dengan rasa penyesalan besar saya harus menegaskan bahwa penyihir yang menyebut dirinya Lord --well, kalian tahu siapa yang kumaksud -- masih hidup dan telah berada di antara kita lagi," kata Fudge, terlihat lelah dan bingung ketika berbicara kepada para reporter. "Dengan rasa penyesalan yang hampir sama besarnya kami melaporkan bahwa pemberontakan massal para Dementor Azkaban, yang telah memperlihatkan penolakan mereka untuk terus bekerja bagi Kementerian. Kami percaya para Dementor sekarang menerima perintah dari Lord -- Itu. ""Kami mendesak masyarakat sihir tetap waspada. Kementerian sekarang menerbitkan penuntun-penuntun pertahanan rumah dan pribadi tingkat dasar yang akan dikirimkan secara cuma-cuma kepada semua rumah penyihir dalam bulan mendatang." "Penyataan Menteri disambut dengan kecemasan dan ketakutan dari komunitas sihir, yang sampai baru-baru ini hingga Rabu lalu menerima jaminan Kementerian bahwa "tidak ada kebenaran apapun dalam rumor-rumor berkepanjangan bahwa Kau-Tahu-Siapa sedang beroprerasi di antara kita sekali lagi". "Detil mengenai kejadian-kejadian yang mengarah pada perubahan haluan Kementerian masih kabur, walaupun diyakini bahwa Dia Yang Namanya Tidak Boleh Disebut dan sekumpulan pengikutnya yang terpilih (dikenal sebagai Pelahap Maut) masuk ke dalam Kementerian Sihir sendiri pada hari Selasa malam. "Albus Dumbledore, yang baru-baru ini dikembalikan ke kedudukan Kepala Sekolah Sihir Hogwarts, anggota Konfederasi Penyihir Internasional dan Ketua Penyihir Wizengamot, sampai saat ini belum bisa diminati komentar, Beliau telah bersikeras selama setahun belakangan ini bahwa Anda-Tahu-Siapa belum mati, seperti yang diharapkan dan diyakini secara luas, melainkan sedang merekrut pengikut sekali lagi untuk percobaan baru merebut kekuasaan. Sementara itu, "Anak Laki-Laki yang Bertahan Hidup" -"Di sana kamu, Harry, aku tahu mereka akan menyeret kamu ke dalamnya bagaimanapun," kata Hermione, sambil memandang lewat puncak surat kabar kepadanya. Mereka sedang berada di sayap rumah sakit. Harry sedang duduk di ujung tempat tidur Ron dan mereka berdua sedang mendengarkan Hermione membacakan halaman depan Sunday Prophet. Ginny, yang mata kakinya telah disembuhkan dengan sekejab mata oleh Madam Pomfrey, bergelung di kaki ranjang Hermione; Neville, yang hidungnya juga telah dikembalikan ke ukuran dan bentuk normal, berada di sebuah kursi di antara kedua tempat tidur; dan Luna, yang telah datang berkunjung, menggenggam edisi terbaru The Quibbler, sedang membaca majalah itu terbalik dan tampaknya tidak mendengarkan sepatah katapun yang sedang dikatakan Hermione. "Dia "anak laki-laki yang bertahan hidup" lagi sekarang, bukan begitu?" kata Ron dengan muram. "Bukan tukang pamer yang suka menipu lagi, eh?" Dia mengambil segenggam penuh Cokelat Kodok dari tumpukan besar di atas lemari sisi tempat tidurnya, melempar beberapa kepada Harry, Ginny dan Neville dan merobek pembungkus cokelatnya sendiri dengan giginya. Masih ada bilur dalam di lengannya tempat tentakel-tentakel otak itu membelitnya. Menurut Madam Pomfrey, pikiran bisa meninggalkan bekas luka yang lebih dalam daripada hampir semua benda lain, walaupun sejak dia mulai memakaikan sejumlah besar Minyak Penghilang Dr Ubbly tampaknya telah ada sedikit perbaikan. "Ya, mereka memuji-muji kamu sekarang, Harry," kata Hermione, sambil membaca sekilas artikel itu. ""Satu-satunya suara kebenaran ... dianggap tidak seimbang, namun tidak pernah ragu-ragu dalam ceritanya ... dipaksa menanggung ejekan dan fitnah ..." Hmmm," katanya, sambil merengut, "kuperhatikan mereka tidak menyebut fakta bahwa merekalah yang melakukan semua ejekan dan fitnahan itu di Prophet ... " Dia mengerenyit sedikit dan meletakkan sebelah tangan ke tulang iganya. Kutukan yang digunakan Dolohov kepadanya, walaupun kurang efektif daripada seharusnya kalau dia bisa mengatakan manteranya kuat-kuat, meskipun demikian mengakibatkan, dengan kata-kata Madam Pomfrey, "cedera yang cukup parah". Hermione harus meminum sepuluh jenis ramuan yang berbeda setiap harinya, membaik dengan cepat, dan sudah bosan dengan sayap rumah sakit. "Usaha Terakhir Anda-Tahu-Siapa untuk Mengambil Alih, halaman dua hingga empat, Apa yang Seharusnya Diberitahu Kementerian Kepada Kita, halaman lima, Mengapa Tak Seorangpun Mendengarkan Albus Dumbledore, halaman enam hingga delapan, Wawancara Eksklusif dengan Harry Potter, halaman sembilan ... Well," kata Hermione, sambil melipat surat kabar itu dan melemparkannya ke samping, "jelas memberi mereka banyak bahan untuk ditulis. Dan wawancara dengan Harry itu tidak eksklusif, yang satu itu sudah ada di The Quibbler berbulan-bulan lalu "Daddy jual kepada mereka," kata Luna dengan tidak jelas, sambil membalikkan satu halaman The Quibbler. "Dia juga dapat harga yang sangat bagus, jadi kami akan pergi pada ekspedisi ke Sweden musim panas ini untuk melihat apakah kami bisa menangkap seekor Snorckack Tanduk-Kisut." Hermione tampaknya bergumul dengan dirinya sendiri sejenak, lalu berkata, "Itu kedengarannya menyenangkan." Ginny beradu pandang dengan Harry dan mengalihkan pandangannya cepat-cepat, sambil nyengir. "Jadi, ngomong-ngomong," kata Hermione, sambil duduk sedikit lebih tegak dan mengerenyit lagi, "apa yang sedang terjadi di sekolah?" "Well, Flitwick sudah menghilangkan rawa-rawa Fred dan George," kata Ginny, "dia melakukannya dalam waktu sekitar tiga detik. Tapi dia menyisakan sepetak kecil di bawah jendela dan dia memberi tali di sekitarnya -- " "Kenapa?" kata Hermione, tampak terkejut. "Oh, dia cuma bilang itu sihir yang sangat bagus," kata Ginny sambil mengangkat bahu. "Kukira dia meninggalkannya sebagai monumen untuk Fred dan George," kata Ron, melalui semulut penuh cokelat. "Mereka mengirim ini semua untukku, kau tahu," dia memberitahu Harry, sambil menunjuk pada gunung kecil Kodok di sampingnya. "Pastilah sukses dari toko lelucon itu, eh?" Hermione memandang dengan agak mencela dan bertanya, "Jadi apakah semua masalahnya sudah berhenti sekarang setelah Dumbledore kembali?" "Ya," kata Neville, "semuanya sudah kembali seperti biasanya." "Kurasa Filch senang, bukan?" tanya Ron, sambil menyandarkan sebuah Kartu Cokelat Kodok yang menggambarkan Dumbledore ke teko airnya. "Tidak sama sekali," kata Ginny. "Sebenarnya dia benar-benar sengsara Dia merendahkan suaranya menjadi bisikan. "Dia terus berkata Umbridge hal terbaik yang pernah terjadi di Hogwarts ... " Mereka berenam semuanya memandang berkeliling. Profesor Umbridge sedang berbaring di tempat tidur di seberang mereka, menatap ke atas ke langit-langit. Dumbledore telah berjalan sendirian ke dalam Hutan untuk menyelamatkannya dari para centaur; bagaimana caranya -- bagaimana dia muncul dari pohon-pohon sambil menyokong Profesor Umbridge tanpa satu goresan pun pada dirinya -- tak seorangpun tahu, dan Umbridge jelas tidak akan cerita. Sejak dia kembali ke kastil dia belum, sejauh yang mereka tahu, mengucapkan sepatah katapun. Tak seorangpun juga benar-benar tahu apa yang salah dengan dirinya. Rambut tikusnya yang biasanya rapi sangat berantakan dan masih ada potongan-potongan ranting dan daun di dalamnya, tetapi selain itu dia tampak tidak cedera. "Madam Pomfrey bilang dia cuma terguncang," bisik Hermoine. "Lebih seperti merajuk," kata Ginny. "Yeah, dia menunjukkan tanda-tanda kehidupan kalau kalian melakukan ini," kata Ron, dan dengan lidahnya dia membuat bunyi keletak-keletuk pelan. Umbridge mendadak duduk tegak, sambil memandang ke sekitarnya dengan liar. "Ada yang salah, Profesor?" seru Madam Pomfrey, sambil menjulurkan kepalanya dari pintu kantornya. "Tidak ... tidak kata Umbridge, sambil terbenam kembali ke bantalnya. "Tidak, aku pasti bermimpi ... " Hermione dan Ginny meredam tawa mereka di seprai. "Berbicara tentang centaur," kata Hermione, saat dia sudah pulih sedikit, "siapa guru Ramalan sekarang? Apakah Firenze akan tetap tinggal?" "Dia harus," kata Harry, "para centaur lain tidak mau menerimanya kembali, bukan?" "Tampaknya dia dan Trelawney dua-duanya akan mengajar," kata Ginny. "Aku yakin Dumbledore berharap dia bisa menyingkirkan Trelawney untuk selamanya," kata Ron, sekarang sedang mengunyah Kodoknya yang keempat belas. "Kalian ingat, seluruh mata pelajaran itu tidak berguna kalau kalian tanya aku, Firenze tidak lebih baik ... " "Bagaimana kamu bisa mengatakan itu?" Hermione menuntut. "Setelah kita baru saja menemukan bahwa ada ramalan yang sebenarnya?" Jantung Harry mulai berpacu. Dia belum memberitahu Ron, Hermione atau siapapun juga apa isi ramalan itu. Neville telah memberitahu mereka benda itu pecah saat Harry menariknya menaiki tangga batu di Ruangan Kematian dan Harry belum mengkoreksi kesan ini. Dia tidak siap melihat ekspresi mereka saat dia memberitahu mereka bahwa dia harus menjadi pembunuh atau korban, tidak ada cara lain ... "Sayang ramalan itu pecah," kata Hermione pelan, sambil menggelengkan kepalanya. "Yeah, memang," kata Ron. "Tetap saja, setidaknya Kau-Tahu-Siapa juga tidak akan pernah menemukan apa isinya -- mau ke mana kamu?" dia menambahkan, tampak terkejut sekaligus kecewa ketika Harry berdiri. "Er -- ke tempat Hagrid," kata Harry. "Kalian tahu, dia baru saja kembali dan aku janji aku akan ke sana menemuinya dan memberitahu dia bagaimana keadaan kalian." "Oh, kalau begitu baiklah," kata Ron menggerutu, sambil memandang keluar dari jendela kamar asrama itu ke petak langit biru cerah di baliknya. "Kuharap kami bisa ikut." "Berikan salam kami kepadanya!" seru Hermione, ketika Harry turun dari bangsal itu. "Dan tanya dia apa yang terjadi dengan ... teman kecilnya!" Harry melambaikan tangannya untuk memperlihatkan dia mendengarnya dan mengerti ketika dia meninggalkan kamar asrama itu. Kastil kelihatannya sangat tenang bahkan untuk hari Minggu. Semua orang jelas sedang berada di luar di halaman sekolah yang cerah, menikmati akhir ujian mereka dan prospek beberapa hari terakhir semester itu tidak terhambat oleh pengulangan pelajaran atau pekerjaan rumah. Harry berjalan lambat-lambat menyusuri koridor yang sepi, sambil mengintip keluar dari jendela; dia bisa melihat orang-orang bermain-main di air dekat lapangan Quidditch dan sejumlah murid berenang di dalam danau, ditemani oleh cumi-cumi raksasa. Dia mendapati sulit untuk memutuskan apakah dia mau berada dekat orang-orang atau tidak; kapanpun dia mendapat teman dia ingin menjauh dan kapanpun dia sendirian dia ingin ditemani. Namun, dia mengira dia mungkin sebaiknya pergi mengunjungi Hagrid, karena dia belum berbicara kepadanya dengan pantas sejak kembalinya ... Harry baru saja menuruni anak tangga pualam terakhir ke Aula Depan saat Malfoy, Crabbe dan Goyle muncul dari sebuah pintu di sebelah kanan yang Harry tahu mengarah ke ruang duduk Slytherin. Harry terdiam di tempat; begitu pula Malfoy dan yang lainnya. Satu-satunya suara adalah teriakan, tawa dan ceburan yang masuk ke Aula dari halaman sekolah melalui pintu-pintu depan yang terbuka. Malfoy memandang sekilas ke sekeliling -- Harry tahu dia sedang mencari tanda-tanda guru -- lalu dia melihat kembali kepada Harry dan berkata dengan suara rendah, "Mati kau, Potter." Harry mengangkat alisnya. "Lucu," katanya, "kau akan mengira aku akan berhenti berjalan ke sana ke mari Malfoy tampak lebih marah daripada yang pernah dilihat Harry; dia merasakan semacam kepuasan melihat wajahnya yang pucat dan runcing berubah bentuk karena marah. "Kau akan bayar," kata Malfoy dengan suara yang hampir tidak lebih keras daripada bisikan. "Aku akan membuatmu membayar apa yang sudah kamu lakukan pada ayahku ... " "Well, aku ngeri sekarang kata Harry dengan kasar. "Kurasa Lord Voldemort hanya pemanasan dibandingkan dengan kalian bertiga -- ada apa?" dia menambahkan, karena Malfoy, Crabbe dan Goyle semuanya tampak terkejut mendengar nama itu. "Dia sobat ayahmu, bukan? Tidak takut padanya, kalian?" "Kau kira kau sangat hebat, Potter," kata Malfoy, maju sekarang, Crabbe dan Goyle mengapitnya. "Tunggu saja. Aku akan menghabisimu. Kau tidak bisa memasukkan ayahku ke dalam penjara -- " "Kukira baru saja kulakukan," kata Harry. "Para Dementor sudah meninggalkan Azkaban," kata Malfoy pelan. "Dad dan yang lainnya akan segera keluar ... " "Yeah, kuduga begitu," kata Harry. "Tetap saja, setidaknya semua orang tahu sampah seperti apa mereka sekarang -- " Tangan Malfoy melayang ke arah tongkatnya, tetapi Harry terlalu cepat baginya; dia telah mengambil tongkatnya sendiri sebelum jari-jari Malfoy bahkan memasuki kantong jubahnya. "Potter!" Suara itu berdering menyeberangi Aula Depan. Snape telah muncul dari tangga yang mengarah ke kantornya dan ketika melihatnya Harry merasakan desakan kebencian melampaui apapun yang dirasakannya terhadap Malfoy ... apapun yang Dumbledore katakan, dia tidak akan pernah memaafkan Snape ... takkan pernah ... "Apa yang sedang kamu lakukan, Potter?" kata Snape, sedingin dulu, ketika dia berjalan kepada mereka berempat. "Aku sedang mencoba memutuskan kutukan apa yang akan kugunakan pada Malfoy, sir," kata Harry dengan garang. Snape menatapnya. "Simpan tongkatmu seketika," dia berkata dengan kaku. "Sepuluh poin dari Gryff-- " Snape memandang jam pasir raksasa di dinding dan tersenyum mengejek. "Ah, kulihat tidak ada lagi poin yang tersisa di jam pasir Gryffindor untuk dibuang. Kalau begitu, Potter, kita hanya harus -- " "Menambah lagi?" Profesor McGonagall baru saja berjalan menaiki undakan batu ke dalam kastil; dia membawa tas kotak-kotak di satu tangan dan bersandar hebat ke sebuah tongkat berjalan dengan tangan lainnya, tetapi selain itu tampak sangat sehat. "Profesor McGonagall!" kata Snape, sambil berjalan maju. "Keluar dari St Mungo, kulihat!" "Ya, Profesor Snape," kata Profesor McGonagall, sambil melepaskan mantel bepergiannya, "Aku sama sekali sudah sehat. Kalian berdua -- Crabbe -- Goyle -- " Dia memberi isyarat dengan memerintah kepada mereka untuk maju dan mereka datang sambil menyeret kaki-kaki besar mereka dan tampak canggung. "Ini," kata Profesor McGonagall, sambil menyorongkan tasnya ke dada Crabbe dan mantelnya ke dada Goyle, "bawa ini ke kantorku." Mereka berpaling dan berjalan pergi menaiki tangga pualam. "Baik kalau begitu," kata Profesor McGonagall, sambil memandang ke atas kepada jam pasir di dinding. "Well, kukira Potter dan teman-temannya harus mendapatkan lima puluh poin seorang karena menyiagakan dunia atas kembalinya Kau-Tahu-Siapa. Bagaimana menurut Anda, Profesor Snape?" "Apa?" kata Snape keras, walaupun Harry tahu dia mendengarnya dengan baik. "Oh -- well -- kurasa ... " "Jadi masing-masing lima puluh untuk Potter, kedua Weasley, Longbottom dan Miss Granger," kata Profesor McGonagall, dan hujan batu rubi jatuh ke dasar jam pasir Gryffindor ketika dia berbicara. "Oh -- dan lima puluh untuk Miss Lovegood, kurasa," dia menambahkan, dan sejumlah batu safir jatuh ke dalam jam pasir Ravenclaw. "Sekarang, Anda ingin mengambil sepuluh dari Potter, kukira, Profesor Snape -- jadi ini dia ... " Beberapa rubi kembali ke bola bagian atas, walau begitu meninggalkan sejumlah besar di bagian bawah. "Well, Potter, Malfoy, kukira kalian seharusnya berada di luar di hari cerah seperti ini," Profesor McGonagall meneruskan dengan cepat. Harry tidak perlu disuruh dua kali -- dia memasukkan tongkatnya kembali ke bagian dalam jubahnya dan menuju langsung ke pintu-pintu depan tanpa memandang sekalipun kepada Snape dan Malfoy. Sinar matahari yang panas mengenainya ketika dia berjalan menyeberangi halaman sekolah menuju kabin Hagrid. Murid-murid yang berbaring di atas rumput bermandikan sinar matahari, sambil berbincang-bincang, membaca Sunday Prophet dan makan permen, memandangnya ketika dia lewat; beberapa memanggilnya, atau melambai, jelas sangat ingin memperlihatkan bahwa mereka, seperti Prophet, sudah tahu apa yang terjadi tiga hari yang lalu, tetapi sejauh ini dia menghindari ditanya dan lebih suka menjaganya terus begitu. Awalnya dia mengira saat dia mengetuk pintu kabin Hagrid bahwa Hagrid keluar, tetapi kemudian Fang menyerbu dari sudut dan hampir menggulingkannya karena antusiasme penyambutannya. Hagrid, ternyata, sedang memungut kacang bersulur di kebun belakangnya. "Baik-baik saja, Harry!" katanya, sambil tersenyum, saat Harry mendekati pagar. "Masuk, masuk, kita akan minum secangkir jus dandelion ... " "Bagaimana keadaannya?" Hagrid bertanya kepadanya, ketika mereka duduk di meja kayunya dengan masing-masing segelap jus dingin. "Kau -- er -- baik-baik saja, bukan?" Harry tahu dari tampang kuatir di wajah Hagrid bahwa dia tidak sedang mengacu pada kesehatan fisik Harry. "Aku baik," kata Harry cepat, karena dia tidak sanggung membahas hal yang dia tahu berada dalam pikiran Hagrid. "Jadi, ke mana saja kamu?" "Sembunyi di pegunungan," kata Hagrid. "Di gua, seperti Sirius waktu dia -- " Hagrid berhenti, berdehem dengan kasar, memandang Harry, dan minum jusnya banyak-banyak. "Ngomong-ngomong, sudah balik sekarang," dia berkata dengan lemah. "Kamu -- kamu tampak lebih baik," kata Harry, yang bertekad menjaga percakapan itu menjauh dari Sirius. "Apa?" kata Hagrid, sambil mengangkat sebelah tangannya yang besar dan merasakan wajahnya. "Oh -- Oh yeah. Well, Grawpy sudah jauh lebih baik kelakuannya sekarang, jauh. Tampaknya sangat senang melihatku waktu aku balik, sejujurnya. Dia anak yang baik, sebenarnya ... Aku telah memikirkan untuk mencoba temukan teman wanita untuknya, sebenarnya ... " Harry biasanya akan mencoba membujuk Hagrid keluar dari gagasan ini seketika; prospek raksasa kedua yang berdiam di Hutan, mungkin lebih liar dan lebih brutal daripada Grawp, sangat mengkhawatirkan, tetapi entah bagaimana Harry tidak bisa mengerahkan tenaga yang diperlukan untuk mendebatkan poin itu. Dia mulai berharap dia sendirian lagi, dan dengan ide mempercepat kepergiannya dia meneguk jus dandelionnya banyak-banyak beberapa kali, setengah mengosongkan gelasnya. "Semua orang tahu kau katakan yang sebenarnya sekarang, Harry," kata Hagrid pelan dan tak terduga. Dia sedang mengamati Harry dengan seksama. "Itu pasti lebih baik, bukan?" Harry mengangkat bahu. "Lihat Hagrid mencondongkan badan ke arahnya dari seberang meja, "Aku kenal Sirius lebih lama dari kamu ... dia mati dalam pertarunganm dan begitulah cara kepergian yang diinginkannya -- " "Dia tidak mau pergi sama sekali!" kata Harry dengan marah. Hagrid menundukkan kepala berewokannya yang besar. "Tidak, kukira tidak," katanya dengan pelan. "Tetap saja, Harry ... dia tidak akan pernah jadi seseorang yang duduk di rumah dan membiarkan orang lain bertarung. Dia tidak akan bisa menerima dirinya sendiri kalau dia tidak pergi membantu -- " Harry melompat bangkit. "Aku harus pergi mengunjungi Ron dan Hermione di sayap rumah sakit," dia berkata seperti mesin. "Oh," kata Hagrid, tampak agak terganggu. "Oh ... kalau begitu baiklah, Harry ... jaga dirimu, dan kembalilah ke sini kalau kamu punya ... " "Yeah ... benar Harry menyeberang ke pintu secepat yang dia bisa dan menariknya membuka; dia berada di luar di bawah sinar matahari lagi sebelum Hagrid selesai mengatakan selamat tinggal, dan berjalan pergi menyeberangi halaman. Sekali lagi, orang-orang memanggilnya ketika dia lewat. Dia menutup matanya sejenak, berharap mereka semua menghilang, sehingga dia bisa membuka matanya dan mendapati dirinya sendirian di halaman sekolah ... Beberapa hari yang lalu, sebelum ujiannya selesai dan dia melihat pandangan yang ditanamkan Voldemort ke dalam pikirannya, dia akan memberikan hampir semuanya agar dunia sihir tahu dia menceritakan yang sebenarnya, agar mereka percaya bahwa Voldemort sudah kembali, dan tahu bahwa dia bukan pembohong ataupun orang sinting. Namun, sekarang ... Dia berjalan sedikit mengitari danau, duduk di tepinya, terlindung dari tatapan orang yang lalu-lalang di belakang semak-semak, dan menatap ke air yang berkilauan, sambil berpikir ... Mungkin alasan dia ingin sendirian adalah karena dia merasa terisolasi dari semua orang sejak pembicaraannya dengan Dumbledore. Suatu penghalang yang tidak tampak telah memisahkan dirinya dari sisa dunia yang lain. Dia -- selalu -- menjadi orang yang ditandai. Hanya saja dia tidak pernah benar-benar mengerti apa artinya itu Dan duduk di sini di tepi danau, dengan kesedihan berat yang berlarut-larut, dengan kehilangan Sirius yang baru saja terjadi, dia tidak bisa mengerahkan rasa takut apapun. Hari itu cerah, dan halaman sekolah di sekelilingnya penuh orang-orang yang sedang tertawa, dan walaupun dia merasa jauh dari mereka seolah-olah dia berasal dari ras yang berbeda, masih sangat sulit percaya saat dia duduk di sini bahwa hidupnya harus melibatkan, atau berakhir dengan, pembunuhan ... Dia duduk di sana lama, sambil menatap air, mencoba tidak memikirkan ayah angkatnya atau mengingat bahwa tepat di seberang sinilah, di tepi seberang, Sirius pernah tumbang sambil mencoba menyingkirkan seratus Dementor ... Matahari telah terbenam sebelum dia sadar dia kedinginan. Dia bangkit dan kembali ke kastil, sambil menyeka wajahnya pada lengan bajunya. Ron dan Hermione meninggalkan sayap rumah sakit sembuh sepenuhnya tiga hari sebelum akhir semester. Hermione terus menunjukkan tanda-tanda ingin berbicara tentang Sirius, tetapi Ron cenderung membuat suara mendiamkan setiap kali dia menyebut namanya. Harry masih tidak yakin apakah dia ingin berbicara mengenai ayah angkatnya atau tidak; keinginannya berganti-ganti sesuai dengan suasana hatinya. Namun, dia tahu satu hal: walaupun dia tidak senang pada saat ini, dia akan sangat merindukan Hogwarts dalam waktu beberapa hari saat dia kembali berada di Privet Drive nomor empat. Walaupun sekarang dia mengerti benar mengapa dia harus kembali ke sana setiap musim panas, dia tidak merasa lebih baik mengenainya. Bahkan, dia belum pernah lebih ketakutan atas kepulangannya. Profesor Umbridge meninggalkan Hogwarts sehari sebelum akhir semester. Tampaknya dia keluar diam-diam dari sayap rumah sakit waktu makan siang, jelas berharap pergi tanpa terdeteksi, tetapi sayangnya bagi dia, dia bertemu Peeves di tengah jalan, yang meraih kesempatan terakhirnya untuk melakukan seperti yang diperintahkan Fred, dan mengejarnya dengan senang dari tempat itu sambil memukulnya bergantian dengan sebuah tongkat berjalan dan sebuah kaus kaki penuh kapur. Banyak murid berlarian ke Aula Depan untuk menonton dia berlari pergi di jalan setapak dan Kepala-Kepala Asrama mencoba dengan setengah hati untuk menahan mereka. Bahkan, Profesor McGonagall terbenam kembali ke kursinya di meja guru setelah sedikit celaan lemah dan jelas-jelas terdengar menyatakan penyesalan bahwa dia tidak bisa berlari menyoraki Umbridge sendiri, karena Peeves meminjam tongkat berjalannya. Malam terakhir mereka di sekolah tiba; kebanyakan orang telah selesai berkemas dan sudah menuju pesta perpisahan akhir tahun ajaran, tetapi Harry bahkan belum mulai. "Lakukan saja besok!" kata Ron, yang sedang menunggu di pintu kamar asrama mereka. "Ayolah, aku kelaparan." "Aku tidak akan lama ... begini, kamu pergi saja dulu Tetapi ketika pintu kamar asrama menutup di belakang Ron, Harry tidak berusaha mempercepat berkemasnya. Hal terakhir yang ingin dilakukannya adalah menghadiri Pesta Perpisahan. Dia kuatir Dumbledore akan membuat acuan kepada dirinya dalam pidatonya. Dia pasti menyebut kembalinya Voldemort; lagipula, dia telah membicarakan hal itu kepada mereka tahun lalu ... Harry menarik beberapa jubah kusut keluar dari bagian paling dasar kopernya untuk memberi ruang bagi jubah-jubah yang terlipat dan, ketika dia berbuat demikian, memperhatikan sebuah paket yang terbungkus sembarangan tergeletak di salah satu sudut koper. Dia tidak bisa memikirkan untuk apa paket itu ada di sana. Dia membungkuk, menariknya keluar dair bawah celananya dan memeriksanya. Dia menyadari apa itu dalam beberapa detik. Sirius telah memberikannya kepadanya persis di dalam pintu depan Grimmauld Place nomor dua belas. "Gunakan kalau kamu perlu aku, oke?" Harry merosot ke atas tempat tidurnya dan membuka pembungkus paket itu. Jatuhlah sebuah cermin kecil persegi. Cermin itu tampak tua; jelas kotor. Harry memegangnya di depan wajahnya dan melihat bayangannya sendiri memandang balik kepadanya. Dia membalikkan cermin itu. Di sisi sebaliknya tercoret catatan dari Sirius. Ini cermin dua arah, aku punya pasangannya. Kalau kamu perlu bicara denganku, sebut saja namaku kepada cermin; kamu akan muncul dalam cerminku dan aku akan bisa berbicara ke dalam cerminmu. James dan aku dulu menggunakannya waktu kami kena detensi di tempat terpisah. Jantung Harry mulai berpacu. Dia teringat melihat orang tuanya yang sudah meninggal di dalam Cermin Tarsah empat tahun yang lalu. Dia akan bisa berbicara dengan Sirius lagi, sekarang juga, dia tahu itu -Dia memandang berkeliling untuk memastikan tak ada seorangpun di sana; asrama itu kosong. Dia memandang balik kepada cermin, mengangkatnya ke depan wajahnya dengan tangan gemetaran dan berkata, keras dan jelas, "Sirius." Napasnya berkabut di permukaan kaca. Dia memegang cermin itu lebih dekat lagi, rasa gembira membanjiri dirinya, tetapi mata yang berkedip balik kepadanya melalui kabut jelas matanya sendiri. Dia menyeka cermin itu supaya jelas lagi dan berkata, sehingga setiap suku kata berdering dengan jelas di ruangan itu: "Sirius Black!" Tak ada yang terjadi. Wajah frustrasi yang memandang balik dari cermin itu masih, jelas, wajahnya sendiri ... Sirius tidak membawa cerminya saat dia melewati atap melengkung itu, kata sebuah suara kecil di kepala Harry. Itulah sebabnya cermin itu tidak bekerja ... Harry terdiam sejenak, lalu melemparkan cermin itu kembali ke dalam koper tempat cermin itu pecah. Dia sudah yakin, selama satu menit penuh, bahwa dia akan bisa melihat Sirius, berbicara dengannya lagi ... Kekecewaan membara di tenggorokannya; dia bangkit dan mulai melemparkan barang-barangnya sembarangan menutupi cermin pecah itu -Tapi sebuah ide timbul dalam dirinya ... ide yang lebih baik daripada cermin ... ide yang jauh lebih besar, jauh lebih penting ... kenapa dia belum pernah memikirkannya sebelumnya -- kenapa dia tidak pernah bertanya? Dia berlari cepat keluar dari kamar asrama dan menuruni tangga spiral, menghantam dinding di sepanjang jalan dan hampir tidak memperhatikannya; dia menderu cepat menyeberangi ruang duduk yang kosong, melalui lubang potret dan menyusuri koridor, mengabaikan Nyonya Gemuk, yang memanggilnya: "Pesta sudah akan dimulai, kau tahu, kau hampir saja terlambat!" Tetapi Harry tidak berniat menghadiri pesta ... Kenapa bisa tempat itu penuh hantu saat kau tidak perlu seorang, namun sekarang Dia berlari menuruni tangga-tangga dan menyusuri koridor-koridor dan tak bertemu siapapun yang hidup maupun mati. Mereka semua, jelas, berada di Aula Besar. Di luar ruang kelas Jimat dan Guna-Guna dia berhenti, sambil terengah-engah dan berpikir dengan sedih bahwa dia harus menunggu sampai kemudian, setelah akhir pesta ... Tetapi persis ketika dia telah menyerah, dia melihatnya -- seseorang yang tembus pandang yang melayang menyusuri akhir koridor itu. "Hei -- hei Nick! NICK!" Hantu itu menjulurkan kepalanya dari dinding, memperlihatkan topi yang luar biasa dan kepala yang bergoyang berbahaya milik Sir Nicholas de Mimsy-Porpington. "Selamat malam," katanya, sambil menarik sisa tubuhnya dari batu padat dan tersenyum kepada Harry. "Kalau begitu, aku bukan satu-satunya yang terlambat? Walaupun," dia menghela napas, "dengan arti yang agak berbeda, tentu saja (Late selain terlambat, juga bisa diartikan sebagai mendiang) "Nick, boleh aku tanya sesuatu kepadamu?" Suatu ekspresi yang sangat aneh timbul di wajah Nick si Kepala-Nyaris-Putus ketika dia memasukkan sebuah jari ke kerut kaku di lehernya dan menariknya sedikit lebih tegak, tampaknya untuk memberi dirinya sedikit waktu berpikir. Dia hanya berhenti saat kepalanya yang terpotong sebagian kelihatannya akan jatuh. "Er -- sekarang, Harry?" kata Nick, tampak tidak nyaman. "Tak bisa tunggu sampai akhir pesta?" "Tidak -- Nick -- tolong," kata Harry, "aku benar-benar butuh berbicara kepadamu. Bisakah kita masuk ke dalam sini?" Harry membuka pintu ke ruang kelas terdekat dan Nick si Kepala-Nyaris-Putus menghela napas. "Oh, baiklah," katanya, tampak menyerah. "Aku tidak bisa berpura-pura belum menduganya." Harry sedang memegang pintu terbuka baginya, tetapi alih-alih dia melayang melalui dinding. "Menduga apa?" Harry bertanya, ketika dia menutup pintu. "Kamu akan datang menjumpaiku," kata Nick, sekarang meluncur ke jendela dan melihat keluar pada halaman sekolah yang semakin gelap. "Terjadi, kadang-kadang ... saat seseorang menderita ... kemalangan." "Well," kata Harry, menolak dialihkan. "Kamu benar, aku -- aku datang untuk menjumpaimu." Nick tidak berkata apa-apa. "Hanya -- " kata Harry, yang mendapati ini lebih canggung daripada yang diharapkannya, "hanya saja -- kamu sudah mati. Tapi kamu masih ada di sini, bukan?" Nick menghela napas dan terus menatap keluar ke halaman. "Itu benar, bukan?" Harry mendesaknya. "Kamu mati, tapi aku berbicara kepadamu ... kamu bisa berjalan di Hogwarts dan segalanya, bukan?" "Ya," kata Nick si Kepala-Nyaris-Putus dengan pelan, "Aku bisa jalan dan bicara, ya." "Jadi, kamu kembali, bukan?" kata Harry mendesak. "Orang-orang bisa kembali, bukan? Sebagai hantu. Mereka tidak harus menghilang sepenuhnya. Well?" dia menambahkan dengan tidak sabar, saat Nick terus tidak mengatakan apa-apa. Nick si Kepala-Nyaris-Putus bimbang, lalu berkata, "Tidak semua orang bisa kembali sebagai hantu." "Apa maksudmu?" kata Harry cepat-cepat. "Cuma ... cuma penyihir." "Oh," kata Harry, dan dia hampir tertawa karena lega. "Well, kalau begitu OK, orang yang kutanyai adalah penyihir. Jadi dia bisa kembali, benar?" Nick berpaling dari jendela dan memandang Harry dengan sedih. "Dia tidak akan kembali." "Siapa?" "Sirius Black," kata Nick. "Tapi kau kembali!" kata Harry dengan marah. "Kau kembali -- kamu sudah mati dan kamu tidak menghilang -- " "Para penyihir bisa meninggalkan jejak mereka di atas bumi, untuk berjalan tempat diri mereka yang masih hidup dulu berjalan," kata Nick dengan sengsara. "Tapi sangat sedikit penyihir yang memilih jalan itu." "Kenapa tidak?" kata Harry. "Lagipula -- tidak masalah -- Sirius tidak akan peduli kalau itu tidak biasa, dia akan kembali, aku tahu itu!" Dan begitu kuatnya keyakinannya, Harry bahkan memalingkan kepalanya untuk memeriksa pintu, yakin, selama sepersekian detik, bahwa dia akan melihat Sirius, seputih mutiara dan tembus pandang tetapi tersenyum, berjalan melalui pintu itu ke arahnya. "Dia tidak akan kembali," ulang Nick. "Dia pasti sudah ... pergi." "Apa maksudmu, "pergi"?" kata Harry cepat. "Pergi ke mana? Dengar -- apa yang terjadi waktu kamu mati? Ke mana kamu pergi? Kenapa tidak semua orang kembali? Kenapa tempat ini tidak penuh hantu? Kenapa --?" "Aku tidak bisa menjawab," kata Nick. "Kamu sudah mati, bukan?" kata Harry dengan putus asa. "Siapa yang bisa menjawab lebih baik dari kamu?" "Aku takut pada kematian," kata Nick dengan lembut. "Aku memilih tetap tinggal. Aku kadang-kadang bertanya-tanya apakah seharusnya tidak kulakukan ... well, tidak di sini maupun di sana ... nyatanya, aku tidak di sini maupun di sana Dia memberikan kekeh kecil yang sedih. "Aku tidak tahu apa-apa tentang rahasia kematian, Harry, karena aku memilih tiruan hidupku yang lemah sebagai gantinya. Aku percaya para penyihir yang berpendidikan mempelajari masalah itu di Departemen Misteri -- " "Jangan bicarakan tempat itu denganku!" kata Harry dengan garang. "Aku minta maaf tidak bisa lebih membantu," kata Nick lembut. "Well ... well, aku permisi dulu ... pesta, kau tahu Dan dia meninggalkan ruangan, meninggalkan Harry di sana sendirian, menatap hampa ke dinding tempat Nick baru menghilang. Harry merasa hampir seolah-olah dia telah kehilangan ayah angkatnya sekali lagi karena kehilangan harapan bahwa dia mungkin akan bisa melihat atau berbicara kepadanya lagi. Dia berjalan lambat-lambat dan dengan merana kembali naik di kastil kosong itu, bertanya-tanya apakah dia akan pernah merasa ceria lagi. Dia telah berbelok di sudut menuju koridor Nyonya Gemuk saat dia melihat seseorang di depan sedang memasang sebuah catatan ke papan di dinding. Pandangan kedua memperlihatkan kepadanya itu Luna. Tidak ada tempat persembunyian yang baik di dekat situ, dia pasti telah mendengar langkah-langkah kakinya, dan bagaimanapun, Harry hampir tidak bisa mengerahkan tenaga untuk menghindari siapapun saat itu. "Halo," kata Luna samar-samar, sambil memandang sekilas kepadannya ketika dia mundur dari pengumuman itu. "Kenapa kamu tidak menghadiri pesta?" Harry bertanya. "Well, aku kehilangan hampir semua barang-barangku," kata Luna dengan tenang. "Orang-orang mengambilnya dan menyembunyikannya, kau tahu. Tapi karena ini malam terakhir, aku benar-benar butuh barang-barang itu kembali, jadi aku memasang pengumuman." Dia memberi isyarat ke papan pengumuman itu, benar juga, di atasnya dia telah menyematkan daftar buku-buku dan pakaiannya yang hilang, dengan permintaan akan pengembalian barang-barang itu. Suatu perasaan aneh timbul dalam diri Harry, suatu emosi yang sangat berbeda dari rasa marah dan duka yang telah memenuhinya sejak kematian Sirius. Beberapa saat kemudian barulah dia sadar bahwa dia merasa kasihan kepada Luna. "Kenapa orang-orang menyembunyikan barang-barangmu?" dia bertanya kepadanya, sambil merengut. "Oh ... well dia mengangkat bahu. "Kukira mereka berpikir aku agak aneh, kau tahu. Nyatanya, beberapa orang memanggilku "Loony" Lovegood." Harry memandangnya dan perasaan kasihan yang baru mendalam agak menyakitkan. "Itu bukan alasan bagi mereka untuk mengambil barang-barangmu," dia berkata dengan datar. "Apakah kamu perlu bantuan menemukannya?" "Oh, tidak," dia berkata, sambil tersenyum kepadanya. "Barang-barang itu akan kembali, selalu begitu pada akhirnya. Hanya saja aku mau berkemas malam ini. Ngomong-ngomong ... kenapa kamu tidak menghadiri pesta?" Harry mengangkat bahu. "Tidak ingin." "Tidak," kata Luna, sambil mengamatinya dengan mata menonjol yang anehnya kuyu. "Kukira tidak. Pria itu yang dibunuh para Pelahap Maut adalah ayah angkatmu, bukan? Ginny bilang padaku." Harry mengangguk singkat, tetapi mendapati bahwa karena alasan tertentu dia tidak keberatan Luna berbicara tentang Sirius. Dia baru saja ingat bahwa Luna juga bisa melihat Thestral. "Apakah kamu pernah dia mulai. "Maksudku, siapa ... apakah seseorang yang kamu kenal pernah mati?" "Ya," kata Luna dengan sederhana, "ibuku. Dia penyihir yang sangat luar biasa, kau tahu, tapi dia suka bereksperimen dan salah satu manteranya salah arah suatu hari. Aku berumur sembilan tahun." "Aku ikut berduka," Harry bergumam. "Ya, agak mengerikan," kata Luna dengan nada berbincang-bincang. "Aku masih merasa sangat sedih mengenainya kadang-kadang. Tapi aku masih punya Dad. Dan lagipula, bukannya seolah-olah aku tidak akan pernah bertemu Mum lagi, benar "kan?" "Er -- bukan begitu?" kata Harry dengan tidak pasti. Dia menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya. "Oh, ayolah. Kamu mendengar mereka, persis di balik tudung, bukan?" "Maksudmu "Di ruangan itu yang ada atap melengkungnya. Mereka cuma sembunyi dari penglihatan, itu saja. Kau dengar mereka." Mereka saling berpandangan. Luna sedang tersenyum sedikit. Harry tidak tahu apa yang harus dikatakan, atau dipikirkan; Luna percaya begitu banyak hal yang luar biasa ... namun dia yakin dia juga telah mendengar suara-suara dari balik tudung itu. "Apakah kamu yakin kamu tidak mau aku membantumu mencari barang-barangmu?" katanya. "Oh, tidak," kata Luna. "Tidak, kukira aku hanya akan turun dan makan sedikit puding dan menunggu semuanya muncul ... selalu begitu pada akhirnya ... well, semoga liburanmu menyenangkan, Harry." "Yeah ... yeah, kamu juga." Luna berjalan menjauh darinya dan, ketika dia memperhatikannya pergi, dia mendapati berat mengerikan dalam perutnya tampaknya telah berkurang sedikit. Perjalanan pulang di atas Hogwarts Express keesokan harinya penuh kejadian dalam beberapa cara. Pertama-tama Malfoy, Crabbe dan Goyle, yang jelas telah menunggu sepanjang minggu mencari peluan guntuk menyerang tanpa disaksikan guru-guru, mencoba menyergap Harry tiba-tiba di tengah kereta api ketiak dia kembali dari toilet. Penyerangan itu mungkin berhasil kalau bukan karena fakta bahwa mereka dengan tidak bijaksana memilih melakukannya tepat di luar sebuah kompartemen yang penuh anggota DA, yang melihat apa yang sedang terjadi melalui kaca dan bangkit bersatu untuk menolong Harry. Pada saat Ernie Macmillan, Hannah Abbot, Susan Bones, Justin Finch-Fletchey, Anthony Goldstein dan Terry Boot telah selesai menggunakan beragam guna-guna dan kutukan yang telah Harry ajarkan kepada mereka, Malfoy, Crabbe dan Goyle menyerupai tiga siput raksasa yang tertekan ke dalam seragam Hogwarts sementara Harry, Ernie dan Justin mengangkat mereka ke atas rak bagasi dan meninggalkan mereka di sana untuk menetes-netes. "Aku harus bilang, aku sangat ingin melihat wajah ibu Malfoy saat dia turun dari kereta api," kata Ernie, dengan sedikit kepuasan, selagi dia mengamati Malfoy menggeliat di atasnya. Ernie belum benar-benar mengatasi kemarahannya kepada Malfoy karena mengurangi nilai dari Hufflepuff selama masa jabatannya yang singkat sebagai anggota Regu Penyelidik. "Namun, ibu Goyle akan sangat senang," kata Ron, yang telah datang menyelidiki sumber keributan itu. "Dia jauh lebih tampan sekarang ... ngomong-ngomong, Harry, troli makanan baru saja berhenti kalau kamu mau sesuatu ... " Harry berterima kasih kepada yang lainnya dan menemani Ron kembali ke kompartemen mereka sendiri, di mana dia membeli setumpuk besar bolu kuali dan pai labu. Hermione sedang membaca Daily Prophet lagi, Ginny sedang mengisi kuis di The Quibbler dan Neville sedang membelai Mimbulus mimbletonianya, yang telah tumbuh banyak sepanjang tahun itu dan sekarang membuat suara menyanyi aneh saat disentuh. Harry dan Ron menghabiskan sebagian besar waktu di perjalanan itu dengan bermain catur penyihir sementara Hermione membacakan potongan-potongan dari Prophet. Koran itu sekarang penuh artikel tentang bagaimana memukul mundur Dementor, usaha-usaha Kementerian untuk menemukan para Pelahap Maut dan surat-surat histeris yang mengklaim bahwa penulisnya telah melihat Lord Voldemort berjalan melewati rumah mereka pagi itu juga ... "Belum benar-benar mulai," Hermione menghela napas dengan murung, sambil melipat suratkabar itu lagi. "Tapi tidak akan lama lagi sekarang ... " "Hei, Harry," kata Ron pelan, sambil mengangguk ke arah jendela kaca ke koridor. Harry memandang berkeliling. Cho sedang lewat, ditemani Marietta Edgecombe, yang memakai topi yang menutupi wajah. Matanya dan mata Cho beradu sejenak. Cho merona dan terus berjalan. Harry memandang kembali ke papan catur tepat waktu untuk melihat salah satu pionnya dikejar dari petaknya oleh menteri Ron. "Ngomong-ngomong, apa -- er -- yang terjadi antara kamu dengan dia?" Ron bertanya pelan. "Tidak ada," kata Harry sejujurnya. "Aku -- er -- dengar dia sedang kencan dengan orang lain sekarang," kata Hermione ingin melihat reaksinya. Harry terkejut mendapati bahwa informasi ini tidak menyakitkan sama sekali. Ingin mengesankan Cho tampaknya berada di masa lalu yang tidak berhubungan dengannya lagi; seperti apa yang diinginkannya sebelum kematian Sirius terasa akhir-akhir ini ... minggu yang telah berlalu sejak dia melihat Sirius terakhir kalinya tampaknya jauh, jauh lebih lama; minggu itu terentang di dua alam, yang satu dengan Sirius di dalamnya, dan yang lainnya tanpa Sirius. "Kau bagus keluar dari itu, sobat," kata Ron bertenaga. "Maksudku, dia sangat cantik dan segalanya, tapi kamu ingin seseorang yang sedikit lebih ceria." "Dia mungkin cukup ceria untuk kencan dengan orang lain," kata Harry, sambil mengangkat bahu. "Ngomong-ngomong, dengan siapa dia sekarang?" Ron bertanya kepada Hermione, tetapi Ginny yang menjawab. "Michael Corner," katanya. "Michael -- tapi -- " kata Ron, sambil menjulurkan lehernya untuk menatapnya. "Tapi kamu yang kencan dengannya!" "Tidak lagi," kata Ginny dengan tegas. "Dia tidak suka Gryffindor mengalahkan Ravenclaw di Quidditch, dan jadi sangat merajuk, jadi kucampakkan dia dan dia lari mencari penghiburan pada Cho." Dia menggaruk hidungnya sambil melamun dengan ujung pena bulunya, membalikkan The Quibbler dan mulai menandai jawabannya. Ron tampak sangat senang. "Well, aku selalu mengira dia agak idiot," katanya, sambil menyodok ratunya maju ke benteng Harry yang gemetaran. "Bagus untukmu. Pilih saja seseorang yang -- lebih baik -- lain kali." Dia memberi Harry pandangan sembunyi-sembunyi secara aneh saat dia mengatakannya. "Well, aku sudah memilih Dean Thomas, apakah kamu akan mengatakan dia lebih baik?" tanya Ginny dengan samar. "APA?" teriak Ron, sambil membalikkan papan caturnya. Crookshanks meloncat mengejar bidak-bidaknya dan Hedwig dan Pigwidgeon bercicit-cicit dan beruhu dengan marah dari atas kepala. Saat kereta melambat mendekat ke King"s Cross, Harry berpikir dia tidak akan pernah lebih tidak ingin meninggalkannya. Dia bahkan bertanya-tanya sekilas apa yang akan terjadi kalau dia sama sekali menolak turun, melainkan tetap duduk di sana dengan keras kepala sampai satu September, saat kereta itu membawanya kembali ke Hogwarts. Namun, ketika kereta akhirnya diam, dia mengangkat sangkar Hedwig turun dan bersiap-siap menyeret kopernya dari kereta seperti biasa. Namun, saat pemeriksa tiket memberi tanda kepada Harry, Ron dan Hermione bahwa sudah aman untuk melewati rintangan sihir antara peron sembilan tiga perempat dan sepuluh, dia menemukan kejutan menantinya di sisi lain: sekelompok orang yang berdiri di sana untuk menyambutnya yang sama sekali tidak diduganya. Ada Mad-Eye Moody, tampak sangat menyeramkan dengan topinya tertarik rendah menutupi mata sihirnya seperti yang akan terlihat tanpa topi itu, tangannya yang berbonggol-bonggol menggenggam sebuah tongkat panjang, tubuhnya terbungkus dalam sebuah mantel bepergian yang sangat besar. Tonks berdiri tepat di belakangnya, rambut merah-jambu-permen-karetnya berkilauan di sinar matahari tampak dari kaca kotor langit-langit stasiun, mengenakan celana jins yang banyak tambalan dan kaus ungu terang bertuliskan The Weird Sisters. D i sebelah Tonks ada Lupin, wajahnya pucat, rambutnya kelabu, mantel panjang tipis menutupi sweater dan celana lusuh. Di depan kelompok itu berdiri Mr dan Mrs Weasley, berpakaian dengan pakaian Muggle terbaik mereka, dan Fred dan George, yang keduanya mengenakan jaket baru dari sejenis bahan bersisik yang menyeramkan, berwarna hijau. "Ron, Ginny!" panggil Mrs Weasley, sambil bergegas maju dan memeluk anak-anaknya dengan erat. "Oh, dan Harry sayang -- bagaimana keadaanmu?" "Baik," bohong Harry, ketika dia menariknya ke pelukan erat. Lewat bahunya dia melihat Ron melongo pada pakaian baru si kembar. "Seharusnya apa itu?" dia bertanya, sambil menunjuk ke jaketnya. "Kulit naga terbaik, "dik" kata Fred, sambil menyentuh sedikit risletingnya. "Bisnis berkembang pesat dan kami pikir kami akan memberi hadiah kepada diri sendiri." "Halo, Harry," kata Lupin, ketika Mrs Weasley melepaskan Harry dan berpaling untuk menyambut Hermione. "Hai," kata Harry. "Aku tidak menduga ... apa yang sedang kalian semua lakukan di sini?" "Well," kata Lupin dengan senyum kecil, "kami kira kami akan berbincang-bincang sedikit dengan bibi dan pamanmu sebelum membiarkan mereka membawamu pulang." "Aku tak tahu apakah itu ide yang bagus," kata Harry seketika. "Oh, kukira begitu," geram Moody, yang telah terpincang-pincang mendekat. "Itu mereka, bukan, Potter?" Dia menunjuk dengan jempolnya lewat bahunya; mata sihirnya jelas sedang mengintip melalui belakang kepalanya dan topinya. Harry mencondongkan badan sekitar satu inci ke kiri untuk melihat ke mana Mad-Eye menunjuk dan di sana, benar juga, ada tiga orang anggota keluarga Dursley, yang tampak benar-benar terkesima melihat komite penyambutan Harry. "Ah, Harry," kata Mr Weasley, sambil berpaling dari orang tua Hermione, yang baru saja disapanya dengan antusias, dan sekarang sedang bergantian memeluk Hermione. "Well -- kalau begitu, haruskah kita lakukan?" "Yeah, kurasa begitu, Arthur," kata Moody. Dia dan Mr Weasley memimpin menyeberangi stasiun menuju keluarga Dursley, yang tampaknya terpaku ke lantai. Hermoine melepaskan dirinya dengan lembut dari ibunya untuk bergabung dengan kelompok itu. "Selamat sore," kata Mr Weasley dengan menyenangkan kepada Paman Vernon ketika dia berhenti tepat di hadapannya. "Anda mungkin ingat saya, namaku Arthur Weasley." Karena Mr Weasley telah menghancurkan sebagian besar ruang tamu keluarga Dursley dengan seorang diri dua tahun sebelumnya, Harry akan sangat terkejut kalau Paman Vernon telah melupakannya. Benar juga, Paman Vernon berubah warna dan melotot kepada Mr Weasley, tetapi memilih tidak mengatakan apa-apa, sebagian, mungkin, karena keluarga Dursley kalah jumlah dua banding satu. Bibi Petunia tampak takut sekaligus malu; dia terus memandang ke sekitar, seolah-olah ngeri seseorang yang dikenalnya akan melihatnya dengan orang-orang seperti ini. Sementara itu, Dudley kelihatannya sedang berusaha terlihat kecil dan tidak berarti, suatu hal yang sama sekali gagal dilakukannya. "Kami pikir kami hanya akan berbicara beberapa patah kata dengan Anda mengenai Harry," kata Mr Weasley, masih tersenyum. "Yeah," geram Moody. "Tentang bagaimana dia diperlakukan waktu dia berada di tempatmu." Kumis Paman Vernon kelihatannya tegak karena marah. Mungkin karena topi yang dikenakannya memberi kesan salah bahwa dia sedang berurusan dengan orang yang punya perhatian yang sama, dia berbicara kepada Moody. "Saya tidak sadar kalau apa yang terjadi di dalam rumahku itu urusan Anda --" "Kuduga apa yang tidak kau sadari akan bisa mengisi beberapa buku, Dursley," geram Moody. "Ngomong-ngomong, itu bukan intinya," sela Tonks, yang rambut merah jambunya tampaknya menyinggung Bibi Petunia lebih dari semua yang lainnya, karena dia menutup matanya daripada memandangnya. "Intinya adalah, kalau kami mendapati kalian bersikap mengerikan kepada Harry -- " "-- Dan jangan salah, kami akan mendengarnya," tambah Lupin dengan menyenangkan. "Ya," kata Mr Weasley, "bahkan kalau kamu tidak mengizinkan Harry menggunakan feliton -- " "Telepon," bisik Hermione. "-- Yeah, kalau kami dapat petunjuk apapun bahwa Potter diperlakukan dengan tidak benar dalam cara apapun, kalian harus menghadapi kami," kata Moody. Paman Vernon menggembung tidak menyenangkan. Rasa terhinanya tampaknya bahkan lebih berat dari ketakutannya pada kelompok orang aneh ini. "Apakah Anda sedang mengancam saya, sir?" dia berkata, begitu keras sehingga orang-orang yang lalu-lalang bahkan berpaling untuk menatap. "Ya, memang," kata Mad-Eye, yang tampaknya agak senang Paman Vernon telah mengerti fakta ini begitu cepatnya. "Dan apakah aku tampak seperti laki-laki yang bisa diintimidasi?" gertak Paman Vernon. "Well kata Moody, sambli mendorong ke belakang topinya untuk memperlihatkan mata sihirnya yang berputar menyeramkan. Paman Vernon melompat mundur ketakutan dan menubruk sebuah troli bagasi dengan menyakitkan. "Ya, aku harus bilang kamu memang begitu, Dursley." Dia berpaling dari Paman Vernon untuk mengamati Harry. "Jadi, Potter ... teriak pada kami kalau kamu butuh kami. Kalau kami tidak dengar kabar darimu tiga hari berturut-turut, kami akan mengirimkan seseorang ke sana ... " Bibi Petunia merengek memilukan. Tak mungkin lebih jelas lagi bahwa dia sedang memikirkan apa yang akan dikatakan para tetangga kalau mereka melihat orang-orang ini berbaris ke jalan kebunnya. "Kalau begitu, selamat tinggal, Potter," kata Moody, sambil memegang bahu Harry sejenak dengan tangannya yang berbonggol. "Jaga dirimu, Harry," kata Lupin pelan. "Terus berhubungan." "Harry, kami akan membawamu dari sana secepat kami bisa," Mrs Weasley berbisik, sambil memeluknya lagi. "Kami akan segera menemuimu, sobat," kata Ron dengan gelisah, sambil menjabat tangan Harry. "Benar-benar secepatnya, Harry" kata Hermione bersemangat. "Kami janji." Harry mengangguk. Dia entah bagaimana tidak bisa menemukan kata-kata untuk memberitahu mereka apa artinya itu baginya, melihat mereka semua berkumpul di sana, di sampingnya. Alih-alih, dia tersenyum, mengangkat sebelah tangan mengucapkan selamat tinggal, berpaling dan memimpin jalan keluar dari stasiun ke jalan yang diterangi sinar matahari, dengan Paman Vernon, Bibi Petunia dan Dudley bergegas mengikutinya. TAMAT Edit & Convert: zhe (zheraf.wapamp.com) http://www.zheraf.net